You are on page 1of 4

Permasalahan Kelautan Yang Muncul Dalam Negara Kepulauan Indonesia - Sumbawanews

Oleh Dedi Syafikri Kamis, 25 Juni 2009 20:44 -

Latar Sejarah Negara Kepulauan Dalam UUD 1945 disebutkan bahwa Indonesia adalah negara kepulauan bisa juga disebut negara maritim bukan negara agraris. dari luas Indonesia adalah berupa lautan yang menyimpan begitu banyak kekayaan alam baik hayati maupun nir-hayati, dengan demikian besar kemungkinan pertumbuhan ekonomi dan keberhasilan pembangunan dapat disuport dari sektor ini. Sejarah juga telah membuktikan bahwa dalam beberapa abad lamanya, pusat-pusat pertumbuhan ekonomi dan peradaban di wilayah Nusantara memiliki kekuatan ekonomi dan politik dengan berbasis pada sumber daya kelautan. Setelah puluhan tahun seakan diabaikan, baru di era reformasi, kesadaran untuk menjadikan pembangunan berbasis sumberdaya kelautan menjadi arus utama pembangunan nasional bangsa ini. Indonesia merupakan Negara Kepulauan (archipelagic state) terbesar di dunia dengan 17.480 pulau dan panjang garis pantai mencapai 95.181 km. Sebagaimana disebutkan dalam UNCLOS 1982 bahwa Negara kepulauan adalah negara yang terdiri atas satu atau lebih gugusan pulau, dimana diantaranya terdapat pulau-pulau lain yang merupakan satu kesatuan politik atau secara historis merupakan satu ikatan. Dengan konsep Negara kepulauan maka Indonesia mempunyai kedaulatan penuh atas perairan yang berada di sisi dalam garis pangkal kepulauan, yang dikenal sebagai perairan kepulauan. Kedaulatan juga meliputi ruang udara di atasnya, kolom air , dasar laut dan tanah di bawahnya . Sebelum diterbitkannya deklarasi Juanda 1957 Indonesia menggunakan konsepsi Territoriale Zee en Maritime Kringen Ordonantie (TZMKO) 1939 yang mana djelaskan dalam konsepsi tersebut bahwa, lebar laut wilayah perairan Indonesia hanya meliputi jalur-jalur laut yang mengelilingi setiap pulau atau bagian pulau Indonesia yang lebarnya hanya 3 mil laut. Sedangkan menurut UUD 1945, wilayah negara Indonesia tidak jelas menunjuk batas wilayah negaranya. Wilayah negara Indonesia pada saat diproklamirkan menjadi Negara yang merdeka dan berdaulat adalah wilayah negara bekas jajahan atau kekuasaan Hindia Belanda, hal ini sejalan dengan prinsip hukum internasional uti possidetis juris. Dan selain itu, UUD 1945 tidak mengatur tentang kedudukan laut teritorial. Produk hukum mengenai laut teritorial baru dilakukan secara formal pada tahun 1958 dalam Konvensi Geneva. Pada tahun 1957, Pemerintah Indonesia menuangkan konsepsi Wawasan Nusantara yang lebih dikenal dengan Deklarasi Djuanda, konsepsi ini diumumkan secara sepihak (unilateral) oleh pemerintah Indonesia. Dalam konsepsi tersebut disebutkan bahwa lebar laut wilayah Indonesia adalah 12 mil. Setelah itu 3 tahu berikutnya melalui UU No. 4/Prp tahun 1960 tentang Wilayah Perairan Indonesia ditetapkan ketentuan tentang laut wilayah/territorial Indonesia selebar 12 mil laut dari garis pangkal lurus pulau terluar. Perairan Kepulauan ini dikelilingi oleh garis pangkal yang menghubungkan titik-titik terluar dari Pulau Terluar Indonesia. Selain itu disebutkan pula bahwa perairan yang terletak di sisi dalam garis pangkal lurus yang menghubungkan titik-titik terluar dari pulau-pulau dalam negara kepulauan Indonesia merupakan perairan pedalaman atau disebut juga perairan kepulauan. Namun konsep Negara kepulauan ini baru disepakati secara internasional di dalam Konvensi Hukum Laut PBB 1982 (United Nation Convention on the Law of the Sea/UNCLOS 82) dan di tuangkan dalam dalam

