You are on page 1of 17

Kode Etik Guru Indonesia ditetapkan dalam Kongres X111 t:ahun 1973 di Jakarta, dan disempurnakan dalam Kongres

XVI tahun 1989 di Jakarta, sebagai berikut : Guru Indonesia menyadari, bahwa pendidikan adalah bidang pengabdian terhadap Tuhan Yang Maha Esa , Bangsa, dan Negara, serta kemanusiaan pada umumnya. Guru Indonesia yang berjiwa Pancasila dan setia pada Undang-undang Dasar 1945, turut bertanggung jawab atas terwujudnya cita-cita Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia 17 Agustus 1945. Oleh sebab itu, Guru Indonesia terpanggil untuk menunaikan karyanya dengan memedomani dasar-dasar sebagai berikut : 1. Guru berbakti membirnbing peserta didik untuk membentuk manusia Indonesia seutuhnya yang berjiwa Pancasila. 2. Guru memiliki dan melaksanakan kejujuran professional. 3. Guru berusaha memperoleh informasi tentang peserta didik sebagai bahan melakukan bimbingan dan pembinaan. 4. Guru rnenciptakan suasana sekolah sebaik-baiknya yang menunjang berhasilnya proses belajar-mengajar. 5. Guru memelihara hubungan baik dengan orang tua murid dan masyarakat sekitarnya untuk membina peran serta dan rasa tanggung jawab bersama terhadap pendidikan. 6. Guru secara pribadi dan bersama-sama mengembangkan dan meningkatican mutu dan martabat profesinya. 7. Guru memelihara hubungan seprofesi, semangat kekeluargaan, dan kesetiakawanan sosial. 8. Guru secara bersama-sama memelihara dan meningkatkan mutu organisasi PGRI sebagai sarana perjuangan dan pengabdian. 9. Guru melaksanakan segala kebijakan Pemerintah dalam bidang pendidikan.

PENGANTAR:
Era ketidakpastian yang merupakan anak kandung peradaban, lahir karena manusia yang secara historik berkembang sejalan dengan hakikat dirinya sebagai mahkluk berfikir (homo spaiens) dan mahkluk berpiranti (homo fabel).Kekuatan pikirnya manusia terus melakukan pencermatan sejalan dengan kebutuhannya untuk mempertahankan eksistensi dirinya, maka tercipta teknologi. Seiring dengan kebutuhan inilah selanjutnya memicu munculnya berbagai kemajuan teknologi, sehingga dengan tidak terasa menihilkan sekatsekat kehidupan. Akhirnya dunia dengan berbagai kehidupan menjadi transparan dan

tanpa batas. Dampaknya telah memasuki berbagai sektor kehidupan, tidak satupun yang lepas dan menghindar dari realitas ini. Mulai dari persoalan yang amat sederhana sehingga rumit pencermatannya akan tersentuh oleh kemajuan ini. Persoalan organisasi misalnya, merupakan sektor axis yang langsung menerima dampak dari kemajuan ini, karena organisasi merupakan wadah berhimpunnya manusia untuk melindungi eksistensinya. Manusia berhimpun memiliki maksud yang dalam yakni, terlindungi, berkembang, dan memperoleh manfaat. Hal inilah yang akan kita cermati bersama apakah organisasi mampu memainkan perannya dalam memenuhi keinginan para anggotanya, BANGKITKAN PROFESIONALISME ANGGOTA [Organisasi profesi yang cerdas tidak ingin mendidik anggotanya sembunyi dibalik kekuatan organisasi]

alam konstelasi politik yang kadang sulit diprediksi arah dan kehadiranya, serta merta telah memasuki berbagai sektor kehidupan manusia, mulai dari persoalan-persoalan yang sumir hingga pelik tingkatannya tidak dapat dihindarkan. Organisasi tidak dapat menghindar dari keadaan ini apalagi justru maladaptip. Realitas inilah yang menantang bagi setiap organisasi untuk lebih merasa bertanggung jawab pada semua anggotanya. Kondisi ini membawa perubahan yang sangat besar terutama pada proteksi profesi, seorang-orang yang menyatakan dirinya sebagai profesional pendidik (guru) misalnya, tidak dapat lagi sembunyi dibalik kekuatan organisasi dalam menjamin eksistensinya. Kendatipun organisasi tidak kehilangan inner power (kekuatan sejatinya) untuk melindungi anggota-anggotanya yang lemah profesi. Organisasi saat ini secara tidak langsung telah berubah pada perikatan yang profesional, artinya tidak hanya mengemban misi dalam upaya-upaya perlindungan individu, karena era ini menuntut lebih banyak persaingan yang sifatnya individual.[Competition on individual base]. Organisasi profesi yang secara dini tidak membekali para anggotanya piranti persaingan, dan tidak hanya menanti belas kasihan organisasi, secara dini pula dirinya akan terlindas oleh kemajuan jaman. Suatu kenyataan telah berada dipelupuk mata kita, bahwa hadirnya profesional pendidik asing (guru-guru dari luar negeri), tak satupun organisasi mampu menolaknya. Karena negara telah mengikat dirinya dalam berbagai bentuk perjanjian, misalnya WTO, APEC dan AFTA yang kita sepakati dan mengharuskan kita sepakat untuk mendunia. Menghadapi kenyataan ini maka sebuah organisasi, harus melangkahkan kesadarannya pada misi baru, yakni menjadi katalisator untuk meningkatakan kekuatan profesional para anggotanya. Sebagai langkah awal adalah mencegah sekaligus mengeliminasi idola-idola sesat. Meminjam buah pikir Francis Bacon sebagai peletak dasar-dasar empirisme menganjurkan organisasi untuk membebaskan manusia dari pandangan atau keyakinan yang menyesatkan, dia menyebutkan terdapat empat idola yaitu :

