You are on page 1of 31

Laporan Kasus

ASMA BRONKIAL

Oleh : FADHLINA MUHARMI HARAHAP 0708112239

Pembimbing :

dr.ARLINA GUSTI, Sp.P

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM PULMONOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS RIAU RSUD ARIFIN ACHMAD PEKANBARU 2011

ASMA BRONKIAL

1. Definisi Asma adalah penyakit inflamasi kronis saluran pernapasan yang dihubungkan dengan hiperresponsif, keterbatasan aliran udara yang reversibel dan gejala pernapasan.1 Asma bronkial adalah salah satu penyakit paru yang termasuk dalam kelompok penyakit paru alergi dan imunologi yang merupakan suatu penyakit yang ditandai oleh tanggap reaksi yang meningkat dari trakea dan bronkus terhadap berbagai macam rangsangan dengan manifestasi berupa kesukaran bernapas yang disebabkan oleh penyempitan yang menyeluruh dari saluran napas. Penyempitan ini bersifat dinamis dan derajat penyempitan dapat berubah, baik secara spontan maupun karena pemberian obat.2

2. Epidemiologi Asma dapat ditemukan pada laki laki dan perempuan di segala usia, terutama pada usia dini. Perbandingan laki laki dan perempuan pada usia dini adalah 2:1 dan pada usia remaja menjadi 1:1. Prevalensi asma lebih besar pada wanita usia dewasa. Laki-laki lebih memungkinkan mengalami penurunan gejala di akhir usia remaja dibandingkan dengan perempuan.3 Berdasarkan data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), hingga saat ini jumlah penderita asma di dunia diperkirakan mencapai 300 juta orang dan diperkirakan angka ini akan terus meningkat hingga 400 juta penderita pada tahun 2025.4 Hasil penelitian International Study on Asthma and Allergies in Childhood (ISAAC) pada tahun 2005 menunjukkan bahwa di Indonesia prevalensi penyakit asma meningkat dari 4,2% menjadi 5,4%.

Diperkirakan prevalensi asma di Indonesia 5% dari seluruh penduduk Indonesia, artinya saat ini ada 12,5 juta pasien asma di Indonesia.5 Penelitian yang dilakukan oleh Anggia D pada tahun 2005 di RSUD Arifin Achmad Pekanbaru didapatkan kelompok umur terbanyak yang menderita asma adalah 25 34 tahun sebanyak 17 orang (24,29%) dari 70 orang, dan perempuan lebih banyak dari pada laki laki (52,86%).
6

3. Faktor Resiko Faktor resiko asma dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu : a. Atopi Hal yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum diketahui bagaimana cara penurunannya. Penderita dengan penyakit alergi biasanya mempunyai keluarga dekat yang juga alergi. Dengan adanya bakat alergi ini, penderita sangat mudah terkena penyakit asma bronkial jika terpajan dengan faktor pencetus. b. Hiperreaktivitas bronkus Saluran pernapasan sensitif terhadap berbagai rangsangan alergen maupun iritan. c. Jenis Kelamin Perbandingan laki laki dan perempuan pada usia dini adalah 2:1 dan pada usia remaja menjadi 1:1. Prevalensi asma lebih besar pada wanita usia dewasa. d. Ras e. Obesitas

Obesitas atau peningkatan Body Mass Index (BMI) merupakan faktor resiko asma. Mediator tertentu seperti leptin dapat mempengaruhi fungsi saluran pernapasan dan meningkatkan kemungkinan terjadinya asma. Meskipun mekanismenya belum jelas, penurunan berat badan penderita obesitas dengan asma, dapat mempengaruhi gejala fungsi paru, morbiditas dan status kesehatan.

4. Faktor Pencetus Penelitian yang dilakukan oleh pakar di bidang penyakit asma sudah sedemikian jauh, tetapi sampai sekarang belum menemukan penyebab yang pasti. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa saluran pernapasan penderita asma mempunyai sifat sangat peka terhadap rangsangan dari luar yang erat kaitannya dengan proses inflamasi. Proses inflamasi akan meningkat bila penderita terpajan oleh alergen tertentu.

