You are on page 1of 18

TUGAS OBSERVASI PISIKOLOGI DIAGNOSTIK UJIAN AKHIR SEMESTER SEMESTER GENAP TAHUN AKADEMIK 2010/2011

PENGARUH TERAPI METODE LOVAAS TERHADAP KETERAMPILAN MOTORIK KASAR PADA ANAK AUTISM SPECTRUM DISORDERS (AUTIS) (Studi di SDN 3 Bululawang Kabupaten Malang)

Oleh M. TAUFIQ AKBAR 06410124

JURUSAN PSIKOLOGI

FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG 2011

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah Era globalisasi yang ditandai dengan komunikasi antar manusia diseluruh belahan dunia menjadi demikian mudah, ada sekelompok manusia yang tersisih. Faktor utamanya adalah tidak mempunyai kemampuan untuk melakukan interaksi dengan orang yang berada disekitarnya. Kelompok tersebut salah satunya adalah penyandang gangguan autisme. Saat ini prevalensi anak dengan kelainan hambatan perkembangan perilaku telah mengalami peningkatan yang mengejutkan. Di Pensylvania Amerika Serikat, jumlah anak-anak autisma dalam lima tahun terakhir meningkat sebesar 500% menjadi 40 dari 10.000 kelahiran (Handojo, 2004). Saat ini kasus autis pada anak (autisme infantile) makin banyak sehingga seolah-olah menjadi wabah. Rumah Sakit di Jakarta mengklaim terjadi peningkatan angka pasien autisme anak hingga 400% pada tahun 2010 dibandingkan tahun sebelumnya (Danuatmaja, 2003). Setiap orang tua menginginkan anaknya berkembang sempurna. Akan tetapi selalu saja terjadi keadaan dimana anak memperlihatkan gejala masalah perkembangan sejak usia dini. Bagaimana rasanya sebagai orang tua yang anaknya divonis, proses apa yang dihadapi orang tua, harapan apa yang ada pada mereka, dan apa yang sebaiknya dilakukan para dokter/psikiater dalam upaya membantu keluarga memberikan masa depan yang lebih baik bagi anak-anak dengan resiko tinggi ini, akan dipaparkan dalam makalah ini. Mencermati perkembangan teknologi dan komunikasi yang makin

cepat membutuhkan gerak yang serba instant, sebab memiliki efek yang mempengaruhi gaya hidup manusia yang gampang, praktis, ekonomis dan sebagainya. Kadang kita lupa bahwa tidak semua yang praktis dan ekonomis itu baik untuk kesehatan tubuh manusia dan tanpa disadari perkembangan penyakit juga semakin banyak dan salah satunya adalah penyakit autism dimana penyakit yang menyebabkan anak memiliki perilaku tidak peduli dengan lingkungan sosialnya sehingga dapat mempengaruhi perkembangan bahasanya atau delayed speech. Dimana dahulu disebutkan bahwa anak autis tidak akan bisa disembuhkan. Tetapi yang kami dapatkan dan rasakan ada kemungkinan kesembuhan lebih cepat bagi anak autism apabila diketahui lebih dini baik oleh dokter dan keluarganya akan dapat penanganan yang lebih cepat. Bahkan di luar negeri, sudah ada penyandang autisma telah mampu menyandang gelar doktoral. Dalam waktu 10 tahun terakhir sudah banyak institusi yang menangani autism, melalui terapi yang tepat berupa obat, makanan, maupun terapi bicara dengan Metode LOVAAS atau sering disebut dengan ABA (Applied Behavior Analysis) sangatlah dibutuhkan oleh anak autis. Semakin lama semakin banyak kasus gangguan autis. Pada tahun 1966, ditemukan 4,5 per 10.000 anak berumur sampai 8-10 tahun. Saat ini, mencapai 1 per 10.000 anak, bahkan laporan dari beberapa tempat menunjukkan angka 1 per 150 anak. Anak laki-laki 4-5 kali lebih sering dibandingkan perempuan. Mengapa makin banyak sampai sekarang belum ada penjelasan rinci (Google.com : 2005). Adapun gejala yang harus dikenal oleh orang tua dan dokter yaitu bahwa gejala autis mulai tampak