The idols of cave, yakni sikap mengungkung diri sendiri seperti katak dalam tempurung, sehingga enggan membuka diri terhadap pendapat dan pikiran orang lain. The idols of market place, yaitu sikap mendewa-dewakan slogan dan cenderung suka ngecap (lip service). The idols of theatre, yaitu sikap membebek, kurang fleksibel, berdisiplin mati dan ABIS- Asal Bapak Ibu Senang. The idols of tribe, yaitu cara berpikir yang sempit sehingga hanya membenarkan pikiranya sendiri [solipsistic] dan hanya membenarkan kelompoknya/ organisasinya sendiri. Jika organisasi telah mampu membebaskan para anggotanya dari idola-idola tersebut, maka secara tidak langsung organisasi telah meraup kembali inner power yang selama ini hilang sebagai akibat kemajuan zaman yang penuh ketidakpastian. Dikaitkan dengan profesional guru, maka wadah organisasi seperti PGRI - Persatuan Guru Republik Indonesia, tertantang untuk memanifestasikan kemampuannya, karena secara makro organisasi PGRI dihadapkan pada barier protection sebagai akibat globalisasi. Sadar dari realita ini PGRI akan tetap melakukan upaya cerdas dalam bentuk peningkatan kemampuan individual [penigkatan kompetensi]. Sehingga kesan yang berkembang dan yang memandang PGRI hanya mempertahankan organisasi sebagai alat pelindung dengan bermodalkan kekuatan massa [pressure group], tidak selamanya benar.

KESADARAN DI ERA KETIDAKPASTIAN


[sebagai kesadaran baru para guru dalam kompetisi ] Keberhasilan organisasi dalam membebaskan anggotanya dari sebuah proteksi, maka organisasi harus berperan untuk mengkuatkan kesadaran baru, dengan membekali para anggotanya sebagai profesionalis sejati. Adapun kesadaran akan profesionalis sejati ini terdiri dari tiga domain yakni : Expertise [keahlian] Resposibility [tanggung jawab] Corparateness [kesejawatan-jiwa korsa]

MENGUKUHKAN KEAHLIAN
Di era ketidakpastian, tuntutan keahlian digambarkan sebagai kemampuan personal yang memiliki daya ganda, yakni disamping memiliki keunggulan kompetitif [competitive adventage], sisi lain juga mempunyai keunggulan komparatif [comparative adventage]. Keunggulan kompetitif ini menuntut profesional untuk menguasai kompetensi inti [core competence]. Dalam dunia pendidikan yang disyaratkan sebagai kompetensi inti adalah

segenap kemampuan yang meliputi : Keunggulan dalam penguasaan materi ajaran [subject mater] Keunggulan dalam penguasaan metodologi pengajaran [teaching method]. [Dalam undang-undang Guru dan Dosen kompetensi meliputi; kompetensi professional, kompetensi pedagogic, kompetensi pribadi dan kompetensi sosial].Dari syarat kompetensi ini, merupakan bentuk tuntutan yang sifatnya dinamik, karena penguasaan materi ajaran, serta penguasaan metodologi pengajaran selalu berkembang sesuai dengan perkembangan jaman. Dalam penguasaan materi ajaran misalnya, untuk satu hari saja dunia telah mencatat lebih kurang satu juta judul buku terbit. Sisi lain yang juga menjadi tantangan adalah rekayasa bidang teknologi komputer, dengan rekayasa tersebut maka tercipta beberapa perangkat lunak [soft ware] pendidikan yang memiliki kemampuan luar biasa dan sangat reasonable terhadap berbagai keadaan dan fungsi. Realitas ini merupakan kendala yang harus dapat diantisipasi oleh organisasi

MENGKUATKAN TANGGUNG JAWAB


Tanggung jawab profesi juga terkena imbas kemajuan jaman, teristimewa untuk profesi pendidik, karena disamping tuntutan bidang akademik dengan perannya sebagai alih pengetahuan [transfer of knowledge] secara bersamaan guru membawa beban moral, sebagai pendidik moral. Kemajuan teknologi ternyata tidak pernah seteril dari budaya baru, teknologi selalu mempercepat dan membawa dampak pengiring, yang kadangkala bernuansa negatif. Tanpa disadari langit-langit bumi telah berubah menjadi atmosfir elektronik, yang dengan bebas dan tanpa merasa dosa mengalirkan informasi ke segala penjuru dunia, dan tidak memandang perbedaan budaya, etika serta etistika. Suatu gambaran yang serba naif, dapat diakses oleh sebagian besar penduduk Indonesia, karena parabola telah mampu menjembatani penyiaran TV-TV asing, dengan tidak terasa terjadi penetrasi budaya. Secara bersamaan guru telah mendapatkan beban tambahan untuk memberikan perawatan budaya, agar moral bangsa tetap berada dalam bingkai budaya. Keadaan ini menjadi serba dilematik, sisi lain guru harus ahli dalam penguasaan subject mater, namun beberapa waktunya hilang untuk dibagi mengurusi bidang-bidang yang terkait dengan moral. Sebagai tantangan tanggung jawab profesi, yang terkait dengan persoalan moral profesi adalah semakin lemahnya kepercayaan terhadap guru, karena nilai-nilai yang berkembang saat ini dengan cepat memberikan perubahan, namun berbagai persoalan individu utamanya kesejahteraan seorang guru masih belum dapat dikatakan menggembirakan. Kenyataan menunjukkan kepada kita, sering pula guru dalam memenuhi kebutuhan hidupnya menekuni perkerjaan-pekerjaan yang akhirnya merugikan nilai-nilai profresional. Ilustrasi yang sangat ringan dapat kita lihat, bahwa kemajuan ekonomi juga mengkondisi guru lebih senang bahkan lebih tekun mengerjakan fungsi-fungsi lain yang lebih menjanjikan dari pada mempertajam visi profesinya. Melihat realita ini, maka organisasi harus melakukan tindakan cerdas, dengan berupaya terus menerus melakukkan siasat.

