You are on page 1of 119

1

PENEGAKAN HUKUM PIDANA TERHADAP PENYALAHGUNAAN IZIN KEIMIGRASIAN MENURUT UNDANG-UNDANG RI NO. 9 TAHUN 1992 TENTANG KEIMIGRASIAN (Studi Kasus Pengadilan Negeri Medan) SKRIPSI Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-tugas Dan Memenuhi Syarat-syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum O L E H YOYOK ADI SYAHPUTRA NIM : 030200015 Departemen Hukum Pidana

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2007


Yoyok Adi Syahputra : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Penyalahgunaan Izin Keimigrasian Menurut Undang-Undang Ri No. 9 Tahun 1992 Tentang Keimigrasian (Studi Kasus Pengadilan Negeri Medan), 2007. USU Repository 2009

DAFTAR ISI Kata Pengantar ..............................................................................................................i Daftar Isi .......................................................................................................................ii Abstraksi ......................................................................................................................iii BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1 A. Latar Belakang ....................................................................................... 1 B. Perumusan Masalah ............................................................................... 6 C. Tujuan dan Manfaat ............................................................................... 6 D. Keaslian Penulisan ................................................................................. 7 E. Tinjauan Kepustakaan ............................................................................ 8 1. Pengertian Penegakan Hukum ............................................................ 8 2. Pengertian Pidana ............................................................................. 11 3. Pengertian Keimigrasian................................................................... 16 F. Metode Penelitian ................................................................................ 16 G. Sistematika Penulisan .......................................................................... 19

BAB II

TINJAUAN UMUM ................................................................................. 21 A. Keimigrasian dalam Sistem Hukum Indonesia ...................................... 21 1. Pengertian Keimigrasian................................................................... 21 2. Fungsi Keimigrasian ........................................................................ 24 3. Ruang Lingkup Keimigrasian ........................................................... 29 B. Jenis-jenis Izin Keimigrasian................................................................ 35 C. Hukum Keimigrasian Indonesia Dalam Sistem Hukum Nasional .......... 40

Yoyok Adi Syahputra : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Penyalahgunaan Izin Keimigrasian Menurut Undang-Undang Ri No. 9 Tahun 1992 Tentang Keimigrasian (Studi Kasus Pengadilan Negeri Medan), 2007. USU Repository 2009

BAB III

PENEGAKAN HUKUM PIDANA TERHADAP PENYALAHGUNAAN IZIN KEIMIGRASIAN ................................... 45 A. Ketentuan Keberadaan Warga Negara Asing (WNA) di Indonesia Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 9 Tahun 1992 Tentang Keimigrasian ............................................. 45 B. Faktor-faktor Penyebab terjadinya Penyalahgunaan Izin Keimigrasian................................................................................ 53 C. Upaya Penanggulangan Tidak Pidana Penyalahgunaan Izin Keimigrasian ................................................................................ 61

D. Peranan Aparatur Penegak Hukum dalam Menanggulangi Tindak Pidana Penyalahgunaan Izin Keimigrasian ..................... 73

BAB IV

KASUS DAN ANALISIS KASUS ............................................................ 91

A. Kasus Posisi ................................................................................................ 92 B. Analisis Kasus............................................................................................ 99 C. BAB V PENUTUP .............................................................................................. 104 A. Kesimpulan ........................................................................................ 104 B. Saran.................................................................................................. 106

Yoyok Adi Syahputra : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Penyalahgunaan Izin Keimigrasian Menurut Undang-Undang Ri No. 9 Tahun 1992 Tentang Keimigrasian (Studi Kasus Pengadilan Negeri Medan), 2007. USU Repository 2009

ABSTRAKSI Keimingrasian merupakan salah satu bagian terpenting bagisuatu negara, mengingat tugas dan tanggung jawab yang diembannya sangat menentukan keberadaan dan dan kekuatan negara yang bersangkutan. Seluruh warga negara Indonesia maupun warga negara asing setiap kali keluar-masuk wilayah Indonesia pasti berurusan terlebih dahulu dengan bagian keimigrasian. Tidak jarang persoalan kewarganegaraan suatu negara akan berkembang menjadi persoalam besar akibat kelengahan dari bagian keimigrasian negara tersebut. Kompleksnya masalah dalam tindak pidana penyalahgunaan izin keimigrasian, mulai dari penggunaan visa yang tidak sesuai, masalah minimnya pengetahuan masayrakat, sampai peranan aparat penegak hukum, menjadikan tindak pidana terhadap penyalahgunaan izin keimigrasian sebagai suatu tindakpidana memerlukan penangan khusus. Skripisi yang berjudul penegakan hukum pidana terhadap penyalahgunaan izin keimigrasian (studi kasus Pengadilan Negeri Medan dengan Putusan No. 2493/Pid. B/2002/PN. Mdn) mengetangahkan permasalahan tersendiri mengenai pengaturan tindak pidana terhadap penyalahgunaan izin keimigrasian, serta faktor-faktor yang menjadi penyebab dalam tindak pidana penyalahgunaan izin keimigrasianadan upaya-upaya apa saja yang dapat dilakukan sebagai upaya dalam menangani tindak pidana terhadap penyalahgunaan izin keimigrasian. Penulis menggunakan metode penelitian dengan metode hukum normative dan empiris,pada tahap awal penulis terlebih dahulu melakukan penelitian terhadap bahan hukum yang berkaitan dengan tindak pidana penyalahgunaan izin keimigrasian. Tahap selanjutnya penulis melakukan penelitian dengan menggunakan teknik wawancara dan mengumpulkan bahan dari narasumber yaitu dari Kantor Imigrasi Polinia Medan, Kantor Kepolisian Kota Besar Medan dan Sekitarnya (Poltabes), dan Pengadilan Negeri Medan yang bertujuan untuk mengetahui pengaturan tindak pidana penyalahgunaan izin keimigrasian serta mengetahui peranan aparatur penegak hukum dalam menggulangi tindak pidana penyalhgunaan izin keimigrasian. Berdasarkan penelitian tersebut diketahui bahwa pengaturan tindak pidana penyalahgunaan izin keimigrasian dalam hukum positif Indonesia diatur dalam Undang-undang No. 9 tahun 1992 tentang Keimigrasian juga masih berpedoman dengan KUHP. Hukum pidana masih belum berfungsi secara maksimal terhadap kasus penyalahgunaan izin keimigrasian (Putusan No. 2493/Pid. B/2002/PN. Mdn) disebabkan masih kurangnya ketegasan aparatur penegak hukum dalam memberikan hukuman kepda warga negara asing yang melakukan tindak pidana penyalhgunaan izin keimigrasian, dan salah satu upaya yang dapat dilakukan dalam penegakan hukum dalam tindak pidana penyalahgunaan izin keimigrasian adalah dengan meningkatkan profesionalitas aparatur penegak hukum, dan ketegasan aparatur penegak hukum serta memajukan sarana dan prasarana dalam menunjang penegakan hukum tersebut.
Yoyok Adi Syahputra : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Penyalahgunaan Izin Keimigrasian Menurut Undang-Undang Ri No. 9 Tahun 1992 Tentang Keimigrasian (Studi Kasus Pengadilan Negeri Medan), 2007. USU Repository 2009

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penegakan hukum adalah proses dilakukannya upaya untuk tegaknya atau berfungsinya norma-norma hukum secara nyata sebagai pedoman perilaku dalam lalulintas atau hubunganhubungan hukum dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Ditinjau darui sudut subyeknya, penegakan hukum itu dapat dilakukan oleh subyek yang luas dan dapat pula diartikan sebagai upaya penegakan hukum itu melibatkan semua subyek hukum dalam setiap hubungan hukum. Siapa saja yang menjalankan aturan normatif atau melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu dengan mendasarkan diri pada norma aturan hukum yang berlaku, berarti dia menjalankan atau menegakkan aturan hukum. Dalam arti sempit, dari segi subyeknya itu, penegakan hukum itu hanya diartikan sebagai upaya aparatur penegakan hukum tertentu untuk menjamin dan memastikan tegaknya hukum itu, apabila diperlukan, aparatur penegak hukum itu diperkenankan untuk

menggunakan daya paksa. 1 Mengingat demikian banyaknya instansi (struktur kelembagaan) dan pejabat (kewenangan) yang terkait di bidang penegakan hukum, maka reformasi penegakan hukum tampaknya memerlukan peninjauan dan penataan kembali seluruh struktur kekuasaan/kewenangan penegakan hukum. Jadi, reformasi

http://www.solusihukum.com/artikel.php?id=49 yang direkam pada 1 Mar 2007 03:28:22 GMT (Penegakan Hukum, 30 Mei 2006)
Yoyok Adi Syahputra : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Penyalahgunaan Izin Keimigrasian Menurut Undang-Undang Ri No. 9 Tahun 1992 Tentang Keimigrasian (Studi Kasus Pengadilan Negeri Medan), 2007. USU Repository 2009

penegakan hukum mengandung di dalamnya reformasi kekuasaan/kewenangan di bidang penegakan hukum. 2 Reformasi di bidang penegakan hukum dan struktur hukum, bahkan juga di bidang perundang-undangan (substansi hukum), berhubungan erat dengan reformasi di bidang budaya hukum dan pengetahuan/pendidikan hukum. Masalah-masalah yang mendapat sorotan masyarakat luas saat ini (seperti kolusi, korupsi, mafia peradilan dan bentuk-bentk penyalahgunaan kekuasaan atau persekongkolan lainnya di bidang prosedur/penegakan hukum), jelas sangat terkait dengan masalah budaya hukum dan pengetahuan/pendidikan hukum. 3 Hukum keimigrasian merupakan bagian dari sistem hukum yang berlaku di Indonesia, bahkan merupakan subsistem dari Hukum Administrasi Negara. Sebagai sebuah subsistem hukum, hukum keimigrasian di Indonesia telah ada sejak pemerintahan kolonial Belanda 4. Ketentuan hukum keimigrasian di Indonesia sejak Proklamasi Kemerdekaan Indonesia tahun 1945 hingga 1991 secara formal tidak mengalami perkembangan berarti. Dikatakan demikian karena ketentuan keimigrasian masih tersebar dalam beberapa ketentuan perundangundangan dan masih kuat dipengaruhi oleh hukum kolonial. Disamping tidak seseuai lagi dengan perkembangan kehidupan nasional, sebagian dari ketentuan tersebut masih merupakan ketentuan bentukan pemerintah kolonial. Disamping

Barda Nawawi Arief, Masalah Penegakan Hukum dan Kebijakan Penanggulangan Kejahatan, PT. Citra Aditya Bakti, Semarang, 2001, hal. 3. 3 Ibid, hal. 4 4 M. Iman Santoso, Persfektif Imigrasi dalam Pembangunan Ekonomi dan Ketahanan Nasional, UI Press Jakarta, 2004, hal. 1
Yoyok Adi Syahputra : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Penyalahgunaan Izin Keimigrasian Menurut Undang-Undang Ri No. 9 Tahun 1992 Tentang Keimigrasian (Studi Kasus Pengadilan Negeri Medan), 2007. USU Repository 2009

tidak sesuai lagi dengan perkembangan kehidupan nasional, sebagian dari ketentuan tersebut masih merupakan bentukan pemerintah kolonial Belanda yang diserap ke dalam hukum keimigrasian nasional, seperti Toelatingsbesluit Staatsblad 1916 Nomor 47 (Penetapan Izin Masuk/PIM), diubah dan ditambah terakhir dengan Staatsblad 1949 Nomor 330, serta Toelatingsordonnantie Staatsblad 1949 Nomor 33 (Ordonansi Izin Masuk/OIM), yang tentu saja kehadirannya ditujukan untuk mendukung kepentingan pemerintah kolonial. Misalnya disebutkan dalam Ordonansi Izin Masuk bahwa orang asing yang telah diberi izin masuk, sekaligus juga diberi izin menetap. Demikian pula dalam pengaturan Penetapan Izin Masuk, keberadaan pendatang ilegal dapat menjadi legal hanya dengan membayar sejumlah denda. Hal tersebut tentu saja merupakan kemudahan di bidang keimigrasian karena membuka pintu selebar-lebarnya bagi pendatang dari berbagai negara demi kepentingan politik, ekonomi, dan pertahanan pemerintah kolonial. 5. Barulah kemudian, pada tanggal 31 Maret 1992, Undang-undang tentang keimigrasian yang berjiwa nasional dilahirkan. Undang-undang Nomor 9 Tahun 1992 tentang Keimigrasian (selanjutnya disebut UU No. 9 Tahun 1992) merupakan unifikasi beberapa ketentuan yang berkaitan dengan keimigrasian, yang sebelumnya tersebar dalam beberapa ketentuan perundang-undangan. Secara faktual harus diakui bahwa peningkatan arus lalu-lintas orang, barang, jasa dari dan ke wilayah Indonesia dapat mendorong dan memacu

Ibid. hal. 2

Yoyok Adi Syahputra : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Penyalahgunaan Izin Keimigrasian Menurut Undang-Undang Ri No. 9 Tahun 1992 Tentang Keimigrasian (Studi Kasus Pengadilan Negeri Medan), 2007. USU Repository 2009

pertumbuhan ekonomi serta proses modernisasi masyarakat. Peningkatan arus orang asing ke wilayah RI tentunya akan meningkatkan penerimaan uang yang dibelanjakan di Indonesia, meningkatnya investasi yang dilakukan, serta meningkatnya aktivitas perdagangan yang akan meningkatkan penerimaan devisa. Namun peningkatan arus lalu-lintas barang, jasa, modal, informasi dan orang juga dapat mengandung pengaruh negative, seperti: a. Dominasi perekonomian nasional oleh perusahaan transnasional yang bergabung dengan perusahaan Indonesia (melalui Penanaman Modal Asing dan/ atau Penanaman Modal Dalam Negeri, pembelian saham atau kontrak lisensi). b. Munculnya Transnational Organized Crimes (TOC), mulai dari perdagangan wanita dan anak-anak, pencucian uang, narkotika, dan obat terlarang, imigran gelap, sampai ke perbuatan terorisme internasional. Dampak negatif ini akan semakin meluas ke pola kehidupan serta tatanan sosial budaya yang dapat berpengaruh pada aspek pemeliharaan keamanan dan ketahanan nasional secara makro. Untuk meminimalisasikan dampak negatif yang timbul akibat mobolitas manusia, baik warga negara Indonesia maupun orang asing, yang keluar, masuk, dan tinggal di wilayah Indonesia, keimigrasian harus mempunyai peranan yang semakin besar. Penetapan politik hukum keimigrasian yang bersifat selektif (selective policy) membuat institusi imigrasi Indonesia memiliki landasan operasional dalam menolak atau mengizinkan orang asing, baik
Yoyok Adi Syahputra : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Penyalahgunaan Izin Keimigrasian Menurut Undang-Undang Ri No. 9 Tahun 1992 Tentang Keimigrasian (Studi Kasus Pengadilan Negeri Medan), 2007. USU Repository 2009

dari segi masuknya, keberadaannya, maupun kegiatannya di Indonesia 6. Berdasarkan politik hukum keimigrasian yang bersifat selektif, ditetapkan bahwa hanya orang asing yang: a. Memberikan manfaat bagi kesejahteraan rakyat, bangsa, dan negara Republik Indonesia; b. Tidak membahayakan keamanan dan ketertiban umum; serta c. Tidak bermusuhan dengan rakyat, bangsa, dan negara Republik Indonesia, diizinkan masuk dan dibolehkan berada di wilayah Indonesia, serta diberi izin tinggal sesuai dengan maksud dan tujuan kedatangannya di Indonesia. Dengan demikian, peran penting aspek keimigrasian dalam tatanan kehidupan kenegaraan akan dapat terlihat dalam pengaturan keluar-masuk orang dari dan ke dalam wilayah Indonesia, dan pemberian izin tinggal serta pengawasan terhadap orang asing selama berada di wilayah Indonesia. Berdasarkan hal-hal yang telah diuraikan di atas, maka perlulah kiranya penulis untuk membahas lebih jauh mengenai tindak pidana di bidang keimigrasian ini khususnya hal-hal yang berkaitan dengan penyalahgunaan izin keimigrasian, maka dari itu penulis mengambil judul skripsi Penegakan Hukum Pidana Terhadap Penyalahgunaan Izin Keimigrasian Menurut UndangUndang RI No. 9 Tahun 1992 Tentang Keimigrasian.

Ibid. hal. 4

Yoyok Adi Syahputra : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Penyalahgunaan Izin Keimigrasian Menurut Undang-Undang Ri No. 9 Tahun 1992 Tentang Keimigrasian (Studi Kasus Pengadilan Negeri Medan), 2007. USU Repository 2009

10

B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah sebagaimana di uraikan diatas, maka perlu di rumuskan permasalahan sebagai berikut : 1. Apa saja yang menjadi faktor-faktor penyebab terjadinya tindak pidana penyalahgunaan izin keimigrasian? 2. Bagaimana upaya penanggulangan tindak pidana penyalahgunaan izin keimigrasian? 3. Bagaimanakah peranan aparatur penegak hukum dalam penegakan hukum terhadap Penyalahgunaan Izin Keimigrasian?

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan 1. Tujuan Penulisan Berdasarkan identifikasi permasalahan yang telah penulis utarakan, maka dapat disimpulkan bahwa tujuan yang ingin dicapai melalui penulisan ini adalah sebagai berikut : 1) Untuk Mengetahui apa saja yang menjadi faktor-faktor penyebab terjadinya tindak pidana penyalahgunaan izin keimigrasian. 2) Untuk mengetahui bagaiman upaya penganggulangan tindak pidana penyalahgunaan izin keimigrasian.
Yoyok Adi Syahputra : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Penyalahgunaan Izin Keimigrasian Menurut Undang-Undang Ri No. 9 Tahun 1992 Tentang Keimigrasian (Studi Kasus Pengadilan Negeri Medan), 2007. USU Repository 2009

11

3) Untuk mengetahui dan meneliti lebih jauh bagaimana peranan aparatur penegak hukum dalam menanggulangi tindak pidana penyalahgunaan izin keimigrasian.

2. Manfaat Penulisan Selain tujuan-tujuan tersbut diatas, penulisan skripsi ini juga diharapkan bermanfaat untuk berbagai hal diantaranya: a. Manfaaat teoritis Pembahasan terhadap masalah-masalah dalam skripsi ini tentu akan menambah pemahaman kepada semua pihak baik masyarakat pada umumnya maupun para pihak yang berhubungan dengan dunia hukum pada khususnya. Skripsi ini juga diharapkan dapat memberikan masukan bagi penyempurnaan perangkat peraturan perundang-undangan terhadap tindak pidana yang terkait erat dengan izin keimigrasian ini. b. Manfaaat praktis Dengan penulisan skripsi ini diharapkan dapat menjadi pedoman dan bahan rujukan bagi rekan mahasiswa, masyarakat, praktisi hukum, dan juga aparat penegak hukum/pemerintah dalam menghadapi atau mengusut tuntas suatu peristiwa pidana terutama hal-hal yang berkaitan dengan tindakan yang menyalahgunakan izin keimigrasian.

D. Keaslian Penulisan
Yoyok Adi Syahputra : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Penyalahgunaan Izin Keimigrasian Menurut Undang-Undang Ri No. 9 Tahun 1992 Tentang Keimigrasian (Studi Kasus Pengadilan Negeri Medan), 2007. USU Repository 2009

12

Sepanjang yang telah ditelusuri dan diketahui di lingkungan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara bahwa penulisan skripsi tentang Penegakan Hukum Pidana Terhadap Penyalahgunaan Izin Keimigrasian Menurut Undang-Undang RI No. 9 Tahun 1992 Tentang Keimigrasian belum pernah disajikan sebelumnya baik dalam bentuk tulisan maupun sub pembahasan permasalahan dalam suatu skripsi. Permasalahan maupun penyajiannya

merupakan hasil dari pemikiran dan ide penulis sendiri. Skripsi juga didasarkan pada referensi dari buku-buku, informasi dari media cetak dan elektronik serta fakta yang diperoleh dai data berdasarkan hasil riset yang dilakukan oleh penulis. Berdasarkan alasan tersebut di atas maka dapat disimpilkan bahwa skripsi adalah asli.

E. Tinjauan Kepustakaan 1. Pengertian penegakan hukum Hukum adalah sarana yang di dalamnya terkandung nilai-nilai atau konsep-konsep tentang keadilan, kebenaran, kemanfaatan sosial dan kandungan hukum ini bersifat abstrak. Penegakan hukum pada hakekatnya merupakan penegakan ide-ide atau konsep-konsep yang abstrak itu. Penegakan hukum secara konkret merupakan berlakunya hukum positif dalam praktek sebagaimana seharusnya dipatuhi. Oleh karena itu memberikan keadilan dalam suatu perkara berarti memutuskan perkara dengan menerapkan hukum dan menemukan hukum secara nyata dalam mempertahankan dan menjamin dipatuhinya hukum materiel
Yoyok Adi Syahputra : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Penyalahgunaan Izin Keimigrasian Menurut Undang-Undang Ri No. 9 Tahun 1992 Tentang Keimigrasian (Studi Kasus Pengadilan Negeri Medan), 2007. USU Repository 2009

13

dengan menggunakan cara prosedural yang ditetapkan oleh hukum formal. Penegakan hukum merupakan suatu proses yang melibatkan banyak hal. Oleh karena itu keberhasilan penegakan hukum akan dipengaruhi oleh hal-hal tersebut. Pada dasarnya ada 5 (lima) faktor yang mempengaruhi penegakan hukum, yaitu : (1) Faktor hukumnya sendiri; (2) Faktor penegak hukum, yaitu pihak-pihak yang membentuk maupun yang menerapkan hukum; (3) Faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum; (4) Faktor masyarakat, yakni lingkungan dimana hukum tersebut berlaku dan diterapkan; (5) Faktor kebudayaan, yakni sebagai hasil karya, cipta dan rasa yang didasarkan pada karsa manusia dalam pergaulan hidup. 7 Penegakan hukum khususnya hukum pidana apabila dilihat dari suatu proses kebijakan maka penegakan hukum pada hakekatnya merupakan penegakan kebijakan melalui beberapa tahap, yaitu : a. Tahap Formulasi; b. Tahap Aplikasi; c. Tahap Eksekusi; Dapatlah dikatakan bahwa ketiga tahap kebijakan penegakan hukum pidana tersebut terkandung didalamnya tiga kekuasaan atau kewenangan, yaitu

Soerjono Seokanto, Faktor-faktor yang mempengaruhi Penegakan Hukum, (Jakarta : Rajawali Press, 1983), hal. 4-5.
Yoyok Adi Syahputra : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Penyalahgunaan Izin Keimigrasian Menurut Undang-Undang Ri No. 9 Tahun 1992 Tentang Keimigrasian (Studi Kasus Pengadilan Negeri Medan), 2007. USU Repository 2009

14

kekuasaan Legislatif pada tahap formulasi, yaitu kekuasaan legeslatif dalam menetapkan atau merumuskan perbuatan apa yang dapat dipidana dan sanksi apa yang dapat dikenakan. Pada tahap ini kebijakan legeslatif ditetapkan sistem pemidanaan, pada hakekatnya sistem pemidanaan itu merupakan sistem kewenangan atau kekuasaan menjatuhkan pidana. Yang kedua adalah kekuasaan Yudikatif pada tahap aplikasi dalam menerapkan hukum pidana, dan kekuasaan Eksekutif pada tahap Eksekusi dalam hal melaksanakan hukum pidana.
8

Penegakan hukum dalam negara dilakukan secara preventif dan represif. 9 Penegakan secara preventif diadakan untuk mencegah agar tidak dilakukan pelanggaran hukum oleh warga masyarakat dan tugas ini pada umumnya diberikan pada badan-badan eksekutif dan kepolisian. Walaupun adakalanya dengan Undang-Undang, dapat ditunjuk pula pengadilan seperti dalam yurisdiksi volunter, dan Kejaksaan misalnya dengan tugas PAKEM-nya, melakukan penegakan hukum preventif. Sedangkan penegakan hukum represif dilakukan apabila usaha preventif telah dilakukan ternyata masih juga terdapat usaha pelanggaran hukum. Dalam hal ini hukum harus ditegakkan secara represif oleh alat-alat penegak hukum yang diberi tugas yustisionil. Penegakan hukum represif pada tingkat operasional didukung dan melalui berbagai lembaga yang secara organisatoris terpisah satu dengan yang lainnya, namun tetap berada dalam kerangka penegakan hukum. Pada tahap pertama, penegakan hukum represif
8

Barda Nawani Arief, Beberapa Aspek Kebijakan Penegakan Hukum dan Pengembangan Hukum Pidana, (Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 2005), hal. 30. 9 Teguh Prasetyo dan Abdul Halim Barkatullah, Politik Hukum Pidana, (Yogyakarta; Pustaka Pelajar, 2005), hal. 111.
Yoyok Adi Syahputra : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Penyalahgunaan Izin Keimigrasian Menurut Undang-Undang Ri No. 9 Tahun 1992 Tentang Keimigrasian (Studi Kasus Pengadilan Negeri Medan), 2007. USU Repository 2009

15

diawali dari Lembaga Kepolisian, berikutnya Kejaksaan, kemudian diteruskan ke Lembaga Pengadilan dan berakhir pada Lembaga Pemasyarakatan. Penegakan hukum yang berkeadilan sarat dengan landasan etis dan moral. Penegasan ini bukanlah tidak beralasan, selama kurun waktu lebih dari empat Dasawarsa bangsa ini hidup dalam ketakutan, ketidakpastian hukum dan hidup dalam intimitas yang tidak sempurna antara sesamanya. Apa yang sesungguhnya dialami tidak lain adalah pencabikan moral bangsa sebagai akibat dari kegagalan bangsa ini dalam menata manajemen Pemerintahannya yang berlandaskan hukum. Penegakan hukum adalah proses yang tidak sederhana, karena di dalamnya terlibat subjek hukum yang mempersepsikan hukum menurut kepentingan masing-masing, faktor moral sangat berperan dalam menentukan corak hukum suatu bangsa. Hukum dibuat tanpa landasan moral dapat dipastikan tujuan hukum yang berkeadilan tidak mungkin akan terwujud. 10

2. Pidana a) Pengertian pidana Istilah hukuman yang merupakan istilah umum konvensional, dapat mempunyai arti yang luas dan berubah-ubah karena istilah itu dapat mempunyai arti dapat berkonotasi dengan bidang yang cukup luas. Istilah tersebut tidak hanya

M. Husni, Moral dan Keadilan Sebagai Landasan Penegakan Hukum Yang Responsif, (Jurnal Equality : 2006), hal. 1.
Yoyok Adi Syahputra : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Penyalahgunaan Izin Keimigrasian Menurut Undang-Undang Ri No. 9 Tahun 1992 Tentang Keimigrasian (Studi Kasus Pengadilan Negeri Medan), 2007. USU Repository 2009

10

16

sering digunakan dalam bidang hukum, tetapi juga dalam istilah sehari-hari di bidang pendidikan, moral, agama dan sebagainya. Oleh karena pidana merupakan istilah yang lebih khusus, maka perlu ada pembatasan pengertian atau makna sentral yang dapat menunjukkan ciri-ciri atau sifat-sifat yang khas. Untuk memberikan gambaran yang lebih luas, berikut ini dikemukakan beberapa pendapat atau defenisi dari para sarjana sebagai berikut: 11

1. Prof. Sudarto, SH : Yang dimaksud dengan pidana ialah penderitaan yang sengaja diberikan kepada orang yang melakukan perbuatan yang memenuhi syarat-syarat tertentu.

