You are on page 1of 2

REFORMASI SEKTOR PUBLIK DI NEGARA DENMARK Diterjemahkan & diringkas oleh Tiyo Widodo 2010

Reformasi sektor publik di negara Denmark belum banyak mendapatkan perhatian oleh para peneliti meskipun negara tersebut telah tanpa henti melakukan reorganisasi dan terus mencari ide-ide baru. Maka dari itu peneliti menganggap perlu untuk melakukan penelitian tentang reformasi sektor publik di negara ini untuk melengkapi literatur tentang reformasi publik. Penelitian dilakukan dengan mengamati reorganisasi sektor publik dalam bentuk transformasi organisasi, dan dengan menganalisis seberapa jauh keberhasilan pemerintah telah mengevaluasi inisiatif-inisiatif yang diambil dengan tujuan mengetahui apakah reorganisasi telah berjalan dengan baik atau tidak. Hasil pembahasan menunjukkan bahwa reorganisasi yang berlangsung memiliki sifat inkremental dan pragmatis dan bahwa pemerintah masih jarang mengevaluasi usaha-usaha reorganisasinya dengan cara yang sistematis. Salah satu alasan pokok dari tidak adanya evaluasi secara sistematis adalah adanya hasrat para politisi dan para pejabat tinggi pemerintahan untuk memliki fleksibilitas dan kebebasan administratif guna mencari peluang-peluang strategis, tanpa dibatasi oleh temuan dari evaluasi yang detil. Denmark memiliki sebuah kasus yang menarik untuk diteliti karena negara ini terus berusaha tanpa henti untuk melakukan reorganisasi dan menunjukkan diri sebagai negara yang kaya akan ide baru. Belum banyak penelitian yang dilakukan terhadap fenomena ini; Denmark termasuk negara kawasan Skandinavia yang sering luput dari perhatian (bandingkan dengan Swedia atau Norwegia, misalnya). Padahal negara-negara Skandinavia telah sering dijadikan obyek penelitian studi komparatif dalam bidang administrasi publik maupun manajemen publik (misalnya, Christensen dan Laegreid 2001; Pollitt dan Bouckaert 2000). Sektor publik telah mengalami perubahan besar dalam dua dekade terakhir. Perubahan-perubahan yang terjadi berhubungan dengan banyaknya jenis organisasi yang terlibat di dalamnya, sejalan dengan topologi yang dikemukakan oleh Thynne (baca bagian kesimpulan dari makalah ini). Secara signifikan, tata kelola kontraktual (contractual governance) sekarang ini menjadi sebuah fenomena yang mengalami perkembangan positif di seluruh pemerintahan pusat negara Denmark (Ministry of Finance 1999). Adapun sektor-sektor yang mengalami reformasi adalah: 1) kementrian/departemen, 2) lembaga eksekutif, 3) lembaga legislatif, 4) lembaga konstitusional, 5) perusahaan, 6) lembaga peradilan, 7) pihak ketiga (swasta dan NGO) Di dalam transformasi organisasi, telah terjadi tren besar menuju organisasi yang lebih otonomi. Hal ini sangat signifikan di dalam membentuk badan-badan eksekutif sebagai contract agencies, dan korporasi perusahaan-perusahaan publik yang sering disertai dengan privatisasi. Lembaga eksekutif telah menjadi semakin independen dan lebih dari 100 perusahaan sekarang beroperasi di bawah kontrak kerja dengan pemerintah. Terdapat 14 usaha publik yang direkonstitusi sebagai perusahaan dan beberapa diantaranya telah diprivatisasi, salah satunya adalah Tele Denmark. Akan tetapi, dalam waktu yang bersamaan, muncul tren berbalik dengan penekanan lebih tertuju pada regulasi dan kontrol. Lembaga eksekutif harus menyusun laporan tahunan dan dapat secara langsung memegang akuntabilitas atas tindakan mereka. Korporatisasi dan privatisasi diikuti dengan ditetapkannya regulasi dan pembentukan badan regulasi baru.

Dalam beberapa bidang, terdapat masalah organisasi. Badan penyusun undang-undang (statutory bodies) masih memiliki peran penting di dalam pemerintah meskipun sempat diwarnai dengan quango cull pada tahun 2001 pada saat beberapa badan ini dihentikan operasinya karena alasan politik dan ideologi. Pemerintah lokal tidak mengubah struktur organisasi mereka selama 30 tahun, namun nampaknya perubahan ini akan terjadi dengan terbentuknya Structural Commission. Trust tetap diakui keberadaannya, namun masih memerlukan pengembangan lebih lanjut di dalam sektor publik. Selain itu, meskipun telah banyak orang yang membicarakan tentang pemerintahan pihak ketiga dan pelibatan pihak swasta di dalam pemberian layanan, tindakan nyatanya masih belum pasti, karena pihak swasta menghadapi kesulitan di dalam mengamankan saham untuk pasar sektor publik. Denmark telah sedemikian aktifnya berusaha melakukan perubahan dalam sejumlah bidang, meskipun ada beberapa hal yang tidak termasuk dalam studi komparatif yang dilakukan oleh Pollitt dan Bouckaert (2000) dan Christensen dan Laegreid (2001). Pembahasan ini mengisi celah pemahaman kita tentang organisasi dan manajemen publik negara Denmark. Reorganisasi yang signifikan telah terjadi pada executive bodies yang saat ini telah menjadi contract agencies, dan usaha pemerintah yang telah dikorporatisasi ke dalam bentuk perusahaan serta kemudian mengalami privatisasi. Jenis-jenis organisasi ini memperbesar peluang otonomi, namun di balik itu muncul pula masalah-masalah seputar akuntabilitas laporan tahunan dan semakin rumitnya rancangan regulasi yang harus diberlakukan. Beberapa jenis organisasi lainnya juga mengalami transformasi dengan cara yang bermacam-macam, namun jauh lebih terbatas dibandingkan executive bodies atau perusahaan. Meskipun telah banyak pembicaraan tentang kontrak, namun baru terdapat sedikit bukti tentang penggunaan pihak ketiga seperti asosiasi, organisasi relawan non-profit dan persuahaan swasta di dalam penyediaan pelayanan publik. Inisiatif reorganisasi belum diikuti dengan evaluasi yang sistematis tentang kemajuan atau perkembangan yang terjadi selama perubahan struktural berlangsung.

Public Sector Reform in Denmark Carsten Greve diterbitkan dalam Public Organization Review: A Global Journal 3:269-280, 2003 Kluwer Academic Publishers, Netherlands

You might also like