Professional Documents
Culture Documents
1 2
2
Melawan Penguasa
KATALOG DALAM TERBITAN
Abdul Munim Musthafa Halimah
Melawan Penguasa : praktik bernegara modern dalam perspektif Islam / penulis
Abdul Munim Musthafa Halimah, Abu Shuhaib Al-Maliki ; penerjemah, Yasir, Syarif
Baraja ; editor, Wendy Febriangga -- Solo : jazera, 2007.
152 hlm. ;20.5 cm
Judul asli : Fashlul kalam fi masalatil khuruj alal hukkm, bayn riddah man
baddala asy-syariah min al-hukkam
ISBN 979-26-6308-2
1. Islam dan kenegaraan I.Judul II. Al-Maliki, Abu Shuhaib III.Yasir
IV. Syarif Baraja V. Wendy Febriangga
297.62
Melawan
Penguasa
Penulis Abdul Munim Musthafa Halimah,
Abdul aziz Al-Maliki
Alih Bahasa Yasir, Syarif Baraja
Editor Wendy Febriangga
Tataletak cholique Desain sampul Arezadesign
Penerbit JAZERA Anggota SPI (Serikat Penerbit Islam) Solo
siup no: 229/11.35/pk/iv/2004
po. box 174 solo Telp. (0271) 7074155 Fax. (0271) 741297
website: www.jazera.com; e-mail : jazera@telkom.net
Cetakan I : Agustus 2007
3
Daftar Isi iii
Kata Pengantar v
Mukadimah xi
Bab 1 Bab 1 Bab 1 Bab 1 Bab 1
EMPAT TIPE PENGUASA 13 EMPAT TIPE PENGUASA 13 EMPAT TIPE PENGUASA 13 EMPAT TIPE PENGUASA 13 EMPAT TIPE PENGUASA 13
1. Penguasa Kafir 15
Syubhat pertama: Takut tercebur ke dalam fitnah
25
Syubhat kedua: Tidak relevan 36
2. Penguasa Muslim yang Adil 40
Ketaatan Terikat, Bukan Mutlak 45
Hukum Pembangkang (Bughat) 48
3. Penguasa Muslim yang Fasik 51
4. Penguasa Muslim yang Sangat Fasik, Zalim, dan
Lalim 59
BAB 2 BAB 2 BAB 2 BAB 2 BAB 2
BERBAGAI SYUBHAT DAN JAWABANNYA 69 BERBAGAI SYUBHAT DAN JAWABANNYA 69 BERBAGAI SYUBHAT DAN JAWABANNYA 69 BERBAGAI SYUBHAT DAN JAWABANNYA 69 BERBAGAI SYUBHAT DAN JAWABANNYA 69
1. Kufrun Duna Kufrin 71
Salah Paham terhadap Atsar Ibnu Abbas r.a. 71
Tanggapan Ulama terhadap Propaganda Ini 78
DAFTAR ISI
4
Melawan Penguasa
2. Seseorang Tidak Boleh Dikafirkan Hanya Karena
Melakukan Satu Dosa... 86
3. Mengapa Para Ulama Tidak Memvonis Khalifah
Al-Mamun Kafir? 89
4. Nabi Yusuf Menjadi Menteri ..................... dalam
Pemerintahan Raja Mesir 95
5. Najasyi Tidak Memberlakukan Syariat Allah,
Tetapi Tetap Dianggap Muslim 115
6. Pemerintahan Hari Ini Tidak Dapat Divonis
Kafir. Karena Mereka Tidak Membuat ... 124
Syubhat-Syubhat Lain 128
1. Pemerintahan yang Ada Tidak Dapat Dikafirkan,
Kecuali ... 128
2. Undang-Undang yang Berlaku Saat Ini
Mengandung Hukum Syariat Islam 129
3. Tidak Bolehnya Menerapkan Fatwa Ulama Tentang
Tartar Pada Pemerintahan Hari Ini 130
4. Undang-Undang Selain Allah yang Diterapkan
Pemerintah Mencantumkan Syariat Islam... 131
5. Nabi Saw Memutuskan Perkara dengan Hukum
Selain Islam, yakni Hukum Taurat... 133
Wajib Memberontak untuk Menumbangkan
Pemerintahan Kafir 137
Kewajiban Beridad bagi Yang Masih Lemah 141
PENUTUP 149
5
KATA PENGANTAR
P
erbincangan tentang hukum negara dan status penguasa
merupakan tema yang tak sepi dari perdebatan. Inti
persoal annya ada pada bil amana suatu negara atau
pemerintahan disebut Islam atau kafir. Yang jelas, kepastian
hukum atas persoalan di atas membawa implikasi yang tidak
ringan, misalnya boleh atau tidaknya penguasa dilengserkan
oleh umat
Dalam khazanah fikih Islam, lembaga kekuasaan negara
(pemerintah) sering diistilahkan sebagai imamah (pemimpin;
pemerintah). Namun, imamah dalam Islam bukanlah sekadar
formalitas tanpa fungsi. Imam Al-Mawardi mengatakan,
Imamah merupakan inti khilafah nubuwah (yang berfungsi)
untuk menjaga Agama dan mengatur urusan dunia atas dasar
Agama. (Al-Ahkm As-Sulthniyyah hlm. 5). Ibnu Taimiyyah
juga menegaskan, Kepemimpinan negara merupakan khilafah
yang berasal dari Allah, dalam rangka mengaplikasikan syariat
Allah. (As-Siyasah Asy-Syar`iyyah hlm. 5)
Yang menarik untuk dicermati adalah fenomena global , di
mana negeri-negeri muslim tengah menjadikan sekularisme
sebagai tren dalam praktik bernegara modern. Adalah fakta
bahwa negeri-negeri muslim tidak diatur atas dasar syariat Is-
lam. Kedaulatan tertinggi diserahkan kepada masyarakat dan
6
Melawan Penguasa
bukan kedaulatan Allah. Kesimpulan ini bisa dibuktikan lewat
nukilan dari konstitusi (UUD) beberapa negeri muslim yang
mencerminkan sistem demokrasi dalam arti kedaulatan dari,
oleh, dan untuk rakyat.
Mesir
UUD Mesir terbitan September 1971, pada pasal 2
menetapkan: Kedaulatan adalah milik rakyat sendiri. Ia adalah
sumber segal a kekuasaan. Rakyat (berkewajiban)
menyelenggarakan kedaulatan dan menjaganya serta
mempertahankan kesatuan nasional sesuai undang-undang.
Suriah
UUD Republik Suriah yang berlaku sejak tahun 1973, pada
pasal 2 alinea 2 menetapkan: Kedaulatan ada di tangan
rakyat. Rakyat berkewajiban menyel enggarakannya
sebagaimana diatur undang-undang.
Libya
UUD Libya, pada pasal 1 menetapkan: Libya adalah Republik
Arab Demokrat. Kedaulatan ada di tangan rakyat.
Irak
UUD Irak tahun 1970, pada pasal 2 menetapkan: Rakyat
adalah sumber kedaulatan berikut dasar hukumnya.
Maroko
UUD Kerajaan Maroko menetapkan: Kedaulatan di tangan
rakyat dan ditegakkan secara langsung dengan meminta fatwa,
dan bersifat tidak langsung melalui lembaga-lembaga resmi.
7
Kuwait:
UUD Kuwait, pada pasal 6 menetapkan: Sistem hukum Ku-
wait adalah demokratis. Kedaulatan di tangan rakyat sebagai
sumber seluruh kebijakan. Penyelenggaraan kedaulatan diatur
berdasarkan undang-undang.
Yordania
UUD Kerajaan Yordania Hasyimiyah, pada pasal 34
menetapkan: (1) Umat adalah sumber segala kedaulatan. (2)
Umat menjalankan kedaulatan sebagaimana diatur dalam
undang-undang.
Tunisia
UUD Republik Tunisia, pada pasal 3 menetapkan: Bangsa
Tunisia adalah pemilik kedaulatan, yang diselenggarakan
sebagaimana diatur dalam undang-undang.
Sudan
UUD Republik Sudan yang berlaku mulai 1973, pada pasal 2
menetapkan: Kedaulatan Republik Sudan Demokratik ada
di tangan rakyat dan diselenggarakan melalui lembaga-
l embaga dan organisasi-organisasi syabiyyah dan
dusturiyyah.
Mauritania
UUD Republik Islam Mauritania, pada pasal 7 menetapkan:
Rakyat adalah pemilik kedaulatan. Kedaulatan tidak tercabut
atau berubah, baik sebagian maupun keseluruhan, kecuali
setelah rakyat menyetujuinya.
Kata Pengantar
8
Melawan Penguasa
Bahrain
UUD Kerajaan Bahrain tahun 1973, alinea D pasal 1
menetapkan: Sistem hukum Bahrain bersifat demokratis.
Kedaulatan di dalamnya ada di tangan rakyat sebagai sumber
seluruh kebijakan. Penyelenggaraannya sebagaimana diatur
undang-undang.
Aljazair
UUD Aljazair tahun 1976, pasal 5 menetapkan: Kedaulatan
Nasional adalah milik rakyat, yang diselenggarakan melalui
pengambilan fatwa atau melalui wakil-wakil rakyat yang
terpilih.
Yaman
UUD Yaman Demokratik, pasal 62 menetapkan: Kedaulatan
Negeri Republik Demokratik Rakyat Yaman hanya ada satu
dan disandarkan pada kedaulatan rakyat pekerja. (Lihat:
Jamatul Muslimn, Dr. Shalah Ash-Shawi, footnote hlm. 46-
47 ).
Demikian, penggalan UUD negeri-negeri muslim. Meski
selintas, namun cukup menggambarkan asas masing-masing
negara yang tak lain adalah demokrasi dalam arti menuhankan
suara rakyat.
Selanjutnya, muncullah pertanyaan-pertanyaan seperti:
Apakah penyelenggaraan pemerintahan atas dasar pemisahan
antara Agama dan Negara serta menggantinya syariat dengan
undang-undang hasil kreasi manusia (wadhiyyah) dapat
dinyatakan sah secara syari? Ataukah keberadaannya
dianggap tidak ada karena telah batal secara syari? Apakah
9
Solo, Juli 2007
Jazera
penguasa sekuler semacam itu masih mendapatkan hak
layaknya hak imam dalam Islam, seperti hak dibaiat, hak
didengar, dan hak ditaati?
Pertanyaan-pertanyaan di atas bukan dalam konteks mencari
jawab atas status iman-kafirnya pribadi tokoh-tokoh penguasa
muslim, melainkan lebih merupakan diskursus atas tren
sekularisme yang melingkupi negeri-negeri muslim tersebut, untuk
menguji sejauh mana keabsahan dan kebatalan sebuah negeri
yang ditegakkan di atas undang-undang selain Islam.
Kata Pengantar
10
Melawan Penguasa
Transliterasi Arab-Latin
=
=
=
=
=
=
=
=
a
b
t
ts
j
h
kh
d
n
h
w
=
=
=
=
=
=
=
=
=
=
=
=
zh
gh
f
q
k
l
m
=
=
=
=
=
=
=
=
dz
r
z
s
sy
sh
dh
th
a panjang=
i panjang =
u panjang=
11
S
egala puji hanya milik Allah. Kepada-Nya kita memohon
pertolongan dan ampunan. Kita berlindung kepada Allah
dari kejahatan diri kita dan keburukan amal-amal kita.
Barangsiapa yang diberi petunjuk oleh Allah, niscaya tidak
ada yang bisa menyesatkannya. Barangsiapa yang disesatkan
oleh-Nya, niscaya tidak ada yang bisa memberinya petunjuk.
Saya bersaksi bahwa tiada Ilhyang berhak diibadahi
selain Allah semata, tiada sekutu bagi-Nya. Saya juga bersaksi
bahwa Muhammad adalah hamba dan Rasul-Nya. Semoga
shalawat dan salam terlimpahkan kepada beliau, keluarga, dan
para sahabatnya. Wa badu.
Permasalahan melawan penguasa dan bagaimana Islam
menyikapinya merupakan salah satu perkara penting. Dalam
hal ini, manusia terbagi dalam dua aliran yang saling
berlawanan.
Pertama, kelompok ifrath atau ghuluw (berlebih-lebihan).
Kelompok ini memilih keluar melawan penguasa hanya karena
pelanggaran ringan terhadap syariat. Perlu kita ketahui bahwa
sikap semacam ini merupakan cerminan sikap aliran Khawarij.
Atau, orang-orang yang terpengaruh dan terjebak dalam
wilayah pemikiran mereka, serta cenderung pada sikap
berlebih-lebihan.
Mu k a d i ma h
MUKADIMAH
12
Melawan Penguasa
Kedua, kelompok yang cenderung berbuat tafrith
(meremehkan) dan bersikap tak acuh. Bahkan, mereka sampai
berpendapat tidak wajib memberontak atau melakukan
perlawanan terhadap thaghut-thaghut kafir murtad.
Selain itu, mereka juga menafsirkan para penguasa secara
keliru dengan tafsiran kaum Murjiah dan Jahmiyah, serta
mengkiyaskan keadaan para penguasa dengan keadaan Bani
Umayyah dan Abasiyah.
Namun demikian, selain kedua kelompok tersebut terdapat
kelompok ketiga yang merupakan kelompok pertengahan.
Sikap mereka dalam permasalahan ini ialah berkomitmen
menjunjung tinggi Al-Haq dan apa yang yang telah ditentukan
dalam Al-Quran dan As-Sunnah, tanpa sedikit pun ada
kecondongan kepada sikap ifrath dan tafrith. Sikap pada
mereka itulah yang merupakan cerminan dari sikap Ahlus
Sunnah wal Jamaah.
Pembahasan ini memfokuskan perhatian pada sikap
kelompok ketiga, yakni kelompok Ahlus Sunnah wal Jamaah
dalam menyikapi permasalahan ini sebagaimana yang telah
ditunjukkan nash-nash Al-Quran dan As-Sunnah. Dua kitab
yang kita yakini dan dengan keduanya kita beragama; dengan
acuan kedua kitab tersebut kita mampu melihat kebenaran.
Dengan kata lainkarena begitu pentingnyasegala yang
akan saya paparkan dalam pembahasan ini, saya usahakan
untuk selaluinsyaAllahtegak di atas landasan dalil syari
dari Al-Quran, As-Sunnah, dan pendapat yang kuat dari para
ulama salaful ummah.
13
BAGIAN PERTAMA
EMPAT TIPE PENGUASA
14
Melawan Penguasa
15
D
alam pembahasan kali ini saya sampaikan bahwa
penguasa dapat terbagi menjadi empat tipe:
1. Penguasa Kafir
2. Penguasa Muslim
3. Penguasa Muslim yang Fasik
4. Penguasa Muslim yang Sangat Fasik, Fajir, dan Zalim
Dari keempat penguasa tersebut, satu sama lainnya
memiliki status hukum yang berbeda. Berikut adalah penjelasan
secara detailnya.
1. Penguasa Kafir
Penguasa tipe ini disebut kafir dengan kriteria kekafiran yang
telah ditetapkan dalam syariat. Ia menjadi kafir karena riddah
(murtad) atau memang asli (sejak lahir) kemudian ia menguasai
negeri kaum Muslimin.
Dalam menyikapinya, kaum Muslimin (berdasarkan nash
dan ijmak) wajib melawan dengan segala kekuatan, sampai
bisa menggulingkan dan menggantinya dengan penguasa
16
Melawan Penguasa
Muslim yang adil dan memerintah negara dan rakyat dengan
syariat Islam.
Allah berfirman:
9 g !# 3=9 ? RQ# 6
Dan Allah sama sekali tidak akan memberi jalan kepada
orang-orang kafir untuk memusnahkan orang-orang
beriman. (An-Nis: 141).
Salah satu bentuk jalan kepada orang-orang kafir untuk
memusnahkan orang-orang beriman ialah bila orang-orang
kafir menguasai dan memimpin orangorang beriman dengan
hawa nafsu serta hukum dan perundang-undangan mereka.
Allah berfirman:
#`? & 9# %!# `
{# s=``
Dan janganlah kalian menaati perintah orang-orang yang
melampai batas. Yaitu orang-orang yang berbuat
kerusakan di muka bumi dan tidak mengadakan
perbaikan. (Asy-Syuar: 151-152).
Ketahuilah, tak ada orang yang lebih melampui batas dan
berbuat kerusakan daripada para thaghut kafir dan murtad yang
memerintah umat dengan undang-undang kufur lagi rusak.
Allah berfirman:
$' %!# #`# ) #`? %!# #`.
2` ? 37)& #6=)F z
17
Wahai orang-orang yang beriman, jika kalian menaati or-
ang-orang kafir itu, niscaya mereka akan mengembalikan
kalian ke belakang (kepada kekafiran), lalu kalian kembali
menjadi orang-orang yang merugi. (Ali-Imran: 149).
Seseorang tidak akan diangkat sebagai hakim kecuali untuk
ditaati dal am segal a hal yang diputuskan dan
diperintahkannya. Padahal, Allah telah menerangkan secara
jelas, akibat menaati orang-orang kafir ialah murtad (keluar
dari din).
Allah berfirman:
) G& 3) .RQ
Dan jika kalian menaati mereka, tentulah kalian menjadi
orang-orang yang musyrik. (Al-Anam: 121).
Dalam sebuah hadits Muttafaqun alaih, dari Ubadah bin
Shamit, ia berkata, Nabi Saw menyeru kami, lantas kami
membaiatnya. Adapun hal-hal yang beliau minta kepada kami
untuk berbaiat ialah mendengar dan taat dalam keadaan kami
senang atau benci, mudah atau susah, tidak mementingkan
diri dan tidak memberhentikan penguasa kecuali kalian melihat
kufur bawwah (kekufuran yang nyata) dengan bukti-bukti nyata
yang kalian dapatkan dari sisi Allah.
Hadits di atas dengan jelas menunjukkan, seorang penguasa
atau hakim tidak boleh diberhentikan dari tanggungjawabnya
untuk mengelola urusan-urusan hukum dan kekuasaan, kecuali
jika kita melihat kekufuran yang nyata padanyatanpa
mengandung penafsiran dan takwil lain. Di tambah lagi, jika
kita memiliki dalil yang nyata atas kekufurannya dengan
berdasar pada Al-Quran dan As-Sunnah.
Empat Tipe Penguasa
18
Melawan Penguasa
Apabila kekufuran yang nyata benar-benar tampak pada
dirinya, tidak ada lagi kewajiban untuk mendengar dan
menaatinya. Bahkan, yang diwajibkan ial ah
memberhentikannya dari kekuasaan dan melawannya dengan
kekuatan pedang. Hal ini adalah kewajiban yang tidak bisa
dibantah.
Ibnu Hajar menyampaikan, Jika terjadi kekufuran nyata
pada diri penguasa, kita tidak boleh menaatinya. Bahkan, bagi
siapa yang mampu wajib berjihad terhadapnya.
1
Sementara itu, Imam An-Nawawi mengatakan, Qadhi
Iyadh berkata, Para ulama bersepakat bahwa kepemimpinan
tidak diberikan kepada orang kafir. Namun, kalau ia tiba-tiba
menjadi kafir, maka harus dilengserkan. Lebih lanjut Qadhi
Iyadh berkata, Begitu pula jika ia meninggalkan shalat dan
mengajak orang untuk mengikutinya.
2
Menurut hemat saya, perkataan Qadhi Iyadh tersebut
(Begitu pula jika ia meninggalkan shalat dan mengajak orang
untuk mengikutinya) merupakan isyarat dari sabda Nabi Saw
yang tercantum di dalam Shahh Muslim.
Dalam kitab hadits itu disebutkan, Nabi Saw bersabda:
1 Fathul Br: XIII/7.
2 Syarh Shahh Muslim: XII/229.
19
Akan ada umara (penguasa), yang kalian ketahui
beberapa perbuatan mereka (yang sesuai syariat) dan
mengingkari (perbuatan mereka yang menyelisihi),
Barangsiapa yang membencinya, maka dia telah berlepas
diri dan barang siapa yang mengingkarinya maka dia telah
selamat. Namun (dosa) itu bagi orang yang ridha dan
mengikutinya. Para shahabat bertanya, Tidak bolehkah
kami memerangi mereka? Nabi menjawab, Tidak, selama
mereka masih melaksanakan shalat.