sebelum umur 3 tahun, mencakup bidang interaksi, komunikasi dan perilaku serta cara bermain yang tidak seperti anak lain. Jenis dan berat gejala-gejala autis berbeda-beda antara masing-masing anak. Penyandang autis infatil klasik memperlihatkan semua gejala dalam derajat yang berat, tetapi kelompok PDD-NOS (Pervasive Developmental Disorder-Not Otherwise Specified) hanya memperlihatkan sebagian dari gejala. Kesulitan lain adalah bahwa sebagian di antara gejala tersebut dapat muncul pada anak normal, hanya intensitas dan kualitasnya yang berbeda. Gangguan-gangguan dalam ber-komunikasi menjadi penyebab

terjadinya hambatan berinteraksi dengan lingkungan sosialnya. Sehingga terapi komunikasi menjadi hal penting bagi penyembuhan anak yang mengalami gejala atau menderita autis. Komunikasi yang dapat membangun konsentrasi pada anak autis akan menjadi terapi yang signifikan dengan tingkat penyembuhan. Untuk itu Metode LOVAAS yang merupakan metode yang menekankan pada analisis perilaku diharapkan akan menunjang penyembuhan penderita autisme. Bertolak dari fenomena-fenomena tersebut di atas peneliti ingin mencoba memahami bagaimana metode LOVAAS ini bekerja dalam menangani masalah autis melalui penelitian ini. Autisme adalah gangguan perilaku yang komplek dan berat, yang gejalanya mulai tampak sebelum mencapai usia 3 tahun. Gangguan perkembangan ini mencakup bidang komunikasi, interaksi dan perilaku. Penyebabnya adalah gangguan pada perkembangan susunan syaraf pusat yang mengakibatkan terganggunya fungsi otak. Keadaan ini merupakan suatu kondisi yang menetap, tetapi hal ini bukan berarti bahwa perilaku bermasalah

yang dimunculkan anak autisme itu tidak dapat berubah. Jika anak cepat terdeteksi dan segera mendapatkan intervensi dini yang tepat, maka kesempatan untuk sembuh cukup besar. Namun peningkatan jumlah penyandang autisme yang demikian pesat, tidak sebanding dengan jumlah para profesional yang mendalami bidang ini (Budiman, 2000). Autism Spectrum Disorders (Gangguan Spectrum Autisme) yaitu setiap individu yang mempunyai ciri-ciri autisme, yaitu gangguan perkembangan sosial, bahasa dan adanya perilaku yang repetitif, restriktif dan obsesif namun beberapa ciri lainnya berbeda dengan autisma infantil. Yang termasuk Autism Spectrum Disorder yaitu Gangguan Autisme (Classic Autism), Sindroma Asperger, Sindroma Rett, Sindroma Disintegratif, PDDNOS (PDD-Not Otherwise Spesified = Gangguan perkembangan pervasive yang tidak spesifik) seperti gangguan pemusatan perhatian dan Hiperaktif ADD/ADHD (Hartono, 2002). Dalam hal ini Autisma infantil merupakan gangguan terberat dan memerlukan penanganan yang intensif, sedangkan untuk jenis lainnya penanganannya tidak sesulit dan seintensif autism (Handojo, 2004) Fisioterapi yang merupakan salah satu cabang dalam ilmu kedokteran mempunyai peranan yang sangat penting dalam upaya memulihkan, mengembangkan, pemeliharaan fisik, disamping intelektual, sosial dan emosi. Pada aspek fisik meliputi peningkatan dan pertumbuhan fisik yang memerlukan daya tahan tubuh, kecepatan bergerak, kemampuan gerak dan kekuatan. Selain itu juga memulihan fungsi tubuh yang meliputi memelihara lingkup gerak sendi, memperbaiki kekuatan dan kontrol otot, koordinasi

