You are on page 1of 25

Spondylitis TB .

Spondilitis tuberkulosa atau dikenal juga dengan Tuberkulosis tulang belakang adalah suatu penyakit infeksi oleh kuman Micobacterium tuberculosis yang menyerang tulang belakang. Kuman ini menyerang terutama di daerah paru yang penderitanya banyak sekali kita temui di Indonesia. Ternyata dalam perjalanannya, kuman ini tidak hanya menyerang paru, tetapi juga diketahui menyerang tulang belakang. Spondilitis tuberkulosa dikenal juga sebagai penyakit Pott, paraplegi Pott. Nama Pott itu merupakan penghargaan bagi Pervical Pott seorang ahli bedah berkebangsaan Inggris yang pada tahun 1879 menulis dengan tepat tentang penyakit tersebut. Penyakit ini merupakan penyebab paraplegia (Kelumpuhan) terbanyak setelah trauma, dan banyak dijumpai di Negara berkembang. Spondilitis ini paling sering ditemukan pada vertebra T8-L3 dan paling jarang pada vertebra C1-2. Basil TB masuk ke dalam tubuh sebagian besar melalui traktus respiratorius. (saluran pernapasan). Basil TB dapat tersangkut di paru, hati, usus, limpa, ginjal dan tulang. Kuman ini berbentuk batang, mempunyai sifat khusus yaitu tahan terhadap asam pada pewarnaan. Oleh karena itu disebut pula sebagai Basil Tahan Asam (BTA). Kuman TB cepat mati dengan sinar matahari langsung, tetapi dapat bertahan hidup beberapa jam di tempat yang gelap dan lembab. Dalam jaringan tubuh kuman ini dapat dorman, tertidur lama selama beberapa tahun. Vertebra merupakan tempat yang sering terjangkit tuberkulosis tulang. Tuberkulosis pada vertebra (tulang belakang) dapat pula memberikan komplikasi, ialah paraplegia (kelumpuhan pada bagian bawah badan), umumnya disebut Pott s Paraplegia. Komplikasi ini disebabkan karena adanya tekanan pada Medulla Spinalis. Adapun pathogenesis dari proses ini dapat dijelaskan sebagai berikut : tekanan dapat berasal dari proses yang terletak di dalam canalis spinalis (saluran tempat keluarnya saraf). Jika di dalam canalis spinalis ada proses tuberculose yang terletak pada corpus bagian belakang yang merupakan dasar dari canalis spinalis, maka proses tadi menimbulkan pengumpulan nanah/jaringan granulasi langsung menekan medulla spinalis. Dalam hal ini meskipun nanah hanya sedikit, akan tetapi cukup untuk memberikan tekanan yang hebat pada Medulla Spinalis.

Gejala-gejala klinik : badan lemah atau lesu Nafsu makan berkurang Berat badan menurun Suhu sedikit meningkat terutama di malam hari Sakit pada punggung yang terlokalisir Bengkak pada daerah paravertebral Paraplegia (kelumpuhan/kelemahan pada bagian bawah tubuh), gangguan fungsi buli-buli dan anus afrisusnawatirauf.wordpress.com/2010/07/ - Tembolok

Pendahuluan Spondilitis tuberkulosis merupakan peradangan granulomatosa yang bersifak kronik destruktif yang disebabkan oleh infeksi kuman Mycobacterium tuberculosis. Penyakit ini disebut juga Penyakit Pott (bila disertai paraplegia atau defisit neurologis). Spondilitis ini paling sering ditemukan pada vertebra T8-L3 dan paling jarang pada vertebra C1-2. Spondilitis tuberkulosis biasanya mengenai korpus vertebra, jarang arkus vertebra. Spondilitis tuberkulosa merupakan 50% dari seluruh tuberkulosis tulang dan sendi. Pada negara yang sedang berkembang, sekitar 60% kasus terjadi pada usia dibawah usia 20 tahun sedangkan pada negara maju, lebih sering mengenai pada usia yang lebih tua. Meskipun perbandingan antara pria dan wanita hampir sama, namun biasanya pria lebih sering terkena dibanding wanita yaitu 1,5:2,1. Spondilitis korpus vertebra dibagi menjadi 3 bentuk, yaitu bentuk sentral, paradiskus, dan anterior. Pada bentuk sentral, destruksi awal terletak di sentral korpus vertebra. Bentuk paradiskus terletak di bagian korpus vertebra yang bersebelahan dengan diskus intervertebral. Pada bentuk anterior, lokus awal terletak di bagian anterior korpus vertebra dan merupakan penjalaran per kontinuatum dari vertebra di atasnya. Patogenesis : Infeksi tuberkulosis merupakan infeksi granulomatosa yang spesifik, dengan karakteristik destruksi tulang progresif lambat (osteolisis lokal) pada bagian anterior korpus vertebra yang disertai dengan osteoporosis setempat. Penyebaran tuberkulosis biasanya terjadi karena kelenjar hilus yang mengalami perkijuan memecah dan basil tuberkulosis masuk kedalam pembuluh darah. Infeksi bermula pada korpus vertebra dengan terbentukya ruangan yang berisi bahan perkijuan, dikelilingi jaringan fibrosis dan tulang yang atrofi. Proses infeksi kadang disertai pembentukan banyak cairan yang nantinya mengalami nekrosis. Nekrosis ini bisa menghasilkan massa seperti keju (limfadenitis kaseosa) yang mencegah pembentukan tulang dan membuat tulang menjadi avaskuler sehingga timbul tuberculous sequstra. Jaringan granulasi tuberkulosis masuk ke dalam korteks korpus vertebra membentuk abses paravertebra yang meluas hingga ke beberapa vertebra, ke atas, ke bawah, ligamen longitudinal anterior dan posterior. Pada vertebra, kerusakan terjadi pada korteks epifisis, diskus intervertebralis dan vertebra sekitarnya. Kerusakan pada bagian depan korpus akan menyebabkan kompresi vertebra sehingga terjadi kifosis yang dikenal sebagai gibbus. Pada bentuk sentral akan terjadi osteoporosis dan destruksi hingga dapat terjadi kompresi vertebra. Bentuk paradiskal yang disertai destruksi korpus vertebra yang bersebelahan dengan diskus akan mengakibatkan iskemia sehingga terjadi nekrosis diskus, yang pada foto Rontgen akan tampak gambaran penyempitan diskus intervertebra. Bila proses terus berlanjut, akan terjadi osteoporosis dan penyebaran ke seluruh korpus vertebra sehingga timbul kompresi vertebra. Proses ini bisa menyerang lebih dari satu korpus vertebra. Jaringan granulasi tuberkulosis dapat pula menembus

korteks korpus vertebra, yang akan membentuk abses paravertebra yang dapat menyebar dari satu vertebra ke vertebra lainnya. Diskus intervertebra yang avaskular relatif resisten terhadap infeksi tuberkulosis, namun diskus yang berdekatan dengan tempat infeksi dapat menyempit karena dehidrasi atau yang lebih sering karena dirusak oleh jaringan granulasi. Selain merusak vertebra, abses dapat menembus ligamentum dan berekspansi ke berbagai arah di sepanjang garis ligamen yang lemah. Di vertebra lumbal, abses akan turun ke bawah melalui sela aponeurosis otot psoas dan nanahnya akan dikeluarkan melalui fasia otot psoas sehingga terbentuk abses psoas. Abses dapat turun ke regio inguinal dan teraba sebagai benjolan. Abses dingin di daerah torakal dapat menembus rongga pleura sampai terjadi abses pleura, atau ke paru bila parunya melengket pada pleura. Di daerah servikal, abses dapat menembus dan berkumpul di antara vertebra dan faring. Abses dapat pula berkumpul dan mendesak ke arah belakang sehingga menekan medula spinalis dan mengakibatkan paraplegia Pott yang disebut paraplegia awal. Paraplegia awal selain karena tekanan abses dapat juga disebabkan oleh kerusakan medula spinalis akibat gangguan vaskuler. Namun keadaan ini sangat jarang ditemukan pada tuberkulosis karena merupakan proses kronik sehingga telah membentuk pembuluh darah kolateral. Paraplegia dapat juga disebabkan oleh tuberkulosis pada medula spinalis. Gambaran Klinis : Secara klinik gejala spondilitis tuberkulosis hampir sama dengan gejala tuberkulosis pada umumnya, yaitu badan lemah/lesu, nafsu makan berkurang, berat badan menurun, suhu sedikit meningkat (subfebril) terutama pada malam hari. Pasien biasanya anak-anak, dengan keluhan utama berupa nyeri punggung atau nyeri pinggang bawah. Pada umumnya nyeri meningkat pada malam hari, makin lama makin berat, terutama pada pergerakan. Pada pemeriksaan fisik tulang belakang dapat ditemukan kifosis (gibbus), abses retroperitoneal atau abses inguinal. Selain itu, dapat ditemukan gangguan medula spinalis berupa paresis dan gangguan sensibilitas. Gejala awal paraplegia pada tuberkulosis tulang belakang dimulai dengan keluhan kaki terasa kaku atau lemah, atau penurunan koordinasi tungkai. Proses ini dimulai dengan penurunan daya kontraksi otot tungkai dan peningkatan tonusnya. Kemudian terjadi spasme otot fleksor dan akhirnya kontraktur. Pada permulaan, paraplegi terjadi karena udem sekitar abses paraspinal, tetapi akhirnya karena kompresi. Karena tekanan timbul terutama dari depan, gangguan pada paraplegia ini umumnya terbatas pada traktus motorik. Paraplegia kebanyakan ditemukan di daerah torakal dan bukan lumbal, karena kanalis lumbalis agak longgar dan kauda ekuina tidak mudah tertekan. Berdasarkan defisit neurologisnya, Frankel mengklasifikasikan spondilitis tuberkulosis menjadi beberapa tipe, yaitu: Frankel A (complete paraplegia) Frankel B (preserved sensation)