Penyempitan saluran pernapasan pada penderita asma disebabkan oleh reaksi inflamasi kronik yang didahului oleh faktor pencetus. Beberapa faktor pencetus yang sering menjadi pencetus serangan asma adalah : 1. Faktor Lingkungan a. Alergen dalam rumah b. Alergen luar rumah 2. Faktor Lain a. Alergen makanan b. Alergen obat obat tertentu c. Bahan yang mengiritasi

d. Ekspresi emosi berlebih e. Asap rokok bagi perokok aktif maupun perokok pasif f. Polusi udara dari dalam dan luar ruangan

5. Klasifikasi Berat-ringannya asma ditentukan oleh berbagai faktor, antara lain gambaran klinik sebelum pengobatan (gejala, eksaserbasi, gejala malam hari, pemberian obat inhalasi -2 agonis dan uji faal paru) serta obat-obat yang digunakan untuk mengontrol asma (jenis obat, kombinasi obat dan frekuensi pemakaian obat). Tidak ada suatu pemeriksaan tunggal yang dapat menentukan berat-ringannya suatu penyakit. Dengan adanya pemeriksaan klinis termasuk uji faal paru dapat menentukan klasifikasi menurut berat-ringannya asma yang sangat penting dalam penatalaksanaannya.7 Asma diklasifikasikan atas asma saat tanpa serangan dan asma saat serangan (akut)7 : 1. Asma saat tanpa serangan Pada orang dewasa, asma saat tanpa atau diluar serangan, terdiri dari: 1) Intermitten; 2) Persisten ringan; 3) Persisten sedang; dan 4) Persisten berat (Tabel.1)

Tabel 1. Klasifikasi derajat asma berdasarkan gambaran klinis secara umum pada orang dewasa7

2. Asma saat serangan Klasifikasi derajat asma berdasarkan frekuensi serangan dan obat yang digunakan sehari-hari, asma juga dapat dinilai berdasarkan beratringannya serangan. Global Initiative for Asthma (GINA) membuat pembagian derajat serangan asma berdasarkan gejala dan tanda klinis, uji fungsi paru, dan pemeriksaan laboratorium. Derajat serangan menentukan terapi yang akan diterapkan. Klasifikasi tersebut meliputi asma serangan ringan, asma serangan sedang dan asma serangan berat. Perlu dibedakan antara asma (aspek kronik) dengan serangan asma

(aspek akut). Sebagai contoh: seorang pasien asma persisten berat dapat mengalami serangan ringan saja, tetapi ada kemungkinan pada pasien yang tergolong episodik jarang mengalami serangan asma berat, bahkan serangan ancaman henti napas yang dapat menyebabkan kematian. Tabel 2. Klasifikasi asma menurut derajat serangan7

6. Patogenesis Asma merupakan inflamasi kronik saluran napas dan disebabkan oleh hiperreaktivitas saluran napas yang melibatkan beberapa sel inflamasi terutama sel mast, eosinofil, sel limfosit T, makrofag, neutrofil dan sel epitel yang menyebabkan pelepasan mediator seperti histamin dan leukotrin yang dapat mengaktivasi target saluran napas sehingga terjadi bronkokonstriksi, kebocoran mikrovaskular, edema dan hipersekresi Asma : Inflamasi kronis Saluran Napas mukus. Inflamasi saluran napas pada asma merupakan proses yang sangat kompleks melibatkan faktor genetik, antigen dan berbagai sel inflamasi, pemicu interaksi antara sel dan mediator yang membentuk proses inflamasi kronik.8 Hiperreaktivitas

Proses inflamasi kronik ini berhubungan dengan peningkatan kepekaan saluran napas sehingga memicu episode mengi berulang, sesak napas, batuk terutama pada malam hari. Hiperresponsivitas saluran napas Melepas MEDIATOR : Banyak Sel : adalah respon bronkus berlebihan yaitu penyempitan bronkus akibat Histamin Sel Mast Prostaglandin (PG) berbagai rangsangan spesifik dan non-spesifik.8 Eosinofil Leukotrien (L) Netrofil Platelet Activating Factor Limfosit
(PAF), dll