Hadits tersebut memberi petunjuk bahwa pada saat seorang
penguasa meninggalkan shalat dan juga tidak memerintahkan
masyarakat untuk melakukannya, berarti ia telah kafir.
Sehingga, ia wajib dilawan dan disingkirkan dengan pedang.
Jika ada pertanyaan, apabila kaum Muslimin belum mampu
melawan, apa yang harus dilakukannya? Saya jawab, kaum
Muslimin wajib melakukan tiga hal:
1. Mempersiapkan segala kekuatan semampunya.
Kaum Muslimin hendaknya mempersiapkan kekuatan
materi dan maknawisemampu mungkin untuk bisa melawan,
melengserkan dan membebaskan umat dari kejahatan dan
kekafirannya.
Sebagaimana firman Allah Taala:
#& 9 $ FG`# % $/ 9#
7? / !# 2 z#
` `= ? !# =
Dan persiapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan
apa saja yang kalian sanggupi dan kuda-kuda yang ditambat
Empat Tipe Penguasa
20
Melawan Penguasa
untuk berperang (yang dengan persiapan itu) kalian
menggentarkan musuh-musuh Allah, musuhmu dan selain
mereka yang kalian tidak mengetahuinya; sedang Allah
mengetahuinya (Al-Anfal: 60).
Sayyid Quthb r.h. berkata, Melaksanakan idad yang
dimampui ialah kewajiban yang menyertai kewajiban jihad.
Sebab, nash memerintahkan Idadul Quwwah
(mempersiapkan kekuatan) dengan berbagai macam jenis dan
sebab-sebabnya.
3
Selanjutnya, beliau menegaskan, Hal tersebut dilakukan
dari batasan kekuatan minimal hingga maksimal. Sehingga,
tak ada satu kelompok Muslim pun yang diam terlena dan tidak
melakukan faktor-faktor kekuatan apa pun yang sanggup
dilakukannya.
Dengan demikian, ketidakmampuan melawan bukan
merupakan pembenaran untuk bisa duduk-duduk
meninggalkan idad yang sesuai kemampuan. Karena perkara
yang mudah tidak akan digugurkan oleh sebab yang sulit. Hal
ini berdasarkan firman Allah Taala:
#)?$ !# $ F`#
Bertakwalah kepada Allah sesuai dengan kemampuan
kalian... (At-Taghbun: 16).
Nabi Saw bersabda:
Dan apa yang aku perintahkan kepada kalian, kerjakanlah
darinya semampu kalian.(HR Al-Bukhari dan Muslim).
3 F Azh-Zhill Al-Qurn: III/1543.
21
Berkaitan dengan hadits tersebut, Al-Izz bin Abdussalam
r.h. berkata, Barangsiapa dibebani dengan suatu ketaatan,
lalu ia mampu melaksanakan sebagian dan tak sanggup pada
sebagian lain, ia harus melaksanakan apa yang dimampui dan
gugurlah apa yang tidak dimampuinya.
4
Adapun Ibnu Taimiyah r.h. menjel askan, Wajib
melaksanakan persiapan untuk jihad dalam wujud idadul
quwwah (penyiapan kekuatan) dan menambatkan kuda-kuda
perang pada saat gugurnya kewajiban jihad karena kondisi
yang lemah. Jika suatu kewajiban tidak bisa sempurna kecuali
dengan sesuatu, maka sesuatu itu menjadi wajib.
5
2. Kaum Muslimin hendaknya memisahkan diri dari penguasa
kafir serta tidak pula bekerja sama atau bekerja kepadanya.
Selain itu, hendaknya ia juga meninggalkan amal apa saja
yang termasuk dari urusannya atau yang menguatkan
kekuasaan serta cengkeramannya pada negeri dan rakyat.
Rasulullah Saw bersabda, Akan datang kepada kalian para
pemimpin setelahku. Mereka mengatakan apa yang mereka
ketahui, bekerja sesuai dengan apa yang mereka ketahui. Taat
kepada mereka adalah ketaatan (dalam ibadah-edt). Kondisi
kalian akan bertahan seperti itu selama satu masa.
Kemudian akan datang kepada kalian para pemimpin
setelahku. Mereka mengatakan apa yang tidak mereka
kerjakan, mengerjakan apa yang tidak mereka mengerti.
Barangsiapa yang menasehati mereka, membantu mereka
dan menopang para penolong mereka, orang tersebut telah
4 Qawidul Ahkm: II/5.
5 Al-Fatw: XVIII/259.
Empat Tipe Penguasa
22
Melawan Penguasa
binasa dan membinasakan. Pergaulilah mereka dengan jasad
kalian, tinggalkanlah mereka dengan amal kalian dan
persaksikanlah bahwa orang baik itu baik dan orang jahat itu
jahat.
6
Rasulullah Saw bersabda:
Sungguh akan datang kepada kalian para penguasa yang
mendekati manusia jahat dan mengakhirkan shalat dari
waktunya. Barangsiapa mendapati hal itu di antara mereka,
janganlah menjadi penasihat, polisi, penarik pajak, dan
bendahara.
7
Rasulullah Saw bersabda:
Dengarlah! Apakah kalian telah mendengar bahwa akan
datang setelahku para penguasa? Barangsiapa menemui
mereka lalu membenarkan kebohongan mereka dan
6 Ditakhrij Ath-Thabrani. As-Silsilah Ash-Shahhah (457).
7 Ditakhrij Ibnu Hibban. As-Silsilah Ash-Shahhah (360).
23
menolong mereka dalam kezalimannya, maka ia bukanlah
dari golonganku dan aku bukan dari golongannya. Ia tidak
termasuk orang yang mendatangi telagaku.
Barangsiapa yang tidak menemui mereka, tidak menolong
mereka dalam kezalimannya, tidak membenarkan
kedustaan mereka, maka ia dari golonganku dan aku dari
golongannya, dan ia termasuk orang yang mendatangi
telagaku.
8
Rasulullah Saw bersabda, Akan ada penguasa yang kalian
ketahui dan ingkari. Barangsiapa meninggalkan mereka, ia
selamat. Barangsiapa memisahkan diri dari mereka, ia selamat.
Barangsiapa bergaul dengan mereka, ia celaka.
9
Selain hadits-hadits di atas, masih banyak lagi hadits yang
mengajak untuk memisahkan amal dari para thaghut yang
zalim serta menjauhi mereka.
Jika ada pertanyaan, bukankah hadits-hadits yang
disebutkan tadi khusus untuk para penguasa lalim (berdosa)?
Kita bisa menjawabnya dengan mengatakan bahwa, jika hadits
tersebut diterapkan untuk penguasa kafir dan para thaghut itu
lebih pantas dan lebih kuat, wallahu alam.
3. Kaum Muslimin hendaknya tidak mengakui status hukum,
keberadaan, undang-undang dan aturan mereka secara
sukarela.
Dalam hal ini, kaum Muslimin hendaknya tidak serta merta
melegitimasi status kepemimpinan, hukum, dan undang-
undang buatannya.
8 Shahh Sunan At-Tirmidz (1843).
9 Ditakhrij Ath-Thabrani. Shahh Al-Jmi` (3661).
Empat Tipe Penguasa
24
Melawan Penguasa
Bentuk-bentuknya antara lain, tidak menambahkan kepada
mereka gelar yang bisa mengarah kepada pengakuan status
mereka sebagai pemimpin umat Islam. Misalnya, kata Siyadatur
Rais (tuan pemimpin), Jalalatul Mulki (yang mulia raja), atau
selain itu yang berupa gelar-gelar pengagungan yang mengarah
pada pengakuan terhadapnya atau hukum dan aturannya.
Apabila umat bersatu dan sepakat atas hal itusesuatu yang
merupakan keharusan, sungguh tindakan tersebut merupakan
bagian dari faktor-faktor yang bisa mempercepat kehancuran
pengaruh kekuasaanya terhadap negara dan manusia.
Pada sisi lain, ketika kita melegitimasi kepemimpinan dan
kekuasaannya, maka bisa diartikan sebagai pengakuan dan
terhadap sahnya kekufuran dan tanda atas keridhaan atasnya.
Adapun ridha terhadap kekufuran telah disepakati sebagai
kekafiran tanpa perdebatan lagi.
Pada titik inilah kita harus waspada dari ketergelinciran
akidah yang sangat berbahaya, dan betapa banyak orang
tergelincir dalam perkara ini!
Rasulullah Saw bersabda:
Jangan kalian katakan untuk orang munafik, Tuan kami!
Karena jika ia menjadi tuan kalian, kalian telah membuat
marah Rabb kalian.
10
Dalam riwayat lain, Apabila
seseorang berkata kepada orang munafik, Wahai tuan!
10 Ditakhrij Abu Dawud, Ahmad, dan selain keduanya. As-Silsilah Ash-Shahhah
(371).
25
Maka ia telah membuat marah Rabb-nya Tabaraka wa
Taala.
Maksudnya, jika kemunduran kita mengakibatkan orang
munafik menjadi tuan atas diri kita, hal tersebut menjadi sebab
utama kemarahan Allah atas diri kita.
Saya katakan, perkara ini berkaitan dengan orang munafik
yang menampakkan keislamannya. Jika demikian, lantas
bagaimana dengan kaum Muslimin yang meninggalkan jihad
sehingga orang kafir murtad menjadi hakim dan pemimpin
atas mereka? Tak diragukan lagi, mereka lebih pantas masuk
ke dalam kemurkaan Allah.
Jika sekadar ucapan seseorang kepada orang munafik,
Wahai Tuan saja mengundang murka Rabb Tabaraka wa
Taala, lalu bagaimana jika ia berbicara kepada para thaghut
yang kafir lagi murtad, seperti yang menimpa pada banyak
orang dengan ungkapan-ungkapan penghormatan, pemuliaan,
pujian, dan loyalnya?
Syubhat pertama: Takut tercebur ke dalam fitnah
Berbagai propaganda menyesatkan telah disebarluaskan oleh
sebagian orang untuk yang menurunkan semangat jihad
melawan para thaghut penguasa dan kafir murtad. Di
antaranya ialah ucapan mereka yang menyatakan bahwa
melawan para penguasa hanya akan menyebabkan terjadinya
fitnah, pertumpahan darah, pembunuhan, perang, menyia-
nyiakan banyak maslahat. Terdapat pula berbagai bentuk
keluhan dan alasan penolakan lainnya yang sudah secara lazim
diketahui.
Empat Tipe Penguasa
26
Melawan Penguasa
Tidaklah mereka mendengar kalimat, melawan penguasa,
melainkan kalian pasti akan mendapati mereka segera men-
tahdzir (memperingatkan dengan keras) dan berucap, Fitnah,
fitnah! Fitnah itu terlelap, semoga Allah melaknat orang yang
membangunkannya!
Segala bentuk propaganda menyesatkan (syubhat) ini lemah
dan gugur. Kami akan membantah akan hal ini ditinjau dari
beberapa segi:
1.Fitnah yang hakiki justru terdapat pada meninggalkan jihad
serta menjauhi aksi melawan para thaghut kafir dan murtad.
Orang yang meninggalkan jihad dengan alasan yang dibuat-
buat adalah orang yang lebih pantas tercebur ke dalam fitnah.
Seperti yang termaktub dalam hadits Jabir bin Abdullah, ia
berkata, Saya mendengar Rasulullah Saw bersabda, Hai
JuddJudd bin Qaismengapa kamu tidak turut melawan
Bani Ashfar? Jud menjawab, Apakah engkau mengizinkan
saya (untuk tidak ikut), wahai Rasulullah? Karena aku adalah
seorang laki-laki yang mudah tergoda oleh wanita. Aku takut
jika aku melihat perempuan Bani Ashfar maka aku akan
terkena fitnah.
Rasulullah Saw menjawabbeliau berpaling darinya,
Aku mengizinkan kamu. Seketika itu pula Allah menurunkan
ayat:
`) # < _G? & G9#
#)
Dan di antara mereka ada yang berkata; izinkanlah aku
dan jangan engkau ceburkan aku ke dalam fitnah.
27
Ketahuilah, bukankah mereka justru telah terjatuh ke dalam
fitnah (dosa dan maksiat)... (At-Taubah: 49).
11
Saya katakan, mereka terjatuh ke dalam fitnah setelah
meminta izin dan telah diizinkan. Lalu, perkataan apa lagi yang
pantas bagi orang yang meninggalkan jihad tanpa izin dan
tidak mendapatkan izin? Tak diragukan lagi, ia lebih pantas
terjatuh ke dalam fitnah.
2. Fitnah kufur dan syirik yang dilakukan oleh penguasa dan
aturan-aturannya adalah bentuk fitnah yang sangat besar dan
tak tertandingi.
Kejahatannya tak terampuni, dan tak ada yang menandingi
bahaya yang ditimbulkannya. Di pihak lain, tak ada yang
melebihi keutamaan dan kemaslahatan yang diperoleh dengan
menghapuskan sebab fitnah ini, sedangkan menempuh jalan
dalam rangka menghapuskannya membuat segala bahaya dan
fitnah menjadi remeh.
Menurut nash dan ijmak, fitnah syirik dan kufur ditinjau
dari kezalimannya adalah dosa terbesar. Di samping itu, ia
juga merupakan dosa yang tak terampuni oleh Allah, kecuali
dengan pertaubatan pelakunya sebelum mati. Sementara jika
ia mati dalam kesyirikan, ia akan dimasukkan ke neraka
Jahanam, kekal selamanya.
Sebagaimana firman Allah Taala:
) 89# ' = 9 '
Sesungguhnya syirik adalah kezaliman yang besar.
(Luqman: 13).
11 As-Silsilah Ash-Shahhah (2988).
Empat Tipe Penguasa
28
Melawan Penguasa
Allah berfirman:
) !# ` & 8 / ` $
79 9 '$
Sesungguhnya Allah tidak mengampuni (orang) yang
menyekutukan-Nya dan Dia mengampuni selain itu bagi
siapa yang dikehendaki. (An-Nis: 48).
Sementara itu, demi menghilangkan fitnah tersebut, Allah
mensyariatkan jihad sehingga tidak ada lagi fitnah dan seluruh
din murni hanya milik Allah semata. Allah berfirman:
=G% Lm 3? G 6 $!#
` !
Dan perangilah mereka sehingga tidak ada fitnah, dan
din seluruhnya hanya milik Allah. (Al-Anfl: 39).
Tatkala Bani Israel terjatuh ke dalam fitnah syirik dan
penyembahan anak sapi, Allah memerintahkan mereka untuk
membunuh (sebagian) mereka. Dengan serta merta, Al-
Muwahidun (orang-orang bertauhid) membunuh orang-orang
yang menyembah anak sapi, sebagaimana firman Allah:
) $% ` )9 ) 3) F=
6& `.$B$/ f9# #/G <) 3$/
# =F%$ 3& 39 z 39
Ketika Musa berkata kepada kaumnya; wahai kaumku,
sesungguhnya kalian telah menganiaya diri kalian sendiri
dengan menjadikan anak sapi (sebagai sembahan). Maka
29
bertaubatlah kalian kepada Rabb yang menjadikan kalian
dan bunuhlah diri kalian. Yang demikian itu lebih baik bagi
diri kalian. (Al-Baqarah: 54).
Oleh karena itu, meskipun fitnah pembunuhan dan
peperangan itu besar, ia akan menjadi remeh. Sementara fitnah
dan kerusakan syirik adalah sebagaimana firman Allah:
F9# & G )9#
Dan fitnah itu lebih kejam dari pembunuhan. (Baqarah:
191).
Firman Allah Taala:
G9# 92& F)9#
Dan fitnah (kesyirikan) itu lebih besar (dosanya) daripada
pembunuhan. (Al-Baqarah: 217).
Maksudnya, fitnah kufur dan syirik itu lebih kejam dan lebih
besar dosanya daripada pembunuhan dan peperangan beserta
perihal yang mengiringinya, seperti luka-luka dan rasa sakit.
Di dalam At-Tafsr, Ibnu Katsir berkata, Tatkala (orang
beriman menyadari-edt) dalam jihad ada pencabutan nyawa
dan pembunuhan manusia, Allah mengingatkan bahwa apa
yang diperbuat oleh musuh-musuh mereka (orang-orang kafir)
berupa kekufuran kepada Allah dan kesyirikan, menghalang-
halangi jalan-Nya, semua itu sangat lebih berbahaya daripada
pembunuhan. Karena itu, Dia berfirman:
F9# & G)9#
Empat Tipe Penguasa
30
Melawan Penguasa
Dan fitnah lebih kejam daripada pembunuhan. (Al-
Baqarah:191)
Abul Aliyah, Mujahid, Said bin Zubair, Ikrimah, Al-Hasan
Qatadah, Adh-Dhahak, dan Ar-Rabi bin Anas dalam
mengomentari ayat, Dan fitnah lebih kejam daripada
pembunuhan, mereka berkata, Syirik lebih kejam daripada
pembunuhan.
3. Meninggalkan jihad terhadap para thaghut yang zalim
konsekuensinya jauh lebih besar dibandingkan bahaya berjihad
dan melawan mereka. Hal tersebut berdasarkan kesaksian nash-
nash syari yang hanya berbicara dengan hak yang mutlak.
Begitu pula fenomena waqi (realitas) yang membenarkan nash-
nash tesebut.
Adapun kesaksian nashditambah dengan yang sudah
kita sebutkan, firman Allah:
) #`? 6/` $/# $9& 7K`
$% 2 ? $ !# ?
2 `_ ' %
Jika kalian tidak berangkat berperang, niscaya Allah akan
menimpakan azab kepada kalian dengan azab yang pedih
dan Dia akan mengganti dengan kaum selain kalian. Dan
kalian tidak bisa membahayakan-Nya sama sekali. Dan
Allah Mahakuasa atas segala sesuatu. (At-Taubah: 39).
Selain itu, dalam hadits shahih dari Nabi Saw, bahwa
beliau bersabda:
31
Tidaklah suatu kaum meninggalkan jihad, melainkan
Allah akan menimpakan azab kepada mereka semua
(secara merata).
12
Nabi Saw bersabda:
Apabila kalian berjual-beli secara inah (riba), mengikuti
ekor sapi (senang beternakpnj), senang dengan
pertanian, dan kalian meninggalkan jihad, niscaya Allah
akan menimpakan kehinaan kepada kalian yang tidak akan
Dia cabut sampai kalian kembali kepada ajaran din kalian.
13
Nabi Saw bersabda:
Barangsiapa tidak berperang atau menyiapkan orang yang
berperang atau tidak merawat dengan baik keluarga
orang yang berperang, maka Allah akan menimpakan
bahaya yang besar kepadanya sebelum hari kiamat.
14
Nabi Saw bersabda, Akan datang (suatu masa) umat-umat
memperebutkan kalianberserikat dan memusuhi dengan
terang-terang sebagaimana makanan yang diperebutkan
dari atas nampannya. Shahabat bertanya, Apakah minoritas
jumlah kami ketika itu?
12 Ditakhrij oleh Ath-Thabrani. As-Silsilah Ash-Shahhah (2663).
13 Ditakhrij oleh Abu Dawud dan selainnya As-Silsilah As-Shahhah (11).
14 Shahh Sunan Ab Dwud (2185).
Empat Tipe Penguasa
32
Melawan Penguasa
Nabi Saw menjawab, Bahkan kalian pada saat itu banyak,
tetapi kalian laksana buih air bah. Sungguh Allah akan
mencabut rasa takut dari dada-dada musuh kalian kepada
kalian, dan Allah melemparkan wahn ke dalam hati kalian.
Shahabat bertanya, Wahai Rasulullah apakah wahn itu?
Beliau menjawab, Cinta dunia dan takut mati.
15
Demikianlah kesaksian dari nash-nash syari. Adapun
kesaksian yang berasal dari al am real ita (waqi),
keberadaannya juga telah menyatakan hal yang demikian itu.
