You are on page 1of 73

1

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keluarga Berencana (KB) merupakan salah satu pelayanan kesehatan preventif yang paling dasar dan utama bagi wanita, meskipun tidak selalu diakui demikian. Untuk optimalisasi manfaat kesehatan KB, pelayanan tersebut harus disediakan bagi wanita dengan cara meningkatkan dan perluasan pelayanan keluarga berencana berupa kebutuhan pelayanan kesehatan reproduksi utama dan yang lainnya, dalam upaya menurunkan angka kesakitan dan kematian ibu yang demikian tinggi akibat kehamilan yang dialami oleh wanita (Maryani,2004). Program kependudukan dan KB dilaksanakan oleh pemerintah dimaksudkan untuk mengatasi masalah kependudukan di Indonesia. Pada mulanya penanganan masalah kependudukan dan KB berangkat dari masalah utama kependudukan antara lain jumlah penduduk yang besar, pertumbuhan yang cukup tinggi dan penyebaran yang tidak merata. Program keluarga berencana di Indonesia telah diakui secara Nasional dan Internasional sebagai salah satu program yang telah berhasil menurunkan angka fertilitas secara nyata. Hal ini dapat dilihat dari TFR Indonesia hasil survey SDKI 2003 sebesar 2,4 dan menurun menjadi 2,3 pada SDKI 2007. Namun, program keluarga berencana di Indonesia ini masih tetap menghadapi beberapa masalah penting dalam upaya mempertahankan momentum program yang selama ini

telah berhasil dilaksankan. Salah satu masalah dalam pengelolaan program KB yaitu masih tingginya angka Unmet Need KB. Jumlah pasangan usia subur (PUS) yang ingin menunda kehamilan atau tidak menginginkan tambahan anak tetapi tidak berKB (Unmet Need KB), meningkat dari 8,6 % (SDKI, 20022003) menjadi 9,1 % (SDKI, 2007), dimana diharapkan pada akhir tahun 2014 dapat diturunkan menjadi sebesar 5 % (sudarianto, 2010). Ada beberapa faktor yang diperkirakan berpengaruh terhadap masih tingginya Unmet Need KB antara lain Umur, Pendidikan, Pengetahuan, Jumlah anak masih hidup, Dukungan suami terhadap KB, Pernah Pakai KB, Aktivitas Ekonomi, Indeks Kesejahteraan Hidup, Efek samping, dan Ketersediaan alat KB, serta Keterjangkauannya

Pelayanan KB sehingga membuat para Pasangan Usia Subur (PUS) masih banyak yang belum terpenuhi sepenuhnya dalam penggunaan alat kontrasepsi atau KB, yang sekaligus mencerminkan masih rendahnya kualitas pelayanan KB. Untuk itu, upaya intensifikasi advokasi dan KIE serta peningkatan akses dan kualitas pelayanan KB dengan Unmet Need KB merupakan tantangan yang dihadapi kedepan. Berdasarkan pendataan keluarga tahun 2009, secara Nasional jumlah pasangan usia subur (PUS) yang tidak berKB (Unmet Need KB) yaitu 29,09%. Dimana PUS yang tidak berKB karena sedang hamil sebesar 3,66%, karena ingin anak segera (IAS) sebesar 8,72%, karena ingin anak di tunda (IAT) sebesar 7,93%, dan karena tidak ingin anak lagi (TIAL) 8,79%.

Di Kalimantan Timur, persentase pasangan usia subur (PUS) bukan peserta KB yaitu 9,89 %. Wanita berstatus kawin yang kebutuhan berKBnya tidak terpenuhi yaitu sebesar 7,7% dimana keinginan untuk menjarangkan kelahiran yaitu sebesar 3,4 % dan untuk membatasi kelahiran yaitu sebesar 4,3 %. Sedangkan persentase pasangan usia subur (PUS) bukan peserta KB untuk Wilayah Samarinda yaitu 12% (BKKBN, 2009). Pada pendataan keluarga tahun 2009 untuk Provinsi Kalimantan Timur, jumlah PUS yang tidak berKB yaitu 32,44% dan jumlah Unmet Need KBnya sebesar 20.93%. Dimana PUS yang tidak berKB karena sedang hamil sebesar 4,66%, karena ingin anak segera (IAS) sebesar 6,85%, karena ingin anak di tunda (IAT) sebesar 8,70%, dan karena tidak ingin anak lagi (TIAL) 12,23%. Di Samarinda jumlah PUS yang tidak berKB sebesar 114.405 jiwa dengan jumlah Unmet Need KB sebesar 23,09% dimana PUS yang tidak berKB karena ingin anak di tunda (IAT) sebesar 10,29%, dan karena tidak ingin anak lagi (TIAL) 12,80% (Profil hasil pendataan keluarga, 2009). Untuk Wilayah Samarinda, terdapat jumlah Pasangan Usia Subur (PUS) terbanyak terdapat di Kecamatan Samarinda Utara yaitu sebesar 31.347 jiwa dengan Jumlah PUS yang bukan peserta KB sebesar 10.628 jiwa. Dan paling tinggi terdapat pada Kelurahan Sempaja Selatan dengan jumlah PUS sebesar 6.696 jiwa, dengan PUS bukan peserta KB sebesar 2.271 jiwa. Dimana yang sedang hamil sebesar 256 jiwa, ingin anak segera (IAS) yaitu 706 jiwa, ingin anak ditunda

(IAT) yaitu 375 jiwa, dan tidak ingin anak lagi (TIAL) yaitu 934 jiwa. Sehingga peneliti dalam penelitian ini menggambil lokasi di Kelurahan Sempaja Selatan (BKBKS, 2009). Adanya hubungan antara pengetahuan dengan terjadinya Unmet Need KB dapat dijelaskan dari pengetahuan sebagai tahap awal proses pembentukan suatu prilaku yang terdiri dari pengetahuan, persuasi, keputusan dan konfirmasi. Dengan demikian pengetahuan yang baik tentang keluarga berencana akan menentukan pembentukan sikap positif, mengadopsi dan melanjutkan prilaku keluarga berencana. Berdasarkan hasil penelitian terdahulu terhadap terjadinya Unmet Need KB dipengaruhi oleh beberapa faktor. Sirodjudin Hamid (2002) dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara pengetahuan dengan terjadinya Unmet Need KB. Ditemukan responden dengan pengetahuan kurang, berpeluang 4,33 kali menjadi Unmet Need KB dibanding responden yang berpengetahuan baik. Dukungan suami merupakan salah satu variabel sosial budaya yang sangat berpengaruh terhadap pemakaian alat kontrasepsi bagi kaum wanita sebagai istri secara khusus dan didalam keluarga secara umum. Di dalam beberapa penelitian, terbukti bahwa penolakan atau persetujuan dari suami berpengaruh terhadap kejadian Unmet Need KB dalam rumah tangga. Terjadinya Unmet Need KB sering kali terjadi ketika suami tidak mendukung terhadap penggunaan alat/cara KB tertentu yang diakibatkan adanya perbedaan fertilitas, kurangnya pemahaman terhadap alat/cara KB, takut akan efek samping, masalah sosial budaya, dan berbagai faktor lain. Kaushik (1999) dalam

penelitiannya di India menunjukkan bahwa penerimaan suami terhadap KB berpengaruh signifikan terhadap terjadinya Unmet Need KB, begitupula dengan penelitian yang dilakukan oleh Litbang BKKBN di Indonesia pada tahun 2004. Casterline dan koleganya pada penelitian yang dilakukan di Filipina juga menemukan kesimpulan yang sama mengenai hubungan antara penerimaan suami terhadap KB dan terjadinya Unmet Need KB. Hal yang sama juga ditemukan dalam penelitian Bongaart dan Bruce (1995) serta Westoff dan Bankole (1995) (Isa, 2009). Menurut NICPS (1989), bahwa ada hubungan antara pemakaian jenis kontrasepsi dengan jumlah anak hidup. Syam (1993) bahwa pada penelitiannya di kota Madya Bukit Tinggi, Sumatra Barat ditemukan adanya hubungan antara jumlah anak dengan terjadinya Unmet Need KB. Sirodjudin Hamid (2002) juga menyimpulkan bahwa adanya hubungan yang bermakna antara jumlah anak dengan terjadinya Unmet Need KB. Responden dengan jumlah anak banyak (> 2) berpeluang menjadi Unmet Need KB 1,68 kali dibanding responden dengan anak sedikit. Hal tersebut juga dinyatakan oleh Klizhing E (2000). Nurjanah (1998) dan Afifah (2000) melaporkan adanya hubungan antara jumlah anak dengan terjadinya Unmet Need KB. Sementara Carrasco (1991) dan Enggleston (1999) menemukan kejadian kehamilan yang tidak diinginkan lebih banyak terjadi pada pasangan yang mempunyai anak > 2 orang karena tidak menggunakan alat kontrasepsi (Sirodjudin,2002). Berdasarkan latar belakang diatas yang menunjukkan bahwa masih tingginya jumlah PUS yang tidak menggunakan KB (Unmet Need

KB), maka dipandang penting diadakan suatu penelitian tentang FaktorFaktor yang Berhubungan dengan Terjadinya Unmet Need KB Pada Pasangan Usia Subur (PUS) di Kelurahan Sempaja Selatan Kecamatan Samarinda Utara Tahun 2010, dengan tujuan mengetahui sebab-sebab terjadinya Unmet Need KB pada masyarakat setempat.

B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas maka adapun yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu apa saja Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Terjadinya Unmet Need KB Pada Pasangan usia Subur (PUS) di Kelurahan Sempaja Selatan Kecamatan Samarinda Utara Tahun 2010?

C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Mengetahui Faktor-faktor apa saja yang Berhubungan dengan terjadinya Unmet Need KB Pada Pasangan Usia Subur (PUS) di Kelurahan Sempaja Selatan Kecamatan Samarinda Utara Tahun 2010. 2. Tujuan Khusus a. Mengetahui hubungan Pengetahuan dengan terjadinya Unmet Need KB pada Pasangan Usia Subur (PUS) di Kelurahan Sempaja Selatan Kecamatan Samarinda Utara tahun 2010.

b. Mengetahui hubungan Dukungan Suami dengan terjadinya Unmet Need KB pada Pasangan Usia Subur (PUS) di Kelurahan Sempaja Selatan Kecamatan Samarinda Utara tahun 2010. c. Mengetahui hubungan Jumlah Anak Hidup dengan terjadinya

Unmet Need KB pada Pasangan Usia Subur (PUS) di Kelurahan Sempaja Selatan Kecamatan Samarinda Utara tahun 2010.

A. Manfaat Penelitian 1. Manfaat bagi Instansi. Sebagai bahan masukkan dan sumber informasi bagi

pemerintah dan instansi terkait dalam menentukan kebijakkan dan perencanaan pembangunan di bidang Kesehatan khususnya

Keluarga Berencana dalam menekan angka kelahiran. 2. Manfaat Ilmiah Memperkaya khasanah ilmu pengetahuan dan merupakan bahan bacaan bagi peneliti selanjutnya. 3. Manfaat bagi Peneliti Merupakan pengalaman yang sangat berharga dalam

menambah dan mengasa wawasan peneliti mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan terjadinya Unmet Need KB Pada pasangan usia subur (PUS) di Kelurahan Sempaja Selatan Kecamatan Samarinda Utara Tahun 2010. 4. Manfaat bagi FKM Adapun manfaat penelitian ini bagi Fakultas Kesehatan Masyarakat adalah sebagai berikut :

a) Sebagai kegiatan evaluasi penyelenggaraan program pendidikan ilmu kesehatan masyarakat. b) Mewujudkan program perguruan tinggi dalam rangka pengabdian kepada masyarakat.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Tentang Keluarga Berencana (KB) 1. Pengertian a. Keluarga Berencana (KB)

Menurut World Health Organisation (WHO) expert committee 1997: keluarga berencana adalah tindakan yang membantu pasangan suami istri untuk menghindari kehamilan yang tidak diinginkan, mendapatkan kelahiran yang memang sangat diinginkan, mengatur interval diantara kehamilan, mengontrol waktu saat kelahiran dalam hubungan dengan umur suami istri serta menentukan jumlah anak dalam keluarga (Suratun, 2008). Keluarga berencana menurut Undang-Undang no 10 tahun 1992 (tentang perkembangan kependudukan dan

pembangunan keluarga sejahtera) adalah upaya peningkatan kepedulian dan peran serta masyarakat melalui pendewasaan usia perkawinan (PUP), pengaturan kelahiran, pembinaan ketahanan keluarga, peningkatan kesejahteraan keluarga kecil, bahagia dan sejahtera (Arum, 2008). Secara umum keluarga berencana dapat diartikan sebagai suatu usaha yang mengatur banyaknya kehamilan sedemikian rupa sehingga berdampak positif bagi ibu, bayi, ayah serta keluarganya yang bersangkutan tidak akan

menimbulkan kerugian sebagai akibat langsung dari kehamilan tersebut. Diharapkan dengan adanya perencanaan keluarga yang matang kehamilan merupakan suatu hal yang memang sangat diharapkan sehingga akan terhindar dari perbuatan untuk mengakhiri kehamilan dengan aborsi (Suratun, 2008). b. Kontrasepsi

10

Kontrasepsi adalah cara atau alat yang digunakan untuk mencegah kehamilan. Kontrasepsi digunakan untuk menunda kehamilan pertama atau menjarangkan kelahiran berikutnya atau mengakhiri masa kehamilan dan melahirkan. Kontrasepsi berasal dari kata kontra berarti Mencegah atau Melawan dan konsepsi yang berarti pertemuan antara sel telur yang matang dan sel sperma yang mengakibatkan kehamilan. Maksud dari kontrasepsi adalah

menghindari/mencegah terjadinya kehamilan sebagai akibat pertemuan antara sel telur yang matang dengan sel sperma tersebut (Maryani, 2004). Kontrasepsi adalah upaya mencegah kehamilan yang bersifat dilakukan sementara tanpa ataupun menetap. alat, Kontrasepsi secara dapat

menggunakan

mekanis,

menggunakan obat/alat, atau dengan operasi (Arif et al, 2001).