Frankel C (useless motor) Frankel D (useful motor) Frankel E (normal)

Pemeriksaan Penunjang : Pada pemeriksaan darah tepi didapatkan laju endap darah meningkat, sedangkan kadar hemoglobin rendah. Pemeriksaan imunologi dengan uji tuberkulin dapat membantu menegakkan diagnosis. Untuk melakukan pemeriksaan bakteriologis, dapat dilakukan pungsi abses atau dari debris yang didapat melalui pembedahan. Diagnsosis dapat dipastikan dengan aspirasi pus paravertebra, yaitu dengan melakukan pemeriksaan mikroskopik untuk menemukan basil tuberkulosis serta ditanam di media agar (guinea pig). Sensitivitas basil tuberkulosis terhadap obat-obat antituberkulosis harus diperiksa. Jaringan yang diperoleh baik melalui biopsi tertutup atau biopsi terbuka saat pembedahan dapat menunjukkan gambaran histologi infeksi tuberkulosis yang khas, termasuk histiosit dan giant cells. Pada pemeriksaan rontgen stadium awal ditemukan lesi osteolitik pada pars anterior korpus vertebra, osteoporosis regional dan penyempitan diskus intervertebralis. Sementara pada stadium lanjut ditemukan destruksi pars anterior korpus vertebra yang menyebar ke vertebra dan gambaran bayangan otot psoas yang melebar karena adanya abses psoas ataupun bayangan paravertebra karena terbentuknya abses paravertebra. Pada CT Scan dan MRI, gambaran di atas akan tampak lebih jelas. CT scan dapat memberi gambaran tulang secara lebih detail dari lesi irreguler, sklerosis, kolaps diskus dan gangguan sirkumferensi tulang. CT Scan juga dapat mendeteksi lebih awal serta lebih efektif untuk menegaskan bentuk dan kalsifikasi dari abses jaringan lunak. MRI baik untuk mengevaluasi infeksi diskus intervertebra dan osteomielitis tulang belakang, menunjukkan adanya penekanan saraf, serta membedakan spondilitis tuberkulosis dari spondilitis piogenik dari gambaran absesnya. Tatalaksana : Tujuan penatalaksanaan tuberkulosis pada vertebra ini adalah untuk menghilangkan kuman penyebab dan mencegah deformitas dan komplikasi paraplegi. Terapi konservatif berupa istirahat serta diet tinggi kalori dan protein. Tuberkulostatik diberikan untuk mengatasi sumber infeksinya. Pemberian tuberkulostatik dilakukan sebelum, sewaktu, dan sesudah pembedahan untuk mencegah kekambuhan. Selain itu, perlu dilakukan upaya pencegahan untuk menghindari dekubitus serta kesulitan miksi dan defekasi. Tindakan pembedahan dilakukan setelah 3 minggu pemberian tuberkulostatik. Terapi bedah dilakukan untuk menghilangkan pus dan sequestra, serta untuk menggabungkan segmen-segmen vertebra yang

terkena, terutama bagian anterior dengan menggunakan autogenous bone grafts. Biasanya dilakukan bedah kostotransversektomi, berupa debrideman dan penggantian korpus vertebra yang rusak dengan tulang spongiosa atau kortikospongiosa. Tulang ini sekaligus berfungsi menjembatani vertebra yang sehat, yaitu di atas dan di bawah yang terkena tuberkulosis. Pada paraplegia, terapi ini dilakukan untuk dekompresi medula spinalis. Disamping itu, akhir-akhir ini dilakukan tindakan stabilisasi posterior tulang belakang untuk koreksi deformitas. Di negara dimana fasilitas pembedahan masih kurang, dapat dilakukan terapi alternatif dengan kemoterapi antituberkulosis jangka panjang dikombinasikan dengan spinal brace atau cast. Komplikasi : Komplikasi yang paling serius dari spondilitis tuberkulosis adalah paraplegia (paraplegia Pott), yang dapat terjadi di awal atau akhir perjalanan penyakit. Paraplegia of active disease muncul lebih cepat, terjadi karena penekanan ekstradural (pus, sequestra, sequestrated intervertebral disc) atau keterlibatan langsung medulla spinalis oleh jaringan granulasi. Paraplegia of healed disease selalu muncul lebih lambat, terjadi karena perluasan tulang yang mempengaruhi kanalis spinalis atau fibrosis jaringan granulasi. Mielografi atau MRI dapat membantu membedakan paraplegia tipe tekanan (dapat diatasi dengan pembedahan) dengan paraplegia karena invasi ke dura dan medulla spinalis. Paraplegia yang terjadi karena penekanan selama perjalanan penyakit tuberkulosis sendiri relatif merupakan suatu kegawatan yang harus diatasi dengan pembedahan dekompresi medula spinalis dan akar-akar saraf. Komplikasi yang lebih jarang adalah ruptur abses paravertebra torakal kedalam pleura yang menyebabkan empiema tuberkulosis. Di regio lumbal, abses dapat masuk ke otot iliopsoas dan menyebar sebagai abses psoas, yang merupakan salah satu contoh abses dingin. Prognosis : Prognosis spondilitis tuberkulosis bergantung pada cepatnya dilakukan terapi dan ada tidaknya komplikasi neurologik. Untuk spondilitis dengan paraplegia awal, prognosis untuk kesembuhan sarafnya lebih baik. Sedangkan spondilitis dengan paraplegia akhir prognosis biasanya kurang baik. Penyakit dapat kambuh jika pengobatan tidak teratur atau tidak dilanjutkan, karena dapat menyebabkan terjadinya resistensi terhadap obat antituberkulosis. www.exomedindonesia.com/.../spondilytis-tuberkulosis/ - Tembolok

Paresis ( Yunani paresis "melorot") adalah identik dengan kelumpuhan . Seringkali kata digunakan, bagaimanapun, membatasi dalam hal "pengurangan kekuatan tidak lengkap". Sebuah kelumpuhan fisik lengkap juga dikenal sebagai kelumpuhan atau plegia , suatu rasa kelumpuhan - yang mati rasa yang - sebagai penurunan sensorik .

