You are on page 1of 17

PERANAN MIKROBA DALAM REKLAMASI DAN BIOREMIDIASI PENCEMARAN LINGKUNGAN A.

PENGERTIAN MiKROBA Mikroorganisme merupakan jasad hidup yang mempunyai ukuran sangat kecil (Kusnadi, dkk, 2003). Setiap sel tunggal mikroorganisme memiliki kemampuan untuk melangsungkan aktivitas kehidupan antara lain dapat dapat mengalami pertumbuhan, menghasilkan energi dan bereproduksi dengan sendirinya. Mikroorganisme memiliki fleksibilitas metabolismeyang tinggi karena mikroorganisme ini harus mempunyai kemampuan menyesuaikan diri yang besar sehingga apabila ada interaksi yang tinggi dengan lingkungan menyebabkan terjadinya konversi zat yang tinggi pula. Akan tetapi karena ukurannya yang kecil, maka tidak ada tempat untuk menyimpan enzim-enzim yang telah dihasilkan. Dengan demikian enzim yang tidak diperlukan tidak akan disimpan dalam bentuk persediaan.enzimenzim tertentu yang diperlukan untuk perngolahan bahan makanan akan diproduksi bila bahan makanan tersebut sudah ada. Dunia mikroba terdiri dari berbagai kelompok jasad renik. Kebanyakan bersel satu atau uniselular. Ada yang mempunyai ciri sel tumbuhan, ada yang mempunyai ciri-ciri sel binatang, dan ada lagi yang mempunyai ciri ciri keduanya. Secara kolektif, jasad renik di namakan protista. Ciri utama yang membedakan kelompok mikroba tertentu dari yang lain ialah dari organisasi bahan selularnya. Perbedaan ini yang yang secara asasi itu taramat penting. Mikroba terdapat dimana-mana di sekitar kita, ada yang menghuni tanah air dan atmosfer planet kita. Adanya mikroba di planet lain diluar bumi telah diselidiki pula, namun sejauh ini di ruang angkasa belum menampakkan adanya mikroba. studi tentang mikroba yang ada di lingkungan alamiahnya disebut ekologi mikroba . Ekologi merupakan bagian biologi yang berkenaan dengan studi mengenai hubungan organisme atau kelompok organisme dengan lingkungannya. Saat ini mikroba banyak dimanfaatkan di bidang lingkungan, yang berperan membantu memperbaiki kualitas lingkungan. terutama untuk mengatasi masalah pencemaran lingkungan, baik di lingkungan tanah maupun perairan. Bahan pencemar dapat bermacam-macam mulai dari bahan yang berasal dari sumber-sumber alami sampai bahan sintetik, dengan sifat yang mudah dirombak (biodegradable) sampai sangat sulit bahkan tidak bisa dirombak (rekalsitran/ nonbiodegradable) maupun bersifat meracun bagi jasad hidup dengan bahan aktif tidak rusak dalam waktu lama (persisten). Dalam hal ini akan dibahas beberapa pemanfaatan mikroba dalam proses peruraian bahan pencemar dan peran lainnya untuk mengatasi bahan pencemar. B. PENGERTIAN REKLAMASI DAN BIOREMEDIASI Bioremediasi merupakan salah satu pengembangan dari bidang bioteknologi lingkungan dengan memanfaatkan proses biologi dalam mengendalikan pencemaran lingkungan. Bioremediasi bukanlah konsep baru dalam bidang ilmu mikrobiologi, karena mikroba telah banyak digunakan selama bertahun-tahun dalam mengurangi senyawa organik dan bahan beracun baik yang berasal dari limbah rumah tangga maupun dari industri. Menurut munir (2001) teknik bioremediasi terbukti sangat efektif dan murah dari sisi ekonomi untuk membersihkan tanah dan air yang terkontaminasi oleh senyawa-senyawa kimia toksik atau beracun. C. PENGERTIAN PENCEMARAN LINGKUNGAN Pencemar datang dari berbagai sumber dan memasuki udara, air dan tanah dengan berbagai cara. Pencemar udara terutama datang dari kendaraan bermotor, industi, dan

pembakaran sampah. Pencemar udara dapat pula berasal dari aktivitas gunung berapi. Pencemaran sungai dan air tanah terutama dari kegiatan domestik, industri, dan pertanian. Limbah cair domestik terutama berupa BOD, COD, dan zat organik. Limbah cair industri menghasilkan BOD, COD, zat organik, dan berbagai pencemar beracun. Limbah cair dari kegiatan pertanian terutama berupa nitrat dan fosfat. Proses pencemaran dapat terjadi secara langsung maupun tidak langsung. Secara langsung yaitu bahan pencemar tersebut langsung berdampak meracuni sehingga mengganggu kesehatan manusia, hewan dan tumbuhan atau mengganggu keseimbangan ekologis baik air, udara maupun tanah. Proses tidak langsung, yaitu beberapa zat kimia bereaksi di udara, air maupun tanah, sehingga menyebabkan pencemaran. Pencemar ada yang langsung terasa dampaknya, misalnya berupa gangguan kesehatan langsung (penyakit akut), atau akan dirasakan setelah jangka waktu tertentu (penyakit kronis). Sebenarnya alam memiliki kemampuan sendiri untuk mengatasi pencemaran (self recovery), namun alam memiliki keterbatasan. Setelah batas itu terlampaui, maka pencemar akan berada di alam secara tetap atau terakumulasi dan kemudian berdampak pada manusia, material, hewan, tumbuhan dan ekosistem.