mata-tangan, ketangkasan tangan, menambah toleransi dan kesadaran dalam bekerja. Peningkatan keterampilan gerak meliputi cara anak mengeksplorasi dan menggali potensi tubuhnya, memperluas pengalaman dan perkembangan gerak, serta melakukan gerak yang mengarah pada prestasi atau kemampuan gerak maksimal. Aspek intelektual, meliputi cara anak menambah pengetahuan tentang tubuh sebagai sarana gerak, kebiasaan hidup sehat, menyelesaikan masalah yang dihadapi, dan peningkatan daya kreativitas. Aspek sosial dan emosi, meliputi peningkatan hubungan yang sehat di dalam kelompok. Situasi ini dapat terjadi jika anak dapat menerima,

memperhatikan, menjalankan ketentuan yang berlaku seperti berlatih bergerak sama-sama, dan cara anak menggunakan alat-alat serta sumber disekitarnya (Danuatmaja, 2003). Secara fisik, anak autis tidak berbeda dengan anak normal, ia memiliki indera lengkap dan fungsi baik, anggota tubuh komplit juga intelegensia. Namun, sebagian penyandang kelainan perilaku terutama autisme juga mempunyai perkembangan motorik yang kurang baik. Gerakgeriknya kasar dan kurang luwes bila dibanding dengan anak-anak seumurnya sehingga pada anak-anak ini perlu diberi bantuan terapi untuk membantu menguatkan, memperbaiki koordinasi dan keterampilan ototnya. Salah satu terapi penting bagi anak autis adalah dengan Terapi Metode Lovaas. Seni dalam melakukan terapi ini adalah anak tidak akan merasa dipaksa tetapi anak memahami kegiatan sebagai suatu kebutuhan dan

akhirnya menjadi suatu keahlian yang dapat dijadikan bekal hidup. Pemberian terapi kepada anak dengan kebutuhan khusus ini tidak secepat anak normal, dia masih dapat menguasai beberapa kemampuan yang mungkin dapat menyebabkan timbulnya kemandirian pada dirinya setelah dewasa kelak (Handojo, 2004). Berdasarkan fenomena tersebut di atas, penulis tertarik untuk mengetahui pengaruh pemberian Terapi Metode Lovaas terhadap

keterampilan motorik kasar pada anak Autism Spectrum Disorders. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latarbelakang diatas dapat diidentifikasi masalah pada penelitian sebagai berikut: 1. Bagaimana Metode terapi Lovaas terhadap peningkatan keterampilan motorik kasar pada aktivitas anak Autism Spectrum Disorders? 2. Apakah ada pengaruh pemberian Terapi Metode Lovaas terhadap peningkatan keterampilan motorik kasar pada aktivitas anak Autism Spectrum Disorders? 3. Bagaimana pengaruh Terapi Metode Lovaas terhadap peningkatan keterampilan motorik kasar pada aktivitas anak Autism Spectrum Disorders? C. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dari penerapan Metode Lovaas, antara lain: 1. Untuk mengetahui pengaruh dari Terapi Metode Lovaas

