You are on page 1of 12

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Pada dunia Barat telah biasa membagi tahapan sejarah pemikiran menjadi tiga periode, yaitu: Pertama, Ancient atau zaman kuno, menurut mereka pada zaman ini terdapat kemajuan manusia. Kedua, Madieval atau pertengahan, yakni zaman dimana alam pikiran dikungkung atau didominasi oleh gereja. Ketiga, zaman modern yakni zaman sesudah abad pertengahan berakhir hingga sekarang. Latar belakang dan aliran-aliran filsafat ini adalah ingin menghidupkan kembali rasionalisme keilmuan subyektivisme (individualisme), humanisme dan lepas dari pengaruh atau dominasi agama (gereja). Oleh J. Burekharat (1860 M) konsep sejarah pemikiran yang menunjuk kepada periode yang bersifat individualisme, kebangkitan kembali kebebasan berpikir sebagai periode yang dilawankan dengan periode abad pertengahan.

1.2 Rumusan Masalah 1. Jelaskan aliran-aliran filsafat khususnya tentang Positivisme, Eksistensialisme, Fenomenologi, Hermeneutik, dan Pragmatisme? 2. Tokoh-tokoh filsafat Positivisme, Eksistensialisme, Fenomenologi, Hermeneutik, dan Pragmatisme?

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Positivisme Positivisme adalah aliran filsafat yang berpangkal dari fakta yang positif sesuatu yang diluar fakta atau kenyataan dikesampingkan dalam pembicaraan filsafat dan ilmu pengetahuan. Tokoh aliran positivisme adalah Agus Comte (1798-1857). Ia berpendapat bahwa indera itu amat penting dalam memperoleh pengetahuan, tetapi harus dipertajam dengan alat bantu dan diperkuat dengan eksperimen. Kekeliruan indera akan dapat dikoreksi lewat eksperimen. Eksperimen memerlukan ukuran-ukuran yang jelas. Jadi, pada dasarnya bukanlah suatu aliran yang khas berdiri sendiri. Ia hanya menyempurnakan empirisme dan rasionalisme yang bekerja sama. Dengan kata lain, ia menyempurnakan metoda ilmiah (Scientific Method) dengan memasukkan perlunya eksperimen dan ukuran-ukuran. Jadi, pada dasarnya positivisme itu sama dengan empirisme plus rasionalisme. Hanya saja pada empirisme menerima pengalaman batiniah sedangkan pada positivisme membatasi pada perjalanan obyektif saja. Menurut Agus Comte, perkembangan pemikiran manusia baik perorangan maupun bangsa melalui tiga zaman: yaitu zaman Teologis, Metafisis, dan zaman Positif. Pertama, zaman Teologis, zaman dimana manusia percaya bahwa dibelakang gejalagejala alam, terdapat kuasa-kuasa adikodrati yang mengatur fungsi dan gerak gejala-gejala tersebut. Zaman teologis ini dibagi lagi atas tiga periode. Periode pertama dimana benda-benda dianggap berjiwa (Animisme). Periode kedua manusia percaya pada dewa-dewa (Politeisme). Periode ketiga manusia percaya pada satu Allah sebagai Yang Maha Kuasa (Monoteisme). Kedua, zaman Metapasis, kekuatan yang adikodrati diganti dengan ketentuanketentuan abstrak.
2