1/4

Permasalahan Kelautan Yang Muncul Dalam Negara Kepulauan Indonesia - Sumbawanews


Oleh Dedi Syafikri Kamis, 25 Juni 2009 20:44 -

UU No. 4 Prp 1960. Di perairan kepulauan ini Indonesia memiliki kedaulatan mutlak. Kedaulatan mutlak ini dalam UNCLOS82 dibatasi oleh Hak Lintas alur Laut Kepulauan atau biasa disebut Hak Lintas Damai. Beberapa Permasalahan yang Timbul Sebagai negara kepulauan Indonesia tentunya tidak terlepas dari konflik atau permasalah yang timbul baik dari dalam negeri sendiri maupun dari luar misalnya dengan negara-negara tetangga yang terkait dngan batasan wilayah. Dari dalam negeri sendiri misalnya sampai saat ini pemerintah belum mampu memberdayakan ribuan pulau yang tersebar di seluruh perairan nusantara. Masih banyak pulau-pulau yang dimiliki yang masih belum memiliki nama sebagai identitasnya. Bahkan beberapa pulau kecil di wilayah perairan dalam atau perairan kepulauan misalnya digugusan kepulauan Nias, dan Karimun jawa banyak dikelola dan dimiliki warga negara asing. Padahal sudah jelas dalam UU agraria tidak diperkenankan warga negara asing memiliki wilayah di Negara Indonesia. Upaya pengamanan wilayah perairan nusantara masih jauh dari harapan, terlebih lagi dengan pulau-pulau kecil terluar yang dimilikinya. Padahal jika ditijau dari posisinya pulau kecil terluar ini sangat strategis untuk menarik garis batas laut teritorial, zona tambahan, batas landas kontinen, dan zona ekonomi eksklusif (ZEE). Sudah semestinya pulau-pulau tersebut kita lindungi karena pada hakekatnya disinilah gerbang terdepan pertahanan dan kedaulatan negara ditempatkan. Memang tidak bisa dipungkiri dengan tingkat perekonomian negara saat ini besarnya anggaran adalah menjadi kendala utama, hal ini berimplikasi pada minimnya kekuatan dan jumlah armada patroli baik laut maupun udara yang bertugas untuk memantau dan melindungi pulau-pulau ini. Selai itu penanganan masalah kelautan selama ini masih bersifat sektoral (perikanan kelautan, pertambangan, perhubungan, pariwisata, pertahanan keamanan, energi dan dan lingkungan dan lain-lain) dimana masing-masing instansi pemerintah tersebut memiliki kebijakan, cara pandang dan juga tujuan pengelolaan yang berbeda-beda, sehinga masing instansi tersebut berjalan sendiri sesuai dengan kebijakan dan tuajuannya. Begitu juga dengan upaya pengamanan dan penegakan hukum di laut masih ditangani instansi sektoral yang masing-masing didukung oleh Undang-Undang sendiri sehingga kemampuan pengembangannya bersifat sektoral pula. Kultur dan budaya masyarakat Indonesia yang masih didominasi oleh orientasi daratan sangat mempengaruhi pola fikir dan cara pandang masyarakat dan juga pemerintah dalam merumuskan kebijakan dan peraturan mengenai orientasi pembangunan baik ekonomi maupun politik. Sebagai salah satu contoh dengan dikeluarkannya UU otonomi daerah No. 22 Th 1999 yang mana pemerintah pusat memberikan kewenangan atau otoritas kepada daerah (regional) tidak hanya sebatas urusan pemerintahan semata namun juga dalam hal pemanfaatan dan pengelolaan kekayaan sumberdaya yang dimilikinya, termasuk sumberdaya kelautan. Namun sayangnya sampai saat ini masih banyak daerah yang memahami konsep desentralisasi ini hanya terbatas pada wilayah daratan semata sehingga sebagian besar kebijakan yang dikeluarkan hanya difokuskan pada sumberdaya daratan, padahal bagi propinsi, kabupaten/kota tertentu esensi otonomi daerah juga ada di wilayah laut. Dalam konteks ini otonomi diartikan tidak hanya menjadikan daratan sebagai objek utama pembangunan namun juga menjadikan laut sebagai sumber kekuatan baru dalam mendukung pembangunan baik daerah maupun nasional. Dalam Forum Koordinasi dan Konsultasi Pengelolaan Wilayah

