You are on page 1of 54

skip to main | skip to sidebar

KUMPULAN MAKALAH DAN ARTIKEL


Berbagai jenis makalah dan artikel tentang ilmu pengetahuan alam dan sosial

Jumat, 25 Desember 2009


Agama dan Sains
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi telah berjalan dengan demikian cepat. Sementara itu, pemahaman yang terkait dengan pengembangan teknologi yang mendasarkan pada keimanan berjalan lebih lambat. Para ilmuwan berargumentasi bahwa semua penelitian dilakukan dengan langkah yang dapat dipertanggungjawabkan, sebaliknya para agamawan lebih sibuk membicarakan persoalan akhirat dan pesan-pesan moral, tidak heran jika selalu terjadi benturan antara ilmu pengetahuan dan agama. Kaum agamawan memerlukan etika dalam arti, memakai akal budi dan daya pikirnya untuk memecahkan masalah bagaimana harus hidup kalau ia mau menjadi baik, jangan sampai akal budi dikesampingkan dari agama. Oleh karena itu kaum agamawan yang diharakan betul-betul memakai rasio dan memahami ilmu pengetahuan serta kemajuan teknologi. Pada sisi lainnya, kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi tidaklah dapat menjawab semua hal. Memang sains tidak dimaksudkan seperti itu, hal yang membuat sains begitu berharga adalah karena sains membuat kita belajar tentang diri kita sendiri sendiri (Leksono. 2001). Oleh karenanya diperlukan kearifan dan kerendahan hati untuk dapat memahami dan melakukan interpretasi maupun implementasi teknologi dan ilmu pengetahuan tanpa agama lumpuh, agama tanpa ilmu pengetahuan buta. Pergulatan Einstein dengan sains membawanya menemukan Tuhan (Rakhmat. 2003). Perkembangan sains dan ilmu pengetahuan manusia diilhami dari tumbuhnya sikap pencerahan rasional manusia sebagai masyarakat modern, dan dikenal sebagai sikap rasionalisme. Dengan pandangan rasionalisme, semua tuntunan haruslah dapat dipertanggungjawabkan secara argumentative (Suseno. 1992) Cirri paling utama dalam rasionalisme adalah kepercayaan pada akal budi manusia, segala seuatu harus dapat dimengerti secara rasional. Sebuah pernyataan hanyab boleh diterima sebagai sebuah kebenaran apabila dapat dipertanggungjawabkan secara rasional. Dalam sisi lainnya, tradisi, berbagai bentuk wewenang tradisional, dan dogma, adalah sesuatu yang tidak rasional bagi masyarakat modern. Perkembangan selama ini menunjukkan bahwa sains didominasi oleh aliran positivisme, yaitu sebuah aliran yang sangat mengedepankan metode ilmiah dengan menempatkan asumsi-asumsi metafisis, aksiologis dan epistemologis. Menurut aliran ini, sains mempunyai reputasi tinggi untuk menentukan kebenaran, sains merupakan dewa dalam beragam tindakan sosial, ekonomi, politik, dan lain-lain. Menurut sains, kebenaran adalah sesuatu yang empiris, logis, konsisten, dan dapat diverifikasi. Sains menempatkan kebenaran pada sesuatu yang bias terjangkau oleh indra manusia. Sedangkan agama menempatkan kebenaran tidak hanya meliputi hal-hal yang terjangkau oleh indra tetapi juga yang bersifat non indrawi. Sesuatu yang datangnya dari Tuhan harus diterima dengan keyakinan, kebenaran disini akan menjadi rujukan bagi kebenaran-kebenaran yang lain.

Sains dan agama berbeda, karena mungkin mereka berbeda paradigma, pengklasifikasian secara jelas antara sains dan agama menjadi suatu trend tersendiri di masyarakat zaman renaisan dan trend ini menjadi dasar yang kuat hingga pada perkembangan selanjutnya. Akibatnya, agama dan sains berjalan sendiri-sendiri dan tidak beriringan, maka tak heran kalau kemudian terjadi pertempuran di antara keduanya. Sains menuduh agama ketinggalan zaman, dan agama balik menyerang dengan mengatakan bahwa sains sebagai musuh Tuhan. 1.2. Rumusan Masalah Pembahasan mengenai ilmu pengetahuan dan agama tidak terlepas dari masalah dasar dari perdebatan, yaitu persoalan kebenaran dan persoalan etika dalam kehidupan. Oleh karena itu, diperlukan kearifan manusia untuk bersikap rendah hati dalam memahami esensi kebenaran dan etika dalam kehidupan ini. Dapat dijelaskan dalam menelaah fakta dan kebenaran yang ada di kitab suci maupun yang Nampak secara fisik di alam semesta ini diperlukan kearifan dan etika dalam proses pemahaman tersebut. Sikap arif dari manusia yang mencoba menginterpretasi hukumTuhan maupun hokum alam akan memberikan kesimpulan atas kebenaran yang ada dapat lebih dipertanggungjawabkan dalam konteks sains maupun dalam konteks religi. Ketika pada abad ke 17 dan ke 18 muncul pemahaman pencerahan di Eropa sebagai sikap penentang terhadap segala bentuk tradisi dan dogma, hal ini dianggap sebagai bentuk kesadaran akan hakekat manusia sebagai individu yang mempunyai akal budi. Zaman pencerahan ini membawa manusia semakin maju kea rah rasionalitas dan kesempurnaan moral (Suseno. 1992). Dengan pemahaman rasionalitas, ilmu pengetahuan telah tumbuh berkembang dan mendasarkan pada kegiatan pengamatan, eksperimen, dan deduksi menurut ilmu ukur. Dengan demikian manusia semakin bersikap rasional dalam memandang alam semesta. Gerakan-gerakan yang terjadi di alam, misalnya tidak lagi diyakini sebagai disebabkan oleh kekuatan-kekuatan gaib yang menggerakan dan berada dibelakangnya. Pergerakan itu diyakini terjadi didasarkan kekuatan-kekuatan objektif alam itu sendiri yang dikenal sebagai hukum alam. Etika dalam interpretasi dan implementasi hokum alam, dalam hal ini sains merupakan bahasan yang lebih rumit karena ha ini menyangkut hakekat penguasaan penentuan kehidupan maupun hal lain terkait dengan proses penciptaan, diperlukan pembelajaran etika, terutama dari kalangan saintis untuk terus melakukan observasi dan eksplorasi alam semesta ini. Dalam sudut pandang yang sama, penguatan eksistensi agama di dunia seharusnya juga dilakukan dengan lebih membuka diri pada ilmu pengetahuan dan teknologi. Bagaimanapun, ilmu pengetahuan dan teknologi adalah rahmat Tuhan sebagai hasil dari dibekalinya manusia dengan akal budi. Pemahaman yang lebih baik mengenai sains dan rasionalitas akan membuat para agamawan menjadi manusia yang juga akan sangat arif dalam menyikapi perintah Tuhan dalam menata kehidupan beragama manusia di dunia ini. BAB II PEMBAHASAN Dalam paparan berikut penulis akan mencoba membahas diskusi pertentangan agama dan sains ini dalam sub bahasan sebagai berikut : 1. Terdapat landasan bgi manusia untuk melakukan eksplorasi alam semesta. 2. Etika sains harus dibahas dari segala segi, baik dari sudut pandang ilmu pengetahuan, agama, maupun untuk kemaslahatan hidup manusia itu sendiri. 3. Manusia diberi akal untuk dipergunakan melihat kebenaran yang ada di alam semesta ini,

oleh karena itu kalangan agamawan juga seharusnya memaksimalkan penggunaan akal budi untuk mempelajari sains. Elaborasi dari topic bahasan tersebut adalah sebagaimana penulis paparkan dalam bagian berikut. A. Hakekat Mempelajari Sains Tuhan mempersilahkan manusia untuk memikirkan alam semesta berikut isinya dan segala konteksnya, kecuali jangan pernah memikirkan Dzat Tuhan, karena alam pikiran manusia tdak akan pernah mencapainya. Hal ini adalah sebagaimana tercantum dalam sebuah hadits Nabi : Pikirkanlah ciptaan Allah dan jangan memikirkan Dzat Allah, sebab kamu tak akan mampu mencapaiNya. Bahkan dalam QS Ar Rahmaan Ayat 33, Tuhan berfirman : Hai jamaah jin dan manusia, jika kamu sanggup menembus (melintasi) penjuru langit dan bumi, maka lintasilah, kamu tidak dapat menembusnya kecuali dengan kekuatan. Menurut hemat penulis, apa yang disabdakan Nabi dan yang difirmankan Tuhan ini memberikan kesempatan kepada manusia untuk melakukan pemikiran dan eksplorasi terhadap alam semesta. Upaya penaklukan ruang angkasa harus dilihat sebagai suatu ibadah manusia yang ditujukan selain untuk memahami rahasia alam, juga demi masa depan kehidupan manusia. Pencarian ilmu bagi manusia agamis adalah kewajiban sebagai bentuk eksistensi keberadaannya di alam semesta ini. Ilmu pengetahuan dapat memperluas cakrawala dan memperkaya bahan pertimbangan dalam segala sikap dan tindakan. Keluasan wawasan, pandangan serta kekayaan informasi akan membuat seseorang lebih cenderung kepada objektivitas, kebenaran dan realita. Ilmu yang benar dapat dijadikan sarana untuk mendekatkan kebenaran dalam berbagai bentuk. Orang yang berilmu melebihi dari orang yang banyak ibadah, ilmu manfaatnya tidak terbatas, bukan hanya bagi pemiliknya, tetapi ia membias ke orang lain yang mendengarkannya atau yang membaca karya tulisnya. Sementra itu, ibadah manfaatnya terbatas hanya pada sipelakunya. Ilmu dan pengaruhnya tetap abadi dan lestari selama masih ada orang yang memanfaatkannya, meskipun sudah beberapa ribu tahun. Tetapi pahala yang diberikan pada peribadahan seseorang, akan segera berakhir dengan berakhirnya pelaksanaan dan kegiatan ibadah tersebut. B. Kloning, Sebuah Pembelajaran Tentang Perdebatan Etika Sains Contoh kasus yang selalu menjadi menarik karena melibatkan perdebatan kaum ilmuwan dan agamawan adalah masalah kloning. Pada tahun 1997, keberhasilan proses kloning yang menghasilkan domba Dolly menjadi perhatian utama dunia ilmu pengetahuan. Keberhasilan ini memicu diskusi yang tidak pernah selesai mengenai eksistensi keilmuan di satu sisi dengan etika keagamaan di sisi lainnya. Teknik kloning ini terus berkembang secara cepat, dan dapat diterapkan tidak saja pada sel embrio, tetapi juga dapat diterapkan pada sel dewasa. Dengan kata lain, manusia telah mampu menciptakan suatu sel hidup sama seperti kita membuat foto copy dokumen dengan mesin foto copy. Persoalannya adalah debat dan diskusi yang muncul harus menjawab sebuah pertanyaan mendasar: Apakah semua hal yang bisa dilakukan memang patut dilakukan?. Dari sisi kemanusiaan misalnya, kloning manusia boleh jadi akan menjadi penyelamat bagi pasangan-pasangan tidak subur untuk memperoleh keturunan langsung. Sebaiknya bagi para etikawan dan agamawan, memegang teguh sebuah prinsip bahwa dalam ilmu pengetahuan tidak semua yang bias dilakukan patut dilakukan. Pada dewasa ini, penelitian mengenai kloning manusia berjalan terus sekalipun ditengah derasnya kritik dan kecemasan atas dasar-dasar prinsip etika. Etika agama yang bisa dilakukan belum tentu patut dilakukan berhadapan dengan semangat teknologi dan berjalan berdampingan. Kasus teknologi kloning memang akhirnya menjadi sebuah tantangan tersendiri bagi masing-masing pihak untuk meresponnya.

Ketika masalah kloning dibahas di PBB, Indonesia merupakan salah satu dari 37 negara yang abstain dalam pemungutan suara atas draf deklarasi majelis umum PBB pada 8 Maret 2005, yang berisi semua larangan bagi semua bentuk kloning manusia, termasuk kloning untuk keperluan medis. Sebanyak 84 negara mendukung deklarasi tersebut, sedangkan 34 negara menentang. Alasan Indonesia untuk bersikap abstain adalah karena masalah kloning tidak dapat diputuskan dengan cara pemungutan suara, harus dilakukan musyawarah dengan memandang berbagai latar belakang dan sudut pandang, termasuk agama. Kasus kloning akan tetap menjadi perdebatan antara kalangan ilmuwan dengan kalangan agamawan dan etikawan, dan masing-masing akan tetap berpegang pada sudut pandangnya. Jalan tengah yang perlu dibuat adalah kesepakatan logis bahwa seyogyanya agamawan tidak mengesampingkan akal budi, dan ilmuwan tidak mengesampingkan etika, diperlukan kearifan dan etika untuk memahami dan menginterpretasikan ijin Tuhan untuk melakukan eksplorasi alam semesta ini. Kasus kloning merupakan ujian atas bagaimana kalangan agamawan dan ilmuwan harus bersikap satu sama lain. Kasus kloning adalah kasus yang ada dipermukaan bumi, sehingga akan lebih mudah diinterpretasi dan dicerna untuk disikapi. Bagaimana dengan kasus yang tidak kasat mata? Kasus perbedaan interpretasi antara kalangan agamis dan saintis di bawah ini mencoba mendeskripsikan perbedaan pandangan tersebut. C. Kasus Pertentangan Saintis dan Agamawan Kasus pengucilan Galileo oleh Gereja Katolik merupakan contoh nyata betapa agama diinterpretasikan tidak dengan tepat dalam hal pencarian kebenaran, sekalipun Gereja Katolik merehabilitasi kesalahan tersebut 500 tahun kemudian, peristiwa tersebut tetap saja menjadi acuan betapa agama selalu ketinggalan dibandingkan dengan sains. Galileo Galilei (15 Februari 1564 8 Januari 1642) adalah seorang astronom, filsuf dan fisikawan Italia yang memiliki peran besar dalam revolusi ilmiah, ia diajukan ke pengadilan Gereja Italia pada 22 Juni 1633. Pemikirannya tentang matahari sebagai pusat tata surya bertentangan dengan keyakinan Gereja bahwa bumi adalah pusat alam semesta, pemikirannya ini menyebabkan Dinas Suci Inkuisi gereja Katolik mengucilannya. Otoritas tertinggi Gereja Katolik bahkan ingin menghapuskannya dari sejarah perkembangan ilmu pengetahuan manusia. Semua itu terjadi karena ilmuwan yang juga menulis puisi dan kritik sastra ini menyuarakan sebuah pandangan yang waktu itu dianggap sebagai sebuah kekafiran besar yang akan merusak akidah umat. Pandangan kosmologis yang dinggap kafir ini, yang juga dikenal sebagai sistem Heliosentris sebenarnya sudah dipikirkan oleh manusia sejak lebih dari 2.000 tahun yang silam. Karena ajaran Aristoteles dan kitab Suci Injil yang mengunggulkan sistem Geosentris yang dirumuskan Ptolomeus, sistem Heliosentris ini hilang dari dunia pengetahuan manusia. Sistem kosmos ini kemudian muncul kembali di Eropa Renaisans lewat pemikiran biarawan Nikolaus Kopernikus (1473 1543). Pandangan ini kemudian dikukuhkan oleh Johannes Kepler (1571 -1630) yang mengajukan sejumlah hokum gerak dan orbit benda-benda langit (Arsuka. 2004). Gaileo mencoba menandaskan kebenaran sistem Heliosentris dengan menggunakan teorinya sendiri yang ia anggap lebih kuat. Galileo berpendapat bahwa bumi bergerak mengintari matahari dan bahwa sistemm kopernikan lebih mendekati kenyataan daripada pandangan lain yang dikemukakan Aristoteles dan Ptolomeus. Teori Heliosentris Kopernikus member penjelasan sederhana atas gerak-gerak planet yang telah membingungkan kaum cerdik cendekia, sambil menata ulang susunan planet-planet yang sudah dikenal saat itu, sistem Heliosentris menawarkan diri sebagai sistem yang lebih masuk akal dibandingkan dengan sistem tradisional Geosentris. Saling menggugat pandangan religious klasik atas posisi manusia di alam semesta yang

