You are on page 1of 17

Kecerdasan Emosional dalam pendidikan Islam

Kecerdasan emosional sebagaimana yang telah digambarkan pada artikel sebelumnya Pengertian dan Fungsi Kecerdasan Emosional. Dalam kaitanya dengan Pendidikan Islam, kecerdasan emosional terbentuk dan muncul dari qolbu (wadah bagi pengajaran, kasih sayang, takut dan keimanan) dan aql (alat untuk memahami dan menggambarkan sesuatu) yaitu berupa sikap bersahabat, kasih sayang, empati, takut berbuat salah, keimanan, dorongan moral, bekerjasma, dapat beradaptasi, berkomuikasi dan penuh perhatian dan kepedulian terhadap sesama makhluk Tuhan. Dala m pendidi kan Islam berbagai ciri yang menandai kecerdasan emosional ters ebut terdapat pada pendidikan akhl ak. Secara harfiah akhlak artinya perangai, budi p ekerti, kepribadian dan watak. S edangkan dalam p engertian yang lebih luas, akhlak adalah perbauatan yang mendarah daging yang dilaku kan secara spontan dan mudah, atas kemauan sendiri, bukan berpura-pura atas dasar ikhlas semata-mat a karena Alloh (Abbudin Nata. Akhlak Tasa wuf). Pendidikan islam dalam bidang jasmani dan rohani menuju terbentuknya kepribadian uta ma menurut ukuran-ukuran islam. P endidikan Isla m menurut Saefudin Ans hari adalah proses bimbinga n (pimpina n, tuntutan Isla m) oleh subjek didik terhadap perkemba ngan jiwa (pikiran, perasaan, dan kemauan, institusi dan sebagainya) dan raga objek di dik denga n bahan materi metode tert entu dan dengan alat perlengkapan yang ada kearah terciptanya pribadi tertentu disertai evaluasi sesuai dengan ajaran islam. P endi dikan isla m adalah p endi dikan manusia seut uhnya : akal dan hatinya; rohani dan jasmaninya; akhlak dan ket erampilannya. Untuk itu pendidika n islam menyiapkan manusia untuk hidup baik dala m keadaan damai maupu n perang, dan untuk menyiapkan menghadapai masyarakat dengan s egala kebaikan dan kejahatanya, ma nis dan pahitnya. Pembinaan intelektual dalam pendidikan islam dilakukan de ngan memberikan mata pelajaran yang berkaitan dengan akal pikran, dan pembinaan keterampilan dengan memberikan latihan-latihan dalam mempergunakan berbagai peralatan. Sedangkan pembinaan jiwa dan hati nurani dilakukan dengan membersihkan hati nurani dari penyakit hati seperti sombong, tinggi hati, congkak, dendam, iri, dan sebagainya, serta mengisinya dengan akhlak yang terpuji seperti ikhlas, jujur, kasih sayang, tolong menolong, bersahabat, silaturahmi, saling mengingtkan dan sebagainya. Ajaran akhlak yang demikian sangat dianjurkan dalam pendidikan islam. Na mun permasalahanya adalah bahwa akhlak semacam itu sudah sangat sulit sekali untuk ditu mbuhkan. Pendidikan pada u mumnya, ter masuk p endidikan Isla m saat ini cenderung berhasil membina kecerdasan Intelektual, ketera mpilan, dan kurang berhasil dan kurang berhasil dalam menu mbuhkan kecerdasan emosional. Hal ini dikarenakan beberapa sebab
 Pertama. Pendidian yang diselenggarakan saat ini cenderung hanya pengajaran, dan bukan pendidikan. Pendidikan dan pengajaran dapat diintergrasikan. Pelajaran matematika misalya, selain melkatih kecerdasan otak dan terampil dalam hitung -hitungan, juga agar bersikap jujur, objektif, dan bekerja secara sistematis. y Kedua. Pendidikan saat ini udah berubah dari orientasi nilai dan idelaisme yang berjangka panjang, kepada yang bersifat materialisme, individualisme dan mementingkan jangka pendek. y y Ketiga. Metode pendidikan yang diterapkan tidak bertolak dari pandangan yang melihat manusia yang paling mulia dan memliki potensi baik potensi intelektual (akal) maupun potensi emosional. Metode pendidikan yang diterapkan lebih melihat murid sebagai gelas kosong yang dapat diisi oleh guru dengan sekendak hati, dan bukan melihatnya sebagai manusia yang memilki berbagai potensi yang harus dikembangkan, dibina, ditumbuhkan, diarahkan sehingga potensi tersebut dapat berkembang seacar maksimal

y Keempat. Pendidian Islam kurang mengarahkan siswanya untuk merespon berbagai masalah aktual yang muncul dimasyarakat, sehingga terdapat kesenjangan anatara dunia dengan pendidikan dengan kehidupan masyarakat.

Maka daripada itu, pembinaan kecerdasan emosional harus dilakukan oleh dunia pendidikan, sehingga para lulusan pendidikan dapat meraih kesuksesan dalam hidupnya. Pembinaan kecerdasan emosional sejalan dengan tujuan pendidikan Islam yang pada intinya adalah membentuk manusia yang berakhlak, yaitu manusia yang dapat menjalin hubugan dengan orang lain, bekomukasi secara aktif, beradaptasi, dan perhatian terhadap sesama dan Tuhan. ////////////////////////////////////////////////////////////////////////////
Jud ul: Ko ntro versi Masalah Pendidikan dan UN Bah an ini coco k u ntuk Semua Sektor Pendidikan bagian MANAJEMEN SEKOLAH / SCHOOL MAN AGEMENT. Nama & E-mail (Penulis): kuskus Saya Mah asiswa di ums Top ik: Ko ntro versi Masalah Pendidikan dan UN Tan gg al: 23 ap ril 2008 Kontroversi Masalah Pendidikan dan UN Menyi mak problematik menyangkut pendi di kan nasional khususnya ujian nasional tampaknya seperti tanpa beruj ung pangkal . Dalam mencari solusi jangka panj ang se yogianya di kembal ikan kepada konstitusi dan perundanga n yang berl aku. Pembukaan Undang-Un dang Dasar 1 945 mengamanatkan untuk mencerdaskan kehidupan bang sa, dan Pasal 31 Ayat 3 mengarahkan untuk mengu sah akan dan menyel enggarakan satu sistem pendidikan nasi onal yang meni ngkatkan kei manan dan ketaqw aan serta akhlak mulia. Agar tuj uan dan sasaran lebi h jelas, maka UU No 20/ 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional , menetapkan antara l ai n pendidikan nasional ditujukan agar peserta didik dapat mengembangkan potensi dirinya secara aktif untuk memiliki kekuatan spiritual keamanan, pengendali an diri, kepri badi an, akhlak muli a, kecerdasan, dan keterampilan. Apa yang di gari skan tersebut di atas sang at j el as bahwa pendi di kan bukan hanya menjadikan peserta didik pandai dari segi akademik, tetapi untuk menjadikan manusia ya ng utuh yang mampu menj adi manusia yang mengabdi kepada Sang Maha Pencipta, menj adi manusi a demi manusia yang l ai n dan al am semesta. Pendidikan yang hanya menciptakan kemampuan intelektual tanpa membangki tkan hati nurani akan menghasi lkan manusi a ya ng rapuh da n j iwa yang ha mpa dal am menghadapi tantangan kehi dupan nyata. Pendidikan yang di harapkan harus memiliki "ruh" yang mengembangkan ni lai-nil ai bijak, dan mengarahkan pada kecerdasan intelektual/akademik atau Intel egence Quotient (IQ), kecerdasan emosional atau Emotional Quoti ent (IQ), dan kecerdasan spiri tual atau Spi ritual Queti ent (SQ). EQ dan SQ sangat berperan dal am menunjang keberhasilan se seoran g dal am perjuangan hi dupnya. Kearifan untuk mengendalikan emosi j ustru akan menunjang bekerjanya nalar dan i ntel ektual. EQ akan membangun motivasi, empati, kemampuan untuk memahami diri sendi ri dan orang lain, sifat si mpati k, soli daritas, dan intraksi sosi al yang ti nggi. Sementara SQ akan membimbing suara hati yang jerni h yang mengarahkan kepada al napsu al matmainah, berani menghadapi hi dup dengan opti misme, kreatif, fleksi bel , dan vi si oner, serta memberikan kekuatan moral, memberi kan kepastian jawaban tentang sesuatu yang baik dan yang buruk, dan bertanggung j awab hidup dan lingkungannya. Kesemuanya itu akan mew uj udkan kemampuan mengubah hambatan menjadi pel uang dan ketahanan dal am menghadapi tantangan hidup. Hal i tu dikenal dengan i stil ah Adversity Quetient (AQ). Keyaki nan Mencermati pernyataan-pernyataan sekitar ujian nasional (UN), ada beberapa ya ng bi sa dicatat, antara l ai n:

adan ya keyakinan bahwa UN dapat mendorong kuali tas etos bel aj ar; UN akan memaksa belajar keras dan menumbuhkan etos kerj a keras; juga pernyataan bahwa anak yang ti dak l ul us UN sebagai anak malas. Pernyataan-pern yataan itu di ragukan kebenarannya, karena terlalu berlebi han dalam memosisi kan UN, seol ah tujuan pendidikan hanya untuk lulus UN. Padahal sudah j elas, tujuan pendidikan seperti yang tel ah disebutkan bukan han ya lulus UN w al aupun mungkin ada manfaatnya tetapi tidak menentukan segalanya. UN hanya salah satu parameter untuk mel ihat hasi l pendi di kan khususn ya han ya dari segi akademi k, terl ebih l agi yang diujikan hanya ti ga mata ajaran. Adanya si swa yang menjadi juara olimpiade (i nternasional) tetapi ti dak lulus UN, dapat mengi ndikasikan bahwa UN tidak dapat menj adi ukuran yang akurat tentang pintar dan kualitas belajar siswa. Oleh karena i tu, dalam meningkatkan kualitas bangsa melalui pendidikan, perlu memerhatikan unsur-un sur lain, karena masi h banyak unsur yang l ebi h penti ng untuk membangun karakter unggul bangsa sep erti yang di tuntut ol eh UUD dan UU tentang Sistem Pendidikan Nasional. Proses mencapai tujuan pendidikan tidak bisa dilakukan secara mendadak dan hanya ditentukan dal am waktu dua j am. Pandangan yang menyatakan UN menjadi tolok ukur hasil pendi di kan, berarti menjadi UN sebagai tujuan dan sa saran utama. Akibatnya seperti yang dapat dil ihat, antara lain terj adinya kecurangan dalam pelaksanaan uji an bai k ol eh siswa maupun guru, mi salnya membentuk "tim sukse s"' menggun akan jockey, dan sebagai nya. Sel ai n itu, pendidikan yang terlalu membesar-besarkan masalah akademi k semata tanpa membangun kecerdasan emo si onal dan kecerdasan spiri tual dapat dili hat antara l ai n pada sementara si sw a yang gagal UN melakukan tindakan tercela seperti mel ukai guru, membakar sekol ahnya, bunuh diri, dan sebagainya. Mereka ti dak bisa memahami dirinya apalagi memahami sifat-sifat Tuhan-nya. Kecurangan atau tindakan-ti ndakannya i tu mencerminkan kosongnya jiwa, keringnya spi ritualitas, dan ti dak berfungsi nya suara hati. Saatnyalah ki ni membangun dan menggal akkan apa yang disebut emotional-spiritual quotient (ESQ). Hal itu akan membangun otak kiri dan otak kanan sekal igus. Pel aksanaan UN dan materi yang diuji kan, tampak tidak si nkron dengan amanat konstitusi dan perundangan menyangkut pendidikan nasi onal, karena hanya memerhatikan kecerdasan intelegensi a. Kemampuan i ntel ektual saja jelas tidak menjamin kualitas dan keberhasi lan manusia, dan kurang ada kai tannya dengan etos kerj a keras. UN telah mengabaikan prose s pen di di kan dan materi ajaran yang diberi kan sel ama tiga tahun. Ironi snya, si swa yang berpre stasi bel aj arnya baik dari kelas I-III dan sudah mendapat tawaran masuk perguruan ti nggi tanpa tes, namun ketika si swa tersebut ti dak lulus UN, maka juga tidak j adi diterima di perguruan ti nggi tersebut. Itu mengindikasi kan bahw a UN menj adi segala-gal anya, dan mengabai kan prestasi di sekol ah selama 3 tahun. Mendapat kri tikan menyangkut cukup banyak yang ti dak lulus UN, maka pemerintah menawarkan Paket C untuk yang gagal UN. Solusi ini tampaknya bersif at reaktif dan dipicu oleh kebingungan. Ditawarkannya Paket C sebagai sol usi se benarn ya men yi mpang dari maksud dan rancan gan semula. Apakah hal ini ti dak membuat kerancuan baru? Apakah i ni merupakan sol usi yang tepat? Tampakn ya dal am membuat kebi jakan kurang mencermati konsti tusi dan perundangan yang berlaku. Seharusn ya kebij akan harus didasarkan pada pedoman yang baku dan di lakukan secara holi stik komprehensif, tidak parsi al , ti dak sepotong. Apabil a kebi jakan sudah benar, baru di rumuskan strategi nya, selanj utnya operasional nya. Masalah yang dihadapi saat ini bukan terl etak pada siapa yang berwenang menyelenggarakan UN, tetapi apakah UN sudah sesuai dengan amanat konstitusi dan sasaran ya ng ditentukan oleh undang-undang. Saya kuskus set uju ji ka bahan yang dikirim dap at dipasang dan dig unakan di Homep age P endidikan Networ k dan saya menjamin bahwa bahan ini hasil karya saya sendiri dan sah (tidak ada copyrig ht). .

///////////////////////////////////////////////////////////////////////////// //////////////////////////////////

Pengertian Pendidikan Akhlak Islami Ditulis oleh Yasin Setiawan

Halaman 12 dari 13 Aliran ini berpendapat bahwa yang menjadi ukuran baik dan

buruknya perbuatan manusia, adalah didasarkan atas ajaran Tuhan.

Perbuatan itu

diperintahkan atau

dilarang oleh-Nya. Segala perbuatan yang diperintahkan Tuhan itulah yang baik dan segala perbuatan yang dilarang Tuhan itulah perbuatan yang buruk. Ajaran-ajaran tersebut sudah dijelaskan dalam kitab suci. Dengan perkataan teologis saja nampaknya masih samaran karena di dunia ini terdapat bermacam-macam agama yang mempunyai kitab suci

Indeks Artikel Pengertian Pendidikan Akhlak Islami Halaman 2 Halaman 3 Halaman 4 Halaman 5 Halaman 6 Halaman 7 Halaman 8 Halaman 9 Halaman 10 Halaman 11 Halaman 12 Halaman 13

sendiri-sendiri, antara satu dengan yang lainnya tidak sama, bahkan ada yang bertentangan. Masing-masing penganut agama sadar kepada ajaran Tuhannya.[xxx] Perbuatan ya ng baik adalah perbuatan yang sesuai denga n instruksi Tuhan dan perbuatan ya ng tidak baik adalah yang berlawana n dengan p erintah Tuhan.

Masing-masing aga ma mempunyai kategori baik dan dan dapat buruk pula sendiri-sendiri

aliran-aliran sesuatu aga ma berlaina n dalam ukuran dala m agama. baik dan burk.

P erbedaan itu disebabkan berlaina n pendapat dalil-dalil menginterpretasi Dosa berlaku

dalam a mal dan bukan di dalam fitrah kejadian manusia, demikian menurut Isla m. Menurut Kristen, dosa berlaku di dalam amal dan di dalam fitrah kejadian manusia seba gai dosa waris.[xxxi]

E .Aliran Vitalisme

Perbuatan

baik

menurut

aliran ini ialah orang yang kuat, dapat memaksakan dan menekankan

kehendaknya agar berlaku dan di taati oleh orang-orang yang lemah. Manusia hendaknya memiliki daya hidup (vitalita) yang dapat menguasai dunia dan keselamatan manusia

tergantung atas daya hidupnya.[xxxii] f. Aliran Utilitarisme Faham ini adalah agar

manusia dapat mencari kebahagiaan sebesar-besarnya untuk sesama

manusia atau makhluk yang memiliki perasaan. Kelezatan menurut paham ini, bukan kelezatan yang melakukan perbuatan itu saja, sebagaimana

dikatakan oleh pengikut Epicurus, tetapi kelezatan semua orang yang ada hubungannya dengan perbuatan itu. Wajib bagi sipembuat, di kala menghitung buah perbuatannya,

jangan sampai berat sebelah, harus menjadikan sama antara kebaikan

dirinya dan kebaikan orang lain. Kebahagiaan bersama bagi semua orang harus menjadi pokok pandangan tiap-tiap orang, bukan kebahagiaan dia sendiri. Kebahagiaan terhitung menjadi keutamaan karena membuahkan kelezatan bagi manusia lebih banyak dari buah kepedihan. Dia adalah utama, meskipun memperpedih sebagian orang-orang dan meskpun memperpedih yang melakukan perbuatan it sendiri. Demikian pula kerendahan menjadi kerendahan karena karena kepedihannya bagi manusia lebih berat dari kelezatannya. Sifat benar menjadi utama karena ia mena mbah kebahagiaan masyarakat dan memp ertinggi keadaannya. Demikianlah karena di dalam hidup kita menghajat kan kepada seorang dokter yang memb eri petunju k mengenai cara menjaga kesehatan kita, para insinyur yang dapat kita percayai perkataannya untuk membangun jembatanjembatan, ahli-ahli kimia buat menerangkan sifat-sifat benda, guru-guru yang mencerdaskan otak pelajar-pelajar dengan apa yang b ergu na bagi mer eka. Kalau tidak ada sifat benar tidak ha k bagi kita unt uk memp ercayai kata-kata mereka dan kita mengambil manfaat dar buah fikiran mer eka.Yang baik adalah yang manfaat hasilnya dan yang buruk adalah yang t idak manfaat. Manfaat adalah kebahagiaan untuk ju mlah manusia yang seb esar mungkin. Sebagai tujuan adalah mencapai kes enangan hidup sebanyak mu ngkin dari segi ju mlah ataupun nilai.[xxxiii]

D. Kesimpulan
1. Pendidikan menurut bahasa adalah mendidik, melatih,

memelihara, dan membimbing.