2. Prof. Roeslan Saleh : Pidana adalah reaksi atas delik, dan ini berwujud suatu nestapa yang dengan sengaja ditimpakan negara pada pembuat delik. Dari definisi di atas dapatlah disimpulkan bahwa pidana mengandung unsur-unsur atau ciri-ciri sebagai berikut : 1) pidana itu pada hakekatnya merupakan suatu pengenaan penderitaan atau nestapa atau akibat-akibat lain yang tidak menyenangkan;

Muladi dan Barda Nawawi Arif, Teori-teori dan Kebijakan Pidana, Cetakan Ke-2 (Bandung: Alumni, 1998) hal. 2 4.
Yoyok Adi Syahputra : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Penyalahgunaan Izin Keimigrasian Menurut Undang-Undang Ri No. 9 Tahun 1992 Tentang Keimigrasian (Studi Kasus Pengadilan Negeri Medan), 2007. USU Repository 2009

11

17

2) pidana itu diberikan dengan sengaja oleh orang atau badan yang mempunyai kekuasaan (oleh yang berwenang); 3) pidana itu dikenakan kepada seseorang yang telah melakukan tindak pidana menurut undang-undang;

b) Jenis-jenis Pidana 1. Menurut hukum pidana positif (KUHP dan di luar KUHP) Jenis pidana menurut KUHP, seperti terdapat dalam pasal 10, dibagi dalam dua jenis 12 : a. pidana pokok, yaitu : 1) pidana mati 2) pidana penjara 3) pidana kurungan 4) pidana denda 5) pidana tutupan (ditambah berdasarkan UU No. 20 tahun 1946) b. pidana tambahan, yaitu : 1) pencabutan hak-hak tertentu; 2) perampasan barang-barang tertentu; 3) pengumuman putusan hakim.

R. Soesilo, Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentar Lengkap Pasal Demi Pasal (Bogor: Politeia, 1988) hal. 34
Yoyok Adi Syahputra : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Penyalahgunaan Izin Keimigrasian Menurut Undang-Undang Ri No. 9 Tahun 1992 Tentang Keimigrasian (Studi Kasus Pengadilan Negeri Medan), 2007. USU Repository 2009

12

18

Disamping jenis sanksi yang berupa pidana dalam hukum pidana positif dikenal juga sanksi yang berupa tindakan, misalnya : a. penempatan di rumah sakit jiwa bagi orang yang tidak dapat

dipertanggungjawabkan karena jiwanya cacat dalam tubuhnya atau terganggu karena penyakit (lihat Pasal 44 ayat 2 KUHP); b. bagi anak yang sebelum umur 16 tahun melakukan tidak pidana, Hakim dapat mengenakan tindakan berupa (lihat Pasal 45 KUHP); 1) mengembalikan kepada orang tuanya, walinya atau pemelihatanya atau 2) memerintahkan agar anak tersebut diserahkan kepada pemerintah. Dalam hal yang ke-2, anak tersebut dimasukkan dalam rumah pendidikan negara yang penyelenggaraannya diatur dalam Peraturan Pendidikan Paksa (Dwangopvoedingregeling, Stb. 1916 no. 741) yang sekarang telah diganti dengan Undang-undang No. 12 Tahun 1995 tentang Permasyarakatan. c. penempatan di tempat kerja Negara (Landswerkinrichting) bagi pengenggur yang malas bekerja dan tidak mempunyai mata pencaharian, serta mengganggu ketertiban umum dengan melakukan pengemisan,

bergelandangan atau perbuatan asosial (Stb. 1936 no. 160); d. tindakan tata-tertib dalam hal tindak pidana ekonomi (Pasal 8 UU No. 7 Drt. 1955) dapat berupa : 1) penempatan perusahaan si terhukukm di bawah pengampuan untuk selama waktu tertentu (3 tahun untuk kejahatan TPE dan 2 tahun untuk pelanggaran TPE);
Yoyok Adi Syahputra : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Penyalahgunaan Izin Keimigrasian Menurut Undang-Undang Ri No. 9 Tahun 1992 Tentang Keimigrasian (Studi Kasus Pengadilan Negeri Medan), 2007. USU Repository 2009

19

2) pembayaran uang jaminan selama waktu tertentu; 3) pembayaran sejumlah uang sebagai pencabutan keuntungan menurut taksiran yang diperoleh dari tindak pidana yang dilakukan; 4) kewajiban mengerjakan apa yang dilakukan tanpa hak, dan melakukan jasa-jasa untuk memperbaiki akibat-akibat satu sama lain, semua atas biaya si terhukum sekedar Hakim tidak menentukan lain.

2. Menurut Konsep Rancangan KUHP tahun 1972. Ketentuan tentang pidana dalam konsep terdapat dalam Bab V, mulai Pasal 43 s.d. Pasal 82. Pembagian jenis pidanannya sebagai berikut : a. Pidana pokok: 1) pidana mati 2) pidana permasyarakatan, yang terdiri dari : a) pidana permasyarakatan istimewa (utuk yang melakukan tindak pidana karena terdorong oleh maksud yang patut dihormati); b) pidana permasyarakatan khusus (untuk yang melakukan tindak pidana karena kebiasaan); c) pidana permasyarakatan biasa (untuk yang melakukan tindak pidana karena kesempatan). 3) pidana pembimbingan, yang terdiri dari : a) pidana pengawasan;
Yoyok Adi Syahputra : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Penyalahgunaan Izin Keimigrasian Menurut Undang-Undang Ri No. 9 Tahun 1992 Tentang Keimigrasian (Studi Kasus Pengadilan Negeri Medan), 2007. USU Repository 2009

20

b) pidana penentuan tempat tinggal; c) pidana latihan kerja; d) pidana kerja bakti. 4) pidana perserikatan, yang terdiri dari : a) pidana perserikatan; b) penuntutan (sic. : penutupan) usaha sebagian atau seluruhnya; c) penempatan usaha di bawah pengawasan pemerintah untuk jangka waktu yang ditentukan oleh Hakim; d) pembayaran uang jaminan yang jumlahnya ditentukan oleh Hakim; e) penyitaan keuntungan yang diperoleh dari tindak pidana; f) perbaikan akibat-akibat dari tindak pidana. b. Pidana tambahan: 1) pencabutan hak tertentu; 2) penempatan barang tertentu; 3) pengumuman keputusan Hakim; 4) pengenaan kewajiban ganti rugi; 5) pengenaan kewajiban agama; 6) pengenaan kewajiban adat.

3. Pengertian Keimigrasian Istilah imigrasi berasal dari bahasa Latin migratio yang artinya perpindahan orang dari suatu tempat atau negara menuju ke tempat negara lain.
Yoyok Adi Syahputra : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Penyalahgunaan Izin Keimigrasian Menurut Undang-Undang Ri No. 9 Tahun 1992 Tentang Keimigrasian (Studi Kasus Pengadilan Negeri Medan), 2007. USU Repository 2009

21

Oxford Dictionary of Law juga memberikan defenisi sebagai berikut: Immigration is the act of entering a country other than ones native country with the intention of living there permanently. Dari defenisi ini dipahami bahwa perpindahan itu mempunyai maksud yang pasti, yakni untuk tinggal menetap dan mencari nafkah di suatu tempat baru, Oleh karena itu, orang asing yang bertamasya, atau mengunjungi suatu konferensi internasional, atau merupakan rombongan misi kesenian atau olahraga, atau juga menjadi diplomat tidak dapat disebut sebagai seorang imigran. Sedangkan menurut Undang-undang Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 1992 dalam pasal 1 butir 1 disebutkan: Keimigrasian adalah hal ikhwal lalu lintas orang yang masuk atau keluar wilayah Negara Republik Indonesia dan pengawasan orang asing di wilayah Negara Republik Indonesia.13

F. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian Metode Penelitian yang digunakan untuk menjawab persoalan-persoalan dalam skripsi ini adalah menggunakan metode yuridis normatif. Penelitian yuridis normatif merupakan penelitian yang dilakukan dan ditujukan pada Peraturan-peraturan tertulis atau bahan-bahan lain, serta menelaah peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan penulisan skripsi ini. Untuk menunjang pembahasan demi pembahasan masalah, penulis melakukan studi

13

Lihat Pasal 1 butir 1 Undang-undang no. 9 tahun 1992 tentang Keimigrasian

Yoyok Adi Syahputra : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Penyalahgunaan Izin Keimigrasian Menurut Undang-Undang Ri No. 9 Tahun 1992 Tentang Keimigrasian (Studi Kasus Pengadilan Negeri Medan), 2007. USU Repository 2009

22

langsung untuk mendapatkan data-data seperti di Kantor Imigrasi Polnia Medan, Kepolisian Kota Besar (Poltabes) Medan dan sekitarnya, serta di Pengadilan Negeri Medan.

2. Lokasi penelitian Dalam hal peneltian yang berkaitan dengan bahan bacaan, dilakukan di Perpustakaan Univesitas Sumatera Utara maupun yang di-download melalui internet ataupun situs-situs berkaitan dengan bahan-bahan yang sifatnya skunder (tulisan, skripsi, tesis, berita dsb.). Dalam hal penelitian lapangan penulis melakukannya di Kantor Imigrasi Polnia Medan, Kantor Kepolisian Kota Besar (Poltabes) Medan Sekitarnya, serta Pengadilan Negeri Medan untuk mendapatkan gambaran ataupun bahan akurat berkaitan dengan penulisan skripsi ini.

3. Sumber dan pengumpulan data Data-data yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah bersumber dari : a. Data Primer yaitu data pokok yang diperoleh atau bersumber dari hasil penelitian langsung di lapangan 14, responden dari narasumber atau lembaga di tempat penelitian dilakukan yang berkaitan dengan permasalahan dalam penulisan skripsi ini. Studi lapangan ini dilakukan melalui wawancara dengan

14

Soerjono Soekamto, Pengantar Penelitian Hukum, UI-Press Jakarta, 1984, hal. 12

Yoyok Adi Syahputra : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Penyalahgunaan Izin Keimigrasian Menurut Undang-Undang Ri No. 9 Tahun 1992 Tentang Keimigrasian (Studi Kasus Pengadilan Negeri Medan), 2007. USU Repository 2009

23

menggunakan pedoman wawancara (interview guide) kepada para informan. Informan yang dipilih adalah mempunyai keterkaitan erat dengan pokok bahasan pada skripsi ini yaitu: 1) Petugas Keimigrasian Polonia Medan 2) Kepolisian kota Medan b. Data Skunder yaitu data-data yang diperoleh dari peraturan-peraturan, bukubuku literatur, artikel ataupun majalah-majalah serta data lain yang diperoleh melalui internet yang berhubungan dengan permasalahan dalam penulisan skripsi ini.

4. Metode Pengumpulan Data Adapun metode pengumpulan data yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut : a. Penelitian kepustakaan (Library Research) Yakni melakukan penelitian dengan berbagai sumber bacaan atau tulisan seperti: buku, majalah, internet, pendapat sarjana dan bahan-bahan kuliah lainnya yang berkaitan erat dengan pokok bahasan atau permasalahan dalam skripsi ini. b. Penelitian lapangan (Field Research) Yakni dengan melakukan penelitian langsung ke lapangan baik berupa wawancara langsung kepada pihak-pihak yang terkait dalam proses

Yoyok Adi Syahputra : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Penyalahgunaan Izin Keimigrasian Menurut Undang-Undang Ri No. 9 Tahun 1992 Tentang Keimigrasian (Studi Kasus Pengadilan Negeri Medan), 2007. USU Repository 2009

24

penyidikan kasus ini serta dengan memperoleh salinan data-data yang lebih lengkap dan menunjang pembahasan permasalahan yang disusun penulis.

5. Analisis Data Analisis data yang dilakukan dalam penulisan skripsi ini adalah dengan cara kualitatif, yaitu jawaban dari responden dan data-data yang diperoleh dilapangan diedit dan dianalisis sehingga diperoleh data yang dapat menjawab permasalahan demi permasalahan yang dikemukakan dalam skripsi ini.

G. Sistematika Penulisan Untuk mempermudah penulisan atau penyajiannya, penulis menjabarkan materi ataupun isi dari skripsi ini menjadi lima bab dengan sistematika sebagai berikut : BAB I : Bab ini memuat latarbelakang, perumusan permasalahan, tujuan dan manfaat penulisan, keaslian penulisan, tinjaun kepustakaan, metode penulisan dan sistematika penulisan. BAB II : Bab ini menjelaskan tentang tinjauan umum mengenai keimigrasian, baik itu mengenai keimigrasian dalam sistem hukum Indonesia dan nasional, dan apa saja yang termasuk dalam jenis-jenis izin keimigrasian. BAB III : Bab ini nerupakan bab yang membahas bagaimana penegakan hukum terhadap tindak pidana penyalahgunaan izin keimigrasian.
Yoyok Adi Syahputra : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Penyalahgunaan Izin Keimigrasian Menurut Undang-Undang Ri No. 9 Tahun 1992 Tentang Keimigrasian (Studi Kasus Pengadilan Negeri Medan), 2007. USU Repository 2009

25

BAB IV

Bab yang membahas Kasus dan Analisis Kasus Putusan No.2493/Pid. B/2002/PN. Mdn.

BAB V

Kesimpulan dan Saran Bab ini merupakan bab terakhir, yaitu sebagai bab penutup yang berisi kesimpulan dan saran-saran mengenai permasalahan yang telah dibahas.

BAB II
Yoyok Adi Syahputra : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Penyalahgunaan Izin Keimigrasian Menurut Undang-Undang Ri No. 9 Tahun 1992 Tentang Keimigrasian (Studi Kasus Pengadilan Negeri Medan), 2007. USU Repository 2009

26

TINJAUAN UMUM A. Keimigrasian Dalam Sistem Hukum Indonesia 1) Keimigrasian di Indonesia Di Indonesia pemeriksaan keimigrasian telah ada sejak zaman penjajahan Belanda. Pada saat itu, terdapat badan pemerintah kolonial Belanda bernama Immigratie Dienst yang bertugas menangani masalah keimigrasian untuk seluruh kawasan Hindia Belanda. Sejak Indonesia merdeka pada tanggal 17 Agustus 1945, namun baru pada tanggal 26 Januari 1950 Immigratie Dienst ditimbang terimakan dari H. Breekland kepada Kepala Jawatan Imigrasi dari tangan Pemerintah Belanda ke tangan Pemerintah Indonesia, tetapi yang lebih penting adalah peralihan tersebut merupakan titik mula dari era baru dalam politik hukum keimigrasian Indonesia, yaitu perubahan dari politik hukum keimigrasian yang bersifat terbuka (open door policy) untuk kepentingan pemerintahan kolonial, menjadi politik hukum keimigrasian yang bersifat selektif didasarkan pada kepentingan nasional Indonesia. Undang-undang No. 9 Tahun 1992 tentang Keimigrasian, dalam pasal 1 menyebutkan: Keimigrasian adalah hal-ikwal lalu lintas orang yang masuk atau keluar wilayah Indonesia dan pengawasan orang asing di wilayah Republik Indonesia.
Yoyok Adi Syahputra : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Penyalahgunaan Izin Keimigrasian Menurut Undang-Undang Ri No. 9 Tahun 1992 Tentang Keimigrasian (Studi Kasus Pengadilan Negeri Medan), 2007. USU Repository 2009

27

Dengan

menggunakan

pendekatan

gramatikal

(tata

bahasa)

dan

pendekatan semantik (ilmu tentang arti kata), defenisi keimigrasian dapat kita jabarkan sebagai berikut: Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata hal diartikan sebagai keadaan, peristiwa, kejadian (sesuatu yang terjadi). Sementara itu kata ihwal diartikan hal, perihal. Dengan demikian, hal-ihwal diartikan berbagai-bagai keadaan, peristiwa, kejadian. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata lalu-lintas diartikan sebagai hubungan antara suatu tempat dan tempat lain, hilir-mudik, bolak-balik. 15 Dengan demikian, menurut Undang-undang No. 9 tahun 1992 tentang keimigrasian terdapat dua unsur pengaturan yang penting, yaitu: 1) Pengaturan tentang berbagai hal mengenai lalu-lintas orang keluar, masuk, dan tinggal dari dan ke dalam wilayah negara Republik Indonesia. 2) Pengaturan tentang berbagai hal mengenai pengawasan orang asing di wilayah Republik Indonesia. 16 Unsur pertama, pengaturan lalu-lintas keluar masuk wilayah Indonesia. Berdasarkan hukum internasional pengaturan hal ini merupakan hak dan wewenang suatu negara serta merupakan salah satu perwujudan dan kedaulatan sebagai negara hukum yang berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar

15 16

Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 2001 Lihat Penjelasan Umum Undang-undang No. 9 Tahun 1992 tentang Keimigrasian

Yoyok Adi Syahputra : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Penyalahgunaan Izin Keimigrasian Menurut Undang-Undang Ri No. 9 Tahun 1992 Tentang Keimigrasian (Studi Kasus Pengadilan Negeri Medan), 2007. USU Repository 2009

28

1945, Undang-undang No. 9 Tahun 1992 tentang Keimigrasian tidak membedakan antara emigrasi dan imigrasi. Selanjutnya, pengaturan lalu-lintas keluar-masuk wilayah Indonesia ditetapkan harus melewati Tempat Pemeriksaan Imigrasi (TPI), yaitu di pelabuhan laut, Bandar udara, atau tempat tertentu atau daratan lain yang ditetapkan Menteri Kehakiman sebagai tempat masuk atau keluar wilayah Indonesia (entry point). Pelanggaran atas ketentuan ini dikategorikan sebagai tindakan memasuki wilayah negara Indonesia secara tidak sah, artinya setiap tindakan keluar-masuk wilayah tidak melalui TPI, merupakan tindakan yang dapt dipidana. Unsur kedua dari pengertian keimigrasian yaitu pengawasan orang asing di wilayah Indonesia. Dalam rangka ini pengawasan adalah keseluruhan proses kegiatan untuk mengontrol atau mengawasi apakah proses pelaksanaan tugas telah sesuai dengan rencana atau aturan yang telah ditentukan. 17 Maka pengertian pengawasan orang asing adalah seluruh rangkaian kegiatan yang ditujukan untuk mengontrol apakah keluar-masuknya serta keberadaan orang asing di Indonesia telah atau tidak sesuai dengan ketentuan keimigrasian yang berlaku. Pengawasan orang asing meliputi masuk dan keluarnya orang asing ke dan dari wilayah Indonesia, dan keberadaan serta kegiatan orang asing di wilayah

Iman Santoso, Persfektif Imigrasi dalam Pembangunan Ekonomi dan Ketahanan Nasional, UI-Press Jakarta, 2004, hal. 20
Yoyok Adi Syahputra : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Penyalahgunaan Izin Keimigrasian Menurut Undang-Undang Ri No. 9 Tahun 1992 Tentang Keimigrasian (Studi Kasus Pengadilan Negeri Medan), 2007. USU Repository 2009

17

29

Indonesia. Pengawasan orang asing sebagai suatu rangkaian kegiatan pada dasarnya telah dimulai dan dilakukan oleh perwakilan RI di luar negeri ketika menerima permohonan pengajuan visa. Pengawasan selanjutnya dilaksanakan oleh pejabat imigrasi di Tempat Pemeriksaan Imigrasi (TPI) ketika pejabat imigrasi dengan kewenangannya yang otonom memutuskan menolak atau memberikan izin tinggal yang sesuai dengan visa yang dimilikinya, selanjutnya pengawasan beralih ke kantor imigrasi yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal waraga asing tersebut. Dari keseluruhan prosedur keimigrasin yang ditetapkan, perlu dipahami bahwa operasionalisasinya dilaksanakan berdasarkan politik hukum keimigrasian yang bersifat selektif. 1) Fungsi Keimigrasian Dari uraian mengenai pengertian umum, dapat dinyatakan juga bahwa pada hakikatnya keimigrasian merupakan: suatu rangkaian kegiatan dalam pemberian pelayanan dan penegakan hukum serta pengamanan terhadap lalu lintas keluar masuknya setiap orang dari dank e dalam wilayah RI, serta pengawasan terhadap keberadaan warga negara asing di wilayah Republik Indonesia.18 Dari pernyataan tersebut, maka secara operasional peran keimigrasian dapat diterjemahkan ke dalam konsep Trifungsi Imigrasi. Dimana konsep ini hendak menyatakan bahwa sistem keimigrasian, baiak ditinjau dari budaya hukum

18

Ibid, hal. 21

Yoyok Adi Syahputra : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Penyalahgunaan Izin Keimigrasian Menurut Undang-Undang Ri No. 9 Tahun 1992 Tentang Keimigrasian (Studi Kasus Pengadilan Negeri Medan), 2007. USU Repository 2009

30

keimigrasian, materi hukum (peraturan hukum) keimigrasian, lembaga, organisasi, aparatur, mekanisme hukum keimigrasian, sarana dan prasarana hukum keimigrasian, yaitu: dalam operasionalisasinya harus selau mengandung Trifungsi,

a. Fungsi pelayanan masyarakat Salah satu fungsi keimigrasian adalah fungsi penyelenggaraan

pemerintahan atau administrasi negara yang mencerminkan aspek pelayanan. Dari aspek itu, imigrasi dituntut untuk memberi pelayanan prima di bidang keimigrasian, baik kepada Warga negara Indonesia (WNI) atau Warga Negara Asing). Pelayanan bagi Warga Negara Indonesia terdiri dari: 1) Pemberian paspor/ pemberian Surat Perjalanan Laksana Paspor (SPLP)/Pas lalu lintas Batas (PLB), dan 2) Pemberian Tanda bertolak/ masuk Pelayanan bagi Warga Negara Asing terdiri dari: 1. Pemberian Dokumen Keimigrasian (DOKIM) berupa: Kartu Izin Tinggal Terbatas Keimigrasian (KITAS), Kartu Izin Tinggal Tetap (KITAP), Kemudahan Khusus Keimigrasian (DAHSUSKIM).