BAB II PEMBAHASAN
REKLAMASI PENCEMARAN LINGKUNGAN Saat ini mikroba banyak dimanfaatkan di bidang lingkungan, yang berperan membantu memperbaiki kualitas lingkungan. Terutama untuk mengatasi masalah pencemaran lingkungan, baik di lingkungan tanah maupun perairan. Bahan pencemar dapat bermacam-macam mulai dari bahan yang berasal dari sumber-sumber alami sampai bahan sintetik, dengan sifat yang mudah dirombak (biodegradable) sampai sangat sulit bahkan tidak bisa dirombak (rekalsitran/ nonbiodegradable) maupun bersifat meracun bagi jasad hidup dengan bahan aktif tidak rusak dalam waktu lama (persisten). Dalam hal ini akan dibahas beberapa pemanfaatan mikroba dalam proses peruraian bahan pencemar dan peran lainnya untuk mengatasi bahan pencemar. Mikroba (fungi dan bakteri) secara tradisional berfungsi sebagai decomposer (pengurai). Makhluk hidup yang telah mati akan diuraikan oleh mereka menjadi unsur-unsur yang lebih mikro. Tanpa adanya mikroba decomposer, bumi kita ini akan dipenuhi oleh bangkai dalam jumlah banyak. Mikroba decomposer inilah yang digunakan untuk pengolahan sampah/limbah. Teknologi lingkungan yang terbaru telah memungkinkan pengolahan sampah/limbah dengan perspektif lain. Sampah pada awalnya dipilah antara organik dan non organik. Sampah non organik akan didaur ulang, sementara sampah organik akan mengalami proses lanjutan

pembuatan kompos. Proses tersebut adalah menciptakan kondisi yang optimum supaya kompos dapat dibuat dengan baik. Optimasi kondisi tersebut, selain desain alat yang baik dan ventilasi untuk proses aerasi, adalah juga menciptakan kondisi optimum bagi mikroba composter untuk melaksanakan proses composting. Parameter optimasinya bisa berupa keasaman, suhu, dan medium pertumbuhan. Jika parameter tersebut diperhatikan, maka proses composting diharapkan bisa efektif dan efisien. Lalu, apa lagi yang bisa dilakukan mikroba untuk membantu kita mengolah limbah? PENANGANAN LIMBAH DAN BIOREMEDIASI Penanganan Limbah Aktivitas manusia, industri, dan pertanian menghasilkan limbah cair dan padat. Untuk mengurangi cemaran maka limbah pemukiman dan industri harus diolah terlebih dulu sebelum dilepas ke lingkungan. Pengolahan limbah cair dapat dilakukan secara aerobik maupun anaerobik atau kombinasi keduanya dan umumnya dengan 3 tahapan, yaitu tahap primer, sekunder, dan tersier. Adapun pengolahan limbah padat secara biologis umumnya berupa landfill dan pengkomposan. Salah satu akibat masuknya cemaran, yaitu terjadinya suksesi populasi mikroba. Mikroba yang berperan pada pengolahan limbah, antara lain Phanerochaeta chrysosporium, Pseudomonas spp., dan Bacillus spp, Mycobacterium, Vibrio, dan lain-lain. Dalam pengolahan limbah perlu diperhatikan beberapa aspek penanganan limbah, yaitu materi pencemaran, mikroba, faktor lingkungan, serta sistem yang digunakan dalam penanganan limbah. Bioremediasi Pencemaran air dan tanah oleh limbah pemukiman maupun industri telah menimbulkan banyak kerugian. Usaha perbaikan lingkunagn yang tercemar dilakukan dengan proses yang dikenal sebagai bioremediasi. Pada dasarnya bioremediasi merupakan hasil biodegradasi senyawa-senyawa pencemar. Bioremediasi dapat dilakukan di tempat terjadinya pencemaran (in situ) atau harus diolah ditempat lain (ex situ). Pada tingkat pencemaran yang rendah mikroba setempat mampu melakukan bioremediasi tanpa campur tangan manusia yang dikenal sebagai bioremediasi intrinsik, tetapi jika tingkatan pencemaran tinggi maka mikroba setempat perlu distimulasi (biostimulasi) atau dibantu dengan memasukkan mikroba yang telah diadaptasikan (bioaugmentasi).

PERURAIAN/BIODEGRADASI BAHAN PENCEMAR (POLUTAN) 1. Mikroba dalam pembersihan air Banyak mikroba yang terdapat dalam air limbah meliputi mikroba aerob, anaerob, dan fakultatif anaerob yang umumnya bersifat heterotrof. Mikroba tersebut kebanyakan berasal dari tanah dan saluran pencernaan. Bakteri colon (coliforms) terutama Escherichia coli sering digunakan sebagai indeks pencemaran air. Bakteri tersebut berasal dari saluran pencernaan manusia dan hewan yang dapat hidup lama dalam air, sehingga air yang banyak mengandung bakteri tersebut dianggap tercemar. Untuk mengurangi mikroba pencemar dapat digunakan saringan pasir atau trickling filter yang segera membentuk lendir di permukaan bahan penyaring, sehingga dapat menyaring bakteri maupun bahan lain untuk penguraian. Penggunaan lumpur aktif juga dapat mempercepat perombakan bahan organik yang tersuspensi dalam air. Secara kimia digunakan indeks BOD (biological oxygen demand) dan COD (chemical Alkil oxygen demand). Prinsip perombakan bahan dalam limbah adalah oksidasi, baik oksidasi biologis maupun oksidasi kimia. Semakin tinggi bahan organik dalam air menyebabkan