Ketiga, zaman positif, yaitu ketika orang tidak lagi berusaha mencapai pengetahuan tentang yang mutlak baik teologis maupun metafisis. Sekarang orang berusaha mendapatkan hukum-hukum dari fakta-fakta yang didapatinya dengan pengamatan dan akalnya. Tujuan tertinggi dari zaman ini akan tercapai bilamana gejala-gejala telah dapat disusun dan diatur dibawah satu fakta yang umum saja. Hukum tiga tahap ini tidak hanya berlaku bagi perkembangan rohani seluruh manusia, tetapi juga berlaku bagi tiap perseorangan. 2.2 Eksistensialisme Eksistensialisme berasal dari kata eksistensi dari kata dasar exist. Kata exist itu sendiri adalah bahasa latin yang artinya ex: keluar dan sistare: berdiri. Jadi eksistensi adalah berdiri dengan keluar dari diri sendiri. Eksistensialisme menyatukan bahwa cara berada manusia dan benda lain tidaklah sama. Manusia berada di dunia; sapi dan pohon juga. Akan tetapi, cara beradanya tidak sama. Manusia berada di dalam dunia; ia mengalami beradanya di dunia itu; manusia menyadari dirinya berada di dunia. Manusia menghadapi dunia, menghadapi dengan mengerti yang dihadapinya itu. Manusia mengerti guna pohon, batu, dan salah satu diantaranya adalah ia mengerti bahwa hidupnya mempunyai arti. Apa arti semua ini? Artinya ialah bahwa manusia adalah subyek. Subyek artinya yang menyadari, yang sadar. Barang-barang yang disadarinya disebut obyek. Ada beberapa tokoh filsafat eksistensialisme, diantaranya yaitu: Martin Heidegger, J.P Sartre dan Gabriel Marcel 1. Martin Heidegger (1905 M) Menurut Martin Heidegger bahwa keberadaan hanya akan dapat dijawab melalui jalan antologi, artinya jika persoalan ini dihubungkan dengan manusia dan dicari artinya dalam hubungan itu. Metoda untuk ini adalah metoda fenomenologis. Jadi yang penting adalah menemukan arti keberadaan itu. 2. J.P Sartre J.P Sartre lahir di Paris pada tahun 1905 M dan meninggal pada tahun 1980 M. Ia belajar pada Ecole Normale Superieur pada tahun 1924-1928 M. Setelah tamat dari sekolah itu, pada tahun 1929 M ia mengajarkan filsafat di beberapa Lycees, baik di Paris maupun di tempat lain.
3

Menurut J.P Sartre eksistensi manusia mendahului esensinya. Pandangan ini amat janggal sebab biasanya sesuai harus ada esensinya lebih dulu sebelum keberadaanya. Bagaimana sebenarnya yang dimaksud oleh J.P Sartre? Filsafat eksitensialisme membicarakan cara berada di dunia ini, terutama cara berada manusia. Dengan kata lain, filsafat ini menempatkan cara wujud-wujud manusia sebagai tema sentral pembahasannya. Cara itu hanya khusus ada pada manusia karena hanya manusialah yang bereksistensi. Binatang, tetumbuhan, bebatuan memang ada, tetapi mereka tidak dapat disebut bereksistensi. Filsafat eksistensialisme mendamparkan manusia ke dunianya dan menghadapkan manusia kepada dirinya sendiri. 3. Gabriel Marcel Dalam filsafatnya Gabriel Marcel menyatakan, bahwa manusia tidak hidup sendirian, tetapi bersama-sama orang lain. Tetapi manusia memiliki kebebasan yang bersifat otonom. Dalam pada itu ia selalu dalam situasi yang ditentukan oleh kejasmaniannya. Dari luar ia dapat menguasai jasmaninya, tetapi dari dalam ia dikuasai oleh jasmaninya. Manusia bukanlah makhluk yang statis, sebab ia senantiasa menjadi (berproses). Ia selalu menghadapi obyek yang harus diusahakan, seperti yang tampak dalam hubungannya dengan orang lain. Ajaran tentang harapan ini menjadi puncak ajaran Marcel. Harapan ini menunjuk adanya Engkau Yang Tertinggi (Tci Supreme), yang tidak dapat dijadikan obyek manusia, Engkau tertinggi inilah Allah, yang hanya dapat ditemukan di dalam penyerahan seperti hanlnya kita menemukan Engkau atau sesama kita dalam penyerahan dan dalam keterbukaan dan partisipasi dalam berada yang sejati.