menganggap bahwa bumi adalah pusat jagat raya, dan vatikan adalah pusat dunia, sistem Heliosentris tampak absurd dilihat dari sudut pandang pengetahuan fisika yang dipahami pada waktu itu. Sistem ini juga menentang pengalaman indrawi manusia yang dengan mata telanjang melihat matahari mengedari bumi dengan terbit di timur dan surut di barat. Sampai pada persimpangan abad ke-16 dan ke-17, para pemikir tumbuh dan terdidik dalam pemikiran Aristotelian, dalam faham fisika Aristoteles, benda-benda selalu bergerak menujun tempat mereka yang alami. Batu jatuh karena tempat alami benda-benda yang berbobot adalah pada pusat alam semesta, dan itu pula sebabnya maka bumi yang berat ini ada di tempatnya, yakni dipusat alam semesta itu. Menerima sistem Kopernikan bukan saja berarti manampik fisika Aristoteles dan membuang sistem geosentris Ptolomeus, itu juga berarti membantah kitab suci Injil yang dengan tegas menyebutkan bahwa bumi dipasak pada tempatnya. Oh, Thanku, kaulah yang Maha Besar kau pancangkan bumi pada fondasinya, tiada bergerak untuk selamanya. (Mazmur 103:1,5). Konflik Galileo Galilei dengan Gereja Katolik Roma adalah sebuah contoh awal konflik antara otoritas agama dengan kebebasan berpikir pada masyarakat barat. Sejarah pertentangan Galileo dengan Gereja seringkali hanya ditafsirkan sebatas ketertutupan agama terhadap sains. Padahal inti persoalannya adalah pertanyaan tentang kebenaran. Apakah sains memberi landasan bagi kita memperoleh kepastian mengenai dunia? Apakah sains bisa membawa kita untuk sampai pada kebenaran? Hokum agama kerapkali diterapkan dalam kehidupan manusia secara harafiah, sehingga penerapan tulisan dalam kitab suci mampu mengesampingkan argument ilmu pengetahuan sebagaimana terjadi dengan Galileo Galilei. Sebuah kasus menarik lainnya adalah menyangkut bagaimana sebuah ayat di Al Quran dinterpretasi secara sangat berbeda oleh kalangan agama (dalam hal ini Departemen Agama RI), dan oleh seorang ahli matematika dan fisika dari mesir. Ayat tersebut dalah QS As Sajdah Ayat 5: Dia mengatur urusan dari langit ke bumi, kemudian (urusan) itu naik kepadaNya dalam satu hari yang kadarnya adalah seribu tahun menurut perhitunganmu. Catatan kaki pada terjemahan versi Departemen Agama RI: maksud urusan itu naik kepadaNya ialah beritanya yang dibawah oleh malaikat. Ayat ini suatu tamsil bagi kebesaran Allah dan keagungannya, Pandangan agamawan dalam menafsirkan ayat di atas tergambar dari penafsiran yang dilakukan oleh Departemen Agama Republik Indonesia sebagaimana terdapat dalam catatan kaki pada terjemehan Al Quran versi Departemen Agama RI, bahawa ayat tersebut hanyalah merupakan tamsil atau perumpamaan semata atas keagungan dan kebesaran Tuhan. Contoh penafsiran yang dilakukan oleh Departemen Agama RI ini adalah contoh nyata betapa penafsiran ayat-ayat yang terdapat dalam kitab suci belum dilakukan dengan pendekatan rasionalitas ilmu pengetahuan modern, penafsiran seperti itu bias di mafhumi karena tentu dilakukan dengan dsar pandangan dogmastis yang lebih sempit dri sutu otoritis tradisional yang mempunyai keterbatasan pemahaman sains dan ilmu pengetahuan alam modern seperti matematika, fisika maupun astronom. Sementara itu, Dr. Mansour Hassab Elnaby, seorang ahli matematikadan fisika dari Mesir, dengan pemahaman fisika dan matematikanya mencoba menginterpretasikan ayat diatas dari sudut pandang teori fisika, matematika dan astronomi. Mengacu pada QS As Sajdah Ayat 5, Dr. Mansour menyampaikan bahwa jarak yang dicapai sang urusan selama satu hari adalah sama dengan jarak yang ditempuh bulan selama 1.000 tahun atau 12.000 bulan. Dr. Mansour menyatakan bahwa sang urusan inilah yang diduga sebagai sesuatu yang berkecepatan cahaya. Dr. Mansour Hassab Elnaby, mengurakan secara jelas dan sistematis tentang cara menghitung kecepatan cahaya berdasarkan ayat Al Quran diatas. Dalam menghitung menghitung kecepatan

cahaya ini, Dr. Mansour menggunakan sistem yang lazim dipakai oleh ahli astronomi yaitu sistem siderial. Dengan pendekatan ini Dr. Mansour membuktikan secara matematis bahwa hubungan sehari = seribu tahun membawa pada hubungan matematika fisika yang menghasilkan angka kecepatan cahaya. Deskripsi detil mengenai pembuktian dan perhitungan yang dilakukan oleh Dr. Mansour dapat dilihat dalam lampiran. Dalam dua kasus yang penulis paparkan diatas, nampak sangat jelas bahwa perbedaan pandangan antara kalangan agama dan sains disebabkan oleh ketidakpahaman kalangan agama mengenai ilmu pengetahuan. Oleh karena itu sangat penting bagi para agamawan untuk juga melakukan kajian ilmiah dan melakukan pembelajaran, tidak hanya pada apa yang tersurat dalam kitab suci, tetapi juga menyangkut segala hal yang dapat diobservasi secara fisik di alam semesta ini. Apa yang terjadi pada kasus Galileo maupun kasus rasionalisasi satu hari= seribu tahun tidak terlepas dari faham pendekatan rasionalisme yang diterapkan dalam ilmu pengetahuan manusia. Ilmu-ilmu modern telah berkembang berdasarkan prinsip rasionalitas ini, sebelumnya pemahaman ilmu pengetahuan seperti mandul ketika semua pengetahuan manusia dijalankan secara dogmatis berdasarkan dalil-dalil dari ahli-ahli Yunani kuno yang disampaikan oleh Aristoteles, Ptolemaueus, dan lain-lain, maupun sebagaimana tersurat dalam kitab suci (yang juga diinterpretasikan secara dogmatis).

BAB III KESIMPULAN Pada kenyataannya kita memang tidak bisa mencampuradukan pola pikir sains dengan agama, terdapat perbedaan cara pikir agama dan sains. Agama memang mengajarkan untuk menjalani agama dengan penuh keyakinan, sedangkan sebaliknya dalam sains skeptisme dan keragu-raguan justru menjadi acuan untuk terus maju, mencari dan memecahkan rahasia alam. Sains seharusnya memang dapat diuji dan diargumentasi oleh semua orang tanpa memandang apapun keyakinannya. Semua penganut agama harus memahami bahwa bumi berputar mengelilingi matahari, bukan sebaliknya. Semua penganut agama harus paham bahwa sinar matahari dapat dikonversi menjadi energi, karena hal ini memang terbukti melalui pendekatan sains. Belajar sains adalah juga belajar untuk memahami hakekat kehidupan manusia, dengan segala kekurangan dan keterbatasannya. Dengan belajar sains, kita belajar untuk rendah hati, oleh karena itu pembelajaran sains seyogyanya ditujukan untuk peningkatan harkat kehidupan manusia sebagai penghuni alam semesta ini. Dalam hal ini telah secara eksplisit dikemukakan

dalam semua kitab suci agama, tanpa perlu diperdebatkan atau dikaitkan dengan kaedah sains. Sains sebenarnya dapat mempertebal keyakinan dan keimanan, namun demikian iman juga dapat digoyahkan oleh sains seandainya dicampuradukan dengan pemahaman agama. Pengkaitan fenomena alam dengan ayat-ayat suci secara serampangan bias jadi malah akan memberikan pemahaman yang salah. Bagi para agamawan yang kurang memahami sains, tindakan ini akan menyesatkan. Sebaliknya, mengkaitkan sains dengan agama oleh mereka yang tidak atau kurang dibekali agama bisa membuat kesimpulanyang diambil menjadi konyol dan menggelikan. Selain para ilmuwan perlu mempelajari dan mendalami agama, para agamawan seharusnya juga mempelajari ilmu pengetahuan alam. Dengan demikian tidak terjadi benturan yang terlalu besar, atau jarak yang terlalu lebar, yang memisahkan kedu prinsip dan sudut pandang antara sains dan agama. Penulis setuju dengan paparan dan bahasan F. Budi Hardiman dalam sains dan pencarian makna: Menyiasati Konflik Tua antara Sains dan Agama bahwa, agama dan sains memang menerangi realitas yang sama, namun dengan perspektif yang berbeda.

Diposkan oleh KUMPULAN MAKALAH DAN ARTIKEL di 23:00 0 komentar: Poskan Komentar Link ke posting ini

Buat sebuah Link Posting Lebih Baru Posting Lama Beranda Langgan: Poskan Komentar (Atom)

Studi Bahasa

Fungsi Bahasa Secara Umum Pengertian Bahasa Menurut Para Ahli Pengertian Kalimat Afektif Fonologi dan Bidang Pembahasannya Pengertian Bahasa

Studi Pendidikan

Agama dan Sains Aliran Pendidikan Filsafat Pendidikan Hakikat Profesi Individu dan Karakteristik Kurikulum Pendidikan di Indonesia Landasan Pendidikan Metode Pembelajaran Klasikal Pendekatan Filosofi Pendidikan Pengertian Pendekatan, Metode, Strategi Pembelajaran

KOMPUTER

Definisi Komputer Sejarah Komputer

Judul Makalah

Kehidupan Masa Kolonial Belanda Manajemen Pengembangan Organisasi Peradaban Kuno Eropa Perubahan Paradigma Gerakan Rakyat Indonesia : Sejarah Panjang

Sejarah dan Teori-Teori Sosiologi Sistem Politik Indonesia

Arsip Blog

2009 (25)

Desember (25)

Pengertian Bahasa Fonologi dan Bidang Pembahasannya Pengertian Kalimat Afektif Pengertian Bahasa Menurut Para Ahli Fungsi Bahasa Secara Umum Pengertian pendekatan, strategi, Metode, Teknik, d... Pendekatan Filosofi Pendidikan Metode Pembelajaran Klasikal Manajemen Berbasis Sekolah Landasan Pendidikan Kurikulum Pendidikan di Indonesia Individu dan Karakteristik Hakikat Profesi Filsafat Pendidikan Aliran Pendidikan Agama dan Sains Sejarah Komputer Definisi Komputer Manajemen dan Pengembangan Organisasi Rakyat Indonesia : Sejarah Panjang Pluralisme Peradaban Kuno Eropa Kehidupan Masa Kolonial Belanda Sejarah dan Teori-Teori Sosiologi Perubahan Paradigma Gerakan Mahasiswa:Syarat Revo... SISTEM POLITIK INDONESIA PEMILIHAN UMUM DAN PARTAI...

Mengenai Saya

KUMPULAN MAKALAH DAN ARTIKEL Lihat profil lengkapku

Top of Form

Username Password

login

english

B:aHR0cDovL2th

loginmodule

cbm_41e16e67_7 1

Remember me
Login

Forgot login? No account yet? Register


Bottom of Form

Top of Form

search...
search com_search
Bottom of Form

Login

Home Hot Trends Techno Entertainment

Music Sport Politics Trick Science Reviews Sitemap Blog

Thursday, 24 June 2010

Popular

Kompetensi Inti Kewirausahaan Aliran-aliran Teologi dalam Islam Filsafat Sains Islam Ulumul Quran Konsep Dasar Sistem Informasi Manajeman Pendewasaan Politik Politik Uang Menggagas Kepemimpinan Modern Mempercepat Browsing dengan Proxy Jaringan Komputer Measuring the Green Economy Pengelolaan Sampah Sony Bravia BX series First Meego Phone Release Date Update Seth Godin is at it again Meteorites Can Be Threat To Humans Play Online Casinos Membuat Recent Comment JavaScript Spartacus Blood and Sand Looking for the best Casino Gambling Toshiba Releases Shock Resistant Hard Drive & Heat Resistant 10 Spammer Keyword 10 Richest Women in UK

Latest News

Get Money with Casino Online Do'a Selalu Dikabulkan

Visitor
Today Yesterday This Week Last Week This Month Last Month All Visitors Counter 1.6 206 263 1402 2184 7179 8422 37588

Life Traffics
Feedjit Live Blog Stats

SEO Status

Filsafat Sains Islam Written by kampusciamis.com Saturday, 06 February 2010 15:38

Filsafat, banyak orang menganggapnya sebagai suatu hal yang sulit untuk diterima keberadaannya. Tatkala mendengar ada orang berfilsafat, maka asumsi yang

muncul cenderung menganggap bahwa dia mulai memasuki daerah yang menyesatkan. Padahal kenyataannya tidak demikian. Justru dengan filasafatlah orang akan menemukan hakikat dari segala sesuatu yang ada, mengingat filsafat itu sendiri berarti melihat segala sesuatu dengan penuh perhatian dan minat, atau berfikir tentang segala sesuatu dengan disadarinya. Bagi seorang ilmuwan, berfikir filsafat merupakan suatu keharusan, sehingga ia tidak hanya mengenal ilmu dari segi pandang ilmu itu sendiri, tapi ia melihat hakikat ilmu dalam konstelasi pengetahuan yang lain; kaitan ilmu dengan moral, akaitan ilmu dengan agama, dan akhirnya mendapatkan keyakinan tentang kaitan ilmu dengan kebahagiaan dirinya. Inilah yang dimaksud dengan sifat menyeluruh dari filsafat. Di samping itu, berfikir filsafat akan menggiring seorang ilmuwan untuk melihat pijakannya. Ia akan mempertanyakan tentang kebenaran ilmu. Ia akan berfikir secara mandasar, melihat hakikat ilmu itu sendiri, sebagai ciri lain dari berfikir filsafat. Walaupun demikian, berfilsafat tidak bisa lepas dari cirinya yang ketiga, yakni sifat spekulatif. Seorang ilmuwan tidak mungkin menangguk pengetahuan secara keseluruhan, dan bahkan tidak yakin kepada titik awal yang menjadi jangkar pemikirannya yang mendasar, dalam hal ini ia hanya berspekulasi. Memang spekulasi bukanlah suatu dasar yang bisa diadakan, namun bagi seorang filsuf hal ini tidak bisa dihindarkan. Yang penting dalam prosesnya, baik dalam analisis maupun pembuktiannya, ia bisa memisahkan antara spekulasi yang dapat diandalkan dan yang tidak. Dan tugas utama filsafat adalah menetapkan dasar-dasar yang dapat diandalkan. Berdasarkan fenomena di atas, maka lahirlah filsafat ilmu, sebagai alat bantu seorang ilmuwan dalam mencari gambaran tentang ilmu pengetahuan dari berbagai sisi, atau studi masalah eksplanasi, artinya bagaimanakah menjelaskan tentang ilmu menurut proses berfikir yang logik dan rasional. Filsafat ilmu merupakan bagian dari epistemologi (filsafat pengetahuan) yang secara spesifik mengkaji hakikat ilmu (pengetahuan ilmiah)2. Ilmu adalah pengetahuan yang bersifat umum dan sistematis3. Ilmu atau pengetahuan sains ialah pengetahuan yang logis dan didukung bukti empiris4. Ia juga merupakan cabang pengetahuan yang memiliki ciri-ciri tertentu. Meskipun secara metodologis ilmu tidak membedakan antara ilmi-ilmu alam dengan ilmu-ilmu sosial, namun karena pemasalahan-permasalahan tekhnis yang bersifat khas, maka filsafat ilmu ini sering dibagi menjadi filsafat ilmu-ilmu alam dan filsafat ilmu-ilmu sosial. Pembagian ini lebih merupakan pambatasan masing-masing bidang yang ditelaah yakni ilmu-ilmu alam dan ilmu-ilmu sosial, dan tidak mencerminkan cabang filsafat yang bersifat otonom. Ilmu memang berbeda dari pengetahuan-pengetahuan secara filsafat , namun tidak terdapat perbedaan prinsipil antara ilmu-ilmu alam dan ilmu-ilmu sosial, dimana keduanya mempunyai ciri-ciri keilmuan yang sama. Permasalah yang muncul dalam makalah ini adalah bagaimana ilmu-ilmu itu atau dalam hal ini sains modern bisa menjadi sains Islam? Perlukah adanya penyesuaian ontologi, epistemologi dan aksiologinya dengan ajaran Islam? Maka, setelah penulis menguraikan tentang apa itu filsafat ilmu, dalam makalah ini penulis akan mencoba untuk membahas lebih lanjut mengenai filsafat ilmu yang lebih spesifik mengkaji hakikat ilmu yang islami, atau dengan istilah lain filsafat sains Islam. Pencarian filsafat Sains Islam Pada tahun 1985, Mash-hood Ahmed mengadakan penelitian tentang etos Islam dan ilmuwan muslim. Studi ini meneliti tentang sikap ilmuwan-ilmuwan muda dan senior muslim terhadap sains modern, dan bagaimana tanggapan mereka tentang isu sains Islam. Menurut Ziauddin Saddar dalam menghadapi sains modern, atau sikapnya terhadap sains Islam, ilmuwan muslim tebagi menjadi tiga kelompok. Pertama, kelompok muslim yang apologetik. Kelompok ini menganggap sains modern bersifat universal dan netral. Oleh karena itu mereka berusaha melegitimasi hasil-hasil sains modern dengan mencari-cari ayat alQuran yang sesuai dengan teori dalam sains tersebut. Kedua, kelompok yang masih bekerja dengan sains modern, tetapi berusaha juga mempelajari sejarah dan filsafat ilmunya agar dapat menyaring elemenelemen yang tidak Islami, maka fungsinya termodifikasi, sehingga dapat dipergunakan untuk melayani kebutuhan dan cita-cita Islam. Tetapi karena dengan eksperimen-eksperimen dan teknik-teknik yang kuantitatif sekalipun ia tidak lepas dari nilai-nilai, alih-alih mampu merealisasikan Islam, sains modern malah akan menjadi pendukung nilai-nilai Barat yang tak Islami. Ketiga, kelompok yang percaya adanya sains Islam dan berusaha membangunnya5. Berbicara tentang sains Islam dan bagaimana proses membangunnya, kiranya tidak akan lepas dari adanya upaya Islamisasi ilmu. Walaupun dalam hal ini terdapat kontroversial antara yang setuju dan yang tidak Diantara para ilmuwan ada yang setuju untuk menyesuaikan aspek ontologi, epistemologi, dan aksiologi