kandungan oksigen terlarut semakin kecil, karena oksigen digunakan oleh mikroba untuk mengoksidasi bahan organik. Adanya bahan organik tinggi dalam air menyebabkan kebutuhan mikroba akan oksigen meningkat, yang diukur dari nilai BOD yang meningkat. Untuk mempercepat perombakan umumnya diberi aerasi untuk meningkatkan oksigen terlarut, misalnya dengan aerator yang disertai pengadukan. Setelah terjadi perombakan bahan organik maka nilai BOD menurun sampai nilai tertentu yang menandakan bahwa air sudah bersih. Dalam suasana aerob bahan-bahan dapat dirubah menjadi sulfat, fosfat, ammonium, nitrat, dan gas CO2 yang menguap. Untuk menghilangkan sulfat, ammonium dan nitrat dari air dapat menggunakan berbagai cara. Dengan diberikan suasana yang anaerob maka sulfat direduksi menjadi gas H2S, ammonium dan nitrat dirubah menjadi gas N2O atau N2. 2. Mikroba perombak deterjen Benzil sulfonat (ABS) adalah komponen detergen, yang merupakan zat aktif yang dapat menurunkan tegangan muka sehingga dapat digunakan sebagai pembersih. ABS mempunyai Nasulfonat polar dan ujung alkil non-polar. Pada proses pencucian, ujung polar ini menghadap ke kotoran (lemak) dan ujung polarnya menghadap keluar (ke-air). Bagian alkil dari ABS ada yang linier dan non-linier (bercabang). Bagian yang bercabang ABS-nya lebih kuat dan berbusa, tetapi lebih sukar terurai sehingga menyebabkan badan air berbuih. Sulitnya peruraian ini disebabkan karena atom C tersier memblokir beta-oksidasi pada alkil. Hal ini dapat dihindari apabila ABS mempunyai alkil yang linier. 3. Mikroba perombak plastic Plastik banyak kegunaannya tetapi polimer sintetik plastik sangat sulit dirombak secara alamiah. Hal ini mengakibatkan limbah yang plastik semakin menumpuk dan dapat mencemari lingkungan. Akhir-akhir ini sudah mulai diproduksi plastik yang mudah terurai. Plastik terdiri atas berbagai senyawa yang terdiri polietilen, polistiren, dan polivinil klorida. Bahan-bahan tersebut bersifat inert dan rekalsitran. Senyawa lain penyusun plastik yang disebut plasticizers terdiri: (a) ester asam lemak (oleat, risinoleat, adipat, azelat, dan sebakat serta turunan minyak tumbuhan, (b) ester asam phthalat, maleat, dan fosforat. Bahan tambahan untuk pembuatan plastik seperti Phthalic Acid Esters (PAEs) dan Polychlorinated Biphenyls (PCBs) sudah diketahui sebagai karsinogen yang berbahaya bagi lingkungan walaupun dalam konsentrasi rendah. Dari alam telah ditemukan mikroba yang dapat merombak plastik, yaitu terdiri bakteri, aktinomycetes, jamur dan khamir yang umumnya dapat menggunakan plasticizers sebagai sumber C, tetapi hanya sedikit mikroba yang telah ditemukan mampu merombak polimer plastiknya yaitu jamur Aspergillus fischeri dan Paecilomyces sp. Sedangkan mikroba yang mampu merombak dan menggunakan sumber C dari plsticizers yaitu jamur Aspergillus niger, A. Versicolor, Cladosporium sp.,Fusarium sp., Penicillium sp.,Trichoderma sp., Verticillium sp., dan khamir Zygosaccharomyces drosophilae, Saccharomyces cerevisiae, serta bakteri Pseudomonas aeruginosa, Brevibacterium sp. dan aktinomisetes Streptomyces rubrireticuli. Untuk dapat merombak plastik, mikroba harus dapat mengkontaminasi lapisan plastik melalui muatan elektrostatik dan mikroba harus mampu menggunakan komponen di dalam atau pada lapisan plastik sebagai nutrien. Plasticizers yang membuat plastik bersifat fleksibel seperti adipat, oleat, risinoleat, sebakat, dan turunan asam lemak lain cenderung mudah digunakan,

tetapi turunan asam phthalat dan fosforat sulit digunakan untuk nutrisi. Hilangnya plasticizers menyebabkan lapisan plastik menjadi rapuh, daya rentang meningkat dan daya ulur berkurang. 4. Minyak Bumi Minyak bumi tersusun dari berbagai macam molekul hidrokarbon alifatik, alisiklik, dan aromatik. Mikroba berperanan penting dalam menguraikan minyak bumi ini. Ketahanan minyak bumi terhadap peruraian oleh mikroba tergantung pada struktur dan berat molekulnya. Fraksi alkana rantai C pendek, dengan atom C kurang dari 9 bersifat meracun terhadap mikroba dan mudah menguap menjadi gas. Fraksi n-alkana rantai C sedang dengan atom C 1024 paling cepat terurai. Semakin panjang rantaian karbon alkana menyebabkan makin sulit terurai. Adanya rantaian C bercabang pada alkana akan mengurangi kecepatan peruraian, karena atom C tersier atau kuarter mengganggu mekanisme biodegradasi. Apabila dibandingkan maka senyawa aromatik akan lebih lambat terurai dari pada alkana linier. Sedang senyawa alisiklik sering tidak dapat digunakan sebagai sumber C untuk mikroba, kecuali mempunyai rantai samping alifatik yang cukup panjang. Senyawa ini dapat terurai karena kometabolisme beberapa strain mikroba dengan metabolisme saling melengkapi. Jadi walaupun senyawa hidrokarbon dapat diuraikan oleh mikroba, tetapi belum ditemukan mikroba yang berkemampuan enzimatik lengkap untuk penguraian hidrokarbon secara sempurna. 5. Pestisida / Herbisida Macam pestisida kimia sintetik yang telah digunakan sampai sekarang jumlahnya mencapai ribuan. Pestisida yang digunakan untuk memberantas hama maupun herbisida yang digunakan untuk membersihkan gulma, sekarang sudahmengakibatkan banyak pencemaran. Hal ini disebabkan sifat pestisida yang sangat tahan terhadap peruraian secara alami (persisten). Contoh pestisida yang persistensinya sangat lama adalah DDT, Dieldrin, BHC, dan lain-lain. Walaupun sekarang telah banyak dikembangkan pestisida yang mudah terurai (biodegradable), tetapi kenyataannya masih banyak digunakan pestisida yang bersifat rekalsitran. Walaupun dalam dosis rendah, tetapi dengan terjadinya biomagnifikasi maka kandungan pestisida di lingkungan yang sangat rendah akan dapat terakumulasi melalui rantai makanan, sehingga dapat membahayakan kehidupan makhluk hidup termasuk manusia. Untuk mengatasi pencemaran tersebut, sekarang banyak dipelajari biodegradasi pestisida/ herbisida. Proses biodegradasi pestisida dipengaruhi oleh struktur kimia pestisida, sebagai berikut: a. Semakin panjang rantai karbon alifatik, semakin mudah mengalami degradasi b. Ketidak jenuhan dan percabangan rantai hidrokarbon akan mempermudah degradasi. c. Jumlah dan kedudukan atom-atom C1 pada cincinan aromatik sangat mempengaruhi degradasi. Misal 2,4 D (2,4-diklorofenol asam asetat) lebih mudah dirombak di dalam tanah dibandingkan dengan 2,4,5-T (2,4,5- triklorofenoksi asam asetat) d. Posisi terikatnya rantai samping sangat menentukan kemudahan degradasi pestisida. PERAN LAIN MIKROBA UNTUK MENGATASI MASALAH PENCEMARAN 1. Biopestisida Pestisida mikroba termasuk biopestisida yang telah banyak digunakan untuk menggantikan pestisida kimia sintetik yang banyak mencemari lingkungan. Penggunaan