Jika masyarakat sudah condong kepada para thaghut nan
zalim, tiada berjihad dan menghalangi mereka, pasti mereka
akan menyerahkan kepada para thaghut apa saja milik mereka
yang berharga.
Mereka akan menyerahkan din, kehormatan, anak, istri,
tanah, harta, kemuliaan, dan apa saja yang berharga yang
mereka miliki. Sementara itu, para thaghut itu masih akan terus
meminta yang lebih dan yang lebih lagi dari mereka.
Wahai kaum Muslimin! mereka tidak akan pernah merasa
rela atau puas, kecuali setelah kalian tanggalkan segala apa
yang kalian miliki. Akhirnya, kalian pun menyembah dan
menaatinya dengan segala bentuk ketaatan dan fanatisme
buta.
Inilah bahayanya jika kita cenderung mencintai dunia dan
tiada berperang (berjihad) terhadap para thaghut. Adapun
konsekuensi dari jihad, meskipun besar, hanya ada dua
kemenangan; menang (nashr) atau mati syahid. Kedua
15 Ditakhrij Abu Dawud dan selainnya. As-Silsilah Ash-Shahhah (958).
33
konsekuensi tersebut merupakan kemenangan, kemuliaan, dan
keluhuran jika kalian mengetahuinya.
Kemudian jika ada yang mengatakandan memang
sudahbahwa kita harus mel ihat dampak negatif
berlangsungnya jihad di beberapa negeri, dalam menghadapi
para penguasa thaghut dan kerusakan-kerusakan yang
menimpa negara dan rakyat di sana.
Kemudian dengan realitas tersebut, mereka mengatakan
kepada kita, Bagaimanakah pertanggungjawaban atas
perkataanmu itu ketika berhadapan dengan kenyataan ini?
Maka, kita bisa menjawabnya dengan mengatakan bahwa
banyaknya kerusakan yang terjadi di negara-negara tersebut
tidak disebabkan oleh prinsip jihad fi sabilillah atau melawan
hukum thaghut dan kekufuran sebagaimana yang
dipersepsikan oleh sebagian orang. Namun, permasalahannya
ialah terletak pada jiwa-jiwa kita yang senantiasa menyuruh
kepada keburukan (amarah bi s).
Dalam masalah ini, saya akan merangkumkan sebab-sebab
umum yang mengakibatkan keterpurukan pada sebagian
harakah-harakah jihad kontemporer. Adapun poin-poinnya
ialah:
1. Istijal (tergesa-gesa) sebelum memenuhi persiapan (idad)
sebagaimana mestinya. Barangsiapa tergesa-gesa terhadap
sesuatu sebelum masanya, ia akan diganjar dengan tidak
menuai hasilnya.
2. Memperluas wilayah operasi melebihi kekuatan dan
kemampuan para mujahidin. Akibatnya, terpecahlah
Empat Tipe Penguasa
34
Melawan Penguasa
kekuatan dan kemampuan mereka ke dalam berbagai
wilayah dibanding memusat pada suatu wilayah yang
terpenting.
3. Prediksi yang buruk terhadap kekuatan jahiliyah modern
dan perkara-perkara yang meliputi mereka serta bersikap
pesimis terhadapnya.
4. Banyaknya paham dan kekeliruan persepsi yang merasuki
amal jihadi, sehingga menyebabkan terjadinya
penyimpangan, penyelewengan, dan kesesatan.
5. Perilaku yang salah, terlebih lagi jika perilaku itu tumbuh
dari akidah dan pemahamanpemahaman batil, seperti
pemahaman Khawarij yang ekstrim.
6. Perjanjian-perjanjian semu dengan pihak-pihak semu, yang
sebagiannya dari pihak kafir murtad atas dasar prinsip,
Musuhnya musuhku ialah temanku. Sehingga, hal itu
pun mengakibatkan perampasan hasil-hasil amal jihad
yang telah terencana, khususnya pada masa memetik buah
jihad.
7. Tidak adanya peningkatan kualitas maupun kuantitas
dalam jamaah yang bergerak baik secara qiyadah
(kepemimpinan) maupun individu dalam banyak aspek.
Sehingga, sampailah mereka pada tingkatan yang sesuai
dengan akhlak dan prinsip-prinsip dasar Islam yang
dengannya mereka mampu dan layak berjihad fi sabilillah,
sampai akhirnya mencapai tingkatan yang menyebabkan
turunnya pertolongan Allah kepada hamba-hamba-Nya
para mujahidin.
8. Mayoritas umat Islam enggan menolong serta membantu
para mujahidin dan merasa cukup hanya dengan menonton
35
tanpa memedulikannya. Adapun di antara beberapa faktor
yang melatarbelakangi semua itu ialah:
1) Bodoh terhadap tabiat atau hakikat peperangan serta
karakter musuh.
2) Bodoh terhadap hukum-hukum Islam dan apa-apa
yang menjadi wajib atas mereka secara syari.
3) Rasa takut terhadap musuh.
4) Propaganda para pembius yang melemahkan jihad,
khususnya para ulama dan syaikh s yang lebih
memilih hidup di bawah ketiak para penguasa dan
bergabung dalam barisan mereka. Bagi kalangan
awam, mereka itu mempunyai pengaruh yang sangat
besar.
5) Perbedaan masalah fikih yang terjadi di antara jamaah
dan beberapa tempat dalam menyusun skala prioritas.
Hal tersebut menjadikan satu pihak bergerak maju
sedangkan pihak lainnya bergerak mundur. Akibatnya,
hasil buruk yang tidak kita sukai dan tidak kita inginkan
pun terjadi.
6) Adanya sekelompok orang yang juga beramal, tetapi
memilih untuk menunggu serta mengamati pihak yang
akan menang dan menguasai pihak lain. Selanjutnya,
mereka pun menggabungkan diri dengan pihak yang
menang supaya bisa memetik hasil dan mendapatkan
bagian harta meskipun yang menang ialah thaghut.
Demikianlah gambaran global faktor paling dominan
terjadinya kegagalan pergerakan-pergerakan jihad pada hari
ini serta mengakibatkan terjadinya hal-hal salah dan negatif
Empat Tipe Penguasa
36
Melawan Penguasa
sebagaimana yang kita saksikan pada realitas kekinian.
Walaupun sebenarnya, semua itu tidak kita inginkan serta tidak
pula dibenarkan oleh akal dan din.
Kemudian, dengan segala kezaliman dan kesalahan yang
ada, kita melimpahkan seluruh kelalaian, penyimpangan, dan
kekeliruan kita kepada prinsip jihad fi sabilillah. Dengan enteng
kita mengatakan inilah konsekuensi dan resiko menempuh
jalan jihad.
Sementara itu, kita tak pernah mengintrospeksi dan
mengakui bahwa semua ini merupakan akibat kesalahan,
nafsu, penyimpangan kita terhadap manhaj yang benar, serta
penyakit hati kita yang senantiasa mengajak kepada yang buruk.
Allah berfirman:
$9& 3G;& 7 % 6 & $=V =% &
# % 3& ) !# ?
. ` "%
Dan mengapa ketika kalian ditimpa musibah (pada perang
uhud), padahal kalian telah menimpakan kekalahan dua
kali lipat kepada musuhmu (pada perang Badar, kalian
bertanya, Dari mana datangnya kekalahan itu?
Katakanlah (Muhammad), Itu dari (kesalahan) diri kalian
sendiri. Sesungguhnya Allah Mahakuasa atas segala
sesuatu. (Ali Imran: 165).
Syubhat kedua: Tidak relevan
Propaganda menyesatkan yang kedua ini berbentuk ungkapan-
ungkapan yang menyatakan bahwa keluar melawan penguasa
37
dengan kekuatanmeskipun mereka kafir murtad, ialah
pilihan yang tidak relevan dan manusiawi.
Padahal, hal tersebut bisa saja diganti dengan cara lainnya
yang lebih relevan, seperti demokrasi, pemilu, oposisi,
demonstrasi damai, dan cara yang sejenisnya.
Perkataan inilah yang kami dengar dari banyak orang yang
mengaku telah mempersembahkan amal untuk din ini. Dalam
menghadapi propaganda menyesatkan seperti ini, kami akan
menjawabnya ke dalam beberapa poin:
Pertama: Perkataan ini merupakan perkataan kufur. Hal
ini sama saja maknanya bahwa metode syari yang Allah
perintahkan, yakni jihad dan keluar melawan thaghut kafir dan
riddah ialah metode kuno dan tidak relevan. Padahal, terdapat
metode lain yang lebih relevan, maju, dan bermanfaat.
Demikianlah makna perkataan mereka yang juga merupakan
bentuk kekufuran itu sendiri. Sebab, di dalamnya mengandung
celaan terhadap Allah, sedangkan hukum serta berbagai metode
dan jalan hidup yang bersumberkan dari makhluk, keberadaannya
lebih diutamakan daripada tuntunan syariat Allah Taala.
Kedua: Pendapat ini tidak realistis atau lebih tepatnya hanya
khayalan. Terlebih lagi, jika yang dijadikan pengganti dari
penguasa atau hukum kafir yang berlaku ialah Islam.
Sungguh, mereka (thaghut) telah berusaha mati-matian
membunuh dan berperang. Pantang bagi mereka mundur dari
setiap jalanmeskipun apa yang ditempuhnya itu hina dan
kejidalam rangka menghalangi kaum Muslimin dari proyek
isl ami serta tujuan mereka menghal au manusia dari
peribadahan hamba menuju peribadahan Rabb hamba.
Empat Tipe Penguasa
38
Melawan Penguasa
Berikut ini ayat-ayat yang menceritakan mengenai masalah
tersebut:
9# 3=G)` Lm .` 6
) #` G`#
Mereka tiada henti-hentinya memerangi kalian sampai
kalian keluar dari din kalian (Islam). Jika mereka mampu.
(Al-Baqarah: 217).
#2 ) #` 6= #7% 3
)
Bagaimana bisa (ada perjanjian dari sisi Allah dan Rasul-
Nya dengan orang-orang musyrik), padahal jika mereka
memperoleh kemenangan terhadap kalian, mereka tidak
memelihara hubungan kekerabatan terhadap kalian dan
tidak pula (mengindahkan) perjanjian. (At-Taubah: 8).
9 ? 7 9# 9# Lm
6K? J=
Sekali-kali kaum Yahudi dan Nashrani itu tidak akan rela
sehingga kalian mengikuti agama mereka (Al-Baqarah:
120).
Hal ini adalah realitas yang tak bisa dibantah. Oleh sebab
itu, sebutkanlah kepada kami sebuah daerah di mana kaum
Muslimin bisa merintis kehidupan secara islami, mulai dari
penguasa hingga rakyat, tingkatan politik dalam negeri atau
luar negeri, serta melalui cara kotak-kotak suara atau cara
lainnya sebagaimana yang telah disebutkan di atas.
39
Tidakkah sistem demokrasinya menjelma menjadi sistem
diktator yang nyata. Bukankah tank-tank pasukan militer
mereka turun ke jalan-jalandengan restu PBB dan negara-
negara adidaya di dunia untuk menghabisi kaum Muslimin
yang bersuara terbanyak,
16
hanya karena terbetiknya kesadaran
masyarakat untuk dipimpin oleh syariat Islam?
Ketiga: Memilih jalan untuk melawan dan menggulingkan
penguasa dengan kekuatan adalah pilihan yang bersifat fitrah,
jalan ini adalah pilihan semua manusia saat keyakinan mereka
menghadapi ancaman atau perubahan dan pergantian dari
segelintir kaum revolusioner.
Bayangkanlah jika terjadi kudeta berdarah oleh segelintir
paramiliter di Amerika, Inggris, Perancis, atau negara lainnya
yang bertujuan untuk menguasai dan mengubah dasar
keyakinan masyarakatnya (kedaulatan negara)!
Pada saat yang sama, para pelaku kudeta itu tidak mau
mendengar suara politisi/pemimpin/orang-orang berilmu dan
rakyat serta juga tak mau menerima suara kotak-kotak pemilu
dan tidak ingin turun dari tampuk kekuasaan mereka.
Dalam kondisi tersebut, para pelaku kudeta ini tidak
memberi jalan bagi rakyat untuk menyampaikan aspirasinya,
kecuali dengan mengadakan perlawanan. Jika kondisinya
seperti ini, apa yang akan terjadi pada negara-negara tersebut?
Apakah Anda akan melihat bahwa mereka menyerah pada
kenyataan dan tunduk di bawah kekuasaan para pelaku kudeta
16 Salah satu bentuk perjuangan lewat demokrasi yang dianggap berhasil adalah
yang terjadi di Aljazair. Dengan kemenangan mutlak (90%), umat Islam justru
memperoleh hadiah kematian dan pembantaian oleh tentara pemerintah
AljazairEdt.
Empat Tipe Penguasa
40
Melawan Penguasa
militer tersebut, ataukah mereka akan melawan meski harus
dengan kekuatan senjata?
Tanpa harus berpikir panjang lagi, penduduk negeri tersebut
harus melawan dengan kekuatan senjata untuk menggulingkan
para pembangkang keyakinan dan prinsip-prinsip umum
mereka sampai seluruh urusan kembali pada jalurnya yang
benar seperti sedia kala.
Dengan demikian, pertanyaannya, Kapankah hal ini
diperbolehkan bagi mereka dan rakyat merekadan memang
sudah merupakan hak mereka, atas dasar apa hal itu menjadi
tidak boleh bagi kita kaum Muslimin manakala din, negara, dan
keyakinan kita yang lengkap dan sempurna ini diperangi? Padahal,
umat manusia tak mungkin bisa bangkit kecuali dengannya.
Selain itu, atas dasar apa kita menyebut langkah mereka
sebagai kemajuan, kewajiban warga negara, pembelaan hak
asasi dan sederet pujian lainnya. Pada saat yang sama, jika
kaum Muslimin yang melakukannya, hal itu disebut sebagai
teror, kemunduran, tindakan tak berperikemanusiaan, tidak
relevan, serta sederet tuduhan dan celaan lainnya?
2. Penguasa Muslim yang Adil
Jika pembahasan sebelumnya khusus membahas tentang
penguasa kafir dengan predikat kekufuran yang nyata (kufrun
bawwah), maka pembahasan kali ini difokuskan pada
penguasa Muslim yang adil dan bagaimana menyikapinya.
Tentunya, pembahasan kali ini jauh berbeda dengan
pembahasan sebelumnya.
41
Berdasarkan hal tersebut, saya jelaskan bahwa penguasa
Muslim yang adil ialah penguasa yang memerintah negara dan
rakyat dengan selalu memohon kepada Allah agar menjaga
urusannya dengan Islam dan syariat Islam.
Adapun urusan yang ada tersebut ialah sampai pada
perkara keharusan individu melaksanakan kewajiban-
kewajiban, rukun-rukun din, serta menjauhi segala bentuk
perbuatan dosa baik besar maupun kecil.
Dengan demikian, penguasa yang sifat dan keadaannya
seperti ini wajib ditaati dengan cara yang makruf, baik ketika
lapang maupun sempit. Di samping itu, kita juga wajib
membela, membantu, menasihati secara lahir dan batin,
menghormati dan memuliakan, mempertahankan, serta harus
berlemah-lembut dalam menasihatinya selama hal itu masih
bisa dilakukan.
Sebaliknya, diharamkan berkhianat, menyebarkan aib, atau
menentang dirinya dan aturannya dengan perkataan ataupun
sesuatu hal yang keji. Allah berfirman:
$' %!# #`# #`& !# #` & 9#
<`& {# `3 * ? ` `
<) !# 9# ) . `? !$/ 9#
z# 79 z m& '?
Hai orang-orang yang beriman taatlah kepada Allah dan
taat kepada Rasul dan ulil amri di antara kalian. Jika kalian
berselisih dalam suatu hal, maka kembalikanlah kepada
Empat Tipe Penguasa
42
Melawan Penguasa
Allah dan Rasul jika kalian beriman kepada Allah dan hari
akhir. Yang demikian itu lebih baik dan sebaik-baik
keputusan. (An-Nis: 59).
Firman-Nya: ulil amrimenurut perkataan para mufasir
yang paling kuatialah para ulama dan penguasa. Adapun
firman-Nya: minkum, berfungsi membatasi ketaatan kepada
penguasa yang mereka berasal dari golongan kalian (minkum);
maksudnya dari penganut din, millah, dan akidah kalian. Selain
yang seperti itu, ia bukan dari golongan kalian dan kalian tidak
wajib menaatinya.
Dalam hadits shahih, Nabi saw bersabda:
Apabila diangkat pemimpin atas kalian seorang hamba
yang mujaddabuta, terputus telinga, atau hidung atau
yang lainnyayang memimpin kalian dengan Kitabullah,
maka dengar dan taatlah kepadannya. (HR Muslim).
Nabi Saw bersabda:
Barangsiapa yang meninggalkan ketaatan (kepada
pemimpin) maka ia akan bertemu dengan Allah tanpa
memiliki hujjah (alasan). Dan barangsiapa mati tanpa ada
ikatan baiah dilehernya, maka ia mati seperti matinya
orang jahiliyah.
17
(HR Muslim).
17 Mati seperti matinya orang jahiliyah: mati sebagaimana orang jahiliyah mati
pada masa jahiliyahnya. Ia tidak mengetahui siapa imam dan tiada keharusan
taat padanya.Maksudnya bukanlah mati dalam keadaan kafir sebagaimana
43
Nabi Saw bersabda:
Sesungguhnya, orang yang mendengar lagi taat tiada
hujah atasnya,
18
dan sesungguhnya orang yang mendengar
lagi durhaka tiada alasan baginya.
19
Nabi Saw bersabda:
Barangsiapa keluar dari ketaatan dan meninggalkan
jamaah, kemudian mati, maka matinya sebagaimana
matinya orang jahiliyah. (HR Muslim).
Nabi Saw bersabda:
Setiap pengkhianat memiliki bendera pada hari kiamat
yang akan ditinggikan sesuai kadar pengkhianatannya.
Ketahuilah, tiada pengkhianatan yang lebih besar dari
berkhianat kepada pemimpin umum. (HR Muslim).
Maksudnya adalah orang yang berkhianat kepada
pemimpin umum, yakni khalifah Muslim.
Nabi Saw bersabda, Din itu nasihat. Kami bertanya,
Bagi siapa? Beliau menjawab, Bagi Allah, Kitab-Nya, Rasul-
Nya, dan pemimpin kaum Muslimin serta seluruh kaum
Muslimin. (HR Muslim).
Empat Tipe Penguasa
orang jahiliyah mati dalam kekufuran seperti yang banyak disangka oleh
sebagian orang. Hal ini perlu dicamkan!
18 Maksudnya, orang yang mendengar lagi taat tidak akan ada beban dan
pertanyaan atasnya dan ia terbebas lagi dari segala tuduhanEdt.
19 Ditakhrij Ahmad, Ibnu Abi Ashim dalam As-Sunnah, dan dishahihkan Al-
Albani dalam At-Takhrj (1056).
44
Melawan Penguasa
Nabi Saw bersabda:
Tiga hal (yang jika dilakukan) oleh seorang mukmin, maka
hatinya tidak akan mendengki: mengikhlaskan amal untuk
Allah, nasihat kepada penguasa, dan komitmen dengan
jamaah (kepemimpinan penguasa). Sesungguhnya doa
mereka senantiasa menyertai mereka.
20
Nabi Saw bersabda, Barangsiapa yang hendak menasihati
penguasa, janganlah melakukannya secara terang-terangan.
Namun, hendaknya ia pegang tangannya lalu mengajaknya
menyendiri. Apabila ia menerimanya maka itulah (yang
terbaik), dan jika ia tidak menerimanya maka ia telah
menunaikan kewajibannya.
21
Nabi Saw bersabda:
Janganlah kalian mencaci pemimpin kalian, jangan
mengkhianati mereka dan membenci mereka. Bertakwalah
kepada Allah dan bersabarlah! Sesungguhnya urusan itu
dekat.