2.3 Fenomenologi Kata fenomenologi berasal dari kata Yunani fenomenon, yaitu sesuatu yang tampak, yang terlihat karena bercakupan. Jadi fenomenologi adalah aliran yang membicarakan fenomenon atau segala sesuatu yang menampakkan diri. Tokoh fenomenologi adalah Edmund Husserl (1859-1938). Ia adalah pendiri fenomenologi yang berpendapat bahwa ada kebenaran untuk semua orang, dan manusia dapat mencapainya. Adapun inti pemikiran fenomenologi menurut Husserl adalah bahwa untuk menemukan pemikiran yang benar, seseorang harus kembali kepada benda-benda, yaitu bahwa benda-benda diberi kesempatan untuk berbicara tentang hakikat dirinya. Pernyataan
4

tentang hakikat benda-benda tidak lagi bergantung kepada orang yang membuat pernyataan, melainkan ditentukan oleh benda-benda itu sendiri. Akan tetapi, benda-benda tidaklah secara langsung memperlihatkan hakikat dirinya. Apa yang kita temui pada benda-benda itu dalam pemikiran biasa bukanlah hakikat. Hakikat benda itu ada di balik yang yang kelihatan itu, karena pemikiran pertama (first look) tidak membuka tabir yang menutupi hakikat, diperlukan pemikiran kedua (second look). Alat yang digunakan untuk menemukan hakikat pada pemikiran kedua ini adalah intuisi. Istilah yang digunakan Husserl menunjukkan penggunaan intuisi dalam menemukan hakikat adalah Wesenschau: melihat (secara intuitif) hakikat gejala-gejala. 2.4 Hermeneutik Hermeneutik secara luas dikenal sebagai ilmu penafsiran/interpretasi terhadap teks pada khususnya dan penafsiran bahasa pada umumnya. Istilah yang bermula dari bahasa Yunani kuno (Hermeneunin) pada zaman sekarang sangat akrab digauli para intelektual. Salah satu alasan penting penerapan metode Hermeneutik ini adalah objek (baca teks/bahasa) tidak memungkinkan diartikan tanpa melalui metode penafsiran. Memang sebuah intepretasi akan sarat dengan muatan tafsir, sengaja atau tidak sengaja, yang menjadi persoalan dengan tafsir bahasa adalah pencarian hakekat kata-kata yang tersurat dan tersirat. Karena hakekatnya adalah mencari kebenaran, dimensi filosofis tafsir sangat dibutuhkan. Dalam bidang Hermeneutik ini hingga sekarang terdapat dua pendekatan yang bersumber dari dua aliran yang berbeda. Pertama apa yang kita kenal aliran Hermeneutik yang bersumber pada linguistik. Tradisi ini dipelopori oleh karya revolusioner Ferdinand de Sausure yang dipengaruhi oleh kajian-kajian formal sarjana Rusia dan Cekoslowakia, dan memiliki gaung yang simpatik dalam karya Noam Comsky. Pendekatan kedua berakar dari tradisi Hegel dan Marx. Fenomenologi, dan kajian linguistik sebagaimana yang dipakai pendekatan pertama. Dua aliran diatas ini banyak diamati oleh para pakar filsafat-hermeneutik sebagai kajian memungkinkan terbukanya metode-metode baru dalam menafsirkan bidang-bidang yang kini terus bermunculan dalam butuk spesialisasi ilmu pengetahuan. Ada tiga hal yang ditemukan olah pemikir postmodernis ini. Pertama adalah hermeneutik analitis. Penambahan kata analitis dalam hermeneutik disini dimaksudkan agar hermeneutika bukan hanya menafsir teks-teks dalam batas kategori pemaknaan filosofis5