Sedangkan pendidikan menurut istilah adalah Pendidikan kita artikan sebagai latihan mental, moral dan fisik yang

menghasilkan manusia berbudaya tinggi untuk melaksanakan tugas kewajiban dan tanggung jawab dalam masyarakat selaku hamba Allah, maka pendidikan berarti menumbuhkan personalitas

(kepribadian) serta menanamkan tanggung jawab. 2. Akhlak menurut bahasa berasal dari bahasa arab yang berarti budi pekerti, perangai, tingkah laku atau tabiat. menurut pengertian sehari-hari umumnya akhlak itu disamakan dengan budi pekerti, kesusilaan, sopan santun. Sedangkan akhalak menurut istilah adalah kehendak jiwa manusia yang menimbulkan perbuatan dengan mudah karena kebiasaan, tanpa memerlukan pertimbangan pikiran terlebih dahulu. Atau akhlak adalah suatu kekuatan dalam kehendak yang mantap, kekutan dan kehendak mana berkombinasi membawa kecendrungan pada pemilihan pihak yang benar(dalam hal akhlak yang baik) atau pihak yang jahat (dalam hal pihak yang jahat. 3. Islam berasal dari kata salam yang berarti pasrah, damai, selamat. Ajaran agama Islam diwahyukan kepada Nabi Muhammad saw antara th 610-632 M. Selain digunakan sebagai nama agama Islam juga digunakan dalam pengertian teknis bersama dua istilah lainnya yakni Islam, Iman, Ihsan. Sedangkan Islam menurut istilah adalah wahyu Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw, untuk disampaikan kepada seluruh umat manusia.

4. Pendidikan Akhlak Islami merupakan suatu proses mendidik, memelihara, membentuk, dan memberikan latihan mengenai akhlak dan kecerdasan berfikir baik yang bersifat formal maupun informal yang didasarkan pada ajaran-ajaran Islam. Dan pada system pendidikan Islam ini khsus memberikan pendidikan tentang akhlak dan moral yang bagaimana yang seharusnya dimiliki oleh seorang muslim agar dapat mencerminkan kepribadian seorang muslim. 5. Sesuatu yang dikatakan baik apabila ia memberikan kesenangan, kepuasan, kenikmatan, sesuai dengan yang diharapkan. Atau dengan kata lain sesuatu yang dinilai positif oleh orang yang menginginkannya. Sedang buruk apa yang dinilai tidak menyenangkan dan tidak memberikan kepuasan karena tidak sesuai dengan apa yang diharapkan, sehingga ini dinilai negative oleh orang lain. Para ulama Islam berbeda .6 pendapat mengenai pengertian baik dan buruk. Ulama-ulama ahli sunnah tentang hal ini

berpendirian : Yang disebut baik adalah apa yang dijadikan baik oleh agama, dan yang disebut buruk adalah apa yang

ditentukan buruk oleh agama, sedangkan akal fikiran itu sendiri tidaklah kuasa menjelaskan

tentang baik dan buruk. bebeda dengan pendapat ahli sunnah tersebut, orang-orang bahwa

mutazilahberpendapat

mengenal dan bersyukur kepada Allah pemberi kenikmatan, dan

mengetahui tentang baik dan buruk itu, adalah akal. mempunyai

kewajiban-kewajiban Imam al ghazali

pendapat agak lain lagi. Berbeda dengan kedua aliran :Orang itu, ia

berpendirian

yang

mengajak kepada taqlid saja dengan mengeyampingkan akal sama sekali, adalah ia seorang yang jahil (bodoh), sedangkan orang yang hanya mencukupkan akal saja (terlepas) dari cahaya Al-Quran dan Sunnah Nabi

Muhammad, adalah ia seorang yang tertipu

////////////////////////////////////////////////////////////////////////////////

SABAR: KUNCI KECERDASAN EMOSIONAL


KH. Jalaluddin Rakhmat Manusia mempunyai dua dimensi kepribadian. Pertama, yang disebut dengan al-budul malakuti atau dimensi kemalaikatan yang berasal dari alam malakut. Ada satu bagian dalam diri kita yang membawa kita ke arah kesucian, yang mendekatkan diri kita kepada Allah. Dimensi ini mendorong kita untuk berbuat baik, mem-buat kita tersentuh oleh penderitaan orang lain, dan mengajak kita untuk membantu mereka yang memerlukan bantuan. Dengan kata lain, dimensi ini adalah sisi kebaikan yang ada dalam diri manusia. Dimensi kedua, adalah dimensi kebinatangan atau al-budul bahimi. Dimensi inilah yang mendorong manusia untuk berbuat buruk, membuat hati kita keras ketika melihat penderitaan orang lain, dan menimbulkan rasa iri kepada orang lain yang lebih beruntung. Dimensi ini juga menggerak-kan kita untuk marah dan dendam kepada sesama manusia. Inilah sisi buruk dalam diri manusia. Jika dimensi kemalaikatan membawa manusia dekat kepada Allah, dimensi kebinatangan membawa manusia dekat dengan setan. Setan sebenarnya tidak mempun kemampuan untuk menyesatkan yai manusia, kecuali kalau manusia membantunya dengan membuka sisi kebinatangannya. Karena itulah setan pernah berjanji di hadapan Allah, Demi kekuasaan Engkau aku akan menyesatkan mereka semua. Kecuali hamba-hamba-Mu yang ikhlas. (QS. Shad 82-83). Sebenarnya yang bisa disesatkan oleh setan adalah hamba-hamba Allah yang membuka sisi kebinatangannya. Al-Ghazali menyebut sisi ini sebagai pintu gerbang setan atau madakhilus syaithan.
Bila orang sering membuka pintu ger bang kebinat angannya, setan dapat masuk melakukan provokasi di dalamnya. Oleh karena itu, bagian kebinatangan yang ada dalam diri manusia sering disebut dengan pasukan setan. Melalui pasukan setan inilah setan dapat mengarahkan manusia untuk berbuat buruk. Dua dimensi ini, malakuti dan bahimi, terus menerus bertempur dalam sat u peperangan abadi yang dalam Islam disebut dengan al-jihadul akbar, peper angan yang besar. Jihad yang agung itu adalah peperangan melawan bagian dari dir i manusia yang ingin membawa kita j auh dari Allah. Tugas kit a adalah memperkuat al-budul malakuti itu, supaya kita memenangkan pertempur an agung.