pestisida mikroba merupakan bagian dari pengendalian hama secara hayati menggunakan parasit, hiperparasit, dan predator. Salah satu keuntungan pestisida yang dikembangkan dari mikroba adalah (a) dapat berkembang biak secara cepat dalam jasad inangnya (hospes), (b) dapat bertahan hidup di luar hospes, (c) sangat mudah tersebar di alam. Namun mempunyai kelemahan tidak secara aktif mencari hospes atau hama sasarannya. Mikroba yang telah dikembangkan untuk biopestisida adalah berbagai macam mikroba sebagai berikut: a. Virus penyebab penyakit hama, seperti NPV (nuclear polyhidrosis virus), CPV (cytoplasmic polyhidrosis virus), dan GV (granulosis virus) untuk mengendalikan Lepidoptera. Baculovirus untuk mengendalikan Lepidoptera, Hymenoptera, dan diptera. b. Bakteri yang dapat mematikan serangga hama, yang terkenal adalah Bacillus thuringiensis (Bt). Bakteri ini dapat digunakan untuk mengendalikan Lepidoptera, Hymenoptera, diptera, dan coleoptera. Bakteri ini dapat menghasilkan kristal protein toksin yang dapat mematikan serangga hama. Selain itu ada bakteri lain seperti Pseudomonas aeruginosa dan Proteus vulgaris untuk mengendalikan belalang, Pseudomonas septica dan Bacillus larvae untuk hama kumbang, Bacillus sphaericus untuk mengendalikan nyamuk, dan B. Moritai untuk mengendalikan lalat. c. Jamur yang termasuk entomophagus dapat digunakan untuk mengendalikan hama. Sebagai contoh Metarhizium anisopliae dapat digunakan untuk mengendalikan kumbang Rhinoceros dan belalang cokelat. Beauveria bassiana untuk mengendalikan kumbang kentang, Nomurea rilevi untuk mengendalikan lepidoptera, Paecylomyces lilacinus dan Gliocladium roseum dapat digunakan untuk mengendalikan nematoda. 2. Logam Berat Limbah penambangan emas dan tembaga (tailing) yang banyak mengandung logam berat terutama air raksa (Hg), industri logam dan penyamakan kulit banyak menghasilkan limbah logam berat terutama cadmium (Cd), serta penggunaan pupuk (misalnya pupuk fosfat) yang mengandung logam berat seperti Hg, Pb, dan Cd, sekarang banyak menimbulkan masalah pencemaran logam berat. Logam berat dalam konsentrasi rendah dapat membahayakan kehidupan karena afinitasnya yang tinggi dengan sistem enzim dalam sel, sehingga menyebabkan inaktivasi enzim dan berbagai gangguan fisiologi sel. Bakteria dapat menghasilkan senyawa pengkhelat logam yang berupa ligan berberat molekul rendah yang disebut siderofor. Siderofor dapat membentuk kompleks dengan logam-logam termasuk logam berat. Umumnya pengkhelatan logam berat oleh bakteri adalah sebagai mekanisme bakteri untuk mempertahankan diri terhadap toksisitas logam. Bakteri yang tahan terhadap toksisitas logam berat mengalami perubahan sistem transport di membran selnya, sehingga terjadi penolakan atau pengurangan logam yang masuk ke dalam sitoplasma. Dengan demikian logam yang tidak dapat melewati membran sel akan terakumulasi dan diendapkan atau dijerap di permukaan sel. Untuk mengambil logam berat yang sudah terakumulasi oleh bakteri, dapat dilakukan beberapa cara. Logam dari limbah cair dapat dipisahkan dengan memanen mikroba. Logam yang berada dalam tanah lebih sulit untuk dipisahkan, tetapi ada cara pengambilan logam menggunakan tanaman pengakumulasi logam berat. Tanaman yang termasuk sawi-sawian (misal Brassica juncea) dapat digunakan bersama-sama dengan rhizobacteria pengakumulasi logam (misal Pseudomonas fluorescens) untuk mengambil logam berat yang mencemari tanah.

Selanjutnya logam yang telah terserap tanaman dapat dipanen dan dibakar untuk memisahkan logam beratnya.

