You are on page 1of 8

EFEKTIVITAS METODE IQRO DALAM PEMBELAJARAN MEMBACA ALQURAN DI TKA TPA AMM KOTAGEDE YOGYAKARTA

Posted: Juli 26, 2010 Oleh: Drs. H. Mangun

Budiyanto

1. I. Pendahuluan Sebagaimana dikatakan oleh Mahmud Yunus (1979: 34) dan Kafrawi (1978: 17) secara historis pembelajaran Al-Quran di Indonesia tumbuh dan tersebar beriringan dengan tersebarnya agama Islam. Sebab di mana ada umat Islam, sudah dipastikan segera diikuti oleh berdirinya masjid atau mushalla, yang disamping sebagai tempat ibadah, juga sekaligus sebagai sentral pengajian, baik pengajian anakanak, remaja, dewasa, orangtua, maupun pengajian umum. Khusus untuk pengajian anak-anak, umumnya diselenggarakan tiap malam hari sesudah shalat berjamaah maghrib, dengan materi membaca Al-Quran, ibadah praktis, keimanan dan akhlak. Untuk pembelajaran membaca Al-Quran, umumnya dipergunakan kitab Juz Amma yang di Jawa dikenal dengan istilah turutan atau kaidah Baghdadiyah. Cara mengajarkannya dimulai dengan mengenalkan huruf-huruf hijaiyah, kemudian tanda-tanda bacanya dengan dieja/diurai secara pelan. Setelah menguasai barulah diajarkan membaca QS. Al-Fatehah, An-Nas, Al-Falaq, Al-Ikhlas, dan seterusnya. Setelah selesai Juz Amma, maka dimulai membaca Al-Quran pada mushaf, dimulai juz pertama sampai tamat. Dari waktu ke waktu, dari generasi ke generasi, pengajian anak-anak terus menyebar dalam jumlah besar merata di seluruh pelosok tanah air. Berkat pengajian anak-anaklah maka kemudian umat Islam, dari generasi ke generasi berikutnya, mampu membaca Al-Quran dan mengetahui dasar-dasar keislaman. Namun seiring dengan perkembangan zaman dan kemajuan iptek, sistem pengajian tradisional dan metode pembelajaran dengan kaidah Baghdadiyah yang demikian jadi kurang menarik. Anak-anak lebih tahan duduk berjam-jam di depan TV daripada duduk setengah jam di depan guru ngaji. Akibatnya, harus dibutuhkan waktu 2 5 tahun untuk bisa memiliki kemampuan membaca Al-Quran (Mahmud Yunus, 1979: 35). Akibat lebih lanjut adalah semakin banyak terlihat anak-anak muda Islam yang tidak memiliki kemampuan membaca Al-Quran. Hal yang demikian sungguh memprihatinkan! Di tengah keprihatinan ini ternyata mendorong banyak ahli untuk mencari berbagai solusi pemecahannya. Maka sejak tahun 1980-an di Indonesia bermunculan ide-ide dan usaha untuk melakukan pembaruan sistem dan metode pembelajaran membaca Al-Quran ini. Diantara tokoh pembaru yang cukup menonjol adalah KH. Asad Humam dari Kotagede Yogyakarta. KH. Asad Humum bersama kawan-kawannya yang dihimpun dalam wadah Team Tadarus Angkatan Muda Masjid dan Mushalla (Team Tadarus AMM) Yogyakarta, telah mencari bentuk baru bagi sistem pengelolaan pengajian anak-anak dan metode pembelajaran membaca Al-Quran. Setelah melalui studi banding dan ujicoba, maka pada tanggal 21 Rajab 1408 H, bertepatan dengan tanggal 16 Maret 1988, didirikanlah Taman Kanak-Kanak Al-Quran (TKA) AMM Yogyakarta. Setahun kemudian, tepatnya tanggal 16 Ramadlan 1409 H (23 April 1989) didirikan pula Taman Pendidikan Al-Quran (TPA) AMM Yogyakarta. Antara TKA dan TPA tidaklah memiliki perbedaan dalam sistem, keduanya hanya berbeda dalam hal usia anak didiknya. TKA untuk anak usia TKA (4,0 6,0 tahun) sedangkan TPA, untuk anak usia SD (7,0 12,0 tahun). (Asad Humam, dkk, 1995: 3-4). Bersamaan dengan didirikannya TKA-TPA, KH. Asad Humam tekun menulis dan menyusun buku Iqro, Cara Cepat Belajar Membaca Al-Quran, yang kemudian lebih dikenal sebagai Metode Iqro. Metode ini ternyata, menurut informasi berbagai pihak, telah sanggup membawa anak-anak lebih mudah dan lebih cepat dalam belajar membaca Al-Quran. Namun benarkah demikian? Tulisan dalam makalah ini akan mencoba menjawab pertanyaan di atas. Sejauhmana efektivitas metode Iqro melalui sistem TKA-TPA ini dalam mengantarkan para anak didiknya memiliki kemampuan dalam membaca Al-Quran? Jawabannya tentu diperlukan melihat dari dekat TKA-TPA AMM Kotagede Yogyakarta, yang merupakan sumber awal dari sistem dan metode baru ini. 1. II. Gambaran Umum TKA-TPA AMM TKA-TPA AMM ini terletak di Kampung Selokraman, suatu kampung di pinggiran kota Yogyakarta yang berbatasan langsung dengan wilayah Kabupaten Bantul. Selokraman ini masuk wilayah Kalurahan Purbayan, Kecamatan Kotagede Yogyakarta. Di Kotagede inilah dulunya Kerajaan Islam Mataram berpusat sebelum kemudian berpindah ke tengah-tengah kota Yogyakarta yang sekarang ini. Pada awal berdirinya (1988), TKA-TPA AMM ini belum memiliki gedung sendiri. Mula-mula hanya menempati beberapa ruang (salah satunya adalah ruang garasi) dari rumah milik pribadi KH. Asad Humam. Baru kemudian pada tahun 1991 bisa membangun sebuah gedung yang memiliki 15 ruang, 4