MEMPERERAT JIWA KORSA (KESEJAWATAN)


Profesionalisme selalu membutuhkan wahana untuk mempererat persaudaraan sesamaprofesi, yang dapat pula difungsikan sebagai sarana sosialisasi pemikiran ataupun sebagai alat kontrol profesi. Jiwa korsa dapat dijadikan wahana untuk membangun perlindungan profesi. Sebuah realitas yang sulit dipungkir jika dalam menjalankan aktivitas profesinnya mendapatkan gangguan, maka sebuah solidaritas akan membantu. Terkait dengan ini, maka peran perlindungan terhadap anggota organisasi dapat terealisasi. Terkait dengan jiwakorsa ini, PGRI kembali menyatakan jatidirinya, disamping organisasi profesi juga merupakan organisasi Serikat Kerja. Sisi professional membangun citra profesonalisme guru dengan berbagai kompetensi, serta pengembangan karier, sisi lainnya menjadi oraganisasi ketenaga kerjaan [serikat kerja] memberikan jaminan dari rasa kesewenangan dan ketidakdilan. Dalam menjamin eksistensinya sebagai organisasi profesi PGRI membangun jejaring [networking] baik local, nasional, dan internasional. Seperti jaringan dengan serikat kerja dan bergabung dalam KSPI Konggres Serikat Pekerja Indonesia, menjalin kerja sama dengan organisasi profesi lain ISPI-Ikatan Sarjana Pendidikan Indonesia. Secara internasional bergabung dengan EI- Educational Internasional.

UPAYA PGRI SEBAGAI ORGANISASI


[Tidak berpikir hanya untuk guru tapi berpikir untuk kemajuan pendidikan anak bangsa] Upaya cerdas yang dilakukan PGRI sebagai organisasi profesi dan ketenagaan telah dilakukan bersama kelahirannya, namun demikian apresiati dan pengakuan masyarakat masih belum setimpal dengan perjuangan yang dilakukan. Berikut perjuangan strategis yang dilakukan PGRI dalam mengemban amanat UUD 1945 dalam mencerdaskan bangasa, hal ini menujukkan bahwa PGRI tidak egois hanya memeperjuangkan anggotanya namun, lebih mengarah pada kemaslahatan pendidikan di Indonesia. Adapun upaya strategis yang dimaksud adalah seperti berikut : Sebagaimana amanat Kongres PGRI ke XVIII pada bulan Nopember tahun 1998 di Bandung, bahwa perlu segera diwujudkan adanya perlindungan hukum bagi para guru dengan nama UNDANG-UNDANG GURU. Upaya ini dilakukan dengan harapan Guru mendapatkan perlindungan atas profesi yang dijalankan, serta memperoleh kesejahteraan dan keselamatan kerja. Juga hilangnya perlakuan yang kurang manusiawi terhadap para Guru. Pada era Presiden BJ. Habibi, Pengurus Besar PGRI telah berhasil mendorong pemerintah untuk tambahan gaji bagi PNS sebesar Rp. 150.000 Tahun 1999 Pengurus Besar PGRI, melalui YPLP-Yayasan Pembina Lembaga

Perguruan Pusat menunjuk Universitas PGRI Adi Buana Surabaya menyelenggarakan seminar Nasional bertajuk Undang-Undanga Perlindungan Guru, dengan harapan Output seminar difungsikan sebagai naskah akademis; Pembicara diantarannya Prof. Dr dr Marsetyo Dono seputro, WDF Rindo-rindo dan Prof . H. Soelaiman Joesoef Di Padepokkan Setyawan Jodi Lereng Gunung Lawu Seluruh Katua PGRI Provinsi meminta jaminan kepada Bapak. Susilo Bambang Yodhoyono (ketika beliau menjadi kandidat presiden), agar kelak memperhatikan nasib guru. Jawaban yang diperoleh : Bilamana kami terpilih menjadi Presiden RI, kemudian RUU Guru diajukan maka kami akan langung menandatangani untuk dibahas dan disyahkan. Pada Tanggal 14 Juni 2005 [No. 156/UM/PROV/XIX/2005], Pengrus PGRI Provinsi Jawa Timur melayangkan Surat kepada presiden Susilo Bambang Yodhoyono agar UU Guru segera di syahkan, dan langsung direspon oleh lembaga kepresidenan malalui sekretaris kabinet RI- Sudi Silalahi dalam bentuk penerusan surat kepada, Menteri Hukum dan HAM dan Mendiknas Surat NO.B.317/Seslah/B/2005 tanggal 23 Agustus 2005. PGRI bersama ISPI- Ikatan Sarjana Pendidikan Indonesis mengajukan Yudicial Review kepada Mahkamah Konstitusi, berkaitan dengan Anggaran Pendidikan yang ditetapkan berdasar UU-APBN yang dirasa menyalahi UUD 1945. Dan melalui keputusan MK UU No. 13 Tahun 2005 tentang APBN 2006 bertentangan dengan UUD 1945, Pasal 31. Jejaring sebagai kekuatan organisasi PGRI : Dalam memperjuangkan nasib para anggotanya untuk mengemban amanat UUD 1945, mencerdaskan bangsa PGRI selalu mengundang dan bekerjasama kepada organisasi lainnya, selama dalam bingkai tegaknya NKRI. Mendukung upaya pencerdasan bangsa tanpa memandang asal usul golongan, karena independensi telah menjadi suratan perjuangannya. PGRI selalu berjuang untuk mengayomi para anggotanya, tanpa membuat cidera demi kepentingan bangsa. Oleh karenanya PGRI menyadari sepenuhnya membangun jejaring [net working] dalam kerangka peningkatan martabat bangsa selalu dikedepankan.

SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL (SISDIKNAS) DALAM UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMER 20 TAHUN 2003

PENDAHULUAN Wajib belajar adalah program pendidikan minimal yang harus diikuti oleh warga negara Indonesia atas tanggung jawab Pemerintah dan pemerintah daerah. Sadar dengan tanggungjawabnya Pemerintah membuat sistem tentang pendidikan di Negara Indonesia yang tersusun dalam Undang-Undang tentang Sistem Pendidikan Nasional. Dalam UU ini Sistem Pendidikan Nasional didefinisikan sebagai keseluruhan komponen pendidikan yang saling terkait secara terpadu untuk mencapai tujuan pendidikan nasional. Beberapa pertimbangan pemerintah dalam membentuk Undang-Undang tentang Sistem Pendidikan Nasional.Pertama, bahwa pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 mengamanatkan Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Kedua, bahwa Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengamanatkan Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu system pendidikan nasional yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa yang diatur dengan undang-undang, Ketiga, bahwa sistem pendidikan nasional harus mampu menjamin pemerataan kesempatan pendidikan, peningkatan mutu serta relevansi dan efisiensi manajemen pendidikan untuk menghadapi tantangan sesuai dengan tuntutan perubahan kehidupan lokal, nasional, dan global sehingga perlu dilakukan pembaharuan pendidikan secara terencana, terarah, dan berkesinambungan. Keempat, bahwa Undangundang Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional tidak memadai lagi dan perlu diganti serta perlu disempurnakan agar sesuai dengan amanat perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Dengan pertimbangan-pertimbangan tersebutlah pemerintah Negara Republk Indonesia menetapkan Undang-undang tentang Sistem Pendidikan Nasional atau serind disebut Undang-undang Sikdisnas. Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab . PEMBAHASAN Manusia membutuhkan pendidikan dalam kehidupannya. Pendidikan merupakan usaha agar manusia dapat mengembangkan potensi dirinya melalui proses pembelajaran dan/atau cara lain yang dikenal dan diakui oleh masyarakat. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 31 ayat (1) menyebutkan bahwa setiap warga negara berhak mendapat pendidikan, dan ayat (3) menegaskan bahwa Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan

kehidupan bangsa yang diatur dengan undang-undang. Untuk itu, seluruh komponen bangsa wajib mencerdaskan kehidupan bangsa yang merupakan salah satu tujuan negara Indonesia. A. Beberapa Definisi Dalam UU Sisdiknas Pengertian Pendidikan Menurut Undang-undang Sisdiknas: Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Pengertian Peserta Didik, Tenaga Kependidikan dan Penddik Peserta didik adalah anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan potensi diri melalui proses pembelajaran yang tersedia pada jalur, jenjang, dan jenis pendidikan tertentu. Tenaga kependidikan adalah anggota masyarakat yang mengabdikan diri dan diangkat untuk menunjang penyelenggaraan pendidikan. Pendidik adalah tenaga kependidikan yang berkualifikasi sebagai guru, dosen, konselor, pamong belajar, widyaiswara, tutor, instruktur, fasilitator, dan sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya, serta berpartisipasi dalam menyelenggarakan pendidikan. Pengertian Pendidikan Formal, Pendidikan nonformal dan pendidikan informal Pendidikan formal adalah jalur pendidikan yang terstruktur dan berjenjang yang terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi. Pendidikan nonformal adalah jalur pendidikan di luar pendidikan formal yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang. Pendidikan informal adalah jalur pendidikan keluarga dan lingkungan. B. Beberapa Prinsip Penyelenggaraan Pendidikan Dalam Bab IV pasal 4 Tentang Prinsip Penyelenggaraan Pendidikan. Pertama, pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural, dan kemajemukan bangsa. Kedua, pendidikan diselenggarakan sebagai satu kesatuan yang sistemik dengan system terbuka dan multimakna. Ketiga, pendidikan diselenggarakan sebagai suatu proses pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat. Keempat, pendidikan diselenggarakan dengan memberi keteladanan, membangun kemauan dan mengembangkan kreativitas peserta didik dalam proses pembelajaran. Kelima, pendidikan diselenggarakan dengan mengembangkan budaya membaca, menulis, dan berhitung bagi segenap warga masyarakat. Keenam, pendidikan diselenggarakan dengan memberdayakan semua komponen masyarakat melalui peran serta dalam penyelenggaraan dan pengendalian mutu layanan pendidikan. C. Tentang Hak Dan Kewajiban Setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan termasuk untuk warga negara yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental, intelektual, dan/atau sosial tetap berhak memperoleh pendidikan khusus. Dan pendidikan layanan

khusus untuk warga negara di daerah terpencil atau terbelakang serta masyarakat adat yang terpencil. Setiap warga negara berhak mendapat kesempatan meningkatkan pendidikan sepanjang hayat. D. Tentang Wajib Belajar Setiap warga negara yang berusia 6 tahun dapat mengikuti program wajib belajar. Dan pemerintah dan pemerintah daerah menjamin terselenggaranya wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya. Wajib belajar merupakan tanggung jawab negara yang diselenggarakan oleh lembaga pendidikan Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat. E. Tentang Strategi Pembangunan Pendidikan Nasional 1. pelaksanaan pendidikan agama serta akhlak mulia; 2. pengembangan dan pelaksanaan kurikulum berbasis kompetensi; 3. proses pembelajaran yang mendidik dan dialogis; 4. evaluasi, akreditasi, dan sertifikasi pendidikan yang memberdayakan; 5. peningkatan keprofesionalan pendidik dan tenaga kependidikan; 6. penyediaan sarana belajar yang mendidik; 7. pembiayaan pendidikan yang sesuai dengan prinsip pemerataan dan berkeadilan; 8. penyelenggaraan pendidikan yang terbuka dan merata; 9. pelaksanaan wajib belajar; 10. pelaksanaan otonomi manajemen pendidikan; 11. pemberdayaan peran masyarakat; 12. pusat pembudayaan dan pembangunan masyarakat; dan 13. pelaksanaan pengawasan dalam sistem pendidikan nasional. F. Berita dan Peristiwa Satu juta umat Islam dari berbagai partai politik dan organisasi massa hadir memadati jalan di depan gedung DPR, untuk mendukung RUU Sisdiknas yang rencananya akan disahkan selasa (10/06) . Mereka adalah gabungan dari massa PK Sejahtera, PAN, Partai Bintang Reformasi, FPI, NU, KAHMI, MUI, Gerakan Muslimah, Salimah, RS Islam Jakarta, Pelajar SMU se Jakarta, Pemuda Muhammadiyah, BEM Uhamka, BEM STMIK Cilegon, PERSIS, GUPPI, dan Badan Kontak Majelis Talim . Bappenas Minta Peninjauan UU Sisdiknas. Menteri PPN/Kepala Bappenas Paskah Suzetta mengungkapkan pihaknya telah menyiapkan pembicaraan dengan para pemangku kepentingan, yaitu pelaksana pendidikan, pemerintah dan legislatif untuk melakukan peninjauan ketentuan dalam UU Sisdiknas yang terkait dengan anggaran penyelenggaraan pendidikan . Pasal 49 ayat (1) UU Sisdiknas menegaskan bahwa yang dimaksud dengan dana pendidikan yang harus dialokasikan sekurang-kurangnya dua puluh persen itu adalah dana di luar gaji pendidik dan biaya pendidikan kedinasan. Dengan memisahkan gaji pendidik dan biaya kedinasan maka UU Sisdiknas sebenarnya telah member porsi biaya cukup layak untuk sektor pendidikan. Namun, penegasan Pasal 49 ayat (1) itu dikaburkan oleh penjelasannya sendiri yang menyatakan bahwa pemenuhan dana pendidikan itu dapat dilakukan secara bertahap .