ilmu dengan ajaran Islam dan ada pula yang tidak menyetujui gagasan islamisasi ilmu, karena menurut mereka yang harus diislamkan adalah manusianya, bukan ilmunya. Keengganan ini tampaknya disebabkan sensitivitas terminologi tersebut dari segi objektivitas ilmiah. Sedangkan kelompok yang setuju disebabkan oleh sensitivitasnya dari segi rasa keagamaan, sehingga harus diikuti kalau memanga hendak bereksistensi sebagai seorang muslim6. Islamisasi ilmu merupakan suatu keharusan. Disamping Islam mempunyai pengarahan dalam aspek ontologi, epistemologi, dan aksiologi ilmu, dan masuknya ajaran Islam dalam aktivitas ilmiah tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip ilmiah, Islamisasi ilmupun diharapkan dapat mengimbangi kemajuan Barat sekaligus sebagai pemberantas berbagai akibat sampingan dari perkembangan ilmu dan teknologi modern yang telah dirasakan membahayakan kehidupan. Disamping itu, Kemajuan Islam di zaman klasik atau abad pertengahan Masehi dalam bidang ilmu pengetahuan dan peradaban telah dipahami sebagai hasil usaha merealisasikan ajaran islam itu sendiri, maka untuk keluar dari keterbelakangan dewasa ini adalah dengan semangat kembali kepada Islam. Para pemikir dan cendekiawan muslim di penghujung abad 20 ini juga berpendapat demikian. Misalnya, Muhammad Naquib al-Attas dalam The concept of Education in Islam 47-56) serta Islam dan sekularisme (1981:195-203). Ismail Raji al-Faruqi (1982:3-8) mengkritik ilmu pengetahuan barat yang berkembang dewasa ini sebagai telah terlepas dari nilai dan harkat Manusia, dari nilai-nilai spiritual dan hubungan dengan Tuhan. Syed Sajjad Husain dan Syed Ali Ashraf mengkritik ilmu barat sebagai yang tidak di tata untuk mewujudkan kesejahteraan dan menjunjung tinggi kemuliaan manusia (1979:7-35,74-91). Syed Hossein Nasr mengkritik ilmu pengetahuan tentang manusia dan masyarakat yang berkembang dewasa ini sebagai yang tidak mempunyai metode untuk lebih mengetahui hal-hal yang lebih mendalam dalam kehidupan manusia karena harus didasarkan pada kenyataan empiris (1983:7-8). Maka mereka berpendapat bahwa dalam rangka membawa kesejahteraan bagi umat manusia, pengembangan ilmu pengetahuan perlu dikembalikan pada kerangka dan perspektif ajaran Islam. Ismail Raji al-Faruqi menyerukan perlunya dilaksanakan gerakan Islamisasi ilmu pengetahuan. Di sinilah peranan penting filsafat sains Islam, yang dengan bantuannya hakikat ilmu-ilmu Islam dapat terungkap. Langkah-langkah dan paradigma Islamisasi Ilmu pengetahuan Langkah-langkah Islamisasi ilmu pengetahuan sebagaimana disebutkan oleh Prof. Dr. Juhaya S. Praja, adalah sebagai berikut : Penguasaan disiplin ilmu modern dengan menguraikannya kedalam ketegori-kategori, prinsipprinsip, metodologi, problem dan tema yang dominan di Barat. Survey disiplin ilmu yang dibuat dalam bentuk essay untuk mengetahui garis besar asal-usul dan sejarah perkembangan dan metodologinya. Perluasan visi bidang kajiannya, dan konstribusi utamanya yang menyebabkan banyak penggemarnya. Menguasai warisan Islam sebagai titik tolak Islamisasi pengetahuan. Penyajian disiplin ilmu Islam yang relevan dan khas Islam. Penilaian kritis atas disiplin ilmu Penilaian kritis atas warisan Islam. Melakukan survey atas masalah pokok umat Islam. Survey atas masalah umat Islam. Melakukan analisis kreatif dan sintesa yang hanya dapat dilakukan bila telah dikuasai disiplin ilmu dan warisan Islam sekaligus serta melakukan analisis kritis terhadap keduanya. Mentata ulang disiplin ilmu di bawah framework Islam : Menyediakan tekx book untuk Universitas. Melaksanakan berbagai konfrensi, seminar, workshop dsb. Sebagai faculty training. Adapun paradigma Islamisasi ilmu pengetahuan yang harus di miliki oleh seorang Ilmuan adalah : Teori Tentang Sifat Setiap Ilmu: Subyektivitas dan byektivitas. Tauhidullah : Ilmu Tauhid : Dasar ilmu keagamaan dan ilmu kealaman. Al-Ruju ila al-Quran wa al- Sunnah. Persesuaian antara akal dengan wahyu. Pokok-pokok agama dan cabang-cabangnya telah di jelaskan Rosul. Keadilan. Kebenaran itu ada dalam kenyataan bukan dalam alam pikiran. Teori Fitrah. Ilmu-ilmu Islam dan misi manusia7 Kesimpulan

Pemisahan antara pendekatan ilmiah dan pendekatan wahyu menurut ajaran Islam tidak patut terjadi. Pengetahuan ilmiah yang didapatkan dengan pemahaman yang kritis terhadap fakta juga sering didasarkan pada landasan pemikiran tertentu, misalnya, berupa pandangan terhadap manusia, paradigma, postulat, konsep, prinsip, asumsi,dan hipotesis yang juga tidak dipertanyakan kebenaranya dan merupakan pilihan peneliti dari sekian banyak landasan pemikiran yang ada. Ajaran Islam juga berisi pandangan tertentu terhadap manusia dan kehidupan yang dapat menjadi landasan pemikiran dalam pengembangan berbagai ilmu. Berarti, memasukan ajaran Islam dalam penelitian ilmiah tidaklah menyalahi prinsip keilmuan. Oleh karena itu, dalam rangka mengimbangi kemajuan Barat dan sekaligus memberantas dampak negatif dari kemajuan ilmu dan teknologi modern, maka Islamisasi ilmu pengetahuan sudah sepatutnya untuk dilakukan. Studi filsafat sains Islam menempati posisi penting dalam upaya ini. DAFTAR PUSTAKA Agus, Bustanuddin. 1999. Pengembangan Ilmu-ilmu Sosial: Studi Banding antara Pandangan Ilmiah dan Ajaran Islam. Jakarta: Gema Insani Press. Ananda, Sudamara. 2001. Filsafat Ilmu. Projustitia tahun XIX no. 2. Bakar, Osman. 1997. Hierarki Ilmu: Membangun Rangka-pikir Islamisasi Ilmu. Bandung: Mizan. Garna, Judistira K, H.. 1999. Metode Penelitian: Pendekatan Kualitatif. Bandung: Primaco Akademika c.v.. Nazir. 1985. Metode Penelitian, Jakarta: Ghalia Indonesia. Praja, Juhaya S.. 2000. Filsafat Ilmu: Menelusuri Struktur Filsafat Ilmu dan Ilmu-ilmu Islam. Bandung: Program Pasca Sarjana IAIN SGD Bandung. Suriasumantri, Jujun S.. 1999. Filsafat Ilmu: sebuah Pengantar Populer. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan. Tafsir, Ahmad. 1999. Filsafat Ilmu. Bandung: Program Pasca Sarjana IAIN SGD Bandung. 2 Jujun S. Suriasumantri, Filsafat Ilmu sebuah Pengantar Populer, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta 1999, hal. 33 3 Nazir, Metode Penelitian, Ghalia Indonesia, Jakarta 1985, hal. 9 4 Ahmad Tafsir, Filsafat Ilmu, Program Pasca Sarjana IAIN SGD Bandung, 1999, hal. 2 5 Sudamara Ananda, Filsafat Ilmu, Projustitia tahun XIX no. 2 April 2001 6 Bustanuddin Agus, Pengembangan Ilmu-ilmu Sosial: Studi Banding antara Pandangan Ilmiah dan Ajaran Islam, Gema Insani Press, Jakarta 1999, hal. 125 7 Juhaya S. Praja, Filsafat Ilmu Menelusuri Struktur Filsafat Ilmu dan Ilmu-ilmu Islam, Program Pasca Sarjana IAIN SGD Bandung 2000, hal. 54

Comments #1 ione cool 2010-04-08 22:24 tolong dong carikan makalah tentang filsafat ilmu,dengan judul pondasi sains Quote Refresh comments list RSS feed for comments to this post. Add comment
Top of Form

Name (required) E-mail (required) Website

1000 symbols left Notify me of follow-up comments

Refresh

Send Cancel
89 com_content
Bottom of Form

JComments Terima kasih telah berkunjung ke website kami yang sederhana ini. Semoga tulisan kami bermanfaat bagi pembaca semuanya. Jika tulisan ini dirasa bermanfaat dan anda ingin mengkopi sebagian atau keseluruhan tulisan, dimohon menyertakan sumber www.kampusciamis.com kami akan sangat menghargainya. Tapi jika anda merasa dengan menyertakan sumber dirasa kurang pantas, maka silahkan meng-kopi tanpa menyertakan sumber. Semoga tulisan-tulisan yang ada dalam website ini berguna.
Top of Form

Masukan Alamat Email Anda untuk berlangganan Gratis:

kampusciamis

en_US

berlangganan

Delivered by FeedBurner
Bottom of Form

Copyright www.kampusciamis.com | 2010. All rights reserved.

KampusIslam.com :: Cakrawala Ilmu pengetahuan dan Dunia Islam :: Rubrik : Psikologi Islam

Menggagas Psikologi Islami


2008-12-05 05:32:01 - by : admin Ahmad Faqih HN

Abstract Some intellectuals conduct an intellectual pursuit in any terms. Several undertake an islamization of knowledge, a controversial idea in another Muslim intellectuals. And this idea comes to study of psychology. In Islamic heritage, this discipline has ever studied by Muslim philosophers in medieval age. Islamization of knowledge is an integralization process of Western and Islamic scholarly. In other hand, theres emerging reconstruction of the classical Islamic thought, which touches discipline of psychology. It emerges a question about model in developing psychology in Islamic perspective. Some of them use theories of modern psychology that modified and conceptualized to Islam, and the anoter one undertake a reconstruction process to the unexplored thoughts of Muslim philosophers or well known as Islamic turats.

Keywords: turats, nafs, qalb, islamization of knowledge, psychology, objectivication, fitra, spirituality, self-transcendence.

Sains modern melahirkan apa yang disebut sebagai kondisi schizophrenia: Manusia sebagai peneliti secara total menjadi teralienasi dari dirinya sendiri. (Vaclav Havel, 1996)

Pendahuluan Melakukan sebuah pencarian ilmu menjadi sebuah tugas harian bagi para intelektual. Pemikiranpemikiran keilmuan yang ada senantiasa dikaji, diteliti, dan diverifikasi, sehingga menghasilkan

temuan-temuan baru yang kadang mencengangkan dunia. Dunia sains yang begitu hingar bingar memang telah memberikan sebuah kontribusi besar bagi peradaban dunia ini. Peradaban modern yang diawali dengan revolusi industri Inggris dan Perancis tahnu 1789 menjadi titik berangkatnya. Di balik kecanggihan sains modern ternyata memiliki kontribusi terhadap munculnya diskrepansi dan dehumanisasi. Tentunya perlu ada semacam evaluasi terhadap ilmu, penggagas dan pengguna ilmu. Tak ayal muncullah apa yang disebut korupsi dalam ilmu pengetahuan yang diintrodusir oleh Arnold dalam bukunya The Corrupted Sciences: Challenging the Myths of Modern Science (1992). Ia menulis seperti ini tentang sains modern sekarang:[1]

Modern sciences and technologies are corrupt not because they are evils in themselves but because many perceptions in, and methods of, science are wrong in theory and in practice, and because many scientists refuse to face the consequences of their work or make value judgements about its possible applications. Such an attitude makes technicians out of those who profess to practice science.

Menurutnya, ada semacam ketidaksejalan antara teori dan praktek dan penolakan para ilmuwan menghadapi konsekuensi dari pekerjaan mereka. Kemudian ini menghasilkan apa yang ia sebut sebagai dosa yang mematikan dari sains modern. Paling tidak ada delapan dosa yang menurutnya saling berkaitan satu sama lainnya. Pertama, orientasi mekanistis dan materialis yang eksklusif, kebanyakan sebagai warisan dari agama-agama konvensional; kedua, keasyikan dalam beroperasi (how things work) dengan melepaskan sebab dan akibatnya (why things work). Ketiga, spesialisasi yang berlebihan yang tidak berhubungan dengan persoalan global; keempat, hanya mengungkap pengetahuan yang tampak (revealed knowledge) untuk menciptakan hanya satu jenis pengetahuan; kelima, melayani vested-interest dan mode; keenam, dedikasi kepada pesanan-pesanan sesuai kebutuhan, dipublikasikan, disembunyikan atau dilenyapkan; ketujuh, kepura-puraan bahwa ilmu itu adalah bebas nilai; dan kedelapan, kebanyakan dari sains dewasa ini, sebagaimana agama-agama Barat dan filsafat Barat selama ini, tidak berpusat pada manusia. Enam dosa terakhir sebenarnya merupakan watak khas dalam ilmu-ilmu sosial, seperti juga dalam psikologi. Sehingga orang akan baru dikatakan sebagai ilmuwan jika dapat memenuhi kriteria-kriteria tersebut. Misalnya dalam hal obyektifitas dalam penelitian, seorang peneliti diharuskan untuk menjaga jarak dengan obyek yang akan diteliti. Ini diperlukan agar muncul kenetralan dan tidak dicampuri oleh bias peneliti. Berbagai macam usaha untuk memverifikasi bahkan memfalsifikasikan sebuah sains telah lama berkembang. Temuan-temuan baru tentang fenomena yang muncul dalam sains semakin memperkaya khasanah, dan di sisi lain semakin mengungkap hal-hal tersembunyi yang oleh beberapa saintis bisa jadi tidak masuk dalam kategori sains, baik sebagai obyek kajian maupun landasan paradigmatiknya. Misalnya, pemahaman kaum materialis terhadap sains yang menyatakan bahwa hal-hal yang materilah yang menjadi objek sains. Pertanyaan mengenai materi itu apa juga menjadi perdebatan tersendiri. Misalnya, mengenai proton yang disebut sebagai materi, padahal penampakan secara materi kasat mata, ia tak terlihat. Yang terlihat hanyalah jejakjejak yang tertinggal di laboratorium.[2]

Dalam Islam pun muncul semangat memunculkan kajian keilmuan dengan landasan paradigmatik dari Islam. Jika ditengok kembali ke sejarah, Islam memang pernah berjaya di sekitar abad 8-15 masehi. Saat itu bidang-bidang keilmuan dasar didalami secara serius oleh para ilmuwan dan cendekiawan muslim. Namun sejak dikuasainya Baghdad oleh pasukan Jenghis Khan, saat itulah mulai terjadi masa-masa gelap (dark age) di kalangan umat Islam. Ilmu-ilmu yang telah terkodifikasi rapi dalam manuskrip dan buku-buku, kemudian dibakar dan dilarung ke sungai Tigris. Selain itu juga persinggungan orang-orang Eropa dengan ilmu-ilmu yang dikembangkan Islam tersebut ikut andil mengakselerasi kemampuan orang Eropa dalam penguasaan keilmuan yang gongnya adalah terjadinya revolusi industri pada abad ke-17. Pergulatan Ide Sains dan Islam: Pandangan Beberapa Tokoh Leif Stenberg[3] dalam bukunya The Islamization of Science: Four Muslims Positions Developing an Islamic Modernity (1996) menyebutkan bahwa titik berangkat diskursus hubungan sains dan Islam adalah saat Ernest Renan (w. 1892) memulai perdebatan tahun 1883 di Paris yang kemudian direspon pertama kalinya oleh Jamaluddin al-Afghani (w. 1897). Menurut Renan antara Islam dan sains itu bertentangan (incompatible). Sejak saat itu kemudian perdebatan ini menjadi begitu kompleks khususnya di paruh abad kedua puluh. Sorotan yang Stenberg lakukan adalah mengenai posisi empat tokoh yang ia sebut sebagai eksponen dalam usaha islamisai sains yaitu Ismail Raji al-Faruqi, Ziauddin Sardar, Maurice Bucaille, dan Sayyed Hoessein Nasr. Masing-masing tokoh ini oleh Stenberg dianggap memiliki beberapa pandangan yang berkaitan dengan isu hubungan sains dan Islam. Al-Faruqi[4] dikenal sebagai tokoh yang menggagas ide mengenai islamisasi pengetahuan (islamization of knowledge). Beliau kemudian mendirikan lembaga pemikiran keislaman dengan nama International Institute of Islamic Thought (IIIT) yang memiliki misi islamisasi dengan langkah-langkah yang dibuatnya.[5] Yang menarik dari gagasan Faruqi adalah bahwa usaha islamisasi mesti ada penguasaan yang cukup komprehensif antara khasanah keilmuan modern dan khasanah keilmuan Islam klasik (mastering of modern and islamic sciences). Ilmuwan muslim mesti kritis terhadap ilmu-ilmu yang dikembangkan Barat, dan kemudian melakukan sebuah integralisasi keduanya. Ini ditujukan untuk mendapat sebuah model penguasaan ilmu dengan perspektif Islam dengan tetap tidak kuper dengan pengetahuan modern yang ada. Dari situlah kemudian akan menghasilkan model kurikulum dan pendidikan dalam perspektif Islam. Dan inilah yang menjadi ultimate goal gagasan islamisasi pengetahuan ala Faruqi. Islamisasi pengetahuan, menurut Taha Jabir al Alwani, mesti dipahami sebagai sebuah kerja ilmiah dari sudut pandang metodologis dan epistemologis. Ia bukan sebagai ideologi atau bahkan sebuah sekte baru.[6] Ini mesti dipahami terlebih dahulu. Sebab kalau tidak, orang yang menggelutinya akan terjebak pada ideologisasi ilmu, dan akan sangat berbahaya nantinya. Ilmu yang mengideologi akan sulit berkembang biak. Sementara Imad al Din Khalil memandang islamisasi pengetahuan sebagai keterlibatan dalam pencarian intelektual (an intellectual pursuits) yang berupa pengujian (examination), penyimpulan, penghubungan, dan publikasi dalam memandang hidup, manusia dan alam semesta

dari perspektif Islam. Sementara Abu al Qasim Hajj Hammad mendefinisikan islamisasi pengetahuan sebagai pemecahan hubungan antara pencapaian ilmiah dalam peradaban manusia dan perubahan postulat-postulat filosofis, sehingga ilmu itu dapat digunakan melalui metodologi yang bernuansakan religius tinimbang yang spekulatif.[7] Sementara Sardar menekankan penguasaan epistemologis dalam membangun kerangka sains atau pengetahuan Islam. Sehingga menurutnya sains islami masih harus dikonstruksi setelah membongkar sains modern yang ada. Sedangkan Sayyed Hossein Nasr berpandangan bahwa sains tradisional Islam di masa lalu sebagai sains islami.[8] Secara umum, menurut Stenberg, keempat tokoh yang menjadi objek studinya ini memiliki kesamaan gagasan dalam melakukan restorasi hubungan sains dan Islam. Islam, menurut mereka, sama sekali tidak ada yang salah. Yang terjadi adalah tidak teraplikasikannya konsep-konsep Islam dalam kehidupan nyata. Selain tokoh-tokoh di atas yang umumnya berasal dari luar Indonesia, ada juga tokoh-tokoh Indonesia yang mencoba membincangkan ide ini, meskipun dengan pola dan perspektif yang berbeda-beda dalam pembahasannya. Tokoh-tokoh ini umumnya memiliki pola pandang sama bahwa Islam dan sains memiliki titik temu, namun darimana dan bagaimana memulainya serta metodologi yang digunakan masing-masing memiliki pandangan sendiri. Kuntowijoyo, misalnya. Beliau menggunakan istilah objektifikasi Islam. Awalnya istilah ini digunakan sebagai pisau analisis dalam melihat perkembangan politik aliran di Indonesia. Menurutnya objektifikasi adalah memandang sesuatu secara objektif dan disebutnya sebagai jalan tengah bagi Islam, agama-agama, dan aliran pemikiran politik lainnya. Ada tiga hal yang digunakannya dalam melihat objektifikasi Islam ini yaitu (1) artikulasi politik hendaknya dikemukakan melalui kategori-kategori objektif, (2) pengakuan penuh kepada keberadaan segala sesuatu yang ada secara objektif, dan (3) tidak berpikir kawan lawan, melainkan pada permasalahan bersama.[9] Relevansinya dengan ide relasi sains dan Islam adalah bahwa tetap mengedepankan objektifitas dalam melangkah, meskipun ada simbol agama di situ. Dan pemikirannya yang ketigalah yang menurut saya perlu menjadi titik perhatian dalam pengembangan relasi sains atau pengetahuan dalam Islam. Pengembangan pengetahuan dalam Islam tidaklah memandang bahwa pengetahuan di luar Islam sebagai musuh yang harus dibasmi. Kemudian ada lagi Armahedi Mahzar. Beliau menawarkan lima langkah integralisasi strategis yang digunakan dalam mewujudkan apa yang ia sebut sebagai sains islami itu. Kelima langkah itu adalah (1) analisis struktur internal sains, (2) analisis dampak eksternal negatif sains, (3) analasis kritis fondasional sains, (4) reorientasi holistik paradigma sains, dan (5) integralisasi islami paradigma sains.[10]