1. Tujuan a. Tujuan keluarga berencana 1) Tujuan demografi yaitu mencegah terjadinya ledakan penduduk dengan menekan laju pertumbuhan penduduk (LLP) dan hal ini tentunya akan diikuti dengan menurunnya angka kelahiran atau TFR (Total Fertility Rate) dari 2,87 menjadi 2,69 per wanita (Hanafi, 2002). Pertambahan

11

penduduk yang tidak terkendalikan akan mengakibatkan kesengsaraan dan menurunkan sumber daya alam serta banyaknya kerusakan yang ditimbulkan dan kesenjangan penyediaan bahan pangan dibandingkan jumlah penduduk. Hal ini diperkuat dengan teori Malthus (1766-1834) yang menyatakan bahwa pertumbuhan manusia cenderung

mengikuti deret ukur, sedangkan pertumbuhan bahan pangan mengikuti deret hitung. 2) Mengatur kehamilan dengan menunda perkawinan,

menunda kehamilan anak pertama dan menjarangkan kehamilan setelah kelahiran anak pertama serta

menghentikan kehamilan bila dirasakan anak telah cukup. 3) Mengobati kemandulan atau infertilitas bagi pasangan yang telah menikah lebih dari satu tahun tetapi belum juga mempunyai keturunan, hal ini memungkinkan untuk

tercapainya keluarga bahagia. 4) Married Conseling atau nasehat perkawinan bagi remaja atau pasangan yang akan menikah dengan harapan bahwa pasangan akan mempunyai pengetahuan dan pemahaman yang cukup tinggi dalam membentuk keluarga yang bahagia dan berkualitas. 5) Tujuan akhir KB adalah tercapainya NKKBS (Norma Keluarga Kecil Bahagia dan Sejahtera) dan membentuk keluarga berkualitas, keluarga berkualitas artinya suatu keluarga yang harmonis, sehat, tercukupi sandang, pangan,

12

papan, pendidikan dan produktif dari segi ekonomi (Suratun, 2008). a. Tujuan penggunaan kontrasepsi 1) Menunda kehamilan. pasangan dengan istri berusia di bawah 20 tahun dianjurkan menunda kehamilannya. 2) Menjarangkan kehamilan (mengatur kesuburan). Masa saat istri berusia 20-30 tahun adalah yang paling baik untuk melahirkan 2 anak dengan jarak kelahiran 3-4 tahun. 3) Mengakhiri kesuburan (tidak ingin hamil lagi). Saat usia istri diatas 30 tahun, dianjurkan untuk mengakhiri kesuburan setelah mempunyai 2 anak (Arif et al, 2001).

1. Jenis Kontrasepsi Kontrasepsi merupakan suatu usaha untuk mencegah

terjadinya kehamilan. Usaha-usaha itu dapat bersifat sementara dan dapat juga bersifat permanen (Prawirohardjo, 1994:535). Yang bersifat sementara terdiri dari pil, suntikan KB, kondom, AKDR, implant dan alat kontrasepsi lainnya. Sedangkan yang bersifat permanen berupa medis operasi wanita (MOW) dan medis operasi pria (MOP). Cara kerja alat/obat kontrasepsi bermacam-macam, pada umumnya adalah mengusahakan agar tidak terjadi ovulasi, melumpuhkan sperma dan menghalangi pertemuan sel telur dengan sperma (Syamsiah, 2002). Untuk menunjang Gerakan Keluarga Berencana Nasional, pemerintah menyediakan beberapa jenis alat kontrasepsi. Dengan

13

tersedianya berbagai alat kontrasepsi tersebut, para akseptor bebas memilih metode yang sesuai dengan seleranya. a. Pil KB Pil adalah obat pencegah kehamilan yang diminum. Pil telah diperkenal kan sejak tahun 1960. Pil diperuntukan bagi wanita yang tidak hamil dan menginginkan cara pencegahan kehamilan sementara yang paling efektif bila diminum secara teratur. Pemakaian pil dapat dilakukan segera sesudah terjadinya keguguran, setelah menstruasi, atau pada postpartum bagi para ibu yang tidak menyusui bayinya. Jika seorang ibu ingin menyusui anaknya, maka hendaknya penggunaan pil ditunda sampai 6 bulan sesudah kelahiran anak (atau selama masih menyusui) disarankan menggunakan cara atau metode kontrasepsi yang lain. Pil dapat digunakan untuk menghindari kehamilan pertama atau menjarangkan waktu kehamilan berikutnya sesuai dengan keinginan wanita. Berdasarkan bukti-bukti yang ada dewasa ini, pil dapat diminum secara aman selama bertahun-tahun. Bagi wanita yang telah mempunyai anak yang cukup dan pasti tidak lagi menginginkan kehamilan selanjutnya, cara-cara jangka panjang lainnya seperti spiral atau sterilisasi,hendaknya perlu

dipertimbangkan. Kontra Indikasi Pemakaian Pil, Kontrasepsi pil tidak boleh diberikan pada wanita yang menderita hepatitis, radang pembuluh darah, kanker payudarah atau kanker kandungan,

14

hipertensi, gangguan jantung, varises, perdarahan abnormal melalui vagina, kencing manis, pembesaran kelenjar gondok (struma), penderita sesak napas, eksim, dan migraine (sakit kepala yang berat pada sebelah kepala). b. Suntik Suntikan KB berisi hormon progestin yang mampu mencegah lepasnya sel telur dari indung telur, mengentalkan lendir mulut rahim,serta menipiskan selaput lendir sehingga kehamilan tidak terjadi. Untuk alat kontrasepsi suntikan dikenal dengan nama Depo Provera yang disuntikan 3 bulan sekali dan Noristerat yang disuntikan 2 bulan sekali untuk 4 kali suntikan pertama, selanjutnya 3 bulan sekali. Kontrasepsi mempunyai efek samping seperti pusingpusing, bercak pendarahan, darah haid berkurang bahkan dapat menyebabkan tidak datang haid, lesu tidak bersemangat, dan kesuburan relatif pulih lebih lama setelah metode ini dihentikan. Selain itu, dapat menyebabkan keputihan, jerawat dan berat badan naik atau turun. Kontra indikasi dari suntikan adalah pendarahan yang tidak diketahui penyebabnya, tersangka hamil, tumor, penyakit jantung, hati, darah tinggi dan kencing manis. Meskipun demikian, kontrasepsi suntikan cukup praktis, efektif, ekonomis, seta aman penggunaannya dalam jangka waktu yang lama. c. Spiral/IUD (Intra Uterine Device)

15

Spiral/IUD atau AKDR (Alat Kontrasepsi Dalam Rahim) merupakan salah satu pilihan metode kontrasepsi yang dapat mencegah terjadinya konsepsi dalam rahim. Alat ini sangat efektif dan tidak perlu diingat untuk menggunakannya seperti halnya pemakaian pil. Bagi ibu yang menyusui, spiral/IUD tidak mempengaruhi isi, kelancaran ataupun kadar air susu ibu (ASI). Prinsip pemasangan adalah menempatkan AKDR setinggi mungkin dalam rongga rahim (Cavum uteri). Saat pemasangan yang paling baik adalah pada waktu mulut peranakan masih terbuka dan rahim dalam keadaan lunak. Misalnya, 40 hari setelah bersalin dan pada akhir haid. Pemasangan AKDR dapat dilakukan oleh dokter atau bidan yang telah dilatih secara khusus. Pemeriksaan secara berkala harus dilakukan setelah pemasangan satu minggu, lalu setiap bulan selama tiga bulan berikutnya. Pemeriksaan selanjutnya dilakukan setiap enam bulan sekali. Kontra Indikasi, Belum pernah ditemukan adanya perkiraan hamil kelainan alat kandungan bagian dalam seperti : perdarahan yang tidak normal dari vagina, perdarahan dileher rahim, dan kanker rahim. KeluhanKeluhan Pemakaian AKDR, Terjadinya sedikit perdarahan, bisa disertai dengan mules yang biasanya hanya berlangsung tiga hari. Jika perdarahan berlangsung terus menerus dalam jumlah yang banyak, pemakaian AKDR harus dihentikan. Pengaruh lainnya terjadi pada peragai haid.

16

Misalnya, pada permulaan haid darah yang keluar jumlahnya lebih sedikit dari biasanya, kemudian secara mendadak jumlahnya menjadi banyak selama 12 hari. Selanjutnya kembali sedikit selama beberapa hari. Kemungkinan lain yang terjadi ialah kejang rahim (uterine cramp), serta rasa tidak enak pada perut bagian bawah. Hal ini karena terjadi kontraksi rahim sebagai reaksi terhadap AKDR yang merupakan benda asing dalam rahim. Dengan pemberian obat alangetik keluhan ini akan segera teratasi. Keluhan lain yang dirasakan yaitu keputihan dan infeksi akibat pemakaian AKDR serta ekspulsi yaitu AKDR keluar dari rahim pada waktu haid yang disebabkan ukuran AKDR terlalu kecil atau pengaruh jenis bahan yang digunakan. Makain elastis sifat bahan yang

digunakan makin besar kemungkinan terjadinya ekspulsi. Lama Pemakaian AKDR, dapat terus dipakai selama

pemakai merasa cocok dan tidak ada kelurah yang berarti. Untuk AKDR yang mengandung tembaga, mampu berfungsi selama 2 5 tahun, tergantung daya dan luas permukaan tembaganya. d. Implant. Norplant sama artinya dengan implant. Norplant adalah satu-satunya merek implant yang saat ini beredar di Indonesia. Dibeberapa daerah implant disebut dengan susuk. Di Indonesia merupakan negara pertama dalam penerimaan norplant yang dimulai pada tahun 1987. sebagai negara pelopor, Indonesia

17

belum mempunyai referensi mengenai efek samping dan permasalahan yang muncul sebagai akibat pemakaian norplant. Pada tahun 1993, pemakaian norplant di Indonesia tercatat 800.000 orang. Norplant merupakan alat ontrasepsi jangka panjang yang bisa digunakan untuk jangka waktu 5 tahun. Norlant dipasang dibawah kulit, diatas daging pada lengan wanita. Alat tersebut terdiri dari 6 kapsul lentur seukuran korek api yang terbuat dari bahan karet silastik. Masing masing kapsul mengandung progestin levonogestrel sintesis yang juga terkandung dalam beberapa jenis pil KB.Hormon ini lepas secara perlahan-lahan melalui dinding kapsul sampai kapsul diambil kembali dari lengan pemakai. Kapsul biasanya terasa dan terlihat seperti benjolan atau garis-garis. Efektivitas Norplant norplant cukup tinggi. Tingkat

kehamilan yang ditimbulkan pada tahun pertama adalah 0,2%, pad tahun kedua 0,5%, pada tahun ketiga 1,2% dan 1,6% pada tahun keempat. Secara keseluruhan, tingkat kehamilan yang mungkin ditimbulkan dalam jangka waktu lima tahun pemakaian adalah 3,9%. Wanita dengan berat badan lebih dar 75 kilogram, mempunyai resiko yang lebih tinggi sejak tahun ketiga pemakaian, sebesar 5,1%. Kontra Indikasi Norplant, Wanita yang tenderita penyakit diabetes, colesterol tinggi, hipertensi, migrain, epilepsi, benjolan