terhadap keterampilan motorik kasar pada anak Autism Spectrum Disorders. 2. Untuk mengetahui Terapi Metode Lovaas pada anak Autism Spectrum Disorders usia 2-5 tahun. 3. Untuk mengetahui pengaruh Terapi Metode Lovaas terhadap Keterampilan motorik kasar pada aktivitas anak usia 2-5 tahun. D. Manfaat Penelitian Manfaat yang akan diperoleh dari penelitian ini sebagai berikut: 1. Bagi Peneliti Meningkatkan pemahaman peneliti tentang Terapi Metode Lovaas dan pengaruhnya terhadap keterampilan motorik kasar pada anak penyandang Autisme Spectrum Disorders. 2. Bagi Institusi Memberikan tambahan pengetahuan ilmiah dibidang fisioterapi khususnya tentang Autism spectrum Disorders. 3. Bagi Masyarakat Menjadi wahana informasi mengenai Autism Spectrum Disorders bagi masyarakat. 4. Bagi Dunia Pendidikan Memberikan tambahan pengetahuan tentang Autism Spectrum Disorders bagi dunia pendidikan khususnya Fisioterapi.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Autis Autisme atau biasa disebut ASD (Autistic Spectrum Disorder) merupakan gangguan perkembangan fungsi otak yang komplex dan sangat bervariasi (spektrum). Biasanya gangguan perkembangan ini meliputi cara berkomunikasi, ber-interaksi sosial dan kemampuan ber-imajinasi. Dari data para ahli diketahui penyandang ASD anak lelaki empat kali lebih banyak dibanding penyandang ASD anak perempuan. Kata autis berasal dari bahasa Yunani "auto" berarti sendiri yang ditujukanpada seseorang yang menunjukkan gejala "hidup dalam dunianya sendiri". Pada umumnya penyandang autisma mengacuhkan suara,

penglihatan ataupun kejadian yang melibatkan mereka. Jika ada reaksi biasanya reaksi ini tidak sesuai dengan situasi atau malahan tidak ada reaksi sama sekali. Mereka menghindari atau tidak berespon terhadap kontak sosial (pandangan mata, sentuhan kasih sayang, bermain dengan anak lain dan sebagainya). Pemakaian istilah autis kepada penyandang diperkenalkan pertama kali oleh Leo Kanner, seorang psikiater dari Harvard (Kanner, Austistic Disturbance of Affective Contact) pada tahun 1943 berdasarkan pengamatan terhadap 11 penyandang yang menunjukkan gejala kesulitan berhubungan dengan orang lain, mengisolasi diri, perilaku yang tidak biasa dan cara berkomunikasi yang aneh. Autis dapat terjadi pada semua kelompok masyarakat kaya miskin, di

desa dikota, berpendidikan maupun tidak serta pada semua kelompok etnis dan budaya di dunia. Sekalipun demikian anak-anak di negara maju pada umumnya memiliki kesempatan terdiagnosis lebih awal sehingga

memungkinkan tatalaksana yang lebih dini dengan hasil yang lebih baik. Jumlah anak yang terkena autis makin bertambah. Di Kanada dan Jepang pertambahan ini mencapai 40 persen sejak 1980. Di California sendiri pada tahun 2002 di-simpulkan terdapat 9 kasus autis per-harinya. Dengan adanya metode diagnosis yang kian berkembang hampir dipastikan jumlah anak yang ditemukan terkena Autisme akan semakin besar. Jumlah tersebut di atas sangat mengkhawatirkan mengingat sampai saat ini penyebab autisme masih misterius dan menjadi bahan perdebatan diantara para ahli dan dokter di dunia.Di Amerika Serikat disebutkan autis terjadi pada 60.000 - 15.000 anak dibawah 15 tahun. Kepustakaan lain menyebutkan prevalens autisme 10-20 kasus dalam 10.000 orang, bahkan ada yang mengatakan 1 diantara 1000 anak. Di Inggris pada awal tahun 2002 bahkan dilaporkan angka kejadian autisma meningkat sangat pesat, dicurigai 1 diantara 10 anak menderita autis. Perbandingan antara laki dan perempuan adalah 2,6 - 4 : 1, namun anak perempuan yang terkena akan menunjukkan gejala yang lebih berat. Di Indonesia yang berpenduduk 200 juta, hingga saat ini belum diketahui berapa persisnya jumlah penyandang namun diperkirakan jumlah anak austima dapat mencapai 150 -- 200 ribu orang. Penyebab autis belum diketahui secara pasti. Beberapa ahli menyebutkan autis disebabkan karena multifaktorial. Beberapa peneliti mengungkapkan terdapat gangguan biokimia, ahli lain berpendapat bahwa