Yoyok Adi Syahputra : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Penyalahgunaan Izin Keimigrasian Menurut Undang-Undang Ri No. 9 Tahun 1992 Tentang Keimigrasian (Studi Kasus Pengadilan Negeri Medan), 2007. USU Repository 2009

31

2. Perpanjangan izin tinggal meliputi: Visa Kunjungan Wisata (VKM), Visa Kunjungan Sosial Budaya (VKSB), Visa Kunjungan Usaha (VKU). 3. Perpanjangan DOKIM meliputi KITAS, KITAP, DAHSUSKIM 4. Pemberian Izin Masuk Kembali, Izin Bertolak 5. Pemberian Tanda Bertolak dan Masuk.

b. Fungsi penegakan hukum Dalam Pelaksanaan tugas keimigrasian, keseluruhan aturan hukum keimigrasian itu ditegakkan kepada setiap orang yang berada di dalam wilayah hukum negara Republik Indonesia baik itu Warga Negara Indonesia (WNI) atau Warga Negara Indonesia (WNA). Penegakan hukum keimigrasian terhadap Warga Negara Indonesia (WNI), ditujukan pada permasalahan: 1. Pemalsuan identitas 2. Pertanggungjawaban sponsor 3. Kepemilikan paspor ganda 4. Keterlibatan dalam pelaksanaan aturan keimigrasian Penegakan hukum kepada Warga Negara Asing (WNA) ditujukan pada permasalahan:

Yoyok Adi Syahputra : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Penyalahgunaan Izin Keimigrasian Menurut Undang-Undang Ri No. 9 Tahun 1992 Tentang Keimigrasian (Studi Kasus Pengadilan Negeri Medan), 2007. USU Repository 2009

32

1. Pemalsuan identitas Warga Negara Asing (WNA) 2. Pendaftaran orang asing dan pemberian buku pengawasan orang asing 3. Penyalahgunaan izin tinggal 4. Masuk secara ilegal atau berada secara ilegal 5. Pemantauan/razia 6. Kerawanan keimigrasian secara geografis dalam pelintasan. Secara operasional fungsi penegakan hukum yang dilaksanakan oleh institusi Imigrasi Indonesia juga mencakup penolakan pemberian izin masuk, izin bertolak, izin keimigrasian, dan tindakan keimigrasian. Semua itu merupakan bentuk penegakan hukum yang bersifat administratif. Sementara itu, dalam hal penegakan hukum yang bersifat proyustisia, yaitu kewenangan penyidikan, tercakup tugas penyidikan (pemanggilan, penangkapan, penahanan, pemeriksaan, penggeledahan, pemyitaan), pemberkasan perkara, serta pengajuan berkas perkara ke penuntut umum. c. Fungsi keamanan Imigrasi berfungsi secara penjaga pintu gerbang negara. Dikatakan demikian karena imigrasi merupakan institusi pertama dan terakhir yang menyaring kedatangan dan keberangkatan orang asing ke dan dari wilayah Republik Indonesia. Pelaksanaan fungsi keamanan yang ditujukan kepada Warga Negara Indonesia dijabarkan melalui tindakan pencegahan ke luar negeri bagi Warga Negara Indonesia atas permintaan Menteri Keuangan dan Kejasksaan

Yoyok Adi Syahputra : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Penyalahgunaan Izin Keimigrasian Menurut Undang-Undang Ri No. 9 Tahun 1992 Tentang Keimigrasian (Studi Kasus Pengadilan Negeri Medan), 2007. USU Repository 2009

33

Agung. Khusus untuk Warga Negara Indonesia (WNI) tidak dapat dilakukan pencegahan karena alasan-alasan keimigrasian belaka. Pelaksanaan fungsi keamanan yang ditujukan kepada Warga Negara Asing (WNA) adalah: 1. Melakukan seleksi terhadap setiap maksud kedatangan orang asing melalui pemeriksaan permohonan visa 2. Melakukan kerjasama dengan aparatur keamanan negara lainnya khususnya di dalam memberikan supervisi perihal penegakan hukum keimigrasian. 3. Melakukan operasi intelijen keimigrasian bagi kepentingan keamanan negara 4. Melaksanakan pencegahan dan penangkalan, yaitu larangan bagi seseorang untuk meninggalkan wilayah Indonesia dalam jangka waktu tertentu dan/atau larangan untuk memasuki wilayah Indonesia dalam waktu tertentu. Dalam melaksanakan kegiatan tersebut, harus diingat bahwa di era globalisasi aspek hubungan kemanusiaan yang selama ini bersifat nasional berkembang menjadi bersifat internasional, terutama di bidang perekonomian, demi peningkatan kesejahteraan. Untuk mengantisipasinya, perlu menata atau mengubah peraturan perundangan, secara sinergi baik di bidang ekonomi, industri, perdagangan, transportasi, ketenagakerjaan, maupun peraturan di bidang lalu-lintas orang dan barang yang dapat memfasilitasi pertumbuhan ekonomi. Perubahan itu diperlukan guna meningkatkan intensitas hubungan negara Republik Indonesia dengan dunia Internasional yang mempunyai dampak sangat

Yoyok Adi Syahputra : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Penyalahgunaan Izin Keimigrasian Menurut Undang-Undang Ri No. 9 Tahun 1992 Tentang Keimigrasian (Studi Kasus Pengadilan Negeri Medan), 2007. USU Repository 2009

34

besar pada pelaksanaan fungsi dan tugas keimigrasian serta menghindari adanya tumpang tindih peraturan. Di dalam perkembangan Trifungsi Imigrasi dapat dikatakan mengalami suatu pergeseran bahwa pengertian fungsi keamanan dan penegakan hukum merupakan satu bagian yang tak terpisahkan karena penerapan penegakan hukum dibidang keimigrasian berarti sama atau identik dengan menciptakan kondisi keamanan yang kondusif atau sebaliknya 19. Di dalam rangka memelihara kondisi keamanan yang kondusif secara otomatis fungsi penegakan hukum keimigrasian harus dilakasanakan secara terus-menerus dan konsekuen. Sedangkan fungsi baru yaitu sebagai fasilisator pembagunan ekonomi merupakan bagian yang tidak terpisahkan dengan fungsi keimigrasian lainnya. Hal ini terlihat ketika jasa keimigrasian telah menjadi bagian dari infrastruktur perekomian. Tuntutan perubahan Trifungsi Imigrasi dipertegas oleh pernyataan Prof. Dr. Yusril Ihza Mahendra selaku Menteri Kehakiman dan Hak Azasi Manusia Republik Indonesia, yang menyatakan: 20 Trifungsi Imigrasi yang merupakan ideologi atau pandangan hidup bagi setiap kebijakan dan pelayanan keimigrasian harus diubah karena tutntutan zaman. Paradigma konsepsi keamanan saat ini mulai bergeser, semula menggunakan pendekatan kewilayahan (territory) yang hanya meliputi keamanan nasional (national security) berubah menjadi pendekatan yang komprehensif selain keamanan nasioanal juga keamanan warga masyarakat (human security) dengan menggunakan pendekatan
Ibid, hal. 24 Prof. Dr. Yusril Ihza Mahendra, dalam sambutan tertulis pada upacara Hari Bhakti Imigrasi ke-52 tanggal 26 Januari 2002.
20 19

Yoyok Adi Syahputra : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Penyalahgunaan Izin Keimigrasian Menurut Undang-Undang Ri No. 9 Tahun 1992 Tentang Keimigrasian (Studi Kasus Pengadilan Negeri Medan), 2007. USU Repository 2009

35

hukum. Mendukung konsepsi tersebut, saya memberi pesan agar insane imigrasi mengubah cara pandang mengenai konsep keamanan yang semula hanya sebagai alat kekuasaan, agar menjadi apratur yang dapat memberikan kepastian hukum, mampu melaksanakan penegakan hukum, dan dapat memberikan perlindungan kepada masyarakat. Bertitik tolak dari berbagai tantangan itu, sudah waktunya kita membuka cakrawala berpikir yang semula hanya dalam cara pandang ke dalam (inward looking) menjadi cara pandang ke luar (outward looking) dan mulai mencoba untuk mengubah paradigma Trifungsi Imigrasi yang pada mulanya sebagai pelayan masyarakat, penegak hukum, dan sekuriti, agar diubah menjadi Trifungsi Imigrasi baru yaitu sebagai pelayan masyarakat, penengak hukum, dan fasilisator pembangunan ekonomi.

3. Ruang Lingkup Fungsi Keimigrasian Paradigma lama hanya melihat esensi keimigrasian sebatas hal-ihwal orang asing, sehingga muncul pendapat seolah-olah masalah keimigrasian sebatas masalah yang berporos pada atau paling tidak bertalian dengan negara asing. Sebaliknya, paradigma baru melihat bahwa keimigrasian itu bersifat

multidimensional, baik itu dalam tatanan nasional maupun internasional. Hal ini lebih disebabkan karena dunia telah menjadi semakin kecil dan bahwa subjek masalah keimigrasian adalah manusia yang bersifat dinamis. Hal itu dapat dijelaskan dalam uraian sebagai berikut: a. Bidang Politik Ada berbagai pendapat yang menyatakan di mana sebenarnya fungsi keimigrasian itu berada. Di satu sisi, sebagai bagian dari sistem hukum administrasi negara, hukum keimigrasian sering disertai dengan sanksi pidana
Yoyok Adi Syahputra : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Penyalahgunaan Izin Keimigrasian Menurut Undang-Undang Ri No. 9 Tahun 1992 Tentang Keimigrasian (Studi Kasus Pengadilan Negeri Medan), 2007. USU Repository 2009

36

yang kadangkala terasa janggal. Di sisi lain, hukum keimigrasian juga mengatur kewarganegaraan seseorang. Di samping itu hukum keimigrasian mempunyai kaitan yang sangat erat dengan hubungan internasional. Berbagai pendapat tersebut ada benarnya karena segalanya bergantung pada cara memandang fungsi keimigrasian itu. Di Bidang politik sering fungsi keimigrasian ditempatkan pada hubungan hubungan internasional, disisi lain hak seseorang untuk melintasi batas negara dan bertempat tinggal di suatu negara dilihat sebagai hak asasi manusia. Meskipun demikian, kedaulatan negara penerima juga tidak dapat di abaikan. Berbagai konvensi internasional, seperti United Nations Convention 1951 Concerning of Refugees Status (selanjutnya disebut konvensi PBB Tahun 1951) menyebutkan hak-hak seorang pengungsi serta kewajiban negara penerima. Pencari Suaka politik(asylum seekers) akan mendapatkan hak-hak hidupnya dan perlindungan atas dirinya di negara terakhir ia berada. Itu berarti bahwa ia mendapatkan suatu perlakuan khusus di bidang keimigrasian. Seorang assign dapat bertempat tinggal di suatu negara tanpa mengikuti ketentuan umum mengenai keimigrasian. Pada kesempatan ini sering hukum keimigrasian digunakan untuk melindungi kepentingan politik suatu negara, seperti yang menyangkut masalah sentimen ras, agama, serta faktor lain yang berkaitan dengan komposisi atau struktur kependudukan di dalam suatu negara. b. Bidang Ekonomi Di bidang ekonomi tampak jelas sekali keterkaitan fungsi imigrasi dalam rangka melaksanakan politik perekonomian suatu negara. Hal itu terkait dalam
Yoyok Adi Syahputra : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Penyalahgunaan Izin Keimigrasian Menurut Undang-Undang Ri No. 9 Tahun 1992 Tentang Keimigrasian (Studi Kasus Pengadilan Negeri Medan), 2007. USU Repository 2009

37

kerangka pertumbuhan dan perkembangan perekonomian global yang ditandai dengan peningkatan arus investasi sehingga menciptakan lapangan kerja, mengalirkan teknologi baru, dan akan meningkatkan arus manusia ke kawasan tersebut, atau dengan kata lain, ke mana investasi ditanamke sana pula arus manusia mengikutinya. Di dalam kaitan ini sangatlah jelas bahwa jasa keimigrsian di suatu negara merupakan bagaian yang tidak dapat dipisahkan dari kepentingan ekonominya. Sektor peronomian membutuhkan jas infrastruktur lain, seperti jasa fasilitas tranportasi , jasa fasilitas komunikasi, jasa fasilitas pengelolaan sumber daya alam dan manusia serta jasa fasilitas perbankan. Maka, sudah dapat dipastikan bahwa kini jasa fasilitas keimigrasian merupakan bagian dari infrastruktur perekonomian. Pemberian fasilitas jasa keimigrasian, seperti pemberian izin masuk, izin masuk kembali (re-entry permit), izin masuk beberapa kali perjalanan (multiple re-entry permit)., serta bermacam-macam izin tinggal (izin singgah, izin kunjungan, izin tinggal terbatas, izin tinggal tetap) merupakan bagian dari infrastruktur perekonomian. Begitu pula dengan aspek pengawasan orang asing, termasuk pembatasan yang diberlakukan terhadap seorang asing untuk meperoleh izin masuk atau tinggal di suatui negara baik sebagai pencari kerja maupun investor, yang dimaksudkan untuk merlindungi warga negaranya dari sisi perekonomian dalam menghadapi persaingan hidup. Sebagai infrastruktur perekonomian, pembentukan pola-pola keimigrasian dengan alasan perekonomian dalam memberikan izin masuk dan bertempat
Yoyok Adi Syahputra : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Penyalahgunaan Izin Keimigrasian Menurut Undang-Undang Ri No. 9 Tahun 1992 Tentang Keimigrasian (Studi Kasus Pengadilan Negeri Medan), 2007. USU Repository 2009

38

tinggal bagi warga negara asing ke negaranya, tentu saja memliki persyaratan yang ketat dan menguntungkan negara tersebut. Begitu pula negara yang termasuk dalam kategori migrant country. Sebagai contoh, Australia, dengan alasan perekonomian, mensyaratkan bahwa orang asing yang mengajukan permohonan untuk masuk dan bertempat tinggal disana harus memiliki rumah dan dana dalam jumlah tertentu sebagai modal kerja yang ditanam dalam suatu perusahaan. Kemudian, kinerja perusahaan akan dinilai setiap tahun sebelum pihak imigrasi Australia memutuskan untuk memberikan izin tinggal tetap bagi orang asing tersebut. c. Bidang Sosial Budaya Pergerakan dan perpindahan manusia sebagai individu atau kelompok akan mempunyai dampak, baik yang bersifat positif maupun negatif pada individu atau kelompok penerima. Pengaruh sosial dan budaya terjadi karena ada interaksi diantara mereka, baik di lingkungan pendatang maupun penerima. Negara berkepentingan, melalui fungsi keimigrasian, untuk tetap menjaga kondisi sosial dan budaya yang ada di dalam masyarakat agar pengaruh dari luar tidak merusak struktur sosial budaya masyarakatnya. Fungsi keimigrasian, melalui kebijakan yang diberlakukan oleh pemerintah, harus mampu menyaring serta mengatur halhal dimaksud diatas. Sebagai contoh, terjadinya peningkatan jumlah pengungsi Afghanistan yang masuk ke Indonesia beberapa waktu yang lalu, sedikit banyak telah mempengaruhi kondisi sosial dan budaya penduduk Indonesia yang tinggal di
Yoyok Adi Syahputra : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Penyalahgunaan Izin Keimigrasian Menurut Undang-Undang Ri No. 9 Tahun 1992 Tentang Keimigrasian (Studi Kasus Pengadilan Negeri Medan), 2007. USU Repository 2009

39

sekitar tempat penampungan orang Afghanistan tersebut. Berbagai hal dapat terjadi, misalnya konflik sosial, perkawinan antara pengungsi dan penduduk lokal yang berdampak pada status kewarganegaraan anak mereka, serta pertikaian akibat kecemburuan sosial dari suatu kelompok kepada kelompok lain. Sekalipun tempat penampungan pengungsi tersebut diklelola oleh International

Organization for Migration (IOM), keberadaan dan kegiatan orang-orang Afghanistan itu terus diawasi imigrasi setempat. Satu kasus pernah diungkap oleh Direktorat Jendral Imigrasi ketika warga Afghanistan pemegang status pengungsi tertangkap tangan dalam sebuah operasi pengawasan keimigrasian ketika bekerja sebagai gigolo atau pria tuna susila. d. Bidang Keamanan Permasalahan yang timbul dan berkaitan dengan aspek politis, ekonomis, sosial, dan budaya pada masyarakat akan sangat berpengaruh pada stabilitas keamanan negara tersebut. Fungsi keimigrasian yang mengatur serta mengawasi keberadaan orang di negara tersebut akan memiliki peran yang signifikan. Secara universal imigrasi dijadikan sebagai penjuru (vocal point). Kebijakan yang salah atau tidak tepat di dalam menangani masalah ini akan mempunyai dampak yang sangat besar pada bidang lain. Sebagai contoh, kebijakan keimigrasian untuk mengatasi kejahatan terorganisasi lintas negara, harus dapat menjangkau juga bidang lain seperti politik, ekonomi, sosial, dan budaya, baik yang berskala nasional, regional, maupun internasional. Oleh karena itu, kebijakan keimigrasian mempunyai keterkaitan substansial yang berdampak beruntun (multiplier effect).
Yoyok Adi Syahputra : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Penyalahgunaan Izin Keimigrasian Menurut Undang-Undang Ri No. 9 Tahun 1992 Tentang Keimigrasian (Studi Kasus Pengadilan Negeri Medan), 2007. USU Repository 2009

40

Contoh lainnya setelah terjadi insiden pemboman di Bali pada tanggal 12 November 2002 tengah malam. Pada esok harinya telah terjadi suatu evakuasi korban dan eksodus para wisatawan asing meninggalkan Bali secara besar-besaran ke Australia dengan menggunakan penerbangan pesawat tambahan. Pada saat itu imigrasi Indonesia telah menetapkan suatu kebijakan dalam keadaan force mayeur untuk mengizinkan dokumen (paspor kebangsaan) karena kebanyakan dari mereka telah kehilangan paspor. Namun demikian dari segi keamanan, petugas imigrasi melakukan pencatatan (fotokopi) dokumen yang ada dan pengambilan gambar diri (potret) secara langsung bagi mereka yang tidak memiliki dokumen keimigrasian. Hal ini dimaksud sebagi tindakan antisipatif sekiranya diantara mereka terdapat pelaku pengeboman yang hendak melarikan diri. e. Bidang Kependudukan Demikian pula kependudukan yang merupakan salah satu gatra di dalam konsep ketahanan nasional. Kependudukan merupakan aset bangsa. Struktur dan komposisi penduduk negara memiliki hubungan yang sangat erat dengan kondisi politis, ekonomis, sosial, budaya, serta keamanan nasional. Isu SARA sering menjadi pemicu stabilitas keamanan yang akan berkaitan erat atau berdampak pada situasi perekonomian baik perekonomian wilayah maupun nasional. Bahkan, lebih luas daripada itu, isu SARA dapat berpengaruh pada situasi perekonomian dan keamanan secara regional ataupun internasional. Di sini tampak secara jelas bahwa fungsi keimigrasian di berbagai lini kehidupan, walaupun pengaruhnya tidak begitu signifikan, terlihat keterkaitannya.
Yoyok Adi Syahputra : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Penyalahgunaan Izin Keimigrasian Menurut Undang-Undang Ri No. 9 Tahun 1992 Tentang Keimigrasian (Studi Kasus Pengadilan Negeri Medan), 2007. USU Repository 2009

41

Dibeberapa negara seperti Brunei Darussalam dan Singapura, fungsi keimigrasian juga disatukan dengan fungsi pelaksanaan registrasi kependudukan. Di Amerika Serikat, masalah naturalisasi atau pewarganegaraan, dilakukan oleh pihak imigrasi. Hal ini memang tepat karena sejak kedatangan orang asing pada saat pertam kali sampai ia mempunyai hak menurut ketentuan yang berlaku untuk mengajukan perwarganegaraan seluruh catatan keberadaan orang tersebut ada pada pihak imigrasi. B. Jenis-Jenis Izin Keimigrasian Dalam pasal 24 Undang-undang no. 9 tahun 1992 tentang Keimigrasian disebutkan: 21 (1) setiap orang yang berada di wilayah Indonesia wajib memiliki izin keimigrasian. (2) Izin sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), terdiri atas: a. Izin Singgah; b. Izin Kunjungan; c. Izin Tinggal Terbatas; d. Izin Tinggal Tetap. a) Izin Singgah Izin singgah diberikan untuk orang asing yang memerlukan singgah di wilayah Indonesia guna dapat meneruskan perjalanan ke negara lain atau kembali ke negara asal. Izin singgah diberikan kepada orang asing pemegang visa singgah yang telah memperoleh izin masuk dan orang asing pemegang visa singgah saat kedatangan yang telah memperoleh izin masuk.

21

Lihat pasal 24 Undang-undang no. 9 tahun 1992 tentang keimigrasian.

Yoyok Adi Syahputra : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Penyalahgunaan Izin Keimigrasian Menurut Undang-Undang Ri No. 9 Tahun 1992 Tentang Keimigrasian (Studi Kasus Pengadilan Negeri Medan), 2007. USU Repository 2009

42

Izin singgah diberikan untuk jangka waktu 14 (empat belas) hari terhitung sejak tanggal diberikan izin masuk dan tidak dapat diperpanjang. Dalam hal jangka waktu 14 (empatbelas) hari izin singgah terlampaui oarng asing belum dapat melanjutkan perjalanan karena suatu keadaan memaksa diluar

kemampuannya atau keadaan darurat seperti kerusakan alat angkutm cuaca buruk, sakit dan lain sebagainya dapat diberikan batas waktu izin untuk tetap singgah oleh kepala kantor inigrasi dengan setiap kali pemberian 14 (empat belas) hari sampai paling lama 60 (enam puluh) hari terhitung sejak tanggal diberikan izin masuk. Adapun persyaratan untuk memperoleh izin singgah adalah: 1. Memliki surat perjalanan (paspor) yang sah dan masih berlaku minimal 6 (enam) bulan. 2. Memiliki trough ticket atau return ticket yang masih berlaku 3. Tidak termasuk dalam daftar pencegahan/penagkalan 4. Memiliki visa singgah dan telah memperoleh izin masuk.

b) Izin Kunjungan Izin kunjungan diberikan oleh pejabat imigrasi di tempat pemeriksaan imigrasi kepada orang asing mancanegara yang dibebaskan keharusan memiliki visa kunjungan, dan orang asing pemegang visa kunjungan. Izin kunjungan diberikan dalam rangka: 1. Tugas pemerintahan
Yoyok Adi Syahputra : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Penyalahgunaan Izin Keimigrasian Menurut Undang-Undang Ri No. 9 Tahun 1992 Tentang Keimigrasian (Studi Kasus Pengadilan Negeri Medan), 2007. USU Repository 2009

43

2. Usaha 3. Kegiatan sosial budaya 4. Kepariwisataan Izin kunjungan diberikan untuk jangka waktu: 1. Izin kunjungan untuk keperluan tugas pemerintahan tugas pemerintahan, kegiatan sosial budaya atau usaha diberikan selama 60 (enam puluh) hari terhitung sejak tanggal diberikan izin masuk dan dapat diperpanjang paling banyak 5 (lima) kali berturut-turut, untuk setiap kali perpanjangan selama 30 (tiga puluh) hari . 2. Izin kunjungan untuk keperluan pariwisata diberikan selama 60 (enam) puluh hari terhitung sejak tanggal diberikan izin masuk dan tidak dapat diperpanjang. 3. Izin kunjungan ex visa kunjungan saat kedatangan diberikan selam 30 (tiga puluh) hari dan tidak dapat diperpanjang 4. Izin kunjungan ex bebas visa kunjungan singkat diberikan selama 60 (enam puluh) hari terhitung sejak tanggal diberikan izin masuk dan tidak dapat diperpanjang. 5. Izin kunjungan ex visa kunjungan diplomatik (dinas) diberikan sesuai dengan visanya. Pemintaan perpanjangan ijin kunjungan diajukan oleh orang asing kuasanya atau sponsornya kepada kepala kantor imigrasi yang di wilayah kerjanya meliput i tempat tinggal pemohon.
Yoyok Adi Syahputra : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Penyalahgunaan Izin Keimigrasian Menurut Undang-Undang Ri No. 9 Tahun 1992 Tentang Keimigrasian (Studi Kasus Pengadilan Negeri Medan), 2007. USU Repository 2009

44

Persayaratan untuk memperoleh izin kunjungan adalah: 1. Memliki surat perjalanan (paspor) yang sah dan masih berlaku minimal 6 (enam) bulan 2. Memiliki through ticket atau return ticket yang masih berlaku 3. Tidak termasuk dalam daftar pencegahan/penangkalan 4. Memiliki visa kunjungan, kecuali yang dibebaskan dari keharusan memiliki visa dan telah memperoleh izin masuk. c) Izin Tinggal Terbatas Izin tinggal terbatas diberikan kepada: 1) Orang asing pemegang izin masuk dengan visa tinggal terbatas 2) Anak yang lahir dan berada di wilayah Indonesia yang berumur di bawah 18 (delapan belas) tahun dan belum kawin dari orang tua pemegang izin tinggal terbatas. 3) Anak yang lahir dan berada di bawah 18 (delapan belas) tahun dan belum kawin dari ibu warga negara Indonesia dan ayahnya tidak memiliki ijin tinggal terbatas 4) Orang asing yang mendapat alih status izin kunjungan menjadi izin tinggal terbatas. Visa tinggal terbatas diberikan kepada mereka yang bermaksud untuk: 22 1) Menanamkan modal;

Lihat Pasal 1 ayat (2) huruf e Peraturan Pemerintah RI no. 32 tahun 1994 tentang Visa, Izin masuk, dan Izin Keimigrasian.
Yoyok Adi Syahputra : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Penyalahgunaan Izin Keimigrasian Menurut Undang-Undang Ri No. 9 Tahun 1992 Tentang Keimigrasian (Studi Kasus Pengadilan Negeri Medan), 2007. USU Repository 2009

22

45

2) Bekerja; 3) Malaksanakan tugas sebagai rohaniwan; 4) Mengikuti pendidikan dan latihan atau melakukan penelitian ilmiah; 5) Menggabungkan diri dengan suami dan atau orang tua bagi isteri dan atau anak sah dari seorang Warga Negara Indonesia; 6) Menggabungkan diri dengan suami dan atau orang tua bagi istri dan anak-anak sah di bawah umur dari Orang Asing sebagaimana dimaksud dalam huruf e angka 1, angka 2, angka 3, dan angak 4; 7) Repatriasi.

d) Izin Tinggal Tetap Izin tingal tetap diberikan kepada orang asing untuk tinggal menetap di Indonesia. Perpanjangan izin tinggal tetap diajukan paling lama 60 (enam puluh) hari sebelum izin tinggal tetap berakhir. Dalam hal izin tinggal tetap berakhir sedangkan keputusan Direktur jenderal Imigrasi yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal orang asing yang bersangkutan dapat memberikan perpanjangan sementara izin tinggal tetap paling lama (90) hari terhitung sejak izin tinggal tetap berakhir.