18

padapayudara,depresi mental, kencing batu, penyakit jantung dan ginjal. Kelebihan dan Kekurangan Norplant adalah masa

pakainya cukup lama, tidak terpengaruh faktor lupa sebgaimana kontraspsi pil/suntik, dan tidak mengganggu kelancaran air susu ibu. Sedangkan kekurangannya adalah pemasangan hanya bisa dilakukan oleh dokter atau bidan yang terlatih dan kadangkadng menimbulkan efek samping misalnya spotting atau menstruasi yang tidak teratur dan kenaikan berat badan. (Maryani, 2004). A. Unmet Need KB (Bukan Peserta KB) Pasangan usia subur yaitu pasangan yang wanitanya berusia antara 15-49 tahun, Karena kelompok ini merupakan pasangan yang aktif melakukan hubungan seksual dan setiap kegiatan seksual dapat mengakibatkan kehamilan. PUS diharapkan secara bertahap menjadi peserta KB yang aktif lestari sehingga memberi efek langsung penurunan fertilisasi (Suratun, 2008). Pasangan usia subur yaitu pasangan yang istrinya berumur 15-49 tahun atau pasangan suami-istri berumur kurang dari 15 tahun dan sudah haid atau istri berumur lebih dari 50 tahun tetapi masih haid (datang bulan) (BKKBN, 2009). PUS sebagai sasaran program KB di kelompokkan pada dua segmen, yakni segmen yang membutuhkan KB untuk menjarangkan atau membatasi kelahiran dan segmen yang tidak membutuhkan KB.

19

Unmet Need KB didefinisikan sebagai persentase wanita kawin yang tidak ingin punya anak lagi atau ingin menjarangkan kelahiran berikutnya, tetapi tidak memakai alat/cara kontrasepsi. Wanita yang memerlukan KB dengan tujuan untuk menjarangkan kelahiran mencakup wanita hamil yang kehamilannya tidak diinginkan waktu itu, wanita yang belum haid setelah melahirkan anak yang tidak diinginkan waktu itu, dan wanita lain yang sedang hamil atau belum haid setelah melahirkan dan tidak memakai kontrasepsi tetapi ingin menunggu dua tahun atau lebih sebelum kelahiran berikutnya. Wanita yang belum memutuskan apakah ingin anak lagi atau ingin anak lagi tapi belum tahu kapan juga termasuk kelompok ini. Wanita yang memerlukan KB untuk membatasi kelahiran mencakup wanita hamil yang

kehamilannya tidak diinginkan, wanita yang belum haid dan yang sudah haid setelah melahirkan anak yang tidak diinginkan, yang tidak memakai kontrasepsi lagi. Ukuran pelayanan KB yang tidak terpenuhi, digunakan untuk menilai sejauh mana program KB telah dapat memenuhi kebutuhan pelayanan. Wanita yang telah disterilisasi termasuk kategori tidak ingin tambah anak lagi (SDKI, 2007). Unmet Need KB dapat dikategorikan dalam beberapa kategori sebagai berikut : 1. Wanita kawin usia subur dan tidak hamil, menyatakan tidak ingin punya anak lagi dan tidak memakai alat kontrasepsi seperti IUD, PIL, suntik, Implant, Obat Vaginal, dan kontrasepsi mantap untuk dirinya atau untuk suaminya.

20

2. Wanita kawin usia subur dan tidak hamil, menyatakan ingin menunda kehamilan berikutnya, dan tidak menggunakan alat kontrasepsi sebagaimana tersebut di atas. 3. Wanita yang sedang lagi serta hamil pada dan kehamilan tersebut hamil tidak tidak

dikehendaki

waktu

sebelum

menggunakan alat kontrasepsi. 4. Wanita yang sedang hamil dan terjadinya kehhamilan tersebut tidak sesuai dengan waktu yang dikehendaki dan sebelum hamil tidak menggunakan alat kontrasepsi (Sirodjudin, 2002). Ada beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya Unmet Need KB diantaranya yaitu : 1. Umur Penelitian mengenai hubungan antara umur dan kejadian Unmet Need KB sudah sering dilakukan karena variabel umur merupakan salah satu variabel latar belakang demografis dari responden yang paling mudah diketahui. Variabel umur ditemukan signifikan pada penelitian yang dilakukan oleh Kaushik (1999) di India, Ahmadi dan Iranmahboob (2005) di Iran, dan juga di Indonesia oleh Prihastuti dan Djutaharta (2004) yang menemukan bahwa kemungkinan terjadinya Unmet Need KB cenderung menurun seiring meningkatnya umur responden wanita. Weinstein Kl,et all (1997) pada penelitian terhadap data Survei Demografi dan Kesehatan di Kyrgistan menemukan bahwa umur berhubungan dengan terjadinya Unmet Need KB untuk pembatasan kelahiran, tetapi tidak berhubungan untuk penjarangan atau penundaan

21

kelahiran.

Hasil

penelitian

Westoff

dan

Bankole

(1995)

menunjukkan adanya penurunan kebutuhan terhadap KB untuk menjarangkan kelahiran setelah mencapai usia 30 tahun dan kebutuhan KB untuk membatasi kelahiran mencapai puncaknya pada usia 35-44 tahun. Dengan demikian hubungan antara umur dan kebutuhan KB berbentuk seperti huruf U terbalik, yaitu kebutuhan KB rendah pada umur muda dan tua, namun kebutuhan ini tinggi pada kelompok umur paling produktif. 2. Pendidikan Variabel latar belakang pendidikan responden merupakan variabel yang sejak lama diteliti dan dianggap berpengaruh terhadap kemungkinan terjadinya Unmet Need KB. Penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa variabel latar belakang pendidikan berpengaruh secara signifikan terhadap kejadian Unmet Need KB, seperti yang dilakukan oleh Westoff dan Bankole (1995) yang menemukan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan ibu, maka semakin rendah persentase terjadinya Unmet Need KB. Pendidikan bisa mempengaruhi kondisi Unmet Need KB karena orang berpendidikan akan memiliki pengetahuan yang lebih tentang permasalahan kesehatan, termasuk kesehatan reproduksi,

sehingga mereka bisa lebih mengerti mengenai alat/cara KB tertentu beserta pengaruhnya pada kesehatan.dengan demikian, mereka bisa menentukan alat/cara KB yang ingin digunakan dalam ber-KB, sehingga dapat lebih menghindari kemungkinan terjadinya Unmet Need KB. Orang yang memiliki pendidikan juga cenderung

22

lebih

mengerti

tentang

urgensi

pembatasan

kelahiran

dan

pembentukan keluarga yang berkualitas, serta manfaatnya bagi pembangunan, sehingga akan mempengaruhi preferensi fertilitas mereka pada tingkat yang lebih rendah dan secara otomatis menciptakan permintaan terhadap alat/cara KB tertentu. Jadi, pendidikan memberikan pemahaman yang lebih baik bagi wanita secara psikologis dan fisiologis dalam menggunakan alat/cara KB tertentu dan akan mengurangi kemungkinan terjadinya Unmet Need KB. Tetapi penelitian oleh Aryal, et.al (2006) terhadap data Survei Demografi dan Kesehatan di Nepal menemukan bahwa kejadian Unmet Need KB justru ditemukan pada responden wanita yang memiliki pendidikan tinggi karena wanita yang berpendidikan akan lebih mengerti dan menyatakan kebutuhannya terhadap alat kontrasepsi untuk memenuhi preferensi fertilitasnya, sementara wanita yang tidak berpendidikan cenderung tidak memiliki motivasi untuk membatasi fertilitasnya. Sehingga apabila akses terhadap alat KB di tempat tersebut masih buruk, peluang wanita yang berpendidikan untuk mengalami status Unmet Need KB akan lebih besar. 3. Pernah-tidaknya pakai KB Pada penelitian yang dilakukan oleh Prihastuti dan

Djutaharta (2004) terhadap data SDKI tahun 2002-2003 ditemukan secara signifikan bahwa kejadian Unmet Need KB lebih cenderung terjadi pada wanita yang belum pernah menggunakan KB sama sekali daripada wanita yang sudah pernah atau masih

23

menggunakan KB. Pengalaman menggunakan KB akan membuat wanita lebih mengerti dan dapat menentukan tindakan yang tepat bagi dirinya dalam mengatasi permasalahan kesehatan reproduksi dan untuk memenuhi keinginanya dalam preferensi fertilitas, sehingga hal ini akan semakin mengurangi peluang terjadinya Unmet Need KB KB. Westoff (2006) juga menentukan besarnya angka persentase kejadian Unmet Need KB pada orang yang belum pernah menggunakan KB dan orang yang tidak berniat untuk menggunakan KB di masa depan. 4. Aktivitas Ekonomi Pada penelitian yang dilakukan oleh Prihastuti dan

Djutaharta yang diterbitkan oleh Litbang BKKBN tahun 2004, ditemukan hubungan yang signifikan antara Unmet Need KB dan status bekerja dari wanita, dimana di daerah perkotaan wanita yang bekerja memiliki kemungkinan yang lebih kecil untuk mengalami kejadian Unmet Need KB. Hal ini terjadi karena wanita yang bekerja akan lebih memiliki kepentingan untuk membatasi dan mengatur kehamilan atau kelahiran yang dia inginkan karena hal ini akan mempengaruhi menyebabkan pemakaian karier mereka dan pekerjaan mereka, lebih sehingga terhadap dapat

memberi KB tertentu

perhatian yang

alat/cara

selanjutnya

memperkecil kemungkinan kejadian Unmet Need KB. Variabel ini juga ditemukan berhubungan dalam penelitian lainnya, seperti Ahmadi dan Iranmahboob di Iran (2005). 5. Indeks Kesejahteraan Hidup

24

Dalam Iranmahboob

penelitian di Iran

yang tahun

dilakukan 2005

oleh

Ahmadi

dan

terlihat

bahwa

variabel

kesejahteraan keluarga responden berpengaruh signifikan terhadap kemungkinan mengalami kejadian Unmet Need KB. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Prihastuti dan Djutaharta di Indonesia tahun 2004 juga diperoleh kesimpulan bahwa responden yang berada ditingkat kesejahteraan menengah hingga teratas memiliki kemungkinan lebih kecil mengalami kejadian Unmet Need KB dibandingkan mereka yang hidup pada tingkat menengah kebawah dan terbawah. Klizjing (2000) juga menyatakan bahwa kejadian Unmet Need KB berhubungan dengan faktor ekonomi karena di Negara-Negara yang mengalami transisi dan pergolakan ekonomi, seperti Latvia, Lithuania dan Bulgaria, terjadi peningkatan kejadian Unmet Need KB, sehingga tingkat Unmet Need KB yang terjadi di Negara tersebut lebih tinggi dibandingkan Negara-Negara Eropa lainnya yang tidak mengalami pergolakan ekonomi. Variabel yang sejenis dan lebih sering digunakan untuk melihat

hubungannya dengan kejadian Unmet Need KB adalah variabel pendapatan atau penghasilan yang memiliki fungsi sama, yaitu untuk melihat kesejahteraan dan daya beli yang dimiliki oleh responden. Ketika pendapatan seseorang naik, maka daya belinya juga akan naik dan kesejahteraannya secara otomatis juga akan naik. Hamid (2002) menemukan bahwa pendapatan akan

berbanding terbalik dengan peluang status Unmet Need KB.

25

Dalam sebuah rumah tangga, pendapatan yang mereka miliki akan diprioritaskan untuk memenuhi kebutuhan yang paling primer yaitu makanan, sehingga pendapatan yang mereka miliki tidak terlalu besar, rumah tangga akan menjadi kebutuhan sekunder dan tersier, terutama barang bukan makanan, sebagai prioritas terakhir. Termasuk di dalamnya adalah kebutuhan terhadap alat KB yang membutuhkan biaya atau ongkos untuk memperolehnya, juga tidak akan dijadikan prioritas yang penting dalam pola konsumsi yang dijalankannya. Sehingga bagi rumah tangga dengan tingkat kesejahteraan, pendapatan, dan daya beli yang rendah akan lebih mungkin bagi mereka mengalami kejadian Unmet Need KB karena mereka hanya akan menjadikan kebutuhan mereka terhadap alat KB sebagai prioritas kesekian untuk dipenuhi dengan keterbatasan anggaran konsumsi yang dimiliki (isa, 2009).