historis seperti yang biasa dilakukan para pemikir linguistik. Kedua, penulis memperkenalkan istilah hermeneutik psikososial. Teori ini berangkat dari penolakan atas kecenderungan hermeneutika mono-metodelogi baik dari positivisme maupun Marxisme Klasik yang sering menyajikan spekluasi Marxisme yang telah berkembang dan cukup mengabungkan beberapa prinsip metodelogi dari pemahaman simbol karya Freud. Dan, ketiga, Howard menyuguhkan satu teori baru hasil pengembangan teori Gadamer. Teori Gadamer yang sebelumnya kritis dalam mengkriktik filsafat hermeneutik perspektif humaniora dengan jalan ontologisnya dipilih Howard sebagai pijakan dalam menganalisis bahasa. 2.5 Pragmatisme Pragmatisme berasal dari kata pragma (bahasa Yunani) yang berarti tindakan, perbuatan. Jadi Pragmatisme adalah aliran dari filsafat yang berpandangan bahwa kriteria kebenaran sesuatu ialah, apakah sesuatu itu memiliki kegunaan bagi kehidupan nyata. Oleh sebab itu kebenaran sifatnya menjadi relatif tidak mutlak. Mungkin sesuatu konsep atau peraturan sama sekali tidak memberikan kegunaan bagi masyarakat tertentu, tetapi berguna bagi masyarakat lain. Maka konsep itu dinyatakan benar oleh masyarakat yang kedua. Filsuf yang terkenal sebagai tokoh filsafat pragmatisme adalah William James dan John Dewey. 1. William James (1842-1910 M) James lahir di New York City pada tahun 1842 M, anak Henry James, Sr. ayahnya adalah seorang yang terkenal, berkebudayaan tinggi, pemikir yang kreatif. Henry James, Sr. merupakan kepala rumah tangga ynag memang menekankan kemajuan intelektual. Pandangan filsafatnya, diantaranya menyatakan bahwa tiada kebenaran yang mutlak, berlaku umum, yang bersifat tetap, yang berjalan sendiri lepas dari akal yang mengenal. Sebab pengalaman kita berjalan terus dan segala yang kita anggap benar dalam perkembangan pengalaman itu senantiasa berubah karena di dalam praktek, apa yang kita anggap benar dapat dikoreksi oleh pengalaman berikutnya. Nilai konsep atau pertimbangan kita, bergantung kepada akibatnya, kepada kerjanya. Artinya bergantung kepada keberhasilan perbuatan yang disiapkan oleh pertimbangan

itu. Pertimbangan itu benar bila bermanfaat bagi pelakunya, memperkaya hidup dan kemungkinan-kemungkinannya. Menurut James, dunia tidak dapat diterangkan dengan berpangkal pada satu asas saja. Dunia adalah dunia yang terdiri dari banyak hal yang saling bertentangan. Tentang kepercayaan agama dikatakan, bagi orang-perorangan, kepercayaan adanya suatu realitas cosmic lebih tinggi itu merupakan nilai subyektif yang relatif, sepanjang kepercayaan itu memberikan kepadanya suatu hiburan rohani, penguatan keberanian hidup, perasaan damai, kemanan dan sebagainya. James membawa pragmatisme. Isme ini diturunkan kepada Dewey yang mempraktekkannya dalam pendidikan. Pendidikan menghasilkan orang Amerika sekarang. Dngan kata lain, orang yang paling bertanggung jawab terhadap generasi Amerika sekarang adalah William James dan Jhon Dewey. 2. Jhon Dewey (1859 M) Sebagai pengikut filsafat pragmatisme, Jhon Dewey menyatakan bahwa tugas filsafat adalah memberikan pengarahan bagi perbuatan nyata. Filsafat tidak boleh larut dalam pemikiran-pemikiran metafisis yang kurang praktis, tidak ada faedahnya. Oleh karena itu filsafat harus berpijak pada pengalaman dan mengolahnya secara kritis. Menurutnya tak ada sesuatu yang tetap. Manusia senantiasa bergerak dan berubah. Jika mengalami kesulitan, segera berpikir untuk mengatasi kesulitan itu. Maka dari itu berpikir tidak lain daripada alat (instrumen) untuk bertindak.