Bronkokonstriksi, hipersekresi mukus, edema saluran napas

Obstruksi difus saluran napas

BATUK, MENGI, SESAK

Gambar 1. Patogenesis Asma9

Tabel 3. Mediator Sel Mast dan Pengaruhnya terhadap Asma10 Mediator

Pengaruh terhadap asma

Histamin LTC4, D4,E4 Prostaglandin dan Thromboksan A2 Bradikinin Platelet-activating factor (PAF) Histamin LTC4, D4,E4 Prostaglandin dan Thromboksan E2 Bradikinin Platelet-activating factor (PAF) Chymase Radikal oksigen Histamin LTC4, D4,E4 Prostaglandin Hidroxyeicosatetraenoic acid Radikal oksigen Enzim proteolitik Faktor inflamasi dan sitokin

Kontruksi otot polos

Udema mukosa

Sekresi mukus

Deskuamasi epitel bronkial

7. Diagnosis Diagnosis dapat ditegakkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium, dan pemeriksaan penunjang. Anamnesis Anamnesis meliputi adanya gejala yang episodik, gejala berupa batuk, sesak napas, mengi, rasa berat di dada dan variabiliti yang berkaitan dengan cuaca. Faktor faktor yang mempengaruhi asma, riwayat keluarga dan adanya riwayat alergi.11

Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan fisik pada pasien asma tergantung dari derajat obstruksi saluran napas. Tekanan darah biasanya meningkat, frekuensi pernapasan dan denyut nadi juga meningkat, ekspirasi memanjang diserta ronki kering, mengi.11

Pemeriksaan Laboratorium Darah (terutama eosinofil, Ig E), sputum (eosinofil, spiral Cursshman, kristal Charcot Leyden).11

Pemeriksaan Penunjang o Spirometri Spirometri adalah alat yang dipergunakan untuk mengukur faal ventilasi paru. Reversibilitas penyempitan saluran napas yang merupakan ciri khas asma dapat dinilai dengan peningkatan volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1) dan atau kapasiti vital paksa (FVC) sebanyak 20% atau lebih sesudah pemberian bronkodilator. o Uji Provokasi Bronkus Uji provokasi bronkus membantu menegakkan diagnosis asma. Pada penderita dengan gejala sma dan faal paru normal sebaiknya dilakukan uji provokasi bronkus. Pemeriksaan uji provokasi bronkus merupakan cara untuk membuktikan secara objektif hiperreaktivitas saluran napas pada orang yang diduga asma. Uji provokasi bronkus terdiri dari tiga jenis yaitu uji provokasi dengan beban kerja (exercise), hiperventilasi udara dan alergen non-spesifik seperti metakolin dan histamin. o Foto Toraks

Pemeriksaan

foto

toraks

dilakukan

untuk

menyingkirkan penyakit lain yang memberikan gejala serupa seperti gagal jantung kiri, obstruksi saluran nafas, pneumothoraks, pneumomediastinum. Pada serangan asma yang ringan, gambaran radiologik paru biasanya tidak memperlihatkan adanya kelainan.

Tabel 4. Diagnosis Asma12

8. Diagnosis Banding Bronkitis kronik Bronkitis kronik ditandai dengan batuk kronik yang mengeluarkan sputum 3 bulan dalam setahun untuk sedikitnya 2 tahun. Gejala utama batuk yang disertai sputum dan perokok berat. Gejala dimulai dengan batuk pagi, lama kelamaan disertai mengi dan menurunkan kemampuan jasmani.

Emfisema paru

Sesak napas merupakan gejala utama emfisema, sedangkan batuk dan mengi jarang menyertainya. Gagal jantung kiri Dulu gagal jantung kiri dikenal dengan asma kardial dan timbul pada malam hari disebut paroxysmal nocturnal dispnea. Penderita tiba-tiba terbangun pada malam hari karena sesak, tetapi sesak menghilang atau berkurang bila duduk. Pada pemeriksaan fisik ditemukan kardiomegali dan edema paru. Emboli paru Hal-hal yang dapat menimbulkan emboli paru adalah gagal jantung. Disamping gejala sesak napas, pasien batuk dengan disertai darah (haemoptoe).