A. Tinjaun tentang variabel 1. Tinjauan Tentang Pengetahuan Pengetahuan merupakan hasil tahu dan ini terjadi setelah seseorang melakukan penginderaan terhadap objek tertentu. Jadi pengetahuan adalah apa yang telah diketahui oleh setiap individu setelah melihat, mengalami sejak ia lahir sampai dewasa. Penginderaan ini terjadi melalui panca indera manusia yakni penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengeahuan manusia diperoleh dari mata dan telinga. Pengetahuan adalah komponen dari prilaku yang mencakup

26

didalam cognitive domain yang mencakup enam tingkat, yaitu : (Notoatmodjo, 2007).

a) Tahu (Know) Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang sudah diberikan sebelumnya termasuk dalam pengetahuan ini adalah mengungat kembali suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang diterima. b) Aplikasi (Application) Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk

menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi riil (sebenarnya). Aplikasi di sini dapat diartikan aplikasi atau penggunaan hukum, rumus, metode, prinsip dan

sebagainya. c) Memahami (Comprehension) Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar-benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasi materi tersebut secara benar. d) Analisis (Analysis) Analisis adalah suatu kemapuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih dalam struktur organisasi tersebut dan masih ada kaitannya satu sama lain. e) Sintesis (Syntesis)

27

Sisntesis

menunjukkan

suatu

kemampuan

untuk

meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. f) Evaluasi (Evaluation) Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk

melakukan justifikasi atau penulisan terhadap suatu materi atau objek. Penilaian itu berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada (Notoatmodjo, 2007). Adapun dalam penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui apakah ada hubungan pengetahuan dengan kejadian Unmet Need KB, dapat dilakukan dengan wawancara atau kuisioner yang menyatakan tentang isi materi yang diukur dari objek penelitian kedalam pengetahuan yang ingin kita ketahui. Tingkat pengetahuan dapat dilakukan dengan menggunakan rentang sebagai berikut : Baik : jika jumlah jawaban benar 76%-100%

Kurang : jika jumlah jawaban benar 75%

1. Dukungan suami Pada masa sekarang seorang wanita berkarier sudah merupakan suatu hal yang biasa, sesuai dengan tuntutan jaman. Wanita berkarier tidak semata-mata untuk memenuhi kebutuhan ekonomi, tetapi juga untuk aktualisasi diri. Seorang wanita ingin lebih maju, sehingga ruang geraknya tidak lagi terbatas pada

28

urusan rumah tangga, tetapi mulai masuk kewilayah yang lebih luas. Dalam hal ini dukungan suami merupakan faktor yang penting bagi wanita dalam berkarier. Kurangnya dukungan suami membuat peran karier tidak optimal, karena terlalu banyak yang masih harus dikerjakan sementara dirinya juga merasa lelah sesudah bekerja. Menurut Gottlieb (1983) dalam handayani 2009 bahwa dukungan sosial adalah informasi verbal dan non verbal, saran bantuan yang nyata yang diberikan oleh orang-orang yang akrab dengan subjek atau berupa kehadiran dan hal-hal yang dapat memberikan keuntungan emosional atau berpengaruh pada tingkah laku penerimanya. Dukungan sosial dapat berasal dari keluarga, teman dan atasan. Menurut Kuntjoro (2002) dalam handayani 2009 bahwa bentuk-bentuk dukungan sosial adalah informasi verbal dan non verbal, saran yang dapat terlibat dalam suatu kelompok yang memungkinkannya untuk berbagai minat, perhatian, suami

menghargai atas kemampuan dan keahlian istri, suami dapat diandalkan ketika istri membutuhkan bantuan, dan suami

merupakan tempat bergantung untuk menyelesaikan masalah istri. Dengan adanya dukungan suami, tugas yang tadinya terasa berat menjadi lebih ringan dan membahagiakan, sebaliknya juga suami istri dalam sebuah perkawinan tidak mampu menjalin kerjasama, maka hal ini akan menyebabkan kesulitan dalam mengatasi

29

permasalahan hidup lebih kompleks dikemudian hari (Handayani, 2009). Peran suami dalam KB antara lain sebagai peserta Keluarga Berencana dan mendukung pasangan menggunakan alat

kontrasepsi. Sedang dalam kesehatan reproduksi, antara lain membantu mempertahankan dan meningkatkan kesehatan ibu hamil, merencanakan persalinan aman oleh tenaga medis, menghindari keterlambatan dalam mencari pertolongan medis, membantu perawatan ibu dan bayi setelah persalinan, menjadi ayah yang bertanggung jawab, mencegah penularan penyakit menular seksual, menghindari kekerasan terhadap perempuan, serta tidak bias gender dalam menafsirkan kaidah agama. (Anonim, 2010). Dukungan suami merupakan salah satu variabel sosial budaya yang sangat berpengaruh terhadap pemakaian alat kontrasepsi bagi kaum wanita sebagai istri secara khusus, dan di dalam keluarga secara umum. Budaya patrilineal yang menjadikan pria sebagai kepala keluarga yang masih banyak dianut sebagian besar pola keluarga di dunia menjadikan preferensi suami terhadap fertilitas dan pandangan serta pengetahuannya terhadap program KB akan sangat berpengaruh terhadap keputusan di dalam keluarga untuk mmenggunakan alat atau cara KB tertentu. Sehingga di dalam beberapa penelitian, variable penolakan atau persetujuan dari suami terbukti berpengaruh terhadap kejadian Unmet Need KB dalam rumah tangga. Kejadian Unmet Need KB

30

seringkali

terjadi

ketika

suami

tidak

mendukung

terhadap

penggunaan alat/cara KB tertentu yang diakibatkan adanya perbedaan fertilitas, kurangnya pemahaman terhadap alat/cara KB, takut akan efek samping, masalah social budaya, dan berbagai faktor lainnya. Pembicaraan antara suami dan istri mengenai KB tidak selalu menjadi persyaratan dalam pemakaian KB, namun tidak adanya diskusi tersebut dapat menjadi halangan terhadap pemakaian KB. Komunikasi tatap muka antara suami-istri merupakan jembatan dalam proses penerimaan dan kelangsungan pemakaian

kontrasepsi. Tidak adanya diskusi mungkin merupakan cerminan kurangnya minat pribadi, penolakan terhadap suatu persoalan, atau sikap tabu dalam membicarakan hal-hal yang berkaitan dengan aspek seksual. Temuan menunjukkan bahwa 58% wanita mendiskusikan KB dengan pasangannya paling sedikit 1 kali selama setahun terakhir. Dan 42% wnita berstatus kawin tidak pernah membicarakan tentang KB dengan pasangannya. Hal ini menunjukkan bahwa wanita lebih sering berdiskusi mengenai KB dengan suaminya. Sebagai gambaran 58% wanita membicarakan KB dengan suaminya, sementara hanya 22% pria berstatus kawin melaporkan hal yang sama (SDKI, 2007). Menurut Suryono (2008), partisipasi pria secara langsung adalah sebagai peserta KB pria dengan menggunakan salah satu cara atau metode pencegahan kehamilan, seperti alat kontrasepsi

31

kondom, vasektomi atau kontap pria, metode senggama terputus/ azal, dan metode pantang berkala atau system kalender. Sedangkan partisipasi pria secara tidak langsung adalah

mendukung dan memberikan kebebasan kepada istri untuk menggunakan kontrasepsi atau cara/metode KB, adapun

dukungannya meliputi: a. Memilih kontrasepsi yang cocok, yaitu kontrasepsi yang sesuai dengan keinginandan kondisi istrinya b. Membantu istrinya dalam menggunakan kontrasepsi secara benar, seperti mengingatkan saat minum pil KB dan

mengingatkan istri untuk control c. Membantu mencari pertolongan bila terjadi efek samping maupun komplikasi dari pemakaian alat kontrasepsi d. Mengantar istri ke fasilitas pelayanan kesehatan untuk control atau rujukan e. Mencari alternative lain jika kontrasepsi yang digunakan saat ini terbukti tidak memuaskan f. Membantu menghitung waktu subur, apabila menggunakan metode pantang berkala g. Menggunakan kontrasepsi bila keadaan kesehatan istri tidak memungkinkan Kaushik (1999) dalam penelitiannya di India menunjukkan bahwa penerimaan suami terhadap KB berpengaruh signifikan terhadap kejadian Unmet Need KB, begitupula dengan penelitian yang dilakukan oleh Litbang BKKBN di Indonesia pada tahun 2004.

32

Casterline dan koleganya pada penelitian yang dilakukan di Filipina juga menemukan kesimpulan yang sama mengenai hubungan antara penerimaan suami terhadap KB dan kejadian Unmet Need KB. Hal yang sama juga ditemukan dalam penelitian Bongaart dan Bruce (1995) serta Westoff dan Bankole (1995) (Isa, 2009).

1. Jumlah Anak Hidup Jumlah anak hidup adalah jumlah anak yang dimiliki oleh pasangan usia subur (PUS), dengan tidak memperhitungkan berapa kali wanita tersebut melahirkan anak. Jumlah anak hidup sangat berpengaruh terhadap kejadian Unmet Need KB (Boer, 2005). Deklarasi Hak Asasi Manusia yang dikenal dengan deklarasi teheran, mencantumkan dua hal pokok yang berkaitan dengan hak reproduksi : a. Hak menentukan jumlah dan jarak anak. b. Hak mendapatkan pendidikan dasar dan informasi mengenai hal tersebut. Selanjutnya dicantumkan dalam Undang-Undang pengembangan No.10 tahun 1992 dan

tentang

kependudukan

pembangunan keluarga sejahtera, juga menjamin hak dalam kedudukan yang sederajat setiap pasangan untuk mengatur jumlah dan jarak kelahiran mereka. Keputusan tentang jumlah anak adalah hak orang tua, tetapi harus diimbangi dengan kesanggupan untuk memenuhi

33

kewajibannya. Dua orang anak adalah jumlah anak yang ideal bagi keluarga berencana. Namun masih banyak keluarga yang

menganggap bahwa anak merupakan investasi yang sangat berharga. Semakin banyak anak, semakin banyak pula rezeki. Sehingga mereka cenderung memilih banyak anak. Dari segi ekonomi anak berguna bagi keluarga sebagai tenaga yang dapat diperbantukan untuk menambah penghasilan orang tua. Dalam kebijakan pembanguan keluarga kecil bahagia

sejahtera, dianjurkan kepada pasangan usia subur yang telah mempunyai anak kurang dari dua orang, untuk mengikuti cara-cara pencegahan kehamilan dengan mengikuti program KB yaitu maksud menjarangkan kehamilannya. Sedangkan yang telah mempunyai jumlah anak lebih dari dua, dianjurkan untuk

mengakhiri kehamilannya dengan metode yang efektif dengan efek samping yang ringan. (Medika, 2000 dalam Boer 2005). Syam (1993) dalam penelitiannya di Bukit Tinggi Sumatera Barat, menemukan adanya hubungan antara jumlah anak hidup dengan kejadian Unmet Need KB dan begitu juga Klizjing (2000) yang menemukan adanya hubungan yang sama. Penelitian yang dilakukan oleh Westoff dan Bankole (1995), Hamid (2002), dan Prihastuti da Djutaharta (2004) terhadap data SDKI di Indonesia juga menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara jumlah anak hidup dengan kejadian Unmet Need KB. Hubungan antara Unmet Need KB dan jumlah anak hidup sangat dipengaruhi oleh preferensi fertilitas dari pasangan. Dengan demikian, disini perlu

34

dilihat dua kemungkinan situasi yang dapat mengakibatkan terjadinya Unmet Need KB yaitu apakah kebutuhan KB untuk menjarangkan kelahiran ataukah kebutuhan KB untuk membatasi kelahiran (tidak menginginkan anak lagi). Kedua kondisi tersebut sangat dipengaruhi oleh pertimbangan antara jumlah anak yang sudah dimiliki dengan preferensi fertilitas yang diinginkan oleh pasangan tersebut. Semakin besar jumlah anak masih hidup yang sudah dimiliki, maka akan semakin besar kemungkinan preferensi fertilitas yang diinginkan sudah terpenuhi, sehingga semakin besar peluang munculnya keinginan untuk menjarangkan kelahiran atau membatasi kelahiran dan begitu pula peluang terjadinya Unmet Need KB bagi wanita tersebut.