ruang diantaranya berada di lantai 2. 11 ruang untuk kegiatan belajar (ruang kelas), 2 ruang untuk kantor, 1 ruang untuk sekretariat Team Tadarus AMM dan 1 ruang untuk sekretariat Team Tadarus AMM dan 1 ruang untuk ruang tamu. Di sebelah kiri ruang-ruang kelas terdapat kamar kecil dan halaman samping, sedang di depan gedung terdapat halaman yang cukup luas untuk bermain dan upacara. Di samping memiliki gedung dengan 15 ruang di atas, TKA-TPA AMM juga didukung oleh fasilitas gedung lain yang juga dimanfaatkan untuk kegiatan, yaitu (1) gedung pertemuan berlantai 2 yang bisa menampung 500 orang, (2) Wisma AMM yang bisa menampung 100 orang tamu, (3) halaman Wisma AMM yang bisa digunakan parkir 300 kendaraan roda 2, (4) masjid yang bisa menampung 750 orang, dan (5) halaman masjid yang bisa dimanfaatkan untuk parkir 75 kendaraan roda 2. Sebagai suatu sistem pendidikan, TKA-TPA AMM telah merumuskan tujuan pendidikan yang ingin dicapainya. Dalam buku kecil terbarunya (H.M. Budiyanto, dkk, 2007: 4), disebutkan bahwa tujuan pendidikannya adalah menyiapkan terbentuknya generasi qurani, yaitu generasi yang memiliki komitmen terhadap Al-Quran sebagai sumber perilaku, pijakan hidup dan rujukan segala urusannya. Hal ini ditandai dengan kecintaan yang mendalam terhadap Al-Quran, mampu dan rajin membacanya, terus menerus mempelajari isi kandungannya, dan memiliki kemauan yang kuat untuk mengamalkannya secara kaffah dalam kehidupan sehari-hari. Demi tercapainya tujuan pendidikan yang cukup ideal ini, Team Tadarus AMM saat ini telah menyusun 5 jenjang pendidikan, yang masing-masing jenjang telah merumuskan target-target yang harus dicapai. Kelima jenjang itu adalah: Masing-masing jenjang diprogramkan untuk masa 1 (satu) tahun dengan target masing-masing yang telah dirumuskan secara sistematis. Untuk TKA-TPA sebagai jenjang pertama, ada 3 target pokok yang ingin dicapai, yaitu santri mampu: (1) membaca Al-Quran sesuai kaidah ilmu tajwid dengan baik dan benar, (2) melakukan praktek wudlu dan shalat, (3) hafal bacaan shalat. Di samping target pokok dirumuskan pula adanya target penunjang, yaitu: (1) hafal 15 doa sehari-hari, (2) hafal 13 surat pendek, (3) hafal 2 kelompok ayat pilihan, (4) bisa menulis ayat Al-Quran, (5) memiliki dasar-dasar akidah yang benar dan akhlak mulia, dan (6) membiasakan berinfak. Untuk tahun ajaran 2008/2009 saat ini, Team Tadarus AMM memiliki 407 santri, dengan perincian sebagai berikut: No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. Unit TKA TPA TKA Lanjutan TPA Lanjutan Pra TQA (Tahfidz Juz Amma) TQA (Tafhim Juz Amma) TQA (Maudluiyah) TQA (Tartibiyah) Jumlah Putra 80 34 35 32 14 15 4 214 Putri 60 41 31 19 23 14 5 193 Jumlah 140 75 66 51 37 29 9 0 407