2/4

Permasalahan Kelautan Yang Muncul Dalam Negara Kepulauan Indonesia - Sumbawanews


Oleh Dedi Syafikri Kamis, 25 Juni 2009 20:44 -

Perbatasan dan Pulau-Pulau Kecil Terluar, Menakertrans mengungkapkan belum tercerminnya konsep negara kepulauan dalam sistem pembangunan nasional tersebut dapat dilihat pada Undang-undang No. 33 tahun 2004 tentang perimbangan keuangan pusat dan daerah. Selain itu Peraturan Pemerintah (PP) No. 55 tahun 2005 tentang indikator Dana Alokasi Umum (DAU) , juga lebih berpihak kepada wilayah daratan, sehingga laju pembangunan kepulauan lebih lambat dibandingkan propinsi lainnya. Lebih jauh lagi Menakertrans menjelaskan bahwa permasalahan mendasar provinsi kepulauan tidak adanya peraturan yang mengadopsi kebutuhan negara kepulauan, terbatasanya pelayanan kepada masyarakat, dinamika ekonomi terbatas dan berskala kecil, rentang kendali terlalu luas dalam melaksanakan pemerintah, terbatasnya sumber pembiayaan baik APBN maupun APBD, serta rentan terhadap infiltrasi dan intervensi dari negara tetangga. Kultur dan pola fikir masyarakat dan juga pemerintah yang masih belum terfokuskan pada pembangunan di sektor kelautan ini juga menyebabkan potensi sumberdaya kelautan yang begitu besar dimiliki bangsa ini sebagian besar dimanfaatkan oleh bangsa lain. Sebagai contoh sektor perikanan (tangkap dan budidaya) sampai saat ini belum mendapatkan perhatian khusus dari pemerintah akibatnya (Soemarwoto, Kompas 2004) miliaran dolar setiap tahunnya ikan dari perairan bangsa ini dicuri oleh nelayan asing, hanya 40% transportasi laut domestik yang dkelola oleh bangsa Indonesia sendiri dan hanya 5% ekspor dilakukan oleh kapal domestik. Permasalahan lain yang tidak kalah pentingnya adalah delimitasi batasan maritim khususnya dengan Negara yang memiliki batasan maritim dengan Indonesia. Delimitasi batas maritim harus dengan perundingan sesuai dengan hukum internasional dan praktek-praktek negara, delimitasi batas laut memiliki aspek internasional tidak hanya tergantung pada kehendak satu negara (Keputusan ICJ 18 Des 1951 Dalam Anglo-Norwegian Fisheries Case). Jika perundingan sulit mencapai kesepakatan, perlu diupayakan penyelesaian melalui pihak ketiga. Salah satu kasus yang dapat di jadikan contoh dalam permasalah ini adalah lepasnya pulau terluar Sipadan dan Ligitan. Lepasnya dua pulau ini ke tangan Malaysia menjadi pelajaran berharga bagi Indonesia. Walaupun secara territorial sejauh 12 mil laut serta menurut perjanjian antara Inggris dan Belanda, kedua pulau tersebut masuk kedalam wilayah kedaulatan NKRI, namun Mahkamah Internasional (ICJ) lebih menitikberatkan pada bukti peranan Malaysia di kedua pulau ini. Tiga aspek utama yang dijadikan alasan Mahkamah Internasional memenangkan Malaysia yakni keberadaan secara terus menerus (continuous presence), penguasaan efektif (effective occupation), dan pelestarian ekologis (ecology preservation). Sementara Indonesia lemah dalam ketiga hal tersebut dibanding Malaysia. Kekhawatiran terhadap keberadaan pulau kecil terluar tidak terbatas pada lepasnya pulau ke negara lain (Sipadan-Ligitan). Letaknya yang berhadapan langsung dengan 10 negara tetangga (Singapura, Malaysia, Thailand, India, Vietnam, Palau, Papua Nugini, Australia, Philipina, dan Timor Leste) berpotensi rawan terhadap pengaruh ideologi, ekonomi, politik, sosial-budaya, dan pertahanan keamanan. Lingkungan alam juga dapat terancam karena sebagian besar pulau berhadapan langsung dengan lautan bebas, contohnya abrasi yang dapat menghilangkan titik dasar. Dari 92 pulau-pulau kecil terluar (PPKT) yang tersebar di 20 Provinsi, terdapat 12 pulau yang menjadi perhatian khusus yakni Pulau Rondo, Sekatung, Nipa, Berhala, Marore, Miangas, Marampit, Batek, Dana, Fani, Fanildo, dan Pulau Bras (Mustofa, 1996). Belum lama kasus lepasnya kedua pulau terluar Sipadan-Ligitan kini kasus serupa terjadi lagi di blok Ambalat yang terletak di perairan Sulawesi. Perlu diketahui Blok Ambalat bukan merupakan pulau melainkan blok yang kaya akan sumberdaya minyak dan gas bumi. Sebagaimana diinformasikan oleh ENI (perusahaan penambang minyak asal Italia) yang