C. Hukum Keimigrasian Indonesia Dalam Sistem Hukum Nasional


Yoyok Adi Syahputra : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Penyalahgunaan Izin Keimigrasian Menurut Undang-Undang Ri No. 9 Tahun 1992 Tentang Keimigrasian (Studi Kasus Pengadilan Negeri Medan), 2007. USU Repository 2009

46

Dalam ilmu hukum terdapat beberapa ilmu hukum positif sebagai induk, yaitu ilmu hukum kepidanaan, ilmu hukum keperdataan, ilmu hukum kenegaraan, dan ilmu hukum internasional 23. Sejalan dengan perkembangan zaman, telah tumbuh pula berbagai cabang ilmu hukum sebagai disiplin hukum baru, seperti hukum administrasi negara, hukum agrarian, hukum pajak, hukum lingkungan, hukum ekonomi, dan hukum keimigrasian. Jika dikaitkan dengan ilmu hukum yang menjadi induknya, hukum keimigrasian adalah bagian dari ilmu hukum kenegaraan, khususnya merupakan cabang ilmu dari hukum administrasi negara 24. Hal itu terlihat dari fungsi keimigrasian yang dilaksanakannya, yaitu fungsi penyelenggara pemerintahan atau administrasi negara (bestuur) dan pelayanan masyarakat (publiek dienst), bukan pembentuk undang-undang (wetgever) dan bukan juga fungsi peradilan (rechtspraak). Dengan demikian, keimigrasian dapat dilihat dalam persfektif hukum administrasi negara. Sesungguhnya, masalah keimigrasian justru merupakan sebagian kebijakan oragan administrasi negara yang melaksanakan kegiatan pemerintahan (administrasi negara). Kebijakan yang dimaksud adalah gambaran dari perbuatan hukum pemerintah (overheads handeling). Contoh, kewenangan imigrasi untuk menangkal dan mencegah orang yang hendak masuk atau keluar wilayah Indonesia.

. A. Ridwan Halim , Flora Liman Mangestu, Persoalan Praktis Filsafat Hukum dalam Himpunan Distingsi, Jakarta: UKI, 1992, hlm. 22. 24 Iman Santoso, Op. cit, hal. 39
Yoyok Adi Syahputra : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Penyalahgunaan Izin Keimigrasian Menurut Undang-Undang Ri No. 9 Tahun 1992 Tentang Keimigrasian (Studi Kasus Pengadilan Negeri Medan), 2007. USU Repository 2009

23

47

Dalam ilmu pengetahuan hukum dikenal istilah pembidangan hukum, yang secara khusus terbagi menurut fungsi pengaturannya. Pembidangan hukum tersebut dalam praktiknya dapat dijabarkan sebagai berikut: 25 a. Bidang hukum materil, terdiri atas: 1) Hukum negara yang mencakup: hukum tata negara, dan hukum administrasi negara 2) Hukum perdata yang mencakup: hukum pribadi, hukum benda, hukum perjanjian, hukum keluarga, hukum waris, hukum objek immaterial, dan hukum penyelewengan perdata dan sikap tindak lain 3) Hukum pidana b. Bidang hukum formil 1) Hukum tata negara formil atau hukum acara tata negara 2) Hukum administrasi negara formil atau hukum acara administrasi negara 3) Hukum perdata formil atau hukum acara perdata 4) Hukum pidana formil atau hukum acara pidana c. Bidang Hukum Hubungan Antar Tata Hukum (HATAH), khusus mengatur penyelesaian perkara yang mengandung pertemuan antara dua atau lebih sistem hukum (HATAH intern dan HATAH ekstern). Luas lingkup keimigrasian tidak lagi hanya mencakup pengaturan, pemyelenggaraan keluar-masuk orang dari dan ke dalan wilayah Indonesia, serta

Purmadi Purbacaraka, Penggarapan Disiplin Hukum dan Filsafat Hukum bagi Pendidikan Hukum, Jakarta: Rajawali, 1987, hal. 15
Yoyok Adi Syahputra : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Penyalahgunaan Izin Keimigrasian Menurut Undang-Undang Ri No. 9 Tahun 1992 Tentang Keimigrasian (Studi Kasus Pengadilan Negeri Medan), 2007. USU Repository 2009

25

48

pengawasan orang asing yang berada di wilayah Indonesia, tetapi telah bertalian juga dengan pencegahan orang keluar wilayah Indonesia dan penangkalan orang masuk wilayah Indonesia demi kepentingan umum, penyidikan atas dugaan terjadinya tindak pidana keimigrasian, serta pengaturan prosedur keimigrasian dan mekanisme pemberian izin keimigrasian. Maka, dapat dikatakan bahwa fungsi keimigrasian merupakan fungsi penyelenggaraan administrasi negara atau penyelenggaraan administrasi pemerintahan (besturr) 26. Oleh karena itu, sebagai bagian dari penyelenggaraan kekuasaan eksekutif, yaitu fungsi administrasi negara dan pemerintahan, maka Hukum Keimigrasian dapat dikatakan merupakan bagian dari bidang hukum administrasi negara 27. Hukum administrasi negara mengatur tata cara menjalankan pemerintahan atau administrasi negara serta mengatur hubungan antara aparatur administrasi negara dan masyarakat yang mencakup dua hal pokok. Pertama, mengatur tata cara administrasi negara (diperkenankan atau diwajibkan) yang mencampuri kehidupan masyarakat, seperti tata cara bepergian ke luar negeri, pemberian izin masuk ke dalam negeri, dan izin bertempat tinggal di Indonesia. Kedua, mengatur tata cara melindungi masyarakat da ri pelanggaran hak warga negara ataupun dari bahaya yang ditimbukan atau berkaitan dengan orang asing. Berhubung hukum keimigrasian harus mengikuti dan tunduk pada asasasas dan kaidah hukum administrasi negara umum (algemene administratiefrecht),

Iman Santoso, Op.cit, hal. 41 Bagir Manan, Hukum Keimigrasian dalam Sistem Hukum Nasional, disampaikan dalam Rapat Kerja Nasional Keimigrasian, Jakarta, 14 Januari 2000, hlm. 7
27

26

Yoyok Adi Syahputra : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Penyalahgunaan Izin Keimigrasian Menurut Undang-Undang Ri No. 9 Tahun 1992 Tentang Keimigrasian (Studi Kasus Pengadilan Negeri Medan), 2007. USU Repository 2009

49

terdapat dua asas umum yang harus diterapkan dalam setiap implementasi peran keimigrasian, yaitu: 1. asas-asas umum penyelengaraan administrasi yang baik (general principles of good administration) yang mencakup asas persamaan perlakuan, asas dapat dipercaya, asas kepastian hukum, asas motivasi yang benar, asas larangan melampaui wewenang, asas tidak sewenang-wenang, asas keseimbangan, dan asas keterbukaan. Oleh karena itu setiap tindakan yang bertentangan dengan asas penyelenggaraan pemerintahan yang baik dapat dijadikan dasar tuntutan bagi koreksi dan pelaksanaan kewajiban hukum apratur keimigrasian atau ganti rugi apabila sudah tidak mungkin lagi dipulihkan. Setiap keputusan yang bertentangan dengan asas penyelenggaraan pemerintahan yang baik dapat dijadikan dasar tuntutan atau pembatalan, disertai ganti rugi. 2. asas legalitas, yaitu setiap tindakan pejabat administrasi negara dilaksanakan menurut ukuran hukum yang berlaku mencakup ukuran kewenangan, ukuran isi tindakan atau isi keputusan, ukuran tata cara melakukan tindakan atau membuat keputusan, sebab tindakan atau keputusan yang bertentangan dengan asas legalitas dapat mengakibatkan tindakan atau keputusan yang

bersangkutan batal demi hukum. 28

28

Ibid, hal. 9

Yoyok Adi Syahputra : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Penyalahgunaan Izin Keimigrasian Menurut Undang-Undang Ri No. 9 Tahun 1992 Tentang Keimigrasian (Studi Kasus Pengadilan Negeri Medan), 2007. USU Repository 2009

50

Dalam perspektif yang lebih besar lagi, dapat dikatakan bahwa hukum keimigrasian merupakan bagian dari hukum ekonomi. Dalam perspektif pembangunan nasional, hukum mempunyai peranan yang penting bagi keberhasilan pembangunan ekonomi, sebab melalui hukum, selain ditetapkan hak dan kewajiban, proses, serta kelembagaan dari setiap kegiatan interaksi ekonomi, juga diberikan kepastian mengenai subjek dan objek hukum dalam setiap kegiatan ekonomi. Karena semakin banyak peraturan yang mengatur bidang perekonomian dengan menggunakan kaidah hukum administrasi negara ini, terbentuklah bidang hukum baru yang disebut hukum ekonomi dalam arti sempit, yang diberi nama droit economique. Hal yang membuktikan bahwa kaidah hukum keimigrasian merupakan bagian dari hukum ekonomi dalam arti sempit adalah ketika kepemilikan hak orang asing atas satuan rumah susun (apartemen dan kondominium) di Indonesia hanya diberikan apabila orang asing tersebut adalah pemegang KITAS (Kartu Izin Tinggal Terbatas). KITAS ini merupakan produk administrasi negara yang berasal dari kaidah keimigrasian. Demikian pula dengan pemberian izin keimigrasian, seperti izin kunjungan, izin tinggal terbatas, ataupun tetap, yang dikaitkan dengan investasi pekerjaan, aktivitas perdagangan, dan pembicaraan traksaksi bisnis.

Yoyok Adi Syahputra : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Penyalahgunaan Izin Keimigrasian Menurut Undang-Undang Ri No. 9 Tahun 1992 Tentang Keimigrasian (Studi Kasus Pengadilan Negeri Medan), 2007. USU Repository 2009

51

BAB III PENEGAKAN HUKUM TERHADAP PENYALAHGUNAAN IZIN KEIMIGRASIAN

A. Ketentuan Keberadaan Warga Negara Asing (WNA) di Indonesia Menurut Undang-undang RI No. 9 Tahun 1992 Tentang Keimigrasian 1. Visa sebagai izin masuk Penduduk Indonesia pada hakikatnya terdiri atas dua golongan, yaitu warga Negara Indonesia (WNI) dan orang asing atau warga negara asing (WNA). Oleh karena itu, Indonesia merasa perlu untuk mengatur permasalahan orang asing yang berada di Indonesia. 29 Pasal 2 sampai 9 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) mengatur mengenai batas-batas berlakunya perundang-undangan hokum pidana menurut

Koerniatmanto Soetoprawiro, Hukum Kewarganegaraan dan Keimigrasian Indonesia, Gramedia Jakarta, 1996, hal. 74.
Yoyok Adi Syahputra : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Penyalahgunaan Izin Keimigrasian Menurut Undang-Undang Ri No. 9 Tahun 1992 Tentang Keimigrasian (Studi Kasus Pengadilan Negeri Medan), 2007. USU Repository 2009

29

52

tempat terjadinya perbuatan. Ditinjau dari sudut negara, ada dua kemungkinan pendirian, yaitu:
30

1. Perundang-undangan hukum pidana berlaku bagi semua perbuatan pidana yang terjadi dalam wilayah negara, baik dilakukan oleh warga negaranya sendiri maupun oleh negara asing (asas teritorial). 2. Perundang-undangan hukum pidana berlaku bagi semua perbuatan pidana yang dilakukan oleh waraga negara, dimana saja, juga diluar wilayah negara (asas personal atau juga dinamakan prinsip nasional aktif). Sesuai dengan ketentuan ketentuan Undang-undang RI Nomor 9 tahun 1992 tentang keimigrasian, dalam pasal 6 ayat 1 disebutkan bahwa setiap orang asing yang masuk wilayah Indonesia wajib membawa Visa. 31 Oleh karena itu setiap orang asing yang masuk wilayah Indonesia wajib memiliki visa, ada beberapa pengertian visa yang dapat dikemukakan, antara lain: Menurut Hadi Kiswanto:32 Visa adalah izin tertulisuntuk masuk ke suatu negara yang tercantum dalam surat perjalanan. Di dalam Buku Petunjuk Keimigrasian Republik Indonesia Bagian I Visa dan Izin Tinggal disebutkan: 33

Moeljatno, Asas-asas Hukum Pidana, Rineka Cipta, Jakarta, 2000, hal. 38. Lihat Pasal 6 ayat (1) Undang-undang RI No. 9 Tahun 1992 tentang Keimigrasian. 32 Hadi Kiswanto, Tugas Pokok dan Fungsi Direktorat Jendral Imigrasi, Departemen Kehakiman RI, Jakarta, 1983, hal. 10. 33 Direktorat Jendral Imigrasi, Buku Petunjuk Keimigrasian RI Bagian I Visa Izin Tinggal, Jakarta, 1982, hal. 2.
31

30

Yoyok Adi Syahputra : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Penyalahgunaan Izin Keimigrasian Menurut Undang-Undang Ri No. 9 Tahun 1992 Tentang Keimigrasian (Studi Kasus Pengadilan Negeri Medan), 2007. USU Repository 2009

53

Visa adalah izin tertulis yang ditandatangani oleh pejabat yang berwenang di dalam papor kebangsaan yang menyatakan bahwa yang bersangkutan dapat mengadakan perjalanan ke negara yang dituju. WJS Poerwadarnita, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia

menyebutkan: 34 Visa adalah izin untuk keluar atau masuk ke sesuatu negara. Sedangkan menurut Undang-undang RI No. 9 Tahun 1992 Tentang Keimigrasian menyebutkan: Visa adalah izin tertulis yang diberikan oleh pejabat yang berwenang pada Perwakilan Republik Indonesia atau di tempat lainnya yang ditetapkan olah Pemerintah Republik Indonesia yang memuat persetujuan bagi orang asing untuk masuk dan melakukan perjalanan ke wilayah Indonesia. 35 Maksud dan tujuan pemberian visa menurut petunjuk Pusdiklat Departemen Kehakiman Republik Indonesia yaitu untuk dapt mengendalikan serta mengawasi lalu lintas orang asing yang keluar nasuk (ke dan dari) wilayah Indonesia. Hal ini sejalan dengan tugas pokok Direktorat Jendaral Imigrasi yang tertuang dalam keputusan Menteri Kehakiman RI No. M.29. PR. 07.04 Tahun 1981 yang menyatakan sebagai berikut: Tugas Pokok Direktorat Jendral Imigrasi adalah mengtaur dan mengawasi lalu lintas antar Republik Indonesia dengan negara lain serta menyelenggarakan pengawasan orang asing dalam wilayah negara

34

WJS Poerwadarninta, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, 1986, Lihat Pasal 1 butir 7 Undang-Undang RI No. 9 Tahun 1992 tentang Keimigrasian.

hal. 142.

35

Yoyok Adi Syahputra : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Penyalahgunaan Izin Keimigrasian Menurut Undang-Undang Ri No. 9 Tahun 1992 Tentang Keimigrasian (Studi Kasus Pengadilan Negeri Medan), 2007. USU Repository 2009

54

Republik Indonesia demi menjamin ketertiban, ketentraman, dan keamanan nasional. 36 Menurut Undang-undang No. 9 tahun 1992 tentang Keimigrasian Visa ini diberikan kepada orang asing yang maksud dan tujuan kedatangannya di Indonesia tidak menimbulkan gangguan terhadap ketertiban dan keamanan

nasional. Hal ini sejalan dengan prinsip yang bersifat selekrif (selective policy). Berdasarkan prinsip ini, hanya orang asing yang dapat memberikan manfaat bagi kesejahteraan rakyat, bangsa dan negara Republik Indonesi serta tidak membahayakan keamanan dan ketertiban, juga tidak bermusuhan baik terhadap rakyat, maupun negara Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 yang diizinkan masuk ke wilayah Indonesia. 37 Berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) No. 32 Tahun 1994 tentang Visa, Izin masuk dan Izin Keimigrasian, ada lima jenis visa: 38 a. Visa Diplomatik, diberikan kepada orang asing pemegang Paspor Diplomatik yang hendak bepergian ke Indonesia dengan tugas Diplomatik. b. Visa Dinas, diberikan kepada orang asing pemegang Paspor Dinas yang hendak bepergian ke Indonesia untuk melaksanakan tugas resmi dari Pemerintah asing yang bersangkutan atau diutus oleh Organisasi Internasional, tetapi tugas tersebut tidak bersifat Diplomatik.

Pusdiklat Pegawai Departemen Kehakiman, Beberapa Pedoman dan Ketentuan Tentang Imigrasi dan Ketatalaksanaan: Bahan Penataran Administrasi Apratur Kehakiman, Jakarta, 1982, hal. 6. 37 Lihat dalam Penjelasan Umum Undang-undang RI No. 9 Tahun 1992 Tentang Keimigrasian. 38 Lihat Pasal 1-17 PP No. 32 Tahun 1994 tentang Visa, Izin Masuk dan Izin Keimigrasian
Yoyok Adi Syahputra : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Penyalahgunaan Izin Keimigrasian Menurut Undang-Undang Ri No. 9 Tahun 1992 Tentang Keimigrasian (Studi Kasus Pengadilan Negeri Medan), 2007. USU Repository 2009

36

55

c. Visa Singgah, dapat diberikan kepada orang asing untuk singgah di wilayah Negara Republik Indonesia untuk meneruskan perjalanan ke negara lain atau kembali ke negara asal. Visa ini diberikan untuk singgah di wilayah Negara Indonesia paling lama 14 (empat belas) hari terhitung sejak tanggal diberikannya izin masuk di wilayah Negara Republik Indonesia. d. Visa Kunjungan, dapat diberikan kepada orang asing untuk berkunjung di wilayah Negara Republik Indonesia paling lama 60 (enam puluh) hari terhitung sejak tanggal diberikannya Izin Masuk di wilayah Negara Indonesia. Dalam hal ini orang asing dapat menggunakan Multipel Visa, yaitu visa Kunjungan untuk beberapa kali melakukan perjalanan dari dan ke wilayah Negara Republik Indonesia. e. Visa Tinggal Terbatas, dapat diberikan kepada orang asing untuk tinggal di wilayah Negara Republik Indonesia paling lama satu tahun terhitung sejak tanggal diberikannya izin masuk di wilayah Negara Republik Indonesia.

2. Bebas visa kunjungan singkat (BVKS) Pada dasarnya setiap orang yang akan memasuki suatu negara harus memiliki visa, tetapi dalam pasal 7 Undang-undang No. 9 tahun 1992 tentang Keimigrasian dinyatakan: 39 dikecualikan dari kewajiban memiliki visa bagi orang asing yang masuk wilayah Indonesia adalah:

39

Lihat Pasal 7 Undang-undang RI No. 9 tahun 1992 tentang Keimigrasian

Yoyok Adi Syahputra : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Penyalahgunaan Izin Keimigrasian Menurut Undang-Undang Ri No. 9 Tahun 1992 Tentang Keimigrasian (Studi Kasus Pengadilan Negeri Medan), 2007. USU Repository 2009

56

a. Orang asing warga negara dari negara yang berdasarkan keputusan Presiden tidak diwajibkan memilki visa b. Orang asing yang memiliki Ijin masuk kembali c. Kapten atau Nakoda kapal dan awak yang bertugas pada alat angkut yang berlabuh dipelabuhan atau mendarat di Bandar Udara di wilayah Indonesia d. Penumpang transit di Pelabuhan atau Bandar Udara diwilayah Indonesia sepanjang tidak keluar dari tempat transit yang berada di daerah tempat Pemeriksaan Imigrasi. Dalam hal tertentu, terdapat negara-negara yang diberikan kemudahan kepada orang asing untuk masuk ke suatu negra Indonesia dengan tidak memerlukan visa, seperti yang disebutkan pada huruf (a) diatas. Biasanya kemudahan ini diberikan untuk kepentingan negara tersebut yaitu agar orang asing lebih banyak masuk ke negaranya dan ini akan menghasilkan devisa. 40 Selain itu juga pemberian kemudahan tersebut juga didasarkan kepada azas resiprositas yaitu negara yang memberikan kemudahan bebas visa terhadap waraga asing tertentu, maka waraga negara dari negara tersebut juga mendapatkan pembebasan visa apabila akan ke negara asing tertentu. Sebagai contoh, warga negara ASEAN dapat saling masuk ke negara-negara ASEAN lainnya tanpa terlebih dahulu meminta visa.

Tim Analisa dan Evakuasi (Antonius Ginting, dkk), Analisa dan Evaluasi tentang Pengaturan Fasilitas Bebas Visa wisata bagi Orang Asing yang Berkunjung ke Indonesia (Laporan Penelitian), Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN), Jakarta, 1984, hal. 9.
Yoyok Adi Syahputra : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Penyalahgunaan Izin Keimigrasian Menurut Undang-Undang Ri No. 9 Tahun 1992 Tentang Keimigrasian (Studi Kasus Pengadilan Negeri Medan), 2007. USU Repository 2009

40

57

Pemerintah Republik Indonesia dengan peraturan perundang-undangan berupa Keputusan Menteri Kehakiman Republik Indonesia No. M.02.01.01 tahun 1993 tentang Bebas Visa Kunjungan Singkat (BVKS), memberikan kemudahan kepada waraga negara dari + 46 negara dapat masuk ke wilayah Indonesia selama 2 (dua) bulan. Orang asing yang diberi fasilitas BVKS dapat melakukan kegiatan seperti kunjungan wisata, social budaya dan usaha. Kunjungan wisata adalah perjalanan mengunjungi Indonesia untuk berlibur, menikmati objek-objek wisata dan lain-lain. Kunjungan sosial budaya adalah kunjungan dalam rangak mengunjungi family, melakukan penelitian dan kunjungan yang bersifat sosial budaya, sedangkan kunjungan usaha adalah kunjungan dalam rangaka membina hubungan bisnis, pembicaraan bisnis dan penjajakan memperluas usaha bisinis di Indonesia. Orang asing yang diberikan BVKS ini dapat melakukn kegiatan-kegiatan sebagaimana tersebut diatas dengan catatan dilarang melakukan kegiatan yang sifatnya bekerja. Adapun negara-negara penerima BVKS, adalah: 42 1. Amerika Serikat 2. Arab Saudi 3. Argentina 4. Australia 5. Austria 6. Belanda 7. Belgia 8. Brazil 9. Brunai Darussalam 10. Chili
41

41

24. Malaysia 25. Maldive 26. Malta 27. Maroko 28. Mesir 29. Mexico 30. Monaco 31. Myanmar 32. Nepai 33. Norwegia

Lukman Bratamidjaja, Aspek Ilmu Perundang-undangan BVKS Bagian I, Pintu Gerbang No. 44, Direktorat Jendral Imigrasi, Jakarta, 2002, hal. 24-25 42 Berdasarkan Data Kantor Imigrasi Polonia Medan Tahun 2001.
Yoyok Adi Syahputra : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Penyalahgunaan Izin Keimigrasian Menurut Undang-Undang Ri No. 9 Tahun 1992 Tentang Keimigrasian (Studi Kasus Pengadilan Negeri Medan), 2007. USU Repository 2009

58

11. Denmark 12. Finlandia 13. Hongkong 14. Hungaria 15. Inggris 16. Irlandia 17. Israel 18. Italia 19. Jepang 20. Jerman 21. Kanada 22. Korea Selatan 23. Luxemburg

34. Prancis 35. Philipina 36. Selandia Baru 37. Spanyol 38. Singapura 39. Swedia 40. Swiss 41. Taiwan 42. Tanzania 43. Thailand 44. Turki 45. Uni Emirat Arab 46. Yunani

3. Surat perjalanan republik Indonesia (Paspor) Paspor adalah sebuah dokumen resmi yang dikeluarkan oleh suatu badan pemerintah yang berwenang untuk bangsanya atau untuk penduduk asing. 43 Sedangkan menurut Undang-undang RI No. 9 tahun 1992 tentang keimigrasian menyatakan: surat perjalanan adalah dokumen resmi yang dikeluarkan oleh pejabat yang berwenang dari suatu negara yang memuat identitas pemegangnya dan berlaku untuk melakukan perjalanan antar negara. 44 Paspor berfungsi sebagai surat perjalanan yang digunakan untuk meninggalkan dan memasuki kembali negara yang bersangkutan, dan memasuki dan meninggalkan negara lain yang mempunyai hubungan diplomatik dengan negara yang mengeluarkan paspor tersebut. Orang yang ingin mengunjungi negara lain harus mengetahui apakah paspornya berlaku untuk negara yang akan dituju

R. Felix Hadi Mulyatno dan Endar Sugiarto, Pabean, Imigrasi, dan Karantina, PT. Gramedia Pustaka, Jakarta, 1997, hal. 39. 44 Lihat Pasal 1 angka 3 Undang-undang RI no. 9 tahun 1992 tentang Keimigrasian.
Yoyok Adi Syahputra : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Penyalahgunaan Izin Keimigrasian Menurut Undang-Undang Ri No. 9 Tahun 1992 Tentang Keimigrasian (Studi Kasus Pengadilan Negeri Medan), 2007. USU Repository 2009

43

59

atau tidak 45. Disamping itu, kita juga harus mengetahui apakah paspor berlaku untuk negara transit yang akan disinggahi dalam perjalanan menuju ke negara tujuan atau tidak. Kebangsaan seseorang bisa dilihat pada kartu identitasnya, misalnya dipaspor atau kartu penduduk. Itu bukan berarti bahwa pemegang paspor dari negara yang mengeluarkan paspor tersebut adalah warga negaranya. Itu sebabnya kita dulu mengenal Dwi Warga Negara, yang artinya seseorang bias mempunyai dua warga negara, misalnya Cina dan Indonesia, dan mereka boleh menggunakan kedua paspor mereka. 46 Dalam pasal 29 Undang-undang No. 9 tahun 1992 tentang Keimigrasian disebutkan Surat Perjalanan Republik Indonesia terdiri atas: 47 a. Papor biasa, diberikan kepada warga negara Indonesia yang akan melakukan perjalanan keluar negeri (keluar wilayah Indonesia) secara normal. b. Paspor diplomatik, diberikan kepada warga negara Indonesia yang akan melakukan perjalanan keluar wilayah Indonesia dalam rangka penamatan atau tugas yang bersifat diplomatik c. Paspor Haji, diberikan kepada waraga negara Indonesia yang akan melakukan perjalanan keluar wilayah Indonesia dalam rangka menunaikan inbadah haji. d. Paspor untuk orang asing, diberikan kepada orang asing yang pada saat diberlakukannya undang-undang ini telah memliki izin tinggal tetap akan

45 46

R. Felix Hadi Mulyatno dan Endar Sugiarto, Op. cit, hal. 40. Ibid, hal. 40 47 Lihat Pasal 29 Undang-undang No. 9 tahun 1992 tentang Keimigrasian.
Yoyok Adi Syahputra : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Penyalahgunaan Izin Keimigrasian Menurut Undang-Undang Ri No. 9 Tahun 1992 Tentang Keimigrasian (Studi Kasus Pengadilan Negeri Medan), 2007. USU Repository 2009

60

melakukan perjalanan keluar wilayah Indonesia dan tidak mempunyai surat perjalanan serta dalam waktu yang dianggap layak tidak dapat memperolehnya dari negaranya atau negara lain. e. Surat perjalanan laksana paspor untuk orang asing, dapat diberikan kepada orang asing yang tidak mempunyai surat perjalanan yang sah dan atas kehendak sendiri keluar dari wilayah Indonesia sejauh dia tidak terkena pencegahan, dan dikenakan tindakan pengusiran atau deportasi atau dalam keadaan tertentu yang tidak bertentangan dengan kepentingan nasional diberi izin untuk masuk ke wilayah Indonesia. f. Surat perjalanan laksana paspor untuk warga negara Indonesia, diberikan dalam keadaan khusus apabila paspor biasa tidak diberikan. g. Surat perjalanan laksana paspor dinas, diberikan kepada warga negara Indonesia dalam keadaan khusus apabila tidak mendapatkan paspor dinas. h. Paspor dinas, diberikan kepada warga negara Indonesia yang akan melakukan perjalanan keluar wilayah Indonesia dalam rangka dinas/tugas dari pemerintah, yang bukan bersifat diplomatik. Masa berlakunya paspor adalah 5 (lima) tahun. Sedangkan untuk WNI yang berdomisili di luar negeri masa berlakunya paspor adalah 2 tahun.