9. Penatalaksanaan Tujuan utama penatalaksanaan asma adalah meningkatkan dan mempertahankan kualiti hidup agar penderita asma dapat hidup normal tanpa hambatan dalam melakukan aktiviti sehari-hari.13 Tujuan penatalaksanaan asma13:

Menghilangkan dan mengendalikan gejala asma Mencegah eksaserbasi akut Meningkatkan dan mempertahankan faal paru seoptimal mungkin Mengupayakan aktiviti normal termasuk exercise Menghindari efek samping obat Mencegah terjadi keterbatasan aliran udara (airflow limitation) ireversibel Mencegah kematian karena asma

Penatalaksanaan asma bertujuan untuk mengontrol penyakit, disebut sebagai asma terkontrol. Asma terkontrol adalah kondisi stabil minimal dalam waktu satu bulan.13 Penatalaksanaan asma bronkial terdiri dari pengobatan nonmedikamentosa dan pengobatan medikamentosa : Pengobatan non-medikamentosa Penyuluhan Menghindari faktor pencetus Pengendali emosi Pemakaian oksigen

Pengobatan medikamentosa Pengobatan ditujukan untuk mengatasi dan mencegah gejala obstruksi jalan napas, terdiri atas pengontrol dan pelega.13 Pengontrol (Controllers) Pengontrol mengontrol asma, mempertahankan adalah keadaan medikasi setiap asma asma hari jangka untuk pada panjang mencapai asma untuk dan

diberikan

terkontrol

persisten.

Pengontrol sering disebut pencegah, yang termasuk obat pengontrol :

Kortikosteroid inhalasi Kortikosteroid sistemik Sodium kromoglikat Nedokromil sodium Metilsantin Agonis beta-2 kerja lama, inhalasi Agonis beta-2 kerja lama, oral Leukotrien modifiers Antihistamin generasi ke dua (antagonis -H1) Lain-lain

Glukokortikosteroid inhalasi Pengobatan jangka panjang yang paling efektif untuk mengontrol asma. Penggunaan steroid inhalasi menghasilkan perbaikan faal paru, menurunkan hiperesponsif jalan napas, mengurangi gejala, mengurangi frekuensi dan berat serangan dan memperbaiki kualiti hidup. Steroid inhalasi adalah pilihan bagi pengobatan asma persisten (ringan sampai berat). Tabel 5. Dosis glukokortikosteroid inhalasi dan perkiraan kesamaan potensi13 Dewasa Obat Beklometason dipropionat Budesonid Flunisolid Flutikason Triamsinolon asetonid Anak Obat Beklometason dipropionat Budesonid Flunisolid Flutikason Triamsinolon asetonid 200-500 ug 200-400 ug 500-1000 ug 100-250 ug 400-1000 ug Dosis rendah 100-400 ug 100-200 ug 500-750 ug 100-200 ug 400-800 ug 500-1000 ug 400-800 ug 1000-2000 ug 250-500 ug 1000-2000 ug Dosis medium 400-800 ug 200-400 ug 1000-1250 ug 200-500 ug 800-1200 ug >1000 ug >800 ug >2000 ug >500 ug >2000 ug Dosis tinggi >800 ug >400 ug >1250 ug >500 ug >1200 ug Dosis rendah Dosis medium Dosis tinggi

Glukokortikosteroid sistemik

Cara pemberian melalui oral atau parenteral. Harus selalu diingat indeks terapi (efek/ efek samping), steroid inhalasi jangka panjang lebih baik daripada steroid oral jangka panjang.

Kromolin (sodium kromoglikat dan nedokromil sodium) Pemberiannya secara inhalasi. Digunakan sebagai pengontrol pada asma persisten ringan. Dibutuhkan waktu 4-6 minggu pengobatan untuk menetapkan apakah obat ini bermanfaat atau tidak. Metilsantin Teofilin adalah bronkodilator yang juga mempunyai efek ekstrapulmoner seperti antiinflamasi. Teofilin atau aminofilin lepas lambat dapat digunakan sebagai obat pengontrol, berbagai studi menunjukkan pemberian jangka lama efektif mengontrol gejala dan memperbaiki faal paru. Agonis beta-2 kerja lama Termasuk di dalam agonis beta-2 kerja lama inhalasi adalah salmeterol dan formoterol yang mempunyai waktu kerja lama (> 12 jam). Seperti lazimnya agonis beta-2 mempunyai efek relaksasi otot polos, meningkatkan basofil. Tabel 6. Onset dan durasi (lama kerja) inhalasi agonis beta-213 Onset Cepat Durasi (Lama kerja) Singkat Fenoterol Prokaterol Salbutamol/ Albuterol pembersihan mukosilier, menurunkan permeabiliti pembuluh darah dan memodulasi penglepasan mediator dari sel mast dan