Palsies disebabkan di sebagian saraf gangguan, seperti yang pertama motor neuron , yang otak ke sumsum tulang belakang dan meluas saklar ada di sana. Paraparese : adalah kelemahan tonus otot pada ekstrimitas bawah SPONDILITIS TUBERKULOSA PENDAHULUAN Spondilltis tuberkulosa merupakan salah satu kasus penyakit tertua dalam sejarah dengan ditemukan dokumentasi kasusnya pada mummi di Mesir dan Peru'-2. Sir Percival Pott (1799) mendeskrispsikan penyakit ini dalam monografnya yang klasik dan sejak saat itu spondilitis tuberkulosa dikenal juga sebagai penyaldt Pott (Port's disease). Tuberkulosis merupakan masalah besar bagi negara-negara berkembang karena insidensnya cukup tinggi dengan morbiditas yang serius. Indonesia adalah kontributor pasien tuberkulosis nomor 3 di dunia setelah India dan Cina. Diperkirakan terdapat 583.000 kasus baru tuberkulosis per tahun, sebagian besar berada dalarn usia produktif (15-54 tahun), dengan tingkat sosioekonomi dan pendidikan yang rendah. (1,2) Spondilitis tuberkulosa merupakan fokus sekunder dari infeksi tuberkulosis dengan penyebaran sebagian besar secara hematogen melalui pembuluh darah arteri epifiseal atau melalui plexus vena Batson. Telah ditemukan spondilitis tuberkulosa setelah instilasi BCG (Bacillus Calmelle Guerin) intravesical pada karsirnoma buli-buli. Juga telah dilaporkan kasus osteomyelitis tuberkulosa sebagai komplikasi dari vaksinasi BCG . Fokus primer infeksi cenderung berbeda pada kelompok umur yang berbeda. Banerjee melaporkan pada 499 pasien dengan spondilitis tuberkulosa, radiologis memperlihatkan 31% fokus primer adalah paru-paru dan dan kelompok tersebut 78% adalah anak-anak, sedangkan 69% sisanya memperlihatkan foto rantgen paru yang normal dan sebagian besar adalah dewasa. (1,2) Pada usia dewasa, diskus intervertebralis avaskular sehingga Iebih resisten terhadap infeksi dan kalaupun terjadi adalah sekunder dari korpus vertebra. Pada anak-anak karena diskus intervertebralis masih bersifat vaskular, infeksi diskus dapat terjadi primer. Penyempitan diskus intervertebralis terjadi akibat destruksi tulang pada kedua sisi diskus sehingga diskus mengalami herniasi ke dalam korpus vertebra yang telah rusak. Kompresi struktur neurologis terjadi akibat penekanan oleh proses ekstrinsik maupun intrinsik. Proses ekstrinsik pada fase aktif diakibatkan oleh akumulasi cairan akibat edema, abses kaseosa, jaringan granulasi, sequester tulang atau diskus. (1,2) INSIDEN DAN EPIDEMIOLOGI : Spondilitis tuberkulosa merupakan 50% dari seluruh tuberkulosis tulang dan sendi. Pada negara yang sedang berkembang, sekitar 60% kasus terjadi pada usia dibawah usia 20 tahun sedangkan pada negara maju, lebih sering mengenai pada usia yang lebih tua. Meskipun perbandingan antara pria dan wanita hampir sama, namun biasanya pria lebih sering terkena dibanding wanita yaitu 1,5:2,1. Di Ujung

Pandang spondilitis tuberkulosa ditemukan sebanyak 70% dari seluruh tuberkulosis tulang dan sendi. Umumnya penyakit ini menyerang orang-orang yang berada dalam keadaan sosial ekonomi rendah. (3) ETIOLOGI : Tuberkulosis tulang belakang merupakan infeksi sekunder dari tuberkulosis di tempat lain di tubuh, 9095% disebabkan oleh mikobakterium tuberkulosis tipik (2/3 dari tipe human dan 1/3 dari tipe bovin) dan 5-10% oleh mikobakterium tuberkulosa atipik. Kuman ini berbentuk batang, mempunyai sifat khusus yaitu tahan terhadap asam pada pewarnaan. Oleh karena itu disebut pula sebagai Basil Tahan Asam (BTA). Kuman TB cepat mati dengan sinar matahari langsung, tetapi dapat bertahan hidup beberapa jam di tempat yang gelap dan lembab. Dalam jaringan tubuh kuman ini dapat dorman, tertidur lama selama beberapa tahun. (1,3) PATOLOGI : Walaupun semua vertebrae dari columna vertebralis dapat diserang namun yang terbanyak menyerang bagian thorax. Vertebra lumbalis juga dapat terserang dan akhirnya vertebra cervicalis pun tidak terlepas dari serangan ini. focus yang pertama dapat terletak pada centrum corpus vertebrae atau pada metaphyse, bisa juga pertama kali bersifat subperiosteal. Penyakit ini juga dapat menjalar, sehingga akhirnya corpus vertebrae tidak lagi kuat untuk menahan berat badan dan seakan-akan hancur sehingga dengan demikian columna vertebralis membengkok. Kalau hal ini terjadi pada bagian thorax, maka akan terdapat pembengkokan hyperkyphose yang kita kenal sebagai gibbus. Sementara itu proses dapat menimbulkan gejala-gejala lain, diantaranya dapat terkumpulnya nanah yang semakin lama semakin banyak, nanah ini dapat menjalar menuju ke beberapa tempat diantaranya dapat berupa : (2) 1. Suatu abscess paravertebrae, abscess terlihat dengan bentuk spoel di kiri-kanan columna vertebralis. 2. Abscess dapat pula menembus ke belakang dan berada di bawah fasi dan kulit di sebelah belakang dan di luar columna vertebralis merupakan suatu abscess akan tetapi tidak panas. Umumnya abscess ini dinamakan abscess dingin. Abscess dingin artinya abscess tuberculose. 3. Dapat pula abscess menjalar mengelilingi tulang rusuk, sehingga merupakan senkung s abscess yang terlihat di bagian dada penderita. 4. Abscess juga dapat menerobos ke pleura sehingga menimbulkan empyme. 5. Pada leher dapat juga terjadi abscess yang terletak dalam pharynx sehingga merupakan retropharyngeal abscess. 6. Dapat pula abscess terlihat sebagai supraclavicular abscess. 7. Pada lumbar spine abscess dapat turun melalui musculus iliopsoas yang kemudian menurun sampai terjadi abscess besar yang terletak di bagian dalam dari paha. Semua abscess tersebut di atas dapat menembus kulit dan menyebabkan timbulnya fistel yang bertahun-tahun. Kecuali abses-abses tersebut di atas, tuberculose pada vertebrae dapat pula

memberikan komplikasi, ialah paraplegia, umumnya disebut Pott s Paraplegia. Komplikasi ini disebabkan karena adanya tekanan pada Medulla Spinalis. Adapun pathogenesis dari proses ini dapat dijelaskan sebagai berikut : tekanan dapat berasal dari proses yang terletak di dalam canalis spinalis. Jika di dalam canalis spinalis ada proses tuberculose yang terletak pada corpus bagian belakang yang merupakan dasar dari canalis spinalis, maka proses tadi menimbulkan pengumpulan nanah/jaringan granulasi langsung menekan medulla spinalis. Dalam hal ini meskipun nanah hanya sedikit, akan tetapi cukup untuk memberikan tekanan yang hebat pada Medulla Spinalis. (2,4) Dapat pula proses tuberculosa menghancurkan corpus sehingga canalis spinalis membengkok dan menekan pada tulang dindingnya. Tekanan tadi menyebabkan paraplegia. Kemungkinan lain ialah terdapat sequestra dan pus di sekeliling canalis spinalis tadi yang juga menekan pada medulla spinalis. Dengan demikian banyak sebab-sebab yang dapat menekan medulla spinalis dengan keras sehingga menimbulkan gejala paraplegia. Secara klinis paraplegia dapat dibagi menjadi early onset, ialah jika paraplegia segera timbul sebagai kelanjutan dari proses spondylitis tuberculose. Type kedua adalah paraplegia late onset, paraplegia ini terjadi setelah penyakit spondylitis sifatnya tenang untuk beberapa waktu lamanya kemudian timbul gejala-gejala paraplegia secara perlahan-lahan. (1,2) Lesi Spondilitis tuberkulosa berawal suatu tuberkel kecil yang berkembang lambat, bersifat osteolisis lokal, awalnya pada tulang subkhondral di bagian superior atau inferior anterior dari korpus vertebra . Proses infeksi Myobacterium tuberkulosis akan mengaktifkan chaperonin 10 yang merupakan stimulator poten dari proses resorpsi tulang sehingga akan terjadi destruksi korpus vertebra dianterior. Proses perkijuan yang terjadi akan menghalangi proses pembentukan tulang reaktif dan mengakibatkan segmen tulang yang terinfeksi relatif avaskular sehingga terbentuklah sequester tuberkulosis. Destruksi progresif di anterior akan mengakibatkan kolapsnya korpus vertebra yang terinfeksi dan terbentuklah kifosis ( angulasi posterior ) tulang belakang.Proses terjadinya kifosis dapat terus berlangsung walaupun telah terjadi resolusi dari proses infeksi.Kifosis yang progresif dapat mengakibatkan problem respirasi dan paraplegi. (1,3) Infeksi akhirnya menembus korteks vertebra dan membentuk abses paravertebral. Diseminasi lokal terjadi melalui penyebaran hematogen dan penyebaran langsung dibawah ligamentum longitudinal anterior.Apabila telah terbentuk abses paravertebral , lesi dapat turun mengikuti alur fascia muskulus psoas yang dapat mencapai trigonum femoralis. Pada usia dewasa , diskus intervertebralis avaskular sehingga lebih resisten terhadap infeksi dan kalaupun terjadi adalah sekunder dari korpus vertebra.Pada anak anak karena diskus intervertebralis masih bersifat avaskular,infeksi diskus dapat terjadi primer. Gejala utama adalah nyeri tulang belakang, nyeri biasanya bersifat kronis dapat lokal maupun radikular.Pasien dengan keterlibatan vertebra segmen servikal dan thorakal cenderung menderita defisit neurologis yang lebih akut sedangkan keterlibatan lumbal biasanya bermanifestasi sebagai nyeri radikular.Selain nyeri terdapat gejala sistemik berupa demam , malaise , keringat malam , peningkatan suhu tubuh pada sore hari dan penurunan berat badan . Tulang belakang terasa nyeri dan kaku pada pergerakan. (1,4)