Dari jumlah 407 anak tersebut, saat ini diasuh oleh 34 orang guru, yang terdiri dari 8 orang guru laki-laki (ustadz) dan 26 orang guru perempuan (ustadzah). 25 orang guru (73,50%) berusia antara 21-30 tahun, sedang pendidikan mereka mayoritas (21 orang = 63%) berpendidikan Sarjana (S1). Khusus untuk santri TKA-TPA, sebagaimana terlihat pada tabel di atas, saat ini berjumlah 215 anak, yang terdiri dari 140 anak santri TKA, sedang santri TPA-nya sebanyak 75 anak. Mereka masuk tiap hari (selain Jumat) yang terbagi dalam 2 shif. Shif pertama masuk jam 14.30-15.30 dan dilanjutkan shalat ashar berjamaah, sedang shif kedua masuk jam 16.00-17.00 dan sebelumnya diawali dengan shalat berjamaah ashar. Pembagian shif ini dilakukan atas pertimbangan keterbatasan ruang dan ustadz. Sedang waktu yang 60 menit tiap hari masuk itu digunakan: Durasi (menit) a. b. c. 05 15 25 Keterangan : Pembukaan (persiapan, salam, doa dan presensi) : Klassikal I (bacaan sholat, etika dan doa sehari-hari, surat-surat pendek dan ayat pilihan) : Privat (proses pembelajaran baca Al-Quran dengan

d. e.

10 05

buku Iqro dan menulis) : Klassikal II (hadits/mahfudzot tentang akidah akhlak yang disampaikan dengan BCM) : Penutup (doa, baca ikrar, pesan-pesan dan berinfak)

Catatan: Untuk praktek wudlu dan sholat berjamaah dilaksanakan di luar jam pelajaran Dan bila dibuat struktur kurikulum TKA-TPA tiap minggunya, maka akan terlihat sebagai berikut: No 1. 2. 3. 4. 5. 6. Mata Pelajaran Smt I Pembelajaran Iqro/tadarus Al-Quran6 secara privat dan menulis Bacaan sholat dan surat-surat pendek 4 Etika dan doa sehari-hari 3 Ayat-ayat pilihan 2 Hadits/mahfudzot tentang akidah akhlak3 (BCM) Praktek wudlu, sholat (berjamaah) dan5 berinfak Jumlah 23 1. III. Metode Pembelajaran Membaca Al-Quran Dari uraian di atas sudah terlihat bahwa pembelajaran membaca Al-Quran diberikan di jenjang TKA-TPA dengan sistem privat. Baik TKA maupun TPA, santri dikelompokkan dalam kelas-kelas, setiap kelas antara 15-25 anak, ada seorang wali kelas dan dibantu oleh beberapa orang ustadz/ ustadzah privat. Jumlah ustadz privat tiap kelas disesuaikan dengan jumlah santri dalam kelas tersebut, dengan perbandingan tiap 6 santri diperlukan 1 ustadz/ustadzah. Sebagai panduan (buku pegangan) dalam pembelajaran membaca Al-Quran adalah buku Iqro yang terdiri dari jilid 1-6. Masing-masing ustadz mengajar para santri secara bergantian satu persatu dengan prinsip CBSA (Cara Belajar Siswa Aktif), maksudnya santrilah yang aktif membaca lembaran-lembaran buku Iqro yang telah disusun secara sistematis dan praktis, sedangkan ustadz hanya menerangkan pokok-pokok pelajarannya dan menyimak (memperhatikan) bacaan santri satu persatu. Karena sifatnya yang individual, maka tingkat kemampuan dan hasil yang dicapai oleh masing-masing santri dalam satu kelas tidaklah sama. Cara mengajarkan buku Iqro haruslah disesuaikan dengan petunjuk pengajaran yang telah digariskan oleh KH. Asad Humam sebagai penyusun buku Iqro. Ada 14 hal penting sebagai Kunci Sukses Pengajaran Buku Iqro (Asad Humam, dkk, 2001: 97-98), yaitu: 1. CBSA (Cara Belajar Siswa Aktif), guru menerangkan pokok bahasan, setelah itu santri aktif membaca sendiri, guru sebagai penyimak saja, jangan sampai menuntun, kecuali hanya memberikan contoh saja. 2. Privat. Penyimakan seorang demi seorang secara bergantian. Bila klasikal (di sekolah formal atau di TPA yang kekurangan guru) menggunakan IQRO Klasikal yang dilengkapi dengan alat peraga IQRO Klasikal. 3. Asistensi. Santri yang lebih tinggi pelajarannya dapat membantu menyimak santri lain. 4. Mengenai judul-judul, guru langsung memberi contoh bacaannya, jadi tidak perlu banyak penjelasan. Santri tidak dikenalkan istilah fathah, tanwin, sukun dan seterusnya. Yang penting santri betul bacaannya. 5. Komunikatif. Setiap huruf/kata dibaca betul, guru jangan diam saja, tetapi agar memberikan perhatian/sanjungan/penghargaan. Umpamanya dengan kata-kata: Bagus, Betul, Ya, dan sebagainya. 6. Sekali huruf dibaca betul jangan diulang lagi. 7. Bila santri keliru baca huruf, cukup betulkan huuf-huruf yang keliru saja dengan cara: Isyarah, umpamanya dengan kata-kata Eee, awas, stop dan lain sebagainya Bila dengan isyarah masih tetap keliru, berilah titian ingatan Bila masih lupa, barulah ditunjukkan bacaan yang sebenarnya Smt II 6 4 3 2 3 5 23 Jml 12 8 6 4 6 10 46