22
20 Diriwayatkan oleh Ibnu Majah. Dishahihkan oleh Al-Albani dalam Shahih At-
Targhb wat Tarhb.
21 Ditakhrij Ahmad, Al-Hakim, dan Ibnu Abi Ashim dalam As-Sunnah, dan
dishahihkan Al-Albani dalam At-Takhrj (1096).
22. Ditakhrij Ibnu Abi Ashim dalam As-Sunnah, dan dishahihkan Al-Albani dalam
At-Takhrj (1015).
45
Nabi Saw bersabda, Barangsiapa menghinakan penguasa
(yang ditakdirkan) ol eh Al l ah, maka Al l ah akan
menghinakannya.
23
Nabi Saw bersabda, Barangsiapa memuliakan penguasa
Allah, maka Allah akan memuliakannya pada hari kiamat.
24
Nabi Saw bersabda, Lima perkara yang barangsiapa
melaksanakan salah-satu perbuatan itu akan menjadi jaminan
kepada Al l ah Di antara l ima perkara itu ial ah,
Barangsiapa menemui pemimpinnya untuk membantu dan
menghormatinya.
25
Berkaitan dengan masalah ini, yakni keharusan menaati
pemimpin Muslim dengan makruf, menghormati dan
menasihatinya, serta tidak berkhianat atau mengumbar perihal
cacatnya, dalil-dalilnya masih banyak.
Ketaatan Terikat, Bukan Mutlak
Jika ditanyakan, apakah ketaatan kepada pemimpin atau
penguasa Muslim ialah ketaatan yang mutlak ataukah ketaatan
yang terikat (terbatas)? Jawabnya ialah, jelas ketaatan itu ialah
ketaatan yang terikat dengan hal yang makruf, yakni apa saja
yang termasuk ketaatan kepada Allah dan ketaatan kepada
Rasul -Nya. Adapun apabil a ia memerintahkan pada
kemaksiatan atau kebatilan, maka tiada ketaatan baginya.
23 Ditakhrij At-Tirmidzi dan Ibnu Abi Ashim dalam As-Sunnah dan dinyatakan
hasan oleh Al-Albani dalam At-Takhrj (1018).
24 Ditakhrij Ath-Thabrani dan selainnya. Shahh Al-Jmi` (5951).
25 Ditakhrij Ahmad dan Ibnu Abi Ashim dalam As-Sunnah dan dishahihkan Al-
Albani dalam At-Takhrj (1021).
Empat Tipe Penguasa
46
Melawan Penguasa
Rasulullah Saw bersabda:
Mendengarkan dan taat adalah wajib atas seorang Mus-
lim dalam segala hal yang disenangi dan di benci, selama
ia tidak diperintahkan kepada kemaksiatan. Apabila ia
diperintah berbuat kemaksiatan, maka tiada kewajiban
mendengar dan taat. (Muttafaqun alaih).
Nabi Saw bersabda:
Tiada ketaatan dalam bermaksiat kepada Allah, ketaatan
itu hanya dalam hal yang makruf. (Muttafaqun alaih).
Nabi Saw bersabda:
Siapa pun penguasa yang memerintahkan kalian kepada
kemaksiatan, maka janganlah kalian menaatinya.
26
Nabi Saw bersabda, Taat kepada imam adalah kewajiban
seorang Muslim selama ia tidak memerintahkan kemaksiatan.
Apabila ia memerintahkan kemaksiatan maka tiada ketaatan
baginya.
27
Nabi Saw bersabda, Tidak ada ketaatan kepada makhluk
dalam hal bermaksiat kepada Al-Khaliq (Allah).
28
26 Ditakhrij Ahmad, Ibnu Majah, Ibnu Hibban. As-Silsilah Ash-Shahhah (2324).
27 As-Silsilah Ash-Shahhah (752).
28 Misyktul Mashbih dan dishahihkan Al-Albani dalam At-Tahqq (3969).
47
Alasan yang menghalangi ketaatan secara mutlak ialah
setiap orangselain Nabi Sawterkadang salah dan
terkadang benar, serta perkataan dan perbuatannya bisa
diterima atau bisa juga ditolak. Dengan demikian, tak
dibolehkan mengikuti atau menaatinya dalam perkara yang
keliru atau yang menyelisihi kebenaran.
Di sisi lain, sesungguhnya Zat yang boleh ditaati secara
mutlak hanyalah Allah Taala, sedangkan selain-Nya tidak boleh
ditaati karena zatnya. Ia hanya boleh ditaati karena Allah
(selama ia dalam kebenaran). Siapa saja yang ditaati karena
zatnya, maka ia telah dijadikan tandingan bagi Allah Azza wa
Jalla, telah diibadahi selain Allah, serta diserupakan dengan
hal yang paling khusus bagi Allah Taala dan sifat-sifat-Nya.
Hal ini berbeda jauh dengan seluruh qanun wadhiyyah
(undang-undang buatan manusia) yang berkuasa di dunia,
baik itu diktator lalim maupun demokrat. Sebab, seluruh
undang-undang dunia mengharuskan manusia untuk taat
kepada penguasa sebagai pembuat hukum dan aturan sendiri
(legislatif), berikut produk aturan-aturan dan hukum apa saja
yang mereka keluarkan tanpa memperhatikan hukum tersebut
sesuai ataukah tidak dengan Al-Haq serta tidak peduli benar
ataukah salah. Sama pula halnya, penguasa legislatif
terperankan oleh pribadi penguasa ataukah kumpulan anggota
majelis perwakilan yang kepada mereka dipercayakan urusan
menggodok hukum dan perundang-undangan.
Dengan demikian, maknanya semua sistem dunia (bukan
samawiPnj)dengan berbagai jenis bentuk, nama, dan
benderanyaialah meletakkan dasar peribadahan hamba
Empat Tipe Penguasa
48
Melawan Penguasa
kepada hamba. Hal ini ditinjau dari segi ketaatan mutlak
seorang hamba terhadap apa saja yang ditetapkan bagi hamba
oleh hamba lainnya, meskipun sistem ini menampakkan
kebebasan atau berdalih bahwa sistem ini berlomba demi
kebebasan manusia.
Hukum Pembangkang (Bughat)
Jika seseorang mengikuti nafsunya untuk melawan, menentang,
serta mendesak pemerintahan dan daerah kekuasaannya,
wajib bagi umat mencegahnya. Sementara kalau ia enggan
kecuali harus dengan peperangan, maka ia dan orang yang
bersamanya diperangi. Hal ini sebagaimana tercantum dalam
hadits:
Barangsiapa membaiat imam, lalu ia serahkan akadnya
dan hatinya padanya, hendaknya ia menaatinya sekuat
tenaga. Apabila datang yang lain merebutnya (kekuasaan)
maka bunuhlah yang lain tersebut. (HR Muslim).
Nabi Saw bersabda:
Apabila ada dua khalifah yang dibaiat maka bunuhlah
yang terakhir dari keduanya. (HR Muslim).
Nabi Saw bersabda:
49
Siapa pun yang datang kepada kalian, padahal urusan
kalian terhimpun pada seorang laki-laki dan ia hendak
memecah kekuatan kalian (memberontak) atau memecah
belah jamaah kalian, maka bunuhlah ia. (HR Muslim).
Nabi Saw bersabda:
Sungguh akan terjadi bencana demi bencana, barangsiapa
yang hendak menceraiberaikan urusan umat ini padahal
ia terhimpunmaksudnya terkumpul pada seorang
pemimpinmaka pukullah ia dengan pedang, (bunuhlah)
siapa pun ia. (HR Muslim).
Apabila ditanyakan, atas sebab apa para pembangkang
itu diperangi? Saya jawab, jika perlawanan mereka pada
penguasa Muslim karena syubhat dinseperti syubhat orang-
orang Khawarij ketika memberontak Ali bin Abi Thalib ra,
mereka harus diperangi. Sebab, mereka dihukumi sebagai
pemberontak yang melawan penguasa sah (bughat).
z Jika perang dan perlawanan mereka murni karena syahwat
cinta jabatan serta ingin kekuasaan dan pemerintahan,
mereka diperangi sebagai penyamun dan perampok.
Wallhu Tal alam.
z Jika peperangan mereka terhadap penguasa karena Din,
keislaman penguasa, keistiqamahan, serta iltizamnya pada
penerapan hukum-hukum syariat, mereka diperangi karena
alasan zindiq murtad. Hal ini sebagaimana diperanginya
Musailamah Al-Kadzdzab dan para pengikutnya yang
murtad oleh Khalifah Abu Bakar beserta para shahabat.
Empat Tipe Penguasa
50
Melawan Penguasa
z Peringatan:
Ada sebagian syaikh masa kini, baik karena takut maupun
sukarela, yang mengalihkan nash-nash dan hukum-hukum
yang berkaitan dengan penguasa Muslim yang adil untuk
penguasa kafir, thaghut, dan murtad masa kini. Padahal,
semestinya mereka ini wajib diperangi dan dilawan
berdasarkan nash dan ijmak, sebagaimana pembicaraan
sebelumnya yang berkaitan dengan penguasa kafir.
Dengan perbuatannya tersebut, mereka membuat takut
kalangan awam kaum Muslimin dan membentuk persepsi
bahwa siapa pun yang berpikir apalagi berbuat dan
berusaha keluar melawan para thaghut penguasa, berarti
telah terkategorikan orang yang menentang dan memusuhi
para penguasa Muslim sebagaimana yang baru disebutkan.
Selain itu, mereka juga tergolong menjadi orang-orang yang
menentang nash-nash syari yang begitu banyak
menyebutkan perkara-perkara yang berhubungan dengan
penguasa Muslim yang adil sebagaimana di atas telah
disebutkan sebagiannya.
Lebih dari itu, di antara mereka juga ada yang tak segan-
segan menganalogikan keadaan para thaghut dengan Ali
bin Abi Thalib. Sementara keadaan orang yang keluar
melawan mereka dianalogikan dengan Khawarij yang
melawan Ali bin Abi Thalib.
Hal ini termasuk penipuan, penyesatan, dan kedustaan atas
nama Allah dan Rasul-Nya. Karena itu, setiap Muslim yang
mempunyai kecemburuan terhadap din Allah dan
kehormatannya, hendaknya menjaga dan memelihara din,
diri, saudara, dan umatnya dari kedustaan dan penyesatan
51
para syaikh tersebut, sekalipun popularitas mereka sudah
luas atau nama mereka sering disebut-sebut di berbagai
belahan dunia.
3. Penguasa Muslim yang Fasik
Penguasa Muslim yang fasik berbeda dengan penguasa Mus-
lim yang adil. Para penguasa Muslim yang fasik ialah penguasa
yang memerintah berdasarkan Islam dan syariat-syariatnya,
tetapi pada dirinya tampak beberapa pelanggaran syariat
dalam tingkatan perilaku yang bersifat individu ataupun umum.
Sehingga, hal itu pun memasukkannya pada wilayah kefasikan,
meskipun bukan dalam kategori kufur akbar.
Pada dasarnya, penguasa yang fasik tidak diangkat secara
suka rela oleh umat. Dasarnya ialah firman Allah:
$% ) 7=%` $=9 $$) $% L
$% `$ =9#
Allah berfirman, Sesungguhnya Aku akan menjadikanmu
imam bagi seluruh manusia. Ibrahim berkata, (Dan saya
mohon juga) dari keturunanku. Allah berfirman, Janji-Ku
(ini) tidak mengenai orang yang zalim. (Al-Baqarah: 124).
Di dalam At-Tafsr (II/108), Al-Qurthubi menukil bahwa Ibnu
Abbas berkata, Ibrahim memohon agar keturunnya dijadikan
pemimpin (imam). Lalu, Allah memberitahukan kepadanya
bahwa di antara anak turunnya ada yang bermaksiat. Maka
Allah berfirmanyang terjemahan maknanya, Janji-Ku ini
tidak mengenai orang-orang yang berbuat zalim.
Berkenaan dengan hal ini, Al-Qurthubi menjelaskan,
Sekelompok ulama berdalil dengan ayat ini, bahwa pemimpin
Empat Tipe Penguasa
52
Melawan Penguasa
haruslah dari orang yang adil, ihsan, dan memiliki keutamaan
yang diiringi kemampuan melaksanakannya. Perkara itulah
yang diperintahkan oleh Nabi agar mereka tidak mencabut
urusan dari ahlinya. Adapun orang fasik, berdosa, dan zalim,
mereka bukanlah orang yang berhak. Dasarnya ialah firman,
Janji-Ku ini tidak mengenai orang-orang yang berbuat zalim.
Al-Qurthubi menambahkan, Tidak ada perselisihan di antara
umat, bahwa imamah atau kepemimpinan tidak boleh
diberikan kepada orang fasik. (At-Tafsr: I/270).
Namun demikian, jika ia berkuasa dan memaksa umat
menyerahkan kekuasaan dan kepemimpinan atau timbul
kefasikan padanya setelah umat mengangkatnya menjadi
pemimpin, apakah ia harus diturunkan oleh umat dan dilawan
dengan kekuatan?
Saya jawab, yang rajih ialah tidak diturunkan dari
kekuasaan. Hal ini sebagai bentuk antisipasi terjadinya
kerusakan dan bahaya yang diakibatkan melawan penguasa.
Sebab, melawan penguasa dalam keadaan seperti ini lebih
berbahaya dan lebih dahsyat jika dibandingkan bersabar atas
kefasikan dan penyimpangan yang ada padanya. Demikianlah
yang ditunjukkan nash-nash syari dan telah tetap di atasnya
akidah Ahlus Sunnah wal Jamaah.
Ibnu Abbas menuturkan bahwa Rasulullah Saw bersabda,
Barangsiapa melihat pada pemimpinnya sesuatu yang ia
benci, hendaklah ia bersabar atasnya. Sesungguhnya,
barangsiapa meninggalkan jamaah barang sejengkal saja lalu
ia mati, pasti ia mati sebagaimana matinya orang jahiliyah.
(Muttafaqun alaihi).
53
Abdullah bin Masud meriwayatkan bahwa Nabi Saw
bersabda, Sesungguhnya, kalian akan melihat sifat egois dan
perkara-perkara yang kalian ingkari. Mereka bertanya, Lalu,
apa yang baginda perintahkan kepada kami? Beliau
menjawab, Tunaikanlah hak mereka dan mohonlah kepada
Allah hak kalian. (HR Al-Bukhari).
Di dalam Fathul Br (VII/13), Ibnu Hajar berkata, Ibnu
Batthal berkata, Di dalam hadits tersebut terdapat hujah
tentang meninggalkan perlawanan terhadap penguasa,
meskipun ia fajir. Para ahli fikih bersepakat atas wajibnya
menaati penguasa yang menang (berkuasa), berjihad
bersamanya, serta menaatinya itu lebih baik daripada
melawannya. Sebab, hal itu melindungi pertumpahan darah
dan memberikan ketenangan kepada masyarakat luas.
Mereka berhujah dengan hadits tersebut dan hadits-hadits
lain yang menopangnya. Mereka tiada mengecualikan hal itu,
kecuali jika terjadi kekufuran yang nyata dari penguasa
sehingga tak boleh menaatinya dalam perkara tersebut. Bahkan,
bagi siapa yang mampu, wajib untuk memeranginya.
Dari Hudzaifah bin Yaman, bahwa Nabi Saw pernah
bersabda kepadanya, Hendaknya engkau mendengar dan taat
kepada amir, meskipun punggungmu dipukul dan hartamu
diambil. Dengar dan taatlah! (HR Muslim).
Salamah bin Yazid Al-Jafi pernah bertanya kepada
Rasulullah Saw, Wahai Nabi Allah, apa pendapatmu bila yang
berkuasa atas kami adalah para penguasa yang meminta hak
mereka dan tidak memenuhi hak kami, apakah yang baginda
perintahkan kepada kami? Nabi Saw berpaling. Ia kemudian
Empat Tipe Penguasa
54
Melawan Penguasa
bertanya lagi dan beliau tetap berpaling. Ia pun bertanya lagi
untuk yang ketiga kali. Al-Asyats bin Qais kemudian menarik
Salamah. Setelah itu, Rasulullah Saw bersabda:
Dengar dan taatlah kalian! Karena bagi mereka apa yang
mereka pikul (dibebani) dan bagi kalian apa yang kalian
pikul (dibebani). (HR Muslim).
Beliau juga bersabda, Ketahuilah, barangsiapa dipimpin
oleh seorang penguasa (wali), lalu ia melihatnya berbuat
maksiat kepada Allah, hendaknya ia membenci perbuatannya
yang bermaksiat kepada Allah itu dan tidak mencabut tangan
(keluar) dari ketaatan. (HR Muslim).
Nabi Saw bersabda kepada Hudzaifah bin Yaman, Akan
terjadi perdamaian (genjatan senjata) atas kerusakan, setelah
itu datang penyeru-penyeru sesat. Beliau menambahkan, Jika
hari itu engkau mendapati seorang khalifah di muka bumi,
bergabunglah! Meskipun, ia menyiksa badanmu dan merampas
hartamu.
Jika engkau tidak mendapatinya, beribadahlah dengan
mengasingkan diri di bumi, meskipun engkau akan mati
dengan menggigit akar pohon (bersabar atas segala kerusakan
yang terjadi dengan berpegang teguh pada kebenaran dan tidak
berpaling darinya).
29
Ubadah bin Shamit meriwayatkan bahwa Nabi Saw
bersabda, Dengar dan taatlah baik dalam kesusahan dan
kemudahanmu maupun bahagia dan sedihmu, meskipun
29 Ditakhrij oleh Abu Dawud dan Ahmad. As-Silsilah Ash-Shahhah (791).
55
mereka (para pemimpin) merampas hartamu dan memukul
punggungmu.
Nafi berkata, Ketika penduduk Madinah melengserkan
Yazid bin Muawiyah, Ibnu Umar mengumpulkan kerabat dan
anak-anaknya kemudian berkata, Sesunggguhnya, aku telah
mendengar Nabi Saw bersabda, Akan dikibarkan bendera bagi
setiap pengkhianat pada hari kiamat. Sungguh kami telah
membaiat laki-laki ini atas baiat Allah dan Rasul-Nya. Sungguh
aku tidak mengetahui pengkhianatan yang lebih besar dari
dibaiatnya seorang laki-laki atas baiat Allah dan Rasul-Nya
kemudian ia diperangi. Aku tidak mengetahui seorang pun dari
kalian yang mencabutnya dan tidak pula berbaiat atas perkara
ini kecuali ada pemisah (yang haq dan yang bathil) antara
aku dan ia. (HR Al-Bukhari).
Di dalam Al-Fath, Ibnu Hajar berkata, Menurut hadits ini,
wajib menaati imam yang diikatkan padanya baiat serta
larangan keluar melawannya, meskipun ia lalim dalam
kekuasaannya, dan ia tidak dilengserkan karena kefasikan.
Di dalam Syarh Shahih Muslim XII/229, Imam An-Nawawi
berkata, Adapun melawan dan memerangi mereka (para
penguasa) adalah haram menurut ijmak kaum Muslimin,
meskipun mereka fasik dan zalim. Telah jelas hadits-hadits yang
semakna sebagaimana yang telah saya sebutkan. Ahlus
Sunnah pun telah bersepakat bahwa penguasa tidak
dilengserkan hanya karena ia fasik.
Para ulama berkata, Sebab diharamkan dan tidak
dibolehkannya melawan dan melengserkan pemimpin ialah
apa yang ditimbulkan dari perlawanan tersebut, yang berupa
Empat Tipe Penguasa
56
Melawan Penguasa
fitnah, penumpahan darah, dan rusaknya hubungan sehingga
kerusakan yang diakibatkan dari melengserkannya lebih besar
dibanding membiarkannya (berkuasa).
Di dalam Al-Fatw (XIV/472), Ibnu Taimiyah berkata,
Tidak boleh mencegah kemungkaran dengan sesuatu yang
lebih mungkar. Karena itu, diharamkan melawan penguasa
dengan pedang untuk tujuan amar makruf nahi mungkar.