BAB II PENUTUP A. KESIMPULAN 1. Mikroba sangat berperan dalam membantu memperbaiki kualitas lingkungan terutama untuk mengatasi masalah pencemaran lingkungan, baik di lingkungan tanah maupun perairan. 2. Bahan pencemar dapat bermacam-macam mulai dari bahan yang berasal dari sumber-sumber alami sampai bahan sintetik, dengan sifat yang mudah dirombak (biodegradable) sampai sangat sulit bahkan tidak bisa dirombak (rekalsitran/ nonbiodegradable) maupun bersifat meracun bagi jasad hidup dengan bahan aktif tidak rusak dalam waktu lama (persisten). 3. Untuk mengurangi pencemaran limbah pemukiman dan industry, maka limbah tersebut harus diolah terlebih dulu sebelum dilepas ke lingkungan. 4. Pengolahan limbah cair dapat dilakukan secara aerobik maupun anaerobik atau kombinasi keduanya dan umumnya dengan 3 tahapan, yaitu tahap primer, sekunder, dan tersier. 5. Pengolahan limbah perlu memperhatikan beberapa aspek penanganan limbah, yaitu materi pencemaran, mikroba, faktor lingkungan, serta sistem yang digunakan dalam penanganan limbah. B. SARAN Pencemaran lingkungan merupakan masalah kita bersama, yang semakin penting untuk diselesaikan, karena menyangkut keselamatan, kesehatan, dan kehidupan kita. Siapapun bisa berperan serta dalam menyelesaikan masalah pencemaran lingkungan ini, termasuk kita. Dimulai dari lingkungan yang terkecil, diri kita sendiri, sampai ke lingkungan yang lebih luas. Permasalahan pencemaran lingkungan yang harus segera kita atasi bersama diantaranya pencemaran air tanah dan sungai, pencemaran udara perkotaan, kontaminasi tanah oleh sampah, hujan asam, perubahan iklim global, penipisan lapisan ozon, kontaminasi zat radioaktif, dan sebagainya. Untuk menyelesaikan masalah pencemaran lingkungan ini, tentunya kita harus mengetahui sumber pencemar, bagaimana proses pencemaran itu terjadi, dan bagaimana langkah penyelesaian pencemaran lingkungan itu sendiri.

DAFTAR PUSTAKA black-karma.blogspot.com/.../peranan-mikroba-dalam-bidanglingkungan.html http://bksdakalsel.co.cc/index.php?option=com_content&task=view&id=586&Itemid=77 http://one.indoskripsi.com/click/8942/0 http://bioarli.page.tl/Mikroba,-Tak-Kasat-Mata-Namun-Berguna-bagi-Manusia.htm. http://shepoetwildan.blogspot.com/2009/03/peranan-mikroba_13.html

Biodegradasi Nutrisi Oleh Mikroba


April 1, 2011 Written by Iqbal Ali 1 Komentar

3 Votes Artikel ini saya cuplik dari makalah matakuliah mikrobiologi yg telah saya dan anggota kelompok lain susun (download makalah lengkap) Mikroorganisme dapat memberikan efek yang menguntungkan dan juga merugikan bahan-bahan makanan kita. Peranan mikroorganisme yang menguntungkan bagi manusia adalah penggunaan organisme tertentu dalam pengadaan bahan makanan seperti tempe, tape, keju, dan lain-lain. Sebaliknya, mikroorganisme dapat meracuni bahan-bahan makanan dan juga dapat menimbulkan kerusakan-kerusakan pada makanan tersebut (Tarigan, 1988). Berbagai tanda-tanda kerusakan pangan dapat dilihat tergantung dari jenis pangannya, beberapa diantaranya misalnya:

Perubahan kekenyalan pada produk-produk daging dan ikan, disebabkan pemecahan struktur daging oleh berbagai bakteri. Pelunakan tekstur pada sayur-sayuran, terutama disebabkan oleh Erwina carotovora, Pseudomonas marginalis, dan Sclerotinia sclerotiorum. Perubahan kekentalan pada susu, santan, dan lain-lain, disebabkan oleh penggumpalan protein dan pemisahan serum (skim). Pembentukan lendir pada produk-produk daging,ikan, dan sayuran, yang antara lain disebabkan oleh pertumbuhan berbagai mikroba seperti kamir, bakteri asam laktat (terutama oleh Lactobacillus,misalnya L. Viredences yang membentuk lendir berwarna hijau), Enterococcus, dan Bacillus thermosphacta. Pada sayuran pembentukan lendir sering disebabkan oleh P. marjinalis dan Rhizoctonia sp.

Apabila tidak diberi perlakuan atau penambahan bahan tambahan, makanan relatif cepat mengalami proses kerusakan. Proses kerusakan diawali penurunan kualitas dan diakhiri dengan pembusukan. Proses kerusakan lebih dominan disebabkan oleh aktivitas fisik dan kimiawi, sedangkan proses pembusukan lebih didominasi oleh kegiatan kimiawi dan mikrobiologis. Kegiatan kimiawi selama proses pembusukan ditandai dengan proses oksidasi yang menyebabkan ketengikan (rancidity) dan perubahan warna (browning).

Makanan yang disukai manusia pada umumnya juga disukai oleh mikroorganisme. Banyak bakteri dan jamur menyerang makanan yang masih berupa bahan mentah seperti sayur-sayuran, buah-buahan, susu, daging, banyak pula yang menyerang makanan yang sudah di masak seperti nasi, roti, kue-kue lauk pauk, dan sebagainya. Makanan yang telah dihinggapi mikroorganisme mengalami penguraian, sehingga dapat berkurang nilai gizi dan kelezatannya, bahkan makanan yang telah terurai dapat menyebabkan rasa sakit sampai matinya seseorang yang memakannya (Dwijdoseputro, 1989). Bakteri yang tumbuh di dalam makanan kita mengubah makanan tersebut menjadi zat-zat organik yang berkurang energinya. Di dalam pengubahannya ini bakteri memperoleh energi yang dibutuhkannya. Hasil metabolisme spesies-spesies tertentu digemari oleh manusia, misalnya, alkohol sebagai hasil metabolisme Saccharomyces cerevisiae, cuka sebagai hasil metabolisme Acetobacter sp. Akan tetapi ada beberapa spesies yang hasil metabolismenya berupa eksotoksin yang berbahaya bagi kehidupan manusia, sehingga timbul gejala-gejala keracunan seperti perut sakit, muntah-muntah, dan diare (Dwidjoseputro, 1989). Dalam pabrik pemrosesan makanan, kontaminasi dapat berasal dari air yang digunakan dalam prosesing, dari peralatan yang terkena kontaminasi sebelumnya, dan dapat dari pekerja sendiri. Setelah selesai pengolahan makanan, dapat juga terjadi pencemaran oleh mikroorganisme (Tarigan, 1988). Banyak factor yang turut menentukan kualitas penyimpanan bahan makanan, yaitu berapa lama suatu bahan makanan dapat mempertahankan kualitas, flavor, dan ketahanannya. Sifat-sifat makanan sendiri dan kondisi-kondisi tempat penyimpanan juga dapat mempengaruhi pertumbuhan organisme dan factor-faktor yang paling penting adalah: a. b. c. d. e. f. Kelembaban Suhu Derajat keasaman Persediaan oksigen Sifat fisik makanan Sifat kimia, termasuk kondisi mikroorganisme