Psikologi dan Isu-isu Kontemporer Umumnya para pakar psikologi sepakat bahwa awal dari berdirinya ilmu psikologi modern adalah saat Wilhelm Wundt mendirikan laboratorium psikologi yang pertama di Universitas Leipzig,

Jerman tahun 1879. kemudian Ivan Pavlov melakukan hal serupa di Rusia. Sejak saat itu kajian psikologi mulai menjadi kajian yang dilakukan dengan metode eksperimental. Dalam perkembangannya psikologi menjelajah berbagai macam dimensi, dari mulai kajian pada proses-proses mental kejiwaan manusia, menganalisis perilaku manusia yang tampak, proses pembelajaran, dan hingg kepada kajian-kajian transendensi diri dan spiritualitas pada diri manusia. Semua kajian tersebut terus menerus mengalami proses verifikasi dan pencarian hal-hal baru yang sebelumnya dianggap tidak masuk dalam wadah kajian psikologi. Jika di awal-awal kemunculannya perhatian psikologi pada proses mental yang terjadi pada jiwa manusia, maka kemudian pandangan tesebut tidak lagi begitu mendominasi. Dengan mapannya aliran behavioristik yang empiris, objektif dan selalu melakukan eksperimentasi, menjadikan bahasan psikologi kemudian fokus pada kajian perilaku yang tampak pada diri manusia saja (overt behavior). Ini yang ditekankan oleh Watson bahwa yang dimaksud psikologi adalah: sebuah cabang ilmu kealaman yang eksperimental dan murni objektif. Tujuannya adalah untuk meramalkan dan mengontrol tingkah lakuTampaknya sudah saatnya psikologi harus membuang semua referensi atau kaitan dengan kesadaran, dan tidak perlu memperdayakan diri sendiri dengan cara berfikir yang beranggapan bahwa objek pengamatannya ialah keadaan-keadaan mental.[11]

Saat inipun pandangan behavioristik masih tetap mapan dan dikaji di kampus-kampus. Namun ada semacam trend yang marak di penghujung abad 20 lalu mengenai psikologi. Era posmodern yang menggelayuti dunia di medio abad 20 kemarin itu kemudian membangkitkan semangat untuk kembali melakukan bahasan ulang mengenai psikologi. Daniel Goleman, misalnya, yang memperkenalkan kecerdasan emosi yang kemudian secara generik disebut sebagai EQ, sebagai sebuah counter terhadap konsep kecerdasan umum manusia yang dikenal dengan IQ.[12] Juga muncul istilah kecerdasan spiritual yang disebut SQ oleh sepasang suami-isteri Danah Zohar dan Ian Marshal, kemudian konsep ketabahan (adversity quotient/AQ) yang ditulis Paul Stoltz dan sebagainya. Gagasan-gagasan baru semacam itu yang muncul dalam ranah studi psikologi. Namun gagasan bahwa psikologi merambah diskursus spiritualitas menjadi bahasan yang juga menarik.[13] Victor Frankl menganggap bahwa spiritualitas merupakan salah satu determinan eksistensi manusia selain kebebasan (freedom) dan tanggung jawab (responsibility).[14] Dari pemikiran semacam inilah yang kemudian menarik minat penggiat psikologi transpersonal dalam mengkaji psikologi melalui perspektif spiritualitas ini.

Tawaran Islam dalam Studi Psikologi Perkembangan psikologi yang begitu cepat juga masuk dan mendapat respon dari mahasiswa

Islam. Ketika, kemudian, banyak orang Islam yang mempelajari ilmu psikologi, tentu saja mereka akan bertemu dengan terma-terma dan konsep-konsep yang dikembangkan oleh para teoritikus psikologi Barat. Persepsi para mahasiswa dan psikolog muslim terhadap psikologi Barat, menurut Malik Badri, bisa dilihat ke dalam tiga fase.[15] Fase pertama disebut infantuasi, yaitu saat mereka tergila-gila dengan teori dan teknik psikologi yang begitu memikat. Fase kedua disebut rekonsiliasi. Pada fase ini mereka mulai mencocokan dengan apa yang ada dalam alquran dan khazanah klasik Islam, tapi masih pada asumsi bahwa keduanya tidak bertentangan. Fase ketiga disebut emansipasi. Fase ini mereka sudah mulai kritis terhadap teori psikologi dan berusaha menggali konsep-konsep psikologi yang ada dalam Alquran. Dalam memandang konsep dan filsafat tentang manusia, maka tak lepas dari pandangan Islam sendiri tentang manusia. Dalam Islam, manusia memang makhluk yang memiliki dimensi-dimensi yang kompleks. Manusia dimanapun dan beragama apapun pasti tersusun dari jasad dan ruh. Jasad diartikan sebagai tubuh fisik, dan ruh sebagai kekuatan yang berasal dari Allah yang ditiupkan ke jasad manusia saat berusia 120 hari. Menurut Mujib,[16] dalam Psikologi Islam manusia terstruktur dari jasmani dan ruhani. Ruh bukan hanya sekedar spirit yang bersifat aradh (accident), tapi satu jauhar (substance) yang dapat bereksistensi dengan sendirinya di alam ruhani. Sinergi antara jasmani dan ruhani menjadikan nafsani yang tumbuh sejak usia empat bulan dalam alam kandungan. Struktur nafsani ini terbagi atas tiga bagian yaitu kalbu, akal dan nafsu. Integrasi ketiga jenis nafsani ini menimbulkan apa yang disebut dengan kepribadian. Selain itu dikenal pula konsep tentang fitrah. Per definisi, banyak pakar yang mengartikan tentang fitrah. Quraish Shihab mengartikan fitrah sebagai unsur, sistem dan tata kerja yang diciptakan Allah pada makhluk sejak awal kejadiannya sehingga menjadi bawaannya.[17] Sejak asal kejadiannya manusia telah membawa potensi keberagamaan yang benar yang diartikan para ulama dengan tauhid. Ini bisa dibaca pada QS Arrum:30 yang artinya: Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (yang benar). Fitrah Allah yang telah menciptakan manusia atasnya (fitrah itu). Tidak ada perubahan pada fitrah Allah, itulah agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.

Imam Nawawi mendefinisikan fitrah sebagai kondisi yang belum pasti (unconfirmed state) yang terjadi sampai seorang individu menyatakan secara sadar keimanannya. Sementara menurut Abu Haitam fitrah berarti bahwa manusia yang dilahirkan dengan memiliki kebaikan atau ketidakbaikan (prosperous or unprosperous) yang berhubungan dengan jiwa. Ia mendasarkannya pada hadits yang cukup populer, setiap orang dilahirkan dalam keadaan fitrah. Maka orangtuanya yang akan menjadikannya sebagai Yahudi, Nasrani atau Majusi. [18] Al Qurtubi mendukung pandangan positif tentang fitrah dengan menggunakan analogi mengenai hewan yang secara fisik tidak cacat untuk menggambarkan bahwa, hanya karena hewan dilahirkan tidak lengkap, sementara manusia dilahirkan dengan kapasitas yang tanpa cacat, sehingga manusia dapat menerima kebenaran. [19] Konsep fitrah sebagai konsep ketuhanan yang orisinal, tidak dengan begitu saja berkonotasi

menerima tindakan yang baik dan benar secara pasif. Namun dengan kecenderungan yang aktif dan predisposisi bawaan untuk mengetahui Allah, tunduk kepada-Nya, dan beramal soleh. Ini merupakan kecenderungan alami manusia dalam meniadakan faktor-faktor yang berlawanan. Walaupun semua anak dilahirkan dalam keadaan fitrah, pengaruh lingkungan menentukan juga. Orang tua mungkin mempengaruhi agama anaknya dengan menjadikannya Yahudi, Nasrani, atau Majusi. Jika tidak ada pengaruh yang merugikan, anak akan secara terus-menerus memunculkan fitrahnya sebagai hakikat kebenarannya. Selain itu ada pula konsep tentang nafs, akal, dan qalbu. Sebagaimana dijelaskan Mujib di atas ketiganya ini merupakan sistem nafsani manusia yang akan membentuk kepribadian. Menurut Quraish Shihab, kata nafs dalam konteks pembicaraan tentang manusia menuju kepada sisi dalam manusia yang berpotensi baik atau buruk. Kata nafs memang memiliki banyak arti. Dalam Alquran kata nafs digunakan untuk menyebut diri seseorang, diri Tuhan, person sesuatu, roh, jiwa, totalitas manusia dan sisi dalam manusia yang melahirkan tingkah laku. Nafs secara bahasa berarti ruh, jiwa, ego, diri (self), kehidupan, person, hati atau ingatan. Walaupun beberapa ilmuwan mengklasifikasikan nafs hingga 7 tahapan,[20] ada kesepakatan di kalangan ulama bahwa dalam Alquran Allah menjelaskan sedikitnya 3 jenis utama nafs. Urutan dari yang terburuk hingga yang terbaik adalah Nafs al-Ammrah Bissu (Nafs yang mendorong kepada kejahatan/keburukan), Nafs al-Lawwmah (Nafs yang tercela) dan Nafs al-Mutmainnah (Nafs yang membawa kedamaian). Sementara kata akal tidak pernah disebut dalam Alquran selain dalam bentuk kata kerja, baik kata kerja saat sekarang (mudlari) atau masa lampau (madli). Kata akal dalam derivasinya ada sebanyak 48 kali sebutan di Alquran. Secara jasmaniah ia berkedudukan di otak, memiliki daya kognisi, dengan potensi bersifat argumentatif (istidhlaliah) dan logis (aqliah), yang apabila mendominasi jiwa manusia maka akan menimbulkan kepribadian yang labil (al-nafs allawwamah). Semenatara qalbu secara jasmaniah berkedudukan di jantung, memiliki daya emosi, potensinya bersifat cita rasa (dzawqiyah) dan intuitif (hadsiah), yang apabila mendominasi jiwa manusia maka menimbulkan kepribadian yang tenang (al-nafs al-muthmainnah).[21] Ada beberapa pandangan khas mengenai Psikologi Islam ini. Pada tahun 1997 di Universitas Darul Ulum, Jombang sempat diadakan acara Dialog Nasional Pakar Psikologi Islam yang menyepakati bahwa salah satu visi Psikologi Islam adalah menempatkannya sebagai mazhab kelima psikologi setelah psikoanalisis, behavioristik, humanistik, dan transpersonal. Karena memposisikan diri sebagai salah satu aliran atau mazhab, maka perlu ada beberapa pandangan khas mengenai psikologi Islam.[22] Pertama, mempercayai bahwa secara alamiah manusia itu positif (fithrah), baik secara jasadi, nafsani (kognitif dan afektif) maupun ruhani (spiritual). Kedua, mengakui bahwa salah satu komponen terpenting manusia adalah qalbu. Perilaku manusia bergantung pada qalbunya. Disamping jasad, akal, manusia memiliki qalbu. Dengannya manusia dapat mengetahui sesuatu (di luar nalar), berkecenderungan kepada yang benar dan bukan yang salah (termasuk memiliki kebijaksanaan, kesabaran), dan memiliki kekuatan mempengaruhi benda dan peristiwa. Pandangan Psikologi Islam tentang qalbu termasuk yang khas dan berbeda bila dibandingkan dengan psikologi barat yang hampir selalu menjelaskan sesuatu dengan otak. Ketiga, mempercayai bahwa arah pergerakan hidup manusia secara garis besar dibagi menjadi dua, yaitu taqwa dan fujur. Manusia diciptakan dalam keadaan positif dan ia dapat bergerak ke arah taqwa.

Bila manusia berjalan lurus antara fitrah dan Allah, maka ia akan menjadi taqwa (sehat, selamat). Bila tidak lurus antara fithrah dan Allah, maka ia akan berjalan ke pilihan yang sesat (fujur). Secara fithrah manusia diciptakan dengan penuh cinta, memiliki cinta, namun ia dapat berkembang ke arah agresi. Tugas Psikologi Islam adalah agar manusia selalu lurus dengan fithrahnya. Keempat, mempercayai bahwa manusia adalah unik. Quraish Shihab menyebutnya sebagai khalqan akhar. Beliau merujuk pada dua ayat dalam Alquran yaitu QS 17:21 dan QS 6:165. Kelima, psikologi islamdibangun berdasarkan nila tertentu, bukan netral etik. Gagasan tentang ilmu yang netral etik adalah khayalan belaka, seperti dikemukakan oleh Gunnar Myrdal. Setiap ilmu berangkat dari nilai-nilai dan mengembangkan nilai-nilai. Kalau kita meniliki lebih jauh lagi, memang kajian psikologi selama ini seperti kehilangan ruhnya. Kalau kata Malik Badri, a psychology without soul studying a man without soul. Selama ini dimensi dalam ilmu psikologi yang hanya menekankan pada dimensi ragawi (fisik-biologis), jiwa (psikologis), dan lingkungan (sosiokultural). Ini terasa kurang begitu mengena dalam meneropong manusia sebagai makhluk yang memiliki kompleksitas. Sehingga dalam kajian Psikologi Islam ditambahlah dengan dimensi ruhani (spiritual). Bahkan pada tahun 1984, Organisasi Kesehatan se-Dunia (WHO) telah menambahkan satu dimensi lagi untuk melihat orang sehat yaitu dimensi spiritual. Oleh American Psychiatric Association ini diadopsi dengan paradigma pendekatan biopsycho-socio-spiritual.[23]

Konsep Psikologi Islami: Paradigma Modern atau Turats Islam Murni? Pergulatan dalam pengembangan psikologi Islam masih terus terasa hingga sekarang. Memang sudah banyak forum ilmiah membicarakan hal ini. Paling tidak untuk kasus Indonesia- ada dua kelompok yang mencoba membangun konsep psikologi Islam ini. Kelompok pertama adalah mereka yang memiliki latar belakang pendidikan psikologi dan kemudian bersenutuhan dengan konsep-konsep Islam mengenai psikologi. Di samping adanya ketidakpuasan terhadap bahasan psikologi yang dianggap terlalu sekularistik dan menafikan kondisi kejiwaan hakiki manusia. Untuk menyebut beberapa nama pada kelompok ini antara lain seperti Hanna Djumhana Bastaman, Fuad Nashori, Djamaludin Ancok, Subandi, dan kelompok kajian di Yayasan Insan Kamil Yogyakarta. Umumnya mereka menggunakan terma psikologi islami dengan alasan bahwa psikologi modern yang ada tetap digunakan sebagai pisau analisis, namun dimasukkan pandangan-pandangan Islam tentang psikologi. Sedangkan kelompok kedua adalah mereka yang mencoba menggali khasanah klasik Islam (atturats al-islami) untuk pengembangan keilmuan psikologi Islam. Misalnya, Abdul Mujib atau Achmad Mubarok. Keduanya bukanlah psikolog dan tidak memiliki latar belakang pendidikan psikologi, namun memiliki akses terhadap literatur-literatur berbahasa Arab yang di situ terhampar pemikiran-pemikiran cendekiawan muslim klasik yang bersinggungan dengan psikologi, semacam Ibn Sina, al-Ghazali, Ibn Miskawaih dsb. Mereka menggunakan istilah psikologi Islam dengan alasan mengambil sumber langsung dari khasanah klasik Islam dan kemudian mengkontekstualisasikan dengan pandangan psikologi modern. Umumnya mereka yang berlatar pendidikan dari kampus-kampus yang memiliki akses terhadap literatur Arab, semacam