Sebab, apa yang akan diperoleh dari hal itu, berupa perbuatan
haram dan meninggalkan yang wajib akan lebih besar daripada
apa yang akan diperoleh dengan melakukan yang mungkar
dan dosa.
Di samping itu, para penguasa juga tidak diperangi hanya
lantaran fasik, meskipun seseorang yang dikuasai (rakyat)
terkadang boleh dibunuh lantaran sebagian kefasikan yang
diperbuatnya, seperti zina dan selainnya. Jadi, tidak setiap
hal yang di dalamnya dibolehkan membunuh, dibolehkan pula
memerangi para penguasa karena perbuatan mereka (fasik)
yang serupa. Sebab, kerusakan perang itu lebih besar daripada
dosa besar yang diperbuat oleh penguasa.
Saya katakan, tidak dibolehkannya melawan penguasa
bukan berarti larangan untuk beramar makruf nahi mungkar
atau menjelaskan kebenaran di hadapannya setiap kali hal itu
diperlukan dan mendesak untuk dikerjakan. Hal ini merupakan
suatu perkara tersendiriyang Allah dan Rasul-Nya telah
perintahkan.
Adapun perkara melawan penguasa ialah urusan yang
berbeda. Rasulullah Saw bersabda:
57
Demi Zat yang jiwaku berada di tangan-Nya, hendaknya
kalian benar-benar memerintahkan kepada yang makruf
dan kalian cegah yang mungkar. Hampir saja Allah
menimpakan azab kepada kalian karenanya, lalu kalian
berdoa kepada-Nya dan Dia tidak mengabulkannya.
30
Rasulullah Saw bersabda, Janganlah rasa takut kepada
manusia menghalangi seorang untuk mengatakan yang benar
jika ia mengetahuinya. Sesungguhnya, hal itu tidaklah
mendekatkan ajal dan menjauhkan rezeki.
31
Beliau bersabda:
Pemimpin para syuhada ialah Hamzah bin Abdul Muthalib
dan seorang laki-laki yang menghadap penguasa lalim lalu
ia memerintahkan (yang makruf) dan melarang (yang
mungkar) lalu penguasa itu membunuhnya.
32
Beliau bersabda:
30 Shahh Sunan At-Tirmidz (1762). Al-Albani menyatakan hasan dalam Shahh
At-Targhb wat Tarhb.
31 Ditakhrij Imam Ahmad, At-Tirmidzi, dan Ibnu Majah. As-Silsilah Ash-Shahhah
(168).
32 Ditakhrij Al-Hakim. As-Silsilah Ash-Shahhah (349).
Empat Tipe Penguasa
58
Melawan Penguasa
Seutama-utama jihad ialah mengatakan yang hak di
hadapan penguasa lalim.
33
Beliau bersabda:
Jihad yang paling dicintai Allah ialah perkataan hak yang
ditujukan kepada penguasa lalim.
34
Dari Ubadah bin Shamit, ia berkata:
Kami membaiat Rasulullah untuk berkata benar di mana
pun kami berada, kami tidak takut di jalan Allah terhadap
celaan para pencela. (Muttafaqun alaihi).
Di samping nash-nash di atas, masih banyak lagi nash-
nash syari yang berkaitan dengan amar makruf nahi mungkar
dan menerangkan kebenaran di hadapan para penguasa lalim.
Selain itu, sebagaimana pula yang telah dicontohkan dalam
kehidupan nyata para salafush shalih beserta sikap-sikap
mereka yang terpuji, berani, dan ikhlas terhadap para penguasa
lalim.
35
Dengan demikian, ketaatan yang ada bukanlah ketaatan
yang pasif tanpa amar makruf nahi mungkar dan penjelasan
33 Ditakhrij Abu Dawud, At-Tirmidzi, dan Ibnu Majah. As-Silsilah Ash-Shahihah
(491).
34 Ditakhrij Imam Ahmad dan Ath-Thabrani. Shahh Al-Jmi` (168).
35 Lihat: Al-Islm baina Al-Ulama wa Al-Hukkm karya Abdul Aziz Al-Badri.
Beliau telah mengumpulkan di dalamnya kelompok yang mulia berupa sikap-
sikap ksatria para ulama yang baik terhadap para penguasa lalim pada masa
mereka.
59
kebenaran di hadapan para penguasa lalim sebagaimana
persepsi sebagian orang. Bahkan, ia merupakan ketaatan yang
digariskan lagi bijak serta aktif tanpa merasa tunduk dan hina
terhadap kebatilan maupun takut terhadap sikap keras dari
orang-orang zalim.
4. Penguasa Muslim yang Sangat Fasik, Zalim, dan Lalim
Tipikal dari penguasa ini berbeda dengan penguasa Muslim
yang fasik. Keberadaannya sangat fasik, zalim, dan lalim. Ia
seperti yang dikatakan oleh Nabi Saw, Sesungguhnya
seburuk-buruk pemimpin adalah yang kejam. (HR Muslim).
Maksudnya, sangat zalim, keras sikapnya, dan kejam terhadap
rakyat.
Hanya saja, kefasikan, kezaliman, kelaliman, dan sikap
keras dari penguasa ini tidak sampai pada taraf kekufuran
yang mengeluarkan dirinya dari agama. Tipe yang demikian
ini (menurut pendapat yang rajih), hukumnya berbeda dengan
penguasa yang fasik sebagaimana pelaku kefasikan saja.
Namun, dalam keadaan yang seperti ini, saya katakan bahwa
ketika umat tengah diuji dengan penguasa yang keadaan dan
sifatnya demikian, baginya wajib menurunkannya melalui
wewenang umat yang berupa Ahlul Halli wal Aqdi.
Apabila ia menolak sehingga tak ada jalan lain untuk
menurunkannya kecuali dengan peperangan, maka harus
dilakukan pencermatan lebih dahulu. Jika bahaya dan
kerusakan akibat peperangan dan perlawanan terhadapnya
lebih sedikit dibandingkan dengan kezaliman, kelaliman, dan
kerusakan yang diperbuatnya, maka wajib untuk melawannya.
Bahkan, tindakan itu merupakan keharusan. Akan tetapi, jika
Empat Tipe Penguasa
60
Melawan Penguasa
tidak seperti itu (sebaliknya), maka harus menahan diri dari
melawannya guna mengamalkan hadits-hadits yang telah
disebutkan tadi, yakni hadits-hadits yang memerintahkan untuk
menahan diri dari melawan para penguasa lalim dan fasik.
Kalau dikatakan, kami telah mengetahui nash-nash yang
melarang perlawanan terhadap para penguasa lalim, lantas
apa dalil yang membolehkan melawan mereka yang dalam
keadaan tercampur dengan kezaliman yang bertumpuk-
tumpuk sebagaimana di awal telah disampaikan?
Saya jawab, itu merupakan pertanyaan penting. Sementara
jawabannya saya simpulkan ke dalam beberapa poin berikut
ini:
1. Di antara dalil yang mengharuskan keluar melawan
penguasa yang semacam ini ialah semua dalil serta nash
yang mengharuskan mengubah kemungkaran dan
mengajak orang-orang zalim kepada kebenaran, siapa pun
mereka.
Abu Bakar Ash-Shiddiq berkata setelah memuji Allah,
Wahai manusia, sungguh kalian telah mendengar ayat ini
dan tidak meletakkan pada tempatnya. Jagalah diri kalian!
Orang yang tersesat tidak bisa membahayakan diri kalian
jika kalian telah diberi petunjuk.
Sungguh, kami telah mendengar Nabi Saw bersabda,
Sesungguhnya, jika manusia melihat orang yang zalim lalu
ia tidak mencegahnya, niscaya Allah akan menimpakan azab
secara merata kepada mereka. Saya juga mendengar
Rasulullah Saw bersabda, Tidaklah suatu kaum yang di
tengah-tengah mereka ada kemaksiatan dan mereka mampu
61
mengubahnya, namun mereka tidak mengubahnya,
dikhawatirkan Allah akan menimpakan azab kepada mereka
semua.
36
2. Beramal sesuai kaidah-kaidah fikih yang ada, yakni Tidak
boleh ada bahaya dan yang membahayakan, Hal yang
membahayakan harus dihilangkan, Menghilangkan
bahaya yang lebih besar dengan bahaya yang lebih kecil,
dan Mendahulukan bahaya yang lebih sedikit di antara
dua kerusakan untuk menolak kerusakan dan bahaya yang
lebih besar.
Semua kaidah ini dan kaidah-kaidah lainnya yang
merupakan kesimpul an dari nash-nash syari,
mengharuskan umat menjatuhkan pilihan untuk melawan
para penguasa tipe ini sebagaimana kaidah dan syarat
yang telah disebutkan.
3. Larangan para ulama dalam melawan para penguasa fasik
dan fajir ialah dengan dasar tinjauan menolak kerusakan
yang besar dengan kerusakan yang kecil dan
mendahulukan bahaya yang lebih sedikit di antara dua
bahaya.
Adapun permasalahan kita kali ini, sama sekali berbeda
dengan apa yang yang dikatakan para ulama tentang
permasalahan orang fasik atau fajir saja, di mana bahaya
dan kerusakan yang lebih kecil ada pada pilihan
melawannya, dibandingkan kerusakan yang lebih besar
akibat membiarkan keberadaannya di balik kekuasaan.
Karena itu, kita dapati banyak dari para ulama lainnya
36 Shahh Sunan Ab Dwud (3644).
Empat Tipe Penguasa
62
Melawan Penguasa
yang menyuarakan wajibnya melawan penguasa yang
sekiranya bisa dikalahkan.
Di dalam Fathul Br (XIII/11), Ibnu Hajar berkata, Ibnu
Tin mengutip dari Ad-Dawudi, Hal yang telah menjadi
kesepakatan ulama dalam permasalahan penguasa jur (jahat)
jika mampu menurunkannya tanpa menimbulkan fitnah dan
kezaliman adalah wajib. Jika tidak, yang wajib adalah bersabar.
Selain itu, menurut sebagian Ahlul Ilmi pula, memberikan
kekuasaan kepada orang fasik sejak awal adalah tidak boleh.
Lantas, jika terjadi penyimpangan sedangkan sebelumnya ia
merupakan orang yang adil, mereka berselisih tentang bolehnya
melawan. Adapun yang benar ialah dilarang melawannya,
kecuali ia menjadi kafir sehingga wajib melawannya.
Hal ini sebagaimana perkataan Ibnu Taimiyah yang telah
disebutkan sebelumnya, bahwa seorang rakyat terkadang boleh
dibunuh lantaran melakukan sebagian jenis kefasikan, seperti
zina. Perhatikan! Beliau mensyaratkan adanya kemampuan.
Sementara di antara kemampuan menghil angkan
kemungkaran ial ah usaha menghil angkannya tidak
menyebabkan timbulnya kemungkaran yang lebih besar
daripadanya.
Kaidah fikih ini diambil dari sabda Nabi Saw dalam hadits
terdahulu, Dan mereka mampu mengubahnya, namun mereka
tidak mengubahnya, pasti Allah akan menimpakan azab secara
merata kepada mereka. Lihatlah! Nabi Saw mensyaratkan
adanya kemampuan pada tindakan mengubah, dan
mengaitkan iqab dan azab dengan tidak adanya tindakan
mengubah kemungkaran sejalan dengan adanya kemampuan
untuk itu.
63
Di dalam Ushlul Itiqad, Imam Al-Juwaini berkata, Jika
penguasa menyimpang serta kezaliman dan pengkhianatannya
telah tampak, dan ia juga tidak mengindahkan peringatan
tentang buruknya apa yang diperbuat, bagi Ahlul Halli wal
Aqdi adalah kemufakatan untuk menolaknya, meskipun harus
dengan menghunus senjata dan menetapkan perang.
Saya katakan, apa yang terkandung dalam melawan dan
menghunus senjata terhadap penguasa adalah lebih sedikitnya
fitnah dan kerusakannya dibandingkan apa yang
ditampakkannya yang berupa kerusakan dan penyelewengan.
Adapun sebagai barometernya ialah hak Ahlul Halli wal Aqdi
dari kalangan para ulama dan mujahid umat.
Di dalam Al-Khilfah, Syaikh Rasyid Ridha berkata,
Permasalahan ini telah kita sebutkan lengkap dengan
beberapa hasil penelitian para peneliti yang secara ringkasnya
ialah: Ahlul Halli wal Aqdi diwajibkan atas mereka melawan
kezaliman, penyelewengan, serta mengingkari pelakunya
dengan tindakan nyata dan menggulingkan penguasa mereka
yang jahat, meskipun harus dengan perang apabila telah jelas
bagi mereka maslahat dalam menggulingkan penguasa lebih
kuat (rajih) dan mafsadahnya lebih lemah (marjuh).
Jika ada yang bertanya, Anda telah menjelaskan tentang
penguasa Muslim yang adil, berikut apa yang menjadi
kewajiban umat terhadapnya berupa penghormatan,
pemuliaan, dan lain sebagainya. Lantas, apakah semua
kewajiban ini juga berlaku terhadap penguasa fasik dan jair?
Saya jawab, apa yang dikatakan di sana tentang penguasa
Muslim yang adil tidaklah untuk penguasa jair, lalim, dan fasik.
Empat Tipe Penguasa
64
Melawan Penguasa
Telah diriwayatkan secara shahih dari Nabi Saw, bahwa beliau
bersabda, Seburuk-buruk pemimpin kalian adalah yang kalian
membenci ke mereka dan mereka membenci kalian. Kalian
laknat mereka dan mereka pun melaknat kalian. Para shahabat
berkata, Wahai Rasulullah, tidakkah kami lawan saja mereka
ketika itu? Beliau menjawab, Tidak, selama mereka
mendirikan shalat di tengah-tengah kalian. (HR Muslim).
Lihatlah! Nabi Saw melarang mereka untuk melawan dan
menentang mereka (pemimpin) dengan pedang. Beliau juga
tidak melarang mereka melaknat dan membenci mereka.
Bahkan, laknat orang-orang beriman kepada mereka
dikategorikan sebagai tanda bahwa mereka ialah seburuk-
buruk pemimpin dan penguasa.
Di dalam Al-Ahkm As-Sulthniyyah hlm. 20, Abu Yala
mengutip perkataan Imam Ahmad Rhm yang berkomentar
tentang Al-Mamun, Petaka apa yang lebih besar daripada
yang diperbuat oleh musuh Allah dan musuh Islam berupa
mematikan sunnah? Apabila disebutkan nama Al-Mamun
di hadapan Imam Ahmad, beliau berkata, Tidak ada
keamanan.
37
Begitu pula apa yang telah tetap dari banyak kaum salaf
tentang makian mereka terhadap Al-Hajjaj serta celaan mereka
terhadapnya dengan sebutan thaghiyyah (yang melampui
batas). Semua ini menunjukkan bahwa menyamakan
penguasa jair dan fasik dengan para penguasa saleh nan adil,
37 Al-Mamun ialah nama salah seorang khalifah pada zaman Imam Ahmad,
secara harfiah kata mamun berarti yang merasa aman atau yang diberikan
rasa aman.
65
dan apa yang menjadi hak bagi mereka berupa penghormatan
dan pemuliaan adalah tidak boleh. Wallhu alam.
Jika ada pertanyaan, atas dasar apa Anda tidak
mengatakan wajib melawan penguasa yang fasik, padahal
terhadap penguasa yang sangat fasik lagi lalim Anda
mewajibkan melawan jika dipandang tak akan menimbulkan
fitnah atau kerusakan serta lebih sedikit kemadaratannya?
Saya jawab, hal yang membuat kami membedakan
perlakuan antara keduanya adalah bahwa perkiraan tidak
terjadinya fitnah dan kerusakan yang lebih besar dalam
melawan penguasa Muslim yang fasik hanyalah perkara yang
bersifat prediksi dan teoritis. Bahkan, hal itu mungkin hanya
khayalan belaka dan tak pernah terjadi. Sebab, tidak mungkin
kita mengangkat senjata terhadap penguasa yang Muslim
namun fasik, padahal kefasikannya masih bisa ditolerir. Selain
itu, tidak bisa diprediksikan pula fitnah dan kerusakan yang
ditimbulkan akibat pemberontakan tersebut dengan segala
konsekuensinya akan lebih ringan dibandingkan kefasikan dari
penguasa tersebut.
Di dalam Ghiytsul Umam hlm. 102, Al-Juwaini berkata,
Sekiranya segala sikap yang disepakati para ulama bahwa
itu ialah kefasikan yang mewajibkan untuk melengserkan
seorang pemimpin atau perbuatan tersebut secara otomatis
melengserkan seorang penguasa, tentulah kaidah ini harus
diterapkan pada semua gerak-gerik sang pemimpin dalam
semua bentuk dan keadaannya. Hal yang akan menyebabkan
seorang pemimpin tidak pernah lepas dari pengawasan
orang-orang yang senantiasa mencari-cari alasan untuk
Empat Tipe Penguasa
66
Melawan Penguasa
melengserkannya. Selamanya pula rakyat akan bersengketa
dan berselisih dalam menentukan ada tidaknya sifat atau
perbuatan fasik tersebut pada setiap pemimpin yang berkuasa.
Dan ketaatan pada pemimpin takkan pernah terwujud
meskipun hanya sesaat.
Lebih lanjut Al-Juwaini berkata, Kami telah menetapkan
bahwa menolak kepemimpinan atau membatalkannya,
menafikan manfaat dan kebaikanya, tidak memercayainya dan
mengajak masyarakat untuk melawan kepemimpinannya,
merupakan bentuk atau upaya dalam rangka mencopot dan
mel engserkan seorang penguasa atas segal a
penyimpangannya.
Peringatan penting:
Mengingat pentingnya masalah ini, kami akan mengulang
kembali apa yang sebelumnya telah kami sampaikan. Saya
katakan, nash-nash yang berkaitan dengan penguasa, hak dan
kewajiban atasnya, serta bagaimana setiap tipe dari mereka
diperlakukan sangat banyak dan jauh lebih banyak dari
terbatasnya pembahasan sederhana ini. Sehingga, tak
mungkin kiranya menyampaikan hal itu dalam pembahasan
yang singkat ini.
Sungguh, pengetahuan mendalam dan sikap obyektifakan
menuntun seorang pembahas, peneliti, atau pelajar yang haus
kebenaran agar mendudukkan seluruh nash sesuai dengan
kedudukan yang diinginkan Allah dan menafsirkannya menurut
kehendak Allah dan Rasul-Nya. Oleh karena itu, apa yang
67
seharusnya diletakkan untuk penguasa Muslim yang adil,
keberadaannya tidak dipalingkan untuk penguasa yang kafir.
Tidak pula sesuatu yang semestinya dikatakan untuk penguasa
yang fasik, keberadaannya dialihkan kepada penguasa yang
sangat fasik dan nyata kelalimannya.
Begitu pula bagi yang ingin menentang pembahasan dan
fatwa dalam permasalahan penting ini, orang-orang tersebut
hendaknya memahami secara menyeluruh kumpulan nash-
nash yang berkaitan dengan masalah ini serta perkataan-
perkataan Ahlul Ilmi.
Hendaknya mereka mengamatinya satu per satu serta
mengaitkan sebagian dengan yang lainnya dengan tidak
mencampuradukkan nash yang satu dengan yang lainnya, tidak
mengkonfrontasikan sebagian dengan sebagian lainnya, atau
menampakkan kekacauan dan kontradiksi nash-nash yang
adadikarenakan sedikitnya ilmu dan pemahaman mereka
yang keliru. Hal ini sebagaimana kasus yang kita cermati pada
kebanyakan para syaikh dan para pelajar atau pembahas
kontemporer yang dengan beraninya mereka berbicara dan
berfatwa dalam masalah ini.
Kebanyakan orang yang melakukan kesalahan serta
terjerumus ke dalam ifrath dan tafrith dalam masalah ini adalah
karena mereka mengambil dan mengamalkan sebagian nash
serta mengabaikan sebagian yang l ain, di samping
pengetahuan yang terbatas terhadap sebagian nash. Dengan
demikian, hal itu membuat mereka tercebur ke dalam sikap
berlebih-lebihan (ghuluw) atau sikap acuh serta mengurang-
ngurangi dan terjerumus ke dalam sikap berlebih-lebihan atau
Empat Tipe Penguasa
68
Melawan Penguasa
meremehkan. Tiada daya dan upaya, kecuali hanya milik
Allah semata. Wa l haula wal quwwata illa billah.