PATOFISIOLOGI : Basil TB masuk ke dalam tubuh sebagian besar melalui traktus respiratorius. Pada saat terjadi infeksi primer, karena keadaan umum yang buruk maka dapat terjadi basilemia. Penyebaran terjadi secara hematogen. Basil TB dapat tersangkut di paru, hati limpa, ginjal dan tulang. Enam hingga 8 minggu kemudian, respons imunologik timbul dan fokus tadi dapat mengalami reaksi selular yang kemudian menjadi tidak aktif atau mungkin sembuh sempurna. Vertebra merupakan tempat yang sering terjangkit tuberkulosis tulang. Penyakit ini paling sering menyerang korpus vertebra. Penyakit ini pada umumnya mengenai lebih dari satu vertebra. Infeksi berawal dari bagian sentral, bagian depan, atau daerah epifisial korpus vertebra. Kemudian terjadi hiperemi dan eksudasi yang menyebabkan osteoporosis dan perlunakan korpus. Selanjutnya terjadi kerusakan pada korteks epifise, discus intervertebralis dan vertebra sekitarnya. Kerusakan pada bagian depan korpus ini akan menyebabkan terjadinya kifosis yang dikenal sebagai gibbus. Berbeda dengan infeksi lain yang cenderung menetap pada vertebra yang bersangkutan, tuberkulosis akan terus menghancurkan vertebra di dekatnya. (3) Kemudian eksudat (yang terdiri atas serum, leukosit, kaseosa, tulang yang fibrosis serta basil tuberkulosa) menyebar ke depan, di bawah ligamentum longitudinal anterior dan mendesak aliran darah vertebra di dekatnya. Eksudat ini dapat menembus ligamentum dan berekspansi ke berbagai arah di sepanjang garis ligament yang lemah. Pada daerah servikal, eksudat terkumpul di belakang fasia paravertebralis dan menyebar ke lateral di belakang muskulus sternokleidomastoideus. Eksudat dapat mengalami protrusi ke depan dan menonjol ke dalam faring yang dikenal sebagai abses faringeal. Abses dapat berjalan ke mediastinum mengisi tempat trakea, esophagus, atau kavum pleura. Abses pada vertebra torakalis biasanya tetap tinggal pada daerah toraks setempat menempati daerah paravertebral, berbentuk massa yang menonjol dan fusiform. Abses pada daerah ini dapat menekan medulla spinalis sehingga timbul paraplegia. Abses pada daerah lumbal dapat menyebar masuk mengikuti muskulus psoas dan muncul di bawah ligamentum inguinal pada bagian medial paha. Eksudat juga dapat menyebar ke daerah krista iliaka dan mungkin dapat mengikuti pembuluh darah femoralis pada trigonum skarpei atau regio glutea. (1,3) Menurut Gilroy dan Meyer (1979), abses tuberkulosis biasanya terdapat pada daerah vertebra torakalis atas dan tengah, tetapi menurut Bedbrook (1981) paling sering pada vertebra torakalis 12 dan bila dipisahkan antara yang menderita paraplegia dan nonparaplegia maka paraplegia biasanya pada vertebra torakalis10 sedang yang non paraplegia pada vertebra lumbalis. Penjelasan mengenai hal ini sebagai berikut : arteri induk yang mempengaruhi medulla spinalis segmen torakal paling sering terdapat pada vertebra torakal 8-lumbal 1 sisi kiri. Trombosis arteri yang vital ini akan menyebabkan paraplegia. Faktor lain yang perlu diperhitungkan adalah diameter relatif antara medulla spinalis dengan kanalis vertebralisnya. Intumesensia lumbalis mulai melebar kira-kira setinggi vertebra torakalis 10, sedang kanalis vertebralis di daerah tersebut relative kecil. Pada vertebra lumbalis 1, kanalis vertebralisnya jelas lebih besar oleh karena itu lebih memberikan ruang gerak bila ada kompresi dari bagian anterior. Hal ini mungkin dapat menjelaskan mengapa paraplegia lebih sering terjadi pada lesi setinggi vertebra torakal 10. (3)

Kerusakan medulla spinalis akibat penyakit Pott terjadi melalui kombinasi 4 faktor yaitu : 1. Penekanan oleh abses dingin 2. Iskemia akibat penekanan pada arteri spinalis 3. Terjadinya endarteritis tuberkulosa setinggi blokade spinalnya 4. Penyempitan kanalis spinalis akibat angulasi korpus vertebra yang rusak

Discitis Infeksi Osteomilitis Pott s disease abses

Kumar membagi perjalanan penyakit ini dalam 5 stadium yaitu : 1. Stadium implantasi. Setelah bakteri berada dalam tulang, maka bila daya tahan tubuh penderita menurun, bakteri akan berduplikasi membentuk koloni yang berlangsung selama 6-8 minggu. Keadaan ini umumnya terjadi pada daerah paradiskus dan pada anak-anak umumnya pada daerah sentral vertebra. 2. Stadium destruksi awal, Setelah stadium implantasi, selanjutnya terjadi destruksi korpus vertebra serta penyempitan yang ringan pada discus. Proses ini berlangsung selama 3-6 minggu. 3. Stadium destruksi lanjut. Pada stadium ini terjadi destruksi yang massif, kolaps vertebra dan terbentuk massa kaseosa serta pus yang berbentuk cold abses (abses dingin), yang tejadi 2-3 bulan setelah stadium destruksi awal. Selanjutnya dapat terbentuk sekuestrum serta kerusakan diskus intervertebralis. Pada saat ini terbentuk tulang baji terutama di sebelah depan (wedging anterior) akibat kerusakan korpus vertebra, yang menyebabkan terjadinya kifosis atau gibbus. 4. Stadium gangguan neurologis. Gangguan neurologis tidak berkaitan dengan beratnya kifosis yang terjadi, tetapi terutama ditentukan oleh tekanan abses ke kanalis spinalis. Gangguan ini ditemukan 10% dari seluruh komplikasi spondilitis tuberkulosa. Vertebra torakalis mempunyai kanalis spinalis yang lebih kecil sehingga gangguan neurologis lebih mudah terjadi pada daerah ini. Bila terjadi gangguan neurologis, maka perlu dicatat derajat kerusakan paraplegia, yaitu : Derajat I : kelemahan pada anggota gerak bawah terjadi setelah melakukan aktivitas atau setelah berjalan jauh. Pada tahap ini belum terjadi gangguan saraf sensoris. Derajat II : terdapat kelemahan pada anggota gerak bawah tapi penderita masih dapat melakukan pekerjaannya. Derajat III : terdapat kelemahan pada anggota gerak bawah yang membatasi gerak/aktivitas penderita serta hipoestesia/anesthesia. Derajat IV : terjadi gangguan saraf sensoris dan motoris disertai gangguan

defekasi dan miksi. Tuberkulosis paraplegia atau Pott paraplegia dapat terjadi secara dini atau lambat tergantung dari keadaan penyakitnya. Pada penyakit yang masih aktif, paraplegia terjadi oleh karena tekanan ekstradural dari abses paravertebral atau akibat kerusakan langsung sumsum tulang belakang oleh adanya granulasi jaringan. Paraplegia pada penyakit yang sudah tidak aktif/sembuh terjadi oleh karena tekanan pada jembatan tulang kanalis spinalis atau oleh pembentukan jaringan fibrosis yang progresif dari jaringan granulasi tuberkulosa. Tuberkulosis paraplegia terjadi secara perlahan dan dapat terjadi destruksi tulang disertai angulasi dan gangguan vaskuler vertebra. 5. Stadium deformitas residual. Stadium ini terjadi kurang lebih 3-5 tahun setelah timbulnya stadium implantasi. Kifosis atau gibbus bersifat permanen oleh karena kerusakan vertebra yang massif di sebelah depan. (3)

GAMBARAN KLINIS : Gambaran Spondilitis Tuberkulosa antara lain : : - Badan lemah/lesu, nafsu makan berkurang, berat badan menurun, - Suhu subfebril terutama pada malam hari serta sakit pada punggung, Pada anak-anak sering disertai dengan menangis pada malam hari. - Pada awal dapat dijumpai nyeri interkostal yaitu nyeri yang menjalar dari tulang belakang ke garis tengah keatas dada melalui ruang intercosta, hal ini karena tertekannya radiks dorsalis ditingkat torakal - Nyeri spinal yang menetap, terbatasnya pergerakan spinal. Kelainan neurologis terjadi pada sekitar 50% kasus karena proses destruksi lanjut berupa : - Paraplegia, paraparesis, ataupun nyeri radix saraf, akibat penekanan medulla spinalis yang menyebabkan kekakuan pada gerakan berjalan dan nyeri, - Gambaran paraplegia inferior kedua tungkai bersifat UMN dan adanya batas deficit sensorik setinggi tempat gibus/lokalisasi nyeri interkostal Pemeriksaan pisik : - Adanya gibus dan nyeri setempat - Spastisitas - Hiperreflesia tendon lutut/Achilles dan reflex patologik pada kedua belah sisi - Batas deficit sensorik akibat mielitis transversa dan gangguan miksi jarang dijumpai (1,3,5,6,7)

Spondylitis korpus vertebra dibagi menjadi tiga bentuk : 1. Pada bentuk sentral. Detruksi awal terletak di sentral korpus vertebra, bentuk ini sering ditemukan pada anak. 2. Bentuk paradikus. Terletak di bagian korpus vertebra yang bersebelahan dengan diskus intervertebral, bentuk ini sering ditemukan pada orang dewasa. 3. Bentuk anterior. Dengan lokus awal di korpus vertebra bagian anterior, merupakan penjalaran per kontinuitatum dari vertebra di atasnya.