A. Kerangka Teori Pendekatan teori yang dipakai untuk mengamati fenomena ini adalah teori Anderson (1974) dan teori Lawrence Green. Anderson menggambarkan ada tiga kategori utama yang berpengaruh terhadap prilaku pencaran/pemanfaatan pelayanan kesehatan yaitu

Predisposing Characteristics atau karakteristik predisposisi, enabling characteristic atau karakteristik pendukung dan need characteristic atau karakteristik kebutuhan. fakta bahwa Karakteristik setiap predisposisi individu dapat

menggambarkan kecendrungan

mempunyai yang

untuk

menggunakan

pelayanan

kesehatan

berbeda-beda disebabkan karena adanya perbedaan cirri-ciri individu seperti umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan, pekerjaan, ras,

35

keyakinan individu. Sedangkan Lawren Green menganalisa bahwa prilaku dibentuk oleh 3 faktor yaitu predisposing factor, enabling factor, dan reinforcing factors.

Teori Anderson Karakteristik Predisposisi: Jenis kelamin Umur Pendidikan Pekerjaan Suku/ras Manfaat-manfaat kesehatan Karakteristik Pendukung : Sumber daya keluarga Sumber daya masyarakat Karakteristik kebutuhan : Kebutuhan yang dirasakan individu terhadap pelayanan kesehatan

Teori Lawrence Green Factor predisposisi : Pengetahuan Sikap Kepercayaan Persepsi Nilai-nilai

Pemanfaatan Pelayanan KB

Factor Pendorong : Lingkungan fisik Fasilitas/sarkes

Factor Penguat : Sikap dan prilaku petugas kesehatan atau petugas lain Dukungan keluarga

Gambar 1. Modifikasi antara Kerangka teory Anderson (1974) dan Lawrence Green dalam Kresno 2002

BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini merupakan penelitian survei analitik dengan metode kuantitatif, dengan pendekatan cross sectional study yaitu

36

suatu penelitian dimana variabel-variabel yang termasuk faktor resiko dan variabel-variabel yang termasuk faktor efek diobservasi atau pengamatan variabel bebas atau terikat dilakukan pada waktu yang sama (Notoatmodjo, 2005).

B. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2010 - Januari 2011 di Kelurahan Sempaja Selatan Kecamatan Samarinda Utara tahun 2010.

C. Populasi dan sampel 1. Populasi Populasi adalah keseluruhan dari unit didalam pengamatan yang akan dilakukan (Luknis dan Sutanto, 2007). Adapun populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pasangan usia subur (PUS) di Kelurahan Sempaja Selatan Kecamatan samarinda Utara tahun 2010 yang berjumlah 6.696 jiwa.

2. Sampel Sampel adalah sebagian dari populasi yang

nilai/karakteristiknya kita ukur dan yang nantinya kita pakai untuk menduga karakteristik dari populasi (Luknis dan Sutanto, 2007). Besar sampel dalam penelitian ini dihitung dengan

menggunakan rumus Lemeshow sebagai berikut :

37

n =Z 1-2 2x p 1-px Nd2 x N-1+z 1-22 x p 1-p n = 1,962 x 0,34 1-0,34x 66960,052 x 6696-1+1,962 x 0,34 (1-0,34) n = 5772,320517,599555 = 327,98 328 sampel

keterangan : N n d z21-/2 p 1-p = Besar populasi yaitu 6696 = Besar sampel = derajat kepercayaan yaitu 0,05 = derajat kemaknaan yaitu 1,96 = proporsi persentase kelompok yaitu 0,34 = proporsi sisa di dalam populasi

Pada penelitian ini, setelah mendapatkan jumlah sampel dengan menggunakan rumus Lemeshow di atas di peroleh jumlah sampel yaitu 328 sampel. Kemudian dalam penentuan jumlah RT dilakukan dengan cara Purposive Sampling karena tidak diketahui jumlah PUS dari masing-masing RT. Dari 90 RT yang ada di Kelurahan Sempaja Selatan diambil dari masing-masing RT yang berjumlah di atas 110 KK sehingga di dapat 9 RT. Dengan jumlah KK yang banyak diharapkan dapat memperoleh jumlah PUS yang banyak pula. Penentuan sampel dimasing-masing RT dilakukan dengan cara Proposional sebagai berikut : RT. 2 = 1111181x 328 = 31 RT. 3 = 1161181x 328 = 32 RT. 8 = 1181181x 328 = 33 RT. 11=1181181x 328 = 33

38

RT. 5 = 1151181x 328 = 32 RT. 6 = 1211181x 328 = 33 RT. 7 = 1231181x 328 = 34

RT. 89=1831181x 328 = 51 RT. 90 =1761181x 328 = 49

Adapun karakteristik sampel dari masing-masing RT yang akan diteliti yaitu sebagai berikut : a) Pasangan Usia Subur (PUS) yang berusia 15-49 tahun. b) Pasangan Usia Subur (PUS) yang menggunakan dan tidak menggunakan alat kontrasepsi c) Pasangan Usia Subur (PUS) yang memiliki anak >2 maupun 2, dimana jika jumlah anaknya >2 maka dikategorikan banyak (Unmet Need KB) sedangkan jika jumlah anaknya 2 maka dikategorikan sedikit (bukan Unmet Need KB).

A. Kerangka Konsep Pengetahuan Dukungan Suami Jumlah Anak Hidup Gambar 2. Kerangka Konsep B. Hipotesis Penelitian 1. Ada hubungan pengetahuan dengan terjadinya Unmet Need KB pada pasangan usia subur (PUS) di Kelurahan Sempaja Selatan Kecamatan Samarinda Utara tahun 2010. Unmet Need KB

39

2. Ada hubungan dukungan suami dengan terjadinya Unmet Need KB pada pasangan usia subur (PUS) di Kelurahan Sempaja Selatan Kecamatan Samarinda Utara tahun 2010. 3. Ada hubungan jumlah anak hidup dengan terjadinya Unmet Need KB pada pasangan usia subur (PUS) di Kelurahan Sempaja

Selatan Kecamatan Samarinda Utara tahun 2010.

A. Variabel penelitian 1. Variabel terikat ( dependen ) Unmet Need KB. 2. Variabel bebas ( independen ) a) Pengetahuan b) Dukungan suami c) Jumlah anak hidup A. Definisi Operasional
No. 1. Variabel Pengetahuan tentang KB Definisi Operasional Pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui responden tentang KB dan kontrasepsi, yang meliputi pengertiannya, tujuannya, dan jenis-jenis kontrasepsi. Cara Skala Pengukuran dan Data Kriteria Objektif Kuisioner Ordinal Pengetah uan kurang 75 % Pengetah uan baik 76-100% jawaban benar Kuisioner Ordinal Tidak mendukun g : Unmet Need KB Mendukun g : bukan Unmet

2.

Dukungan suami

Dukungan suami merupakan persetujuan dari suami yang membolehkan istri untuk menggunakan kontrasepsi.

40

3.

Jumlah anak

5.

Unmet KB

Need KB Jumlah Anak adalah jumlah Kuisioner Ordinal anak hidup yang dimiliki Banyak : responden pada saat >2 wawancara. Sedikit : 2 Need Unmet Need KB adalah Kuisioner Ordinal PUS yang tidak Unmet menggunakan alat Need KB kontrasepsi. Bukan Unmet Need KB

A. Cara pengumpulan data 1. Data primer Untuk mendapatkan data primer ini dilakukan dengan metode wawancara, menggunakan kuesioner yaitu : data tingkat

pengetahuan ibu, data dukungan suami, dan data jumlah anak hidup. 2. Data sekunder Data sekunder diperoleh dari kantor BKKBN Kaltim, BKBKS Samarinda, dan Kelurahan Sempaja Selatan.

B. Pengolahan, Analisis dan Penyajian Data Pengolahan dan analisis data dilakukan melalui tahapan yaitu : a. Pembersihan Data (Cleaning) kembali data bila terjadi kesalahan. b. Penyuntingan Data (Editing) : Dilakukan yang : Memeriksa beberapa

dengan pengecekkan isian pada instrumen, apakah data terkumpul sudah jelas, lengkap dan relevan.

41

c. Pengkodean Data (Coding) data yang berupa huruf menjadi angka.

Mengubah

d. Pengolahan Data (Processing): Mengolah data agar dapat dianalisis.

A. Teknik anlisis data 1. Analisis univariat Analisis univariat dilakukan secara deskriptif untuk

mendapatkan gambaran pengetahuan ibu, dukungan suami, dan jumlah anak hidup terhadap terjadinya Unmet Need KB pada Pasangan Usia Subur (PUS) di Kelurahan Sempaja Selatan Kecamatan Samarinda Utara Tahun 2010, dengan

mendeskripsikan tiap-tiap variabel yaitu gambaran distribusi frekuensi dalam bentuk tabel.

2. Analisis bivariat Untuk melihat hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen. Pada penelitian ini dilakukan uji statistik yaitu chi-square dengan menggunakan tabel 2x2. Dimana dapat digunakan untuk menjawab hiptesis alternatif yang menyatakan apakah dua variabel yaitu variabel independen (pengetahuan, dukungan suami, dan jumlah anak masih hidup) dengan variabel dependen (Unmet Need KB ) saling berhubungan atau tidak. Rumus Chi Square :

42

2 =

(O E ) 2 E :

Keterangan

2 = Nilai chi square O = Nilai hasil pengamatan E = Nilai ekspektasi atau harapan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Gambaran Umum Kelurahan Sempaja Selatan Kelurahan Sempaja Selatan merupakan salah satu

Kelurahan yang ada di Kecamatan Samarinda Utara. Kelurahan Sempaja Selatan terletak di Jalan Sei.Karang Mumus No.76 yang berada disebelah Puskesmas Bengkuring. Kelurahan Sempaja Selatan terdiri dari 90 RT dengan jumlah penduduk keseluruhan 34.983 jiwa. Jumlah kepala keluarga (KK) yang ada di Kelurahan

43

Sempaja Selatan yaitu 8.870 KK. Luas dan batas wilayah Kelurahan Sempaja Selatan adalah 35.34 km2, dimana batas wilayah kelurahan Sempaja selatan sebelah utara berbatasan dengan Kelurahan Sempaja Utara, sebelah timur berbatasan dengan Kelurahan Temindung, dan untuk sebelah selatan dan barat berbatasan langsung dengan Kelurahan Gunung Kelua.

2. Karakteristik Responden a. Umur Karakteristik responden berdasarkan umur dibagi

menjadi beberapa kelompok umur. Kelompok umur diperoleh dengan menggunakan perhitungan siklus hidup masa subur wanita (Isa, 2009). Karakteristik responden berdasarkan umur dapat dilihat pada tabel di bawah ini : Tabel 4.1 Distribusi Responden Berdasarkan Kelompok Umur di Kelurahan Sempaja Selatan Kecamatan Samarinda Utara Tahun 2011 Umur (tahun) 15-24 25-34 35-44 45-49 Total Frekuensi 21 131 153 23 328 % 6,4 39,9 46,6 7,0 100,0

No. 1. 2. 3. 4.