Bila santri keliru baca di tengah/di akhir kalimat, maka betulkanlah yang keliru itu saja, membacanya tidak perlu diulang dari awal kalimat. Nah setelah selesai sehalaman, agar mengulang pada kalimat yang ada kekeliruan tersebut. 1. Bagi santri yang betul-betul menguasai pelajaran dan sekiranya mampu dipacu, maka membacanya boleh diloncat-loncatkan, tidak perlu utuh tiap halaman. 2. Bila santri sering memanjangkan bacaan (yang semestinya pendek) karena mungkin sambil mengingat-ingat huruf di depannya, maka tegurlah dengan Membacanya putus-putus saja! dan kalau perlu huruf didepannya ditutup dulu agar tidak berpikir. 3. Santri jangan diajari dengan irama yang berlagu walaupun dengan irama tartil, sebab akan membebani santri yang belum saatnya diajarkan membaca irama tertentu. Sedangkan irama bacaan tartil dalam kaset yang dikeluarkan Team Tadarus AMM dimaksud untuk pengajaran MATERI HAFALAN dan ketika sudah bertadarus Al-Quran. Jadi tidak untuk pengajaran buku IQRO. 4. Bila ada santri yang sama tingkat pelajarannya, boleh dengan sistem tadarus, secara bergilir membaca sekitar 2 baris sedang lainnya menyimak. 5. Untuk EBTA sebaiknya ditentukan ditunjuk guru penguji khusus supaya standarnya tetap dan sama. 6. Pengajaan buku IQRO (jilid 1 s/d 6) sudah dengan pelajaran tajwid yaitu tajwid praktis, artinya santri akan bisa membaca dengan benar sesuai dengan ilmu tajwid. Sedangkan ilmu tajwid itu sendiri (seperti istilah idghom, ikhfa, macam-macam mad, sifat-sifat huruf dan sebagainya) diajarkan setelah lancar tadarus Al-Quran beberapa juz. 7. Syarat kesuksesan, disamping menguasai/menghayati petunjuk mengajar, mesti saja guru fasih dan tartil mengajarnya. 1. IV. Efektivitas Metode Pembelajaran Iqro Telah disebutkan diatas bahwa pembelajaran membaca Al-Quran di TKA-TPA AMM ini sepenuhnya menggunakan buku Iqro lengkap dengan metodologi yang telah digariskan oleh penyusunnya, serta penerapannya dibimbing dan diawasi oleh Pengurus Team Tadarus AMM. Pertanyaan berikutnya adalah sejauhmana efektivitasnya? Untuk menjawab pertanyaan ini, diperlukan penelitian untuk mengetahui kecepatan para santri dalam menyelesaikan buku Iqro jilid 1 s/d 6 di TKA-TPA AMM ini. Jilid 1 adalah merupakan awal seorang santri memulai belajar membaca Al-Quran, sedang jilid 6 adalah sebagai tanda seorang santri telah mampu membaca Al-Quran. Saat penelitian ini dilakukan, Maret 2009 TKA-TPA AMM baru saja melaksanakan pembagian rapor semester gasal tahun pembelajaran 2008-2009. Semester gasal berlangsung selama 6 bulan, yaitu sejak tanggal 15 September 2008 s/d 15 Februari 2009. Pertanyaannya adalah bagaimana kondisi kemampuan para santri dalam membaca Iqro setelah mereka belajar selama 1 (satu) semester ini? Jawaban pertanyaan ini tentu harus melihat pada TKA-TPA. Karena TKA-TPA adalah jenjang pertama (jenjang Iqro). (Wawancara dengan Muakhiroh, S.Pd.I., Direktur TKA-TPA AMM, Senin, 23 Maret 2009) Klasifikasi Kemampuan Membaca Iqro Santri TKA-TPA AMM (setelah 6 bulan belajar) No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. Tingkatan TKA Jilid N=140 Jilid 1 Jilid 2 Jilid 3 Jilid 4 Jilid 5 Jilid 6 Al-Quran Jumlah 10 20 40 37 11 17 5 140 % 7,14 % 14,28 % 28,57 % 26,43 % 7,86 % 12,14 % 3,58 % 100 % TPA N=75 1 5 16 22 13 13 5 75 % 1,33 % 6,67 % 21,33 % 29,34 % 17,33 % 17,33 % 6,67 % 100 % Jumlah N=215 11 25 56 59 24 30 10 221 % 5,12 % 11,63 % 26,05 % 27,44 % 11,16 % 13,95 % 4,65 % 100 %

Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa dalam waktu 6 bulan, pencapaian kemampuan membaca Iqro untuk santri TKA dengan TPA berbeda. Dari 140 santri TKA, yang telah menyelesaikan Iqro 1-3 ternyata hanya separohnya, yaitu ada 70 anak (50 %) dan yang 70 anak (50 %) masih berada pada Iqro:

1-3. Dengan demikian, bisa diprediksikan bahwa untuk TKA, target 1 (satu) tahun telah mampu membaca Al-Quran tidak akan tercapai. Artinya, untuk TKA diprediksikan masih diperlukan tambahan waktu untuk menuntaskan 140 santri (100 %) memiliki kemampuan membaca Al-Quran. Namun demikian, ternyata telah terdapat 5 anak (3,58 %) yang telah mengkhatamkan Iqro: 1-6 dan akan segera disusul oleh 17 anak (12,14 %) yang sekarang sudah memasuki Iqro: 6. Sedang untuk TPA, dari 75 santri yang ada, dalam waktu 6 bulan mayoritas dari mereka (53 anak = 70,66 %) telah bisa menyelesaikan buku Iqro: 1-3 dan hanya 22 anak (29,34 %) yang belum bisa memasuki Iqro: 4. Ini berarti, mayoritas santri TPA akan bisa menyelesaikan buku Iqro: 1-6 dalam waktu 1 (satu) tahun, sesuai dengan target yang ditentukan. Bahkan terdapat 5 anak (6,67 %) yang telah mengkhatamkan Iqro: 1-6 dan akan segera disusul oleh 13 anak (17,33 %) yang sekarang sudah memasuki Iqro: 6. Dengan perkataan lain untuk anak usia SD, dengan sistem TPA dan metode Iqro, akan bisa diantarkan memiliki kemampuan membaca Al-Quran dalam waktu 6-12 bulan. Yang menarik dari data di atas, ternyata masih ada 10 anak (7,14 %) TKA dan 1 (satu) anak (1,33 %) TPA yang belum beranjak dari Iqro: 1. Mengapa hal ini bisa terjadi? Setelah ditelusuri pada daftar absensi, ternyata ke 11 anak ini sehari-hari memang tidak begitu aktif mengikuti pelajaran. Dari ke 11 anak ini kehadirannya tidak ada yang lebih dari 50 %. Sehingga wajar kalau mereka tertinggal. Di atas telah dipaparkan kondisi setelah 6 bulan santri belajar Iqro di TKA-TPA dan belum memberikan gambaran kecepatan santri TKA-TPA dalam menyelesaikan Iqro: 1-6. Untuk mengetahui hal ini, perlu melihat kembali dokumentasi yang ada pada santri yang sekarang duduk di TKAL-TPAL. Berapa bulan sebenarnya, waktu yang harus mereka habiskan untuk bisa menyelesaikan Iqro: 1-6 pada saat mereka duduk di TKA-TPA setahun yang lalu? Jumlah santri TKAL sekarang ini ada 66 anak, yang terdiri dari 35 santri putra dan 31 santri putri. Sedang jumlah santari TPAL sekarang ini ada 51 anak, yang terdiri dari 32 santri putra dan 19 santri putri. Sehingga jumlah santri TKAL-TPAL keseluruhannya ada 117 santri. Setelah melihat kembali dokumentasi kecepatan 117 santri dalam menyelesaikan buku Iqro: 1-6 dapat dibuat tabel sebagai berikut: Kecepatan Santri TKA-TPA Tahun 2007/2008 dalam Menyelesaikan Iqro: 1-6 No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. Tingkatan Jilid 1 2 bl 3 4 bl 5 6 bl 7 8 bl 9 10 bl 11 12 bl 13 14 bl 15 16 bl 17 18 bl 19 20 bl 21 22 bl 23 24 bl Lebih 24 bl Jumlah TKAL N=66 0 0 4 7 11 14 13 4 7 2 0 1 3 66 % 0% 0% 6,06 % 10,60 % 16,67 % 21,21 % 19,70 % 6,06 % 10,60 % 3,03 % 0% 1,52 % 4,55 % 100 % TPAL N=51 0 0 6 7 12 18 4 1 0 0 1 2 0 51 % 0% 0% 11,76 % 13,73 % 23,53 % 35,30 % 7,84 % 1,96 % 0% 0% 1,96 % 3,92 % 0% 100 % Jumlah N=117 0 0 10 14 23 32 17 5 7 2 1 3 3 117 % 0% 0% 8,55 % 11,97 % 19,66 % 27,35 % 14,53 % 4,28 % 5,98 % 1,71 % 0,85 % 2,56 % 2,56 % 100 %