Sifat kimia makanan juga turut mempengaruhi pertumbuhan mikororganisme. Pada pembusukan daging, mikroorganisme yang menghasilkan enzim proteolitik mampu merombak proteinprotein. Pada pelunakkan dan pembusukan sayur-sayuran dan buah-buahan, mikroorganisme pektinolitik mampu merombak bahan-bahan yang mengandung pectin yang terdapat pada dinding sel tumbuhan. Proses pembusukan ditandai dengan adanya aktivitas enzim yang merombak komponen bahan pangan hingga terbentuk senyawa yang aromanya tidak disukai. Aroma tersebut merupakan

gabungan dari sejumlah senyawa hasil proses pembusukan. Selama proses pembusukan, enzim akan merombak karbohidrat secara bertahap menjadi alkohol dan akhirnya membentuk asam butirat dan gas metan. Protein akan dirombak oleh protease hingga terbentuk ammonia dan hidrogen sulfida; sedangkan lemak akan dirombak menjadi senyawa keton. Keberadaan senyawa ini secara bersamaan akan menyebabkan terbentuknya aroma busuk. Proses pembusukan makanan dapat dijelaskan pada persamaan berikut ini : Protease amoniak dan HProtein 2S karbohidrase AlkoholKarbohidrat Lipase ketonLemak Salah satu perombakan yang terjadi setelah kesegaran bahan pangan menurun adalah denaturasi protein. Secara sederhana, denaturasi protein adalah perombakan struktur sehingga protein kehilangan sifat alaminya. Dalam keadaan normal, protein mampu mengikat sejumlah cairan tubuh sehingga tidak dapat dimanfaatkan oleh mikroba untuk tumbuh dan berkembangbiak. Dengan terjadinya proses denaturasi, protein secara bertahap kehilangan kemampuannya untuk menahan cairan. Akibatnya, cairan tubuh tersebut akan lepas dan mengalir keluar dari bahan pangan. Cairan ini kaya akan nutrien sehingga akan digunakan oleh mikroba sebagai sumber makanan untuk tumbuh dan berkembang. Pertumbuhan mikroorgansime dalam makanan dapat merusak makanan, sehingga mengubah rasa, warna, komposisi kimiawi makanan. Beberapa mikroorganisme menghasilkan racun pada makanan dan dapat mengambil karbon bagi konsumennya. Berikut akan diberikan contoh mikroorganisme penyebab kerusakan makanan. 1. Aktivitas mikroba dalam perusakkan ikan

Bakteri penyebab busuknya ikan adalah bakteri yang hidup secara alamiah pada lendir di bagian tubuh ikan dan dalam ususnya, sedangkan macam bakterinya sangat tergantung pada susu. Ikan yang yang disimpan pada suhu 5-10o C dapat mengalami pembusukkan oleh spesies Pseudomonas, Achromobacter, dan Flavobacterium, sedangkan pada suhu yang lebih tinggi kebusukkan disebabkan oleh Micrococcus dab Bacillus. Selama pembusukan ikan dapat mengalami perubahan warna. Warna kuning menjadi kuning hijau yang disebabkan oleh bakteri Pseudomonas fluorescens dan bakteri. Micrococcus yang mempunyai pigmen kuning, sedangkan warna merah muda disebabkan oleh pertumbuhan Sarcina, Micrococcus, dan Bacillus. 2. Aktivitas mikroba dalam perusakkan acar mentimun

Acar ketimun dapat dirusak oleh mikroba sehingga menggembung, mengapung, licin, lunak dan berwarna hitam. Menggembungnya acar ketimun dapat disebabkan karena terbentuknya gas oleh khamir atau Lactobacillus brevis di dalam ketimun. Acar yang lunak disebabkan oleh aktivitas enzim pektolitik yang berasal dari kapang atau bunga ketimun yang masuk kedalam wadah fermentasi, yang mana bisanya kapang tersebut berasal dari genus Penicillium, Fusarium, Ascochyta, Cladosporium, dan Alterunaria. Pelunakkan acar ketimun akan terjadi apabila garam yang ditambahkan dalam pembuatan acar kurang, atau terjadinya fermentasi yang abnormal, suhu terlalu tinggi, keasaman yang rendah, ada udara yang memungkinkan pertumbuhan kapang, kapang atau bakteri yang dapat memecah pectin. yang Acar yang berwarna hitam disebabkan oleh terbentuknya senyawa hydrogen sulfide oleh bakteri. Hal ini bereaksi dengan zat besi (Fe) yang berada dalam air dan menjadi Fes yang berwarna hitam. Karena itu perlu diperhatikan dalam pembuatan acar ketimun, airnya tidak boleh mengandung Fe dan CaSO4 dalam kadar tinggi. Penyebab lain adalah dengan tumbuhnya Bacillus nigricans yang membentuk pigmen hitam. Pertumbuhan bakteri dapat dibantu dengan adanya glukosa, kadar nitrogen yang rendah, larutan garam netral atau larutan garam alkali. 3. a. Aktivitas mikroba pada susu Pembentukan asam