Sumber : Data Primer, 2011

Berdasarkan tabel 4.1 diatas diperoleh umur responden terbanyak yaitu antara 35-44 tahun sebanyak 153 responden (46,6 %) dan umur yang paling sedikit adalah 15-24 tahun sebanyak 21 responden (6,4 %). b. Tingkat Pendidikan Ibu

44

Tingkat pendidikan responden adalah pendidikan terakhir yang ditamatkan responden. Distribusi responden berdasarkan tingkat pendidikan dapat digambarkan seperti tabel di bawah ini: Tabel 4.2 Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan di Kelurahan Sempaja Selatan Kecamatan Samarinda Utara Tahun 2011 No. 1. 2. 3. 4. 5. Pendidikan Tidak sekolah/tidak tamat SD SD dan sederajat SMP dan sederajat SMA/SMK dan sederajat PT Total Frekuensi 4 52 69 142 61 328 % 1,2 15,9 21,0 43,3 18,6 100,0

Sumber : Data Primer, 2011

Berdasarkan tabel 4.2 diatas diperoleh tingkat pendidikan responden sangat bervariasi, terbanyak yaitu tamat SMA/SMK dan sederajat sebanyak 142 responden (43,3 %). Dan yang paling sedikit yaitu tidak sekolah/tidak tamat SD sebanyak 4 responden (1,2 %). c. Pekerjaan Suami Pekerjaan suami adalah suatu kegiatan yang dilakukan oleh suami sehari-hari sebagai kepala rumah tangga dengan memperoleh penghasilan dari pekerjaannya tersebut sehingga dapat menafkahi kebutuhan keluarganya salah satunya yaitu dengan memberikan biaya untuk responden dalam berKB. Distribusi pekerjaan suami responden berdasarkan jenis

pekerjaanya dapat dilihat pada tabel di bawah ini : Tabel 4.3 Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Pekerjaan Suami Responden di Kelurahan

45

Sempaja Selatan Kecamatan Samarinda Utara Tahun 2011 No. 1. 2. 3. 4. 5. Pekerjaan PNS/TNI/POLRI/ABRI Swasta Petani Buruh Lain-lain Total Frekuensi 82 211 3 17 15 328 % 25,0 64,3 0,9 5,2 4,6 100,0

Sumber : Data Primer, 2011

Berdasarkan tabel 4.3 diatas dapat dilihat bahwa responden memiliki suami yang bekerja dibidang pekerjaan yang berbeda-beda, dan paling banyak yaitu dibidang swasta sebesar 211 responden (64,3 %). Sedangkan yang paling sedikit yaitu dibidang pertanian atau biasa disebut sebagai petani sebanyak 3 responden (0,9 %). Selain itu juga ada responden yang memiliki suami bekerja dibidang lain-lain sebesar 15 responden (4,6 %). d. Penghasilan Penghasilan adalah pendapatan yang dihasilkan setiap bulan. Distribusi penghasilan responden per bulan berdasarkan Upah Minimum Kota (UMK) Samarinda dapat dilihat pada tabel di bawah ini : Tabel 4.4 Distribusi Responden Berdasarkan Penghasilan Perbulan di Kelurahan Sempaja Selatan Kecamatan Samarinda Utara Tahun 2011 No. 1. 2. Penghasilan Rp. 1.047.500,> Rp. 1.047.500,Total Frekuensi 30 298 328 % 9,1 90,9 100,0

Sumber : Data Primer, 2011

46

Berdasarkan tabel 4.4 dapat diketahui bahwa responden memiliki ekonomi yang cukup baik, yaitu 90,9 % responden memiliki penghasilan diatas Upah Minimum Kota (UMK).

1. Analisis univariat Analisis univariat dilakukan secara deskriptif untuk

mendapatkan gambaran masing-masing variable yang diteliti, yaitu pengetahuan, dukungan suami, dan jumlah anak hidup terhadap Unmet Need KB. Berikut ini merupakan hasil penelitian yang dianalisis berdasarkan masing-masing variable independen yang disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi, yaitu sebagai berikut : a. Pengetahuan Pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui responden tentang KB dan kontrasepsi, jenis-jenis pada yang meliputi

pengertiannya, Pengukuran

tujuannya,

dan

kontrasepsi. penelitian ini

pengetahuan

responden

dikategorikan dengan pengetahuan baik dan kurang. Distribusi pengetahuan responden berdasarkan kategori pengetahuan kurang dan kategori pengetahuan baik dapat dilihat pada tabel dibawah ini : Tabel 4.5 Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pengetahuan Responden di Kelurahan Sempaja Selatan tahun 2011 Frekuensi 292 36 % 89 11

No 1 2

Pengetahuan Kurang Baik

47

Total
Sumber : Data Primer, 2011

328

100

Pada tabel 4.5 diatas dapat dilihat bahwa sebagian besar 292 responden (89 %) berpengetahuan kurang dan hanya 36 responden (11 %) berpengetahuan baik. b. Dukungan Suami Dukungan suami merupakan persetujuan dari suami yang mendukung istrinya untuk menggunakan alat kontrasepsi.

Tabel 4.6

Distribusi Responden Berdasarkan Dukungan Suami di Kelurahan Sempaja Selatan Tahun 2011 Frekuensi 12 316 328 % 3,7 96,3 100

No 1 2

Dukungan Suami Tidak mendukung Mendukung Total

Sumber : Data Primer, 2011

Pada tabel 4.6 diatas dapat dilihat bahwa sebagian besar responden didukung oleh suaminya untuk menggunakan KB sebanyak 316 responden (96,3 %) dan ada sebanyak 12 responden (3,7 %) yang tidak didukung oleh suaminya untuk menggunakan KB. c. Jumlah Anak Jumlah anak adalah jumlah anak hidup yang pernah dilahirkan oleh responden dengan kategori banyak dan sedikit. Banyak apabila responden pernah melahirkan hidup lebih dari

48

dua dan sedikit apabila responden pernah melahirkan hidup kurang atau sama dengan dua. Distribusi jumlah anak responden berdasarkan kategori banyak dan sedikit dapat dilihat pada tabel dibawah ini :

Tabel 4.7 Distribusi responden Berdasarkan Jumlah Anak Hidup di Kelurahan Sempaja Selatan Tahun 2011 No 1 2 Jumlah Anak Hidup Banyak Sedikit Total Frekuensi 117 211 328 % 35,7 64,3 100

Sumber : Data Primer, 2011

Berdasarkan tabel 4.7 diatas menunjukkan bahwa 211 responden (64,3 %) memiliki anak sedikit dan 117 responden (35,7 %) memiliki anak banyak. d. Unmet Need KB Unmet Need KB adalah responden yang tidak

menggunakan alat kontrasepsi,

yang dikategorikan bukan

Unmet Need KB jika responden menggunakan KB dan dikatakan Unmet Need KB jika responden tidak menggunakan KB. Distribusi Unmet Need KB responden berdasarkan kategori Unmet Need KB dan bukan Unmet Need KB dapat dilihat pada tabel di bawah ini :

Tabel 4.8 Distribusi Responden Berdasarkan Unmet Need KB di Kelurahan Sempaja Selatan Tahun 2011 No 1 2 Unmet Need KB Unmet Need KB Bukan Unmet Need KB Frekuensi 66 262 % 20,1 79,9

49

Total
Sumber : Data Primer, 2011

328

100

Berdasarkan tabel 4.8 diatas dapat dilihat bahwa sebagian besar responden bukan Unmet Need KB

(menggunakan KB) yaitu sebanyak 262 responden (79,9 %) dan 66 responden (20,1 %) Unmet Need KB (tidak menggunakan KB).

1. Analisis bivariat Analisis hubungan antara variabel independen dengan variable dependen (Unmet Need KB) dilakukan menggunakan analisis chi square , oleh karena itu kemaknaan hasil analisis akan menunjukkan ada atau tidaknya hubungan antara variabel

independen dengan variabel dependen. a. Hubungan antara pengetahuan dengan terjadinya Unmet Need KB Berikut ini adalah gambaran hubungan antara

pengetahuan terhadap terjadinya Unmet Need KB di Kelurahan Sempaja Selatan. Tabel 4.9 Distribusi Responden Menurut Pengetahuan dan Unmet Need KB Pengetahuan Unmet Need KB Unmet Bukan Need KB Unmet Need KB Jumlah P

50

Kurang Baik Total

n 59 7 66

% 20,2 19,4 20,1

n % 233 79,8 29 80,6 262 79,9

N 292 36 328

% 100,0 100,0 100,0

1,000

Sumber : Data Primer, 2011

Berdasarkan tabel 4.9 dapat diketahui bahwa dari 100 % responden, ibu yang memiliki pengetahuan kurang dan Unmet Need KB sebesar 20,2 %, sedangkan yang bukan Unmet Need KB sebesar 79,8 %. Namun masih terdapat juga ibu yang memiliki pengetahuan baik tetapi Unmet Need KB yaitu sebesar 19,4 %, sedangkan yang bukan Unmet Need KB sebesar 80,6 %. Berdasarkan uji statistik pada variabel ini diperoleh nilai p sebesar 1,000 yang lebih besar dari alpha 0,05, maka dapat disimpulkan bahwa Ho gagal ditolak yang artinya tidak ada hubungan antara pengetahuan terhadap terjadinya Unmet Need KB. b. Hubungan antara dukungan suami dengan terjadinya Unmet Need KB Berikut ini adalah gambaran hubungan antara dukungan suami terhadap terjadinya Unmet Need KB di Kelurahan Sempaja Selatan. Tabel 4.10 Distribusi Responden Menurut Dukungan Suami dan Unmet Need KB Unmet Need KB Bukan Unmet Unmet Need KB Need KB n % n %

Dukungan Suami

Jumlah N %

51

Tidak mendukung Mendukung Total

12 54 66

100,0 17,1 20,1

0,0

12 316 328

100,0 100,0 100,0 0,000

262 82,9 262 79,9

Sumber : Data Primer, 2011

Berdasarkan tabel 4.10 dapat diketahui bahwa dari 100 % responden, ibu yang tidak mendapat dukungan suami dan Unmet Need KB sebesar 100 %, sedangkan yang bukan Unmet Need KB sebesar 0 %. Namun masih terdapat juga ibu yang mendapat dukungan suami tetapi Unmet Need KB yaitu sebesar 17,1 %, sedangkan yang bukan Unmet Need KB sebesar 82,9 %. Berdasarkan uji statistik pada variabel ini diperoleh nilai p sebesar 0,000 yang lebih kecil dari alpha 0,05, maka dapat disimpulkan bahwa Ho ditolak yang artinya ada hubungan antara dukungan suami terhadap terjadinya Unmet Need KB. c. Hubungan antara jumlah anak hidup terhadap terjadinya Unmet Need KB. Berikut ini adalah gambaran hubungan antara jumlah anak hidup terhadap terjadinya Unmet Need KB di wilayah kerja Kelurahan Sempaja Selatan. Tabel 4.11 Distribusi Responden Menurut Jumlah Anak Hidup dan Unmet Need KB Unmet Need KB Bukan Unmet Unmet Need KB Need KB n % n % 40 34,2 77 65,8 26 12,3 185 87,7

Jumlah Anak Hidup Banyak Sedikit

Jumlah N 117 211 % 100,0 100,0

P 0,000

52

Total

66

20,1

262 79,9

328

100,0

Sumber : Data Primer, 2011

Berdasarkan tabel 4.11 dapat diketahui bahwa dari 100 % responden, ibu yang memiliki jumlah anak banyak (lebih dari 2) dan Unmet Need KB sebesar 34,2 %, sedangkan yang bukan Unmet Need KB sebesar 65,8 %. Namun masih terdapat juga ibu yang memiliki jumlah anak sedikit (kurang dari 2 atau sama dengan 2) tetapi Unmet Need KB yaitu sebesar 12,3 %, sedangkan yang bukan Unmet Need KB sebesar 87,7 %. Berdasarkan uji statistik pada variabel ini diperoleh nilai p sebesar 0,000 yang lebih kecil dari alpha 0,05, maka dapat disimpulkan bahwa Ho ditolak yang artinya ada hubungan antara jumlah anak hidup terhadap terjadinya Unmet Need KB.

A. Pembahasan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilaksanakan, maka pembahasan selanjutnya mengenai faktor-faktor apa saja yang berhubungan dengan terjadinya Unmet Need KB pada pasangan usia subur (PUS) di Kelurahan Sempaja Selatan Kecamatan Samarinda Utara Tahun 2010 adalah sebagai berikut : 1. Hubunggan antara pengetahuan tehadap terjadinya Unmet Need KB. Pengetahuan merupakan hasil tahu dan ini terjadi setelah seseorang melakukan penginderaan terhadap objek tertentu. Jadi pengetahuan adalah apa yang telah diketahui oleh setiap individu

53

setelah melihat, mengalami sejak ia lahir sampai dewasa. Penginderaan ini terjadi melalui panca indera manusia yakni penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh dari mata dan telinga. Adanya hubungan antara pengetahuan dengan terjadinya Unmet Need KB dapat dijelaskan dari pengetahuan sebagai tahap awal proses pembentukan persuasi, suatu prilaku dan yang terdiri dari

pengetahuan,

keputusan

konfirmasi.