(Diolah dari dokumentasi Kartu Prestasi Iqro tahun 2007/2008, dikutip, Senin, 23 Maret 2009) Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa: 1. Walaupun awal mulainya dalam waktu yang sama, namun ternyata dalam menyelesaikan buku Iqronya, bisa sangat bervariasi. Ada yang bisa menyelesaikan dalam waktu kurang dari 6 bulan (1 semester), namun ada yang lebih dari 24 bulan (4 semester). Hal ini sangat dimungkinkan, karena TKA-TPA dalam mengajarkan Iqro menggunakan sistem privat (sorogan). Sehingga santri yang cerdas dan rajin masuk akan lebih cepat selesai dan tidak menunggu santri yang kurang cerdas dan kurang rajin masuk. 2. Dengan sistem TKA-TPA dan metode Iqro ternyata memungkinkan seorang santri lebih cepat mampu membaca Al-Quran. Terbukti dalam waktu tidak lebih dari 6 bulan, sudah terdapat 10

anak dari 117 anak (8,55 %) yang telah memiliki kemampuan membaca Al-Quran. 10 anak tersebut, 4 anak diantaranya masih usia TK sedang yang 6 anak berusia SD Kelas 1-3. 3. Terdapat perbedaan yang signifikan antara anak usia TK (4,0 6,0 tahun) dan anak usia SD (7,0 9,0 tahun) dalam kecepatan menyelesaikan buku Iqro. Melalui TK Al-Quran, dalam waktu 12 bulan baru terdapat 36 anak dari 66 anak (54,55 %) yang mampu menyelesaikan Iqro : 1-6, dan dibutuhkan waktu 18 bulan (3 semester) untuk bisa mencapai angka 89,39 % (59 anak dari 66 anak). Bahkan harus dibutuhkan waktu lebih dari 2 tahun untuk bisa menuntaskan seluruh anak usia TK tersebut bisa menyelesaikan Iqro: 1-6. Hal ini bisa dimengerti karena memang mereka masih usia TK, suatu usia yang oleh banyak pihak diragukan kemampuannya untuk diajar membaca. 4. Berbeda dengan anak usia TK, anak usia SD ternyata lebih cepat dalam menyelesaikan Iqro. Dalam waktu 6 bulan, tercatat ada 6 anak dari 51 anak (11,76 %) yang telah bisa menyelesaikan Iqro: 1-6. Kemudian dalam waktu 12 bulan, mayoritas dari mereka (43 dari 51 anak/84,31 %) telah mampu menyelesaikan Iqro: 1-6. Sedangkan untuk anak usia TK, dalam waktu yang sama hanya mencapai angka 54,55 %. Dari uraian di atas dapat diketahui efektivitas metode Iqro melalui sistem TKA-TPA. Bagi anak usia TK (4,0 6,0 tahun), terbukti mampu diantarkan memiliki kemampuan membaca Al-Quran dalam waktu antara 6,0 18,0 bulan (89,39 %), sedang bagi anak usia SD (7,0 9,0 tahun) bisa lebih cepat lagi, yaitu dalam waktu antara 6,0 12,0 bulan (84 %). Waktu yang relatif