B. Faktor-faktor Penyebab Terjadinya Penyalahgunaan Izin Keimigrasian Warga negara asing (WNA) yang masuk ke Indonesia pada umumnya atau kota medan khususnya, menggunakan fasilitas BVKS maupun menggunakan visa
Yoyok Adi Syahputra : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Penyalahgunaan Izin Keimigrasian Menurut Undang-Undang Ri No. 9 Tahun 1992 Tentang Keimigrasian (Studi Kasus Pengadilan Negeri Medan), 2007. USU Repository 2009

61

wisata akan mendapat izin kunjungan wisata sesuai dengan izin masuk baik dengan visa atau bebas visa. Di dalam izin kunjungan tersebut dijelaskan bahwa izin kunjungan digunakan penggunaannya untuk berwisata, tetapi kenyataannya ada juga wisatawan yang menyalahgunakannya untuk keperluan lain sebagai sampingan bahkan ada juga wisatawan yang sama sekali tidak berwisata. Penyalahgunaan tersebut bisa terjadi karena faktor-faktor ruang lingkup fasilitas bebas visa yang dinilai terlalu luas, dan pemberian tenggang waktu pada izin kunjungan wisata yang terlalu lama atau karena faktor petugas imigrasi sendiri. Hal ini dimannfaatkan oleh warga negara asing untuk menyalahgunakan izin keimigrasian. 48

1. Ruang lingkup fasilitas bebas visa Menurut Keputusan Menteri Kehakiman No. M.01-12.01.02 tahun 1993 tentang Bebas Visa Kunjungan Singkat (BVKS). Keputusan Menteri Kehakiman tersebut mengatur pelaksanaan teknis bebas visa, yang meliputi: a. Kunjungan wisata b. Kunjungan sosial budaya c. Kunjungan usaha Kunjungan wisata adalah perjalanan mengunjungi Indonesia untuk berlibur, menikmati objek-objek wisata dan lain-lain. Kunjungan sosial budaya

48

Hasil wawancara dengan Pejabat Imigrasi Seksi Wasdakim, Kantor Imigrasi Polonia

Medan.
Yoyok Adi Syahputra : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Penyalahgunaan Izin Keimigrasian Menurut Undang-Undang Ri No. 9 Tahun 1992 Tentang Keimigrasian (Studi Kasus Pengadilan Negeri Medan), 2007. USU Repository 2009

62

adalah kunjungan dalam rangak mengunjungi family, melakukan penelitian dan kunjungan yang bersifat sosial budaya, sedangkan kunjungan usaha adalah kunjungan dalam rangaka membina hubungan bisnis, pembicaraan bisnis dan penjajakan memperluas usaha bisnis di Indonesia. 49 Keputusan Menteri Kehakiman ini merupakan suatu kebijaksanaan pemerintah yang memperluas pemberian fasilitas bebas visa jika dibandingkan dengan ketentuan yang diatur dalam Keputusan Menteri Kehakiman Republik Indonesia No. M.01-12.01.02 tahun 1983 tentang Pelaksanaan Pembebasan Keharusan memiliki visa bagi wisatawan asing, yang merupakan fasilitas untk kunjungan khusus wisata. 50 Oleh karena itu, tujuan pemberian fasilitas Bebas Visa Wisata (BVW) sudah diatur secara tegas. Namun, masih saja ditemukan penyalahgunaan oleh warga negara asing (WNA) yang melakukan perjalanan wisata atau yang biasa disebut wisatawan asing, misalnya bekerja atau berusaha atau bahkan ada yang mengedarkan ganja atau narkotika. Hal ini yang mendasari diterbitkan Keputusan Menteri Kehakiman No. M.01-12.01.02 tahun 1983 tentang Bebas Visa Kunjungan Singkat (BVKS). Keputusan Menteri ini bertujuan memperjelas kepastian dan batasan fasilitas bebas visa. 51 Hasil penelitian Timi Evaluasi dan Analisa dari Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) yang dilakukan sejak tahun 1992-1993 disejumlah daerah
49 50

Lukman Bratamidjaja, Op. cit, hal. 25 Tim Analisa dan Evakuasi (Antonius Ginting, dkk), Op. cit, hal. 9 51 Hasil wawancara dengan Pejabat Imigrasi Seksi Wasdakim, Kantor Imigrasi Polonia Medan
Yoyok Adi Syahputra : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Penyalahgunaan Izin Keimigrasian Menurut Undang-Undang Ri No. 9 Tahun 1992 Tentang Keimigrasian (Studi Kasus Pengadilan Negeri Medan), 2007. USU Repository 2009

63

wisata di Indonesia mengenai Pengaturan Fasilitas Bebas Visa Wisata (BVW) bagi orang asing yang berkunjung ke Indonesia, menyebutkan adanya pelanggaran terhadap pemberian fasilitas Bebas Visa Wisata (BVW) yang telah diatur dalam Keputusan Menteri Kehakiman Republik Indonesia No. M.01-12.01.02 tahun 1983. Kemudian, setelah ruang lingkup fasilitas bebas visa dalam BVKS diperluas tetap saja ditemukan pelanggaran yang sama. Olah karena itu, kegagalan ini telah dimanfaatkan orang asing sebagai salah satu cara masuknya imigran gelap ke Indonesia. 52

2.

Tenggang waktu fasilitas bebas visa Sebagaimana telah diketahui mengenai tenggang waktu pemberian fasilitas

bebas visa untuk wisata telah beberapa kali diatur, yaitu dalam:
Tabel. 1. Masa Tenggang Waktu Pemebrian Fasilitas Bebas Visa Bentuk Peraturan PP No. 26 tahun 1970 tentang Koordinasi Pengawasan Orang Asing yang Berkunjung ke Indonesia SKB Menteri Luar Negeri dan Menteri Kehakiman tentang Peraturan Visa Keputusan Menteri Kehakiman Bebas Visa Wisata (BVW) tentang Tahun 1970 Tenggang Waktu 7 (tujuh) hari

1979

30 (tiga puluh) hari + 15 (lima belas) hari 60 (enam puluh ) hari atau 2 (dua) bulan 60 (enam puluh) hari atau 2 (dua) bulan

1983

Keputusan Kehakiman tentang Bebas Visa Kunjungan Singkat (BVKS)

1993

Sumber: Hasil Investarisasi Peraturan Perundang-undangan Bebas Visa Wisata Tahun 1970-1993

I Wayan Tangun Susila, dkk, Usaha Penaggulangan Tindak Pidana Imigrasi dan Imigrasi Gelap di Kota Madya Denpasar, Laporan Penelitian, Universitas Udayana dan PDII LIPI (Jakarta), Denpasar, 1993, hal. 23
Yoyok Adi Syahputra : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Penyalahgunaan Izin Keimigrasian Menurut Undang-Undang Ri No. 9 Tahun 1992 Tentang Keimigrasian (Studi Kasus Pengadilan Negeri Medan), 2007. USU Repository 2009

52

64

Perkembangan tenggang waktu pemberian fasilitas bebas visa bagi wisatawan dimaksudkan untuk mendukung pertumbuhan kepariwisataan dan meningkatkan arus wisatawan. Tenggang waktu wisatawan di Indonesia selama 2 (dua) bulan merupakan pendapatan bagi pengelola wisata. Tetapi tenggang waktu 2 (dua) bulan ini dirasakan terlalu panjang atau lam. Hal ini dikarenakanjarang sekali wisatawan asing yang berkunjung ke Indonesia selama 2 (dua) bulan untuk berwisata saja. Lamanya jangka waktu ini ternyata dapat memberikan peluang bagi wisatawan asing untuk melakukan pelanggaran dengan berbagai motivasi, seperti disalahgunakan untuk bekerja. Sedangkan bagi orang asing yang akan bekerja di Indonesia sudah ad pengaturannya, yaitu mempunyai Izin Tinggal Terbatas dan memiliki Izin Kerja yang diberikan oleh Menteri Tenaga Kerja. 53 Berdasarkan hasil penelitian oleh Tim Evaluasi dan Analisa terhadap responden yaitu para wisatawan asing tentang waktu pemberian fasilitas bebas visa adalah sebagai berikut: 54 1. Tenggang waktu pemberian fasilitas bebas visa untuk wisata yang paling ideal adalah 1 (satu) bulan dan dapat diperpanjang selama 30 (tiga puluh) hari. Alasan-alasan yang dikemukakan adalah:

H. S. Sjarif, Pedoman Penggunaan Tenaga Kerja Asing di Indonesia dan Peraturanperaturannya, Sinar Grafika, Jakarta, 1996, hal. 6-8. 54 Tim Analisa dan Evakuasi (Antonius Ginting, dkk), Op. cit, hal. 16-17
Yoyok Adi Syahputra : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Penyalahgunaan Izin Keimigrasian Menurut Undang-Undang Ri No. 9 Tahun 1992 Tentang Keimigrasian (Studi Kasus Pengadilan Negeri Medan), 2007. USU Repository 2009

53

65

a. Kenyataan yang ada menunjukkan bahwa lama masa kunjungan wisatawan asing ke Indonesia rata-rata antara 3 (tiga) sampai 4 (empat) minggu saja; b. Pemberian fasilitas bebas visa selam 1 (satu) bulan dirasakan masih kurang bagi sebagian besar wisatawan asing, sebab objek wisata di Indonesia sangat banyak dan menarik; c. Pemasukan devisa dapat memenuhi target yang diharapakan; d. Pengawasan terhadap orang asing bisa terkendali. 2. Tenggang waktu pemberian fasilitas bebas visa selama2 (dua) bulan apalagi 3 (tiga) bulan dipandang tidak ideal, sebab: a. Terlalu lama; b. Bisa disalahgunakan untuk tujuan lain selain berwisata; c. Jarang sekali wisatawan asing yang berwisata sampai 3 (tiga) bulan; d. Pengawasan terhadap orang asing memerlukan perhatian yang lebih seksama.

C. Petugas Imigrasi Peranan petugas imigrasi dalam hal pengawasan sangat besar. Tidak dapat dipungkiri, meskipun ataruan tentang keimigrasian telah baik, harus didukung oleh mental petugas yang baik pula. Terutama para petugas yang bertugas di

Yoyok Adi Syahputra : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Penyalahgunaan Izin Keimigrasian Menurut Undang-Undang Ri No. 9 Tahun 1992 Tentang Keimigrasian (Studi Kasus Pengadilan Negeri Medan), 2007. USU Repository 2009

66

pintu-pintu masuknya orang asing ke Indonesia, apabila mereka bertindak masa bodoh, maka orang asing tersebut akan leluasa berkeliaran di Indonesia. 55 Hasil pengawasan terhadap orang asing yang berkunjung, khususnya yang menggunakan fasilitas bebas visa untuk wisata menunjukkan perlu adanya pemantauan kegiatan-kegiatan yang dilakukan. Hal ini bertujuan untuk mengetahui secara dini setiap peristiwa yang dapat diduga mengandung unsureunsur pelanggaran keimigrasian. Mekanisme pengawasan tersebut adalah sebagai berikut: 56 1. Tahap pengawasan, yaitu dilakukan mulai pada saat orang asing mengurus izin masuk ke Indonesia di luar negeri, kemudian saat orang asing tersebut mendarat di wilayah Republik Indonesia harus juga diperiksa dan ketika orang asing tersebut berada tinggal di Indonesia. 2. Tekhnik pengawasan, yaitu secara administrarif tentang perizinannya, wawancara/ilicting untuk mencari mengetahui kebenaran materil terhadap keberadaan orang asing yang berkunjung, dan diadakan peninjauan ke lokasi. 3. System pelaporan, sebaiknya memiliki satu sistem database diseluruh Indonesia yang dapat diakses oleh semua petugas imigrasi dimanapun berada, dan juga membuat daftar terhadap pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan oleh orang aing yang dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan bagi penindakan imigrasi.

55 56

I Wayan Tangun Susila, dkk, Op. cit, hal. 21 Tim Analisa dan Evakuasi (Antonius Ginting, dkk), Op. cit, hal. 25-30

Yoyok Adi Syahputra : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Penyalahgunaan Izin Keimigrasian Menurut Undang-Undang Ri No. 9 Tahun 1992 Tentang Keimigrasian (Studi Kasus Pengadilan Negeri Medan), 2007. USU Repository 2009

67

4. Koordinasi dengan instansi terkait, karena dari segi kauntitas petugas imigrasi sangat kurang untuk mengawasi keadaan setiap oarng asing dalam segala kegiatan mereka di Indonesia, maka Menteri Kehakiman sebagai yang bertanggung jawab dalam pengawasan orang asing dan dalam dalam hal ini lebih dititik beratkan kepad imigrasi, maka harus melakukan koordinasi dengan instansi pemerintah lainnya, sepanjang yang menyangkut masalah: 57 a. Tenaga kerja; Departemen Kehakiman c. q Direktorat Jenderal Imigrasi melakukan kerja sama dengan: 1) Departemen Tenaga Kerja 2) Departemen Luar Negeri 3) Badan Koordinasi Penanaman Modal 4) Polri 5) Pemda dan Departemen Tekhnis b. Tourist; Departemen Kehakiman bekerja sama dengan: 1) Departemen Pariwisata, Pos dan Telekomunikasi 2) Departemen Luar Negeri 3) Departemen Dalam Negeri 4) Polri c. Artis Asing; Departemen KEhakiman bekerja sama dengan: 1) Departemen Pariwisata, Pos dan Telekomunikasi 2) BAKIN (BIN)

57

Ibid, hal. 19-30

Yoyok Adi Syahputra : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Penyalahgunaan Izin Keimigrasian Menurut Undang-Undang Ri No. 9 Tahun 1992 Tentang Keimigrasian (Studi Kasus Pengadilan Negeri Medan), 2007. USU Repository 2009

68

3) Departemen Luar Negeri 4) Departemen Tenaga Kerja 5) Polri 6) Pemda/Departemen Luar Negeri d. Awak Kapal; Departemen Kehakiman bekerja sama dengan: 1) Departemen Perhubungan 2) Departemen Luar Negeri 3) Departemen Pertanian 4) TNI Angkatan Laut e. Masalah khusus; misalnya mengenai Cletering house mengenai masalah izin masuk warga RRC dan lain-lain, Departemen Kehakiman melakukan koordinasi dengan: 1) BAKN 2) BIN 3) Polri 4) Kejaksaan Agung 5) Departemen Tenaga Kerja 6) Pemda Meskipun pengawasan terhadap orang asing yang berkunjung ke Indonesia sudah diatur dan mekanismenya sudah sedemikian rupa, namun dalam pelaksanaannya masih saja terdapar orang asing yang melakukan pelanggaran atau penyalahgunaan. Hal ini terjadi karena pengawasan yang kurang efektif dari
Yoyok Adi Syahputra : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Penyalahgunaan Izin Keimigrasian Menurut Undang-Undang Ri No. 9 Tahun 1992 Tentang Keimigrasian (Studi Kasus Pengadilan Negeri Medan), 2007. USU Repository 2009

69

Petugas Imigrasi yang terbatas. Karena itu, sangata penting koordinasi dengan instansi lain. Karena salah satu faktor penyebab terjadinya penyalahgunaan izin keimigrasian adalah kurangnya koordinasi petugas keimigrasian dengan instansi lain.

C. Upaya

Penanggulangan

Tindak

Pidana

Penyalahgunaan

Izin

Keimigrasian Penanggulangan adalah cara mengatasi terjadinya sesuatu tindak pidana keimigrasian. 58 Usaha penanggulangan terjadinya pelanggaran ketentuan

keimigrasian dibedakan atas dua upuya, yaitu:

1. Upaya preventif Terjadinya tindak pidana keimigrasian tidak terlepas dari masalah pengawasan orang asing. Pengawasan yang kurang terhadap orang asing yang masuk ke Indonesia dapat menimbulkan tindakan yang mengarah kepada kejahatan maupun pelanggaran. Satu diantaranya adalah penyalahgunaan izin masuk ke Indonesia yaitu izin kunjungan wisata yang pada dasarnya telah melanggar ketentuan Undang-undang keimigrasian. 59

58 59

I Wayan Tangun Susila, dkk, Op. cit, hal. 28 Ibid, hal. 28

Yoyok Adi Syahputra : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Penyalahgunaan Izin Keimigrasian Menurut Undang-Undang Ri No. 9 Tahun 1992 Tentang Keimigrasian (Studi Kasus Pengadilan Negeri Medan), 2007. USU Repository 2009

70

Dalam bagian Penjelasan Umum UU no. 9 tahun 1992 tentang keimigrasian ditegaskan bahwa terhadap orang asing, pelayanan, dan pengawasan di bidang keimigrasian dilakukan dengan prinsip yang bersifat selektif (selective policy) . 60 berdasarkan prinsip ini, hanya orang asing yang diizinkan masuk ke Indonesia adalah orang asing yang memberikan manfaat bagi kesejahteraan rakyat, bangsa dan negara Republik Indonesia serta tidak membahayakan keamanan dan ketertiban, juga tidak bermusuhan baik terhadp rakyat, maupun terhadp negra Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945. Dengan demikian orang asing yang ingin masuk dan menetap di wilayah Indonesia harus dipertimbangkan dari berbagai segi, baik dari segi politik, ekonomi maupun sosial budaya bangsa dan negara Indonesia. Sikap dan cara pandang seperti ini merupakan hal yang wajar, terutama bila dikaitkan dengan pembangunan nasional, kemajuan ilmu dan teknologi, perkembangan kerja sama regional meupun internasional, dan meningkatnya arus orang asing yang masuk dan keluar wilayah Indonesia. Untuk menjamin kemanfaatan orang asing tersebut dan dalam rangka menunjang tetap terpeliharanya stabilitas dan kepentingannasioanl, kedaulatan negara, keamanan dan ketertiban umum serta kewaspadaan terhadap dampak negatif yang timbul akibat perlintasan orang antar negara, keberadaan dan

Arief Rahman Kunjono, Illegal Migrants dan Sisitem Keimigrasian Indonesia: suatu tinjauan Analisis, Pintu Gerbang No. 44, Direktorat Jendral Imigrasi, Jakarta, 2002, hal. 27
Yoyok Adi Syahputra : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Penyalahgunaan Izin Keimigrasian Menurut Undang-Undang Ri No. 9 Tahun 1992 Tentang Keimigrasian (Studi Kasus Pengadilan Negeri Medan), 2007. USU Repository 2009

60

71

kegiatan orang asing di wilayah Indonesia, dipandang perlu melakukan pengawasan bagi orang asing dan tindakan keimigrasian keimigrasian secara tepat, cepat, teliti dan terkoordinir tanpa mengabaikan keterbukaan dalam memberikan pelayanan orang asing. Makna dari pengawasan mempunyai pengertian yang luas dan mengandung pengertian yang positif. Pengawasan berarti juga mengadakan pengendalian serta bimbingan penyuluhan yang ditujukan untuk mengadakan perbaikan yang diikuti dengan pemecahannya. 61 Dapat dikatakan, proses pengamatan dan penghayatan seluruh kegiatan dilakukan sesuai dengan peraturan-peraturan, instruksi, dan kebijaksanaanyang berlaku. Di dalam pengawasan yang penting adalah mengetahui apakah dalam pelaksanaan tugas-tugas terjadi penyimpangan atau kesalahan. Hal ini secara preventif agar dilaksanakan sedini mungkin supaya tidak terjadi adanya pelanggaran-pelanggaran yang bertentangan dengan ketentuan hukum yang berlaku. Sistem pengawasan keimigrasian adalah suatu sistem pengawasan terhadp orang asing, sisitam itu meliputi pengamatan dan pemeriksaan segala kegiatannya mulai dari rencan dan beradanya orang asing di Indonesia sampai dengan meninggalkan Indonesia (the equality of service and security.) 62 Hal ini ditegaskan Pasal 38 ayat (1), Undang-undang No. 9 tahun 1992, yaitu: 63 (1) Pengawasan terhadap orang asing di Indonesia meliputi:

61 62

I Wayan Tangun Susila, dkk, Loc, cit. Arief Rahman Kunjono, Loc, cit. 63 Lihat pasal 38 ayat (1) Undang-undang RI no. 9 tahun 1992 tentang Keimigrasian.
Yoyok Adi Syahputra : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Penyalahgunaan Izin Keimigrasian Menurut Undang-Undang Ri No. 9 Tahun 1992 Tentang Keimigrasian (Studi Kasus Pengadilan Negeri Medan), 2007. USU Repository 2009

72

a. Masuk dan keluarnya orang asing ke dan dari wilayah Indonesia b. Keberadaan serta kegiatan orang asing di wilayah Indonesia. Perihal pengawasan orang asing diatur dalam Undang-undang no. 9 tahun 1992, seperti pada Bab VI tentang pengawasan terhadap orang asing dan tindakan keimigrasian. Pelaksanaan pengawasan terhadap orang asing yang berada di wilayah Indonesia dilakukan oleh Menteri Kehakiman dan HAM dengan koordinasi bersama badan dan instansi yang terkait (Pasal 41 UU No. 9 tahun 1992). Dalam hal ini diadakan pemantapan mekanisme koordinasi dan operasi antara instansi yang terkait dalam rangka pengawasan orang asing, instansiinstansi tersebut akan melakukan tugas dan wewenangnya masing-masing sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Koordinasi dimaksudkan untuk memaksimalkan daya guna dan hasil guna pengawasan terhadap orang asing. Tujuan pengawasan tersebut untuk mewujudkan prinsip selective policy yang dipandang perlu dalam mengawasi orang asing. 64 Untuk kelancaran dan ketertiban dalam mengawasi orang asing, pemerintah telah menyelenggarakan pendaftaran orang asing yang berada di wilayah Indonesia sehingga dapat dihimpun data mengenai orang asing. Seperti disebutkan, Direktorat Jendral Imigrasi Departemen Kehakiman dan HAM

64

Koerniatmanto Soetoprawiro, Op. cit, hal. 90-91

Yoyok Adi Syahputra : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Penyalahgunaan Izin Keimigrasian Menurut Undang-Undang Ri No. 9 Tahun 1992 Tentang Keimigrasian (Studi Kasus Pengadilan Negeri Medan), 2007. USU Repository 2009

73

Republik Indonesia mengadakn pendaftaran ulang warga negara assign secara serentak di seluruh wilayah RI sejak tanggal 10 Agustus-31 Oktober 2001. 65 Pendaftaran ulang pada tahun 2001 lalu adalah untuk pertama kalinya sejak Undang-undang no. 9 tahun 1992 berlaku dan akan dilakukan setiap lima tahun sekaliberdasarkan peraturan keimigrasian yang berlaku. Pada pasal 39 Undang-undang no. 9 tahun 1992 disebutkan bahwa dalam menyelenggarakan pendaftaran orang asing yang ada di Indonesia berkewajiban untuk: 66 a. Memberikan segala keterangan yang perlu mengenai identitas diri dan /atau keluarganya, perubahan status sipil dan kewarganegaraan, serta perubahan alamatnya, b. Memperlihatkan Surat Perjalanan atau dokumen keimigrasian yang

dimilikinya pada waktu diperlukan dalam angka pengawasan, c. Mendaftarkan diri jika berada di Indonesia lebih dari Sembilan puluh hari. Pengumpulan data dengan cara pengawasan orang asing ini dilaksanakan bagi setiap orang asing yang: 1. Masuk atau keluar wilayah negara Republik Indonesia; 2. Berada di wilayah negara Republik Indonesia; 3. Melakukan kegiatan di wilayah negara Republik Indonesia.