Lama Formoterol

Terbutalin Pirbuterol Lambat Leukotriene modifiers Obat ini merupakan antiasma yang relatif baru dan pemberiannya melalui oral. Mekanisme kerja menghasilkan efek bronkodilator minimal dan menurunkan bronkokonstriksi akibat alergen, sulfurdioksida dan exercise. Selain bersifat bronkodilator, juga mempunyai efek antiinflamasi. Kelebihan obat ini adalah preparatnya dalam bentuk tablet (oral) sehingga mudah diberikan. Saat ini yang beredar di Indonesia adalah zafirlukas (antagonis reseptor leukotrien sisteinil). Salmeterol

Pelega (Reliever) Prinsipnya untuk dilatasi jalan napas melalui relaksasi otot polos, memperbaiki dan atau menghambat bronkostriksi yang berkaitan dengan gejala akut seperti mengi, rasa berat di dada dan batuk, tidak memperbaiki inflamasi jalan napas atau menurunkan hiperesponsif jalan napas. Termasuk pelega adalah 13: Agonis beta2 kerja singkat Kortikosteroid sistemik. (Steroid sistemik digunakan sebagai obat pelega bila penggunaan bronkodilator yang lain sudah optimal tetapi hasil belum tercapai, penggunaannya dikombinasikan dengan bronkodilator lain). Antikolinergik Aminofillin Adrenalin

Agonis beta-2 kerja singkat

Termasuk golongan ini adalah salbutamol, terbutalin, fenoterol, dan prokaterol yang telah beredar di Indonesia. Mempunyai waktu mulai kerja (onset) yang cepat. Mekanisme kerja sebagaimana agonis beta-2 yaitu relaksasi otot polos saluran napas, meningkatkan bersihan mukosilier, menurunkan permeabiliti pembuluh darah dan modulasi penglepasan mediator dari sel mast. Merupakan terapi pilihan pada serangan akut dan sangat bermanfaat sebagai praterapi pada exerciseinduced asthma Metilsantin Termasuk dalam bronkodilator walau efek bronkodilatasinya lebih lemah dibandingkan agonis beta-2 kerja singkat.

Antikolinergik Pemberiannya secara inhalasi. Mekanisme kerjanya memblok efek penglepasan asetilkolin dari saraf kolinergik pada jalan napas. Menimbulkan bronkodilatasi dengan menurunkan tonus kolinergik vagal intrinsik, selain itu juga menghambat refleks bronkokostriksi yang disebabkan iritan. Termasuk dalam golongan ini adalah ipratropium bromide dan tiotropium bromide. Adrenalin Dapat sebagai pilihan pada asma eksaserbasi sedang sampai berat. Pemberian secara subkutan harus dilakukan hati-hati pada penderita usia lanjut atau dengan gangguan kardiovaskular. Pemberian intravena dapat diberikan bila dibutuhkan, tetapi harus dengan pengawasan ketat (bedside monitoring).

Cara pemberian pengobatan

Pengobatan asma dapat diberikan melalui berbagai cara yaitu inhalasi, oral dan parenteral (subkutan, intramuskular, intravena). Kelebihan pemberian pengobatan langsung ke jalan napas (inhalasi) adalah 13: lebih efektif untuk napas efek sistemik minimal atau dihindarkan beberapa obat hanya dapat diberikan melalui inhalasi, karena tidak terabsorpsi pada pemberian oral (antikolinergik dan kromolin). Waktu kerja bronkodilator adalah lebih cepat bila diberikan inhalasi daripada oral. dapat mencapai konsentrasi tinggi di jalan