Ada dua hal yang harus dilakukan manusia agar ia dapat memenangkan per-tempuran agung itu, yaitu shalat dan sabar. Minta tolonglah kamu (dalam jihad akbar ini) dengan melakukan shalat dan sabar, sesungguhnya itu berat kecuali bagi orang-orang yang khusyuk. (QS Al-Baqarah 45). Ada sebuah buku yang harus kita baca unt uk melatih kesabaran. Buku yang ditulis oleh Daniel Goleman it u berjudul Emotional Intelligence (1). Menurut Goleman, para psikolog telah melupakan satu bagian pent ing dalam j iwa manusia yang ber nama emosi. Psikolog jarang membicarakan emosi, padahal emosi itu sangat menentukan kebahagiaan dan penderitaan manusia. Emosi j uga melindungi manusia terhadap bebagai bahaya. Emosi adalah hasil perkembangan evolusi manusia yang paling lama, dan emosi t erpusat pada salah satu bagian ot ak manusia di bawah sist em yang sudah berkembang dalam evolusi semenj ak evolusi mamalia terj adi. Emosi sangat mempengaruhi kehidup-an manusia ketika dia mengambil keputusan. Tidak jarang suatu keputusan diambil melalui emosinya. Tidak ada sama sekali keputusan yang diambil manusia murni dari pemikiran rasionya karena seluruh keputusan manusia memiliki warna emosional. Jika kita memper-hatikan keputusan-keputusan dalam kehidup-an manusia, ternyata keputusannya lebih banyak ditentukan oleh emosi daripada akal sehat. Emosi yang begitu penting itu sudah lama ditinggalkan oleh para peneliti padahal kepada e mosi itulah bergantung suka, duka, sengsara, dan bahagianya manusia. Bukan kepada rasio. Karena itulah Goleman meng-usulkan selain memperhatikan kecerdasan otak, kita juga harus memperhatkan kecerdas-an emosi. Ia menyebutkan bahwa yang menentukan sukses dalam kehidupan manusia bukanlah rasio tetapi emosi. Dari hasil peneliti -annya ia menemukan situasi yang disebut dengan when smart is dumb, ketika orang cerdas jadi bodoh. Ia menemukan bahwa orang Amerika yang memiliki kecerdasan atau IQ di atas 125 umumnya bekerja kepada orang yang memiliki kecerdasan rata-rata 100. Artinya, orang yang cerdas umumnya menjadi pegawai kepada orang yang lebih bodoh dari dia. Jarang sekali orang yang cerdas secara intelektual sukses dalam kehidupan. Malahan orang-orang biasalah yang sukses dalam kehidupan. Lalu apa yang menentukan sukses dalam kehidupan ini? Bukan kecer dasan intelektual tapi kecerdasan emosional. Kecerdasan emosional diukur dari kemampuan mengendalikan emosi dan menahan diri. Dalam Islam, kemampuan mengendalikan emosi dan menahan diri disebut sabar. Orang yang paling sabar adalah orang yang paling tinggi dalam kecerdasan emosionalnya. Ia biasanya tabah dalam menghadapi kesulitan. Ketika belaj ar orang ini tekun. Ia berhasil mengatasi berbagai gangguan dan tidak memperturutkan emosi-nya. Ia dapat mengendalikan emosinya. Di dalam buku itu, diceritakan betapa fatalnya orang yang tidak memiliki kecerdasan emosional. Seperti dalam kisah nyata berikut ini: Pada satu saat, ada seorang anak meminta izin kepada orang tuanya untuk menginap di tempat kawannya. Sementara anak itu pergi, orang tuanya pergi untuk menonton opera. Tak lama dari itu, si anak kembali ke rumah karena tidak betah tinggal di rumah temannya. Pada saat itu, orang tuanya masih menonton opera. Anak nakal itu mempunyai rencana. Ia ingin membuat kejutan untuk orang tuanya ketika pulang ke rumah pada waktu malam. Ia akan diam di toilet dan jika orang tuanya datang, ia akan meloncat dari toilet itu sambil berteriak. Beberapa saat kemudian, orang tuanya pulang dari opera menjelang tengah malam. Mereka melihat lampu toilet di rumahnya menyala. Mereka menyangka ada pencuri di rumahnya. Mereka masuk ke rumah perlahan-lahan sambil membuka pintu untuk segera mengambil pistol dan lalu mengendap naik ke atas loteng tempat toilet itu berada. Ketika sampai di atas, tiba-tiba terdengar suara teriakan dari toilet itu. Ditembaklah orang yang berteriak itu sampai lehernya putus. Dua jam kemudian anak itu meninggal dunia.

Saya bisa bayangkan betapa menyesal-nya kedua orang tua itu. Mereka bertindak terlalu cepat. Mereka mengikuti emosi takut dan kekhawatirannya sehingga panca indranya belum sempat menyampaikan informasi yang lengkap tentang orang yang meloncat dan berteriak itu. Terjadi semacam Closed Circuit. Mestinya mereka menganalisis dulu. Mereka lihat siapa orang itu. Itu menunjukkan kurang terlatihnya kecerdasan emosional. Tidak terbiasa bersabar. Mereka memperturutkan emosinya dalam bertindak. Orang ini dikategori-kan sebagai orang yang memiliki kecerdasan emosional yang rendah. Sebenarnya teori Daniel ini dapat disimpulkan dalam peribahasa Arab: man shabara zhafara, barang siapa yang bersabar, ia akan sukses. Hal ini bisa dikaitkan bahwa orang yang sukses dalam hidupnya adalah orang yang memiliki kecerdasan emosional tinggi atau orang-orang yang sabar. Keadaan ini menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara sukses dengan kecerdasan. Kecerdasan emosional bisa dibentuk dengan melatih kesabaran dan tekun dalam menempuh perjalanan sabar. Seperti itulah seorang sufi yang menempuh perjalanan menuju Allah. Ia tempuh berbagai bencana tetapi ia tetap sabar. Itulah cara mengembangkan kecerdasan emosional.
Orang-orang yang cerdas secara emosional adalah orang yang sabar dan tabah dalam menghadapi berbagai cobaan. Ia tabah dalam mengejar tujuannya. Orang-orang yang bersabar menurut Al-Quran akan diberi pahala berlipat ganda di dunia dan akhirat: Mereka itulah yang mendapatkan keberkatan yang sempurna dan rahmat dari Tuhan mereka dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk (QS. Al-Baqarah 157). Ada beberapa pahala yang akan diperoleh bagi orang yang bersabar yaitu shalawat (keberkatan yang sempurna), rahmat, dan hidayat. Ada tiga jenis kesabaran; Pertama, sabar dalam menghadapi musibah. Kedua, sabar dalam melakukan ibadah. Ketiga, sabar dalam menahan diri untuk tidak melakukan maksiat. Sabar dalam menghadapi musibah pahalanya lebih besar. Bahkan menurut Al-Quran, pahalanya diberikan tanpa perhitungan: Allah beri pahala kepadanya tanpa perhitungan (Az-Zumar 10). Sabar dalam menjalankan ibadah pahalanya lebih besar daripada sabar dalam menghadapi musibah. Dan sabar dalam menahan diri akan melakukan maksiat pahalanya jauh lebih besar daripada dua jenis sabar yang lainnya. *** Ada sebuah riwayat tentang kesabaran yang diceritakan dalam kitab Jihadun Nafs (2) karya Ayatullah Mazhahiri: Dimasa Rasulullah, ada perempuan yang memiliki anak kecil. Perempuan ini seorang muslimah. Ia tidak bisa membaca