Direktorat Jenderal Imigrasi, Imigrasi Daftar Ulang Warga Negara Asing, Pintu Gerbang No. 42, Jakarta, 200, hal. 13 66 Lihat pasal 39 Undang-undang no. 9 tahun 1992 tentang Keimigrasian.
Yoyok Adi Syahputra : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Penyalahgunaan Izin Keimigrasian Menurut Undang-Undang Ri No. 9 Tahun 1992 Tentang Keimigrasian (Studi Kasus Pengadilan Negeri Medan), 2007. USU Repository 2009

65

74

1. 1 Pengawasan orang asing yang masuk atau keluar wilayah RI Pengawasan orang asing sebelum memasuki wilayah Indonesia

berhubungan dengan konsulat atau kedutaan RI khusus atas imigrasi untuk melayani dan meneliti secara selektif setiap permohonan visa ke Indonesi, serta memuttuskan apakah dapat diberikan atau tidak berdasarkan pertimbangan kepentingan Ipoleksosbudhankamnas. Setiap orang asing yang akan datang atau masuk ke wilayah Indonesia haruslah memiliki visa yang merupakan izin masuk ke Indonesia. 67 Pengawasan terhadap orang asing sebelum memasuki Indonesia dilakukan oleh para atase imigrasi pada setiap perwakilan Indonesia di luar negeri pada saat orang asing bersangkutan mengajukan permohonan unutk mendapatkan visa. Oleh karena itu sebaliknya setiap atase atau KBRI dsetiap negara terdapat aparatur imigrasi yang bertugas disana. 68 Tahap akhir pengawasan adalah saat meninggalkan Indonesia. Hal itu bertujuan untuk mencegah orang asing tersebut meninggalkan Indonesia karena mereka telah menimbulkan suatu permasalahan selama berada di Indonesia. 69

1.

2 Pengawasan orang asing ketika berada di wilayah negara RI Pada saat orang asing sedang menuju atau sudah di pelabuhan pendaratan,

baik Bandar udara maupun pelabuhan laut, diadakan pengawasan yang dilakukan
67 68

I Wayan Tangun Susila, dkk, Op. cit, hal. 29 Saleh Wiramiharja, Langkah-langkah Baru Menunjang Peningkatan Profesionalisme Keimigrasian, Pintu Gerbang No. 45, Direktorat Jenderal Imigrasi, Jakarta, 2002, hal. 21 69 I Wayan Tangun Susila, dkk, Op. cit, hal. 31
Yoyok Adi Syahputra : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Penyalahgunaan Izin Keimigrasian Menurut Undang-Undang Ri No. 9 Tahun 1992 Tentang Keimigrasian (Studi Kasus Pengadilan Negeri Medan), 2007. USU Repository 2009

75

ileh petugas imigrasi. Fungsi pengawasan ini sama juga dengan pengawasan sewaktu hendak mengajukan permohonan mendapatkan visa, yaitu pengawasan untuk mencegah masuknya orang-orang assign yang akan menimbulkan permasalahn setelah berada di Indonesia.

1. 3

Pengawasan orang asing yang melakukan kegiatan di wilayah RI Pengawasan yang dimaksudkan disini merupakan tindak lanjut dari

pengawasan setelah orang asing mendapatkan izin tinggal di Indonesia, baik yang mendarat melalui udara maupun laut. Pengawasan terhadap orang asing yang telah mendapatkan izin masuk di Indonesia dapat dilihat dari dua segi, yaitu: 70 a. Dari segi keimigrasian, yaitu mengawasi apakah orang asing tersebut melakukan kegiatan, dan apakah lamanya tinggal sesuai dengan izin keimigrasian yang diberikan kepadanya. b. Dari segi Ipoleksosbudhankamnas, yaitu mengawasi apakah kegiatan yang dilakukan oleh orang asing tersebut menimbulkan benturan-benturan yang mengganggu kepentingan ketahanan dan keamanan nasional atau tiadak. Dengan kegiatan diatas, jelaslah apa yang dimaksud dengan tindakan preventif ini, yaitu tindakan yang dilakukan dalam usaha untuk mencegah atau menjaga kemungkinan terjadinya tindak pidana imigrasi dalam hal ini yaitu tindak

70

Ibid, hal. 30

Yoyok Adi Syahputra : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Penyalahgunaan Izin Keimigrasian Menurut Undang-Undang Ri No. 9 Tahun 1992 Tentang Keimigrasian (Studi Kasus Pengadilan Negeri Medan), 2007. USU Repository 2009

76

pidana penyalahgunaan izin keimigrasian. Beberapa usaha preventif sehubungan dengan hal tersebut antara lain sebagai berikut: 71 1. Pejabat pendaftaran dibekali pengetahuan tentang kerahasian/ciri-ciri khusus dari paspor-paspor negara lain dan dilengkapi dengan alat sinar ultraviolet dan kaca pembesar maupun dengan teknologi modern; 2. Setiap pelabuhan pendaratan memilki contoh-contoh tanda tangan dari pejabat konsuler pada perwakilan Republik Indonesia di luar negeri, yang berwenang menandatangani visa; 3. Meneliti setiap orang asing atau wisatawan yang hendak masuk lewat wawancara singkat di setiap tempat pemeriksaan imigrasi; 4. Melakukan pengecekan data yang diperoleh dari tempat-tempat wisatawan menginap, baik hotel, motel, losmen atau tempat kediaman teman.

2. Upaya Represif Menurut Soedarto yang dimaksud dengan tindakan represif adalah segala tindakan yang dilakukan aparatur penegak hukum sesudah terjadi kejahatan atau tindak pidana. 72 Dalam kaitannya dengan penggulangan terhadap orang asing yang menyalagunakan izin keimigrasian dilakukan sesudah terjadinya atau terbukti

71 72

Ibid, hal. 31-32 Soedarto, Kapita Selekta Hukum Pidana, Alumni, Bandung, 1984, hal. 110

Yoyok Adi Syahputra : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Penyalahgunaan Izin Keimigrasian Menurut Undang-Undang Ri No. 9 Tahun 1992 Tentang Keimigrasian (Studi Kasus Pengadilan Negeri Medan), 2007. USU Repository 2009

77

adanya penyalahgunaan izn keimigrasian. Tindakan ini bisa bersifat yuridis, dan bisa juga bersifat administrasi.

2. 1. Tindakan yuridis Dalam pasal 50 undang-undang no. 9 tahun 1992 disebutkan: 73 orang asing yang dengan sengaja menyalahgunakan atau melakukan kegiatan yang tidak sesuai dengan pemberian izin keimigrasin yang diberikan kepadanya dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak Rp. 25.000.000,- (dua puluh lima juta rupiah). Jadi tindakan yuridis adalah orang asing yang dengan sengaja menyalahgunakan maksud pemberian izin keimigrasian dan harus dibuktikan di pengadilan oleh hakim dan kemudian dapat dikenakan sanksi pidana sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

2. 2. Tindakan administrative Menurut pasal 42 Undang-undang no. 9 tahun 1992 yang mengatur mengenai tindakan keimigrasian terhadap orang asing di wilayah Indonesia, yaitu: (1) Tindakan keimigrasian dilakukan terhadap orang asing yang berada di wilayah Indonesia yang melakukan kegiatan yang berbahaya dan patut akan diduga berbahaya bagi keamanan dan ketertiban umum, atau tidak menghormati atau menaati peraturan perundang-undangan yang berlaku. (2) Tindakan keimigrasian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat berupa:

73

Lihat pasal 50 Undang-undang no. 9 tahun 1992 tenang keimgrasian

Yoyok Adi Syahputra : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Penyalahgunaan Izin Keimigrasian Menurut Undang-Undang Ri No. 9 Tahun 1992 Tentang Keimigrasian (Studi Kasus Pengadilan Negeri Medan), 2007. USU Repository 2009

78

a. Pembatasan, perubahan atau pembatalan izin keberadaan b. Larangan untuk berada di suatu atau beberapa tempat tertentu di wilyah Indonesia c. Keharusan untuk bertempat tinggal disuatu tempat tertentu di wilayah Indonesia d. Pengusiran atau deportasi dari wilayah Indonesia atau penolakan masuk ke wilayah Indonesia. Dengan demikian penyalahgunaan izin keimigrasian dapat dilakukan dengan 4 (empat) alternative seperti disebutkan diatas dengan alasan bahwa orang asing yang bersangkutan tidak mengindahkan peraturan yang mengatur keberadaan orang asing di wilayah Republik Indonesia. Berdasarkan uraian diatas tindakan-tindakan represif yang dapat diambil adalah pemidanaan, pengusiran (deportasi) dan memasukkan orang asing yang terlibat ke dalam daftar pencegahan dan penangkalan atau cekal (black list). a. Pemidanaan Fungsi pemidanaan adalah sebagai penjeraan, pada RUU keimigrasian terdapat perubahn dalam hal ancaman sanksi pidana, begitu juga tindak pidana penyalahgunaan izin keimigrasian yang diberikan kepadanya, yaitu diatur pada pasal 110, RUU keimigrasian yang berbunyi: 74 Dipidana dengan pidana paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak Rp. 25.000.000,- (dua puluh lima juta rupiah), orang asing yang dengan sengaja menyalahgunakan atau melakukan kegiatan yang

74

Lihat Pasal 10 RUU Keimigrasian.

Yoyok Adi Syahputra : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Penyalahgunaan Izin Keimigrasian Menurut Undang-Undang Ri No. 9 Tahun 1992 Tentang Keimigrasian (Studi Kasus Pengadilan Negeri Medan), 2007. USU Repository 2009

79

bertentangan dengan maksud dan tujuan pemberian izin tinggal yang diberikan kepadanya. b. Pengusiran Pengusiran atau deportasi (deportation) adalah suatu tindakan sepihak dari pemerintah berupa tindakan mengeluarkan orang asing dari wilayah Republik Indonesia karena berbahaya bagi ketentraman, kesusilaan, atau kesejahteraan umum. Selain itu, bagi orang asing yang masuk serta berada di wilayah Republik Indonesia dapat juga diusir. Ketentuan mengenai deportasi ini dapat dilihat pada pasal 42 Undang-undang no. 9 tahun 1992, khususnya pada ayat (2) point d. Menurut Sri Setianingsih bahwa: 75 Deportasi adalah pengusiran orang asing keluar wilayah Indonesia (keluar wilayah suatu negara) dengan alasan bahwa orang asing tersebut wilayahnya tidak dikendaki oleh negara yang bersangkutan. Sedangkan menurut I Wayan Parthiana, bahwa: 76 Hak suatu negara untuk mengusir orang asing yang berada di negaranya dikenal dengan pengusiran atau deportasi explution, pengusiran tersebut semata-mata berdasarkan kepentingan negara itu sendiri. Jadi tidak ada sangkut pautnya dengan negara asal atau negara dari mana dia semula datang. c. Black list (daftar cekal) Black list adalah istilah yang dipakai dalam bahasa sehari-hari untuk menggantikan daftar orang-orang yang tidak diperbolehkan meninggalkan Indonesia dan orang-orang yang tidak diperbolehkan memasuki wilayah Indonesia. Di dalam keimigrasian daftar ini disebut daftar pencegahan dan

75 76

I Wayan Tangun Susila, dkk, Op. cit, hal. 37 Ibid

Yoyok Adi Syahputra : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Penyalahgunaan Izin Keimigrasian Menurut Undang-Undang Ri No. 9 Tahun 1992 Tentang Keimigrasian (Studi Kasus Pengadilan Negeri Medan), 2007. USU Repository 2009

80

penangkalan. Di dalam pasal 1 angka 13 dan 14 Undang-undang no. 9 tahun 1992, disebutkan pengertian dari: Pencegahan adalah larangan yang bersifat sementara terhadap orangorang tertentu untuk keluar dari wilayah Indonesia berdasarlan alasan tertentu. Penangkalan adalah larangan yang bersifat sementara terhadap orangorang tertentu untuk masuk ke wilayah Indonesia berdasarkan alasan tertentu. Berdasarkan pasal 17 Undang-undang no. 9 tahun 1992, penangkalan terhadap orang asing dilakukan karena: a. Diketahui atau diduga terlibat dengan kegitan sindikasi kejahatan

internasional; b. Pada saat berada di negaranya sendiri atau di negara lain bersikap bermusuhan terhadap pemerintah Indonesia atau melakukan perbuatan yang mencemarkan nama baik bangsa dan negara Indonesia; c. Diduga melakukan perbuatan yang bertentangan dengan keamanan dan ketertiban umum, kesusilaan, agama dan adat kebiasaan masyarakat Indonesia; d. Atas permintaan suatu negara, orang asing yang berusaha menghindarkan diri dari ancaman dan pelaksanaan hukuman di suatu negara tersebut karana melakukan kejahatan yang juga diancam pidana menurut hukum yang berlaku di Indonesia; e. Pernah diusir atau dideportasi dari wilayah Indonesia; dan

Yoyok Adi Syahputra : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Penyalahgunaan Izin Keimigrasian Menurut Undang-Undang Ri No. 9 Tahun 1992 Tentang Keimigrasian (Studi Kasus Pengadilan Negeri Medan), 2007. USU Repository 2009

81

f. Alasan-alasanlain yang berkaitan dengan keimigrasian yang diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah. Mengenai pencegahan orang asing untuk memasuki wilayah RI diatur di dalam pasal 11, 12, 13, dan 14 Undang-undang no. 9 tahun 1992. Di dalam pasal disebutkan bahwa: (1) Pencegahan ditetapkan dengan keputusan tertulis. (2) Keputusan sebagaimana didalam ayat (1) memuat sekurang-kurangnya: a. Identitas orang yang terkena pencegahan b. Alasan pencegahan c. Jangka waktu pencegahan (3) Keputusan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) disampaikan dengan surat tercatat kepada orang-orang yang terkena pencegahan selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari terhitung sejak tanggal penetapan. Dari uraian di atas dapat ditegaskan bahwa pencegahan ditujukan kepada orang asing yang masih memiliki masalah di Indonesia, baik masalah politik, ekonomi, sosial budaya, pertahanan dan keamanan, keimigrasian, pidana, perdata dan lain sebagainya yang dapat mengganggu dan mengancam stabilitas nasional. Sedangkan penangkalan ditujukan hanya kepada orang asing yang hendak masuk ke wilayah Indonesia, orang asing mana pernah terlibat masalah-masalah sebagaimana disebutkan diatas.

Yoyok Adi Syahputra : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Penyalahgunaan Izin Keimigrasian Menurut Undang-Undang Ri No. 9 Tahun 1992 Tentang Keimigrasian (Studi Kasus Pengadilan Negeri Medan), 2007. USU Repository 2009

82

D. Peranan Aparatur Penegak Hukum dalam Menanggulangi Tindak Pidana Penyalahgunaan Izin Keimigrasian Aparatur penegak hukummencakup pengertian mengenai institusi penegak hukum dan aparat (orangnya) penegak hukum. Dalam arti sempit, aparatur penegak hukum yang terlibat tegaknya hukum itu, dimulai dari saksi, polisi, penasehat hukum, jaksa, hakim dan petugas-petugas sipir permastarakatan. Setiap aparat dan aparatur terkait mencakup pula pihak-pihak yang bersangkutan dengan tugas atau perannya yaitu terkait dengan kegiatan pelaporan atau pengaduan, penyelidikan, penyidikan, penuntutan, pembuktian, penjatuhan,vonis dan

pemberian sanksi, serta upaya permasyarakatan kembali (resosialisasi) terpidana. Dalam proses bekerjanya aparatur penegak hukum itu, terdapat 3 (tiga) elemen penting yang mempengaruhi, yaitu: (1) Institusi penegak hukum beserta berbagai prangkat sarana dan prasarana pendukung dan mekanisme kerja kelembagaannya; (2) Budaya kerja yang terkait dengan aparatnya, termasuk mengenai kesejahteraan aparatnya, dan (3) Perangkat peraturan yang mendukung baik kinerja kelembagaannya maupun yang mengatur materi hukum yang dijadikan standar kerja, baik hukum materilnya maupun hukum acaranya. Upaya penegakan hukum yang sistematik haruslah memperhatikan ketiga aspek itu secara simultan, sehingga proses penegakan hukum dan keadilan itu sendiri secara internal dapat terwujud secara nyata.
Yoyok Adi Syahputra : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Penyalahgunaan Izin Keimigrasian Menurut Undang-Undang Ri No. 9 Tahun 1992 Tentang Keimigrasian (Studi Kasus Pengadilan Negeri Medan), 2007. USU Repository 2009

83

1. Pengawasan keimigrasian Sesuai dengan undang-undang no. 9 tahun 1992 tentang Keimigrasian, pelayanan dan pengawasandi bidang keimigrasiandilaksanakan berdasarkan prinsip-prinsip yang bersifat selektif (selective policy). Berdasarkan prinsip ini hanya orang asing yang dapat memberikan manfaat bagi kesejahteraan rakyat, bangsa dan Negara Indonesia serta tidak membahayakan keamanan, ketertiban serta bermusuhan baik terhadap rakyat maupun Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945 yang diizinkan masuk atau keluar wilayah Indonesia. Dalam rangka mewujudkan prinsip selective policy diperlukan pengawasan terhadap orang asing. Pengawasan ini tidak hanya pada saat mereka masuk, tetapi selama mereka berada di Wilayah Indonesia termasuk kegiatankegiatannya. keimigrasian keimigrasian. 77 Dalam mewujudkan kebijaksanaan dimaksud serta mengantisipasi era globalisasi dan informasi yang semakin meningkat selaras dengan peningkatan arus lalu lintas orang asing, maka pelaksanaan pengawasan orang asing perlu diberikan prioritas utama. Pengawasan orang asing dimulai dari pemantauan Pengawasan baik yang Keimigrasian bersifat mencakup penegakan tindak hukum pidana

administratif

maupun

Direktur Pengawasan dan Penindakan Keimigrasian, Petunjuk Pemantauan Operasional Keimigrasian No.: F4-IL. 01. 10-1.1044 tentang Keradaan dan Kegiatan Orang Asing Di Indonesia, 1999, hal. 2.
Yoyok Adi Syahputra : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Penyalahgunaan Izin Keimigrasian Menurut Undang-Undang Ri No. 9 Tahun 1992 Tentang Keimigrasian (Studi Kasus Pengadilan Negeri Medan), 2007. USU Repository 2009

77

84

terhadap keberadaan dan kegiatannya serta operasi-operasi baik operasi khusus maupun rutin. Keberhasilan pengawasan orang asing sangat tergantung kepada berhasil tidaknya pelaksanaan pemantauan dilapangan. 78 a. Pemantauan keimigrasian dan operasional keimigrasian Pemantauan merupakan salah saru cara atau kegiatan/upaya yang dilakukan untuk mengetahui secara dini setiap peristiwa yang diduga mengandung unsur-unsur pelanggaran/kejahatan, abaik mengenai keberadaan maupun kegiatan orang asing. Pemantauan keimigrasian dapat berupa: 79 1) Memantau terhadap setiap peristiwa yang dapat diduga dan atau mengandung unsur-unsur terjadinya pelanggaran keimigrasian seperti penyalahgunaan izin tinggal sesuai visa yang bersangkutan. 2) Menginventarisir bahan keterangan berdasarkan modus operandi terjadinya pelanggaran keimigrasian serta pembinaan teknis tempat-tempat pemeriksaan keimigrasian. 3) Mengumpulkan bahan keterangan tetnang suatu peristiwa terjadinnya pelanggaran keimgrasian, pengumpulan dan penilaian bahan keterangan dari tempat-tempat pemeriksaan keimigrsian. Operasi adalah suaru kegiatan suatu objek tertentu terhadap yang dibatasi oleh tempat, waktu serta dana. 80 Unutk mengetahui setiap peristiwa yan diduga

78 79

Ibid, hal. 2 Ibnu Suud, Manajemen Keimigrasian, Amarja Press, 2005, hal. 55 80 Direktur Pengawasan dan Penindakan Keimigrasian, Op. cit. hal. 2
Yoyok Adi Syahputra : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Penyalahgunaan Izin Keimigrasian Menurut Undang-Undang Ri No. 9 Tahun 1992 Tentang Keimigrasian (Studi Kasus Pengadilan Negeri Medan), 2007. USU Repository 2009

85

mengandung unsur pelanggaran/kejahatan terhadap ketentuan yang berlaku dibidangkeimigrasian, dapat diperoleh dari setiap bahan keterangan yang mempunyai kaitan dengan perbuatan orang asing baik lalu lintas, keberadaan maupun kegiatannya. Dalam mencari dan menemukan keterangan yang berkaitan dengan peristiwa dimaksud agar diupayakan pelaksanaanya disesuaikan dengan jenis dan macam pelanggaran dalam bidang pembangunan, baik berupa pembangunan phisik maupun non phisik, dengan memperhatikan hak-hak azasi manusia dan senantiasa disertai dengan dasar hukum dalam artian dilengkapi dengan sudut perintah. Keberhasilan penyelenggaraan, sangat ditenteukan oleh kwalitas dan kwantitas pelaksanaan dalam menghadapi jenis dan macam pelanggaran kejahatan seperi halnya bentuk dan sifat pelanggaran politik ataupun pekerja terselubung. Oleh karena itu, upaya dalam mencari dan menemukan bahan keterangan perlu perencanaan melalui mekanisme adanya perencanaan yang matang, organisasi serta pengawasan dan koordinasi dengan memperhatikan situasi dan kondisi medan, sehingga pengambilan keputusan dapat dilakukan dengan cermat, tepat, berhasil guna dan berdaya guna. Upaya/ cara pemantauan dan operasi keimigrasian dapat berupa: 81

81

Ibid, hal. 3

Yoyok Adi Syahputra : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Penyalahgunaan Izin Keimigrasian Menurut Undang-Undang Ri No. 9 Tahun 1992 Tentang Keimigrasian (Studi Kasus Pengadilan Negeri Medan), 2007. USU Repository 2009

86

1) Pengamatan dengan panca indera secara teliti, cermat terhadap surat-surat, benda dan tempat kejadian untuk dapat gambaran yang lebih jelas baik secara keseluruhan atau lebih rinci. 2) Pembuntutan terhadp objek yang kaitan atau hubungan dengan peristiwaperistiwa yang akan, sedang dan atau telah terjadi 3) Penyusupan dalam ruang lingkup peristiwa atau golongan kegiatan peristiwa yang akan, sedang atau telah terjadinya unsur pelanggaran. 4) Melakukan wawancara dengan pihak-pihak yang mengetahui atau patut diduga mengetahui terjadinya peristiwa pelanggaran/kejahatan keimigrasian dengan memperhatikan sumber dan nilai keterangan. Adapun sasaran pemantauan adalah: 82 a. Orang asing 1) Orang asing pemegang izin singgah 2) Orang asing pemegang izin kunjung Wisata Sosial budaya Usaha/beberapa kali perjalanan 3) Orang asing pemegang izin tinggal terbatas 4) Orang asing pemegang izin tinggal tetap 5) Orang asing tanpa izin keimigrasian 6) Orang asing yang over stay

82

Ibid, hal. 5

Yoyok Adi Syahputra : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Penyalahgunaan Izin Keimigrasian Menurut Undang-Undang Ri No. 9 Tahun 1992 Tentang Keimigrasian (Studi Kasus Pengadilan Negeri Medan), 2007. USU Repository 2009

87

7) Orang asing imigran gelap 8) Orang asing yang melakukan kegiatan tidak sesuai dengan izin yang diberikan. b. Alat angkut 1) Niaga 2) Non niaga 3) Alat apung c. Bangunan-bangunan 1) Hotel, wisma, hostel dan sebagainya 2) Kantor-kantor/perusahaan yang mempekerjakan dan menampung tenaga kerja/orang asing 3) Rumah/asrama tempat orang asing bertempat tinggal Pelaksanaan pemantauan dilakukan baik secara terbuka maupun secara tertutup (undercover) dengan tahapan sebagai berikut:83 1. Mendatangi orang/tempat yang telah ditentukan; 2. Melakukan pemerikasaan terhadap orang asing tersebut beserta dokumen yang dimilikinya selanjutnya dilanjutkan dengan pemeriksaan di lapangan; 3. Menindaklanjuti dari hasil pemeriksaan, apabila ditemukan bukti-bukti permulaan atau patut diduga telah terjadi pelanggaran/kejahatan keimigrasian;

83

Ibid, hal. 6

Yoyok Adi Syahputra : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Penyalahgunaan Izin Keimigrasian Menurut Undang-Undang Ri No. 9 Tahun 1992 Tentang Keimigrasian (Studi Kasus Pengadilan Negeri Medan), 2007. USU Repository 2009

88

4. Melakukan pemeriksaan terhadap orang asing yang diduga melakukan pelanggaran/kejahatan yang diutangkan dalam berita Acara Pemeriksaan dan Berita Acara Pendapat.

b. Kerjasama pengawasan Untuk mensukseskan tugas pengawasan ini, jajaran Direktorat Jenderal Imigrasi harus bekerjasama dan berkoordinasi dengan aparat keamanan lainnya seperti pemerintah daerah, polisi atau aparat yang terkait lainnya. Kerjasama ini secara fungsi masing-masing tanpa mengganggu dan mencampuri teknis tugas instansi masing-masing. Pengawasan yang tertuju terhadap kemungkinan terjadinya pelanggaran, penyalahgunaan perizinan dan pemberian perizinan keimigrasian serta pengawasan atas imigran gelap. Lingkup tugas ini meliputi: 84 a. Pengawasan Mendeteksi kemungkinan terjadinya penyalahgunaan perijinan dan pemberian perijinan keimigrasian serta evaluasi dan laporan. b. Imigran gelap Mengawasi masuknya orang asing secara gelap (illegal) ke wilayah Indonesia yagn tidak didukung oleh dokumen resmi yang sah dan masih berlaku. Dan orang asing yang karena peraturan perundang-undangan telah dideportasi keluar Indonesia namun karena sesuatu dan lain hal belum dapat berangkat.

84

Ibnu Suud, Op. cit, hal. 56

Yoyok Adi Syahputra : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Penyalahgunaan Izin Keimigrasian Menurut Undang-Undang Ri No. 9 Tahun 1992 Tentang Keimigrasian (Studi Kasus Pengadilan Negeri Medan), 2007. USU Repository 2009

89

c.