DIAGNOSIS : diagnose dari penyakit ini dapat kita ambil melalui bebertapa tanda khas dibawah ini, Penyakit ini berkembang lambat, tanda dan gejalanya dapat berupa : o Nyeri punggung yang terlokalisir o Bengkak pada daerah paravertebral o Tanda dan gejala sistemik dari TB o Tanda defisit neurologis, terutama paraplegia Pemeriksaan Laboratorium : o Peningkatan LED dan mungkin disertai leukositosis, tetapi hal ini tidak dapat digunakan untuk uji tapis. Al-marri melaporkan 144 anak dengan spondilitis tuberkulosis didapatkan 33 % anak dengan laju endap darah yang normal. o Uji Mantoux positif o Pada pewarnaan Tahan Asam dan pemeriksaan biakan kuman mungkin ditemukan mikobakterium o Biopsi jaringan granulasi atau kelenjar limfe regional. o Pemeriksaan histopatologis dapat ditemukan tuberkel o Pungsi lumbal., harus dilakukan dengan hati-hati, karena jarum dapat menembus masuk abses dingin yang merambat ke daerah lumbal. Akan didapati tekanan cairan serebrospinalis rendah, test Queckenstedt menunjukkan adanya blokade sehingga menimbulkan sindrom Froin yaitu kadar protein likuor serebrospinalis amat tinggi hingga likuor dapat secara spontan membeku. o Peningkatan CRP ( C-Reaktif Protein ) pada 66 % dari 35 pasien spondilitis tuberkulosis yang berhubungan dengan pembentukan abses. o Pemeriksaan serologi didasarkan pada deteksi antibodi spesifik dalam sirkulasi. o Pemeriksaan dengan ELISA ( Enzyme-Linked Immunoadsorbent Assay ) dilaporkan memiliki sensitivitas 60-80 % , tetapi pemeriksaan ini menghasilkan negatif palsu pada pasien dengan alergi.Pada populasi dengan endemis tuberkulosis,titer antibodi cenderung tinggi sehingga sulit mendeteksi kasus tuberkulosis aktif. o Identifikasi dengan Polymerase Chain Reaction ( PCR ) masih terus dikembangkan. Prosedur tersebut meliputi denaturasi DNA kuman tuberkulosis melekatkan nucleotida tertentu pada fragmen DNA ,

amplifikasi menggunakan DNA polymerase sampai terbentuk rantai DNA utuh yang dapat diidentifikasi dengan gel. (2,3) Pada pemeriksaan mikroskopik dengan pulasan Ziehl Nielsen membutuhkan 10 basil permililiter spesimen, sedangkan kultur membutuhkan 10 basil permililiter spesimen. Kesulitan lain dalam menerapkan pemeriksaan bakteriologik adalah lamanya waktu yang diperlukan. Hasil biakan diperoleh setelah 4-6 minggu dan hasil resistensi baru diperoleh 2-4 minggu sesudahnya.Saat ini mulai dipergunakan system BATEC ( Becton Dickinson Diagnostic Instrument System ), Dengan system ini identifikasi dapat dilakukan dalam 7-10 hari.Kendala yang sering timbul adalah kontaminasi oleh kuman lain, masih tingginya harga alat dan juga karena system ini memakai zat radioaktif maka harus dipikirkan bagaimana membuang sisa-sisa radioaktifnya. Pemeriksaan Radiologis: o Pemeriksaan foto toraks untuk melihat adanya tuberkulosis paru. Hal in sangat diperlukan untuk menyingkirkan diagnosa banding penyakit yang lain o Foto polos vertebra, ditemukan osteoporosis, osteolitik dan destruksi korpus vertebra, disertai penyempitan discus intervertebralis yang berada di antara korpus tersebut dan mungkin dapat ditemukan adanya massa abses paravertebral. Pada foto AP, abses paravertebral di daerah servikal berbentuk sarang burung (bird s net), di daerah torakal berbentuk bulbus dan pada daerah lumbal abses terlihat berbentuk fusiform. Pada stadium lanjut terjadi destruksi vertebra yang hebat sehingga timbul kifosis. o Dekalsifikasi suatu korpus vertebra (pada tomogram dari korpus tersebut mungkin terdapat suatu kaverne dalam korpus tersebut) oleh karena itu maka mudah sekali pada tempat tersebut suatu fraktur patologis. Dengan demikian terjadi suatu fraktur kompresi, sehingga bagian depan dari korpus vertebra itu adalah menjadi lebih tipis daripada bagian belakangnya (korpus vertebra jadi berbentuk baji) dan tampaklah suatu Gibbus pada tulang belakang itu. o Dekplate korpus vertebra itu akan tampak kabur (tidak tajam) dan tidak teratur. o Diskus Intervertebrale akan tampak menyempit. o Abses dingin. (2,3,7) Foto Roentgen, abses dingin itu akan tampak sebagai suatu bayangan yang berbentuk kumparan ( Spindle ). Spondilitis ini paling sering ditemukan pada vertebra T8-L3 dan paling jarang pada vertebra C1-2. Pemeriksaan CT scan : o CT scan dapat memberi gambaran tulang secara lebih detail dari lesi irreguler, skelerosis, kolaps diskus dan gangguan sirkumferensi tulang. o Mendeteksi lebih awal serta lebih efektif umtuk menegaskan bentuk dan kalsifikasi dari abses jaringan lunak. Terlihat destruksi litik pada vertebra (panah hitam) dengan abses soft-tissue (panah putih)

Pemeriksaan MRI : o Mengevaluasi infeksi diskus intervertebra dan osteomielitis tulang belakang. o Menunjukkan adanya penekanan saraf. Dilaporkan 25 % dari pasien mereka memperlihatkan gambaran proses infeksi pada CT-Scan dan MRI yang lebih luas dibandingkan dengan yang terlihat dengan foto polos.CT-Scan efektif mendeteksi kalsifikasi pada abses jaringan lunak . Selain itu CT-Scan dapat digunakan untuk memandu prosedur biopsi. PENATALAKSANAAN : Penatalaksanaan spondilitis tuberkulosis ditujukan untuk eradikasi infeksi , memberikan stabilitas pada tulang belakang dan menghentikan atau memperbaiki kifosis. Kriteria kesembuhan sebagian besar ditekankan pada tercapainya favourable status yang didefenisikan sebagai pasien dapat beraktifitas penuh tanpa membutuhkan kemoterapi atau tindakan bedah lanjutan, tidak adanya keterlibatan system saraf pusat , focus infeksi yang tenang secara klinis maupun secara radiologis. (3,4,7) Pada prinsipnya pengobatan tuberkulosis tulang belakang harus dilakukan sesegera mungkin untuk menghentikan progresivitas penyakit serta mencegah paraplegia. Prinsip pengobatan paraplegia Pott sebagai berikut : 1. Pemberian obat antituberkulosis 2. Dekompresi medulla spinalis 3. Menghilangkan/ menyingkirkan produk infeksi 4. Stabilisasi vertebra dengan graft tulang (bone graft)

Pengobatan terdiri atas : 1. Terapi konservatif berupa: a. Tirah baring (bed rest) b. Memberi korset yang mencegah gerakan vertebra /membatasi gerak vertebra c. Memperbaiki keadaan umum penderita d. Pengobatan antituberkulosa

Standar pengobatan di indonesia berdasarkan program P2TB paru adalah : v Kategori 1 Untuk penderita baru BTA (+) dan BTA(-)/rontgen (+), diberikan dalam 2 tahap ; Tahap 1 : Rifampisin 450 mg, Etambutol 750 mg, INH 300 mg dan Pirazinamid 1.500 mg. Obat ini diberikan setiap hari selama 2 bulan pertama (60 kali). Tahap 2: Rifampisin 450 mg, INH 600 mg, diberikan 3 kali seminggu (intermitten) selama 4 bulan (54 kali).