cepat bila dibandingkan dengan metode (kaidah) Baghdadiyah melalui sistem pengajian tradisional, yang memerlukan waktu antara 2 5 tahun. (Mahmud Yunus, 1979: 35) 1. V. Hambatan Yang Dihadapi Hasil prestasi di atas, mestinya bisa lebih ditingkatkan lagi andaikan tidak terhambat oleh 2 faktor utama, yaitu: 1. Rendahnya prosentase kehadiran para santri. Hal ini bisa dilihat pada daftar presensi yang menunjukkan bahwa prosentase rata-rata kehadiran para santri sangat rendah. Padahal keaktifan kehadiran sangat besar pengaruhnya terhadap keberhasilan suatu pendidikan. Betapapun baiknya seorang ustadz dan betapapun canggihnya suatu metode, kalau muridnya jarang hadir tentu hasilnya tidak akan optimal. Berikut ini disajikan tabel prosentase rata-rata kehadiran santri selama 1 (satu) semester yang lalu (September 2008 s/d Pebruari 2009). Prosentase Rata-rata Kehadiran Santri No 1. 2. Unit TKA TPA Jumlah Rata-rata (Diolah dari Dokumentasi Daftar Presensi Kehadiran Santri TKA-TPA AMM Semester Gasal Tahun 2008/2009, dikutip Senin, 30 Maret 2009) Tabel di atas menunjukkan bahwa dalam semester yang lalu (September 2008 s/d Pebruari 2009) keaktifan kehadiran santri TKA-TPA AMM hanya mencapai angka 68,91 %. Sebab ketidakhadiran yang paling utama adalah adanya berbarengan kegiatan di SD-nya, seperti pramuka, pelajaran tambahan, dan lain-lain. (Wawancara dengan Muakhiroh, S.Pd.I., Direktur TKA-TPA AMM, Senin, 23 Maret 2009). Para ustadz nampaknya tidak bisa memaksa agar para santri lebih mengutamakan TKA-TPA daripada kegiatan SD-nya.
1. Kesulitan mencari ustadz/ustadzah yang fasih membaca Al-Qurannya sekaligus memiliki

Sept (%) 78 87 82,5

Oktt (%) 72 67 69,5

Nop (%) 69 65 67,0

Des (%) 66 65 65,5

Jan (%) 68 63 65,5

Peb (%) 63 64 63,5

Komulatif 1 smt (%) 69,33 68,50 68,91

kualifikasi akademik dibidang keguruan. (Wawancara dengan M. Najib, Pengurus Yayasan Team Tadarus AMM Yogyakarta, Ahad, 29 Maret 2009). Dari 34 orang ustadz/ustadzah yang ada, yang memiliki ijazah keguruan hanya ada 10 orang (29,41 %), dan itupun tidak ada yang memiliki ijazah keguruan dibidang pendidikan Al-Quran. Bahkan tercatat ada 11 orang ustadz/ustadzah (32,35 %) yang memiliki latar belakang pendidikan non keagamaan, seperti Sastra Jawa, Ekonomi, Ilmu Politik, Biologi, Pertanian, Tata Busana dan Listrik. Hal ini tentu berakibat kurang optimalnya hasil yang dicapai. 1. VI. Penutup