Dengan

demikian pengetahuan yang baik tentang keluarga berencana akan menentukan pembentukan sikap positif, mengadopsi dan

melanjutkan prilaku keluarga berencana. Apa yang disadari oleh atau kesadaran seseorang mengenai suatu gejala kesehatan tidak terpisah dari apa yang diketahuinya atau ketahuannya mengenai gejala itu, atau kesadaran mengenai gejala itu berdasarkan pada pengetahuan yang dimilikinya. Dengan demikian, konsep utama adalah pengetahuan. Hubungan

pengetahuan responden dengan terjadinya Unmet Need KB sesuai dengan model alternative prilaku kesehatan, dimana menjelaskan bahwa prilaku tidak sadar/tidak tahu yang merugikan kesehatan, prilaku tidak sadar/tidak tahu yang menguntungkan kesehatan, prilaku sadar/tahu yang menguntungkan kesehatan, dan prilaku sadar/tahu yang merugikan kesehatan (Kalangie,1994). Adapun pengetahuan yang dimaksud dalam penelitian ini mencakup pengetahuan tentang pengertian dan tujuan dari program Keluarga Berencana (KB), pengertian dan tujuan dari alat

54

kontrasepsi, dan jenis-jenis alat kontrasepsi yang diketahui responden. Dengan meningkatnya pengetahuan responden dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan yang dimaksud diatas akan terjadi perubahan prilaku positif yaitu menggunakan alat/cara kontrasepsi. Responden yang memiliki pengetahuan baik, berarti ia mampu menjawab semua pertanyaan pengetahuan yaitu

pengertian program KB dan tujuannya, pengertian kontrasepsi dan tujuannya, serta jenis-jenis alat/cara kontrasepsi. Diketahui dari tabel 4.5, bahwa 89 % responden memiliki pengetahuan kurang dan 11 % memiliki pengetahuan baik. Untuk jawaban yang diberikan responden dapat dilihat pada lampiran tabel 1 dimana responden yang paling banyak menjawab benar pada pertanyaan pengertian KB yaitu pada jawaban pengaturan kelahiran sebesar 84,5 %. Untuk jawaban benar pada pertanyaan tujuan KB yaitu pada jawaban mengatur kelahiran sebesar 88,4 %. Sedangkan untuk jawaban benar pada pertanyaan pengertian kontrasepsi paling banyak responden menjawab benar pada jawaban menunda kehamilan/menjarangkan kelahiran yaitu

sebesar 91,8 %, dan untuk jawaban benar pada pertanyaan tujuan kontrasepsi paling banyak responden menjawab benar pada jawaban menunda kehamilan yaitu sebesar 92,1 %. Sementara untuk pertanyaan mengenai jenis-jenis kontrasepsi sebagian besar responden dapat menjawab semua jenis alat/cara kontrasepsi yaitu

55

Pil (98,8 %), Suntik (98,8 %), Implant (61,3 %), Spiral/IUD (67,7 %), dan Kondom (54,6 %). Pemberian pelayanan komunikasi informasi dan edukasi (KIE) mengenai KB akan dapat menambah pengetahuan bagi para pasangan usia subur tentang KB, karena pengetahuan memegang peranan yang sangat penting agar para pasangan usia subur dapat memanfaatkan alat/cara kontrasepsi demi terbinanya norma keluarga kecil bahagia sejahtera (NKKBS). Berdasarkan tabel 4.9 dapat diketahui bahwa dari 100 % responden, ibu yang memiliki pengetahuan kurang dan Unmet Need KB sebesar 20,2 %. Hal ini disebabkan oleh pengetahuan responden yang memang kurang mengerti tentang KB dan manfaatnya. Sehingga responden tidak menggunakan alat/cara kontrasepsi (Unmet Need KB). Pengetahuan responden yang kurang dapat diketahui dari jawaban yang diberikan, bahwa masih ada responden yang sama sekali tidak mengetahui tentang KB dan tujuannya serta

kontrasepsi dan tujuannya. Dan hanya mengetahui jenis-jenis alat/cara kontrasepsi saja. Misalnya dari pertanyaan mengenai pengertian KB, dari empat jawaban yang benar responden hanya menjawab satu atau dua saja jawaban yang benar yaitu pengaturan kelahiran dan menghindari kehamilan yang tidak diinginkan, untuk tujuan dari program KB, dari tiga jawaban yang benar responden hanya menjawab satu jawaban benar yaitu mengatur kelahiran, dan untuk pertanyaan pengertian kontrasepsi dan tujuannya dari tiga

56

jawaban benar responden hanya menjawab satu saja dari jawaban benar yaitu menunda kehamilan/menjarangkan kelahiran, dan ada juga responden yang sama sekali tidak menjawab yang artinya responden menjawab tidak tahu, sedangkan untuk pertanyaan mengenai jenis-jenis kontrasepsi sebagian besar responden mengetahui semua jawaban benar. Sedangkan yang bukan Unmet Need KB dengan

pengetahuan kurang sebesar 79,8 %. Hal ini dikarenakan responden yang mendapat dukungan dari suaminya untuk menggunakan alat/cara kontrasepsi tapi kurang mengerti tentang kontrasepsi dan manfaatnya tersebut, sehingga responden

menggunakan alat/cara kontrasepsi hanya untuk menjaga jarak kelahiran antara anak yang satu dengan yang lainnya. Namun masih terdapat juga ibu yang memiliki pengetahuan baik tetapi Unmet Need KB yaitu sebesar 19,4 %. Hal ini dikarenakan sebagian besar responden mengalami efek samping saat menggunakan alat/cara kontrasepsi, sehingga timbul

keengganan responden untuk menggunakan alat/cara kontrasepsi. Selain itu juga dikarenakan tidak adanya dukungan dari suami. Sedangkan responden yang bukan Unmet Need KB dengan pengetahuan baik sebesar 80,6 %. Hal ini dikarenakan

pengetahuan responden yang memang mengerti, mau, dan sadar untuk menggunakan alat/cara kontrasepsi. Selain itu juga dikarena pendidikan terakhir yang ditempuh responden cukup baik sehingga membuat responden memiliki pengetahuan yang baik pula.

57

Jatiputra (1982) pada penelitiannya di daerah khusus ibu kota menemukan bahwa, ada hubungan antara tingkat pendidikan dengan pemakaian alat/cara kontrasepsi. Sementara itu Klizjing E (2000) melaporkan dari hasil penelitiannya di Eropa ditemukan bahwa, tingkat pendidikan merupakan dimensi penting dari Unmet Need KB. Adanya hubungan antara pengetahuan dengan kejadian Unmet Need KB tersebut tidak dapat dilepaskan kaitannya dengan pendidikan, karena pendidikan merupakan prakondisi dan proses untuk meningkatkan pengetahuan, sebab pengetahuan merupakan abstraksi intelektual yang menjelaskan bagaimana pengetahuan diperoleh dan ditingkatkan melalui aturan-aturan yang sistematis (Hardjosoedarmo, 1996). Berdasarkan hal tersebut diatas menunjukkan bahwa pasangan usia subur di Kelurahan Sempaja Selatan masih memerlukan peningkatan pelayanan komunikasi informasi dan edukasi (KIE) tentang program KB dan tujuannya serta

pemanfaatan penggunaan alat/cara kontrasepsi yang aman dan nyaman bagi mereka. Berdasarkan hasil penelitian ini untuk variabel pengetahuan memiliki perbedaan dengan penelitian sebelumnya. Sirodjudin Hamid (2002) dalam penelitiannya yang menyimpulkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara pengetahuan dengan terjadinya Unmet Need KB. Ditemukan responden dengan pengetahuan kurang, berpeluang 4,33 kali menjadi Unmet Need KB dibanding

58

responden yang berpengetahuan baik. Hasil penelitian yang berbeda dikarenakan tempat penelitian yang berbeda pula. Dalam penelitian ini ditemukan bahwa ternyata sebagian besar responden memiliki pengetahuan kurang tetapi

menggunakan alat/cara kontrasepsi (bukan Unmet Need KB). Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar responden memiliki prilaku tidak sadar/tidak tahu yang menguntungkan kesehatan. Adapun faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kurangnya pengetahuan responden dengan terjadinya Unmet Need KB antara lain yaitu kurangnya informasi petugas kesehatan mengenai program KB, tujuannya, serta pemanfaatan alat/cara kontrasepsi yang baik, aman, dan nyaman. Selain itu juga perlu diberikannya tindakan konseling KB kepada para pasangan usia subur atau calon pasangan usia subur melalui peranan tenaga kesehatan dalam memberikan informasi secara lengkap tentang KB, sehingga dapat meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang KB dan diharapkan dapat mengurangi terjadinya kesalahpahaman tentang KB yang selama ini banyak dimiliki oleh masyarakat, yang mereka peroleh dari informasi-informasi yang kurang tepat yang berasal dari sumber yang juga kurang jelas. Hal ini sesuai dengan modifikasi antara kerangka teory Anderson (1974) dan Lawrence Green dalam Kresno 2002, yang mengatakan bahwa pengetahuan termasuk kedalam faktor

predisposisi (predisposing factors), yaitu merupakan salah satu faktor yang dapat memperkuat perilaku manusia, dalam hal ini

59

perilaku yang dimaksud adalah pengunaan alat/cara kontrasepsi. Selain itu juga karakteristik responden yaitu pendidikan terakhir yang ditempuh responden dapat mengakibatkan perbedaan dalam menggunakan pelayanan kesehatan salah satunya yaitu

penggunaan pelayanan KB. Pada tabel 4.2 diketahui bahwa sebagian responden memiliki tingkat pendidikan yang cukup baik yaitu SMA/SMK dan sederajat sebesar 43,3 %. Dengan tingkat pendidikan responden yang cukup baik diharapkan dapat menghasilkan pengetahuan yang baik pula yaitu mengenai KB sehingga mereka mau menggunakan alat/cara kontrasepsi. Namun dari hasil penelitian juga dapat dilihat bahwa ternyata responden yang tidak menggunakan alat/cara kontrasepsi (Unmet Need KB) paling banyak ditemukan pada responden yang memiliki tingkat pendidikan yang rendah yaitu SD dan sederajat. Namun pada penelitian ini variabel pengetahuan tidak ada hubungan yang bermakna dengan terjadinya Unmet Need KB. Walaupun pendidikan responden cukup baik, namun pemahaman responden mengenai KB masih kurang. Meskipun kebanyakan responden kurang mengerti tentang KB tetapi mereka mau untuk menggunakan alat/cara kontrasepsi. Berdasarkan uji statistik pada variabel ini diperoleh nilai p sebesar 1,000 yang lebih besar dari alpha 0,05, maka dapat disimpulkan bahwa Ho gagal ditolak yang artinya tidak ada hubungan antara pengetahuan terhadap terjadinya Unmet Need KB di Kelurahan Sempaja Selatan tahun 2010.

60

2. Hubungan antara dukungan suami tehadap terjadinya Unmet Need KB Dukungan suami merupakan salah satu variabel sosial budaya yang sangat berpengaruh terhadap pemakaian alat kontrasepsi bagi kaum wanita sebagai istri secara khusus, dan di dalam keluarga secara umum. Budaya patrilineal yang menjadikan pria sebagai kepala keluarga yang masih banyak dianut sebagian besar pola keluarga di dunia menjadikan preferensi suami terhadap fertilitas dan pandangan serta pengetahuannya terhadap program KB akan sangat berpengaruh terhadap keputusan di dalam keluarga untuk menggunakan alat atau cara KB tertentu. Sehingga di dalam beberapa penelitian, variable penolakan atau persetujuan dari suami terbukti berpengaruh terhadap kejadian Unmet Need KB dalam rumah tangga. Kejadian Unmet Need KB seringkali terjadi ketika suami tidak mendukung terhadap penggunaan alat/cara KB tertentu yang diakibatkan adanya perbedaan fertilitas, kurangnya pemahaman terhadap alat/cara KB, takut akan efek samping, masalah sosial budaya, dan berbagai faktor lainnya. Pembicaraan antara suami dan istri mengenai KB tidak selalu menjadi persyaratan dalam pemakaian KB, namun tidak adanya diskusi KB. tersebut dapat menjadi muka halangan antara terhadap suami-istri

pemakaian

Komunikasi

tatap

merupakan jembatan dalam proses penerimaan dan kelangsungan pemakaian kontrasepsi. Tidak adanya diskusi mungkin merupakan cerminan kurangnya minat pribadi, penolakan terhadap suatu