Tabel 7. Pengobatan sesuai berat asma 13 Semua tahapan : ditambahkan agonis beta-2 kerja singkat untuk pelega bila dibutuhkan, tidak melebihi 3-4 kali sehari. Berat Medikasi Alternatif / Pilihan lain Alternatif Asma pengontrol lain harian Asma Tidak perlu -------------Intermiten Asma Glukokortikoste Teofilin lepas lambat -----Persisten roid inhalasi Kromolin Ringan (200-400 ug BD/hari atau Leukotriene modifiers ekivalennya) Asma Kombinasi Glukokortikosteroid inhalasi (400-800 Ditambah Persisten inhalasi ug BD atau ekivalennya) ditambah agonis Sedang glukokortikoster Teofilin lepas lambat ,atau beta-2 oid kerja lama Glukokortikosteroid inhalasi (400-800 oral, atau ug BD atau ekivalennya) ditambah

agonis beta-2 kerja lama oral, atau (400-800 ug BD/hari atau ekivalennya) dan agonis beta-2 kerja lama
Glukokortikosteroid inhalasi dosis

Ditambah

tinggi (>800 ug BD atau ekivalennya) atau ug BD atau ekivalennya) ditambah leukotriene modifiers

teofilin lepas lambat

Glukokortikosteroid inhalasi (400-800

Asma Persisten Berat

Kombinasi inhalasi glukokortikoster oid (> 800 ug BD atau ekivalennya) dan agonis beta2 kerja lama, ditambah 1 di bawah ini: teofilin lepas lambat leukotriene modifiers glukokortikost eroid oral

Prednisolon/ metilprednisolon oral selang sehari 10 mg ditambah agonis beta-2 kerja lama oral, ditambah teofilin lepas lambat

10. Komplikasi Berbagai komplikasi yang mungkin timbul adalah : 1. Status asmatikus 2. Atelektasis 3. Hipoksemia 4. Pneumothoraks 5. Emfisema

11. Prognosis

Mortalitas akibat asma sedikit nilainya. Gambaran yang paling akhir menunjukkan kurang dari 5000 kematian setiap tahun dari populasi beresiko yang berjumlah kira-kira 10 juta. Sebelum dipakai kortikosteroid, secara umum angka kematian penderita asma wanita dua kali lipat penderita asma pria. Juga kenyataan bahwa angka kematian pada serangan asma dengan usia tua lebih banyak, kalau serangan asma diketahui dan dimulai sejak kanak kanak dan mendapat pengawasan yang cukup kirakira setelah 20 tahun, hanya 1% yang tidak sembuh dan di dalam pengawasan tersebut kalau sering mengalami serangan common cold 29% akan mengalami serangan ulang.14 Pada penderita yang mengalami serangan intermitten angka kematiannya 2%, sedangkan angka kematian pada penderita yang dengan serangan terus menerus angka kematiannya 9%.14

ILUSTRASI KASUS IDENTITAS PASIEN Nama Umur Jenis Kelamin Pekerjaan Status : Yuliana : 32 tahun : Perempuan : IRT : Menikah

Masuk RS

: 25 Juni 2011

ANAMNESIS Autoanamnesis Keluhan Utama Sesak napas sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit (SMRS) Riwayat Penyakit Sekarang
- Sejak 20 tahun SMRS, pasien mengeluhkan sesak napas. Sesak napas timbul

bila pasien terpapar debu, udara dingin dan asap rokok. Sesak terutama timbul pada malam hari. Sesak napas dirasakan mengganggu aktivitas dan tidur. Pasien berobat ke puskesmas dan didiagnosa menderita asma. - Sejak 1 hari SMRS pasien mulai mengeluhkan sesak napas dan batuk-batuk. Sesak napas bertambah bila pasien batuk. Batuk pasien berdahak dengan warna bening kental. Napas pasien berbunyi ngik. Obat pasien habis - Sejak 3 jam SMRS sesak napas yang dirasakan makin berat. Batuk dirasakan semakin menjadi-jadi. Pasien dibawa ke IGD RSUD AA dan diberi pengasapan, namun keluhan sesak tidak berkurang sehingga pasien dirawat inap di Nuri 2. Riwayat Penyakit Dahulu Pasien memiliki riwayat asma dari kecil, sesak napas timbul bila pasien terpapar debu, udara dingin dan asap rokok. Sesak napas dirasakan > 1 kali dalam seminggu, < 1 kali dalam sehari, dan saat malam hari > 2 kali dalam sebulan Pasien tidak memiliki riwayat penyakit jantung Pasien memiliki riwayat alergi, seperti alergi udara dingin, debu, makanan laut, pucuk ubi, kacang panjang, dan makanan yang merangsang seperti cabai.