Sampai di sini akhir peringatan ini, dan berarti berakhir
pula pembahasan tentang masalah-masalah yang penting lagi
ringkas ini. Mudahan-mudahan Allah menerimanya dan
semoga dengannya bermanfaat bagi bangsa dan hamba.
Sesungguhnya, Dia Maha Mendengar, Dekat, lagi mengabulkan
doa.
Semoga Allah selalu mencurahkan shalawat dan salam
kepada Nabi kita Muhammad, keluarga, dan para shahabat
beliau.
18 Muharram 1422 H
11 April 2001 M
Abdul Munim Musthafa Halimah
69
Abdul Aziz Al-Maliki
BAGIAN KEDUA
BERBAGAI SYUBHAT DAN
JAWABANNYA
70
Melawan Penguasa
71
Salah Paham terhadap Atsar Ibnu Abbas r.a.
1
Munculnya propaganda sesat yang menyatakan bahwa
penguasa yang mengganti syariat Allah dengan hukum buatan
manusia, berawal dari kekeliruan ketika memahami komentar
Ibnu Abbas r.a. tentang kufrun duna kufrin atau kufur ashghar.
Lebih jelasnya, mereka berpedoman dengan riwayat Ibnu
Abbas dalam menafsirkan firman Allah:
`9 3t $/ & !# 79`' ` ` 39#
Barangsiapa yang tidak memutuskan menurut apa yang
diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang
yang kafir. (Al-Midah: 44).
Pada waktu itu, Ibnu Abbas r.a. mengatakan
2
, Kufrun duna
kufrin atau, Kufur yang bukan seperti kufur yang kalian
maksudkan.
1 Diinukil dari Waqaftun maa Asy-Syaikh Al-Albani haula Syarith Min Manhaji
Al-Khawarij oleh Abu Isra Al-AsyuthiEdt.
2 Ibnu Abbas r.a. menyadarkan kaum Khawarij yang tersesat karena
mengafirkan Ali bin Abi Thalib r.a. yang berhukum dengan pendapat Abu
Musa Al-Asyari r.a. untuk berdamai dengan Muawiyah r.a.. Beliau
menyadarkan kaum Khawarij dengan menggunakan bahasa mereka,
sehingga menggunakan kata-kata tersebut (kufrun duna kufrin) -Edt.
Syubhat P Syubhat P Syubhat P Syubhat P Syubhat Pertama: ertama: ertama: ertama: ertama:
Kufrun Duna Kufrin
Berbagai Syubhat dan Jawabannya
72
Melawan Penguasa
Sebenarnya, ada beberapa atsar dari Ibnu Abbas r.a.
mengenai ayat ini, sebagiannya memvonis kafir secara mutlak
atas orang yang berhukum dengan selain hukum Allah,
sementara sebagian atsar lainnya tidak menyebutkan demikian.
Oleh sebab itu, dalam menafsirkan ayat tersebut ada penjelasan
rinci yang sangat jelas dari sisi shahih tidaknya riwayat tersebut.
Penjelasan tersebut adalah:
1. Imam Waki meriwayatkan dalam Akhbarul Qudhah (I/
41): Hasan bin Abi Rabi Al-Jurjani menceritakan kepada kami,
Telah menceritakan kepada kami Abdurrazaq dari Mamar
dari Ibnu Thawus dari bapaknya, ia berkata, Ibnu Abbas telah
ditanya mengenai firman Allah:
`9 3t $/ & !# 79`' ` ` 39#
Barangsiapa yang tidak memutuskan menurut apa yang
diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang
yang kafir. (Al-Midah: 44).
Beliau menjawab, Cukuplah perbuatan itu menjadikannya
kafir.
Sanad atsar ini shahih sampai kepada Ibnu Abbas r.a. Para
perawinya adalah perawi Ash-Shahh selain gurunya Waki,
yaitu Hasan bin Abi Rabi Al-Jurjani, ia adalah Ibnu Jad Al-
Abdi.
3
Imam Ath-Thabari (12055) juga meriwayatkan dengan
sanad Imam Waki, namun dengan lafal, Dengan perbuatan
itu ia telah kafir.
3 Ibnu Abi Hatim mengatakan perihal Ibnu Jad Al-Abdi, Aku telah mendengar
darinya bersama ayahku, ia seorang yang sangat jujur (shaduq). Ibnu Hibban
menyebutkannya dalam Ats-Tsiqat. [lihat Tahdzbu Tahdzb I/515], dalam At-
Taqrb I/505. Al-Hafizh mengomentarinya, Shaduq.
73
Meskipun Ibnu Thawus menambahkan lafal kekafirannya
bukan seperti orang yang kafir kepada Allah, malaikat, dan
kitab-kitab-Nya, namun riwayat ini secara tegas menerangkan
bahwa Ibnu Abbas r.a. telah memvonis kafir orang yang
berhukum dengan selain hukum Allah tanpa merincinya.
Adapun tambahan lafal kekafirannya bukan seperti orang
yang kafir kepada Allah, malaikat, dan kitab-kitab-Nya
bukanlah pendapat Ibnu Abbas r.a., melainkan pendapat Ibnu
Thawus.
2. Berkaitan dengan tambahan Ibnu Thawus yang
dinisbatkan kepada Ibnu Abbas, sebenarnya tambahan ini
terdapat dalam riwayat yang lain, yaitu riwayat Ibnu Jarir Ath-
Thabari (12053).
Dalam riwayat tersebut, Ibnu Jarir Ath-Thabari mengatakan,
Waki menceritakan kepada kami, Ibnu Waki juga telah
menceritakan kepada kami, ia meriwayatkan dari ayahnya,
dari Sufyan Ats-Tsauri, dari Muammar bin Rasyid, dari Ibnu
Thawus, dari ayahnya (Thawus bin KisanEdt), dari Ibnu
Abbas, ketika beliau mendapatkan pertanyaan tentang maksud
firman Allah:
`9 3t $/ & !# 79`' ` ` 39#
Barangsiapa yang tidak memutuskan menurut apa yang
diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang
yang kafir. (Al-Midah: 44).
Ibnu Abbas r.a. berkata, Dengan perbuatan itu ia telah kafir,
dan bukan kafir kepada Allah, malaikat, kitab-kitab, dan rasul-
rasul-Nya.
Berbagai Syubhat dan Jawabannya
74
Melawan Penguasa
Benar, sanad atsar ini juga shahih. Para perawinya adalah
para perawi Kutubus Sittah selain Hanad dan Ibnu Waki.
4
Hanad adalah As-Sari Al-Hafizh Al-Qudwah. Para ulama
meriwayatkan darinya kecuali Imam Al-Bukhari.
5
Berkenaan tentang profil Ibnu Waki dalam riwayat ini, Al-
Hafizh berkata, Ia seorang shaduq (sangat jujur), hanya saja
ia mengambil hadits yang bukan riwayatnya. Akibatnya,
haditsnya dimasuki oleh hadits yang tidak ia riwayatkan. Ia
telah dinasihati, namun ia tidak menerima nasihat tersebut
sehingga gugurlah haditsnya.
6
Pun demikian, kedudukan Ibnu
Waki tidak membahayakan riwayat ini, karena Hanad As-
Sari telah menguatkannya.
Kesimpulannya, dalam riwayat Abdurrazaq, tambahan ini
dinisbahkan kepada Thawus. Sementara dalam riwayat
Sufyan Ats-Tsauri, tambahan ini dinisbatkan kepada Ibnu
Abbas. Akan tetapi, kita perl u berhati-hati terhadap
kemungkinan percampuran riwayat ol eh Ibnu Waki
sebagaimana disebutkan di atas.
Hal ini menimbulkan kemungkinan bahwa ini bukanlah
perkataan Ibnu Abbas r.a. Namun, kalimat tersebut sekadar
selipan dalam riwayat Sufyan Ats-Tsauri. Ini bisa saja terjadi,
apalagi dalam Akhbarul Qudhat Waki telah meriwayatkan
atsar ini tanpa tambahan. Namun demikian, hal ini belum
pasti. Boleh jadi, tambahan ini memang ada dan berasal dari
Thawus dan Ibnu Abbas sekaligus, dan inilah yang tampak
lebih kuat. Wallhu alam.
4 Ibnu Waki adalah Sufyan bin Waki bin Jarrah.
5 Tadzkiratul Huffzh: II/507.
6 At-Taqrb: I/312
75
3- Kita harus melihat atsar riwayat Al-Hakim dengan lebih
jeli. Ia telah meriwayatkan
7
dari Hisyam bin Hujair, dari
Thawus, bahwa Ibnu Abbas berkata, Bukan kufur yang
mereka (Khawarij) maksudkan. Ia bukanlah kekufuran yang
mengeluarkan dari agama.
`9 3t $/ & !# 79`' ` ` 39#
Dan barangsiapa tidak memutuskan perkara dengan
hukum Allah maka mereka itulah orang-orang yang kafir.
Maksudnya adalah kufrun duna kufrin.
Al-Hakim mengatakan, Ini adalah atsar yang sanadnya
shahih. Atsar ini juga diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim,
sebagaimana disebutkan dalam Tafsr Ibnu Katsr
8
; bahwa
beliau berkata, Bukan kekufuran seperti yang mereka
maksudkan.
Hisyam bin Hujair seorang perawi yang dianggap lemah
riwayatnya oleh Imam Ahmad bin Hanbal, Yahya bin Main,
dan lain-lain.
9
Ibnu Adi menyebutkannya sebagai golongan
perawi dhaif.
10
Demikian juga Al-Uqaili.
11
Tidak ada yang mentsiqahkannya (menganggapnya
periwayat terpercaya dan kuatedt), selain ulama yang terlalu
mudah mentsiqahkan, seperti Al-Ijli dan Ibnu Saad. Bahkan,
Imam Al-Bukhari dan Muslim tidak pernah meriwayatkan dari
7 Al-Hakim: II/313
8 Tafsr Ibnu Katsir: II/62
9 Tahdzbu Tahdzb: VI/25
10 Al-Kaml f Dhuafi Rijal: VII/2569
11 Adh-Dhuaf Al-Kabr: IV/238
Berbagai Syubhat dan Jawabannya
76
Melawan Penguasa
Ibnu Thawus, kecuali dengan menyertakan riwayat-riwayat
penguat lainnya, bukan berdiri sendiri.
Satu-satunya riwayat Imam Al-Bukhari dari Ibnu Thawus
adalah hadits dari Thawus, dari Abu Hurairah (6720), tentang
kisah Sulaiman dan perkataannya, Aku akan mendatangi
kesembilan puluh istriku pada malam hari ini. Beliau
meriwayatkannya dengan nomor (5224); ini pun dengan
menyertakan riwayat penguat untuk Ibnu Thawus dari ayahnya
dari Abu Hurairah.
Adapun Imam Muslim, beliau hanya meriwayatkan dua
hadits darinya. Pertama, hadits Abu Hurairah di atas dengan
nomor 1654, dari Ibnu Thawus, dari bapaknya, pada tempat
yang sama juga secara mutabaah. Kedua, hadits Ibnu Abbas,
Muawiyah berkata kepadaku, Saya diberi tahu bahwa
Muawiyah memendekkan rambut Rasulullah Saw di Marwah
dengan gunting. Beliau meriwayatkan dengan nomor 1246
dari sanad Hisyam bin Hujair, dari Thawus, dari Ibnu Abbas.
Sanad dari Hasan bin Muslim yang diriwayatkan dari Thawus
ini pun disertai riwayat penguat dalam tempat yang sama.
Abu Hatim berkomentar, Tulis dahulu haditsnya.
12
Maksudnya, dilihat terlebih dulu apakah ada riwayat yang
memperkuatnya, sehingga haditsnya bisa diterima, atau tidak
ada riwayat penguatnya sehingga riwayatnya ditolak.
Sepanjang pengetahuan kami, hadits riwayat Al-Hakim di
atas termasuk golongan hadits-hadits yang tidak ada
penguatnya. Pada diri saya terdapat keraguan tentang
keshahihannya. Meskipun Al-Hakimmenshahihkannya, karena
12 Tahdzbut Tahdzb: VI/25
77
ia terkenal terlalu memudahkan dalam menshahihkan hadits.
Semoga Allah merahmatinya.
4. Ibnu Jarir Ath-Thabari meriwayatkan
13
dari sanad Ali
bin Abi Thalhah, dari Ibnu Abbas r.a. yang berkata, Jika ia
juhud (ingkar) terhadap apa yang diturunkan Allah, maka ia
telah kafir; dan barangsiapa mengakuinya, namun tidak
berhukum dengannya, maka ia zalim dan fasik.
Sanad ini munqathi (terputus) karena Ali bin Abi Thalhah
belum mendengar dari Ibnu Abbas, riwayatnya juga masih
dipermasalahkan (hadits no. 12063).
14
Dalam sanad ini juga
terdapat periwayat bernama Abdullah bin Shalih, sekretaris
Al-Laits. Ia dipermasalahkan dan sebagian besar ulama
menganggap riwayatnya lemah.
Dengan demikian, apa yang dinisbatkan kepada Ibnu
Abbas, dalam menafsirkan firman Allah dalam surah Al-
Maidah: 44, jika ditinjau dari segi sanadnya ada yang bisa
diterima (shahih) dan ada pula yang tidak shahih. Sanad yang
shahih sebagian mengandung pengafiran secara mutlak
terhadap orang yang berhukum dengan selain hukum Allah
tanpa rincian.
Sebagian lain mengandung tambahan dan bukan seperti
orang yang kafir kepada Allah, malaikat, kitab-kitab, dan rasul-
rasul-Nya. Meskipun, tambahan ini juga merupakan
perkataan Ibnu Thawus sebagaimana telah dijelaskan di atas.
Kesimpulannya, pendapat yang diriwayatkan dari Ibnu Abbas
tak kosong dari kritikan, diterima, atau ditolak.
13
13 Tahdzbut Tahdzb: IV/213-214.
Berbagai Syubhat dan Jawabannya
78
Melawan Penguasa
Tanggapan Ulama terhadap Propaganda Ini
Dr. Shalah Ash-Shawi menanggapi tuduhan yang menyebutkan
bahwa orang-orang yang melawan pemerintahan kafir murtad
adalah Khawarij:
Para penganut kebatil an pada zaman ini biasa
mengacaukan sesuatu yang telah ditetapkan oleh dalil-dalil Al-
Quran, As-Sunnah, dan ijmak muslimin. Termasuk terhadap
ketetapan mengenai kafirnya orang yang mengganti syariat
atau menolak hukum-hukum Allah, dengan mengatakan bahwa
kedua perbuatan ini termasuk jenis dosa dan kemaksiatan yang
tidak menyebabkan seseorang keluar dari Islam.
Mereka beralasan bahwa kita tidak boleh mengafirkan
seorang pun yang masih shalat hanya karena satu dosa,
kecuali jika ia menganggap perbuatan dosa tersebut halal.
Selain itu, mereka mengatakan bahwa banyakpadahal
hanya sebagian sajaulama yang menafsirkan ayat Allah:
`9 3t $/ & !# 79`' ` ` 39#
Barangsiapa yang tidak memutuskan menurut apa yang
diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang
yang kafir. (Al-Midah: 44), dengan berdasarkan
pendapat Ibnu Abbas, Thawus, Mujahid, dan lainnya.
Mereka mengatakan bahwa kekafiran yang dimaksud ialah
perbuatan dosa yang tidak mengeluarkan seseorang dari Is-
lam. Hukum pelakunya pun tidaklah sama dengan orang yang
kafir kepada Allah dan para malaikat-Nya.
Mereka juga mengatakan bahwa menganggap kafir hanya
karena perbuatan tersebut ialah ajaran sekte Khawarij, yakni
79
suatu sempalan yang mengafirkan seluruh kaum muslimin yang
tidak sepakat dengan mereka, dengan berdalil pada ayat-ayat
yang seperti ini, misalnya firman Allah:
... ) `39# ) ! ...
Menetapkan hukum itu hanyalah hak Allah. (Yusuf: 40).
Anehnya, kerancuan-kerancuan semacam ini juga telah
memasuki serambi-serambi persidangan yang menerapkan
undang-undang buatan manusia saat menghukumi pergerakan-
pergerakan Islam.
Anda akan menemukan bahwa boneka-boneka kaum kafir
yang berpakaian jaksa mengulang-ulang pendapat-pendapat
ini sembari menuduh putra-putra pergerakan Islam sebagai
penyambung lidah propaganda-propaganda kaum Khawarij.
Mereka juga beranggapan bahwa masyarakat kita hari ini tidak
mengingkari hukum Allah, juga tidak menolak peraturan-Nya.
Berdasarkan anggapan inilah, mereka tidak membenarkan
orang-orang yang menyebut para penguasa atau rakyat yang
menolak syariat Allah sebagai orang-orang kafir sebagaimana
yang dimaksudkan dalam ayat tersebut. Bahkan, mereka juga
menganggap bahwa tindakan menolak syariat Allah tersebut
tidaklah berdosa sama sekali karena kondisi umat Islam yang
ada pada hari ini.
14
Demikianlah alasan globalnya.
Banyak ulama besar yang telah membantah alasan di atas.
Akan tetapi, agar halaman buku ini tidak terlalu banyak, saya
hanya akan menukil bantahan Syaikh Ahmad Syakir dan
kakaknya, Mahmud Syakir, secara ringkas.
Berbagai Syubhat dan Jawabannya
14 Tahkm Syarah wa Shilatuhu bi Ashlid Dn. Hlm. 41.
80
Melawan Penguasa
Dalam Umdatut Tafsir, Syaikh Allamah Ahmad Syakir
mengomentari ucapan Ibnu Abbas tentang permasalahan
kufrun duna kufrin ini, Atsar-atsar dari Ibnu Abbas dan
selainnya sering dijadikan sasaran permainan oleh para
penyesat yang mengaku sebagai ulama, dan golongan lain yang
berani terhadap agama. Mereka menjadikannya sebagai alasan
atau justifikasi untuk memperbolehkan undang-undang buatan
manusia dan diberlakukan di negeri-negeri muslim.
Berkaitan dengan hal ini, kita dapat melihat dialog antara
Abu Mijlaz dengan para pengikut sekte Khawarij Ibadhiyah
15
yang dikutip oleh Imam Ath-Thabari. Dialog tersebut
membahas perbuatan sebagian pemerintahan zalim yang
memutuskan perkara-perkara mereka dengan selain hukum
Islam pada masa itu, terlepas dari kesengajaan atau karena
benar-benar tidak tahu. Padahal, sekte Khawarij menganggap
setiap pelaku dosa besar sebagai orang kafir.
Dengan mengajak Abu Mijlaz untuk berdialog, mereka
berharap Abu Mijlaz menyepakati pendapat mereka yang
mengafirkan pemerintah pada waktu itu. Selain itu, mereka
juga berharap agar pendapatnya yang mengharuskan
pemberontakan kepada pemerintah terlegitimasi. Dialog antara
keduanya terekam dalam riwayat Imam Ath-Thabari.
16
Kemudian, kakak saya, Mahmud Syakir mengomentari
kedua riwayat ini dengan komentar yang sangat bagus, jelas,
dan tegas:
15 Salah satu cabang aliran pemikiran dan sekte Khawarij.
16 Silakan merujuk riwayat Ath-Thabari (12025, 12026).
81
Ya Allah, saya berlepas diri dari kesesatan. Wa badu,
Sesungguhnya, para tukang fitnah dan penyebar keraguan yang
berani bicara lantang pada hari ini telah mencarikan alasan
untuk membela pemerintahan yang mengatur permasalahan
tentang harta, kehormatan, dan darah dengan selain hukum
Allah yang diturunkan di dalam kitab-Nya. Mereka juga
membela tindakan pemerintahan yang memberlakukan hukum
buatan orang-orang kafir di negeri muslim.