IAIN yang memiliki kecenderungan semacam ini. Khasanah klasik Islam sering juga disebut sebagai turats Islam. Dalam buku At-Turats Wa atTajdid, Hasan Hanafie mengatakan bahwa turats dapat dinisbahkan kepada dua hal. Pertama, turats Islam adalah kumpulan kitab-kitab dan manuskrip yang tersimpan dalam perpustakaan, gudang, masjid-masjid maupun museum. Di sini, turats berbentuk material yaitu turats tertulis, tersimpan dan tercetak dalam bentuk kitab. Namun, menurutnya lagi, ada bentuk lain dari turats yang bersifat immaterial, yaitu warisan kejiwaan dan adat-istiadat yang telah tertanam dalam jiwa masyarakat.[24] Secara lebih maju, Aisyah Abdurrahman (yang terkenal dengan nama samaran Bintu Syathi putri pesisir), dalam bukunya Turatsuna Baina Madli wa Hadlir mengatakan bahwa kita tidak dapat membatasi lingkup turats Islam pada zaman dan wilayah tertentu. Karena turats Islam mencakup seluruh warisan peradaban kuno kita, di sepanjang zaman dan tempat, maka, tentu saja warisan kebudayaan Mesir kuno yang tertulis di atas kertas-kertas papirus adalah termasuk turats Islam pula. Demikian pula halnya peninggalan kerajaan Babylonia, Asyur, Syam, Yaman, Mesir, Maghrib dan wilayah-wilayah lainnya. Hal itu, menurut Aisyah Abdurrhaman, karena seluruh penduduk wilayah tersebut telah memeluk Islam, maka secara otomatis masa lampau mereka menjadi milik Islam pula.[25] Dalam kajian-kajian psikologi, turats Islam yang berupa manuskrip tulisan dari cendekiawan muslim klasik cukup banyak, baik yang berupa konsep yang masih potensi maupun yang manifest. Misalnya, konsep perkembangan moral dan rasio seseorang bisa dibaca dalam karya klasik Ibn Thufail yang berjudul Hayy ibn Yaqzhan. Atau konsep-konsep umum mengenai nafs, qalb, atau akal yang dikemukakan oleh tokoh semacam al-Ghazali, Ibn Miskwaih, Ibnul Qoyyim al-Jauzi, bahkan pada konsep tentang tabir mimpi yang pernah dibahas oleh Ibn Sirrin jauh sebelum Freud mengemukakan teorinya tentang analisis mimpi.[26] Turats Islam ini bisa menjadi sumber kajian psikologi dalam perspektif Islam, tinggal bagaimana mengkonseptualisasikan dan mengkontekstualisasikannya dengan kondisi saat sekarang ini. Sayangnya literatur mereka yang menggunakan bahasa Arab belum banyak yang mengakses, justru oleh mereka kaum muslim yang belajar psikologi, khususnya di Indonesia ini. Dua model pengembangan ini sebenarnya masih tetap perlu dilakukan, meskipun kelemahankelemahan fundamental tetap ada. Jika terlalu memfokuskan pada pendekatan modern kemudian melabelkannya dengan Islam, maka yang terjadi adalah bukan muncul suatu ilmu, melainkan hanya menempel-nempelkan yang dianggap cocok (labeling). Apabila ini yang dilakukan maka akan sangat mudah goyah karena fondasinya tidak kuat. Sedangkan jika turats Islam yang belum dikonseptualisasi dan dikontekstualisasikan akan sulit teraplikasi di zaman sekarang ini. Selain konsep-konsep yang ada adalah konsep filosofis, juga kondisi umat manusia pada abad pertengahan tentu memiliki karakteristik yang berbeda dengan umat manusia sekarang ini. Lalu apakah model integralisasi model Faruqi yang dilakukan? Memang banyak tawaran, tinggal mana yang kiranya pas dan mampu diaplikasikan dalam kerangka teoritis akademis maupun aplikasi pragmatis. Pemahaman dan penguasaan terhadap keilmuan modern kontemporer dari Barat bukan suatu hal yang tidak perlu dilakukan. Namun juga tidak kemudian menerima apa

adanya (taken for granted) terhadap model-model pemikiran mereka. Langkah kritis terhadap pemikiran mereka perlu dilakukan. Sementara penguasaan turats Islam dijadikan sebagai fondasi pemikiran. Kemudian turats Islam tersebut dikaji, dikritisi, dikonspetualisasi dan dikontekstualisasikan. Tak tertutup kemungkinan melakukan sebuah studi komparasi antara pemikiran-pemikiran Barat tentang psikologi dengan pemikiran-pemikiran yang berasal dari turats Islam.

Penutup Memang bukan pekerjaan mudah dalam mewujudkan sebuah ilmu pengetahuan yang dapat diterima secara luas (broadly acceptable). Freud saja konsepnya masih terus menerus dikritik dan dianggap tidak memenuhi kriteria ilmu pengetahuan oleh beberapa pihak. Namun inilah yang menjadi sasaran kritik saat ini. Hegemoni pengetahuan yang dikembangkan Barat memang cenderung kaku dan prosedural. Padahal fitrah ilmu pengetahuan itu adalah dinamis dan dalam kasus-kasus tertentu bisa jadi akan melawan kekakuan dan prosedur-prosedur yang disebut ilmiah. Gagasan psikologi dengan mengambil perspektif kajian Islam menjadi hal yang masih terus dikembangkan. Dua model pengembangan yang ada sebagaimana disebutkan di atas masih perlu terus menerus diuji, sampai kemudian mana yang dianggap menjadi fondasi yang kuat dalam usaha pengembangannya. Turats Islam dalam hal ini menjadi sebuah keniscayaan yang perlu dijalani. Latar belakang historis perkembangan pengetahuan dunia yang pernah dilakukan umat Islam menjadi bukti bahwa kita tidak boleh berpaling darinya. Dengan melakukan konseptualisasi dan kontekstualisasi turats Islam akan menjadikan khasanah Islam klasik yang tersimpan dalam kitab-kitab literatur Arab dan historisitas kehidupan masyarakat Islam masa lalu bisa menjadi pisau analisis yang perlu dilakukan. Wallahu alam bi ashshawwab.

Catatan Akhir: [1] Moeflich Hasbullah (ed.), Gagasan dan Perdebatan Islamisasi Ilmu Pengetahuan, (Jakarta: IIIT-I, LSAF, IRIS, Cidesindo, 2000), halaman xxx. [2] Lihat dalam kertas kerja Zainal Abidin Bagir, Islamisasi Sains atau Objektifikasi Islam, disampaikan dalam seminar epistemologi Islam IIIT Indonesia pada tanggal 15 Agustus 2001 di Universitas Paramadina, Jakarta. [3] Lihat Leif Stenberg, The Islamization of Science or the Marginalization of Islam:The Positions of Seyyed Hossein Nasr and Ziauddin Sardar dalam http://www.hf.uib.no/instituter/smi/paj/Stenberg.html Ini merupakan cuplikan dari judul bukunya yang berjudul The Islamization of Science. Four Muslim Positions Developing an Islamic Modernity (Stockholm: Almqvist & Wiksell International, 1996).

[4] Beliau adalah ilmuwan AS kelahiran Palestina. Langkah-langlah islamisasi yang disusunnya terdiri dari 12 langkah dan dapat dibaca di bukunya yang berjudul Islamisasi Pengetahuan (Bandung: Pustaka Salman, 1984). Buku tersebut merupakan rangkuman dari forum simposium internasional tentang islamisasi pengetahuan yang diadakan di Islamabad, Pakistan tahun 1981. [5] Langkah-langkah tersebut adalah (1) penguasaan disiplin ilmu modern: penguraian kategoris, (2) survei disiplin ilmu, (3) penguasaan khasanah Islam: sebuah antologi, (4) penguasaan khasanah ilmiah Islam tahap analisa, (5) penentuan relevansi Islam yang khas terhadap disiplindisiplin ilmu, (6) penilaian kritis terhadap disiplin ilmu modern: tingkat perkembangannya di masa kini, (7) penilaian kritis terhadap khasanah Islam: tingkat perkembangannya masa kini, (8) survei permasalahan yang dihadapi umat Islam, (9) survei permsalahan yang dihadapi umat manusia, (10) analisa kretaif dan sintesa, (11) penuangan kembali disiplin ilmu modern ke dalam kerangka Islam: buku-buku daras tingkat universitas, dan (12) penyebarluasan ilmu-ilmu yang telah diislamisasikan. Terlihat bahwa Faruqi mencoba melakukan sebuah proses integralisai deduktif. Ini yang membedakannya dengan Ziauddin Sardar yang mencoba melihatnya murni dari sumber Islam an sich. Oleh Sardar fondasinya adalah dengan mendasarkan pada epistemologi Islam sebagai sebuah kerangka pedoman mutlak. Lengkapnya dapat dibaca buku beliau, Rekayasa Masa Depan Islam (Bandung: Mizan) [6] Lihat Taha Jabir al Alwani, The Islamization of Knowledge: Yesterday and Today, (Herndon, USA: IIIT, 1995). Buku ini berisikan mengenai diskursus tentang islamisasi pengetahuan berikut dengan tujuan adanya islamisasi pengetahuan. [7] Dapat dilihat juga Imad al Din Khalil, Madkhal ila Islamiyat al Marifah, (Herndon, USA: IIIT, 1991) halaman 15, dan Abu al Qasim Hajj Hammad, Manhajiyat al Quran al Marifiyah, (Herndon, USA: IIIT, 1991) halaman 19. [8] Dapat dilihat pada kertas kerja Armahedi Mahzar, Menuju Sains Islami di Masa Depan: Langkah-langkah Strategis Integralisasi, yang disampaikan dalam seminar epistemologi Islam IIIT Indonesia, 15 Agustus 2002 di Universitas Paramadina Jakarta. Beliau menwarkan lima langkah integralisasi agar muncul apa yang disebut sebagai sains islami. [9] Kuntowijoyo, Selamat Tinggal Mitos, Selamat Datang Realitas, (Bandung: Mizan, 2002) halaman 213. [10] Op.Cit., Armahedi Mahzar, halaman 2-13 [11] Lihat J.P. Chaplin, Kamus Lengkap Psikologi, terjemahan DR Kartini Kartono, (Jakarta: Rajawali Pres, 2001), halaman 54. [12] Istilah EQ memang cenderung salah kaprah. Huruf Q yang merupakan singkatan dari quotient dalam konsep IQ adalah angka pembagi yang diperoleh individu setelah mengikuti tes kecerdasan. Konsepnya adalah bahwa IQ hasil dari pembagi antara usia mental (mental age/MA) dan usia kronologis (chronological age/CA). Sementara kecerdasan emosional hingga saat ini tidak ada tes semacam tes kecerdasan seperti IQ. Begitu juga munculnya istilah Spiritual Quotient (SQ). Dalam pandangan saya ini adalah sebuah usaha mendudukkan secara sejajar dengan konsep IQ yang sudah terlebih dahulu mapan, atau simbolisasi yang akan mudah dikenal dan diingat oleh

orang awam sekalipun. [13] Beberapa buku yang penulis ketahui dalam isu ini misalnya buku Robert Frager, Hati, Diri dan Jiwa (Jakarta: Serambi, 2002), Inayat Khan, Dimensi Spiritual Psikologi (Jakarta: Pustaka Hidayah, 2000) atau buku-buku yang bersinggungan dengan sufisme dan psikologi. Memang ada catatan-catatan penting berkaitan dengan pendefinisian spiritualitas ini dalam pengkajian di psikologi. [14] Lihat Hanna Djumhana Bastaman, Integrasi Psikologi dengan Islam: Menuju Psikologi Islami, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2001) halaman 191-200. [15] Dapat dilihat dalam makalah Achmad Mubarok Jiwa Manusia: Perspektif Psikologi Islam dan Psikologi Modern, disampaikan dalam diskusi serial Psikologi Islam di IIIT Indonesia pada 11 April 2002. Malik Badri juga sempat mengatakan sekarang telah terjadi amerikanisasi psikologi. Lihat paper beliau Islamic Psychology: Its What, Why, How and Who. Paper ini dikirimkan pada saat Simposium Nasional Psikologi Islam 2001 di Unisba, Bandung, 22 Juli 2001. [16] Lihat Abdul Mujib, Fitrah: Antara Potensi dan Implikasi Psikologis, makalah yang disampaikan dalam diskusi serial Psikologi Islam di IIIT-I, 7 Mei 2002. Lihat juga buku beliau Fitrah dan Kepribadian Islam: Sebuah Pendekatan Psikologis, (Jakarta: Darul Falah, 1999). [17] Lihat M. Thoyibi dan M. Ngemron (ed.), Psikologi Islam, (Surakarta: UMS Press, 1996), halaman 32. Buku ini merupakan kumpulan kertas kerja yang disampaikan pada acara Simposium Nasional Psikologi Islam di Universitas Muhammadiyah Surakarta, 11-13 November 1994. [18] Lihat artikel Yasien Muhammad, http://www.angelfire.com/al/islamic_psychology [19] Lihat artikel Yasien Muhammad, www.angelfire.com/al/islamic_psychology Fitrah: Ibn Inborn Taymiyahs Natural Views Predisposition, on Fitrah,

[20] Robert Frager memperkenalkan tujuh tingkatan nafs. Ketujuh nafs itu adalah nafs tirani, nafs penuh penyesalan, nafs yang terilhami, nafs yang tenteram, nafs yang ridha, nafs yang diridhai Tuhan dan nafs yng suci. Lihat Frager, Hati, Diri, dan Jiwa, halaman 90-127. [21] Op. cit., Abdul Mujib [22] Lihat H. Fuad Nashori, Mimpi Nubuwat: Menetaskan Mimpi yang Benar, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2002), halaman 133-138. [23] Lihat buku Prof. DR. dr. H. Dadang Hawari, Dimensi Religi dalam Praktek Psikiatri dan Psikologi, (Jakarta: Balai Penerbit FKUI, 2002), halaman 5. [24] Lihat dalam artikel Abdul Hayyie al Kattani, Rekayasa Masa Depan Islam: Dengan Revitalisasi Warisan Klasik Islam (Turats) Sebaga Illustrasi,dalam http://www.kmnu.org/ [25] Ibid

[26] Untuk studi mendalam ada buku yang mencoba menelusuri pemikiran-pemikiran mereka dengan judul Ilm an-Nafs fi at-Turats al-Islami. Buku ini berupa kumpulan tulisan dari beberapa cendekiawan dan ilmuwan tentang psikologi dengan jumlah tiga jilid dan diterbitkan di Mesir oleh IIIT Mesir tahun 1996. kemudian adalagi buku dengan judul Abhats Nadwat Ilm an-Nafs yang juga berupa kumpulan tulisan dan diterbitkan pula oleh IIIT Mesir tahun 1989. Buku terbaru Dr Utsman Najati juga mencoba membuat kodifikasi pandangan filosof muslim terhadap jiwa manusia dengan judul Jiwa dalam Pandangan Filosof Muslim (Jakarta: Pustaka Hidayah, 2002) yang intinya juga melakukan kajian terhadap turats Islam. Sumber: www.geocities.com KampusIslam.com :: Cakrawala Ilmu pengetahuan dan Dunia Islam :: : http://kampusislam.com Versi Online : http://kampusislam.com/?pilih=news&aksi=lihat&id=274

Bahasa Indonesia

"Ilmu Sains" di dalam al-Quran dan Lain-lain Kejanggalan


Dewasa ini, ramai para Muslimin telah muncul dan mempelopori teori mereka bahawa dalam Quran itu kononnya ada banyak fakta-fakta dan mujizat saintifik. Banyak laman-laman web, buku-buku serta video telah dicipta orang-orang Islam yang cuba menonjolkan Islam itu sebenarnya berpunca dari Allah, kononnya disokong oleh hujah-hujah yang 'tepat secara saintifik' dalam al-Quran dan Hadith. Kebanyakan risalah mereka bermula dengan pernyataan seperti berikut : "Suatu hal yang mengkagumkan ialah bagaimana al-Quran 'menangani' ilmu Sains. Quran yang diwahyukan dalam abad ketujuh kepada Muhammad(saw) mengandungi fakta-fakta saintifik 'yang baru kini ditemui pada abad ini'. Ahli-ahli sains terkagum sahaja apabila mereka ditemukan dengan ketepatan dan kecocokan ayat-ayat al-Quran dengan penemuan sains moden." Rencana ini akan meneliti hujah diatas. Ia juga akan mengkaji dengan rapi, ayat-ayat al-Quran yang dipetik orang Muslim sebagai kononnya menyokong 'mujizat saintifik' mereka. Kajian ini juga akan meneliti dan membongkar banyak kejanggalan dan kepelikan saintifik yang terkandung di dalam Quran dan Hadis yang disegani dan amat malu disebut-sebut oleh umat Islam - kerana kejanggalannya dan juga kerana amat jauh sekali dari kebenaran!. Lebih kurang 90 peratus daripada 1 bilion orang Islam pada hari ini terdiri dari kelompok Sunni. Kelompok yang terbesar selepas Sunni ialah puak Shi'ah. Oleh itu, makalah ini akan meneliti dan mengkaji ajaran dan tafsiran kelompok para Sunni, yang merupakan majoriti pengikut-pengikut Islam hari ini. Contohnya, Hadith yang diikuti puak Sunni hari ini adalah hanya diikuti dan diimani oleh ahli Sunni sahaja tetapi ditolak sebulat-bulatnya oleh kebanyakan puak-puak Islam lain yakni ahli Shi'ah, 'Submitters'('Quran only') dan ahli Sufi. Puak Islam Shi'ah, misalnya, memiliki koleksi-koleksi Hadith sahih mereka sendiri, dan hadith-hadith mereka tidak bersetuju dan menolak secara terus-terang dengan 'Hadith Sahih Bukhari atau pun Muslim' dan

lain-lain ahadith. Sebenarnya, pada hari ini terdapat lebih daripada 100 JUTA orang yang bergelar Muslim tetapi mereka tidak menerima atau mempercayai koleksi ahadith orangorang Sunni. Walaupun begitu, kebanyakan perbincangan dalam rencana ini akan menumpukan perhatiannya kepada fahaman dan tafsiran puak Sunni sahaja. 1 ] Ciptaan Bumi Al-Quran menyebut dalam Surah 50 ayat 38 bahawa: "Sesungguhnya telah Kami jadikan beberapa langit dan Bumi dan apa-apa yang diantara keduanya dalam enam hari dan Kami tiada merasa payah ..." Adalah satu hakikat sejarah bahawa nabi Muhammad telah bercampur-gaul dengan umat-umat Yahudi dan Kristian. Dan lagi satu hakikat ialah banyak daripada isi kandungan Quran itu diambil (induknya) daripada AlKitab umat Kristian dan Yahudi. Di nas ini kita diberitahu bahawa - sama seperti catatan dalam Buku Kejadian dalam Alkitab al-Mukkadas - Bumi telah dicipta dalam enam hari. Para Muslim yang mencuba mencocokkan atau menyelaraskan ajaran al-Quran dengan Sains moden, mentafsirkan bahawa 'Satu hari bagi Allah dan malaikatNya adalah bersamaan dengan 50,000 tahun'. Ini diambil dari surah 70 ayat 4. Jadi, mengikut hitungan matematik, para Muslim cuba menghujah bahawa Bumi telah dicipta dalam 300,000 tahun (6 hari x 50,000 tahun). Teori ini amatlah cetek lojiknya tetapi menarik. Ia menarik kerana perhitungan ini tidak didukung atau disokong oleh kajian Sains Moden! Menurut Sains Moden, ia telah memakan masa selama BEBERAPA BILION TAHUN untuk mencapai keadaan pada hari ini. Berbilion tahun telah berlalu sebelum wujudnya pepohon, dan beribu bilion lagi sebelum wujudnya binatang haiwan! Surah 70 ayat 4 : "Malaikat-malaikat dan roh naik kepadaNya dalam SEHARI yang lamanya LIMA PULUH RIBU Tahun." Ayat ini membawa lebih banyak masalah lagi bagi al-Quran, kerana ayat ini bertentangan secara langsung dengan ayat-ayat Quran lain. Misalnya Surah 32/5 dan surah 22/47 kedua-dua sebut bahawa : "Sesungguhnya SEHARI disisi TUHAN-Mu seperti SERIBU Tahun dari apa yang kamu hitung." Jadi, jelaslah dapat dilihat percanggahan dan perselisihan dalam Quran - Sehari itu 50,000 tahun ATAU hanya 1,000 tahun? Juga, untuk menyatakan bahawa Allah telah mengambil masa selama 300,000 tahun untuk mencipta Bumi merupakan satu PENGHINAAN kepada-Nya. Kerana Dia hanya boleh berkata : "Jadilah engkau" lalu jadilah ia (iaitu Bumi). "Dia yang menciptakan langit dan BUMI; apabila Dia menghendaki mengadakan sesuatu Dia berkata: Jadilah engkau. Lalu jadilah ia." Surah 2 ay.117 Bukan sahaja teori Islam di atas ini bercanggah dengan Sains hari ini, malah ia bertentangan dan berselisihan dengan nas-nas Qurannya sendiri! 2 ] "Sains" Embrioloji Pada tahun 1982, Keith Moore, seorang profesor di Universiti Toronto, telah menulis sebuah buku berjudul : "The Developing Human, edisi ke3". Di dalamnya Moore ceritakan