autisme disebabkan oleh gangguan psikiatri/jiwa. Ahli lainnya berpendapat bahwa autisme disebabkan oleh karena kombinasi makanan yang salah atau lingkungan yang terkontaminasi zat-zat beracun yang mengakibatkan kerusakan pada usus besar yang mengakibatkan masalah dalam tingkah laku dan fisik termasuk autis. B. Ciri-ciri Autis Sejauh ini tidak ditemukan tes klinis yang dapat mendiagnosa langsung autisme. Diagnosa yang paling tepat adalah dengan cara seksama mengamati perlilaku anak dalam berkomunikasi, bertingkah laku dan tingkat perkembangannya. Dikarenakan banyaknya perilaku autisme juga disebabkan oleh adanya kelainan kelainan lain (bukan autis) sehingga tes klinis dapat pula dilakukan untuk memastikan kemungkinan adanya penyebab lain tersebut. Karena karakteristik dari penyandang autisme ini banyak sekali ragamnya sehingga cara diagnosa yang paling ideal adalah dengan memeriksakan anak pada beberapa tim dokter ahli seperti ahli neurologis, ahli psikologi anak, ahli penyakit anak, ahli terapi bahasa, ahli pengajar dan ahli profesional lainnya dibidang autisme. Dokter ahli / praktisi profesional yang hanya mempunyai sedikit pengetahuan / training mengenai autisme akan mengalami kesulitan dalam men-diagnosa autisme. Kadang kadang dokter ahli / praktisi profesional keliru melakukan diagnosa dan tidak melibatkan orang tua sewaktu melakukan diagnosa. Kesulitan dalam pemahaman autisme dapat menjurus pada kesalahan dalam memberikan pelayanan kepada penyandang autisme yang secara umum sangat memerlukan perhatian yang khusus dan rumit.

Hasil pengamatan sesaat belumlah dapat disimpulkan sebagai hasil mutlak dari kemampuan dan perilaku seorang anak. Masukkan dari orang tua mengenai kronologi perkembangan anak adalah hal terpenting dalam menentukan keakuratan hasil diagnosa. Secara sekilas, penyandang autis dapat terlihat seperti anak dengan keterbelakangan mental, kelainan perilaku, gangguan pendengaran atau bahkan berperilaku aneh dan nyentrik. Yang lebih menyulitkan lagi adalah semua gejala tersebut diatas dapat timbul secara bersamaan. Karenanya sangatlah penting untuk membedakan antara autisme dengan yang lainnya sehingga diagnosa yang akurat dan penanganan sedini mungkin dapat dilakukan untuk menentukan terapi yang tepat. Sejak lahir sampai dengan umur 24 - 30 bulan anak anak yang terkena autisme umumnya terlihat normal. Setelah itu orang tua mulai melihat perubahan seperti keterlambatan adalah berbicara, kombinasi bermain dari dan berteman kelainan

(bersosialisasi).

Autisme

beberapa

perkembangan otak. Kemampuan dan perilaku dibawah ini adalah beberapa kelainan yang disebabkan oleh autism adalah: a. Komunikasi Kemampuan berbahasa mengalami keterlambatan atau sama sekali tidak dapat berbicara. Menggunakan kata kata tanpa menghubungkannya dengan arti yang lazim

digunakan. Berkomunikasi dengan menggunakan bahasa tubuh dan hanya dapat berkomunikasi dalam waktu singkat.