Ketika mereka menemukan kedua riwayat Ath-Thabari ini,
mereka pun menjadikannya sebagai pendapat yang
membolehkan adanya pengadilan dalam permasalahan harta,
kehormatan, dan darah dengan selain hukum Allah. Di samping
itu, para penyesat tersebut juga berpendapat bahwa
pemberlakuan undang-undang yang menyelisihi hukum Allah
dalam peradilan umum, tidak membuat pelakunya dan orang-
orang yang rela dengannya menjadi kafir.
Jelas sekali, orang-orang Khawarij Ibadhiyah yang berdialog
dengan Abu Mijlaz hanya ingin mendesak Abu Mijlaz agar
mel egitimasi pendapat-pendapat mereka mengenai
pemerintah waktu itu karena pemerintah bisa jadi melakukan
kemaksiatan dan perbuatan yang dilarang Allah.
Oleh sebab itu, kita lihat dalam riwayat (12025), Abu Mijlaz
berkata kepada orang-orang Khawarij, Jika mereka
meninggalkan hal itu, mereka akan mengetahui bahwa mereka
telah melakukan perbuatan dosa. Sementara dalam riwayat
(12026), Abu Mijlaz berkata, Orang-orang Khawarij
melakukan suatu perbuatan yang sebenarnya mereka
mengetahui bahwa perbuatan itu dosa.
Berbagai Syubhat dan Jawabannya
82
Melawan Penguasa
Jika demikian, jelaslah pertanyaan kaum Khawarij kepada
Abu Mijlaz yang juga dipakai sebagai dasar pendapat para
ahli bidah zaman ini, berkenaan dengan pengadilan dalam
masalah harta, darah, kehormatan yang menggunakan
undang-undang selain syariat Allah.
Juga pertanyaan mengenai pemaksaan terhadap kaum
muslimin untuk berhukum dengan selain hukum Allah yang
tercantum dalam Al-Quran dan As-Sunnah, semua ini
merupakan penolakan terhadap hukum Allah, kebencian
kepada agama-Nya, dan sikap mengutamakan hukum-hukum
orang kafir atas aturan Allah Taala.
Jelas, perbuatan ini merupakan kekafiran yang tak seorang
Muslim pun ragu atas kekafiran para pelakunya, meskipun
mereka berbeda pendapat dalam permasalahan kafirnya
orang yang menggembar-gemborkan perbuatan tersebut
dengan orang yang menyeru kepadanya.
Sementara itu, fenomena yang terjadi pada diri kita hari
ini merupakan sikap meninggalkan seluruh hukum Allah tanpa
terkecuali, pengutamaan hukum-hukum selain hukum-Nya
yang tercantum dalam kitab-Nya dan sunnah Nabi-Nya, dan
peniadaan setiap hukum yang ada di dalam syariat Allah.
Lebih dari itu, alasan pengutamaan mereka terhadap aturan
buatan manusia atas aturan Allah dan pengakuan orang-
orang yang berhujah dengannya sampai pada tingkatan aturan-
aturan di dalam syariat Allah, hanya berlaku untuk selain
zaman kita sekarang dan karena alasan-alasan serta sebab-
sebab tertentu yang telah hilang, sehingga dengan hilangnya
83
alasan dan sebab-sebab pemberlakuan hukum, hukum-
hukumnya pun berlaku lagi.
Lantas, apa artinya pendapat orang-orang tersebut jika
dibandingkan dengan keterangan yang kita paparkan dalam
riwayat tentang dialog Abu Mijlaz dengan sekelompok orang
Khawarij dari Bani Umar bin Sadus?
Seandainya permasalahannya memang seperti yang mereka
utarakan sebagaimana dalam cerita Abu Mijlaz, bahwa mereka
bermaksud menentang pemerintah yang menyelisihi syariat,
maka kita katakan bahwa dalam sejarah Islam belum pernah
ada pemerintahan yang membuat sendiri sebuah undang-
undang lalu menjadikannya sebagai syariat yang harus
dijalankan. Hal ini kalau ditinjau dari satu sisi.
Sementara jika ditinjau dari sisi lain, pemerintah yang
menjalankan selain aturan Islam dalam sebuah permasalahan,
disebabkan karena dua hal. Pertama, bisa jadi mereka
melakukannya karena kebodohannya. Jika seperti ini, berarti
pelakunya dihukumi sebagai orang yang bodoh terhadap
syariat. Kedua, bisa jadi pula karena memperturutkan hawa
nafsu mereka. Jika yang terjadi ialah perkara yang kedua,
perkara ini merupakan dosa yang bisa diampuni oleh Allah.
Atau karena ia mempunyai penakwilan yang salah, yakni
bermaksud memberlakukan hukum Allah, tetapi keliru dalam
memahami hukum Allah tersebut dengan mengambil
kesimpulan yang tak sesuai dengan keterangan seluruh ulama.
Jika keadaannya seperti ini, ia dihukumi sebagai orang yang
salah dalam memahami syariat dengan mendasarkan
Berbagai Syubhat dan Jawabannya
84
Melawan Penguasa
pemahamannya kepada sebagian dalil-dalil Al-Quran dan As-
Sunnah.
Atau bisa jadi keadaannya seperti yang terjadi pada zaman
Abu Mijlaz atau sebelum dan sesudahnya, yakni adanya
penguasa yang memutuskan perkara dalam keadaan
membangkang kepada hukum Allah atau mengutamakan
hukum buatan orang kafir atas hukum Islam. Jika yang
dimaksud demikian, saya katakan bahwa hal ini belum pernah
terjadi satu kali pun. Sebab, tidak mungkin dialog Abu Mijlaz
dengan kelompok Khawarij Ibadhiyah diselewengkan kepada
maksud yang terakhir ini.
Oleh karena itu, siapa saja yang menempatkan dua atsar
ini dan sel ainnya tidak pada tempatnya dan
menyelewengkannya pada makna yang tak sesuai karena ingin
membela pemerintah atau menyelewengkan pemahaman
dalam rangka membolehkan berlakunya hukum selain hukum
Allah, mereka dihukumi sebagai orang yang menentang hukum
Allah, yakni diminta bertaubat. Sementara jika mereka tetap
bersikeras serta menolak hukum Allah dan tetap dalam
sikapnya, kesombongannya, penentangannya terhadap hukum
Allah, serta ridha dengan penggantian hukum-hukum tersebut,
mereka dihukumi sebagai orang kafir yang tak terbantahkan
lagi bagi kaum muslimin.
17
Berkenaan dengan ucapan Mahmud Syakir, Abu Isra
Al-Asyuthi berkometar, Ucapan Syaikh Ahmad Syakir yang
mendukung pendapat saudaranya sangat jelas sekali
menunjukkan perbedaan antara kondisi yang dimaksud Ibnu
17 Umdatut Tafsr: IV/156-158.
85
Abbas dan Abu Mijlaz dengan kondisi kita hari ini. Jelas sekali,
ucapan keduanya membahas mengenai pemerintahan jahat
yang memutuskan sebuah perkara dengan selain hukum
Allah, tetapi secara umum syariat yang mereka terapkan ialah
syariat Islam dan sama sekali tidak berkenaan dengan mereka
yang menerapkan aturan yang menyelisihi hukum Allah dan
memaksa rakyat untuk menaatinya.
18
Sementara itu, mengomentari ucapan Syaikh Mahmud
Syakir, Dr. Shalah Ash-Shawi berkata, Problem yang dihadapi
gerakan Islam pada hari ini bukanlah penyimpangan personal
atau penyelewengan pada sebagian perkara yang menjadikan
seorang hakim menyimpang dari kebenaran karena menuruti
hawa nafsu atau sogokan sebagaimana yang terjadi pada
pemerintahan Islam masa lalu. Namun, problemnya ialah
penyimpangan-penyimpangan pada prinsip yang pokok dalam
Islam, yang mana setiap perselisihan di dalam masalah undang-
undang yang wajib diikuti masyarakat harus dikembalikan
kepadanya: Al-Quran dan As-Sunnah ataukah undang-
undang positif buatan manusia yang disusun oleh parlemen
dan dewan legislatif?!
Hal ini terkait dengan jawaban atas pertanyaan: Undang-
undang apakah yang berlaku di negeri Islam? Apakah syariat
Allah ataukah undang-undang Eropa? Apakah negara
menegakkan syariat Islam ataukah hukum buatan sendiri?
19
18 Waqaft maa Asy-Syaikh Al-Alban haula Syarth min Manhajil Khawrij hlm.
14.
19 Tahkmusy Syar ah wa Shilatuh bi Ashliddn hlm. 45.
Berbagai Syubhat dan Jawabannya
86
Melawan Penguasa
Syubhat Kedua: Syubhat Kedua: Syubhat Kedua: Syubhat Kedua: Syubhat Kedua:
Seseorang Tidak Boleh Dikafirkan Hanya
Karena Melakukan Satu Dosa, Kecuali Jika
Meyakini Kehalalannya
Kesamaran kedua adalah ungkapan yang sering keluar dari
mulut mereka yang mengatakan, Seseorang tak boleh
dikafirkan hanya karena melakukan satu dosa, kecuali jika ia
meyakini kehalalannya. Ulama Ahlus Sunnah baik yang hidup
pada masa lampau maupun sekarang telah membantah
pendapat ini. Di antara mereka ialah Imam Ibnu Abil Izz Al-
Hanafi.
Beliau mengatakan, Banyak ulama yang tidak menerima
pendapat yang mengatakan secara mutlak, Kita tidak
mengafirkan seseorang hanya karena satu kemaksiatan yang
dilakukannya. Akan tetapi, yang benar bahwa kita tidak
menganggap orang menjadi kafir setiap melakukan perbuatan
dosa besar, sebagaimana keyakinannya orang-orang
Khawarij.
20
Terdapat perbedaan antara tidak mengafirkan orang
walaupun berbuat seluruh dosa dan tidak mengafirkan setiap
20 Catatan penerjemah: Kaum Murjiah tidak mengafirkan orang walaupun
melakukan seluruh maksiat, sedangkan Khawarij mengafirkan orang karena
setiap perbuatan maksiat. Ahlussunnah berada di tengah keduanya, yakni
mengafirkan setiap pelaku dosa yang menyebabkan kafir, dan tidak
mengafirkan pelaku dosa yang belum mencapai derajat kufur. Sebab,
perbuatan maksiat terbagi menjadi dua, yaitu yang menyebabkan kekafiran
dan yang tidak.
87
pelaku maksiat dan dosa secara umum. Pendapat yang benar
ialah tidak mengafirkan setiap pelaku perbuatan maksiat, yang
hal ini tidak seperti pendapat aliran Khawarij yang menganggap
setiap pelaku dosa besar telah kafir, keluar dari Islam.
21
Berkenaan penjelasan dari Ibnu Abil Izz, Syaikh Abu
Qatadah Al-Filistini Rhm berkomentar, Keterangan Ibnu Abil
Izz sangatlah jelas. Bahwa sekadar menghalalkan sesuatu yang
haram, hal tersebut sudah menjadikan pelakunya kafir dan
murtad karena keyakinannya tersebut jelas merupakan
penolakan terhadap Allah. Dengan demikian, sekadar
menghalalkan sesuatu yang haram bisa mengeluarkan
pelakunya dari Islam dan termasuk salah satu perbuatan
kekafiran.
Namun, masih ada beberapa jenis kekafiran yang telah
diketahui dengan baik oleh para penuntut ilmu. Di antaranya
istihza (menghina Allah, Nabi-Nya, atau ayat-ayat-Nya), serta
menolak, berpaling, membangkang, dan menyombongkan diri
terhadap kebenaran. Di samping itu, kekafiran juga bisa
disebabkan karena ucapan, keyakinan hati, serta perbuatan
sebagaimana perkataan salaf dan kebanyakan ahli fikih.
Sebuah contoh yang jelas dalam kasus ini ialah orang yang
menghina Nabi Saw. Dalam perkara ini, Ahlussunnah
menganggap ia telah kafir tanpa memandang apakah ia
melakukannya dengan menganggapnya halal ataupun tidak,
atau apakah ia masih percaya atas kenabian Nabi Muhammad
ataupun tidak.
Berbagai Syubhat dan Jawabannya
21 Syarh Thahawiyyah jil. II hlm. 432
88
Melawan Penguasa
Sekadar menghina Nabi Saw saja sudah termasuk
perbuatan kufur akbar yang menyebabkan pelakunya keluar
dari Islam. Sebagaimana hal itu pula, jelas bahwa mengganti
syariat Islam dan membuat undang-undang atau peraturan
yang menentang dan membangkang hukum Allah, baik dengan
mengubah karakteristik hukum yang telah ada maupun
menggantinya dari sumber aslinya (Al-Quran), seperti
membolehkan khamar, perzinaan, serta mengharamkan jihad
dan poligami, semua ini merupakan perbuatan kafir akbar.
Demikian pula dengan mengubah karakteristik hukum yang
telah ditetapkan syariat, seperti mengurangi hukuman atau
menambahnya, hal ini juga merupakan perbuatan kafir akbar.
Pelaku dari semua hal di atas dihukumi kafir, tanpa melihat
apakah ia menganggap halal perbuatannya ataukah tidak.
Bahkan, perbuatannya itu dianggap sebagai penghalalan atas
keharaman yang sudah disepakati dan termasuk praktik
mengubah agama Allah. Sementara itu, Ibnu Taimiyah
mengatakan bahwa perbuatan mengubah hukum Allah
menjadikan pelakunya kafir dan murtad dari Islam menurut
kesepakatan ulama. Segala puji hanya milik Allah.
22
22 Dari artikel berjudul, Kapan menghalalkan menjadi syarat untuk memvonis
orang menjadi kafir?
89
Syubhat Ketiga: Syubhat Ketiga: Syubhat Ketiga: Syubhat Ketiga: Syubhat Ketiga:
Mengapa Para Ulama Tidak Memvonis
Khalifah Al-Mamun Kafir?
Syubhat ketiga, Mengapa Imam Ahmad bin Hanbal tidak
menganggap Khalifah Al-Mamun yang berpendapat bahwa
Al-Quran adalah makhluk sebagai orang kafir? Pertanyaan
ini diajukan kepada Syaikh Umar bin Mahmud Abu Umar
(Abu Qatadah Al-Filasthini), dan beliau menjawabnya dengan
jawaban sebagai berikut:
Di antara alasan orang-orang yang tak mau memvonis
kafir pemerintah yang mengganti syariat Al l ah serta
mewajibkan pemberontakan melawan mereka dan bahkan
membolehkan berbaiat kepadanya ialah perkataan mereka,
Sesungguhnya para ulama dan seniornya, Imam Ahmad bin
Hanbal, tidak memvonis kafir khalifah Al-Mamun, meskipun
ia berpendapat Al-Quran adalah makhluk serta Allah tidak
memiliki sifat. Selain itu, beliau juga tidak melancarkan
pemberontakan untuk menggulingkannya.
Kami jawab, semoga Allah memberikan petunjuk kepada
kami, Alasan di atas tak akan dikatakan, kecuali oleh orang-
orang bodoh dan awam. Jika ia bukan orang bodoh, berarti
orang yang mempermainkan agama Allah.
Bagi yang mengerti realitas kita hari ini, mengetahui sebab
kafirnya pemerintah saat ini, serta mengetahui sikap para
Imam Ahlus Sunnah terhadap mereka yang salah dalam
menakwilkan nash, akan memahami bahwa kondisi Khalifah
Al -Mamun tak bisa dibandingkan dengan real itas
Berbagai Syubhat dan Jawabannya
90
Melawan Penguasa
pemerintahan saat ini dari sisi mana pun. Sebab,
perbedaannya besar antara mereka yang sengaja dan
bermaksud untuk berpaling dan menolak hukum Islam dengan
mereka yang mencari kebenaran, namun salah dalam
memahaminya. Misalnya, kasus Khalifah Al-Mamun dan Al-
Mutashim yang berpendapat bahwa Al-Quran adalah
makhluk.
Selain itu, mereka yang berpendapat demikian adalah dari
golongan Jahmiyah, yakni kelompok yang beranggapan bahwa
Allah tidak memiliki sifat dan orang-orang yang salah paham
terhadap ajaran Islam. Mazhab Ahlussunnah mempunyai sikap
tersendiri terhadap mereka yang salah dalam memahami dalil.
Kita bisa mengatakan, bahwa ulama salaf telah bersepakat
atas hukum mereka yang salah paham, meskipun terdapat
perbedaan di kalangan ulama yang lahir kemudian.
Definisi salah paham (tawil) ialah meyakini ayat atau hadits
sebagai dalil, sementara ayat atau hadits tersebut bukanlah
dalil dalam masalah yang dimaksudnya. Praktiknya ialah saat
seseorang berpendapat tentang sesuatu, meyakini sebuah
keyakinan, atau melakukan suatu perbuatan yang dikiranya
bahwa pendapat, keyakinan, atau perbuatan ini benar
sebagaimana yang diajarkan Nabi, sementara pada
hakikatnya hal itu tidaklah demikian. Ia ingin mencari
kebenaran, tapi tidak mendapatkannya. Keadaan ini ialah
keadaan ahlul bidah. Mereka sebenarnya ingin melakukan
kebenaran, tapi salah dalam penerapannya. Berkenaan dengan
bidah tersebut, keberadaannya bisa terjadi pada keyakinan
dan perbuatan.
91
Adapun Khalifah Al-Mamun dan kaum Jahmiyah,
meskipun keyakinan dan pendapat mereka menyimpang seperti
itu, namun mereka dimaafkan karena tujuan mereka yang baik.
Oleh sebab itu, para ulama melarang kita memvonis kafir bagi
mereka yang salah paham. Berkaitan dengan masalah ini pula,
Ibnu Hazm telah menuliskannya dalam Ihkamul Ahkam.
Demikianlah mazhab Ahlussunnah wal Jamaah. Pendapat
mereka berbeda dengan pendapat Khawarij dan Mutazilah.
Khawarij dan Mutazilah memvonis kafir terhadap mereka yang
tak sependapat dengan mazhabnya, sedangkan Ahlussunnah
wal Jamaah meskipun mereka tetap berkeyakinan ada di
antara pendapat ahlul bidah yang menyebabkan pelakunya
menjadi kafir seketika, tapi mereka tak langsung memvonis
kafir setiap orang yang berpendapat demikian. Sebab, ada
perbedaan besar antara vonis kafir terhadap perbuatan dengan
vonis kafir pelaku perbuatan tersebut, dan perkara ini diketahui
oleh pelajar ilmu tingkat pemula.
Ibnu Taimiyah mengatakan, Ucapan yang bisa
menyebabkan orang yang mengucapkannya menjadi kafir,
bisa jadi si pengucap belum mengetahui dalil-dalil yang
membuatnya memahami kebenaran. Barangkali ia telah
mengetahui, tetapi ia beranggapan dalil itu lemah atau ia tidak
bisa memahami dalil tersebut dengan pemahaman yang benar.
Bisa jadi pula karena ia mengalami kerancuan dalam
memahami dalil tersebut, sehingga dimaafkan oleh Allah.
Siapa saja dari orang mukmin yang mencari kebenaran,
tapi ia salah dalam memahaminya, Allah akan mengampuni
semua kesalahannya dalam seluruh permasalahan, baik dalam
Berbagai Syubhat dan Jawabannya
92
Melawan Penguasa
permasalahan pemahaman maupun permasalahan ibadah
praktis. Demikianlah pendapat seluruh shahabat Nabi dan
jumhur ulama kaum muslimin.
Imam Ahmad mengafirkan orang-orang Jahmiyah yang
mengingkari nama dan sifat Allah karena pendapat mereka
yang jelas-jelas menyalahi ajaran Nabi Saw. Akan tetapi, beliau
tidak mengafirkan setiap person yang berpendapat demikian.
Sebab, orang yang mengajak orang lain hukumnya lebih berat
dibandingkan dengan orang yang sekadar mengatakannya.