kehairanannya dengan 'cerita pertumbuhan embrio di dalam Quran'. Selepas itu, dia telah menulis lagi satu buku yang berjudul "Human Development as described in the Quran and Sunnah" yang amat gemari dipetik oleh ahli-ahli puak Sunni. Mereka ini merujuk kepada ayat Quran tersebut : "Kemudian Kami jadikan dia air mani (yang disimpan) di dalam tempat yang kukuh. Kemudian mani itu kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu Kami jadikan sepotong daging, lalu sepotong daging itu Kami jadikan tulang, lalu tulang itu Kami bungkus dengan daging, kemudian dia Kami ciptakan makhluk yang lain. Maka Maha suci Allah yang sebaik-baik menciptakan." Surah 23 ay.13,14 Di permukaannya, pernyataan ini kelihatan 'ajaib' untuk dibuat oleh seorang "Arab dari abad ketujuh". Tetapi, apabila ayatnya dianalisa lebih lanjut dan dengan lebih teliti, terdapat penjelasan dan juga kesilapan yang ketara yang timbul bagi ayat tersebut. Mula-mula, kita boleh bertanya jika ayat itu adalah asli, dan kedua, adakah pernyataan itu tepat atau pun benar. Ramai orang kagum dengan tersebutnya 'air mani' dalam ayat di atas. Tetapi ini bukanlah sesuatu yang istimewa! Jauh lebih lama sebelum timbulnya al-Quran, manusia sudah pun sedar akan wujudnya "Benih" yang keluar daripada buah zakar lelaki, semasa proses persetubuhan. Al-Kitab (Bible), satu Teks yang jauh lebih tua daripada Al-Quran, lebih awal lagi dari Quran telah menyebut tentang seorang lelaki yang dihukumi oleh Tuhan oleh sebab dia "membiarkan air maninya jatuh ke atas bumi". Kejadian 38 : 9-10. Seluruh cerita tentang pertumbuhan kehidupan manusia dalam al-Quran bukanlah cerita yang asli. Ahli-ahli Sunni cuba mempelopori teori mereka bahawa Muhammad telah mengajarinya sebelum ditemui ahli-ahli sains. Tetapi ahli-ahli Sunni ini malangnya sudah tersilap! Hujahhujah mengenai pertumbuhan seorang bayi di dalam rahim seorang ibu sudah pun diajari oleh Aristotle 1,000 Tahun sebelum tercatitnya al-Quran! Sebenarnya, Aristotle telah menceritakan dengan tepatnya mengenai tali pusat (umbilical cord) serta fungsinya -sesuatu yang tidak disebut dalam Quran. Ini menunjukkan hakikat bahawa tokoh-tokoh dan ahli-ahli falsafah bukan Islam sudah mengenal dan menganalisa hal-hal saintifik jauh lebih awal daripada Muhammad dan lebih daripadanya. SETIAP sebutan pertumbuhan seorang manusia di dalam alQuran mengikut teori-teori Roma dan Yunani yang sudah wujud jauh lebih awal lagi! Contohnya, ayat tersebut tentang air mani : "Ia dijadikan dari air yang terpancar, yang keluar dari antara tulang punggung lelaki dan tulang dada..." Surah 86:6,7 Kesilapan ayat ini amat jelas dan ketara! Dan ia juga meniru dan menciplak daripada teoriteori yang lebih awal lagi. Pertama, air mani tidak berasal "dari antara tulang punggung lelaki" jika begitu ertinya air mani berpunca daripada Buah Pinggang lelaki! Kami semua tahu hakikat air mani dibuat di dalam buah zakar (testicle) seorang lelaki. Tetapi orang sezaman dengan Muhammad - termasuk dia sendiri- jahil tentang hakikat tersebut! Sebelas abad sebelum munculnya Muhammad, seorang doktor Yunani bernama Hippocrates, menganjur teorinya bahawa air mani melalui buah pinggang sebelum sampai ke buah zakar lelaki. Teori air mani yang salah ini telah diterima tanpa disoal untuk berabad-abad lamanya. Ada orang yang kata bahawa Muhammad tidak kenal orang-orang Rum atau Yunani. Tetapi, penduduk-penduduk tanah Arab sebelum kedatangan Islam, sudah pun bergaul dan berurusan dengan jajahan Byzantium, Syam, Mesir, Parsi dan juga Babylon. Terdapat juga ramai umat

Yahudi dan Kristian yang telah bermastautin di sana. Umat-umat Yahudi dan Kristian ini sudah tentu kenal dan amat biasa dengan tamadun-tamadun Rum dan Yunani. Pada zaman Muhammad, umat Kristian sudah ada perhubungan dengan Rum. Yahudi pula ada pertalian dengan tamaduntamadun di Babylon dan Parsi. Tidaklah mustahil, malah amat mudah sekali untuk konsep dan teori-teori tamadun-tamadun tersebut, termasuk teori pertumbuhan embrio yang silap itu, sampai kepada telinga Muhammad. Akhir kata, mengimbas kembali kepada ayat-ayat Quran yang menyentuh pertumbuhan seorang bayi itu, saya akan akui bahawa itu juga adalah salah dan tidak masuk akal. Nas Quran berkata bahawa 'segumpal darah itu Kami jadikan sepotong daging, lalu sepotong daging itu Kami jadikan tulang, lalu tulang itu Kami bungkus dengan daging':Surah 23 ayat 13,14. Sebaliknya, hakikat Saintifik yang sebenar adalah tisu-tisu hidup yang bertumbuh terlebih dahulu, kemudian sahaja diikuti dengan pertumbuhan tulang yang akan semakin membesar dengan penambahan Kalsium bertahun-tahun selepas bayi itu dilahirkan. Jadi, ini menunjukkan satu daripada banyak kepelikan dan kesilapan 'saintifik' al-Quran.

Kepelikan-kepelikan Saintifik di dalam al-Quran dan Hadith.


Untuk mempercayai al-Quran adalah untuk menjadi tidak rasional dan mengabaikan kewarasan fikiran anda. Terdapat banyak mitos-mitos dan kesilapan-kesilapan Saintifik di dalam Al-Quran. Tetapi kebanyakan penganut Islam menerima ajaran-ajaran ini secara membuta sahaja. Dunia saintifik telah mengorak banyak langkah mencapai tahap pemikiran yang matang serta tinggalkan banyak pantang-larang serta sikap kebutaan dan ketakutan hasil daripada tamadun primitif budaya-budaya yang lalu. Malangnya, kerana nas al-Quran disanjung tinggi secara membuta dan tanpa disoal-siasat, maka terdapatlah banyak perkara di dalamnya yang ketinggalan zaman, amat pelik dan tidak tepat jika dibandingkan dengan kebenaran. Sebagai permulaan, saya akan mengambil contoh daripada budaya Hindu. Menurut tradisi mereka, suatu hari, dewa Siva telah meninggalkan isterinya di rumahnya, isterinya pula telah mengambil kulit sendiri dan menjadikan seorang anak daripada kulit itu. Anaknya merupakan pelindung baginya dan juga rumahnya. Apabila Siva kembali ke rumahnya, anak itu telah dibunuhnya kerana dia telah menghalang Siva daripada memasuki rumahnya sendiri. Jadi, isteri Siva pun menjadi amat marah, dan Siva telah keluar dan memancung kepala seekor gajah dan mencantumkannya dengan tubuh anak yang telah dibunuhnya itu. Itulah sebabnya kenapa dewa Hindu Ganesh mempunyai tubuh seorang manusia tetapi berkepala gajah! Adakah mana-mana orang Muslim yang mempercayai cerita ini ? Tentu Tidak! Ini adalah satu mitos, satu cerita dongeng yang tidak masuk akal dan tidak benar. Mitos ini telah direka oleh suatu budaya primitif. Jika amat mudah untuk menanggap mitos ini sebagai satu dongeng, umat Islam sendiri amatlah malang kerana mereka membuta kepada dongeng-dongeng di dalam nas Kitab Suci mereka sendiri. Marilah kita melihat beberapa contoh-contoh kesilapan-kesilapan Sains dan kesilapan fakta-fakta yang terdapat di dalam Al-Quran. 3 ] Cerita Pertuturan yang Sempurna Hazrat Isa Almasih semasa Baginda Seorang Bayi Dalam Surah 19 ayat 29 -33, Al-Quran memberitahu bahawa Isa sebagai seorang bayi telah berbicara dengan sempurna dengan ibunya Maryam semasa dalam buaian. Kita semua tahu bahawa peristiwa ini tidak terjadi - menurut catatan dan rekod dalam Kitab Injil. Sebaliknya, seorang kanak-kanak seperti Hazrat Isa terlebih dahulu telah belajar bertutur dan berucap dengan betul, sebelum baginda boleh berbicara apa-apa dengan ibu-bapanya. Sebaliknya, catatan AlQuran itu diambil daripada satu lagenda, satu mitos yang telah diterima oleh nabi Muhammad lalu diletakkannya ke dalam Al-Quran.

Lain-lain Kepelikan Sains di dalam al-Quran dan Hadith 4 ] Pokok dan Batu yang Bercakap Hadith Sahih Muslim, Kitab 40, Nombor 6985: Abu Hurairah telah Melapurkan : Rasulullah (saw) berkata : 'Hari Kiamat tidak akan tiba sehingga para Muslim berperang dengan umat Yahudi. Umat Muslim akan membunuh orang-orang Yahudi sehingga mereka akan menyembunyikan diri disebalik batu atau pokok. Maka batu atau pokok itu akan berkata-kata : "Hai Muslim atau hamba Allah, ada seorang Yahudi disebalik saya. Marilah dan bunuh dia." Tetapi Pokok Gharqad tidak akan berkata apa-apa, kerana ia adalah pokok bangsa Yahudi.' Seorang yang berfikiran waras dengan mudah dapat mengenepikan Hadith ini sebagai karut! Jelaslah ia miliki banyak kesilapan. Mula-mula, cerita pokok dan batu yang bercakap-cakap berpunca daripada sumber cerita dongeng dan mitos. Bagi sepohon pokok atau seketul batu untuk berbicara atau cakap, ia memerlukan otak, paru-paru, kotak suara dan lidah; disamping pemahaman Bahasa yang dituturkannya ! Lebih teruk lagi kekarutannya ialah : sepohon pokok yang bernama 'Gharqad' yang akan memihak kepada umat Yahudi ! 5 ] Awan yang Bercakap Tidak mencukupi dengan ide-ide janggal seperti pepohon dan batu-batan bercakap, al-Quran juga mengajari tentang awan yang bercakap. "Allah berkata kepada langit dan bumi : Datanglah kamu berdua, baik dengan patuh atau dengan terpaksa. Sahut keduanya, 'kami datang dengan patuh'." Surah 41 ayat 11. Ramai pembaca-pembaca tidak mengindahkan ayat ini, tetapi apabila kita mengkajikanya lebih lanjut, ia menimbulkan banyak lagi soalan yang sukar dijawab. Seperti: Bilakah wap air itu memiliki kesedaran? Adakah molikul air itu benda yang hidup? Dengan dua atom hidrojen dan satu atom oksigen; di manakah letaknya otaknya dan mana pula mulutnya ? Cerita tentang benda-benda yang tidak hidup, tetapi beraksi seolah-olah organisma hidup, banyak terdapat dalam al-Quran. Ada cerita gunung-ganang yang takut (surah 33:72). Ketakutan, suatu emosi yang terhasil daripada reaksi kimia di dalam otak. Apakah Gunung-ganang, dicipta daripada batu, pasir dan debu mempunyai otak dimana reaksi-reaksi kimia ini berlaku ? 6 ] Tempat Matahari Terbenam "di Bumi" Al-Quran dengan kata-kata yang jelas menyatakan bahawa seorang hamba Tuhan telah melihat Matahari terbenam ke dalam suatu 'mata air yang berlumpur hitam' dan di situ pula dia terjumpa dengan sekumpulan manusia. Ayatnya seperti berikut: "Sehingga, apabila dia sampai di tempat terbenam Matahari, didapatinya matahari itu terbenam dalam mata air yang berlumpur hitam. Di sana didapatinya satu kaum. Kami berkata : Hai, Zulkarnain, adakalanya engkau siksa (kaum yang kafir itu) atau engkau perlihatkan kepada mereka kebaikan..." Surah al-Kahfi 18 ayat 86 Adakah Matahari itu sebenarnya terbenam kedalam sebuah mata air yang berlumpur hitam? Menurut nas al-Quran di atas, begitulah hakikatnya. Ini merupakan satu kesilapan sains dan kekarutan yang besar dalam al-Quran. Seorang manusia berjalan-jalan di bumi sehingga terjumpa dengan tempatnya Matahari terbenam-sebuah mata air yang berlumpur ! Menurut Sains serta ilmiah moden, Bumi yang berputar mengelilingi Matahari. Nas Quran di atas pula mengajar pertentangannya, bahawa matahari yang berputar, sehingga ia terbenam di Bumi! Jikalau Matahari bersentuhan dengan muka bumi ini, segala-galanya di bumi

akan hangus terbakar! Juga, semua kehidupan yang ada akan mati serta-merta. Inilah satu lagi contoh jelas di mana terdapat ajaran-ajaran di dalam al-Quran yang tidak benar sama sekali dan tidak memihak kepada kebenaran. 7 ] Jin adalah Pemberita-pemberita Maklumat dari Syurga ! Dan Bintang-bintang boleh melempari mereka... Satu lagi kepelikan ialah makhluk dalam Quran yang disebut sebagai jin. Umat Islam percaya bahawa jin-jin ini berdiri di atas bahu masing-masing sehingga mencapai menjangkau Syurga. Dari sana, mereka dapat mendengari perbincangan yang sedang diadakan. Ada Hadis yang dikisahkan oleh Aisha (Sahih Bukhari Jilid 9, Kitab 93, Nombor 650) yang mengatakan para dukun dan bomoh menerima sebahagian maklumat mereka dari Jin yang secara sembunyisembunyi mendapatkan maklumat mereka dengan memasang telinga mereka di ambang Syurga! Surah 37 ay.6-8 berkata : "Sesungguhnya Kami menghiasi langit yang hampir kedunia dengan perhiasan bintang-bintang. Dan untuk memeliharakan daripada tiap-tiap syetan yang durhaka. Mereka tidak dapat mendengar ke alam yang Mahatinggi, dan mereka dilempari dari tiap-tiap penjuru.." Quran juga mengajari bahawa bintang-bintang diciptakan untuk melempari syetan-syetan supaya mereka tidak dapat mendengar apa yang dibincangkan di syurga. (Surah 67/5). Pertamanya, jika Jin boleh menjangkau syurgawi dengan berdiri di atas bahu jin-jin lain, ertinya Syurga itu adalah pada jarak yang tetap dari Bumi. Jika ini benar, pada suatu hari nanti kita boleh terbang ke Syurga dengan menduduki pesawat space shuttle, atau melihatkannya melalui teropong teleskop! Lebih teruk lagi adalah kekarutan yang diajari, bahawa bintang dan tahi bintang boleh dijadikan lembing-lembing untuk melempari jin-jin itu! Pada hakikatnya, bintangbintang tidak boleh bergerak, tetapi orang-orang Arab pada abad ke-7 tahun Masehi buta sains dan juga buta astronomi, dalam kejahilan mereka telah kelirukan tahi bintang dengan bintangbintang. Penulis-penulis al-Quran dan Hadis telah mengelirukan 'tahi bintang' dengan bintang, dan mempelopori ajaran salah itu dalam Surah 37, 67 dsb, walhal mereka adalah dua hakikat yang berlainan. 8 ] Manusia Dapat Memahami Bahasa-bahasa Serangga dan Binatang-binatang Menurut Quran, seorang manusia telah dapat memahami bahasa binatang-binatang. Kata surah 27/18-19 : "Sehingga apabila mereka sampai kelembah semut, lalu berkata raja semut: 'Hai sekalian semut, masuklah kamu kedalam rumahmu, supaya kamu tidak dihancurkan oleh Sulaiman dan tenteranya'...Lalu Sulaiman tersenyum serta tertawa, kerana mendengarkan perkataannya ..." Walaupun pakar-pakar Zooloji telah berusaha mencari kaedah-kaedah serta cara berkomunikasi dengan beruk dan ungka, tidak ada mana-mana manusia yang telah dapat memahami "bahasa" spesies makhluk lain selain daripada spesies manusia. Kebolehan untuk berbicara seperti seorang manusia dicapai oleh pembentukan otak yang unggul dengan corak pemikirannya yang kompleks. Corak pemikiran kompleks ini tidak dimiliki oleh kebanyakan haiwan-haiwan yang lain. Jadi, untuk mengajar bahawa manusia dapat memahami "percakapan makhluk/haiwan spesies lain" adalah amat tidak masuk akal sekali! Lebih teruk lagi kekarutan yang dianjurkan oleh Qu'ran bila ia kata manusia ini boleh memahami 'bahasa semut'! Adalah satu hakikat saintifik bahawa semut tidak mempunyai corak percakapan. Mereka berkomunikasi dengan mengesan jejak-jejak kimia, serta cara-cara