Majelis Ulama Indonesia (MUI) Propinsi Banten akan mendesak MUI Pusat untuk mengeluarkan Fatwa haram bagi kelurga muslim untuk menempuh pendidikan di sekolah yang dikelola oleh orang non mulsim. Fatwa ini merupakan bagian dari pernyataan sikap MUI banten atas dukungan pengesahan Rancangan Undang-Undang Sistim Pendidikan Nasional (Sisdiknas) . Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) secara tegas menolak usul revisi Undangundang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas). Ketua PGRI, M. Surya mengatakan undang-undang yang telah disahkan tidak bisa direvisi begitu saja. Sampai kapan pun, kata dia, PGRI tidak akan menerima revisi tersebut. Besok PGRI akan bergerak ke mahkamah konstitusi, ujarnya kepada Tempo melalui telepon, Selasa. Ia menanggapi usulan Wakil Presiden Jusuf Kalla agar Pasal 49 Undang-undang Sisdiknas direvisi, sehingga gaji guru menjadi salah satu komponen anggaran pendidikan 20 persen dari APBN . PENUTUP Seiring dengan digulirkannya RUU Sisdiknas bergulir juga kontroversi terhadap RUU tersebut. Faktor yang memicu kontroversi itu adalah pasal 12 versi DPR yang berbunyi, Setiap peserta didik pada setiap satuan pendidikan berhak mendapatkan agams sesuai dengan agma yang dianutnya dan diajarkan oleh pendidik yang seagama. Sekali lagai penegasan pengajaran Agama dalam sistem pendidikan Indonesia menjadi persoalan. Hal serupa terjadi pada tahun 1988 ketika RUU sisdiknas diajukan pemerintah (kini UndangUndang Nomor 2 Tahun 1989) di mana perihal penegasan itu banyak mendapatkan tantangan dari kalangan non-Islam. DRAF sistem pendidikan nasional yang akan disahkan 2 Mei 2003, kini menjadi polemik nasional yang kiranya perlu mendapatkan pertimbangan dan peninjauan kembali secara serius, khususnya berkaitan dengan pendidikan agama. Sistem pendidikan nasional (Sisdiknas) merupakan pilar amat penting untuk membangun mentalitas bangsa, kecerdasan seluruh warga dan masa depan eksistensi suatu bangsa. Karena itu, memberlakukan sistem pendidikan nasional secara tergesa-gesa dan serampangan bisa berakibat fatal bagi suatu bangsa.

TUGAS DAN FUNGSI PGRI


Januari 24, 2009 pada 6:45 pm (Uncategorized) Adapun yang menjadi tugas dan fungsi PGRI : a. meningkatkan keimanan dan ketakwaan terhadap tiuhan yang maha esa b. membela, mempertahankan, mengamankan dan mengamalkan Pancasila c.Mempertahankan dan melestarikan negara kesatuan RI

d. Meningkatkan Integritas bangsa serta menjaga tetap terjamin dan terpeliharanya keutuhan kesatauan dan persatuan bangsa e. melaksanakan dan mengembangkan sistem pendidikan nasional f. membina dan bekerjasama dengan himpuna profesi dan keahlian sejenis dibidang pendidikan yang secara sukarela menyatakan diri bergabung dan atau bermitra dengan PGRI g. mempersatukan semua guru dan tenaga kependidikan disemua jenis,jenjang dan kesataun pendidikan dan peran serta didalam pembanguna nasional h. mengupayakan dan mengevaluasi terlaksananya sistem sertfikasi,akreditasi dan lisensi bagi pengukuahan kompetensi profesi guru i. menegakan dan melaksankan kode etik dan ikrar guru indonesia sesuai dengan peraturan organisasi j. mengadakan hubungan kerjasama dengan lembaga-lembaga pendidikan organisasi yang bergerak dibidang pendidikan dan atau organisasi kemasyarakatan umumnya dalam rangka peningkatan mutu pendidikan dan kebudayaan k. memelihara, membina dan mengembangkan kebudayaan nasional serat memelihara kebudayaan daerah dalam rangka memperkaya kebudayaan nasional l. Menyelenggarakan dan membina anak lembaga PGRI m. memelihara dan mempertinggi kesadaran guru akan profesinya untuk , meningkatkan mutu keahlian ,kemampuam, pengabdian prestasi dan kerjasama n. Membian usaha kesejahteraan guru daloam arti yang luas dan membantu serta memperjuangkan hak-hak anggota dalam bidang ketenagakerjaan p. melaksanakan prinsip dan pendekatan ketenaga kerjaan dal;am upaya meningkatkan harkat dan martabat guru melalui peningkatan kesejahteraan anggota q. memperkuat kedudukan, wibawa dan martabat guru serta kesetiakawan organisasi r. Membina dan meningkatkan hubungan kerjasama denmgan organisasi guru luar negeri dengan mengutamakan kepentingan nasional s. Melakukan pengawasan sosial dan fungsional atas pelaksanaan sistem pendidikan nasional.