b. Bersosialisasi Lebih banyak menghabiskan waktunya sendiri daripada dengan orang lain. Tidak tertarik untuk berteman. Tidak bereaksi terhadap isyarat isyarat dalam bersosialisasi atau berteman seperti misalnya tidak menatap mata lawan bicaranya atau tersenyum. c. Kelainan penginderaan Sensitif terhadap cahaya, pendengaran, sentuhan, penciuman dan rasa (lidah) dari mulai ringan sampai berat. d. Bermain Tidak spontan / reflek dan tidak dapat berimajinasi dalam bermain. Tidak dapat meniru tindakan temannya dan tidak dapat memulai permainan yang bersifat pura pura. e. Perilaku Dapat menjadi sangat hiperaktif atau sangat pasif (pendiam). Marah tanpa alasan yang masuk akal. Amat sangat menaruh perhatian pada satu benda, ide, aktifitas ataupun orang. Tidak dapat menunjukkan akal sehatnya. Dapat sangat agresif ke orang lain atau dirinya sendiri. Seringkali sulit mengubah rutinitas sehari hari. C. Jenis-Jenis Autis Referensi baku yang dipakai untuk menjelaskan jenis autisme adalah standar Amerika DSM revisi keempat (Diagnostic and Statistical Manual) yang memuat kriteria yang harus dipenuhi dalam melakukan diagnosa

autisme. Diagnosa ini hanya dapat dilakukan oleh tim dokter / praktisi ahli bersadarkan pengamatan seksama terhadap perilaku anak autisme dan disertai konsultasi dengan orang tua anak. Pada kenyataanya, sangat sulit untuk membagi kategory / jenis autisme mengingat tidak ada / jarang ditemukan antara satu dan lain penyandang autisme yang mempunyai gejala yang sama. Setiap penyandang autisme mempunyai ke-'khas'-annya sendiri sendiri. Dengan kata lain ada 1001 jenis atau mungkin satu juta satu jenis autisme di dunia ini yang tidak dapat diperinci satu persatu. Istilah yang lazim dipakai saat ini oleh para ahli adalah 'kelainan spektrum autisme' atau ASD (Autism Spectrum Disorder). Anak yang telah didiagnosa dan masuk dalam kategori PDD mempunyai persamaan dalam hal kekurang mampuan bersosialisasi dan berkomunikasi akan tetapi tingkat kelainan-nya (spektrum-nya) berbeda satu dengan lainnya. Seperti dikatakan oleh Ibu Dra Dyah Puspita (Psikolog) quote - karena begitu banyaknya jenis / ciri penyandang autisme, sehingga lebih berupa rangkaian dari kelabu muda sekali hingga kelabu tua sekali. (banyak nuansanya). Penggunaan istilah autisme berat/parah dan autisme ringan dapat menyesatkan karena jika dikatakan berat/parah orang tua dapat merasa frustasi dan berhenti berusaha karena merasa tidak ada gunanya lagi. Sebaliknya jika dikatakan ringan/tidak parah maka orang tua merasa senang dan juga dapat berhenti berusaha karena merasa anaknya akan sembuh sendiri. Pada kenyataannya, baik ringan ataupun berat, tanpa penanganan terpadu dan intensif, penyandang autisme sulit mandiri -

unquote.

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Gambaran SDN 3 Bululawang Sebelum menguraikan lebih lanjut hasil penelitian dan pembahasan yang penulis lakukan, akan lebih baik di bagian awal dijelaskan tentang identitas seluruh siswa SDN 3 Bululawang dari segi umur, jenis kelamin, pendidikan, dan masa kerja dapat dilihat pada tabel-tabel berikut ini: Tabel 3.1 Umur Siswa Dibantu Orang Tua Responden No 1 2 3 Umur 6-7 tahun 8-9 tahun 3 10 tahun Jumlah Jumlah 13 16 18 47 Prosentase 27.66 34.04 38.30 100

Tabel tersebut di atas terlihat jelas usia siswa(10 tahun) lebih dominan 18 responden atau 38.30%, yang berumur (8-9 tahun) sebanyak 16responden atau 34.04%, sedangkan responden yang berumur (6-7 tahun) ada sebanyak 13 atau 27.66%.

You might also like