Bakteri-bakteri yang selalu ada dalam air susu ialah bakteri penghasil asam susu yang kebanyakkan dari famili Lactobacteriaceae terutama Streptococcus dan Lactobacillus lactis. Pembentukan asam pada susu terutama disebabkan oleh bakteri laktat yang dapat bersifat homofermentatif yaitu banyak yang menghasilkan asam laktat dan hanya sedikit asam asetat, karbondioksida dan zat volatile (mudah menguap). Atau bersifat heterofermentatif yang memproduksi sejumlah zat yang bersifat volatile di samping asam laktat. Susu segar pada suhu 10-37o C dapat menjadi asam oleh bakteri Streptococcus lactis yang bersifat homofermentatif. Jumlah yang sangat besar dari Streptococcus lactis dapat menyebabkan air susu cepat mencapai titik koagulsinya. Pada suhu yang lebih tinggi, misalnya 37-50o C, Streptococcus faecalis akan membentuk asam sekitar 1% yang kemudian diikuti oleh pertumbuhan Bacillus calidolactis dan Lactobacillus thermophillus. Suhu yang disimpan pada suhu mendekati titik beku, hanya sedikit asam yang diproduksi tetapi pemecahan protein oleh bakkteri akan terjadi. Lactobacillus dapat menghasilkan asam susu sampai 4%. b. Pembentukan gas

Pembentukan gas oleh bakteri selalu diikuti dengan terbentuknya asam. Pembentuk gas yang utama pada susu adalah bakteri E. coli, Clostridium sp. Bacillus sp, yang menghasilkan gas hydrogen dan gas karbondioksida, sedangkan khamir bakteri laktat yang bersifat heterofermentatif hanya memproduksi karbondioksida. Terbentuknya gas pada susu dapat didahului dengan adanya busa pada permukaan susu. Gas yang dibentuk dan bakteri pembentuknya sangat bergantung pada perlakuan pada pendahuluan terhadap susu dan tempat

penyimpanan susu. Pada suhu dalam lemari es, spesies Clostridium dan Bacillus dapat tumbuh pada susu. Sedangkan bakteri lain tidak. Pada suhu ruangan kebanyakan bakteri E. coli yang dapat tumbuh pada susu, sedangkan pada suhu yang lebih tinggi (suhu yang telah dipasteurisasi) yang dapat tumbuh hanya bakteri pembentuk spora. c. Pemecahan protein (proteolisis)

Bahan-bahan yang dikandung di dalam air susu serta kualitas air susu itu bergantung pada jenis lembu, waktu menyususi, musim, dan factor lainnya. Hidrolisa air susu oleh mikroba diikuti oleh pembentukana aroma getir yang disebabkan oleh beberapa. Bakteri proteolitik yang akutif pada susu adalah sebagai berikut: Micrococcus, Akaligenus, Pseudomonas, Proteus, Achromobacter, Flavobacterium,dan Serati yang semuanya termasuk bakteri yang tidak membentuk spora. d. Pembentukan lendir

Pembentukan lendir yang diakibatkan oleh bakteri terjadi pada susu yang disimpan pada suhu yang rendah. Hal ini akan berkurang dengan kenaikan kadar asam pada susu. Ada dua macam pembentuk lendir pada susu, yaitu yang terbentuk hanya dipermukaan dan yang terbentuk pada seluruh bagian susu. Lendir pada permukaan susu seringkali diakibatkan oleh Alcaligenus viscolactis, organisme yang terdapat di tanah atau dalam air yang dapat tumbuh pada suhu 10o C. Selain itu Micrococcus freudnreichii yang dapat menimbulkan timbulnya lendir pada permukaan susu. Lendir yang terbentuk pada seluruh bagian susu, diakibatkan oleh bermacammacam bakteri, yaitu, Acribacter aerogenes, Aerobacter cloaase, Escherichia coli, Streptococcus lactis, Lactobacillus casei, Lactobacillus bulgaricus, Lactobacillus plantarum. e. Perubahan lemak

Lemak dalam air susu terdapat 3,8 %, dapat mengalami dekomposisi oleh bakteri, kapang, atau khamir, sehingga aka mengakibatkan timbul bau tengik dan rasa yang tidak enak. Bakteri, kapang, dan khamir akan mengeluarkan enzim lipase yang dapat menguraikkan lemak susu, sehingga menimbulkan bau yang tidak enak dan rasa menyimpang. Contoh-contoh bakteri tersebut adalah Pseudomonas, Proteus, Achromobacter, Alcaligens. f. Pembentukan alkali

Bakteri pembentuk alkali pada susu hidup pada susu yang berbeda. Sebagian pada suhu pertengahan sampai suhu rendah, dan sebagian kecil tetap hidup pada suhu pasteurisasi. Bakteri ini menyebabkan reaksi alkalis pada susu karena pembentukan amoniak dan urea, karbohidrat atau asam organik. Contoh bakteri pembentuk alkalis pada susu adalah Pseudomonas flourescens, Alkaligenes faecalis, dll. g. Perubahan flavor

Susu sapi dapat mempunyai flavor (aroma) yang menyimpang dari keadaan normal disebabkan oleh keadaan sapinya, rasa laktasi, atau makanan sapi. Flavor yang terbentuk dapat disebabkan

oleh flavor yang diabsorbsi kemudian oleh susu, atau ketengikan akibat kerja enzim lipase. Penyimpangan flavor oleh mikroba adalah sebagai berikut:

Flavor asam dihasilkan oleh Streptococcus lactis, Leuconostoc sp, dan Clostridium sp. Aroma getir dihasilkan oleh bakteri proteolitik. Bau terbakar (flavor terbakar) disebabkan oleh pertumbuhan Streptococcus lactis. Flavor lain seperti bau gudang oleh Aerobacter oxytocum, bau sabun olleh Pseudomonas sapolactica, bau lobak oleh Eschericia coli, dan bau ikan oleh Pseudomonas ichtyosmia. Perubahan warna

h.