Siapa yang tidak mengenal PGRI? Organisasi guru tertua di Indonesia ini telah memberi saham yang begitu besar dalam pembangunan dunia pendidikan di Indonesia. I. PENDAHULUAN PGRI lahir 100 hari setelah proklamasi kemerdekaan RI, di Surakarta, 25 November 1945 Tujuan utama pendirian PGRI adalah: a. Membela dan mempertahankan Republik Indonesia (organisasi perjuangan) b. Memajukan pendidikan seluruh rakyat berdasar kerakyatan (organisasi profesi)

Pendirian PGRI sama dengan EI: education as public service, not commodity c. Membela dan memperjuangkan nasib guru khususnya dan nasib buruh pada umumnya (organisasi ketenagakerjaan) Tiga unsur pendiri (founding fathers) PGRI adalah: a. Guru yang pro kemerdekaan b. Pensiunan guru pendukung proklamasi kemerdekaan Indonesia c. Pegawai Kementerian PPK yang baru saha didirikan II. EMPAT PERIODE PERANAN PGRI DI BIDANG KETENAGAKERJAAN Periode 1945 1962 RH Koesnan, Ketua Umum PB PGRI Diangkat menjadi Menteri Perburuhan dan Sosial RI dalam kabinet Hatta. Hasilnya a.l. : keluarnya PGP 1947/1948 tentang Peraturan Gaji INTInya: Ijazah yang setara SMP=SGB, SNA=SGA, SM=B1,Pegawai. Sarjana=B2. Kalau menjadi guru, ijazah SGB/SGA,B1/B2 pangkatnya setingkat lebih tinggi dari ijazah SMP/SMA/ SM/Sarjana. SMP = IIIA, SGB/KGB = IIIA/b SMA = IV/a, SGA/KGA = IV/b SM = V/a, B1 = V/b Sarjana = VI/a, B2 = VI/b Soedjono, Ketua Umum PB PGRI Menghasilkan konsep PGRI tentang pendidikan nasional. Untuk mengatasi kekurangan guru: Kursus Guru Tjepat (KGTJ) dijadikan SGB/KGB KPKPKB dijadikan SGB berasrama SGA berasrama ME Subiadinata, Ketua Umum PB PGRI Tahun 1968 diangkat menjadi Kepala Kantor urusan Pegawai (KUP), sekarang BKN/BAKN. PGRI membentuk Rukun Kerja Sama (RKS) Pegawai Negeri untuk perbaikan nasib. B. PERIODE 1962 1970 PGRI mendirikan PSPN (Persatuan Serikat Pekerja Pegawai Negeri), a.l PGRI, PERSAJA (Persatuan Djaksa), PERSAHI (Persatuan Hakim Indonesia), SSKDN (Serikat Sekerja Kementerian Dalam Negeri), PBKA (Persatuan Buruh Kereta Api), PPPRI (Persatuan Pegawai Polisi RI), PBPTT (Persatuan Buruh Pos Telepon Telegraf) dsb. PSPN didirikan untuk menghadapi tekanan/serangan PKI (Partai Komunis) melalui SOBSI/PKI terhadap Serikat Pekerja Non Komunis. PSPN akhirnya bergabung menjadi KSBM (Kerja Sama Buruh Militer) KSBM adalah cikal bakal Sekber Golkar (Sekretariat Bersama Golongan Karya) 1964.

Tahun 1966 PGRI menjadi anggota WCOTP (World Confederation of Teaching Profesion) dalam WCOTP World Congress di Seoul, Korea Selatan (Subiadinata, Slamet I) Tanggal 5 Oktober 1966 Konvensi ILO/UNESCO di Paris menghasilkan Status of Teachers (Status Guru Dunia). Pemerintah RI dan PGRI (HM Hidajat dan Ir. GB Dharmasetia) hadir dan menandatangani konvensi ILO/Unesco tersebut. Tahun 1966 PGRI mendirikan KAGI (Kesatuan Aksi Guru Indonesia) terdiri dari PGRI, IGM (Muhammadiyah), PG Perti, Pergunu, PGII, Pergukri, PGK (Katolik) dan PGM (Marhaenis) Tokoh-tokoh KAGI: ME Subiadinata, Rusli Yunus, Drs. WDF Rindorindo (Ketua-ketua Periodik), Drs. Estiko Suparjono, T. Simbolon, FX Pasaribu (sekjen/Wakil Sekjen), Harkam Effendi, Nurimansyah Hasibuan, Effendi Sudijawinata, Abdullah Latif dsb. Tahun 1967 dlm Kongres PGRI XII di Bandung KAGI meleburkan diri ke dalam PGRI (unitaristik, independen, dan non parpol), artinya menanggalkan baju parpol, hanya bicara guru dalam PGRI. C. PERIODE 1970 1998 Tahun 1970 PGRI diundang ke Head Quarters IFFTU (International Federation of Free Teachers Union) di Brussel, diwakili oleh Rusli Yunus. Tahun 1969 PGRI memprakarsai berdirinya MPBI (Majelis Permusyawaratan Buruh Indonesia), ME Subiadinata, M.Hatta, Rusli Yunus. Tahun 1970 MPBI menjadi FBSI (Federasi Buruh Seluruh Indonesia), PGRI terpaksa keluar dari FBSI karena Kongres PGRI ke XIII di Bandung melarang PGRI ikut serikat buruh, hanya boleh profesi saja. Gigi pada lambang PGRI dicopot/dibuang H. Basyuni Suryamiharja, Ketua Umum PB PGRI, telah berhasil menyelamatkan PGRI untuk tidak dibubarkan, mengikuti keputusan pemerintah dengan meninggalkan serikat pekerja/perburuhan. Mendirikan Gedung Guru Indonesia (GGI) di Jakarta. Tahun 1979 menyelenggarakan World WCOTP Congress di Jakarta. Memprakarsai berdirinya ASEAN Council of Teachers (ACT) tahun 1974. PGRI memprakarsai Pertemuan Guru-guru Nusantara (PGN) 1983 di Singapura (Prof. Gazali Dunia dan Rusli Yunus). Tahun 1993 di Stockholm terjadi merger/penyatuan WCOTP dan IFFTU menjadi Educational International (EI). Berarti organisasi guru se dunia mengikuti pola PGRI (profesi dan ketenagakerjaan), PGRI (H. Basyuni Suriamiharja) ikut menandatangani penggabungan organisasi tersebut menjadi EI.