3/4

Permasalahan Kelautan Yang Muncul Dalam Negara Kepulauan Indonesia - Sumbawanews


Oleh Dedi Syafikri Kamis, 25 Juni 2009 20:44 -

selama ini terikat kontrak dengan pemerintah RI menyebutkan wilayah blok Ambalat sangat kaya akan sumber daya alam, terutama minyak yang diperkirakan mencapai lebih dari 400 juta barel dan gas alam sebesar 3,3 triliun kubik. Di mana, kapasitas produksinya bisa mencapai 30-40 ribu barel per hari hingga 30 tahun. Blok ambalat merupakan terusan alamiah dari daratan Indonesia sehingga sah merupakan Landasan kontinen dari Indonesia. Pakar hukum laut internasional, Prof Dr Hasyim Djalal menyebutkan secara hukum serta berdasarkan konsensus Mahkamah Internasional, Indonesia adalah pemilik sah wilayah Ambalat. Belajar dari kasus lepasnya Sipadan-Ligitan, maka sudah seharusnya pemerintah Indonesia secara konsisten menunjukkan adanya continues display of authority disana. Diperlukan lebih dari sekedar adanya armada patroli baik laut maupun udara disana untuk menunjukkan adanya effective control. Sebenarnya masih banyak permasalah yang berkaitan dengan perbatasan maritim Indonesia yang masih belum terselesaikan misalnya ; Perbatasan ZEE Ind India ; Perbatasan ZEE Ind Thailand ; Perbatasan ZEE Ind Malaysia dan Perbatasan ZEE Ind Vietnam. Untuk menaggulangi masalah delimitasi wilayah maritim Indonesia ini maka perlu segera di susun Undang-Undang batas wilayah. Hal ini sangat penting sebagai jaminan agar Indonesia tidak kehilangan wilayahnya. Dari uraian di atas setidaknya dapat ditarik suatu kesimpulan bahwasanya NKRI yang berupa Negara Kepulauan selain menyimpan potensi sumberdaya alam yang begitu melimpah juga terdapat berbagai macam permasalahan yang harus dihadapi sebagai implikasi dari Negara kepulauan tersebut diantaranya adalah pertama dalam hal penanganan masalah kelautan, kedua kultur dan budaya masyarakat Indonesia yang masih dominant berorientasi pada daratan dan ketiga adalah delimitasi batas maritime dengan Negara lain. Sekian Semoga Bermanfaat Oleh : Dedi Syafikri Email : fik_marine@yahoo.co.id SEO by Artio

4/4

You might also like