penghiduan dan pembauan atau penyentuhan yang lain. Jadi semut sebenarnya berkomunikasi melalui penghiduan dan BUKAN gelombang-gelombang bunyi. Di gurun yang gersang tanah Arab pada abad ke-7 Tahun Masehi, kejahilan ini telah menyebabkan ajaran janggal yang tidak masuk akal diatas! Justru itu, kejahilan mengenai dunia haiwan ini juga membuktikan gubahan teks Kitab ini di tangan manusia sebenarnya, dan sekaligus memustahilkan teori sumber ilahi bagi Kitab tersebut. Tuhan Allah, yang Maha mengetahui, sudah tentu tidak akan melakukan kesilapan fakta-fakta seperti di atas ini. 9 ] Bulan dan Bintang adalah Lampu-lampu dan Pelita Qu'ran menyebutkan bahwa Allah telah menciptakan langit bertingkat-tingkat atau berlapis-lapis. Dia menciptakan tujuh langit, dan menghiasi langit yang terendah dengan pelita (Surah 67:3-5) dan memperindahnya dengan perhiasan bintang-bintang (Surah 37:6). Qur'an juga mengatakan bahwa bulan berada di dalam ketujuh langit ini (Surah 71:15-16). Jika bintang-bintang (lampulampu) berada di langit yang terendah, mereka adalah lebih dekat ke bumi berbanding dengan bulan, atau sekurang-kurangnya memiliki jarak yang sama terhadap bumi sebagaimana bulan. Kedua-duanya hujah ini secara ilmiah adalah salah dan tidak benar sama sekali. Adalah suatu kenyataan yang sudah diketahui ilmu Sains bahwa bintang-bintang berada di jarak lebih jauh lagi daripada Bumi, jika berbanding dengan jarak bulan dari Bumi. 10 ] Binatang Seperti Monyet Islam Harus Direjam Seperti Manusia Hadith berikut ini berbicara tentang para monyet yang kononnya adalah Muslim: Hadith Sahih Bukhari Jilid 5, Kitab 58, Nombor 188: Disampaikan oleh 'Amr bin Maimun: "Pada zaman jahiliyah sebelum Islam saya menyaksikan seekor monyet betina dikelilingi oleh sejumlah monyet-monyet lain. Mereka semua melemparinya dengan batu, kerana monyet betina itu telah melakukan perzinahan. Saya pun, ikut melempari batu bersama mereka." Ini adalah syariat dalam Islam bahwa wanita yang melakukan perzinahan mestilah direjam (dilempari batu). Menurut Hadis Sahih Bukhari di atas para monyet juga dikenai hukum ini. Hukum-hukum syariah apa lagi yang wajib diikuti oleh para monyet? Apakah mereka juga diwajibkan untuk melakukan ziarah ke Mekah? Apakah mereka diwajibkan membaca Qu'ran? Apa yang merupakan perzinahan dalam dunia monyet? Sebenarnya, ini hanyalah cerita dongeng semata-mata. Ia mirip dengan cerita yang terdapat dalam Ramayana, suatu syair dan epik kepahlawanan Hindu kuno, yang berkisah tentang monyet Hanuman, dan bangsanya, bertarung untuk menguasai kerajaan monyet. 11 ] Kebolehan Wanita dan Anjing Untuk Membatalkan Solat Terdapat Hadith Sahih Bukhari - Jilid 1, Kitab 9, Nombor 490 menyatakan bahawa Jika seorang wanita atau pun seekor anjing berlalu di depan kamu semasa kamu menjalankan doa dan solat anda, doa-doa itu tidak akan sampai ke Syurga! Implikasi Hadis ini berbau dengan chauvinisma terhadap wanita dan binatang. Lebih-lebih lagi, aspek saintifiknya juga cukup janggal dan amat mencurigakan serta tidak benar. Apakah dalam kuasa Wanita atau haiwan seperti Anjing yang boleh membatalkan doa ?? Adakah doa para Muslim dibawa oleh sejenis gelombang sonik yang boleh diganggu dan dibatalkan oleh wanita DAN anjing khususnya ?? Amat jelaslah tiada bukti saintifik langsung bagi mitos dan kekarutan hadith ini! Tidaklah heran, kerana terdapat banyak rujukan hadith lain yang menyatakan anjing itu 'jahat' dan harus dibunuh. HSB jilid 4, kitab 54 bernombor 540 berkata "Rasulullah perintahkan supaya anjing-anjing itu harus dibunuh."

12 ] Arahan-arahan yang Tidak Seimbang bagi Binatang-binatang Apabila sampai kepada pembunuhan binatang, berlaku hukum-hukum yang macam-macam bagi jenis-jenis haiwan yang berbeda. Anjing harus dibunuh serta-merta, tetapi seekor ular diberikan peringatan kali pertama secara lisan jika datang ke rumah kamu. Jika ular itu datang untuk kedua kalinya, maka bunuhnya(Sunan Abu Dawud Kitab 41,Nombor 5240)! Terdapat hal yang menarik berkenaan dengan Hadith ini. Hari ini, melalui ilmu Sains kita mengetahui HAKIKAT bahwa seekor ular tidak dapat mendengar. Adalah cukup buruk dan janggal untuk menganggap bahwa binatang apapun akan memahami bahasa lisan manusia, tapi menganggap bahwa seekor binatang yang pekak, seperti ULAR akan memahami, adalah tidak masuk akal serta amat karut sekali. Sama saja dengan menulis pesan kepada seekor kelawar, dan meninggalkannya di pintu rumah sehingga si kelawar akan membacakannya kemudian. 13 ] Air Tidak Dapat dicemari oleh Apa-apa Kekotoran Hadith berikut ini menunjukkan amalan-amalan kebersihan yang buruk Nabi Muhammad dan pengikut-pengikutnya: Sunan Abu Dawud Kitab 1, Nombor 0067: Dilapurkankan oleh Abu Sa'id al-Khudri: "Saya mendengar bahwa orang bertanya Nabi Allah (saw): 'Air diambilkan untukmu dari perigi Buda'ah. Itu adalah salah satu perigi dimana mayat anjing, kain pembalut haid wanita dan najis manusia dibuang. Nabi Allah (saw) menjawab: Sesungguhnya air adalah murni dan tidak dicemar oleh apa-apa pun." Persoalan di sini bukan sahaja kesihatan, namun lebih kepada kurangnya pemahaman ilmiah dan sains kesihatan yang sebenar. Jelas bahawa saranan Islam diatas adalah jahil dan buta tentang hakikat bakteria, virus, dan kuman-kuman lain yang hidup dalam air. Kekotoran serta najis tubuh badan adalah penyebab utama air menjadi tercemar Escherichia coli (E. coli), bakteria yang biasanya terdapat dalam usus besar (kolon) yang boleh membunuh manusia bila termakan. Air yang tercemar mayat anjing atau pun cairan haid juga memudaratkan sama bahayanya.

Kesimpulan
Dalam zaman sains dan teknoloji yang sudah maju hari ini, umat Islam sedang terdesak mencari alasan-alasan menutupi kesilapan-kesilapan dan kejanggalan-kejanggalan saintifik jelas seperti yang terdapat di dalam al-Quran dan Hadis di atas. Para Muslimin cuba menyebutkan mujizatmujizat ilmiah yang dinyatakan tanpa bukti di dalam Qur'an dan Hadis untuk mencuba buktikan dasar keilahian al-Qu'ran mereka. Dalam kajian singkat mengenai "ilmu Sains" Islam ini, pernyataan-pernyataan ini dengan jelas telah ditolak.Al-Qu'ran sendiri menyangkal sumber keilahiannya jika dapat dijumpai di dalamnya hanya satu perkara yang tidak benar, perselisihan atau kesilapan - Surah 4/82 : "Tidakkah mereka memperhatikan al-Qu'ran? Kalau sekiranya, ia dari sisi lain Allah, nescaya mereka peroleh di dalamnya perselisihan yang banyak." Dari atas, sudah dihurai sekurang-kurangnya tiga-belas kesilapan. Lapan kesilapan daripada al-Quran dan lima daripada Hadith. Lapan daripada al-Quran itu termasuk juga perselisihan dengan ayat-ayat Quran sendiri. Ya, kami sudah memperhatikan dan mengkaji al-Qu'ran dengan berhati-hati, tetapi kami juga telah temui perselisihan diantara nas-nasnya sendiri. Bukan itu saja, malah Quran juga ada perselisihan ketara dengan fakta-fakta sains. Juga terdapat perselisihan nyata diantara al-Quran dengan Sejarah, dan juga perselisihannya dengan kebenaran secara

amnya. Jelas tidak ada kekuatan ajaib atau ilahi yang memberikan nabi Muhammad pengetahuan 'ilmu saintifik'. Malah, maklumat yang ditonjol-tonjolkan sebagai saintifik itu sudah terbukti sebagai sangat jahil, buta sejarah dan buta sains serta tidak memihak kepada kebenaran sama sekali! Sementara kaum Muslim mendebat bahwa pengetahuan ilmiah yang sudah maju dalam Qur'an itu adalah merupakan tanda dari keilahian asal mereka, pemikirpemikir yang waras serta pakar-pakar sains dan tokoh-tokoh lain mendapati bahwa kesilapankesilapan fakta, perselisihan serta kekeliruan ilmiah yang banyak dan nyata itu menunjukkan kepada asalnya yang sesungguhnya daripada tangan dan kata-kata manusia sahaja tetapi mustahil daripada Tuhan. [Sebahagian Makalah ini diterjemahkan dari rencana seorang bekas Muslim, Denis Giron, dengan kebenarannya.]

Indeks Utama

Top of Form

cari ...

Cari
Bottom of Form

Halaman Depan Artikel Berita IPTEK CORNER Agenda Galeri Download Buku Tamu Kontak Kami

Kamis, 24 Juni 2010 Browse : Home / Artikel / AlQuran, Sumber Inspirasi Sains Islam

AlQuran, Sumber Inspirasi Sains Islam


31 Januari 2009

Oleh: Sulthoni Akbar.* Bacalah dan Tuhanmulah Yang Maha Mulia. Yang mengajarkan (manusia) dengan kalam. Dia mengajarkan manusia apa yang tidak diketahuinya. (Q.S Al Alaq ayat 3-5). Anugerah terbesar yang sangat berharga bagi umat islam ialah Al-Quran. Tidak hanya sebagai petunjuk yang dapat menuntun manusia menuju Rab-Nya, tetapi juga kandungan yang ada didalamnya- bila dilihat dari aspek tinjauan sains- memiliki nilai yang sangat tinggi. Sains yang berlandaskan nilai-nilai Islam harus berlandaskan Al-Quran sebagai referensi utama. Alasan logisnya, Al-Quran mengandung ayat-ayat kauniyah kurang lebih sebanyak 800 ayat telah mencukupi kuota untuk memenuhi khasanah pengetahuan ciptaan Sang Khaliq melalui sains. Ayat kauniyah sendiri merupakan ayat yang berkaitan dengan alam semesta. Tentunya, Allah tidak memasukkan ayat-ayat kauniyah dalam Al-Quran melainkan menjadi bekal pembelajaran dan inspirasi bagi manusia yang hendak mendalami sains Islam. Pengetahuan yang dikumpulkan manusia melalui penggunaan akalnya inilah yang kemudian disusun menjadi suatu bentuk yang berpola. Setelah berbagai butir pengetahuan itu dikumpulkan dalam suatu bentuk yang teratur, kumpulan itu disebut aqliah atau falsafiyyaah, yaitu ilmu atau sains (Andi Hakim, 2008). Dan Allah menghendaki bahwa sains yang dibangun tetap mematuhi sunnatullah yang telah ditetapkan Allah. Selain itu Tujuan sains Islam untuk memperlihatkan kesatuan hukum alam, kesalinghubungan seluruh bagian dan aspeknya sebagai refleksi dari kesatuan prinsip Illahi (Agus P, 2008). Beberapa ayat yang dapat menjadi inspirasi sains beberapa disiplin ilmu seperti fisika, biologi, astronomi, kedokteran yang telah berkembang begitu pesat. Misalnya, Dan kami meniupkan angin untuk mengawinkan (tumbuh-tumbuhan) (Al Hijr 15:22), Dan sesungguhnya menciptakan gugusan bintang-bintang (dilangit).., (Al Hijr 15: 16), Maka bintang-bintang itu

Sebagai penunjuk jalan(An Nahl 16:16), Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah, (Al Alaq 96:2). Beberapa ayat diatas sangat memberikan inspirasi bagi ilmuwanilmuwan yang hendak mendalami sains. Hasilnya, pada tahun 1979 ketika itu Abdus Salam, ilmuawan Muslim peraih Nobel dalam bidang fisika teori, menuturkan dalam pidato penganugerahan Nobel Fisika di Karolinska Institute, Swedia. Di forum tersebut, ia mengaku bahwa riset itu didasari oleh keyakinan terhadap kalimah tauhid. Saya berharap Unifying the Forces dapat memberi landasan ilmiah terhadap keyakinan adanya Tuhan Yang Maha Esa, kata penulis 250 makalah ilmiah fisika partikel itu. Dan dia juga menuturkan ketika menghadiri sidang UNESCO di Paris, 1984, Saya muslim karena saya percaya dengan pesan spiritual AlQuran. Al-Quran banyak membantu saya dalam memahami hukum alam, dengan contoh-contoh fenomena kosmologi, biologi dan kedokteran sebagai tanda bagi seluruh manusia. Dari teori yang ditemukan Abdus Salam itu mengispirasi ilmuwan setelahnya seperti Stephen Hawking dengan Theory of Everything dan yang dicanangkan ilmuwan AS, Grand Theory (GT). Para fisikawan dan kosmolog dunia kini berambisi untuk menjelaskan rahasia penciptaan alam semesta dalam satu teori tunggal yang utuh. Ujung-ujungnya suatu saat akan terbukti bahwa permulaan penciptaan alam semesta berasal dari sesuatu yang satu. Mirip dengan apa yang difirmankan Allah dalam Al-Quran, Dan apakah orang-orang kafir tidak mengetahui bahwasanya langit dan bumi dulu keduanya adalah sesuatu yang padu, kemudian kami pisahkan antara keduanya. Dan dari air kami jadikan segalanya sesuatu yang hidup. Maka mengapa mereka tidak juga beriman? (surat Al Anbiya 21:30). Sesungguhnya dengan mempelajari Sains yang berlandaskan Al-Quran, umat islam sedang mengemban tugas yang mulia. Bahkan Allah telah memudahkan kepada umat islam dengan memberikan inspirasi-inspirasi yang dikandung dalam Al-Quran. Hanya saja dengan usaha keras mempelajarinya ilmu itu akan dapat dipahami, dan ditemukan. Karena, Allah berkehendak meninggikan derajat orang yang beriman dan mau mempelajari ilmu, pengetahuan atau sains, baik dihadapan seluruh manusia ataupun dihadapan Allah swt. Semoga. Referensi: 1] Alquran Yang Mulia. 2] Hakim, A, N. 2008. Pengantar ke Filsafat Sains. Jakarta: PT. Pustaka Litera Antarnusa. 3] Purwanto, A. 2008. Ayat-Ayat Semesta Sisi-Sisi Alquran yang Terlupakan. Bandung: PT. Mizan Pustaka. Penulis adalah Mahasiswa Fisika Sains FMIPA ITS dan Peserta Program Pesma SDMIPTEK. Penulis dapat ditemui di alkahfi_12@yahoo.com dikirim oleh admin pada kategori Artikel 5 Responses to AlQuran, Sumber Inspirasi Sains Islam 1. Aa Sulton on Februari 15th, 2009 1:20 pm Semangat dan teruslah menulis. Sesengguhnya..kekuatan tulisan akan dapat merubah dunia!!! 2. Alina on Maret 7th, 2009 12:34 am Subhanallah.. 3. jack on Maret 26th, 2009 10:15 pm

aslamualaikumwb.wr antum memang pintar.. tetap perjuangkan tulisan antum ya.? sukron waslmkum 4. zaina on Oktober 10th, 2009 11:08 am subhanallah..banyak ilmuan yang menemukan berbagai keajaiban dalam islam jika dihubungkan dengan fisika dan biologi, tapi kenapa ya jarang sekali yang menemukan dalanm ilmu kimia, kalo bisa antum tunjukan dari bidang kimia juga..
5. v2t on Januari 21st, 2010 11:10 am

tapi masih banyak orng yang lum sadar kl sains tu bagian dari al-quran.mkasi Komentar
Top of Form

Nama (required)

Alamat Email (required)

Website

Komentar

Kirim

462

Bottom of Form

TENTANG KAMI

Latar Belakang Berdirinya Lembaga Visi dan Misi Lembaga Manajemen dan Organisasi Lembaga Rekening Resmi Lembaga

Legal Formal Lembaga Profil Pengurus Profil Peserta

PROGRAM

PESMA TTG PILOT Technopreneurship Kemitraan Portofolio Produk Teknologi Teknologi Terapan

LAYANAN TEKNOLOGI

BIOGRAFI TOKOH

Arief Budi Witarto, Insinyur Protein yang Sarat Prestasi Staf Ahli Yayasan Pengembangan SDM IPTEK dikukuhkan Menjadi Guru Besar Ketua Dewan Pembina: Ir. Mukhtasor, M.Eng., Ph.D Defri Sumarwan : Aktivis Kampus yang BerIPK Cumlaude Halim: Saya ingin Menjadi Ahli Teknik Kimia

PROFIL PESERTA

BERITA

Hasil Akhir Seleksi Pesma SDM IPTEK Angkatan II Pelaksanaan Ujian Tulis PESMA SDM IPTEK Rekrutmen PESMA SDM IPTEK angkatan II ICT training for School @ Surabaya ICT Training for School, SMAN 1 Patianrowo Impian Nano: Dari Kotoran Sapi Hingga Baja Super Bangun Eco-City Yuk! Science and God: A Warming Trend The World Is Flat: Globalisasi Versi Baru Dr. Ratno Nuryadi Ciptakan Mikroskop Nano

IPTEK CORNER

ARTIKEL

Kemandirian Energi Skala Rumah Tangga LCC (Life Cycle Costing)sebuah konsep, menuju dunia yang lebih hijau.. Sistem Ekonomi Syariah, Pioner Solusi Krisis Jatuh-Bangun Demokrasi Indonesia Solusi Produktif Dalam Mengurangi Banjir

Copyright 2009 SDM IPTEK Developed by LPTI YPSDM IPTEK Powered by WordPress

Options Disable

Get Free Shots

Media informasi Mahasiswa Pasca Sarjana UIKA

Cari
Top of Form

Search...