Dari uraian di atas telah tergambar dengan jelas tingkat efektivitas metode Iqro dalam pembelajaran membaca Al-Quran di TKA-TPA AMM Kotagede Yogyakarta. Bagi anak usia TK (4,0 6,0 tahun) dalam waktu 6 18 bulan sudah mencapai angka 89,9% yang bisa diantarkan memiliki kemampuan membaca Al-Quran. Sedang untuk anak usia SD (mayoritas usia 7,0 9,0 tahun) ternyata lebih cepat lagi. Dalam waktu 12 bulan, mayoritas dari mereka (84,31%) telah lancar membaca al-Quran. Waktu yang relatif cepat bila dibandingkan dengan metode (kaidah) Baghdadiyah melalui sistem pengajian tradisional yang memerlukan waktu 2 5 tahun. Yogyakarta, 28 April 2009 Drs. H.M. Budiyanto NIP: 150223030 DAFTAR PUSTAKA Abdussyakur, Habib, dkk, Qiroah Muyassaroh, Cara Mudah Membaca Al-Quran Yogyakarta: Taman Pendidikan Al-Quran Plus PP Krapyak, 2007. 1 4,

Abu Syuhbah, Syekh Muhamad bin Muhamad, Studi Al-Quran Al-Karim, terj. Taufik Rahman, Bandung: Pustaka Setia, 2002. Amidhan, dkk, Juknis Pengelolaan Taman Pengajian Al-Quran (TPA), Surabaya: Kanwil Depag Jawa Timur, 2006. Amien H.S., dkk, Mari Belajar Membaca Al-Quran, Jakarta: LBIQ, 1985. Budiyanto, Mangun, Mempertanyakan Pembelajaran Membaca Al-Quran untuk Usia Taman KanakKanak, Yogyakarta: Griya Informasi TKA-TPA-TQA, 2008. ________, Pola & Fase Awal Pendidikan Anak dalam Keluarga, Batang: PP Al-Ikhlas, 2003. ________, Problematika Pengajaran Membaca Al-Quran, Yogyakarta: Balitbang LPTQ Nasional, 1996. ________, Menuju Terbentuknya Generasi Qurani, Batang: PP Al Ikhlas, 2005. ________, Bolehkah Anak Usia TK Diajar Membaca?, Yogyakarta: Team Tadarus AMM, 1997. ________, Prinsip-Prinsip Metodologi Buku Iqro, Yogyakarta: Team Tadarus AMM, 1995. ________, Ciri-Ciri Anak Sholeh dalam Al-Quran, Batang: PP Al-Ikhlas, 2003. ________, Al-Quran dan Keharusan Mempelajarinya, Batang: PP Al-Ikhlas, 2004. ________, dkk, Panduan Praktis Pengelolaan TKA-TPA-TQA DIY Kurikulum 2006, Yogyakarta: LDPQ, 2006. ________, Ustadz Ideal, Yogyakarta: Team Tadarus AMM, 2005. Bustami Said, dkk, Metode Cepat Membaca dan Menulis Huruf Al-Quran 7x Belajar, Jakarta: Lembaga Pendidikan Al-Quran Diponegoro, 1990. Fathudin, Yusa, dkk, Ringkasan Pedoman Pengelolaan, Pembinaan dan Pengembangan Gerakan M5A, Yogyakarta: Team Tadarus AMM, 2003. Humam, Asad, dkk, Pedoman Pengelolaan Pembinaan & Pengembangan M3A, Yogyakarta: Team Tadarus AMM, 1995. ________, Buku Iqro, Cara Cepat Belajar Membaca Al-Quran, Jilid 1-6, Yogyakarta: Team Tadarus AMM, 1990. Kafrawi, Pembaharuan Sistem Pendidikan Pondok Pesantren, Jakarta: Cemara Indah, 1978. Masyhudi, Humam, dkk, Panduan Praktis Pengelolaan TKA-TPA-TKAL-TPAL dan TQA sesuai Kurikulum 2007, Yogyakarta: Team Tadarus AMM, 2008. Tim Badko DIY, Buku Pedoman Kerja Badan Koordinasi TKA-TPA Propinsi DIY, Yogyakarta: Badko TKA-TPA Prop. DIY, 2008. Yunus, Mahmud, Metodik Khusus Bahasa Arab; Bahasa Al-Quran, Jakarta: Hidakarya Agung, 1981. ________, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, Jakarta: Mutiara, 1979. ________, Metodik Khusus Pendidikan Agama, Jakarta: Hidakarya Agung, 1965. [*] Makalah disampaikan dalam Forum Diskusi Dosen-Dosen Kependidikan Islam Fakultas Tarbiyah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Rabu 29 April 2009.

http://mangunbudiyanto.wordpress.com/2010/07/26/efektivitas-metode-iqro%E2%80%99dalam-pembelajaran-membaca-al-qur%E2%80%99an-di-tka-%E2%80%93-tpa%E2%80%9Camm%E2%80%9D-kotagede-yogyakarta/

You might also like