Riwayat Penyakit Keluarga Ibu pasien mederita asma Anak perempuan pasien menderita asma

Riwayat Pekerjaan, Sosial Ekonomi dan Kebiasaan

2 bulan yang lalu pasien bekerja sebagai cleaning service di sebuah universitas swasta, akan tetapi, karena sesak napas dirasakan semakin hari semakin memberat, pasien mengundurkan diri dari pekerjaannya dan bekerja sebagai ibu rumah tangga.

Riwayat merokok tidak ada

Pemeriksaan Umum Kesadaran Keadaan umum Tekanan darah Nadi Nafas Suhu Pemeriksaan Fisik Kepala Mata : konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, pupil bulat isokor, diameter 3 mm, refleks cahaya +/+

: Komposmentis : tampak sakit ringan :120/80 mmHg : 75 x/menit : 23 x/menit : 36.5 C0

Leher : JVP (5-2)cm H2O, pembesaran KGB (-)

Thoraks Paru

o Inspeksi o Palpasi o Perkusi o Auskultasi kiri Jantung o Inspeksi o Palpasi o Perkusi

: gerakan dada kanan dan kiri simetris : fremitus kanan dan kiri sama : sonor pada seluruh lapangan paru : ekspirasi memanjang, mengi pada lapangan paru

: iktus kordis tidak terlihat : iktus kordis teraba di SIK V 1 jari medial LMCS : batas jantung kanan : LSD batas jantung kiri : SIK V 1 jari medial LMCS

o Auskultasi Abdomen Inspeksi Palpasi tidak teraba Perkusi Auskultasi

: suara jantung normal, bunyi tambahan (-)

: perut cembung, asites (-) : perut supel, nyeri tekan (-), nyeri lepas (-), hepar dan lien

: timpani : bising usus normal

Ekstremitas (Superior et Inferior) Akral hangat, edema (-), clubbing finger (-)

Pemeriksaan Penunjang Hasil laboratorium tanggal 25 Juni 2011 : Darah rutin Hb Leukosit Hematokrit GDS : 13.8 g/dL : 14.100/L : 40% : 101 mg/dL

RESUME Ny. Y, 32 tahun datang dengan keluhan sesak napas sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit (SMRS). Sesak napas bertambah bila pasien batuk. Batuk pasien berdahak dengan warna bening kental. Napas pasien berbunyi ngik. Dari pemeriksaan fisik didapatkan frekuensi pernapasan meningkat, auskultasi didapatkan ekspirasi memanjang, mengi pada lapangan paru kiri. Dari pemeriksaan penunjang didapatkan leukositosis. DAFTAR MASALAH Asma bronkial sedang pada asma persisten ringan. RENCANA PENATALAKSANAAN Non Medikamentosa : Hindari faktor pencetus

Medikamentosa : IVFD D5% 20 gtt/menit + drip aminofilin 1 ampul Dexamethasone 3 x 1 ampul Salbutamol 3 x 2 mg

Dextrometorphan syr 3 x CII

Follow-up 27 Juni 2011 S O A P : sesak napas berkurang, batuk berdahak (+) : TD 120/70 mmHg, nadi 80 x/menit, RR 22 x/menit, T 370C : Asma bronkial sedang pada asma persisten ringan. : IVFD D5% 20 gtt/menit + drip aminofilin 1 ampul Dexametason 3 x 1 ampul Salbutamol 3 x 2 mg Dextrometorphan syr 3 x CII 28 Juni 2011 S : sesak napas berkurang, batuk berdahak (+), BAB sejak tanggal 25 Juni

2011 (-) O A P : TD 120/80 mmHg, nadi 73 x/menit, RR 23x/menit, T 36.50C : Asma bronkial sedang pada asma persisten ringan. : IVFD D5% 20 gtt/menit + drip aminofilin 1 ampul Dexametason 3 x 1 ampul Salbutamol 3 x 2 mg Dextrometorphan syr 3 x CII Dulcolax tablet