Cari
Bottom of Form

Manajemen Pendidikan Islam


Beranda Buku Tamu Galeri Poto Pengumuman Download Ucapan Selamat

KORELASI ANTARA ISLAM DENGAN ILMU PENGETAHUAN


5 Jan Rate This Oleh: H. Mamun Efendi Nur, Ph.D (Dosen Pasca Sarjana UIKA Bogor)

Islam salah satu agama yang dianut lebih dari satu milyar seratus juta orang di seluruh penjuru dunia sejak diperkenalkan Sang Pencipta Allah swt sangat identik dengan ilmu pengetahuan. Pesan Tuhan Yang Maha Esa pertama kali kepada lelaki pilihan-Nya Muhammad saw adalah perintah membaca secara multi dimension: Bacalah dengan menyebut Tuhanmu Sang Pencipta Telah menciptakan dari segumpal darah yang menggantung. Bacalah dan Tuhanmu yang Mulia. Yang mengajarkan dengan pena (baca tulis. Mengajarkan manusia dari segala sesuatu yang tidak diketahuinya menjadi tahu) (QS. al-Alaq 1-5) . Sejarah mencatat bahwa Nabi Muhammad saw adalah ommy/tidak mengerti akan tulisan namun -tidak bodoh tentunya- terbukti saat turun pesan-pesan itu beliau hanya menjawab berulang kali ma ana biqari/aku tidak bisa membaca. Dari pesan-pesan pertama tersebut memuat hal-hal sebagai berikut:
1. Esensi Al-Quran adalah bacaan dan renungan (sentuhan fikir dan dzikir) .

2. Mencakup : a. Bacaan dilihat dari sudut pandang surah Al-Qiyamah : 17-18 yang artinya : Kami telah mengumpulkan Al-Quran, maka jika Kami membacanya ikutilah bacaannya. b.Renungan dilihat dari sisi firman-Nya : Kami telah turunkan Az-Zikr dan Kami pulalah yang menjaganya. 1. Ungkapan bacaan dalam format kata kerja yang beragam dalam al-Quran terdapat 16 kali, begitu pula dalam hadis-hadis Rasul saw di samping dijumpai ayat-ayat Al-Quran

yang memfokuskan pada ilmu pengetahuan yang jumlahnya tidak sedikit mencapai sekitar 850 . Islam sumber utamanya adalah Al-Quran, dan wahyu pertamanya adalah perintah membaca (5 ayat surat Al-Alaq) sebagaimana diungkapkan di atas, perintah awal dalam ayat pertama surah tersebut meliputi (bacaan dan tujuannya) yaitu Allah SWT Tuhan yang memiliki sifat Maha Mulia. sementara perintah kedua membaca dalam ayat ke 3 dan 4 meliputi (metode bacaan dan lingkupnya) dikuatkan dengan surah An-Nahl ayat 125 : Serulah/ajaklah orang-orang ke jalan Tuhanmu dengan hikmah dan mauizah yang baik. Wahyu awal menyimpan dua motif/dimensi : a. Bacaan bagi Rasul saw untuk ummatnya secara langsung. b. Bacaan secara tidak langsung bagian dari missi inti Al-Quran/pesan moral. terulang perintah membaca dua kali mengindikasikan bahwa din al-Islam memiliki missi yang bersifat universal mengarah kepada kesejahteraan dan peradaban dunia . Prof. Dr. Syed Hussein Nasr menyatakan : Perkembangan peradaban manusia sangat tergantung pada dua unsur penting bagi manusia itu sendiri. (membaca ilmu pengetahuan dan penjabaran ilmu pengetahuan itu sendiri). Mari kita perhatikan dampak dari membaca yang dipesankan al-Quran berulang-ulang yang dikaitkan dengan sisi aktivitas Rasul saw dan para sahabatnya yang terfokus pada perhatian terhadap Al-Quran itu sendiri. Pada periode awal (turunnya AL-Quran) meliputi : a. Penafsiran wahyu. b. Perkembangan penafsiran Al-Quran. Periode pasca turunnya al-Quran Ekspansi territorial kekuasaan Islam dengan terjadinya akulturasi budaya luar. Terjadinya terjemaha Al-Quran dan buku-buku ke dalam bahasa Arab secara besar-besaran, gerakan publikasi ilmu pengetahuan dan munculnya para ilmuwan seperti : Ibn Sina/Avecin, alMaqrizi, Abas bin Vernas Ibn Rusyd dan lainnya sampai ke Indonesia dengan gerakan terjemahan Al-Quran dan buku-buku ke-Islam-an sebagai asset dan referensi dakwah Islam. Prof. Abderrazaq Nawfal menyatakan dalam bukunya Al-Quran wa al-Elm al-Hadis/alQuran dan sains modern : Petunjuk al-Quran bagi non Arab banyak menyentuh aspek sains, yang membuatnya tertarik padanya, sehingga di sinilah adanya mukjizat al-Quran dari aspek ilmu pengetahuan. Mari kita perhatikan Rashed Khalefah salah satu pakar matematika dari Mesir yang mengisyaratkan sisi-sisi ilmiah al-basmalah di samping terkandung di dalamnya nilai-nilai moral dan hikmah :
1. Mukjizat al-Quran tentang (angka 19). Lafaz al-Jalalah/Allah (2698 = 19132), ar-

Rahman (57 = 193), ar-Rahim sama dengan jumlah surah (114 = 196), ayat-ayat pertama turun jumlah katanya (76 194) dan angka 19 tersebut dari Basmalah/ .
2. Kesatuan alam, teori ilmu pengetahuan modern menyatakan bahwa planet sebelumnya

menyatu dengan planet-planet lain, setelah terjadi berbagai kejadian maka menjadi terpisah, dalam hal ini Allah swt berfirmamn dalam surah Al Anbiya ayat 30 : Dan apakah orang-orang kafir tidak memperhatikanbahwa langit dan bumi itu keduanya dahulu adalah menyatu,kemudia Kami pisahkan antara keduanya,dan daripada air Kami jadikan segala sesuatu menjadi hidup,maka mengapa mereka tidaklah beriman??.

3. Semakin tinggi terjadi kekurangan oksigen ( ,) Allah berfirman : ( ) Maka barang siapa yang Allah menghendaki akan memberikan petunjuk, niscaya Dia melapangkan hatinya untuk memeluk Islam, dan barang siapa yang dikehendaki Allah kesesatannya, niscaya Allah jadikan dadanya/ hatinya terasa sesak lagi sempit bagaikan mendaki ke atas/langit al-Anam : 125 . 4. Pembuahan melalui udara/angin, lihat firman Allah : ( ) Dan Kami kirim/tiup udara/angin untuk mengawinkan (tumbuhtumbuhan), dan Kami turunkan dari langit air hujan lalu Kami sirami/beri minum kamu dengan air tersebut dan sekali-kali bukan kamu yang menyimpan/ menampungnya al-Hijr : 22 . 5. Segala sesuatu tercipta dari dua unsur, lihat firman Allah : () Dan dari segala sesuatu Kami citkan berpasangan laki-laki dan perempuan- agar kamu selalu ingat az-Zariyat : 49, begitu juga tumbuh-tumbuhan : () Dan dari buah-buahan Dia jadikan dua pasangan ar-Rad : 3, termasuk zarrah adanya proton dan neutron . namun demikian al-Quran bukan buku ilmu pengetahuan/sains modern, akan tetapi kitab petunjuk Allah swt untuk hamba-hamba-Nya yang bertakwa hudan lil muttaqin/petunjuk dan guide bagi orang-orang yang bertakwa. Sebagaimana petunjuk juga bagi manusia-manusia yang belum beriman hudan li an-nas/petunjuk dan guide bagi semua orang. Islam tidak mengenal dekotomi ilmu pengetahuan semua satu, namun dalam mengarahkannya memperhatikan beberapa skala prioritas sehingga terjadi aturan dan tatanan hukum dalam pencariannya, ada yang dikelompokkan dalam kategori fardhu ain/primer dan ada yang digolongkan fardhu kifayah/sekunder. Standar skala prioritas tentunya yang erat hubungannya dengan keyakinan yang benar dan pengamalannya dalam format ibadah mahdah/khusus, dalam konteks ini adalah mengenal dasar-dasar Islam yang ter-cover dalam al-Aqidah/ideologi dan alSyariah/hukum -masalah-masalah yang mendasar pengetahuan Islam secara individu yang membentuk hubungan dengan Tuhan Sang Alim dekat- yang secara simboliknya tercakup pada pengetahuan, penghayatan dan pengamalan sendi-sendi/arkan al-Iman enam dan pilarpilar/arkan al-Islam lima, dengan pendekatan all in one system/tariqah al-wahdah, bukan terpisah -sebagaimana fenomena yang kita saksikan moton ilmu-ilmu agama dalam pengertian yang kaku dan sempit- bertujuan mengaplikasikan hakekat pesan awal iqra bismi rabbika allazi khalaq berilmu dan beramaliah dalam konteks ke-Tuhan-an dan kemanusia-an bukan sebaliknya seperti halnya yang terjadi di negara-negara sekuler . Para ahli Islam (ulama/ilmuwan) telah mengelompokkan dua kategori pencarian ilmu dimaksud (antara fardhu ain dan fardhu kifayah) yang berkonotasi bahwa bagian awal/fardhu ain pada hal-hal yang berhubungan erat dengan Islam langsung/habl min Allah, sementara fardhu kifayah diorientasikan pada yang non dimaksud yang disebut ilmu-ilmu bersifat duniawi seperti ilmuilmu sosial, eksak, sains dan teknologi, namun demikian klasifikasi tersebut tidak facum pada pengelompokkan dimaksud karena salah satu sumber Islam adalah ijtihad, maka disini perlu adanya pengembangan pemikiran dan cakupan lain yang kembali kepada skala prioritas dimaksud di atas dalam konteks maslahah amah/kepetingan umum umat yang bersifat kekinian, dengan tetap memperhatikan pendekatan di atas. Maka bisa terjadi seakan kebalikannya antara pencarian ilmu pengetahuan yang kelompok fardhu ain/primer menjadi fardhu kifayah/sekunder dalam memperhatikan pesan awal al-Quran tadi .

Jika masalah-masalah sosial, sains, dan teknologi dikategorikan pencariannya bersifat fardhu kifayah/sekunder seperti dalam klasifikasinya -kala itu- maka untuk konteks sekarang bisa jadi posisinya menjadi fardhu ain/primer yang bukan berarti mengganti posisi dasar-dasar ilmu pengetahuan Islam murni (al-Aqidah dan al-Syariah) tadi, namun ilmu-ilmu tersebut sangat urgen untuk dicari dan digali oleh setiap muslim dengan formulasi satu kesatuan tentunya dalam bingkai dua fondasi Islam dimaksud, sebab dalam tatanan kaidah hukum Islam jika fardhu kifayah/sekunder kurang mendapat perhatian maka nilainya sama dengan fardhu ain/primer yang berakibat fatal/dosa bagi semua muslim. Barangkali disinilah yang dimaksud gagasan Islamisasi Ilmu yang dipelopori oleh pakar-pakat kita seperti Naquib al-Attas . Memperhatikan fenomena pasang surut yang terjadi pada umat Islam bukanIslamnya dalam aspek vital, ini akibat dari pemahaman tentang lingkup ilmu yang masih dibilang sempit dan terkadang liberal tanpa mengenal batas dan aturan, maka sudah barang tentu imbasnya pada pencariannya termasuk aplikasinya . Dalam mengkaji ulang masalah ini sebagai rujukan primer yang paling dominan objektifitasnya kembali kepada metode Rasul saw dan para sahabatnya diantaranya dengan sarananya yaitu Masjid Nabawi yang multi fungsi bukan saja untuk shalat lima waktu dan Jumatan namun untuk pencarian ilmu pengetahuan secara umum dan membahas berbagai persoalan yang tidak terikat, Mesjid Agung Jawa Tengah keberadaannya sebagai manifestasi dari eksistensi risalah masajid merujuk kepada Masjid Nabawi Medinah yang multi fungsi disamping fungsi dasarnya -sarana penegakan salat- dan Jumatan tentunya, salah satu fungsi lainnya adalah didirikannya lembagalembaga dan badan-badan lain seperti Perpustakaan, Musium -konfensional dan digital-, Zakat dan lainnya, sehingga dengan demikian Mesjid Agung Jawa Tengah menggabungkan 2 manajemen dunia dan akhirat yang sering kita baca dan dengar dalam doa sapu jagat umat Islam : . Kita beri apresisasi kepada para penggagas dan pengelolanya dengan iringan doa . : Jika sekarang terjadi yang tidak bisa dihindari adanya lembaga-lembaga pendidikan agama dan umum seperti di Indonesia, barangkali orientasinya hanya pembagian tugas agar mengarah pada profesionalisme bukan pembatasan dalam arti dekotomi tadi, dan Indonesia bukan suatu Negara agama tertentu dan juga bukan Negara sekuler, namun demikian mari kita isi dalamnya dengan ilmu dan amal yang mengarah pada dua dimensi masalahat/kepentingan hubungan baik dan benar dengan Tuhan dan hubungan baik dan benar dengan manusia dan lingkungan sebagai wujud pengamalan : Iqra bismi Rabbika alladzi khalaq (bacalah dengan selalu berikrar dengan Tuhanmu yang menciptakan). Sehingga akan tercapai pernyataan-Nya : Niscaya Allah mengangkat martabat orang-orang beriman yang menuntut ilmu dan menyampaikannya. Seraya menuju sasaran rahmat-Nya di Negeri ini karena sosok ilmuwannya menebarkan perdamaian melalui ilmu yang dimilikinya sebagai bukti pernyataanNya: Tentunya hanya para ulama/ilmuwan yang merasa terkontrol oleh Allah. Demikian sajian kami dengan harapan semoga ada manfaatnya sekecil apapun. Tag:iptek, iqra, uika

Komentar 1 Komentar Kategori artikel Penulis mpiuika

Mengaku Sarjana Islam, Pendeta Terbongkar Kedoknya Hukum Menikahi Wanita Ahli Kitab Pada Saat ini

Satu Tanggapan ke KORELASI ANTARA ISLAM DENGAN ILMU PENGETAHUAN

1. sobatmuslim 9 Januari 2010 pada 20:30 # makasih,. Balas

Tinggalkan Balasan
Klik di sini untuk membatalkan balasan.
Top of Form

Nama (Required) E-mail (Required) Situs web

Kirim Komentar

292

292

1277381228

Beritahu saya mengenai komentar-komentar selanjutnya melalui surel. Beritahu saya tulisan-tulisan baru melalui surel.
Bottom of Form

IBNU KHALDUN

Jadwal Ngeblog
Januari 2010 S S R K J S M Des Feb 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31

Sedang Kuliah :

Sedang Kuliah Juga

Total Yang Kuliah

19,994 kali Sejak 14 Oktober 2009 Batas Akhir Pengumpulan Tugas DR. Nirwan Lulus, Al Jabiri Meninggal Dunia MUHAMMAD NATSIR: Sejarah dan Gagasannya Terhadap Pendidikan Islam. Metode Pendidikan Islam KONSEP ISLAMISASI SAINS DAN KAMPUS ISU ISLAMISASI ILMU PENGETAHUAN DALAM PENDIDIKAN ISLAM MUHAMMAD NATSIR: Sejarah dan Gagasannya Terhadap Pendidikan Islam.

Kulliyah Anyar

Kuliyah Paling TOP

Makalah Diskusi Perencanaan Pendidikan Islam Kelompok 1 Makalah Diskusi Analisis Kebijakan Pendidikan Islam Kelompok 1 Makalah Diskusi Analisis Kebijakan Pendidikan Islam Kelompok 3 INFO KULIAH :TAFSIR DAN HADITS MAUDHUI PENDIDIKAN Pemikiran Pendidikan Menurut S.M. Naquib al-Attas KH. Ahmad Dahlan: Tokoh Pembaru Islam Indonesia dan Pendiri Muhammadiyah Makalah diskusi Perencanaan Pendidikan Islam Kelompok 3 DR. Nirwan Lulus, Al Jabiri Meninggal Dunia

Kulliyah Kommen
abifasya on Batas Akhir Pengumpulan T

SYAM on Pengumuman : Islamic Worl

SYAM on Batas Akhir Pengumpulan T

Ridwan on Pengumuman : Islamic Worl Batas Akhir Pengumpu on Batas Akhir Pengumpulan T ahmad bustomy on Beda Ulama dan Paus: Gus Dur O

abifasya on DR. Nirwan Lulus, Al Jabiri Me

syaiful on Buku Tamu

Recent Visitors

Anda Dari Negara ?

Anda Tinggal di Kota

Peta Lokasi Pengunjung

Get Your Own Real Time Visitor Map!

blogupp

Page Rank

Kulliyah Arsip

Kategori

Blogroll

UIKA Bogor WordPress.com WordPress.org Abifasya moslem sunnah

Hidayatullah InpasOnline adianhusaini.com Ustadz Nu'im

VOA-ISLAM

6 Tentara Philipina Tewas Dalam Pertempuran Terbaru di Sulu Hukum dan Amalan Khusus di Hari Jum'at Ratusan Warga Muslim Dibaptis Massal, Kristen Mahanaim Bekasi Berulah Lagi Bubarkan Mahanaim, Provokator Kerusuhan Umat Beragama Artis Komedian Inggris Takut Dengan Kebangkitan Islam

Arrahmah dot com


Sebuah galat telah terjadi; umpan tersebut kemungkinan sedang anjlok. Coba lagi nanti.

Liputan Terkini

Belasan Anak Muda Tewas Ditabrak Kereta Semburan Gas dan Lumpur Ditemukan di Pekarangan Tiga Ganda Campuran Indonesia Lolos Istana Presiden Prancis Siaga Sambut Timnasnya Mantan Legislator Abdul Hadi Diperiksa

Blog pada WordPress.com. Theme: Bueno by WooThemes.

You might also like