Sementara itu, orang yang menghukum siapa yang tak mau
mengikuti pendapatnya adalah lebih jahat dari mereka yang
sekadar mengajak orang lain.
Pada waktu itu, para pejabat pemerintahan yang menganut
pendapat kaum Jahmiyah menyeru manusia untuk menganut
pendapat mereka serta menghukum dan memvonis kafir bagi
yang tak mau mengikuti pendapat mereka. Meskipun demikian,
Imam Ahmad tetap berbuat baik dan memintakan ampunan
kepada Allah bagi mereka. Sebab, beliau tahu pasti mereka
tak sadar bahwa mereka mendustakan Nabi dan menentang
ajarannya, tetapi hanya salah dalam memahami kebenaran
dan mengikuti orang lain
23
Beginilah sikap para ulama terhadap orang-orang yang
salah dalam memahami nash. Karena yang mereka inginkan
sebenarnya kebenaran serta tak pernah bermaksud
mendustakan Nabi Saw dan menentang ajarannya sehingga
hal ini menjadi penghalang mereka untuk divonis kafir.
23 Nawaqidhul Iman Al Qauliyyah wal Amaliyyah. Dr Abdul Aziz Al-Abdul Lathif
hlm. 52-53.
93
Akan tetapi, bagi mereka yang cerdik pandai, mereka
mengetahui bahwa para pemerintah pada zaman kita saat ini
secara sengaja memang ingin menyelisihi syariat Islam.
Bahkan, mereka mendeklarasikannya di dalam undang-
undang dan peraturan bahwa kedaulatan berada di tangan
rakyat.
Kedaulatan yang dimaksud ialah kekuasaan pemerintahan
tertinggi secara mutlak berhak menentukan segala sesuatu.
Padahal, yang demikian ini merupakan makna kata Ar-Rabb
dalam Islam, yakni Yang Berkuasa, Yang Mahasempurna, dan
Hakim Yang Mahabijaksana. Pelaku perbuatan yang demikian
inilah yang langsung dihukumi kafir serta benar-benar
merupakan praktik penandingan hukum Al l ah,
pembangkangan, dan penolakan yang nyata terhadap hukum
Allah.
Lantas, bagaimana mungkin orang-orang buta dan bodoh
itu bisa menyamakan pemimpin yang meyakini hanya Allah
saja yang berhak melarang dan memerintah, tetapi salah dalam
memahaminya dengan pemerintah yang menolak mengakui
Allah yang berhak melarang dan memerintah, bahkan
menyatakan dirinya sendirilah yang berhak memerintah dan
melarang? Apakah dua hal ini sama? Kita berlindung kepada
Allah dari kehinaan.
Sebab itu, di antara yang menjadi ijmak ulama kita ialah
pembuatan dan penetapan undang-undang yang menyelisihi
hukum Allah adalah perbuatan kufur. Hal ini sebagaimana
dinyatakan Imam Asy-Syathibi dalam Al-Itisham jil. I hlm. 61:
Berbagai Syubhat dan Jawabannya
94
Melawan Penguasa
Para ulama bersepakat bahwa mengganti aturan agama
ialah perbuatan syirik dan kufur. Sementara Ibnu Taimiyah
mengatakan, Kapan saja seseorang menganggap halal sesuatu
yang disepakati keharamannya atau mengharamkan sesuatu
yang disepakati kehalalannya atau mengganti syariat yang telah
disepakati para ulama, para ahli fikih bersepakat ia telah kafir
dan murtad.
24
Lal u, apakah yang dil akukan para pemerintah
(menerapkan selain hukum Allah) termasuk salah tawil
(paham) ataukah memang mereka berniat menyingkirkan Al-
Quran dan As-Sunnah serta memegang erat-erat aturan Barat
dalam mengatur negara? Siapa saja yang menyangka
pemerintah yang mengganti syariat Islam sebenarnya berniat
baik, yakni ingin menerapkan syariat Islam tetapi mereka salah
memahaminya (sebagaimana Khalifah Al-MamunPnj),
berarti ia telah berbohong tentang realitas pemerintahan
tersebut dan membohongi dirinya sendiri.
Real itas yang ada membantah dan mendustakan
anggapannya tersebut. Sebab, penyimpangan pemerintah yang
mengganti syariat Islam dengan syariat lain bukanlah karena
mereka salah memahami syariat Islam, tetapi karena mereka
memang ingin menyelisih, melawan, dan menandingi syariat
Allah.
Perkara ini merupakan sesuatu yang sangat jelas dan terang.
Namun, mereka secara terang-terangan justru menyatakan
syariat Islam tidak masuk dalam urusan politik dan perundang-
undangan. Di samping itu, mereka juga menganggap syariat
24 Majmu Fatawa jil. III hlm. 267.
95
Islam hanya mengatur hubungan antara hamba dan Rabb-
nya. Karena itu, orang-orang tersebut hendaknya takut kepada
Allah dan tidak membohongi masyarakat atas nama agama.
Sampai di sini jawaban Syaikh. Kita memohon kepada
Allah agar dirinya beserta ilmunya bisa bermanfaat bagi Islam
serta kaum muslimin dan berkenan membalasnya dengan
sebaik-baik balasan. Syaikh Abu Qatadah menulis jawaban
ini pada tanggal 14 Muharram 1418 H, 21 5 1997.
Syubhat Keempat: Syubhat Keempat: Syubhat Keempat: Syubhat Keempat: Syubhat Keempat:
Nabi Yusuf Menjadi Menteri
dalam Pemerintahan Raja Mesir
Ketahuilah, alasan ini dipegang erat oleh ahlul bidah yang
tidak memiliki dalil yang kuat. Mereka mengatakan, Tidakkah
kalian mengetahui bahwa Nabi Yusuf menjadi menteri dalam
pemerintahan seorang raja yang kafir dan tidak menerapkan
hukum Allah? Dengan demikian, berarti kita diperbolehkan
ikut serta menjadi menteri dalam pemerintahan kafir serta
masuk dalam majelis legislatif dan yang sejenisnya.
Kami jawab, dan hanya kepada Allah saja kita mengharap
taufik:
1. Berargumen dengan syubhat (kerancuan), seperti
memperbolehkan masuk ke dalam majelis legislatif. Hal ini
karena parlemen dan majelis legislatif musyrik ini berdiri di
atas agama selain Islam, yakni agama demokrasi, yang mana
Berbagai Syubhat dan Jawabannya
96
Melawan Penguasa
hak legislatif, membuat hukum, dan menghalalkan serta
mengharamkan berada di tangan rakyat, bukannya milik
Allah. Padahal, Allah telah berfirman:
G; =`}# $ = 6)`
z# 9#
Barangsiapa mencari agama selain dari agama Islam, maka
sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) darinya, dan
ia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi. (Ali Imran:
85).
Siapa yang berani menyatakan Nabi Yusuf telah mengikuti
agama selain Islam dan din lain yang tidak diajarkan nenek
moyangnya (Nabi Ibrahim)? Siapa yang berani menyatakan
Nabi Yusuf telah bersumpah untuk menghormati agama itu?
Atau siapa yang berani menyatakan Nabi Yusuf membuat
peraturan yang sesuai dengan agama itu sebagaimana yang
dilakukan anggota parlemen?
Bagaimana mungkin Nabi Yusuf melakukan itu, padahal
beliau telah menyatakan ketika berada dalam penjara, berlepas
diri dari agama selain Islam:
... ) M.? '# % `` !$/ z$/
`. M7?# '# $ /# /) ,s`)
>) $ %. $9 & 8 !$/ `
9 !# $= ? $9# 39 Y2&
$9# `3
97
Sesungguhnya, aku telah meninggalkan agama orang-
orang yang tidak beriman kepada Allah, sedang mereka
ingkar kepada hari kemudian. Dan aku pengikut agama
bapak-bapakku, yaitu Ibrahim, Ishak, dan Yaqub. Tiadalah
patut bagi Kami (para Nabi) mempersekutukan sesuatu
apa pun dengan Allah. Yang demikian itu adalah dari
karunia Allah kepada Kami dan kepada manusia
(seluruhnya); tetapi kebanyakan manusia tidak
mensyukuri(Nya). (Yusuf: 37 - 38).
Beliau juga menyatakan:
<s9 f9# '>$/ & %G z & !#
n9# '$)9# $ 7? ) $ `&
$G `F& 2$/# $ & !# $5 =
) `39# ) ! & & #7? ) $) 79 $!#
`)9# 39 Y2& $9# =
Hai kedua penghuni penjara, manakah yang baik, tuhan-
tuhan yang bermacam-macam itu ataukah Allah Yang Maha
Esa lagi Mahaperkasa? Kamu tidak menyembah yang selain
Allah, kecuali hanya (menyembah) nama-nama yang kamu
dan nenek moyangmu membuat-buatnya. Allah tidak
menurunkan suatu keterangan pun tentang nama-nama
itu. Keputusan itu hanyalah kepunyaan Allah. Dia telah
memerintahkan agar kamu tidak menyembah selain Dia.
Itulah agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak
mengetahui. (Yusuf: 39-40)
Apakah saat Nabi Yusuf menyatakan tauhid di dalam
penjara, beliau dalam keadaan tertindas, lalu setelah berkuasa
Berbagai Syubhat dan Jawabannya
98
Melawan Penguasa
beliau diam dan tidak menyatakan hal itu? Jawablah kami
wahai orang-orang yang berkepentingan!
Wahai para penjilat politik, apakah kalian lupa bahwa
kementrian adalah kekuasaan eksekutif, sementara parlemen
adalah kekuasaan legislatif? Antara legislatif dan eksekutif
perbedaannya besar, sehingga keduanya tak bisa disamakan.
Karena itu, Anda pun tahu bahwa beralasan dengan kisah
Nabi Yusuf untuk membolehkan masuk ke dalam parlemen,
hal itu tidak dibenarkan. Akan tetapi, tidak mengapa kita
meneruskan untuk membantah argumen mereka ini, yang
dikatakan mereka ada kesamaan antara kedua jabatan
(eksekutif dan legislatif) itu saat ini.
2. Pengkiasan oleh orang-orang yang membolehkan
jabatan kementerian di bawah negara-negara thaghut yang
berhukum dengan selain hukum Allah serta memerangi wali-
wali Allah dan berwali kepada musuh-musuh Allah dengan
perbuatan Nabi Yusuf, dilihat dari beberapa segi merupakan
kiyas yang rusak lagi batil:
A. Orang-orang yang menjabat menteri pada pemerintahan
yang tak menerapkan syariat Allah, mau tak mau harus
menghormati undang-undang mereka sendiri dan
menyatakan kesetiaan kepada thaghut. Padahal Allah telah
memerintahkan untuk mengafirinya.
9& ? <) %!# ` & #`# $/ & 79)
$ & 7=6% ` & #.$F <) N9#
% #'& & #`3 / ` 9# & =`
= #/
99
Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang
mengaku dirinya telah beriman kepada apa yang diturunkan
kepadamu dan kepada apa yang diturunkan sebelum kamu?
Mereka hendak berhakim kepada thaghut, padahal mereka
telah diperintah mengingkari thaghut itu. Dan setan
bermaksud menyesatkan mereka (dengan) penyesatan yang
sejauh-jauhnya. (An-Nisa: 60).
Bahkan, sebelum menerima jabatan tersebut, mereka harus
bersumpah dengan kekufuran ini sebagaimana keadaan
orang-orang yang menjadi anggota parlemen. Barangsiapa
menyangka Nabi Yusuf melakukan hal yang demikian,
padahal Allah telah menyatakan Nabi Yusuf tidak seperti
itu, sebagaimana firman-Nya:
... 792 `9 9# $`s9# )
$$6 =9#
Demikianlah, agar Kami memalingkan darinya
kemungkaran dan kekejian. Sesungguhnya Yusuf itu
termasuk hamba-hamba Kami yang terpilih
.
(Yusuf: 24).
Berarti ia adalah orang yang paling kafir dan paling busuk
serta telah keluar dari agama. Lebih dari itu, ia lebih jelek
dari iblis terlaknat yang bersumpah untuk senantiasa
menggoda manusia:
$% 7?6 { d&
Iblis menjawab, Demi kekuasaan Engkau aku akan
menyesatkan mereka semuanya. (Shad: 82).
Berbagai Syubhat dan Jawabannya
100
Melawan Penguasa
Adapun Nabi Yusuf, beliau pasti termasuk mereka yang diberi
keikhlasan oleh Allah, sebagaimana yang dikisahkan-Nya.
B. Orang-orang yang menjabat sebagai menteri dalam
pemerintahan yang tidak menerapkan syariat Allah, mereka
harus melaksanakan undang-undang kafir dan tidak boleh
menyelisihinya. Karena itu, ia merupakan hamba yang
setia pada undang-undang serta menaati mereka yang
membuat undang-undang tersebut, baik mereka benar
maupun salah, kafir maupun zalim.
Apakah Nabi Yusuf Ash-Shiddiq melakukan hal yang
demikian, sehingga bisa dijadikan dalil dan alasan bolehnya
menduduki jabatan orang-orang yang mel akukan
kekufuran? Orang yang menuduh Nabi Yusuf melakukan
kekufuran ialah kafir dan zindiq. Sebab, Allah berfirman:
)9 $W / 2 & & #6# !#
#7G_# N9# ...
Dan sungguhnya Kami telah mengutus Rasul pada tiap-
tiap umat (untuk menyerukan), Sembahlah Allah (saja), dan
jauhilah thaghut itu (An-Nahl: 36).
Ayat ini adalah pokok ajaran Islam dan kebaikan terbesar
yang ada bagi Nabi Yusuf Alaihissalam dan seluruh rasul
lainnya. Dengan demikian, masuk akalkah jika Nabi Yusuf
mengajak manusia kepada tauhid, baik ketika beliau dalam
keadaan lapang maupun sempit, tertindas maupun
berkuasa, lalu beliau melakukan tindakan yang bertolak
belakang kemudian menjadi orang musyrik. Bagaimana
yang demikian itu, sementara Allah telah menyatakan Nabi
Yusuf adalah hamba Allah yang diberi keikhlasan?
101
Para ahli tafsir mengatakan:
... $ %. {'9 $z& 7=9# ) & $ !#
M_ '$ 2 = ' =
Tiadalah patut Yusuf menghukum saudaranya menurut
undang-undang Raja, kecuali Allah menghendaki-Nya. Kami
tinggikan derajat orang yang Kami kehendaki; dan di atas
tiap-tiap orang yang berpengetahuan itu ada lagi yang Maha
Mengetahui. (Yusuf: 76).
Ayat ini menjadi dalil bahwa Nabi Yusuf tidak
melaksanakan aturan-aturan raja dan undang-undangnya,
tak mau tunduk kepadanya, serta tak pula memaksa orang
lain untuk menaatinya. Lalu, apakah kondisi dunia
kementerian dan parlemen hari ini sama dengan kondisi
Nabi Yusuf saat itu, yakni kondisi adanya negara (Nabi
Yusuf sebagai penguasanyaedt) dalam negara? Kalau
tidak seperti itu, hal tersebut tak bisa dianalogikan.
C. Nabi Yusuf menduduki posisi perdana menteri karena
anugerah dari Allah. Allah berfirman:
79. $3 #`9 {# &6G $] ]m '$
= $Fq/ '$ _& `s9#
Dan demikianlah Kami memberi kedudukan kepada Yusuf
di negeri Mesir; (ia berkuasa penuh) pergi menuju ke mana
saja ia kehendaki di bumi Mesir itu. Kami melimpahkan
rahmat Kami kepada siapa yang Kami kehendaki dan Kami
Berbagai Syubhat dan Jawabannya
102
Melawan Penguasa
tidak menyia-nyiakan pahala orang-orang yang berbuat
baik. (Yusuf: 56).
Jika demikian, berarti jabatan beliau tersebut merupakan
karunia Allah, sehingga raja pun tak bisa memecatnya
meskipun Nabi Yusuf tak mau tunduk pada perintah dan
keputusan raja. Lantas, apakah orang-orang hina yang
menjadi pengikut thaghut hari ini memiliki posisi sekuat
Nabi Yusuf? Pada hakekatnya, mereka adalah barang
mainan para thaghut tersebut, sehingga tak bisa
dibandingkan dengan kisah Nabi Yusuf!
D. Nabi Yusuf menduduki jabatan menteri dengan dukungan
dan kekebalan penuh yang diberikan oleh raja. Allah
berfirman:
... $= = . $% 7) 9# $ $! 3 &
Maka tatkala raja telah bercakap-cakap dengannya, ia
berkata, Sesungguhnya kamu (mulai) hari ini menjadi or-
ang yang berkedudukan tinggi lagi dipercaya pada sisi kami.
(Yusuf: 54).
Nabi Yusuf diberi kebebasan mutlak dalam menjalankan
pemerintahan:
Dan demikianlah Kami memberi kedudukan kepada Yusuf
di negeri Mesir; (ia berkuasa penuh) pergi menuju ke mana
saja ia kehendaki di bumi Mesir itu. Kami melimpahkan
rahmat Kami kepada siapa yang Kami kehendaki dan Kami
tidak menyia-nyiakan pahala orang-orang yang berbuat
baik. (Yusuf: 56).
103
Tak ada penentang, tak ada pengontrol, serta tak ada
pengawas atas segala keputusan dan tindakan Nabi Yusuf.
Lalu, apakah kebebasan seperti ini dimiliki menteri-menteri
thaghut tersebut? Ataukah mereka memiliki kekebalan yang
bohong lagi palsu dan bisa dicabut jika si menteri berbuat
macam-macam. Menteri thaghut hanya sekadar pelaksana
bagi seluruh keputusan raja, mengikuti perintah, dan tidak
boleh melanggar larangan, serta ia tidak berhak menyelisihi
perintah raja atau garis undang-undang, meskipun undang-
undang tersebut menyelisihi perintah Allah dan agama-
Nya.
Barangsiapa menyamakan kondisi seperti ini dengan
kondisi Nabi Yusuf, berarti ia telah berbuat dusta dan telah
kafir kepada Allah. Sebab, ia mengingkari firman Allah yang
menyatakan bahwa Nabi Yusuf ialah orang yang bersih
dari syirik.
Dengan demikian, jika telah diketahui bahwa kondisi Nabi
Yusuf tidak ditemukan pada kementrian thaghut pada hari ini,
berarti tak ada tempat untuk menganalogikan lagi. Jika
demikian, para pengangguran yang mencoba melemparkan
argumen ini hendaknya berhenti mengigau.
3. Di antara sanggahan yang bisa membatalkan argumen
di atas ialah keterangan sebagian ahli tafsir bahwa raja Mesir
saat itu telah masuk Islam. Hal ini dikisahkan dalam riwayat
dari mujahid, murid Ibnu Abbas. Dengan demikian, berarti
pendapat ini mementahkan alasan bahwa Nabi Yusuf menjadi
menteri dalam pemerintahan raja yang kafir.
Berdalil dengan keumuman ayat atau makna sebuah ayat,
lebih kami utamakan daripada pendapat orang dan analisis
Berbagai Syubhat dan Jawabannya
104
Melawan Penguasa
atau kesimpulan yang tak bersandar pada bukti dan dalil.
Sementara salah satu dalil bahwa raja Mesir telah masuk Is-
lam ialah:
79. $3 #`9 {# &6G $] ]m '$
= $Fq/ '$ _& `s9#
Dan demikianlah Kami memberi kedudukan kepada Yusuf
di negeri Mesir; (ia berkuasa penuh) pergi menuju ke mana
saja ia kehendaki di bumi Mesir itu. Kami melimpahkan
rahmat Kami kepada siapa yang Kami kehendaki dan Kami
tidak menyia-nyiakan pahala orang-orang yang berbuat
baik. (Yusuf: 56).
Makna ayat ini global dan tidak menjelaskan maksud
terperinci. Selain itu, ayat ini telah diterangkan sendiri oleh
Allah dalam ayat lain yang menceritakan karakteristik mereka
yang diberi kekuasaan Allah di muka bumi:
%!# ) 3 {# #`$%& =9# #'?#