Pengawasan perlintasan Mengawasi lau-lalangnya orang asing maupun warganegara Indonesia

yang melintasi tempat (pos) lintas batas dengan tetangga atas kemungkinan terjadinya pelanggaran keimigrasian. d. Pengawasan orang asing Adanya kerjasama antar instansi terkait dalam pengawasan orang asing di dalam wadah koordinasi pengawasan orang asing (SIPORA). Pelaksanaan kerjasama pengawasan ini diupayakan tanpa mengurangi tugas, fungsi dan wewenang masing-masing instansi dan dilakukan dengan cepat , tepat, lengkap terpadu dan aman.

2. Penindakan keimigrasian a. Penyidikan keimigrasian Dalam pasal 47 ayat (1) Undang-undang no. 9 tahun 1992 tentang Keimigrasian disebutkan: 85 selain Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia, juga Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Departemen yang lingkup tugas dan tangung jawabnya meliputi pembinaan keimigrasian diberi wewenang khusus sebagai penyidik sebagaimana dimaksud dalam Undangundang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana, untuk melakukan penyidikan tindak pidana keimigrasian.

85

Lihat pasal 47 ayat (1) Undang-undang no. 9 tahun 1992 tentang Keimigrasian

Yoyok Adi Syahputra : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Penyalahgunaan Izin Keimigrasian Menurut Undang-Undang Ri No. 9 Tahun 1992 Tentang Keimigrasian (Studi Kasus Pengadilan Negeri Medan), 2007. USU Repository 2009

90

Di dalam Undang-undang no. 9 tahun 1992 diatas, penyidikan keimigrasian adalah suatu proses penyidikan yang dilakukan oleh Penyidik

Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia juga PPNS imigrasi terhadap setiap orang yang melakukan perbuatan sebagai tindak pidana keimigrasian. Dengan demikian penyidikan hanya dapat dilakukan oleh kedua pejabat yang telah

disebutkan di atas. Dengan demikian disamping menjalankan tugas sebagai aparat pelayanan keimigrasian, aparat imigrasi juga bertugas sebagai aparat penegak hukum 86. Dalam pasal 47 ayat (2) disebutkan: 87 Penyidik Pejabat Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berwenang: a. Menerima laporan tentang adanya tindak pidana keimigrasian; b. Memanggil, memeriksa, menggeledah, menangkap, menahan sesorang yang disangka melakukan tindak pidana keimigrasian; c. Memeriksa dan/atau menyita surat-surat, dokumen-dokumen, Surat

Perjalanan, atau benda-benda yang ada hubungannya dengan tindak pidana keimigrasian; d. Memanggil orang untuk didengar keterangannya sebagai saksi;

Ramadhan K. H dan Abrar Yusra, Lintas Sejarah Imigrasi Indonesia, Dirjen Imigrasi Hukum dan HAM RI, 2005, hal. 152. 87 Lihat pasal 47 ayat (2) Undang-undang No. 9 tahun 1992 tentang Keimigrasian
Yoyok Adi Syahputra : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Penyalahgunaan Izin Keimigrasian Menurut Undang-Undang Ri No. 9 Tahun 1992 Tentang Keimigrasian (Studi Kasus Pengadilan Negeri Medan), 2007. USU Repository 2009

86

91

e. Melakukan pemeriksaan di tempat-tempat tertentu yagn diduga terdapat suratsurat, dokumen-dokumen, Surat Perjalanan, atau benda-benda lain yang ada hubungannya dengan tindak pidana keimigrasian; f. Mengambil sidik jari dan memotret tersangka. Wewenang ini sudah sesuai dengan ketetuan dari pasal 7 ayat (2) Undangundang no. 8 tahun 1981 (KUHAP) yang menyebutkan bahwa penyidik sebagaimana dimaksud dalam pasal 6 ayat (1) huruf b mempunyai wewenang sesuai dengan undang-undang yang menjadi dasar hukumnya masing-masing dan dalam pelaksanaan tugasnya berada di bawah koordinasi dan pengawasan penyidik tersebut dalam pasal 6 ayat (1) huruf a. Pejabat Pegawai Negeri Sipil mempunyai wewenang sesuai dengan undang-undang yang menjadi dasar hukumnya masing-masing dan dalam pelaksanaan tugasnya berada di bawah tangan koordinasi dan pengawasan penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia. SK Markas Besar Kepolisian RI No. Pol S. SKep/369/X/1985 yang menyatakan bahwa kooradinasi adalah suatu bentuk hubungan kerja antara penyidik Polri dengan Pegawai Negeri Sipil dalam rangka pelaksanaan penyidikan tindak pidana yang menyangkut bidang tertentu. Adapun wujud koordinasi dapat berupa: 1. Mengatur dan menerangkan lebih lanjut dalam keputusan instansi bersama. 2. Mengadakan rapat-rapat berkala pada waktu-waktu yang dipandang perlu.

Yoyok Adi Syahputra : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Penyalahgunaan Izin Keimigrasian Menurut Undang-Undang Ri No. 9 Tahun 1992 Tentang Keimigrasian (Studi Kasus Pengadilan Negeri Medan), 2007. USU Repository 2009

92

3. Menunjuk

sesorang

atau

lebih

pejabat

dari

masing-masing

Departemen/instansi yang secara fungsionl dan menangani penyidik Pegawai Negeri Sipil dengan penghubung 4. Menyelenggarakan pendidikan dan latihan penyidik Pegawai Negeri Sipil dengan penekanan dibidang pendidikan. Sedangkan yang dimaksud dengan pengawasan adalah proses

pengamatan pelaksanaan penyidikan yang dilakukan dapat dibenarkan secara materil maupun formal dan berjalan sesuai dengan yang berlaku, adapun wujud pengawasan ini meliputi: 1. Pengawasan kegiatan penyidik yang sedang dilakukan oleh penyidik Pegawai Negeri Sipil serta memberikan pengawasan teknis. 2. Pengawasan teknis dalam rangka pembinaan dan peningkatan kemampuan penyidik Pegawai Negeri Sipil dan memberikan petunjuk bila terdapat kekurangan-kekurangan untuk disempurnakan. Keseluruhan ini merupakan penjabaran dari pasal 7 ayat (1) UU No. 8 tahun 1981 (KUHAP) dan juga merupakan bantuan yang dapat diberikan oleh penyidik sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 6 ayat (1) huruf a KUHAP kepada Penyidik Pegawai Negeri Sipil seperti yang diatur oleh pasal 47 UU No. 9 tahun 1992. Proses penyidikan ini dilakukan sebagai Pro Justisia yang akan segera diajukan ke Pengadilan untuk diadili, dan bertugas melakukan identifikasi pengumpulan, pemilahan, pengevaluasian tindak pidana pelanggaran dan
Yoyok Adi Syahputra : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Penyalahgunaan Izin Keimigrasian Menurut Undang-Undang Ri No. 9 Tahun 1992 Tentang Keimigrasian (Studi Kasus Pengadilan Negeri Medan), 2007. USU Repository 2009

93

kejahatan keimigrasian yang diatur dalam Undang-undang no. 9 tahun 1992 tentang Keimigrasian. 88

b. Sanksi hukum terhadap pelaku tindak pidana penyalahgunaan izin keimigrasian Sanksi hukum terhadap pelaku tindak pidana penyalahgunaan izin keimigrasian dapat dilakukan dengan cara: 1) Pro justitia Apabila kasus terhadap tindak pidana penyalahgunaan izin keimigrasian yang ditangani oleh pihak keimigrasian ingin ditempuh dengan cara pro justitia, maka hal harus dilakukan oleh petuga keimigrasin adalah: a. Membuat berkas hasil penyelidikan sesuai dengan ketentuan yagn berlaku; b. Menyampaikan hasil pemberkasan kepada Penuntut Umum melalui polisi; c. Mengikuti perkembangan persidangan; d. Bila telah selesai melaksanakan keputusan Pengadilan, koordinasi dengan Lembaga Pemasyarakatan untuk proses pemulangan. Tetapi jalan ini jarang sekali ditempuh oleh pihak keimigrasian dalam kasus penyalahgunaan izin keimigrasian. Hal ini dikarenakan apabila kasus tersebut diajukan ke pengadilan akan menggunakan upaya hukum mulai dari banding, kasasi dan jika perlu grasi yang akan digunakan oleh warga negara asing yang terlibat tindak pidana penyalahgunaan izin keimigrasian, akan sangat

88

Ibnu Suud, Op. cit, hal. 57

Yoyok Adi Syahputra : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Penyalahgunaan Izin Keimigrasian Menurut Undang-Undang Ri No. 9 Tahun 1992 Tentang Keimigrasian (Studi Kasus Pengadilan Negeri Medan), 2007. USU Repository 2009

94

merugikan negara, karena dalam hal ini negara akan mengeluarkan biaya besar untuk menjalani proses pro justitia tersebut. Ditambah lagi orang asing tersebut tidak memiliki uang untuk membayar ongkos biaya perkara. Maka akan lebih efektif apabila dilakukan dengan cara non pro justitia. 89 2) Non pro justitia Menurut pertimbangan polits, ekonomis, serta sosial dan budaya serta kemananan, maka akan lebih efektif apabila dilakukan tindakan keimigrasian. Tindakan Keimigrasian adalah tindakan administratif dibidang

keimigrasian yang dilakukan oleh pejabat imigrasi berupa: 1) Pembatasan, perubahan atau pembatalan izin keberdaan; 2) Larangan untuk berada disuatu atau beberapa tempat tertentu di wilayah Indonesia; 3) Keharusan untuk bertempat tinggal di suatu tempat tertentu di wilayah Indonesia; 4) Pengusiran atau deportasi dari wilayah Indonesia atau penolakan masuk ke wilayah Indonesia. Tindakan keimigrasian dilakukan sebagai sanksi administratif terhadap orang asing yang melanggar peraturan keimigrasian dan ketentuan-ketentuan lainnya mengenai orang asing sesuai dengan dimaksud dalam pasal 19 keputusan Menteri Kehakiman Republik Indonesia Nomor: M.02-PW.09.02 tanggal 14

89

Hasil wawancara dengan Pejabat Imigrasi Seksi Wasdakim, Kantor Imigrasi Polonia

Medan.
Yoyok Adi Syahputra : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Penyalahgunaan Izin Keimigrasian Menurut Undang-Undang Ri No. 9 Tahun 1992 Tentang Keimigrasian (Studi Kasus Pengadilan Negeri Medan), 2007. USU Repository 2009

95

Maret tahun 1995 tentang Tata Cara Pengawasan, Pengajuan Keberatan Orang Asing dan Tindakan Keimigrasian. Tindakan Keimigrasian dapat dilakukan terhadap oaring asing pemegang izin Keimigrasian atau tanpa izin keimigrasian, mulai saat masuk, berada dan akan meninggalkan wilayah Indonesia. Dalam hal terjadi tindak pidana penyalahgunaan izin keimigrasian, maka berdasarkan data yang diperoleh baik dari kantor kepolisian maupun kantor imigrasi sangat sedikit yang ditindaklanjuti secara pro justitia. Hal ini bukan menandakan bahwa kasus tentang penyalahgunaan izin keimigrasian sangat sedikit, tetapi karena kedua instansi ini lebih banyak melakukan tindakan keimigrasian yaitu berupa pendeportasian ke negara asal tanpa melalui proses pro justitia walaupun telah ada pengaturannya dalam Undang-undang no. 9 tahun 1992 tentang Keimigrasian. 90 Pihak Kepolisian dan Keimigrasian menyebutkan beberapa alasan dan pertimbangan melakukan tindakan keimigrasian yang berupa pendeportasian yang oleh pihak keimigrasian (walupun penangkapan dilakuakn oleh pejabat imigrasi), yaitu: a. Masalah kepraktisan, yaitu penanganan suatu kasus dengan cara

pendeportasian tidak memakan waktu yagn lama atau berlarut-larut, jika dibandingkan dengan pro justitia. Ancaman hukuman penjara maksimum

Hasil wawancara dengan Kanit Pengawasan Orang Asing (POA) Poltabes Medan Sekitarnya Pada tanggal 9 Agustus 2007
Yoyok Adi Syahputra : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Penyalahgunaan Izin Keimigrasian Menurut Undang-Undang Ri No. 9 Tahun 1992 Tentang Keimigrasian (Studi Kasus Pengadilan Negeri Medan), 2007. USU Repository 2009

90

96

hanya lima tahun sehingga hukuman akan selesai jika dikurangi dengan masa penahanan. Selain itu jenis hukuman yang diancamkan berupa pidana alternative atau jika didenda belum tentu mereka memiliki uang. Karena itu yagn dihasilkan tidak sesuai dengan yagn diharapkan. b. Masalah sumber daya manusia khususnya petugas imigrasi, baik dari segi kualitas maupun kwntitas yang sangat kurang. Apabila penanganan masalah ini untuk dilakukan secara pro justitia masih sedikit yang dilengkapi pengetahuan sebagai PPNS. c. Masalah anggaran dana yang dialokasikan untuk melakukan tindakan hukum di kantor Imigrasi sangat terbatas. Hal ini tentu saja menghambat tugas para pejabat imigrasi atau PPNS dalam penyidikan. Tetapi apabila masalah penyalahgunaan izin keimigrasian tersebut menyangkut masalah permpokan bersenjata, peredaran narkoba, terorisme atau perdangan manusia (trafficking), maka sanksi hukum yang harus dijalankan adalah dengan cara pro-justitia, hal ini dikarenakan tindakan tersebut sudah sangat mengancam keamanan negara serta stabilitas nasional. 91

91

Hasil wawancara dengan Pejabat Imigrasi Seksi Wasdakim, Kantor Imigrasi Polonia

Medan.

Yoyok Adi Syahputra : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Penyalahgunaan Izin Keimigrasian Menurut Undang-Undang Ri No. 9 Tahun 1992 Tentang Keimigrasian (Studi Kasus Pengadilan Negeri Medan), 2007. USU Repository 2009

97

BAB IV KASUS DAN ANALISIS KASUS

A. Perkara Pidana No. 2493/Pid.B/2002/PN.Mdn Identitas Terdakwa Pengadilan Negeri Medan yang meemriksa dan mengadili perkara-perkara Pidana Biasa/ Singkat/ Cepat telah menyatakan bahwa terdakwa : 1. Nama Lengkap Tempat Lahir Umur/ Tgl. Lahir Jenis Kelamin : Dr. K. Mathiya HMBS als Raja : Malaysia : 59 Tahun/ 21 Desember 1943 : Laki-laki

Yoyok Adi Syahputra : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Penyalahgunaan Izin Keimigrasian Menurut Undang-Undang Ri No. 9 Tahun 1992 Tentang Keimigrasian (Studi Kasus Pengadilan Negeri Medan), 2007. USU Repository 2009

98

Kebangsaan Tempat Tinggal Agama Pekerjaan Pendidikan 2. Nama Lengkap Tempat Lahir Umur/ Tgl. Lahir Jenis Kelamin Kebangsaan Tempat Tinggal Agama Pekerjaan Pendidikan Kasus Posisi

: Malaysia : Jl. Karya Wisata No. 47 Medan : Hindu : Dokter : Sarjana : Dr. Kali Mutu Kumar Marimutu : Kedah Malaysia : 26 Tahun/ 04 Desember 1976 : Laki-laki : Malaysia : Jl. Binjai Km 5,5 Komp. RRI Medan : Hindu : Dokter Homeopati : Sarjana

Bahwa mereka terdakwa I, Dr. K. Mathiya H.M.B.S alias Raja dan terdakwa II, Dr. Kalimutu Kumar Marimutu secara bersama-sama atau bertindak secara sendiri-sendiri pada hari Jumat tanggal 16 Agustus 2002 sekitar pukul 14.30 Wib atau setidak-tidaknya pada suatu waktu dalam tahun 2002, bertempat di Jl. Karya Wisata No. 47 Medan dan di Jl. Binjai Km 5,5 Komp. RRI Medan
Yoyok Adi Syahputra : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Penyalahgunaan Izin Keimigrasian Menurut Undang-Undang Ri No. 9 Tahun 1992 Tentang Keimigrasian (Studi Kasus Pengadilan Negeri Medan), 2007. USU Repository 2009

99

atau setidak-tidaknya disuatu tempat yang masih termasuk daerah hukum Pengadilan Negeri Medan, orang asing yang dengan sengaja menyalahdunakan atau melakukan kegiatan yang tidak sesuai dengan maksud pemberian izin keimigrasian yang diberikan kepadanya, perbuatan mana dilakukan terdakwaterdakwa dengan cara sebagai berikut : Mula-mula terdakwa-terdakwa selaku Warga Negara Malaysia datang berkunjung ke Indonesia melakukan perjalanan kunjungan praktek yaitu terdakwa I dengan Visa Sosial Budaya sedangkan terdakwa II menggunakan Pasport Malaysia dengan Visa Turis selama 2 (dua) bulan, namun ternyata setelah tiba di Indonesia yaitu kota Medan ternyata terdakwa-terdakwa membuka Klinik Homeopati di Medan dan bekerja selaku Dokter Homeopati pada klinik tersebut di kota Medan, sedangkan terdakwa-terdakwa datang ke Indonesia hanya diperbolehkan untuk wisata namun ternyata terdakwa-terdakwa bekerja maupun mengajar yang sifatnya mencari keuntungan, sedangkan dalam Pasport terdakwaterdakwa menggunakan Visa hanay selama 60 (enam puluh) hari selaku Visa Turis dan Pelancong namun ternyata terdakwa-terdakwa selaku Dokter pada Klinik Homeopati di Jl. Karya Wisata No. 47 Medan dan di Jl. Binjai Km 5,5 Komp. RRI Medan telah membuka Klinik Homeopati dengan menerima pasien yang berobat dan rawat inap kliniknya dengan biaya sekali berkunjung antara Rp. 30.000,- (tiga puluh ribu rupiah) s/d Rp. 50.000,- (lima puluh ribu rupiah) dimana terdakwa-terdakwa dalam membuka Klinik Homeopati tersebut tidak berubah

Yoyok Adi Syahputra : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Penyalahgunaan Izin Keimigrasian Menurut Undang-Undang Ri No. 9 Tahun 1992 Tentang Keimigrasian (Studi Kasus Pengadilan Negeri Medan), 2007. USU Repository 2009

100

Hukum dan tidak memiliki Izin dari Menteri Kesehatan sesuai dengan persyaratan mendirikan Klinik/Balai pengobatan yang harus memiliki, yaitu : Adanya permohonan yang ditujukan ke Dinas Kesehatan Kota Medan, Adanya penanggung jawab klinik, Adanya izin/keterangan ketenagakerjaan medis dan Para Medis, Keterangan adanya obat-obatan/alat yang dipergunakan, Keterangan izin lokasi/ Denah, KTP yang berdomisili di Kota Medan, serta Izin-izin lainya yang menyangkut tentang usaha dan Bidang Kesehatan.

Sedangkan Izin Rekomendasi dari Dinas Kesehatan Tingkat I Propinsi dan Izin dari Menteri Kesehatan, dan terdakwa-terdakwa dalam memberikan obat-obatan kepada para pasien yang datang berobat ke Klinik Homeopati tersebut tidak memiliki izin untuk memproduksi obat-obatan dan komposisi dari obat-obatan tidak ada dibuatkan dalam labelnya, selain itu terdakwa-terdakwa juga telah menerima siswa/ murid sebanyak 20 (dua puluh) orang dengan menerima biaya pendidikan selama 6 (enam) bulan sebesar Rp. 3.000.000,- (tiga juta rupiah rupiah) persiswa, sedangkan waktu kuliah/belajar pada hari kamis san jumat dari pukul 19.00 Wib s/d pukul 20.00 Wib, oleh karena terdakwa-terdakwa dalam membuka Klinik Hemeopati tersebut tidak memiliki Badan Hukum dan tidak memiliki izin lalu kemudian terdakwa-terdakwapun ditangkap petugas Kepolisian Poltabes Medan.

Yoyok Adi Syahputra : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Penyalahgunaan Izin Keimigrasian Menurut Undang-Undang Ri No. 9 Tahun 1992 Tentang Keimigrasian (Studi Kasus Pengadilan Negeri Medan), 2007. USU Repository 2009

101

Dalam surat tuntutannya Jaksa Penuntut Umum menguraikan berbagai tuntutannya sebagai berikut : 1. Menyatakan terdakwa Dr. K. Mathiya HMBS dkk, bersalah melakukan tindak pidana menyalahgunakan izin sebagaimana diatur dalam Pasal 50 UU RI No. 9 Tahun 1992 dalam dakwaan kesatu. 2. Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Dr. K. Mathiya HMBS dkk, dengan pidana denda masing-masing Rp. 25.000.000,- (dua puluh lima juta rupiah) subsider 3 (tiga) bulan kurungan dengan perintah terdakwa tetap ditahan/terdakwa supaya ditahan (jika terdakwa tidak ditahan). 3. Menyatakan barang bukti berupa obat-obatan dirampas untuk dimusnahkan dan Pasport An. Terdakwa-terdakwa dikembalikan kepada terdakwaterdakwa. 4. Menetapkan supaya terpidana dibebani biaya perkara sebesar Rp. 1.000,(seribu rupiah).

Putusan Perkara Pidana No. 2493/Pid.B/2002/PN.Mdn Hakim Pertama yang mengadili perkara ini dalam putusannya memberikan pertimbangan hukum sebagai berikut : Bahwa dari keterangan saksi-saksi dan terdakwa dihubungkan dengan barang bukti yang diajukan di persidangan, majelis telah menemukan adanya fakta-fakta yuridis sebagai berikut;
Yoyok Adi Syahputra : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Penyalahgunaan Izin Keimigrasian Menurut Undang-Undang Ri No. 9 Tahun 1992 Tentang Keimigrasian (Studi Kasus Pengadilan Negeri Medan), 2007. USU Repository 2009

102

Terdakwa didakwakan Jaksa Penuntut Umum melakukan tindak pidana yang diatur dan diancam dalam pasal 80 ayat (2) UU RI No. 23 tahun 1992 tentang Kesehatan jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 50 UU RI No. 9 Tahun 1992 tentang Keimigrasian; Tentang Kesehatan : 1. Unsur-unsur Objektif a. Barang Siapa Berdasarkan Fakta-fakta dan keterangan para saksi serta keterangan terdakwa sendiri didukung alat bukti yang telah disita, sebagai subjek hukum yang dapat dipertanggung jawabkan perbuatannya adalah keterangan terdakwa Dr. K. Mathiya H.M.B.S serta Dr. Kali Mutu Kumar Marimutu b. Dengan Sengaja Jelas perbuatan yang dilakukan terdakwa-terdakwa Dr. K.Mathiya H.M.B.S dan Dr. Kali Mutu Kumar Malimutu dengan sengaja menghimpun dana untuk kesehatan yang diambil dari para mahasiswa yang mengikuti pendidikan Homeopati yang dilakukan di Rumah Sakit Homeopati yang terletak di jalan Binjai Km 5,5 Medan atau di Komp. RRI Cabang Medan. c. Menyelenggarakan Kesehatan

Yoyok Adi Syahputra : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Penyalahgunaan Izin Keimigrasian Menurut Undang-Undang Ri No. 9 Tahun 1992 Tentang Keimigrasian (Studi Kasus Pengadilan Negeri Medan), 2007. USU Repository 2009

103

Kedua terdakwa Dr. K. Mathiya H.M.B.S dan Dr. Kalimutu Kumar Marimutu telah melakukan pengobatan secara alternatif dengan cara mendirikan klinik serta Rumah Sakit Homeopati tanpa memiliki izinnya, dan menerima pasien untuk rawat jalan serta rawat nginap bagi setiap pasien yang berobat kepada terdakwa; 2. Unsur-Unsur Subjektif a. Tidak berbentuk badan hukum Klinik serta Rumah Sakit Homeopati Megawati Sukarno Putri didirikan kedua terdakwa tersebut jelas tidak berbentuk badan hukum karena tidak mempunyai izinnya, tentang pendirian Klinik Homeopati Megawati Sukarno Putri tersebut b. Tidak memiliki Izin operasional Klinik serta Rumah Sakit Homeopati Megawati Sukarno Putri tidak mempunyai izin operasionalnya. Dibuktikan dengan tidak adanya suratsurat yang sah tentang adanya Klinik serta Rumah Sakit Homeopati Megawati Sukarno Putri tersebut serta Rumah Sakit

Keimigrasian : 1. Unsur-unsur Objektif a. Orang asing

Yoyok Adi Syahputra : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Penyalahgunaan Izin Keimigrasian Menurut Undang-Undang Ri No. 9 Tahun 1992 Tentang Keimigrasian (Studi Kasus Pengadilan Negeri Medan), 2007. USU Repository 2009

104

Benar keduan terdakwa tersebut yaitu Dr. K. Mathiya H.M.B.S dan Dr. Kalimutu Kumar Marimutu adalah orang asing atau warga Negara asing atau warga Negara Malaysia; b. Dengan Sengaja Benar kedua terdakwa tersebut yaitu Dr. K. Mathiya H.M.B.S dan Dr. Kalimutu Kumar Marimutu dengan sengaja datang ke Indonesia telah menyalahgunakan passport yang ada padanya; 2. Unsur-unsur Subjektif Melakukan kegiatan tidak sesuai izinnya Benar kedua terdakwa tersebut melakukan kegiatannya tidak sesuai dengan izin yang ada dimana ia datang ke Indonesia seharusnya hanya sebagai wisata saja akan tetapi visa tersebut ia gunakan untuk kepentingan mencari suatu pekerjaan atau keuntungan. Meninbang, bahwa oleh karena dakwaan kesatu primair, subsidair kedua sesuai pasal undang-undang dimaksud pasal 80 ayat (2) Sub Pasal 84 ayat (5) UU RI No. 23 tahun 1992 tentang kesehatan dan Pasal 50 UU RI No. 9 Tahun 1992 tentang Keimigrasian, terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan menurut HUKUM, maka ia terdakwa harus dinyatakan bersalah tentang hal ini, dan oleh karenanya dijatuhi hukuman;