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan Beberapa aliran aliran filsafat diantaranya adalah: 1. Positivisme Positivisme adalah aliran filsafat yang berpangkal dari fakta yang positif sesuatu yang diluar fakta atau kenyataan dikesampingkan dalam pembicaraan filsafat dan ilmu pengetahuan. 2. Eksistensialisme Eksistensialisme berasal dari kata eksistensi dari kata dasar exist. Kata exist itu sendiri adalah bahasa latin yang artinya ex: keluar dan sistare: berdiri. Jadi Eksistensi adalah berdiri dengan keluar dari diri sendiri. 3. Fenomenologi Fenomenologi berasal dari kata Yunani Fenomenon, yaitu sesuatu yang tampak, yang terlihat karena bercakupan. Jadi Fenomenologi adalah aliran yang

membicarakan Fenomenon atau segala sesuatu yang menampakkan diri. 4. Hermeneutik Dikenal sebagai ilmu penafsiran/interpretasi terhadap teks pada khususnya dan penafsiran bahasa pada umumnya. 5. Pragmatisme Pragmatisme berasal dari kata pragma (bahas Yunani) yang berarti tindakan, perbuatan. Jadi Pragmatisme adalah aliran dari filsafat yang berpandangan bahwa criteria kebenaran sesuatu ialah, apakah sesuatu itu memiliki kegunaan bagi kehidupan nyata.

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Tafsir, Dr., Filsafat Umum, Rosdakarya, Bandung,1990. Abu Bakar Aceh. Sejarah Filsafat Islam, Ramadhani, Semarang, 1970. Asmoro Achmadi, Drs., Filsafat Umum, Rajawali, Jakarta, 1995.

MAKALAH FILSAFAT UMUM ALIRAN-ALIRAN FILSAFAT


Dosen Pembimbing : Ibu Rapiko

disusun oleh:

KELOMPOK 8 1. 2. 3. 4. EKA SUSI NOVITASARI EKA FITRIYANA ANISA HIKMA WATI

TADRIS BIOLOGI FAKULTAS TARBIYAH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SULTAN THAHA SAIFUDDIN JAMBI 2010

10

DAFTAR ISI

Halaman KATA PENGANTAR ................................ ................................ ............................... .i DAFTAR ISI ................................ ................................ ................................ ............ ii BAB I PENDAHULUAN ................................ ................................ .......................... 1 1.1 Latar Belakang................................ ................................ .................... 1 1.2 Tujuan dan Manfaat ................................ ................................ ............ 1 BAB II PEMBAHASAN ................................ ................................ ........................... 2 2.1 Positivisme ................................ ................................ ......................... 2 2.2 Eksistensialisme................................ ................................ .................. 3 2.3 Fenomenologi ................................ ................................ ..................... 4 2.4 Hermeneutik ................................ ................................ ....................... 5 2.5 Pragmatisme ................................ ................................ ....................... 6 BAB III KESIMPULAN ................................ ................................ ............................ 8 3.1 Kesimpulan................................ ................................ ......................... 8 DAFTAR PUSTAKA ................................ ................................ ................................ 9

11

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb. Puji syukur dan keagunggan hanya untuk Allah SWT dan shalawat beriring salam hanya tercurah limpah kepada Nabi besar Muhammad SAW yang telah membawa umat manusia dari alam yang penuh kebodohan, menuju alam yang penuh dengan ilmu pengetahuan seperti yang kita rasakan pada saat ini. Sebuah ungkapan rasa syukur yang tak terkira, akhirnya makalah yang sederhana ini tentang Aliran-Aliran Filsafat dapat terselesaikan. Makalah ini memanglah tidak sempurna, untuk itu, penulis memohon kritik dan saran kepada pembaca agar dapat menjadi suatu perbaikan selanjutnya nanti. Penulis ucapkan banyak-banyak terima kasih. Wassalamualaikum Wr. Wb

Jambi,

Juni 2010

Penulis

12

You might also like