Tahun 1990 Menaker Cosmas Batubara atas nama pemerintah meminta PGRI dan KORPRI mendaftarkan diri masing-masing sebagai Serikat Pekerja Guru (PGRI) dan Serikat Pekerja Pegawai Negeri (KORPRI), sehingga pemerintah Indonesia terbebas dari tekanan PBB/ILO bahwa di Indonesia ada demokrasi. D. PERIODE 1998 SEKARANG Tahun 1998 Kongres PGRI XVIII di Lembang: Prof.Dr. HM Surya, Ketua Umum PB PGRI, Drs. H. Sulaiman SB Ismaya, Sekretaris Jenderal. Kongres menghasilkan antara lain: a. PGRI keluar dari Golkar b. PGRI menyatakan diri kembali sebagai organisasi perjuangan (cita-cita proklamasi kemerdekaan dan kesetiaan PGRI hanya kepada bangsa dan NKRI), organisasi profesi (meningkatkan kualitas pendidikan) dan organisasi ketenagakerjaan (kembali sebagai Serikat Pekerja Guru/Teachers Union Tahun 2003 (1 Februari) PGRI bersama-sama 13 SP/SB yang independen non parpol, berwawasan kebangsaan membentuk KSPI (Kongres Serikat Pekerja Indonesia). Anggota Dewan Nasional KSPI, Harfini Suhardi dan Sanuri Almariz. Sekjen Dewan Eksekutif Nasional (DEN) KSPI: Drs. WDF Rindorindo Tahun 2003 Kongres XIX PGRI di Semarang: Prof. Dr. HM Surya, Ketua Umum dan Koesrin Wardojo, SH, SIP, Sekretaris Jenderal PB PGRI. Tahun 2004 Sekretaris Jenderal KSPI: Rusli Yunus Tahun 2005 audiensi PB PGRI dengan Menakertrans (Fahmi Idris): 1. Mengklarifikasi UU No.21/2000 tentang SP/SB khususnya Pasal 48: a. PNS berhak menjadi anggota SP/SB b. Akan diatur dalam suatu Undang-Undang 2. Pernyataan Menakertrans RI: a. Pemerintah RI telah meratifikasi Konvensi ILO No. 87 dengan Keppres No. 83 Tahun 1998. b. PGRI jalan terus sebagai Serikat Pekerja Guru Modern c. Setiap orang tidak boleh menjadi anggota dua SP dan SB. Karena itu PGRI yang PNS tinggal memilih menjadi anggota PGRI atau anggota KORPRI. (Konvensi ILO No.87, keanggotaan SP/SB harus sukarela dan tidak boleh dipaksa, sesuai dengan HAM, SP/SB harus dibentuk secara demokratis) 3. Menakertrans meminta PGRI dan ILO Indonesia serta Depnakertrans melaksanakan seminar nasional tentang konvensi ILO nomor 87 dan Keppres No. 83 Tahun 1998. 4. Menakertrans memberi kesempatan kepada PGRI tingkat pusat, provinsi dan kabupaten/ kota mendaftarkan kembali PGRI sebagai SP pada Disnaker provinsi dan Kabupaten/Kota III. TINJAUAN KE DEPAN Menyongsong Kongres XX PGRI tahun 2008 yad, sejak 2001 PRI bekerjasama dengan EI Asia Pasifik membentuk PGRI-EI Consortium Project untuk seminar, workshop dan pelatihan pimpinan PGRI dari pusat, provinsi dan kabupaten/kota seluruh Indonesia.

Tahun 2001 PB PGRI dan Ketua provinsi se Jawa Workshop EI di Anyer. Tahun 2003 menjadi 11 provinsi Tahun 2004 menjadi 19 provinsi Tahun 2005 menjadi 22 provinsi Penanggung jawab nasional Prof.Dr. HM Surya, Ketua Umum PB PGRI, sedangkan National Coordinator PGRI-EI Consortium Project: - Tahun 2002 203, Drs. WDF Rindorindo - Tahun 2004 sekarang, HM Rusli Yunus. - Tahun 2006 Koordinator Nasional (HM Rusli Yunus) didampingi Koordinator Pelaksana (Ir. Abdul Azis Hoesein, MEngSc) Consortium (negara donor): Norwegia, Swedia, Amerika Serikat, Jepang dan Australia. Tahun 2004 aktif membantu Public Service International (PSI, Persatuan Pegawai Negeri se Dunia) Tahun 2006 kegiatan proyek PGRI-EI Consortium ini meliputi 23 provinsi dari 31 yang direncanakan. Setelah itu diperlukan langkah2 utk persiapan bahan kongres, a.l. penyesuaian AD/ART PGRI sebagai serikat pekerja guru, dimulai dari hasil konperensi cabang, kabupaten/kota dan provinsi diajukan pada Konpus IV (2007). Shg hasil konpus terakhir menjelang Kongres (Konpus 2007) resmi menjadi bahan kongres sebagai hasil dari anggota melalui cabang, kab/kota, provinsi dan pusat Ini yang dimaksud dengan prinsip-prinsip serikat pekerja: solidaritas, demokratis, kesatuan, tanggung jawab dan kesetaraan. Visi PGRI Terwujudnya PGRI sebagai Organisasi Perjuangan, Profesi dan Ketenagakerjaan yang Mandiri dan Non Partisan. Makna Visi PGRI a. Makna dari terwujudnya PGRI sebagai Organisasi Perjuangan : 1) Wahana mewujudkan cita-cita Proklamasi Kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. 2) Wahana untuk membela, mempertahankan, dan melestarikan Negara Kesatuan Republik Indonesia. 3) Wahana untuk meningkatkan integritas bangsa dalam menjamin terpeliharanya keutuhan, kesatuan, dan persatuan bangsa. 4) Berperan aktif memperjuangkan tercapainya tujuan nasional dalam mencerdaskan kehidupan bangsa. 5) Wadah bagi para guru dalam memperoleh, mempertahankan, meningkatkan, dan membela hak asasinya baik sebagai pribadi, anggota masyarakat, warga negara, dan pemangku profesi kependidikan. 6) Wahana untuk memberikan perlindungan dan membela kepentingan guru dan tenaga kependidikan yang berhubungan dengan persoalan-persoalan hukum. b. Makna dari terwujudnya PGRI sebagai Organisasi Profesi : 1) Wahana memperjuangkan peningkatan kualifikasi dan kompetensi bagi guru. 2) Wahana mempertinggi kesadaran dan sikap guru dan tenaga kependidikan dalam