Yoyok Adi Syahputra : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Penyalahgunaan Izin Keimigrasian Menurut Undang-Undang Ri No. 9 Tahun 1992 Tentang Keimigrasian (Studi Kasus Pengadilan Negeri Medan), 2007. USU Repository 2009

105

Menimbang bahwa oleh karena terdakwa dijatuhi hukuman maka terdakwa dihukum pula untuk membayar biaya perkara; Menimbang, bahwa oleh karena terdakwa dihukum maka dipandang perlu untuk tetap menahannya; Menimbang, bahwa sebelum menjatuhkan hukuman , maka majelis akan memperimbangkan hal-hal yang memberatkan maupun yang meringankan hukumannya terdakwa sebagai berikut: Hal-hal yang memberatkan : Bahwa perbuatan dari terdakwa-terdakwa dapat merugikan pemerintah republik Indonesia. Hal-hal yang meringankan : Ia terdakwa-terdakwa belum pernah dihukum; Memberikan keterangan yang jelas dan terang dipersidangan dan menyatakan menyesal dan berjanji tidak akan mengulangi perbuatan itu dikemudian hari yang akan datang/ tobat dan mempunyai tanggungan istri dan anak yang masih memerlukan pertanggungjawaban sebagai kepala keluarganya; Memperhatikan ketentuan pasal 80 ayat (2) sub Pasal 84 ayat (5) UU RI No. 23 tahun 1992 tentang kesehatan jo Pasal 50 UU RI No. 9 tahun 1992

tentang Keimigrasian dan ketentuan perundang-undangan yang berhubungan dengan perkara ini;
Yoyok Adi Syahputra : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Penyalahgunaan Izin Keimigrasian Menurut Undang-Undang Ri No. 9 Tahun 1992 Tentang Keimigrasian (Studi Kasus Pengadilan Negeri Medan), 2007. USU Repository 2009

106

MENGADILI Menyatakan Terdakwa :

1. Dr. K. MATHIYA H.M.B.S alias RAJA 2. Dr. KALIMUTU KUMAR MARIMUTU tersebut diatas telah trbukti dengan sah dan meyakinkan bersalah melakukan kejahatan Menyalahgunakan Izin; Menghukum Terdakwa-terdakwa dengan hukuman denda sebesar Rp. 7.500.000,- (tujuh juta lima ratus ribu rupiah) dengan ketentuan jika denda tersebut tidak dibayar harus diganti dengan hukuman kurungan selama 2 (dua) bulan; Menghukum terdakwa-terdakwa lagi membayar ongkos perkara sebanyak Rp. 1.000,- (seribu rupiah) Menyatakan barang bukti berupa obat-obatan diarmpas untuk

dimusnahkan dan pasport atas nama terdakwa dikembalikan kepada terdakwa; B. Analisis Putusan Setelah penulis mempelajari dan membaca pertimbangan hukum putusan Pengadilan Negeri Medan, maka dapat diketahui bahwasannya telah terjadi suatu tindak pidana di bidang Imigrasi yakni telah terjadinya penyalahgunaan ijin keimigrasian yang dilakukan oleh Terdakwa-terdakwa Dr. K. Mathiya H.M.B.S alias Raja dan Dr. Kalimutu Kumar marimutu keduanya berkebangsaan Malaysia
Yoyok Adi Syahputra : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Penyalahgunaan Izin Keimigrasian Menurut Undang-Undang Ri No. 9 Tahun 1992 Tentang Keimigrasian (Studi Kasus Pengadilan Negeri Medan), 2007. USU Repository 2009

107

yang telah mendirikan usaha atau praktek tanpa memiliki ijin untuk melakukan hal tersebut. Oleh karena itu keduanya dikenakan pidana karena telah melanggar ketentuan undang-undang yang berlaku di indonesia yakni Pasal 80 ayat (2) Sub Pasal 84 ayat (5) UU RI No. 23 tahun 1992 tentang kesehatan dan Pasal 50 UU RI No. 9 Tahun 1992 tentang Keimigrasian, berdasarkan pemeriksaan di persidangan menunjukkan bahwa Terdakwa-terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum. Pasal 80 ayat (2) UU RI No. 23 tahun 1992 tentang kesehatan menyatakan bahwa : Barangsiapa dengan sengaja menghimpun dana dari masyarakat untuk menyelenggaraakan pemeliharaan kesehatan, yang tidak berbentuk badan hukum dan tidak memiliki izin operasional serta tidak melaksanakan ketentuan tentang jaminan pemeliharaan kesehatan masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 Ayat (2) dan Ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah). Dari ketentuan Pasal ini perbuatan terdakwa-terdakwa telah terbukti tidka memiliki izin operasional dengan demikian secara otomatis tidak melaksanakan ketentuan jaminan pemeliharaan kesehatan masyarakat sebagai mana yang dimaksud Pasal 66 yang menyatakan : Ayat (2) : Jaminan pemeliharaan kesehatan masyarakat merupakan cara penyelenggaraan pemeliharaan kesehatan dan pembiayaannya, dikelola secara terpadu untuk tujuan meningkatkan derajat kesehatan, wajib dilaksanakan oleh setiap penyelenggara.
Yoyok Adi Syahputra : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Penyalahgunaan Izin Keimigrasian Menurut Undang-Undang Ri No. 9 Tahun 1992 Tentang Keimigrasian (Studi Kasus Pengadilan Negeri Medan), 2007. USU Repository 2009

108

Ayat (3) ; Penyelenggara jaminan pemeliharaan kesehatan masyarakat harus berbentuk badan hukum dan memiliki izin operasional serta kepesertaannya bersifat aktif. Berdasarkan ketentuan tersebut, selain merugikan keuangan negara dimana dengan adanya izin usaha seharusnya ada pemasukan kas negara baik dari pajak maupun biaya pengurusan izin pada umumnya. Dan juga bisa saja tidak ada jaminan kesehatan masyarakat di klinik yang mereka dirikan hal ini seharusnya menjadi pertimbangan hal yang memberatkan karena dapat dikatakan suatu hal yang penting jika dikaitkan dengan masalah kesehatan. Hal mana dinyatakan juga dalam sub Pasal 84 point 5 UU RI No. 23 tahun 1992 tentang kesehatan yang menyatakan Barang siapa : Menyelenggarakan sarana kesehatan yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58 Ayat (1) atau tidak memilki izin sebagaimana dimaksud dalam pasal 59 Ayat (1) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan atau pidana denda paling banyak Rp. 15.000.000,00 (lima belas juta rupiah). Pasal 58 Ayat (1) menyatakan bahwa : Sarana kesehatan tertentu yang diselenggarakan masyarakat harus berbentuk badan hukum. Pasal 59 Ayat (1) menyatakan bahwa : Semua penyelenggaraan sarana kesehatan harus memiliki izin. Pasal 50 UU RI No. 9 tahun 1992 tentang Keimigrasian menyatakan bahwa : Orang asing yang dengan sengaja menyalahgunakan atau melakukan kegiatan yang tidak sesuai dengan maksud pemberian izin keimigrasian yang diberikan kepadanya, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 25.000.000,-
Yoyok Adi Syahputra : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Penyalahgunaan Izin Keimigrasian Menurut Undang-Undang Ri No. 9 Tahun 1992 Tentang Keimigrasian (Studi Kasus Pengadilan Negeri Medan), 2007. USU Repository 2009

109

Berdasarkan

pertimbangan-pertimbangan

hukum

yang

ada

yang

ditemukan dari keterangan para saksi dan keterangan para terdakwa telah terbukti dan meyakinkan melanggar ketentuan pasal-pasal yang dimaksud di atas. Menurut penulis penentuan pasal-pasal terhadap tindakan para terdakwa telah benar. Tuntutan yang diajukan Jaksa Penuntut Umum menurut penulis kurang menekankan kepada unsur pemidanaan terhadap tindakan pelaku demikian juga vonis majelis hakim, hanya ditekankan pada pengenaan hukuman denda sejumlah uang. Hal mana menurut penulis tidak memberikan sifat penjeraan terhadap tindakan semacam ini sedangkan menurut teori telatif (Doeltheorie) 92 tujuan hukum pidana salah satunya adalah menjerakan, yang dimaksud dengan menjerakan disini adalah dengan penjatuhan hukuman, diharapkan si pelaku atau terpidana menjadi jera dan tidak mengulangi lagi perbuatannya (speciale preventie) serta masyarakat umum mengetahui bahwa jika melakukan perbuatan sebagaimana dilakukan terpidana, maka akan mengalami hukuman yang serupa (generale preventie). Hukuman yang dijatuhkan hanya sebatas denda sejumlah uang yang apabila kita lihat jumlahnya relative tidak memberatkan terdakwa-terdaka (para pelaku). Bisa saja dilain waktu para pelaku mengulangi perbuatannya dan yang ditakutkan banyak bermunculan tindakan-tindakan serupa baik itu dibidang

Leden Marpaung, Asas Teori Praktik Hukum Pidana ,Sinar Grafika, Jakarta, 2005, hal. 4.
Yoyok Adi Syahputra : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Penyalahgunaan Izin Keimigrasian Menurut Undang-Undang Ri No. 9 Tahun 1992 Tentang Keimigrasian (Studi Kasus Pengadilan Negeri Medan), 2007. USU Repository 2009

92

110

kesehatan atau bidang lainnya, hal mana akan dapat merugikan keuangan negara, kesehatan maupun keamanan masyarakat. Kasus-kasus semacam ini sebenarnya harus mendapat perhatian yang serius dari apart penegak hukum dengan segala kelengkapannya, namun kadang kala pelaksanaan dilapangan kebanyakan tidak sejalan dengna peraturan yang ada. Oleh karena itu sebenarnya yang perlu ditingkatkan adalah pemahaman dan kesadaran hukum serta tanggung jawab hukum para aparat penegak hukum dalam menjalankan tugasnya. Hal ini tujuannya adalah tidak lain untuk menciptakan dan membudayakan adanya sinkronisasi antara peraturan hukum yang ada dengan pelaksanaan di lapangan, tidak hanya dalam bidang keimigrasian dan kesehatan saja tetapi juga bidang-bidang lain yang menyangkut kepentingan publik atau masyarakat luas.

Yoyok Adi Syahputra : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Penyalahgunaan Izin Keimigrasian Menurut Undang-Undang Ri No. 9 Tahun 1992 Tentang Keimigrasian (Studi Kasus Pengadilan Negeri Medan), 2007. USU Repository 2009

111

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan Berdasarkan uraian-uraian penulisan skripsi ini, dapat diambil beberapa kesimpulan yaitu: 1. Faktor penyebab terjadinya penyalahgunaan izin keimigrasian adalah: a. Ruang lingkup fasilitas bebas visa yang terlalu luas yang mencakup kegiatan wisata,sosial budaya dan usaha, yang pada awalnya dimaksudkan untuk mengatur secar tegas fasilitas bebas visa, tetapi setalah pemberian fasilitas bebas visa dalam BVKS yang lebih luas ruang lingkupnya tetap ditemukan pelanggaran terhadap fasilitas bebas visa tesebut. Sehingga maksud dan tujuan dari BVKS sebagai pengganti BVW tidak tercapai, malah dipergunakan oleh orang asing sebagi salah satu cara masuknya imigran gelap ke Indonesia. b. Adanya perkembangan tenggang waktu dalam pemberian fasilitas bebas visa bagi wisata. Dimana wisatawan tersebut dapat menikmati wisata di Indonesia dalam kurun waktu 2 (dua) bulan. Tetapi tenggang waktu 2 (dua) bulan ini dirasakan terlalu panjang atau lama, karena fakta di
Yoyok Adi Syahputra : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Penyalahgunaan Izin Keimigrasian Menurut Undang-Undang Ri No. 9 Tahun 1992 Tentang Keimigrasian (Studi Kasus Pengadilan Negeri Medan), 2007. USU Repository 2009

112

lapangan menunjukkan bahwa wisatawan asing yang berkunjung ke Indonesia pada umumnya dan Medan pad khusunya jarang yang tinggal sampai 2 (dua) bulan. Panjang atau lamanya jangka waktu ini ternyata dapat memberikan peluang bagi wisatawan asing untuk melakukan pelanggaran dengan berbagi motivasi, seperi disalahgunakan untuk bekerja. c. Peranan petugas/pejabat/aparatur imigrasi sangat besar. Dan tidak dipungkiri, bahwa betapapun baiknya aturantntangkeimigrasian, jika para petugasnya bermental yang kurang baik, maka aturan itu tidak aka nada artinya. Terutama sekali para petugas yang bertugas di pintu-pintu masuknya orang asing ke Indonesia, jika mereka bertindak masa bodoh terhadap orang asing tersebut, maka orang asing yang dapat dengan leluasanya berkeliaran di Indonesia. 2. Upaya menanggulangi terjadinya suatu tindakan yang melanggar ketentuan izin keimigrasian dibedakan atas dua cara yaitu: a. Penanggulangan secara preventif b. Penanggulangan secara represif Dalam hal penanggulangan ini sangat erat kaitannya dengan hal pengawasan baik wisatawan yang masuk atau keluar wilayah Negara Republik Indonesia, dan melakukan kegiatan di wilayah Negara Republik Indonesia. Penanggulangan secara preventif adalah tindakan penanggulangan yang dilakukan dalam usaha untuk mencegah atau menjga kemungkinan yang terjadinya tindak
Yoyok Adi Syahputra : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Penyalahgunaan Izin Keimigrasian Menurut Undang-Undang Ri No. 9 Tahun 1992 Tentang Keimigrasian (Studi Kasus Pengadilan Negeri Medan), 2007. USU Repository 2009

113

pidana imigrasi dalam hal ini yaitu tindak pidana penyalahgunaan izin keimigrasian. Sedangkan dalam penaggulangan represif ini dapat dilakukan dengan cara pemidanaan, deportasi maupun black list. 3. Dalam proses penyidikan terhadap tersangka yang melakukan tindak pidana dibidang keimigrasian, khususnya penyalahgunaan izin keimgrasian, maka tunduk pada Undang-undang no. 9 tahun 1992 tentang Keimigrasian, yang juga tidak terlepas dengan ketentuan yang diatur dalam pasal-pasal KUHAP tentang penyidikan. 4. Dari data yang diperoleh, bahwa sanksi yang dijatuhkan oleh aparatur penegak hukum dalam kasus tindak pidana penyalahgunaan izin keimigrasian adalah lebih sering bersifat non pro justitia. Yang dapat berupa tindakan keimigrasian yang salah satunya pendeportasian. Hal ini dikarenakan mengingat adanya upaya hukum banding, kasasi, atau grasi yang dimiliki oleh warga negara asing apabila ditempuh dengan cara pro justitia. Hal ini tentu saja membuthkan biaya operasional yang cukup tinggi, mengingata dana orasional dari negara yang sangat terbatas. Karena menurut politis, dan ekonomis cara tindakan keimigrasian dianggap lebih praktis dan efisien. Kecuali masalah penyalahgunaan izin tersebut menyangkut masalah peredaran narkoba, terorisme, dan perdagangan manusia (trafickking), maka jalan pro justitialah yang harus ditempuh, agar menimbulkan efek jera bagi warga negara asing yang melakukan tindak pidana di bidang keimigrasian.

B. Saran
Yoyok Adi Syahputra : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Penyalahgunaan Izin Keimigrasian Menurut Undang-Undang Ri No. 9 Tahun 1992 Tentang Keimigrasian (Studi Kasus Pengadilan Negeri Medan), 2007. USU Repository 2009

114

1. Pada saat sekarang ini sedang disusun RUU tentang keimigrasian yang telah disosialisasikan oleh Tim dari Direktorat Jenrak Imigrasi, dengan adanya berbagai kritikan dan tanggapan terhadap RUU tersebut, sebaiknya Tim melakukan koreksi, dan koreksi yang patut untuk diperhatikan yaitu mengenai tata urutan peraturan-peraturan perundang-undangan tentang keimigrasian, agar nantinya walaupun telah disahakan menjadi Undang-undang tidak menambah kerancuan. Karena Undang-undang sebelumnya dianggap masih belum sempurna, karena masih banyak celah yang memungkinkan untuk warga negara asing melakukan tindak pidana di bidang keimigrasian. 2. Sebaiknya pemberian fasilitas bebas visa ditinjau ulang kembali dan dikembalikan kepada latar belakang pemberian fasilitas tersebut, yaitu hanya unutk wisata. Dan juga pemberian fasilitas tersebut sebaiknya dilakukan secara reciprocal atau prinsip timabal balik, hal ini juga menunjukkan bahwa Indonesia bukan hanya mengharapkan faktor ekonomi saja dari keunjungan wisatwan asing , tetapi juga menunjukkan martabat bangsa. Tenggang waktu pemeberian fasilitas bebas visa untuk wisata sebaiknya adalah 1 (satu) bulan dan dapt diperpanjang selam 30 (tiga puluh) hari, hal ini disebabkan karena penberian fasilitas bebas visa sekarang adalah 2 (dua) bulan dan ini terlalu lama, sedangkan rata-rata masa kunjungan wisatawan asing ke Indonesia pada umunya dan kota Medan khususnya adalah 3-4 (tiga sampai empat) minggu saja. Sehingga hal ini jangan sampai dimanfaatkan untuk melakukan kegiatan yang lain yang tidak sesuai dengan izin keimigrasiannya.
Yoyok Adi Syahputra : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Penyalahgunaan Izin Keimigrasian Menurut Undang-Undang Ri No. 9 Tahun 1992 Tentang Keimigrasian (Studi Kasus Pengadilan Negeri Medan), 2007. USU Repository 2009

115

3. Penegakan hukum di Indonesia terlihat lemah dan hanya mengandalkan tindakan pendeportasian, karena itu perlu para petugas/pejabat imigrasi dilengkapi dengan peningkatan kemampuan sumber daya manusia baik lewat pendidikan foramal meupun pendidikan latihan mengenai pelayanan dan pengawasan bagi orang asing atau wisatawan asing yang datang. Dan juga diadakan penindakan secara hukum bagi petugas/pejabat imigrasi sendiri yang membantu stsu melakukan tindak pidana keimigrasian. Demikian juga yang penting adalah diperlengkapinya peralatan dengan kemajuan teknologi seperti sistem komputerisasi sehingga dapat melayani maupun memantau orang asing yang ada di wilayah Indonesia. 4. Dalam hal penanggulangan tindak pidana penyalahgunaan izin keimigrasian khsusnya black list atau cekal hendaknya mencerminkan prinsip-prinsip negara yang berdasarkan hukum, tidak berdasarkan kekuasaan belaka. Dan juga dalam mengkoordinasikan tindakan cekal agar dapat dengan cepat dilaksanakan sebelum orang yang dimaksud melarkan diri, maka peralatn komunikasi sangat diperlukan dan semua instansi dapat selalu memonitor setiap orang yang terkena daftar cekal apakah sudah habis waktunya atau belum.

Yoyok Adi Syahputra : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Penyalahgunaan Izin Keimigrasian Menurut Undang-Undang Ri No. 9 Tahun 1992 Tentang Keimigrasian (Studi Kasus Pengadilan Negeri Medan), 2007. USU Repository 2009

116

DAFTAR PUSTAKA

A. Ridwan Halim , Flora Liman Mangestu, 1992, Persoalan Praktis Filsafat Hukum dalam Himpunan Distingsi, UKI: Jakarta. Direktorat Jendral Imigrasi, Buku Petunjuk Keimigrasian RI Bagian I Visa Izin Tinggal, Jakarta, 1982. Hadi Kiswanto, 1983, Tugas Pokok dan Fungsi Direktorat Jendral Imigrasi, Departemen Kehakiman RI, Jakarta. H. S. Sjarif, 1996, Pedoman Penggunaan Tenaga Kerja Asing di Indonesia dan Peraturan-peraturannya, Sinar Grafika, Jakarta. Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 2001 Koerniatmanto, Soetoprawiro, 1996, Hukum Keimigrasian Indonesia, Gramedia, Jakarta. Kewarganegaraan dan

Leden Marpaung, 2005, Asas Teori Praktik Hukum Pidana, Sinar Grafika, Jakarta. Muladi & Barda Nawawi Arif, 1998, Teori-teori dan Kebijakan Pidana, Cetakan Ke-2, Alumni, Bandung Moeljatno, 2000, Asas-asas Hukum Pidana, Rineka Cipta, Jakarta.
Yoyok Adi Syahputra : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Penyalahgunaan Izin Keimigrasian Menurut Undang-Undang Ri No. 9 Tahun 1992 Tentang Keimigrasian (Studi Kasus Pengadilan Negeri Medan), 2007. USU Repository 2009

117

Nawani Arief, Barda, 2005, Beberapa Aspek Kebijakan Penegakan Hukum dan Pengembangan Hukum Pidana, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung. , 2001, Masalah Penegakan Hukum dan Kebijakan Penanggulangan Kejahatan, PT. Citra Aditya Bakti, Semarang. Purbacaraka, Purmadi, 1987, Penggarapan Disiplin Hukum dan Filsafat Hukum bagi Pendidikan Hukum, Rajawali, Jakarta. Ramadhan K. H dan Abrar Yusra, 2005 Lintas Sejarah Imigrasi Indonesia, Dirjen Imigrasi Hukum dan HAM RI, Jakarta.. R. Soesilo, 1988, Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentar Lengkap Pasal Demi Pasal , Politeia : Bogor. R. Felix Hadi Mulyatno dan Endar Sugiarto, 1987, Pabean, Imigrasi, dan Karantina, PT. Gramedia Pustaka, Jakarta. Santoso Imam, M, 2004, Perspektif Imigrasi dalam Pembangunan Ekonomi dan Ketahanan Nasional, UI Press, Jakarta. Soedarto, 1984, Kapita Selekta Hukum Pidana, Alumni, Bandung. Soekamto, Soerjono, 1983, Faktor-faktor yang mempengaruhi Penegakan Hukum, Jakarta : Rajawali Press, Jakarta. ,1984, Pengantar Penelitian Hukum, UI-Press, Jakarta Suud, Ibnu, 2005, Manajemen Keimigrasian, Amarja Press, Jakarta Teguh Prasetyo & Abdul Halim Barkatullah, 2005, Politik Hukum Pidana, Pustaka Pelajar, Yogyakarta.

Peraturan Perundang-undangan : KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA. KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM ACARA PIDANA PERATURAN PEMERINTAH RI NO. 32 TAHUN 1994 TENTANG VISA, IZIN MASUK, DAN IZIN KEIMIGRASIAN.

Yoyok Adi Syahputra : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Penyalahgunaan Izin Keimigrasian Menurut Undang-Undang Ri No. 9 Tahun 1992 Tentang Keimigrasian (Studi Kasus Pengadilan Negeri Medan), 2007. USU Repository 2009

118

UNDANG-UNDANG NOMOR KEIMIGRASIAN.

TAHUN

1992

TENTANG

Media Cetak dan Elektronik : http://www.google.com http://www.solusihukum.com Arief Rahman Kunjono, Illegal Migrants dan Sisitem Keimigrasian Indonesia: suatu tinjauan Analisis, Pintu Gerbang No. 44, Direktorat Jendral Imigrasi, Jakarta, 2002 Direktorat Jenderal Imigrasi, Imigrasi Daftar Ulang Warga Negara Asing, Pintu Gerbang No. 42, Jakarta, 2002. Lukman Bratamidjaja, Aspek Ilmu Perundang-undangan BVKS Bagian I, Pintu Gerbang No. 44, Direktorat Jendral Imigrasi, Jakarta, 2002. Saleh Wiramiharja, Langkah-langkah Baru Menunjang Peningkatan Profesionalisme Keimigrasian, Pintu Gerbang No. 45, Direktorat Jenderal Imigrasi, Jakarta, 2002.

Laporan : Bagir Manan, 2000, Hukum Keimigrasian dalam Sistem Hukum Nasional, disampaikan dalam Rapat Kerja Nasional Keimigrasian, Jakarta, 14 Januari 2000, hlm. 7 Direktur Pengawasan dan Penindakan Keimigrasian, Petunjuk Pemantauan Operasional Keimigrasian No.: F4-IL. 01. 10-1.1044 tentang Keradaan dan Kegiatan Orang Asing Di Indonesia, 1999. I Wayan Tangun Susila, dkk, Usaha Penanggulangan Tindak Pidana Imigrasi dan Imigrasi Gelap di Kota Madya Denpasar, Laporan Penelitian, Universitas Udayana dan PDII LIPI (Jakarta), Denpasar, 1993.

Yoyok Adi Syahputra : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Penyalahgunaan Izin Keimigrasian Menurut Undang-Undang Ri No. 9 Tahun 1992 Tentang Keimigrasian (Studi Kasus Pengadilan Negeri Medan), 2007. USU Repository 2009

119

Pusdiklat Pegawai Departemen Kehakiman, Beberapa Pedoman dan Ketentuan Tentang Imigrasi dan Ketatalaksanaan: Bahan Penataran Administrasi Apratur Kehakiman, Jakarta, 1982. Tim Analisa dan Evakuasi (Antonius Ginting, dkk), Analisa dan Evaluasi tentang Pengaturan Fasilitas Bebas Visa wisata bagi Orang Asing yang Berkunjung ke Indonesia (Laporan Penelitian), Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN), Jakarta, 1984.

Yoyok Adi Syahputra : Penegakan Hukum Pidana Terhadap Penyalahgunaan Izin Keimigrasian Menurut Undang-Undang Ri No. 9 Tahun 1992 Tentang Keimigrasian (Studi Kasus Pengadilan Negeri Medan), 2007. USU Repository 2009

You might also like