dan menulis tapi ia mukmin yang sejati. Imannya memenuhi jantung dan hatinya. Keimanannya dibuktikan dalam kesabaran ketika menghadapi ujian. Suatu hari anaknya itu sakit sementara suaminya sedang berada di tempat jauh untuk bekerja. Ketika suaminya bekerja, si anak kecil itu meninggal dunia. Istri itu duduk di samping anaknya dan menangis sejenak. Ia terjaga dari tangisannya. Ia menyadari bahwa sebentar lagi, suaminya akan pulang. Ia bergumam, Kalau aku menangis terus menerus di samping jenazah anakku ini, kehidupan tidak akan dikembalikan kepadanya dan aku akan melukai perasaan suamiku. Padahal ia akan pulang dalam keadaan lelah. Kemudian ia meletakkan anaknya yang sudah meninggal itu pada suatu tempat. Tibalah suaminya dari tempat kerjanya yang jauh. Ketika suaminya hendak masuk ke rumah, istri itu menyambutnya dengan senyum ramah. Ia sembunyikan kesedihan dan ia sambut sua minya dengan mengajaknya makan. Ia basuh kaki suaminya itu. Suaminya berkata, Mana anak kita yang sakit? Istrinya menjawab, Alhamdulillah ia sudah lebih baik. Istri itu tidak berbohong karena anak kecilnya sudah berada di surga yang keadaannya jauh leb baik. Istri itu terus ih berusaha menghibur suaminya yang baru datang. Ia ajak suaminya untuk tidur hingga terbangun menjelang waktu subuh. Sang suami bangun, mandi, dan shalat qabla subuh. Ketika ia akan berangkat ke mesjid untuk shalat berjamaah, istrinya mendekat sambil berkata, Suamiku aku punya keperluan. Sebutkanlah, kata suaminya. Sang istri menj awab, Kalau ada seseorang yang menit ipkan amanat kepad a kita, lalu pada saat nya orang itu mengambil amanat tersebut dari kit a, bagaimana pendapatmu kalau amanat itu kit a tahan dan kit a tidak mau memberikan kepadanya? Suaminya men-jawab, Pastilah aku menj adi suami yang paling buruk akhlaknya dan khianat dalam beramal. Itu merupakan perbuatan yang sangat tercela. Aku wajib mengembalikan amanat itu kepada pemiliknya. Lalu istrinya berkata, Sudah tiga t ahun, Allah menit ipkan amanat kepada kita. Hari kemarin, dengan kehendak-Nya, Allah mengambil amanat itu dari kita. Anak kita sekar ang sudah meninggal dunia. Ia ada di kamar sebelah. Sekarang berangkat lah engkau dan lakukanlah shalat. Suaminya pergi ke kamar untuk menengok anaknya yang telah meninggal. Ia lalu pergi ke masjid untuk shalat berjamaah di masj id Nabi. Pada waktu itu Nabi menjemputnya seraya berkata, Diberkatilah malam kamu yang tadi itu. Malam itu adalah malam ketika suami istri itu bersabar dalam menghadapi musibah. Dari cerita itu kita dapat menangkap bagaimana sang istri memperlakukan suami dengan sabar dan suami memperlakukan istri dengan sabar pula. Dalam istilah modern, kedua suami istri itu memiliki kecer dasan emosional yang tinggi. Biasanya keluarga seperti ini bisa bert ahan lama. *** Ada suatu riwayat lain tentang kesabaran: Dahulu di zaman Harun Al-Rasyid, ter dapat seorang perdana menteri yang bernama Al-Asma i. Suatu hari, ia pergi berburu ke padang pasir. Di satu t empat ia t erpisah dengan kaf ilahnya. Ketika itu ia berada di tengah-t engah sahara dalam keadaan kehausan dan kepanasan. Lalu ia melihat ada sebuah kemah di tengah-tengah padang sahara. Ia berjalan mendekati kemah dan ia melihat di kemah itu ada seorang perempuan muda yang sangat cantik. Perempuan itu sendirian. Ketika per empuan it u melihat Al-Asmai mendekat i kemah, ia mempersilahkannya untuk masuk ke kemahnya dan menyuruhnya untuk duduk di t empat yang agak jauh dar inya. Al-Asmai berkat a kepadanya, Tolong ber i aku air minum. W ajah perempuan itu berubah, ia berkata, Sungguh, aku tidak bisa member ikan air kepadamu sebab suamiku tidak mengizin-kanku unt uk memberikan air kepada orang lain. Tapi aku punya bagian makan pagiku yait u susu. Aku tidak makan dan kau boleh meminumnya. Lalu Al-Asmai meminum susu itu dan perempuan itu tidak berbicara kepadanya. Tiba-t iba ia melihat perempuan it u berubah waj ahnya. Dari j auh ia melihat ada titik hitam mendekati kemah. Perempuan itu berkata, Suamiku t elah dat ang. Perempuan cantik itu membawa air dan pergi keluar dar i kemahnya. Ternyata suaminya yang datang itu adalah orang yang hitam, tua, dan berwaj ah jelek. Perempuan itu membantu kakek tua dari untanya lalu ia basuh dua tangan dan kaki suaminya dan dibawanyalah masuk ke dalam kemah dengan penuh penghormatan. Kakek tua itu sangat buruk akhlaknya. Ia tidak menegur sedikit pun kepada Al-Asmai. Ia mengabaikan tamu dan memperlakukan istrinya dengan kasar. Al-Asmai sangat benci kepadanya. Ia berdiri dari t empat duduknya dan pergi keluar kemah. Perempuan itu mengantarkan Al-Asmai keluar. Saat itu, Al-Asmai bertanya kepadanya, Saya menyesalkan keadaanmu. Kamu, dengan segala kemudaan dan kecant ikanmu, sangat ber gantung kepada orang seperti dia. Untuk apa kamu ber gantung kepada dia? Apakah kar ena hartanya? Sedangkan ia orang miskin. Atau karena akhlaknya? Sedangkan akhlaknya begit u buruk. At au kamu tertarik kepada dia karena ketampanannya? Padahal ia seorang tua yang bur uk rupa. Mengapa kamu tertarik padanya? W ajah perempuan itu pucat pasi. Lalu ia berkata dengan suara yang sangat keras, Hai Asmai! Akulah yang menyesalkan kamu. Aku t idak menyangka seorang per dana menteri Harun Al-Rasyid ber usaha menghapuskan kecintaanku kepada suamiku dari hatiku dengan jalan menj elek-j elekkan suamiku. W ahai Asma i tidakkah kau t ahu mengapa aku melakukan semua itu? Aku mendengar Nabi yang mulia bersabda: Iman itu setengahnya adalah kesabaran dan setengahnya lagi adalah syukur. Aku bersyukur kepada Allah karena Ia t elah menganugerahkan kepadaku kemudaan, kecant ikan, dan akhlak yang baik. Aku ingin menyempurnakan setengah imanku lagi dengan kesabaran dalam berkhidmat kepada suamiku.

Jadi, perempuan di atas ingin menyempurnakan setengah keimanannya dengan kesabaran setelah ia bersyukur akan kemudaan, kecantikan, dan kebaikan akhlak-nya. Ia bersabar dengan jalan mengabdikan seluruh hidupnya kepada suaminya. Jika ada orang yang bersyukur tapi ia tidak bisa

bersabar, imannya tidak sempurna. Karena ia kehilangan setengah imannya yang lain. Hadis ini jangan dipandang dalam perspektif kaum feminis. Tapi pandanglah sebagai kecintaan seorang istri yang dengan sabar berkhidmat kepada suaminya. Menurut Goleman, ketika kita meng-hadapi kesusahan, salah satu cara untuk mengatasinya adalah dengan melihat kembali persoalan itu dari sudut yang lain. Maksudnya, cobalah kita pahami dan tafsirkan persoalan itu secara seksama. Carilah perspektif lain dalam memandang berbagai masalah itu. Karena itu akan membawa kita kepada kondisi yang lebih kuat dalam menghadapi musibah.
Allah swt menyediakan tiga pahala bagi mereka yang bersabar: kesejahteraan di dunia dan akhirat, rahmat dan kasih sayang Allah, dan petunjuk dalam menghadapi berbagai kesulitan yang dihadapinya. (lihat QS. Al Baqarah 155-157). 1. Goleman, Daniel, Emotional Intelligence, Bantam Books, USA, 1996. 2. Al-Ustadz Mazhahiri, Jihad al-Nafs, Al-Mahijjah Al-Baidha. Beirut, 1993, hal. 69-70. Manusia adalah maujud yang mencintai dan selalu mencari kesempurnaan mutlak. Secar a f itrah, ia terdorong untuk mencarinya namun manusia sering salah j alan dan tersesat. Syaikh Al- Akbar, Ibn Arabi mengatakan: Tak seor ang manusia pun yang mencintai selain Tuhannya. Misalnya Majnun mengira dir inya mencintai Laila. Maj nun tidak tahu dan tidak menyadari apa yang sesungguhnya terpendam dalam fitrahnya. Naluri dan Fitrah Seseorang tidak bisa dicela karena mencintai isterinya atau anaknya atau bahkan harta kekayaannya. Cinta sepert i itu adalah naluri yang lumrah dan waj ar (lihat QS. Ali Imran 14). Binatang pun memiliki nalur i kecintaan seperti ini yang terwujud dari sif at ke-Rahman-an Allah. Karena itulah, orang yang mengorban-kan keluarga dan anak-anak yang dicintainya dipandang sebagai kekasih Allah. Nabi Ibrahim as bersedia mengorban-kan anaknya, Ismail as betapa pun besar ke-cintaannya kepadanya. Sekiranya perasaannya terhadap anaknya sama dengan per asaannya ter hadap seekor kambing, maka kesediaannya untuk mengorbankan anaknya tidaklah dinilai sebagai suatu keist imewaan; karena dalam pandangannya hal it u sama dengan mengor-bankan seekor kambing. Demikian pula tindakan Sayyidus Syuhada, Imam Husein yang mengorbankan anak-anak, saudara, dan kaum kerabatnya di j alan Allah swt. Imam Husein dikenal sangat mencint ai keluarganya. Kakeknya bersabda: Demi Yang j iwaku berada di t angan-Nya, Allah tidak akan menaruh cinta kasihnya kecuali atas hati yang memiliki cinta kasih. Cinta Yang Membelenggu Jika kecint aan seseorang tumbuh dan menj adi berlebihan, maka kecintaan yang seperti inilah yang tercela. Kecint aan kepada yang nisbi dan f ana secara ber lebihan adalah bertentangan dengan f itrah manusia. Plato mengatakan: Manusia pada mulanya akan mengej ar setiap yang diinginkan dan dicintainya dengan dambaan dan harapan yang luar biasa. Namun ketika yang dicint ainya itu sudah didapatkan, maka kecintaan dan kesukaannya akan segera ber ubah menj adi kebosanan dan kej enuhan. Manusia t idak dapat selalu bersama dengan sesuatu yang fana. Karenanya, apabila manusia mencintai sesuatu yang nisbi secar a berlebih-lebihan, maka cintanya ini tidak saj a membutakannya, bahkan membelenggunya. Tak sadar ia telah menj adi budak dari kecinta-annya itu. Cinta Yang Membebaskan Sebaliknya, cinta yang mengikuti f itrah manusia akan membebaskannya at au dengan kat a lain telah menj adikannya merdeka dan terbebaskan. Imam Ali as mengat akan: Manusia di dunia ini terbagi menj adi dua. Yang pertama adalah mereka yang datang ke pasar dunia ini dan menj ual dirinya hingga menj adi budak. Yang kedua adalah mereka yang membeli dirinya di pasar dunia dan menj adikannya merdeka. (Kit ab Nahjul Balaghah). Manusia yang menjat uhkan pilihan cint anya kepada Allah melebihi segala-galanya adalah manusia yang merdeka dan terbebas-kan. Ia menj adi tercerahkan. Manusia pecint a Tuhan tidak bisa didikt e apalagi dibeli oleh hart a bahkan kekuasaan sekali pun. Cinta yang membebaskan bukanlah cinta yang muncul dari per asaan-perasaan sentimental. Cinta seperti inilah yang juga dimiliki oleh Uwais Al-Qarny, salah seorang sufi yang mencintai keluarga Nabi saw. Banyak hadis Nabi yang menyebutkan keutamaannya. Uwais adalah seorang yang hidup di zaman Nabi saw tet api tidak pernah berjumpa dengan Nabi saw. Di dalam hadis Shahih Muslim, Nabi saw memujinya. Nabi bahkan menyuruh sahabat Umar bin Khaththab untuk memint akan doa kepada Uwais agar dosanya diampunkan Allah. Dalam akhir hadis tersebut diriwayatkan ketika Uwais setelah mendoakannya, Umar bert anya kepadanya, Engkau hendak ke mana? Uwais menj awab, Ke Kufah. Umar menawarkan surat katebelece kepadanya, Apa tidak lebih baik kalau saya tulis surat berkenaan dengan engkau kepada Gubernur Kufah? Uwais menolaknya dan berkata, Saya lebih menyukai keadaan saya tidak dikenal or ang. Mengenai keut amaan Uwais ini, Nabi saw pernah mengatakan t ent angnya, Dia tidak dikenal di bumi tetapi terkenal di langit. Uwais adalah contoh seorang pecinta yang memiliki jenis cint a yang membebaskan. Cinta yang membuatnya tidak terikat kepada hal-hal duniawi. Cinta yang melepaskannya ke arah tuj uan tercinta, Allah swt. Alkisah, ada seorang sufi berkunj ung kepada temannya yang j uga sufi. Temannya itu kebetulan sedang sakit dan ia mengeluh tentang sakit yang diderit anya. Sufi yang datang menengok itu berkata, Bukan seorang pencint a sej ati bila ia mengeluhkan penyakit yang diberikan oleh kekasihnya. Lalu sufi yang sakit itu menj awab, Bukan seorang pecinta sej ati bila ia tidak menikmat i pemberian kekasih sejati. Dari cerita di atas kita dapat menarik pelaj aran berharga bahwa hendaknya kit a harus mer ubah persepsi tentang sakit yang per nah kita alami. Persepsi kita selama ini adalah menganggap sakit it u sebagai suatu penderitaan yang diberikan