meningkatkan mutu profesi dan pelayanan kepada masyarakat. 3) Wahana menegakkan dan melaksanakan kode etik dan ikrar guru Indonesia. 4) Wahana untuk melakukan evaluasi pelaksanaan sertifikasi, lisensi, dan akreditasi bagi pengukuhan kompetensi profesi guru. 5) Wahana pembinaan bagi Himpunan Profesi dan Keahlian Sejenis di bidang pendidikan yang menyatakan diri bergabung atau bermitra dengan PGRI. 6) Wahana untuk mempersatukan semua guru dan tenaga kependidikan di semua jenis, jenjang, dan satuan pendidikan guna mneningkatkan pengabdian dan peran serta dalam pembangunan nasional. 7) Wahana untuk mewujudkan pengabidan secara nyata melalui anak lembaga dan badan khusus. Wahana untuk mengadakan hubungan kerjasama dengan lembaga-lembaga pendidikan, organisasi yang bergerak dalam bidang pendidikan, dan atau organisasi kemasyarakatan umumnya dalam rangka peningkatan mutu pendidikan dan kebudayaan. c. Makna dari terwujudnya PGRI sebagai Organisasi Ketenagakerjaan : 1) Wahana untuk memperjuangkan terwujudnya hak-hak guru dan tenaga kependidikan. 2) Wahana untuk memperjuangkan kesejahteraan guru yang berupa: imbal jasa, rasa aman, hubungan pribadi, kondisi kerja dan kepastian karier. 3) Wahana untuk mewujudkan prinsip dan pendekatan ketenagakerjaan dalam upaya meningkatkan harkat dan martabat guru melalui peningkatan kesejahteraan anggota. 4) Wahana untuk memperkuat kedudukan, wibawa dan martabat guru serta kesetiakawanan organisasi. 5) Wahana untuk membela dan melindungi guru sebagai pekerja. 6) Wahana untuk membina dan meningkatkan hubungan kerjasama dengan organisasi ketenagakerjaan baik lokal, regional maupun global.. d. Makna dari terwujudnya PGRI sebagai Organisasi yang Mandiri : 1) Menjalin kerjasama dengan semua pihak atas dasar kemitrasejajaran, saling menghormati dan berdiri di atas semua golongan. 2) Menggali dan mengembangkan potensi baik sumber daya manusia maupun sumber daya keuangan dan sumber daya organisasi lainnya yang tidak tergantung dari pihak manapun. 3) Membangun transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan keuangan organisasi dengan menempatkan iuran anggota sebagai sumber utama pembiayaan organisasi. e. Makna dari terwujudnya PGRI sebagai Organisasi yang Non Partisan : 1) PGRI tidak menjadi bagian dari partai politik manapun dan tidak berafiliasi dengan partai manapun. 2) PGRI memberikan kebebasan kepada anggotanya untuk menentukan pilihan politiknya secara merdeka. 3) PGRI selalu menjalin hubungan baik dengan seluruh partai dan komponen masyarakat dalam memajukan pendidikan nasional. Misi PGRI a. Menjaga, mempertahankan, dan meningkatkan persatuan dan kesatuan bangsa, membela dan mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, serta mewujudkan cita-cita

Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945. b. Berperan aktif dalam pembangunan nasional di bidang pendidikan dan kebudayaan yang berlandaskan asas demokrasi, keterbukaan, pengakuan terhadap hak asasi manusia, keberpihakan pada rakyat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. c. Mengembangkan dan meningkatkan kompetensi, profesionalisme dan kesejahteraan anggota. d. Melaksanakan, mengamalkan, mempertahankan dan menjunjung tinggi kode etik profesi guru Indonesia. e. Membangun sikap kritis terhadap kebijakan pendidikan yang tidak memihak kepada kepentingan masyarakat. f. Melaksanakan dan mengelola organisasi berdasarkan tata kelola yang baik (good govermance). g. Memperjuangkan perlindungan hukum, profesi, dan kesejahteraan anggota PGRI. h. Mewujudkan PGRI sebagai organisasi profesi yang mempunyai kewenangan akreditasi, sertifikasi, dan lisensi pendidik dan tenaga kependidikan. i. Memperkuat solidaritas, soliditas, demokratisasi, dan kemandirian organisasi di semua level/tingkatan. j. Menyamakan persepsi, visi, dan misi para guru/pendidik dan tenaga kependidikan sebagai pilar utama pembangunan pendidikan nasional. k. Mewujudkan PGRI sebagai organisasi yang memiliki kekuatan penekan (pressure group), pemikir (thinker), dan pengendali (control). Sumber : Http://pgri.co.id Sumber: Mengenal PGRI Lebih Dekat | Agupena Jawa Tengah http://agupenajateng.net/2009/09/25/mengenal-pgri-lebih-dekat/#ixzz1KXemOzIH Under Creative Commons License: Attribution Non-Commercial Share Alike

You might also like