v Kategori 2 Untuk penderita BTA(+) yang sudah pernah minum obat selama sebulan, termasuk penderita dengan BTA (+) yang kambuh/gagal yang diberikan dalam 2 tahap yaitu : o Tahap I diberikan Streptomisin 750 mg , INH 300 mg, Rifampisin 450 mg, Pirazinamid 1500mg dan Etambutol 750 mg. Obat ini diberikan setiap hari , Streptomisin injeksi hanya 2 bulan pertama (60 kali) dan obat lainnya selama 3 bulan (90 kali). o Tahap 2 diberikan INH 600 mg, Rifampisin 450 mg dan Etambutol 1250 mg. Obat diberikan 3 kali seminggu (intermitten) selama 5 bulan (66 kali). Kriteria penghentian pengobatan yaitu apabila keadaan umum penderita bertambah baik, laju endap darah menurun dan menetap, gejala-gejala klinis berupa nyeri dan spasme berkurang serta gambaran radiologik ditemukan adanya union pada vertebra. (1,3) 2. Terapi operatif Bedah Kostotransversektomi yang dilakukan berupa debrideman dan penggantian korpus vertebra yang rusak dengan tulang spongiosa/kortiko spongiosa. Indikasi operasi yaitu: Bila dengan terapi konservatif setelah pengobatan kemoterapi 3-6 bulan tidak terjadi perbaikan paraplegia atau malah semakin berat. Biasanya tiga minggu sebelum tindakan operasi dilakukan, setiap spondilitis tuberkulosa diberikan obat tuberkulostatik. Adanya abses yang besar sehingga diperlukan drainase abses secara terbuka dan sekaligus debrideman serta bone graft. Abses besar segmen servikal pada pasien dengan obstruksi saluran respirasi . Pada pemeriksaan radiologis baik dengan foto polos, mielografi ataupun pemeriksaan CT dan MRI ditemukan adanya penekanan langsung pada medulla spinalis. Walaupun pengobatan kemoterapi merupakan pengobatan utama bagi penderita tuberkulosis tulang belakang, namun tindakan operatif masih memegang peranan penting dalam beberapa hal, yaitu bila terdapat cold abses (abses dingin), lesi tuberkulosa, paraplegia dan kifosis progresif atau hernasi tulang atau diskus pada kanalis neuralis. (1,2,3,4) Abses Dingin (Cold Abses) : Cold abses yang kecil tidak memerlukan tindakan operatif oleh karena dapat terjadi resorbsi spontan dengan pemberian tuberkulostatik. Pada abses yang besar dilakukan drainase bedah. Ada tiga cara menghilangkan lesi tuberkulosa, yaitu: a. Debrideman fokal b. Kosto-transveresektomi c. Debrideman fokal radikal yang disertai bone graft di bagian depan.

Paraplegia Penanganan yang dapat dilakukan pada paraplegia, yaitu: a. Pengobatan dengan kemoterapi semata-mata b. Laminektomi c. Kosto-transveresektomi d. Operasi radikal e. Osteotomi pada tulang baji secara tertutup dari belakang

Operasi kifosis : Operasi kifosis dilakukan bila terjadi deformitas yang hebat,. Kifosis mempunyai tendensi untuk bertambah berat terutama pada anak-anak. Tindakan operatif dapat berupa fusi posterior atau melalui operasi radikal. DIAGNOSIS BANDING: 1. Osteitis Piogen : khasnya demam lebih cepat timbul 2. Poliomielitis : paresis/paralisis tungkai, skoliosis dan bukan kifosis 3. Skoliosis idiopatik : tanpa gimus dan tanda paralisis 4. Penyakit paru dengan bekas empiema : tulang belakang bebas penyakit 5. Metastasis tulang belakang : tidak mengenai diskus, adanya karsinoma prostat 6. Kifosis senilis : kifosis tidak local, osteoporosis seluruh kerangka (3)

PROGNOSIS : Prognosa dari penyakit ini bergantung dari cepatnya dilakukan terapi dan ada tidaknya komplikasi neurologic, unutk paraplegia awal, prognosis untuk kesembuhan sarafnya lebih baik, sedangkan spondilitis dengan paraplegia akhir, prognosisnya biasanya kurang baik. Bila paraplegia disebabkan oleh mielitis tuberkulosa proggnosisnya ad functionam juga buruk. (3,4) akbarpai.blogspot.com/2008/.../spondylitis-tuberkulosa.html Tembo

Spondilitis tbc : Spondilitis tbc ialah suatu osteomielitis kronik tulang belakang yang disebabkan oleh kuman tbc. Infeksi umumnya mulai dari korpus vertebra lalu ke diskus intervertebralis dan ke jaringan sekitarnya. Daerah yang paling sering terkena, berturut-turut ialah daerah torakal terutama bagian bawah, daerah lumbal dan servikal 1 4 . Akibat perkejuan akan terbentuk abses yang dapat meluas ke sekitamya dan mencari jalan ke luar. Paling sering mengikuti fasia otot psoas, berkumpul dalam fosa iliaka sampai terjadi fistel kulit. Abses di daerah servikal akan menyebar sebagalabses retrofaringeal 1,5Makalah melaporkan satu

kasus spondilitis tbc dengan abses retrofaringeal, lokasi abses dingin yang paling jarang dibanding dengan lokasi yang lain Spondilitis tuberkulosa atau tuberkulosis spinal yang dikenal pula dengan nama Pott s disease of the spine atau tuberculous vertebral osteomyelitis merupakan suatu penyakit yang banyak terjadi di seluruh dunia. Terhitung kurang lebih 3 juta kematian terjadi setiap tahunnya dikarenakan penyakit ini.Penyakit ini pertama kali dideskripsikan oleh Percival Pott pada tahun 1779 yang menemukan adanya hubungan antara kelemahan alat gerak bawah dengan kurvatura tulang belakang, tetapi hal tersebut tidak dihubungkan dengan basil tuberkulosa hingga ditemukannya basil tersebut oleh Koch tahun 1882,sehingga etiologi untuk kejadian tersebut menjadi jelas().Di waktu yang lampau, spondilitis tuberkulosa merupakan istilah yang dipergunakan untuk penyakit pada masa anak-anak, yang terutama berusia 3 5 tahun. Saat ini dengan adanya perbaikan pelayanan kesehatan, maka insidensi usia ini mengalami perubahan sehingga golongan umur dewasa menjadi lebih sering terkena dibandingkan anak-anak. 2. Rumusan Masalah Sesuai dengan latar belakang yang telah disajikan di atas, maka penyusun dapat merumuskan masalah sebagai berikut: a. Apaka yang dimaksud dengan Spondilitis tuberkulosa? b. Bagaimana mekanisme dan penyebab terjadinya Spondilitis tuberkulosa? c. Apa diagnosis Spondilitis tuberkulosa,manifestasi dan penatalaksanaannya? d. Apa saja gejala klinis Spondilitis tuberkulosa? e. Apa saja pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratorium dari Spondilitis tuberkulosa? f. Bagaimana cara penatalaksanannya? 3. Tujuan Pembuatan laporan ini bertujuan untuk: a. Mampu menjelaskan tentang mekanisme seseorang terkena Spondilitis tuberkulosa dan mengetahui gejala klinis dari Spondilitis tuberkulosa b. Mengetahui pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratorium dari Spondilitis tuberkulosa dan cara penatalaksanannya. TINJAUAN PUSTAKA 1. Pengertian Spondilitis tuberculosa adalah infeksi yang sifatnya kronis berupa infeksi granulomatosis di sebabkan oleh kuman spesifik yaitu mycubacterium tuberculosa yang mengenai tulang vertebra (Abdurrahman, et al 1994; 144 )