Allah kepada kita. Dari anggapan ini kita berkesimpulan bahwa Allah tidak mencintai kit a lagi. Sikap yang bij ak adalah menikmat i keindahan sakit seperti yang dialami sufi t adi. Menikmati bukan berarti berdiam, pasrah tanpa tindakan, tapi merenung lebih dalam akan hakikat sakit yang diberikan oleh Allah. Proses perenungan ini akan meng- hasilkan nilai atau pandangan yang akan mendatangkan kenikmatan bagi kit a. Dan kita akan tahu bet apa nikmat nya mer asakan cinta Allah dalam bent uk sakit. Sufi it u juga mengaj arkan kepada kita hendaknya tabah dalam menerima cobaan Allah. Penderitaan akan mengant arkan kita kepada posisi mendekati Allah dan membuka pintu kasih sayang Allah. Bukankah Imam Jafar As-Shadiq as pernah berkata, Kalau seseorang berada dalam kesedihan, bergegaslah berdoa. Karena pada saat itulah Allah akan mengij abah doa orang itu. Rahmat Allah datang dan mendekat ketika kit a sedang dider a derita. Timpaan derita per lahan-lahan akan membuat hat i kita menj adi lebih lembut dan dekat dengan Allah. Jika pada kondisi seperti ini kit a ber doa, insya Allah Tuhan membuk a pintu ij abah-Nya. Kadang kita tidak tahan dengan penderitaan yang menimpa. Kita tidak sabar sehingga kita menganggap Allah tidak adil. Kita mencerca Allah dan berkata Allah sedang menjauhkan kasih sayang-Nya dari kita. Dalam ilmu jiwa, kita ini disebut sebagai orang yang memiliki kecedasan emosional yang rendah. Kesabaran atau emosi kita lemah. Kita tuding Allah dengan emosi kekesalan. Kita tidak menilai Allah dengan kelembutan cinta dan hati yang bersih. Tidak tahukah kita bahwa kasih sayang dan keadilan Allah sungguh lebih besar dari kasih sayang seorang ibu kepada anaknya? Pernah suatu hari Rasul bersama para sahabat dalam perjalanan kembali dari perang melihat seorang ibu lari menyeruak ke tengah-tengah bekas pertempuran. Ia gelisah, di wajah-nya tersimpan kekhawatiran yang mendalam. Ia sedang mencari putranya. Ia berlari dihadang debu yang beterbangan disapu angin. Akhirnya ia menemukan putranya itu. Ia dekap putranya dengan kerinduan dan kecemasan. Diberinya-lah air susu. Matahari menyengat panas mengenai kulit anak itu. Dengan perlahan ibu itu menggerakkan tubuhnya, ia hadang sengatan matahari itu dengan punggungnya. Rasul menyaksikan kejadian itu, lalu ia berkata pada sahabat yang lain, Lihat betapa sayangnya ibu itu kepada anaknya. Mungkin-kah ibu itu melemparkan anaknya ke api neraka? Para sahabat menjawab, Tidak mungkin, Ya Rasulallah. Lalu rasul berkata, Kasih sayang Allah jauh lebih besar dari kasih sayang ibu itu. Rasul pernah didatangi oleh seorang sahabat. Ia berkata,Ya Rasulallah harta saya hilang dan tubuh saya sakit. Lalu Nabi berkata, Tidak ada baiknya orang yang tidak pernah hilang hartanya dan sakit badannya. Sesung -guhnya jika Allah mencintai hambanya ia akan coba hambanya dengan berbagai penderitaan. Orang yang pernah kehilangan dan kesakitan menurut Rasul ada nilai kebaikan di dalamnya. Kebaikan bisa berarti akan tambah lembutnya hati dan mengantarkan kita untuk terus berdoa. Allah berfirman, Rintihan seorang mukmin lebih disukai Allah daripada gemuruh suara tasbih. Setiap saat kita mengalami penderitaan atau memerlukan sesuatu pada Allah. Doa adalah sarana utama untuk mencapai dan mengangkat keinginan kita itu. Jika kita menyelidiki doa -doa dalam wacana kehidupan manusia, ada keterkaitan yang erat antara doa dengan penderitaan. Doa juga memiliki ciri-ciri tertentu. Ciri ini menjadikan doa memiliki jenis atau tingkatan tertentu. Di sisi lain jenis doa menunjukkan tingkat perkembangan ruhani seseorang. Jenis doa itu adalah: Pertama, doa yang paling rendah tingkatannya yaitu doa yang berisi tentang sesuatu yang berhubungan dengan diri manusia yang sifatnya khusus. Seperti doa: Ya Allah kayakan aku, sehatkan badanku, dan bukakan pintu keberuntungan untukku. Isi doa itu berkenaan dengan kepentingan pribadi. Biasanya doa jenis ini bercirikan adanya kalimat perintah kepada Allah agar Dia berkhidmat kepadanya. Kebanyakan di antara kita menerapkan jenis doa seperti ini. Doa ini secara langsung mengidentifikasi tingkat ruhani kita yang masih rendah. Kita letakkan kepentingan kita di atas segalanya di hadapan Allah. Kita lupa bahwa mengagungkan Allah jauh lebih penting didahulukan daripada kepentingan pribadi. Jenis doa yang kedua, adalah jenis doa yang menunjukan adanya pengakuan kehinaan diri dan mengagungkan Allah. Jenis ini seperti doa Nabi Yunus: Tiada Tuhan selain Engkau. Mahasuci Engkau, sesungguhnya aku adalah termasuk orang-orang yang zalim. (QS. Al-Anbiya 87) dan doa Nabi Adam: Ya Tuhan kami, kami telah menganiaya diri kami sendiri, dan jika Engkau tidak mengampuni kami dan memberi rahmat kepada kami, niscaya pastilah kami termasuk orang-orang yang rugi. (QS. Al-Araf 23) Doa jenis ketiga, adalah doa yang menunjukkan adanya cinta kasih hamba kepada Allah. Doa ini dipenuhi oleh jeritan rindu hamba kepada kekasihnya. Doanya berisi penyerahan total segala curahan jiwa yang ia khususkan untuk Allah saja. Jenis doa ini, seperti yang kita ketahui, banyak dilantunkan oleh bibir-bibir suci Ahli Bait Nabi. Simaklah doa Imam Zainal Abidin dalam Shahifah Sajjadiyyah, pada Doa Penempuh Jalan Tarikat: Ya Allah, untuk-Mu saja segala tercurah himmah-ku. Kepada-Mu jua terpusat hasratku. Engkaulah hanya tempat kedambaanku, tidak yang lain. Karena-Mu saja aku tegak terjaga, tidak karena yang lain. Perjumpaan dengan-Mu kesejukan hatiku. Pertemuan dengan-Mu kecintaan diriku. Kepada-Mu kedambaanku. Pada cinta-Mu tumpuanku. Pada kasih-Mu seluruh rinduku. Isi doa di atas menunjukkan betapa kepentingan pribadi ia letakkan pada tempat yang paling bawah dari kerinduan cinta dan keagungan kekasihnya, Allah swt. Jelaslah bahwa orang seperti dia maqam ruhaninya sangat dekat dengan Allah. Jenis doa kedua dan ketiga t erkadang menyatu dalam sat u doa. Di dalamnya menunjukkan adanya pengakuan kelemahan dan kehinaan diri, pengagungan kepada kekasihnya, dan cint a kasih seorang hamba yang ia khususkan tidak kepada selain Allah. Hal ini dapat dilihat lagi dalam doa Imam As-Sajj ad dalam Shahifah Sajjadiyyah: Ya Allah, kepada-Mu terpaut hati yang dipenuhi cinta. Untuk mengenal-Mu dihimpunkan semua akal yang berbeda. Tidak tenang kalbu kecuali dengan mengingat-Mu. Tidak tenteram jiwa kecuali dengan memandang-Mu. Engkaulah yang ditasbihkan di semua tempat, yang disembah di setiap zaman, yang maujud di seluruh waktu, yang diseru oleh setiap lidah, yang dibesarkan dalam setiap hati.