PEMBAHASAN Pada pasien ini ditegakkan diagnosis asma bronkial sedang pada asma persisten ringan karena adanya keluhan sesak napas yang timbul bila pasien terpapar debu, udara dingin dan asap rokok. Bila sesak napas timbul terdapat suara ngik. Sesak terutama timbul pada malam hari. Gejala sesak napas dirasakan > 1 kali dalam seminggu, < 1 kali dalam sehari, dan saat malam hari > 2 kali dalam sebulan. Sesak napas dirasakan mengganggu aktivitas dan tidur. Hal ini sesuai dengan kriteria klasifikasi derajat berat asma persisten ringan berdasarkan gambaran klinis. Pada pemeriksaan fisik didapatkan adanya ekspirasi memanjang dan mengi pada lapangan paru kiri. Hal ini sesuai dengan hasil pemeriksaan fisik yang dapat ditemukan pada pasien asma. Asma bronkial dicirikan sebagai suatu penyakit kesulitan bernapas, batuk, dada sesak dan adanya mengi episodik. Gejala asma dapat terjadi secara spontan atau mungkin diperberat dengan pemicu yang berbeda antar pasien. Frekuensi asma semakin memburuk di malam hari oleh karena tonus bronkomotor dan reaktivitas bronkus mencapai titik terendah antara jam 3 4 pagi, meningkatkan gejala bronkokontriksi. Terapi pengobatan asma meliputi beberapa hal diantaranya yaitu menjaga saturasi oksigen arteri tetap adekuat dengan oksigenasi, membebaskan obstruksi jalan nafas dengan pemberian bronkodilator inhalasi kerja cepat (beta-2 agonis dan antikolinergik) dan mengurangi inflamasi saluran napas serta mencegah kekambuhan dengan pemberian kortikosteroid sistemik lebih awal.

DAFTAR PUSTAKA

1. Riyanto BS, Hisyam B. Obstruksi Saluran Pernapasan Akut. Dalam : Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. Edisi ke - 4. Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. 2006. h 978 87. 2. Alsagaff H, Mukty A. Dasar - Dasar Ilmu Penyakit Paru. Edisi ke 2. Surabaya : Airlangga University Press. 2002. h 263 300.
3. Morris MJ. Asthma. [ updated 2011 June 13; cited 2011 June 29].

Available

from

http://emedicine.medscape.com/article/296301-

overview#showall
4. Partridge MD. Examining The Unmet Need In Adults With Severe

Asthma. Eur Respir Rev 2007; 16: 104, 6772


5. Dewan Asma Indonesia. You Can Control Your Asthma : ACT NOW!.

Jakarta. 2009 May 4th. Available from: http://indonesianasthmacouncil.org/index.php? option=com_content&task=view&id=13&Itemid=5

6. Anggia D. Profil Penderita Asma Bronkial yang Dirawat Inap di Bagian Paru RSUD Arifin Achmad Pekanbaru Periode Januari Desember 2005. Pekanbaru : Fakultas Kedokteran Universitas Riau. 2006.
7. Menteri Kesehatan Republik Indonesia. Keputusan Menteri Kesehatan

Republik

Indonesia

Nomor

1023/MENKES/SK/XI/2008

Tentang

Pedoman Pengendalian Penyakit Asma. Jakarta. 3 Nopember 2008. 8. Rahmawati I, Yunus F, Wiyono WH. Patogenesis dan Patofisiologi Asma. Jurnal Cermin Kedokteran. 2003; 141. 5 6. 9. Widjaja A. Patogenesis Asma. Makalah Ilmiah Respirologi 2003. Surakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret. 2003. h 27.
10. Noorcahyati

S. Pemantauan Kadar Imunoglobulin M (Igm) dan

Imunoglobulin G (Igg) Chlamydia pneumoniae pada Penderita Asma di Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan. Medan : Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. 2002. 11. Mansjoer A, Triyanti K, Savitri R, Wardani WI, Setiowulan W. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi III. Jakarta : Media Aesculapius FKUI. 2001. h 477 82. 12. Rengganis I. Diagnosis dan Tatalaksana Asma Bronkial. Majalah Kedokteran Indonesia. Nopember 2008; 58(11), 444-51.
13. Perhimpunan

Dokter

Paru

Indonesia.

Pedoman

Diagnosis

&

Penatalaksanaan di Indonesia. 2003. h 73-5 14. Mcfadden ER. Penyakit Asma. Dalam Harrison Prinsip-prinsip Ilmu Penyakit Dalam. Isselbacher KJ et al, editor. Jakrta : EGC. 2000. 1311-18.

You might also like