Perubahan warna susu akibat pertumbuhan mikroba terutama oleh bakteri dan kapang menghasilkan pigmen.

Warna biru disebabkan oleh bakteri pseudomonas suncyanea atau streptococcus lactis, sedangkan oleh kapang disebabkan oleh geotridium sp. Warna kuning diebabkan oleh pertumbuhan Pseudomonas shynctha atau Flavobacterium sp. Warna merah disebabkan oleh Serratia marcescens, atau Micrococcs roseus dan Torula glutinis. Warna coklat akibat pertumbuhan pseudomonas fluorescens.

Photobacterium spp. Serratia marcescens (pigmen merah), Pseudomoas syncyanea (pigmen biru), Micrococcus flavobacterium (kuning), Chromobacterium lividum (biru kehijauan dan hitam kecoklatan). Kerusakan yang ditimbulkan yakni terjadi perubahan berbagai warna permukaan daging akibat bakteri berpigmen. Photobacterium phosphoreum atau Phosphoreum vibrio adalah bakteri gram negative bercahaya yang hidup bersimbiosis dengan organisme laut. Hal ini dapat memancarkan cahaya hijau kebiruan (490 nm) karena reaksi kimia antara FMN, luciferin dan molekul oksigen katalis oleh enzim yang disebut luciferase. 4. Aktivitas Mikroba pada Makanan Kalengan

Mikroba khususnya bakteri pada makanan kalengan biasanya tahan panas dan dapat membentuk spora, misalnya dari spesies-spesies Clostridium dan Bacillus. Kelompok bakteri ini memiliki peranan paling penting dalam industri pengalengan makanan. Menurut Pelczar dan Chan (1988), ada beberapa tipe kerusakan mikrobiologis berdasarkan zat yang dikeluarkan pada makanan yang dikalengkan secara komersial, yaitu : a. Kerusakan asam-datar. Kerusakan ini disebabkan karena pembentukan asam. Namun kalengnya masih mempertahankan penampilan luarnya yang normal; ujung-ujung kaleng itu tetap datar, sehingga digunakan istilah asam datar. Organisme penyebabnya yang umum adalah Bacillus. Kerusakan terutama terjadi pada makanan yang kurang asam seperti kacang polong atau jagung. Bahan makanan yang asam seperti tomat dapat dirusak oleh pertumbuhan Bacillus coagulans, yang menghasilkan lebih banyak asam.

b. Kerusakan AT. Tipe kerusakan ini disebabkan oleh anaerob termofilik karena itu dinamakan AT. Bakteri AT adalah Clostridium thermosaccharolyticum. Bakteri ini memfermentasi gula, menghasilkan asam dan gas; setelah beberapa waktu lamanya gas tersebut mengakibatkan kaleng membengkak dengan ujung-ujungnya menggelembung. Kerusakan macam ini paling banyak terjadi pada bahan makanan dengan kadar asam rendah seperti kacang polong, jagung, buncis, daging, ikan, unggas, serta pada bahan makanan dengan kadar asam sedang seperti bayam, asparagus, bit, dan labu. c. Kerusakan akibat sulfide. Tipe kerusakan ini diakibatkan oleh bakteri Desulfotomaculum nigrificans (dahulu disebut Clostridium nigrificans), terutama pada bahan makanan dengan kadar asam rendah. Selama pertumbuhan dan metabolismenya, bakteri ini menghasilkan hidrogen sulfide. Bau gas ini segera tercium pada waktu membuka kaleng makanan yang rusak. Bakteri tersebut merupakan termofil obligat, karena itu bila bahan makanan yang diolah dengan panas tidak segera didinginkan, termofil ini akan tumbuh. Menurut Sianturi, G (2002), kerusakan pada makanan kaleng ada yang dapat dilihat dari penampakan kalengnya sehingga tipe kerusakannya dapat digolongkan menjadi empat, yaitu : 1. Flat sour , kedua ujung kaleng tetap datar, tetapi isinya sudah sangat asam. Ini disebabkan aktivitas spora bakteri tahan panas yang tidak terhancurkan selama proses sterilisasi. Hal tersebut bisa terjadi akibat sanitasi selama pengolahan yang buruk atau karena proses pengolahan tidak tepat. 2. Flipper, kaleng tampak normal, tetapi bila salah satu ujungnya ditekan maka ujung yang lainnya akan cembung. Penggembungan kaleng terjadi karena terbentuknya gas CO2 dan H2. 3. Springer, salah satu ujung kaleng sudah cembung secara permanen, tetapi ujung yang lain cembung. Jika ditekan akan cembung kearah berlawanan. 4. Swell (hard swell dan soft swell), kedua ujung kaleng terlihat cembung karena adanya bakteri pembentuk gas di dalam kaleng.

DAFTAR PUSTAKA Anonim. 2008. Nutrisi (online) (http://www. Wikipedia.org/, diakses 28 Oktober 2010) Daniya, Danik. 2010. Nutrisi Mikroba (Online). (http://www.cfsan.fda.gov/~mow/intro.html, diakses tanggal 28 Oktober 2010) Darkuni, Noviar. 2001. Mikrobiologi (Bakteriologi,Virologi Dan Mikologi). Malang: UM press.

Dwidjoseputro.2005. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Malang: Djambatan

Irianto, Koes. 2007. Mikrobiologi. Menguak dunia mikroorganisme. Jilid 1. Bandung: YRMA Widya

Kusnadi, dkk. 2003. Mikrobiologi. Malang: JICA

Pelczar, M. J. dan Chan E.C.S. 2005. Dasar-Dasar Mikrobiologi (2). Jakarta : UI Press

Schlegel, Hans.1994. Mikrobiologi Umum edisi 6. Yogjakarta: UGM Press

Sianturi, G. 2002. Bakteri Mematikan Dalam Makanan Kaleng. (http://www.kompas.com/kesehatan/news/0209/10/210456.htm. diakses tanggal 28 Oktober 2010)

You might also like