Ada orang di antara kit a yang t idak pernah merasa mender ita. Ia malu mengakui pender itaannya di hadapan Allah. Ia merasa cukup akan keadaan dirinya. Bahkan ia t idak menyeru Allah dalam kondisi yang meng-khawat irkannya. Biasanya orang sepert i ini hat inya keras membat u. Orang seperti ini kalau berdoa tidak akan pernah khusyuk karena dirinya selalu merasa cukup. Sikap yang paling baik adalah membiasakan dir i kita untuk mengakui kelemahan kita di hadapan-Nya dan belaj ar untuk lebih dekat merasakan penderita-an orang-orang yang lapar, tertindas, yatim piat u, dan orang yang terpenj ar a kar ena menegakkan amar makruf nahi munkar.

Melalui proses belajar inilah kita akan diantar ke arah lembutnya hati, yang ketika berdoa Allah akan membuka pintu ijabah-Nya. Kita raih cinta Allah lewat belajar berempati agar ketika kita berdoa, kita dapat mengucapkan: Ya Allah, jadikanlah aku pecinta sejati kepada-Mu. Bukalah tabir penutup cintaku pada-Mu dengan ampunan-Mu.
Kita berucap seperti ucapan yang ditulis dalam syair Ibnu Farid: Bila aku mati karena cintanya, aku hidup karena dia. Lewat penyangkalan diri dan melimpahnya kemiskinanku. Inilah cinta, nafsuku bukan benda nyata. Dan ia yang fana mesti memilih-nya jika sedang tergila-gila. Hidup adalah lamunan bebas, bagi cinta adalah duka. Mula-mula terasa sakit, lalu mati, namun maut adalah milik nafsu cinta. Ia hidup dimana kekasihku melimpahkan berkah sebagai rahmat. Jika perpisahan adalah upah yang kuperoleh darimu. Dan tiada jarak lagi antara kita, kau sebut perpisahan sebagai persatuan. Tiada penolakan selain cinta, selama kau tak membencinya. Dan rasa enggan, kesukaran apa pun akan mudah dipikul. Derita yang menyiksa kita terasa nikmat. Ketakadilan yang diperbuat cinta adalah keadilan dan kesabaranku, tanpa kau dan denganmu akan menjadikan yang pahit terasa manis bagiku. Melihat tingkatan jenis doa di atas kita akan tahu dimana posisi kita. Karena dengan indikasi doa di atas, kita akan mengenal di mana tingkatan ruhani kita yang sedang kita pijak. Doa menunjukkan tingkat seseorang dalam mengembangkan potensi ruhani mendekati Allah. Jika seseorang sudah dapat mengembangkan potensi ruhaniahnya dengan baik, dengan menempatkan doa kita sebagai curahan kerendahan diri serta pengakuan akan keagungan Allah, maka cinta Allah akan mudah kita capai karena tingkat ruhani kita mengarah kepada -Nya lebih dekat. Dengan kata lain perlakukanlah Allah dengan doa-doa yang akan menebarkan cinta-Nya kepada kita.

//////////////////////////////////////////////////////////////////////////////////////////////////////

Cukup Cerdaskah Moral Kita? - http://www.netsains.com HYPERLINK "http://www.lintasberita.com/upcoming/category/Teknologi" Teknologi Pintar dan cerdas saja tidaklah cukup menjadi jaminan keberhasilan seseorang. Ada nilai nilai lain yang perlu dipegang teguh. Inilah yang melahirkan fakta dimana banyak orang berintelejensia tinggi cenderung menyalahgunakan kehebatannya jika tak didukung faktor kecerdasan lain. Pada segolongan populasi manusia terdapat sekelompok manusia dengan jumlah prosentase yang kecil menderita, mengalami sakit jiwa ataupun terkucil. Kelompok ini kemungkinan tidak mengerti yang benar dan yang salah. Dalam hal ini nilai dan filosofi turut berperan. Penilaian kita menjadi dasar dalam percaya dan menentukan tindakan. Filosofi merupakan jalan bagi kita untuk menentukan nilai. Filosofi yang cerdas merupakan keinginan untuk memahami manusia, benda, dan dunia melalui rangkaian kata yang menggambarkan bagaimana mereka bekerja dengan demikian menyediakan suatu keamanan emosional dalam meramalkan masa depan. Manusia dengan filosofi mempercayakan pada logika dalam membuat keputusan, dan menaksirkan harga dari sesuatu melawan kode yang mendasar atau mengatur garis pedoman yang menyebabkan ketegangan. Manusia dengan pandangan ini mempercayakan pada kesadaran persaingan, terkadang pada wewenang sosial yang terpisah. Dalam hipotesa penelitian ini ditemukan bahwa terdapat hal lebih mendasar dari kemampuan kecerdasan emosional. Hal tersebut tampak semacam kompas moral. Hal tersebut merupakan jantung dari kesuksesan bisnis yang berjalan lama. Sesuatu yang lebih ini dinamakan kecerdasan moral (moral intelligence). Kecerdasan moral bukan hanya penting untuk mengefektifkan kepemimpinan, namun juga merupakan pusat kecerdasan bagi seluruh manusia. Mengapa? Karena kecerdasan moral secara langsung mendasari kecerdasan manusia untuk berbuat sesuatu yang berguna. Kecerdasan moral memberikan hidup manusia memiliki tujuan. Tanpa kecerdasan moral, kita tidak dapat berbuat sesuatu dan peristiwa-peristiwa yang menjadi pengalaman jadi tidak berarti. Tanpa kecerdasan moral kita tidak akan tahu mengapa pekerjaan yang kita lakukan? Dan apa yang harus dikerjakan? Dilahirkan Bermoral Seorang pemimpin yang terbaik berpikir kita, bukan saya. Suatu hal yang sederhana, dimana orang yang baik memiliki moral yang merupakan watak bawaan sejak lahir. Mereka mengikuti sebuah kompas moral walaupun terdapat godaan. Mereka memilih yang benar dari yang salah. Orang baik dan pemimpin yang baik merupakan bagian dari nilai moral. mereka percaya terhadap kejujuran dan bertanggung jawab terhadap diri sendiri dan orang lain. Mereka turut berduka terhadap penderitaan orang lain dan tahu bagaimana harus memaafkan seperti pentingnya dirinya sendiri. Untuk memiliki moral toleransi, pertama kita memerlukan kemampuan untuk melihat dunia melalui pandangan mata orang lain. Banyak psikolog mempercayai bahwa indikasi awalnya adalah empati. Sejak berumur dua tahun, kita mulai menunjukkan celah keadilan, tanggung jawab, dan merasa bersalah. Kita semua pernah mendengar anak-anak menginjak umur tiga atau empat menanggapi kenyataan atau imajinasi keadilan dengan sebuah empati, Thats not fair!. Banyak dari kita memulai pada usia dini untuk melakukan sesuatu yang kita tahu akan membuat kecewa orang lain. Melakukan hal yang negatif merupakan bagian penting dari belajar memiliki moral. jika kita tidak melakukan sesuatu yang buruk, akan sulit bagi kita untuk mengerti perbedaan antara tingkah laku benar dan