2.ETIOLOGI Tuberkulosis tulang belakang merupakan infeksi sekunder dari tuberkulosis di tempat lain di tubuh, 9095% disebabkan oleh mikobakterium tuberkulosis tipik (2/3 dari tipe human dan 1/3 dari tipe bovin) dan 5-10% oleh mikobakterium tuberkulosa atipik. Kuman ini berbentuk batang, mempunyai sifat khusus yaitu tahan terhadap asam pada pewarnaan. Oleh karena itu disebut pula sebagai Basil Tahan Asam (BTA). Namun, Basil ini tidak berspora sehingga mudah dibasmi dengan pemanasan, sinar matahari, dan sinar ultraviolet, tetapi dapat bertahan hidup beberapa jam di tempat yang gelap dan lembab. Dalam jaringan tubuh kuman ini dapat dorman, tertidur lama selama beberapa tahun. Basil tipe bovin berada dalam susu sapi yang menderita mastitis tuberkulosis dan bila diminum akan menyebabkan tuberkulosis usus. Basil tipe human berada dalam bercak ludah (droplet) orang yang terinfeksi tuberkulosis. 3.. Patofisiologi Spondilitis tuberkulosa merupakan suatu tuberkulosis tulang yang sifatnya sekunder dari TBC tempat lain di tubuh. Penyebarannya secara hematogen, di duga terjadinya penyakit tersebut sering karena penyebaran hematogen dari infeksi traktus urinarius melalui pleksus Batson. Infeksi TBC vertebra di tandai dengan proses destruksi tulang progresif tetapi lambat di bagian depan (anterior vertebral body). Penyebaran dari jaringan yang mengalami pengejuan akan menghalangi proses pembentukan tulang sehingga berbentuk "tuberculos squestra". Sedang jaringan granulasi TBC akan penetrasi ke korteks dan terbentuk abses para vertebral yang dapat menjalar ke atas / bawah lewat ligamentum longitudinal anterior dan posterior. Sedang diskus Intervertebralis oleh karena avaskular lebih resisten tetapi akan mengalami dehidrasi dan terjadi penyempitan oleh karena dirusak jaringan granulasi TBC. Kerusakan progresif bagian anterior vertebra akan menimbulkan kiposis. Kerusakan medulla spinalis akibat penyakit Pott terjadi melalui kombinasi 4 faktor yaitu : 1. Penekanan oleh abses dingin 2. Iskemia akibat penekanan pada arteri spinalis 3. Terjadinya endarteritis tuberkulosa setinggi blokade spinalnya 4. Penyempitan kanalis spinalis akibat angulasi korpus vertebra yang rusak Kumar membagi perjalanan penyakit ini dalam 5 stadium yaitu : 1. Stadium implantasi. Setelah bakteri berada dalam tulang, maka bila daya tahan tubuh penderita menurun, bakteri akan berduplikasi membentuk koloni yang berlangsung selama 6-8 minggu. Keadaan ini umumnya terjadi pada daerah paradiskus dan pada anakanak umumnya pada daerah sentral vertebra. 2. Stadium destruksi awal Setelah stadium implantasi, selanjutnya terjadi destruksi korpus vertebra serta penyempitan yang ringan pada discus. Proses ini berlangsung selama 3-6 minggu.

3. Stadium destruksi lanjut Pada stadium ini terjadi destruksi yang massif, kolaps vertebra dan terbentuk massa kaseosa serta pus yang berbentuk cold abses (abses dingin), yang tejadi 2-3 bulan setelah stadium destruksi awal. Selanjutnya dapat terbentuk sekuestrum serta kerusakan diskus intervertebralis. Pada saat ini terbentuk tulang baji terutama di sebelah depan (wedging anterior) akibat kerusakan korpus vertebra, yang menyebabkan terjadinya kifosis atau gibbus. 4. Stadium gangguan neurologis Gangguan neurologis tidak berkaitan dengan beratnya kifosis yang terjadi, tetapi terutama ditentukan oleh tekanan abses ke kanalis spinalis. Gangguan ini ditemukan 10% dari seluruh komplikasi spondilitis tuberkulosa. Vertebra torakalis mempunyai kanalis spinalis yang lebih kecil sehingga gangguan neurologis lebih mudah terjadi pada daerah ini. Bila terjadi gangguan neurologis, maka perlu dicatat derajat kerusakan paraplegia, yaitu : Derajat I : Kelemahan pada anggota gerak bawah terjadi setelah melakukan aktivitas atau setelah berjalan jauh. Pada tahap ini belum terjadi gangguan saraf sensoris. Derajat II : Terdapat kelemahan pada anggota gerak bawah tapi penderita masih dapat melakukan pekerjaannya. Derajat III : Terdapat kelemahan pada anggota gerak bawah yang membatasi gerak/aktivitas penderita serta hipoestesia/anesthesia. Derajat IV : Terjadi gangguan saraf sensoris dan motoris disertai gangguan defekasi dan miksi. Tuberkulosis paraplegia atau Pott paraplegia dapat terjadi secara dini atau lambat tergantung dari keadaan penyakitnya. Pada penyakit yang masih aktif, paraplegia terjadi oleh karena tekanan ekstradural dari abses paravertebral atau akibat kerusakan langsung sumsum tulang belakang oleh adanya granulasi jaringan. Paraplegia pada penyakit yang sudah tidak aktif/sembuh terjadi oleh karena tekanan pada jembatan tulang kanalis spinalis atau oleh pembentukan jaringan fibrosis yang progresif dari jaringan granulasi tuberkulosa. Tuberkulosis paraplegia terjadi secara perlahan dan dapat terjadi destruksi tulang disertai angulasi dan gangguan vaskuler vertebra. 5. Stadium deformitas residual Stadium ini terjadi kurang lebih 3-5 tahun setelah timbulnya stadium implantasi. Kifosis atau gibbus bersifat permanen oleh karena kerusakan vertebra yang massif di sebelah depan. Penyebaran basil ke vertebra menyebabkan spondilitis yang mengenai korpus vertebra. Spondilitis tuberkulosis ditandai dengan destruksi progresif yang lambat pada bagian anterior corpus vertebra disertai osteoporosis regional. Spondilitis korpus vertebra ini dibagi menjadi 3 bentuk: bentuk sentral dengan destruksi awal pada sentral korpus vertebra yang dekat dengan lempeng subkondral (biasanya ditemukan pada anak-anak)

bentuk paradiskus terletak di bagian korpus vertebra yang bersebelahan dengan diskus intervertebralis (biasanya ditemukan pada orang dewasa) bentuk anterior dengan lokus awal di korpus vertebra bagian anterior yang merupakan perjalanan per kontinuitatum dari vertebra di atasnya Proses infeksi kadang disertai pembentukan banyak cairan yang nantinya mengalami nekrosis. Nekrosis ini bisa menghasilkan massa seperti keju (limfadenitis kaseosa) yang mencegah pembentukan tulang dan membuat tulang menjadi avaskuler sehingga timbul tuberculous sequstra. Jaringan granulasi tuberkulosis masuk ke dalam korteks korpus vertebra membentuk abses paravertebra yang meluas hingga ke beberapa vertebra, ke atas, ke bawah, ligamen longitudinal anterior dan posterior. Sering juga terjadi fistel tunggal atau multiple di kulit dari limfadenitis tuberkulosis di leher atau di lipat paha. Bila spondilitis sudah mengenai vertebra torakal atau lumbal maka nanahnya akan dikeluarkan melalui fasia otot psoas yang merupakan locus minoris resistance sehingga terbentuk abses psoas. Abses ini dapat turun ke region inguinal dan teraba sebagai benjolan. Abses yang terbentuk merupakan abses dingin tanpa disertai tanda-tanda radang. Abses juga dapat berkumpul dan mendesak ke arah belakang sehingga menekan medulla spinalis dan mengakibatkan Pott s paraplegia. Gejala awal paraplegia dimulai dengan kaki terasa kaku, lemah atau penurunan koordinasi tungkai. Proses ini dimulai dari penurunan daya kontraksi otot tungkai dan peningkatan tonusnya sehingga terjadi spasme otot fleksor dan akhirnya terjadi kontraktur. Paraplegia kebanyakan ditemukan di daerah torakal, bukan lumbal karena kanalis lumbalis agak longgar dan kauda equine tidak mudah tertekan. Diskus intervertebralis yang avaskuler resisten terhadap infeksi tuberkulosis, namun diskus di sekitarnya menyempit karena dehidrasi bahkan dapat dirusak oleh jaringan granulasi tuberkulosis. Destruksi progresif bagian anterior korpus vertebra menyebabkan kolapsnya bagian tersebut sehingga terjadi kifosis. 4.GEJALA KLINIS Secara klinik gejala tuberkulosis tulang belakang hampir sama dengan gejala tuberkulosis pada umumnya, yaitu badan lemah/lesu, nafsu makan berkurang, berat badan menurun, suhu sedikit meningkat (subfebril) terutama pada malam hari serta sakit pada punggung. Pada anak-anak sering disertai dengan menangis pada malam hari.(1,5) Pada awal dapat dijumpai nyeri radikuler yang mengelilingi dada atau perut,kemudian diikuti dengan paraparesis yang lambat laun makin memberat, spastisitas, klonus,, hiper-refleksia dan refleks Babinski bilateral. Pada stadium awal ini belum ditemukan deformitas tulang vertebra, demikian pula belum terdapat nyeri ketok pada vertebra yang bersangkutan. Nyeri spinal yang menetap, terbatasnya pergerakan spinal, dan komplikasi neurologis merupakan tanda terjadinya destruksi yang lebih lanjut. Kelainan neurologis terjadi pada sekitar 50% kasus,termasuk akibat penekanan medulla spinalis yang menyebabkan paraplegia, paraparesis, ataupun nyeri radix saraf. Tanda yang biasa ditemukan di antaranya adalah