salah. Pikirkan waktu lalu yang dapat anda ingat ketika anda melakukan suatu kesalahan. Ilmuwan mempelajari hubungan antara fungsi otak dan tingkah laku memulai dengan bagan anatomi moral dari otak. Mereka mempelajari bagaimana otak memberi dampak pada tingkah laku moral. Sebagian dari kita mengetahui apa yang benar, terkadang berjuang untuk melakukan apa yang kita ketahui benar - ketika kita kekurangan kompetensi moral untuk bertindak selaras dengan pedoman moral. Peneliti telah menemukan bahwa otak kita membuat perbedaan. Ketika ilmu syaraf dibandingkan dengan tingkah laku dari dua remaja yang merasa menderita luka-luka otak, mereka menemukan sebuah perbedaan tajam dalam kapasitas luka mereka. Jika benar bahwa kita memiliki hubungan untuk mengikuti Golden Rule, lantas bagaimana kita dapat menjelaskan semua kekerasan yang terjadi? Kita dapat mencoba menulis kejahatan dan kekejaman sebagai mutasi dari sifat normal alami manusia. Kebanyakan dari kita, bagaimanapun juga menyadari bahwa terdapat sisi gelap dalam diri kita. Dengan menyeimbangkan laju persaingan dan mengatur sisi gelap dari diri kita merupakan pokok dari kecerdasan moral. Memilih diantara keinginan-keinginan bersaing merupakan pokok dari kesusilaan. Tidak ada kesusilaan tanpa pilihan. Membuat keputusan antara laju persaingan mewajibkan kita untuk membuat pilihan-pilihan moral. Hal ini merupakan kecerdasan moral, kemampuan untuk menyeimbangkan laju persaingan, yang membuat kita sebagai manusia yang sesungguhnya. Psikolog Martin Seligman dan rekan kerjanya dalam lingkup positif psikologi memiliki penilitian yang membawa mereka pada enam identifikasi nilai-nilai umum dalam semua budaya di dunia: harapan, keberanian, perikemanusiaan, keadilan, kesederhanaan, dan transenden. Walaupun labelnya mengubah kuat sikap yang melalaikan dan masing-masing budaya kemungkinan menjelaskan prinsip-prinsip yang berbeda, moral yang mendasari pengertian, selalu sama. Kita mempercayai keberadaan prinsip-prinsip umum, walaupun kita tahu prinsip-prinsip umum tersebut tidak tersebar secara keseluruhan. Kita percaya bahwa kita dalam keselarasan dengan prinsip-prinsip sangat penting bagi perjuangan individu, organisasi dan kesuksesan. Pedoman Moral Seperti yang sudah kita ketahui sebelumnya bahwa sejak lahir kita telah memiliki bakat bermoral. Namun bakat saja tidaklah cukup. Kemantapan antara bakat, kemampuan, dan tindakan merupakan hal yang mendukung menuju tercapainya tujuan. Hal tersebut disebut dengan keselarasan hidup. Menggapai keselarasan hidup mungkin terkadang sulit, namun hal itu tidak memaksakan kita untuk melakukan tindakan yang superhuman. Hanya diperlukan langkah yang konsisten dari hari ke hari, apa yang harus kita lakukan, apa yang kita perlukan untuk meraih tujuan. keselarasan hidup juga bukan merupakan suatu kebetulan. Keselarasan hidup diperlukan dalam melakukan sesuatu pada tujuan dan untuk sebuah tujuan. Bagaimana untuk memulainya? Keselarasan hidup memiliki dua proses. Proses pertama, bangun model pandangan pribadi anda: Kompas moral apa nilai anda, dan apa hal paling penting yang anda percayai? - Tujuan apa yang anda inginkan untuk menyempurnakan kepribadian dan profesionalitas anda? - Tingkah laku tindakan apa yang akan anda perbuat untuk menggapai tujuan anda? Selanjutnya, setelah membangun model keselarasan pribadi dan mengetahui apa yang pantas dalam

bingkainya masing-masing, lakukan yang terbaik untuk memperbaiki keselarasan diantara bingkai-bingkai moral. Tidak seperti prinsip umum, yang dikirimkan kepada setiap orang, nilai (value) bersifat individu. Terdapat alasan khusus untuk mengidentifikasikan nilai-nilai penting yang dimiliki. Values menolong manusia untuk selektif mengenai bagaimana menghabiskan waktu yang berharga. Saat values dapat membantu mengatakan yang benar dari yang salah, values juga menolong manusia untuk memutuskan yang benar dengan dipandu pilihan-pilihan. Untuk membuat keputusan yang benar, perlu dipertimbangkan pilihan-pilihan penting dari nilai-nilai personal seperti kesehatan, perkembangan personal, petualangan, dan keluarga. Sama dengan setiap bagian dari kepemimpinan yang efektif, pembuatan keputusan yang baik menjelaskan tentang nilai-nilai personal anda. Terkadang kita tidak secara tepat menilai apa yang kita katakan dan yang kita lakukan. Jika setiap waktu anda mendapatkan diri anda tidak konsisten dengan nilai-nilai, anda memiliki sebuah pilihan. Anda dapat belajar untuk keselarasan tingkah laku yang lebih baik dengan nilai-nilai anda, membangun kompetensi moral dan emosional anda atau anda secara sederhana menerima bahwa anda menilai sesuatu yang anda rasa tidak pentin bagi g anda. Hal ini tidak ada masalah selama tindakan anda tidak berlawanan dengan prinsip -prinsip umum. Setiap pemimpin yang efektif memiliki bola kristal tujuan yang jelas. Tujuan merupakan hal sangat penting bagi pemimpin yang efektif karena tujuan menggerakkan melebihi apa yang disadari atau tujuan yang baik terhadap tindakan yang spesifik. Pemimpin yang efektif menerima tanggung jawab sebagai jalan mencapai tujuan. Pemimpin yang efektif memiliki tujuan yang sangat mereka perhatikan. Mereka juga membesarkan hati pengikut mereka untuk membangun kepribadian dan mencapai tujuan. Salah satu dari alat motivator yang terhandal dari pemimpin yang baik adalah dengan menunjukkan kepedulian terhadap apa yang diinginkan dan tujuan yang dimiliki oleh orang-orang yang bekerja dengannya. Tingkah laku meletakkan hidup dalam kehidupan yang selaras. Kebiasaan menunjukkan apa yang dilakukan, termasuk pemikiran, emosi, dan tindakan yang diambil. Kebiasaan merupakan suatu hal yang menginspirasi manusia untuk mengikuti pemimpin. Manusia tidak akan mengetahui anda sebagai pemimpin moral kecuali anda membicarakan mengenai tujuan hidup anda dan bertindak secara serasi. Kecerdasan moral merupakan bagian dari manusia yang mempertajam pedoman moral manusia dan memastikan bahwa tujuan konsisten dengan pedoman moral. Kompetensi moral merupakan kemampuan untuk bertindak berdasarkan prinsip moral kita. Kompetensi emosional merupakan kemampuan untuk mengatur emosi kita dan orang lain dalam situasi tuntutan moral. Tanpa kecerdasan moral tidak ada pelatihan yang akan membawa kita pada moral kepemimpinan, disebut juga dengan otak anak kecil yang terluka. Tidak peduli seberapa keras orang tuanya berusaha untuk mengisi nilai-nilai positif, mereka benar-benar kekurangan neurologika dasar, alat untuk membedakan antara benar dan salah.

You might also like