adanya kifosis (gibbus), bengkak pada daerah paravertebra, dan tanda-tanda defisit neurologis seperti yang sudah disebutkan di atas. Pada tuberkulosis vertebra servikal dapat ditemukan nyeri di daerah belakang kepala, gangguan menelan dan gangguan pernapasan akibat adanya abses retrofaring.(1) Harus diingat pada mulanya penekanan mulai dari bagian anterior sehingga gejala klinis yang muncul terutama gangguan motorik. Gangguan sensorik pada stadium awal jarang dijumpai kecuali bila bagian posterior tulang juga terlibat. Secara umun Gejala klinis yang timbul berupa: nyeri pinggang atau punggung nyeri tekan lokal disertai spasme otot abses paravertebra dan abses psoas yang merupakan abses dingin gibbus bila ada kompresi vertebra parestesi dan kelemahan pada ekstremitas inferior 5.PEMERIKSAAN PENCITRAAN Pada pemeriksaan roentgen ditemukan lesi osteolitik pada pars anterior korpus vertebra, osteoporosis regional dan penyempitan diskus intervertebralis akibat destruksi korpus vertebra yang mengenai diskus sehingga diskus iskemi dan menjadi nekrosis pada stadium awal, sementara pada stadium lanjut ditemukan destruksi pars anterior korpus vertebra yang menyebar ke vertebra dan gambaran bayangan otot psoas yang melebar karena adanya abses psoas ataupun bayangan paravertebra karena terbentuknya abses paravertebra. Pada CT Scan dan MRI, gambaran di atas akan tampak lebih jelas. 6.PEMERIKSAAN LABORATORIUM Tes tuberculin positif. LED meningkat. Pemeriksaan sedimen meningkat. 7.DIAGNOSIS Diagnosis dapat ditegakkan dari gejala klinik, pemeriksaan pencitraan dan aspirasi pus abses paravertebra, yaitu ditemukannya basil tuberkulosis. Klinis Penyakit ini berkembang lambat, tanda dan gejalanya dapat berupa : v Nyeri punggung yang terlokalisir v Bengkak pada daerah paravertebral v Tanda dan gejala sistemik dari TB v Tanda defisit neurologis, terutama paraplegia

Pemeriksaan Laboratorium : v Peningkatan LED dan mungkin disertai leukositosis v Uji Mantoux positif v Pada pewarnaan Tahan Asam dan pemeriksaan biakan kuman mungkin ditemukan mikobakterium v Biopsi jaringan granulasi atau kelenjar limfe regional. v Pemeriksaan histopatologis dapat ditemukan tuberkel v Pungsi lumbal., harus dilakukan dengan hati-hati ,karena jarum dapat menembus masuk abses dingin yang merambat ke daerah lumbal. Akan didapati tekanan cairan serebrospinalis rendah, test Queckenstedt menunjukkan adanya blokade sehingga menimbulkan sindrom Froin yaitu kadar protein likuor serebrospinalis amat tinggi hingga likuor dapat secara spontan membeku. Pemeriksaan Radiologis : v Pemeriksaan foto toraks untuk melihat adanya tuberkulosis paru. v Foto polos vertebra, ditemukan osteoporosis, osteolitik dan destruksi korpus vertebra, disertai penyempitan discus intervertebralis yang berada di antara korpus tersebut dan mungkin dapat ditemukan adanya massa abses paravertebral. Pada foto AP, abses paravertebral di daerah servikal berbentuk sarang burung (bird s net), di daerah torakal berbentuk bulbus dan pada daerah lumbal abses terlihat berbentuk fusiform. Pada stadium lanjut terjadi destruksi vertebra yang hebat sehingga timbul kifosis. v Pemeriksaan CT scan : - CT scan dapat memberi gambaran tulang secara lebih detail dari lesi irreguler, skelerosis, kolaps diskus dan gangguan sirkumferensi tulang. - Mendeteksi lebih awal serta lebih efektif umtuk menegaskan bentuk dan kalsifikasi dari abses jaringan lunak. Terlihat destruksi litik pada vertebra (panah hitam) dengan abses soft-tissue (panah putih) v Pemeriksaan MRI : - Mengevaluasi infeksi diskus intervertebra dan osteomielitis tulang belakang. - Menunjukkan adanya penekanan saraf. 8.PENATALAKSANAAN Tujuan penatalaksanaan terhadap tuberkulosis pada vertebra ini adalah untuk menghilangkan kuman penyebab, mencegah deformitas dan komplikasi berupa paraplegi. Pada prinsipnya pengobatan tuberkulosis tulang belakang harus dilakukan sesegera mungkin untuk menghentikan progresivitas penyakit serta mencegah paraplegia Prinsip pengobatan paraplegia Pott sebagai berikut : 1. Pemberian obat antituberkulosis 2. Dekompresi medulla spinalis 3. Menghilangkan/ menyingkirkan produk infeksi 4. Stabilisasi vertebra dengan graft tulang (bone graft)

Pengobatan terdiri atas :(1) 1. Terapi konservatif berupa: a. Tirah baring (bed rest) b. Memberi korset yang mencegah gerakan vertebra /membatasi gerak vertebra c. Memperbaiki keadaan umum penderita d. Pengobatan antituberkulosa Standar pengobatan di indonesia berdasarkan program P2TB paru adalah : - Kategori 1 Untuk penderita baru BTA (+) dan BTA(-)/rontgen (+), diberikan dalam 2 tahap ; Tahap 1 : Rifampisin 450 mg, Etambutol 750 mg, INH 300 mg dan Pirazinamid 1.500 mg. Obat ini diberikan setiap hari selama 2 bulan pertama (60 kali). Tahap 2: Rifampisin 450 mg, INH 600 mg, diberikan 3 kali seminggu (intermitten) selama 4 bulan (54 kali). - Kategori 2 Untuk penderita BTA(+) yang sudah pernah minum obat selama sebulan, termasuk penderita dengan BTA (+) yang kambuh/gagal yang diberikan dalam 2 tahap yaitu : v Tahap I diberikan Streptomisin 750 mg , INH 300 mg, Rifampisin 450 mg, Pirazinamid 1500mg dan Etambutol 750 mg. Obat ini diberikan setiap hari , Streptomisin injeksi hanya 2 bulan pertama (60 kali) dan obat lainnya selama 3 bulan (90 kali). v Tahap 2 diberikan INH 600 mg, Rifampisin 450 mg dan Etambutol 1250 mg. Obat diberikan 3 kali seminggu (intermitten) selama 5 bulan (66 kali). Kriteria penghentian pengobatan yaitu apabila keadaan umum penderita bertambah baik, laju endap darah menurun dan menetap, gejala-gejala klinis berupa nyeri dan spasme berkurang serta gambaran radiologik ditemukan adanya union pada vertebra. 2. Terapi operatif Indikasi operasi yaitu: v Bila dengan terapi konservatif tidak terjadi perbaikan paraplegia atau malah semakin berat. Biasanya tiga minggu sebelum tindakan operasi dilakukan, setiap spondilitis tuberkulosa diberikan obat tuberkulostatik. v Adanya abses yang besar sehingga diperlukan drainase abses secara terbuka dan sekaligus debrideman serta bone graft. v Pada pemeriksaan radiologis baik dengan foto polos, mielografi ataupun pemeriksaan CT dan MRI ditemukan adanya penekanan langsung pada medulla spinalis. Walaupun pengobatan kemoterapi merupakan pengobatan utama bagi penderita tuberkulosis tulang belakang, namun tindakan operatif masih memegang peranan penting dalam beberapa hal, yaitu bila terdapat cold abses (abses dingin), lesi tuberkulosa, paraplegia dan kifosis.

Abses Dingin (Cold Abses) Cold abses yang kecil tidak memerlukan tindakan operatif oleh karena dapat terjadi resorbsi spontan dengan pemberian tuberkulostatik. Pada abses yang besar dilakukan drainase bedah. Ada tiga cara menghilangkan lesi tuberkulosa, yaitu: a. Debrideman fokal b. Kosto-transveresektomi c. Debrideman fokal radikal yang disertai bone graft di bagian depan. Paraplegia Penanganan yang dapat dilakukan pada paraplegia, yaitu: a. Pengobatan dengan kemoterapi semata-mata b. Laminektomi c. Kosto-transveresektomi d. Operasi radikalOsteotomi pada tulang baji secara tertutup dari belakang bangkitarie.blogspot.com/2010/11/spondilitis-tbc.html

You might also like