61

persoalan, atau sikap tabu dalam membicarakan hal-hal yang berkaitan dengan aspek seksual. Dukungan suami yang dimaksud dalam penelitian ini hanya ingin mengetahui apakah suami mendukung atau tidak istri mereka untuk menggunakan alat/cara kontrasepsi. Dan ada beberapa alasan mengapa suami tidak mendukung istri untuk menggunakan alat kontrasepsi, serta hal-hal apa saja yang biasa suami lakukan dalam mendukung istri menggunakan alat kontrasepsi. Berdasarkan tabel 4.6 diketahui bahwa sebagian besar responden mendapat dukungan dari suaminya untuk menggunakan alat/cara kontrasepsi yaitu sebesar 96,3 %, sedangkan responden yang tidak mendapat dukungan dari suaminya untuk menggunakan alat/cara kontrasepsi yaitu hanya sebesar 3,7 %. Hal ini menunjukkan bahwa ada respon yang baik dari suami untuk istrinya dalam menggunakan alat/cara kontrasepsi. Adapun dukungan suami yang diberikan yaitu berupa pemberian biaya, mengantarkan ketempat pelayanan KB, dan selalu mengingatkan/menyarankan istri untuk menggunakan alat/cara kontrasepsi. Berdasarkan tabel 4.10 dapat diketahui bahwa dari 100 % responden, ibu yang tidak mendapat dukungan suami dan Unmet Need KB sebesar 12 responden (100 %). Hal ini dapat diketahui dari jawaban responden mengenai alsan suami yang tidak mendukung istrinya menggunakan alat/cara kontrasepsi pada lampiran tabel 2 yaitu sebagian besar alasan suami yang tidak mendukung istrinya untuk menggunakan alat/cara kontrasepsi

62

dikarenakan suami yang memang tidak mengerti tentang KB sehingga suami merasa acuh tak acuh dan tidak peduli dengan penggunaan kontrasepsi yang sangat dibutuhkan oleh istrinya. Selain itu juga ada alasan lain suami tidak mendukung istrinya untuk menggunakan alat/cara kontrasepsi yaitu agama, mahal, dan karena adanya efek samping yang dialami oleh istrinya. Dengan tidak adanya dukungan suami, istripun merasa enggan untuk menggunakan alat/cara kontrasepsi. Hal ini sesuai dengan hasil analisis Kaushik (1999) dalam penelitiannya di India menunjukkan bahwa penerimaan suami terhadap KB berpengaruh signifikan terhadap kejadian Unmet Need KB, begitupula dengan penelitian yang dilakukan oleh Litbang BKKBN di Indonesia pada tahun 2004. Casterline dan koleganya pada penelitian yang dilakukan di Filipina juga menemukan kesimpulan yang sama mengenai hubungan antara penerimaan suami terhadap KB dan kejadian Unmet Need KB. Hal yang sama juga ditemukan dalam penelitian Bongaart dan Bruce (1995) serta Westoff dan Bankole (1995) (Isa, 2009). Sedangkan suami yang tidak mendukung dan bukan Unmet Need KB sebesar 0 %. Hal tersebut menunjukkan bahwa tidak ada responden yang bukan Unmet Need KB yang tidak mendapat dukungan dari suami mereka, yang artinya bahwa sebagian besar responden yang bukan Unmet Need KB telah mendapat dukungan dari suaminya untuk menggunakan alat/cara kontrasepsi.

63

Namun masih terdapat juga ibu yang mendapat dukungan suami tetapi Unmet Need KB yaitu sebesar 17,1 %. Hal ini disebabkan karena responden yang memang tidak ingin

menggunakan kontrasepsi karena ingin punya anak lagi, karena keinginannya sendiri, karena adanya efek samping, dan karena keputusan penggunaan kontrasepsi sepenuhnya kembali kepada istri, selain mendukung itu juga dikarenakan untuk kebanyakan suami yang hanya

istrinya

menggunakan

kontrasepsi

sebatas mengingatkan/menyarankan untuk menggunakan alat/cara kontrasepsi dan memberikan biaya saja. Sedangkan responden yang mendapat dukungan suami dan bukan Unmet Need KB sebesar 82,9 %. Hal ini disebabkan karena memang didasari atas keputusan bersama, suami dan istri yang memang mengerti dan sadar akan pentingnya kegunaan

kontrasepsi dalam keluarga. Dan dengan adanya dukungan dari suami maka istripun merasa aman dan terlindungi oleh suaminya jika dalam penggunaan alat/cara kontrasepsi mengalami kendala ataupun efek samping dikemudian hari. Berdasarkan modifikasi antara kerangka teory Anderson (1974) dan Lawrence Green dalam Kresno 2002, dukungan suami terhadap terjadinya Unmet Need KB merupakan faktor pendukung, dimana dengan adanya dukungan dari suami dapat membebaskan istri dalam menggunakan alat/cara kontrasepsi yang mereka inginkan. Selain itu juga dengan adanya dukungan suami dapat membuat istri merasa aman dan terlindungi jika dalam menggunkan

64

alat/cara kontrasepsi terjadi sesuatu atau efek samping, suami dapat membantu untuk mencarikan pengobatan atau alternatif lain ke tempat-tempat pelayanan kesehatan seperti Puskesmas, Dokter praktek, Bidan, ataupun Rumah Sakit. Dukungan suami juga dapat dipengaruhi oleh karakteristik responden dimana diketahui dari hasil penelitian bahwa sebagian besar suami yang mendukung istrinya untuk menggunakan alat/cara kontrasepsi bekerja dibidang swasta dengan memiliki penghasilan diatas standar upah minimum kota (UMK) yaitu sebesar Rp. 1.047.500,-. Karakteristik ini mencerminkan bahwa meskipun mempunyai predisposisi untuk menggunakan pelayanan kesehatan, ia tidak akan bertindak untuk menggunakannya kecuali bila ia mampu menggunakannya. Penggunaan pelayanan kesehatan yang ada tergantung kepada kemampuan konsumen untuk membayar, yang artinya dengan memiliki pekerjaan yang baik dan memiliki penghasilan yang baik pula responden mendapatkan dukungan dari suami dan mampu membayar dalam menggunakan pelayanan kesehatan salah satunya yaitu penggunaan pelayanan KB (Notoatmodjo, 2007). Berdasarkan uji statistik pada variabel ini diperoleh nilai p sebesar 0,000 yang lebih kecil dari alpha 0,05, maka dapat disimpulkan bahwa Ho ditolak yang artinya ada hubungan antara dukungan suami terhadap terjadinya Unmet Need KB di Kelurahan Sempaja Selatan.

65

Hal ini berarti bahwa di Kelurahan Sempaja Selatan dukungan suami merupakan fakor pendukung utama terhadap penggunaan alat/cara kontrasepsi.

3. Hubunggan antara jumlah anak hidup tehadap terjadinya Unmet Need KB. Jumlah anak hidup adalah jumlah anak yang dimiliki oleh pasangan usia subur (PUS), dengan tidak memperhitungkan berapa kali wanita tersebut melahirkan anak. Jumlah anak hidup sangat berpengaruh terhadap kejadian Unmet Need KB (Boer, 2005). Deklarasi Hak Asasi Manusia yang dikenal dengan deklarasi teheran, mencantumkan dua hal pokok yang berkaitan dengan hak reproduksi yaitu hak menentukan jumlah dan jarak anak dan hak mendapatkan pendidikan dasar dan informasi mengenai hal tersebut. Selanjutnya dalam Undang-Undang No.10 tahun 1992 dicantumkan tentang pengembangan kependudukan dan

pembangunan keluarga sejahtera, juga menjamin hak dalam kedudukan yang sederajat setiap pasangan untuk mengatur jumlah dan jarak kelahiran mereka. Keputusan tentang jumlah anak adalah hak orang tua, tetapi harus diimbangi dengan kesanggupan untuk memenuhi

kewajibannya. Dua orang anak adalah jumlah anak yang ideal bagi keluarga berencana.

66

Jumlah anak hidup yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah jumlah anak yang dimiliki oleh responden yang masih hidup. Untuk variabel jumlah anak dikategorikan menjadi banyak jika jumlah anak lebih dari dua dan sedikit jika jumlah anak kurang dari dua atau sama dengan dua. Berdasarkan hasil penelitian dapat dilihat pada tabel 4.7 bahwa paling banyak responden memiliki jumlah anak hidup sedikit (kurang dari dua atau sama dengan dua) sebesar 64,3 % dan responden yang memiliki jumlah anak hidup banyak (lebih dari dua) sebesar 35,7 %. Hubungan antara Unmet Need KB dan jumlah anak hidup sangat dipengaruhi oleh preferensi fertilitas dari pasangan. Dengan demikian, disini perlu dilihat dua kemungkinan situasi yang dapat mengakibatkan terjadinya Unmet Need KB yaitu apakah kebutuhan KB untuk menjarangkan kelahiran ataukah kebutuhan KB untuk membatasi kelahiran (tidak menginginkan anak lagi). Kedua kondisi tersebut sangat dipengaruhi oleh pertimbangan antara jumlah anak yang sudah dimiliki dengan preferensi fertilitas yang diinginkan oleh pasangan tersebut. Semakin besar jumlah anak masih hidup yang sudah dimiliki, maka akan semakin besar kemungkinan preferensi fertilitas yang diinginkan sudah terpenuhi, sehingga semakin besar peluang munculnya keinginan untuk menjarangkan kelahiran atau membatasi kelahiran dan begitu pula peluang terjadinya Unmet Need KB bagi wanita tersebut.

67

Berdasarkan tabel 4.11 dapat diketahui bahwa dari 100 % responden, ibu yang memiliki jumlah anak banyak (lebih dari 2) dan Unmet Need KB sebesar 34,2 %. Hal ini menunjukkan bahwa responden memang tidak mengerti tentang program KB dan kegunaan kontrasepsi sehingga responden tidak menggunakan kontrasepsi dan mengakibatkan kurang terkontrolnya kelahiran yang terjadi, dan jumlah anak yang dimilikipun lebih dari standar yang dianjurkan oleh BKKBN. Sedangkan yang memiliki jumlah anak banyak (lebih dari 2) dan bukan Unmet Need KB sebesar 65,8 %. Hal ini dikarenakan responden yang menggunakan KB hanya untuk menjarangkan kelahiran dan ada juga yang menyatakan karena keinginan mereka sendiri yang ingin punya anak lebih dari 2. Namun masih terdapat juga ibu yang memiliki jumlah anak sedikit (kurang dari 2 atau sama dengan 2) tetapi Unmet Need KB yaitu sebesar 12,3 %. Hal ini dikarenakan ada beberapa responden yang pada saat diwawancarai usianya masih muda atau baru memiliki anak 1 atau 2. Dan ada juga yang usianya sudah tidak muda lagi tapi anaknya masih 1 atau 2 karena faktor kesuburan yang memang agak sulit serta memang ada juga responden yang baru saja menikah dan baru memiliki jumlah anak 1 atau 2. Sedangkan yang anaknya sedikit (kurang dari 2 atau sama dengan 2) dan bukan Unmet Need KB sebesar 87,7 %. Hal ini dikarenakan responden yang memang sudah mengerti tentang program KB dan mau mengikuti program tersebut yang

68

menganjurkan untuk memiliki 2 anak saja cukup, sehingga mereka mau menggunakan alat kontrasepsi. Dan ada juga hal tersebut dikarenakan ekonomi yang minim sehingga mereka takut untuk tidak bisa memenuhi kebutuhan yang cukup jika jumlah anak mereka lebih dari 2. Berdasarkan lampiran pada tabel 3, adapun jenis alat/cara kontrasepsi yang paling banyak digunakan oleh responden adalah alat/cara kontrasepsi suntik sebesar (36,3 %). Alasan responden paling banyak menyatakan merasa aman dalam menggunakan alat/cara kontrasepsi yang digunakan saat ini. Rasa aman yang dimaksud salah satunya adalah aman dari segi penggunaan dalam menunda/menjarangkan kehamilan dan kelahiran. Berdasarkan hasil penilitian ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Syam (1993) di Bukit Tinggi Sumatera Barat, menemukan adanya hubungan antara jumlah anak hidup dengan kejadian Unmet Need KB dan begitu juga Klizjing (2000) yang menemukan adanya hubungan yang sama. Penelitian yang dilakukan oleh Westoff dan Bankole (1995), Hamid (2002), dan Prihastuti da Djutaharta (2004) terhadap data SDKI di Indonesia juga menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara jumlah anak hidup dengan kejadian Unmet Need KB. Berdasarkan modifikasi antara kerangka teory Anderson (1974) dan Lawrence Green dalam Kresno 2002, jumlah anak hidup merupakan faktor kebutuhan, dimana dengan adanya jumlah anak hidup yang banyak dan kebutuhan keluarga yang tidak

69

memadai dapat memaksa mereka untuk menggunakan pelayanan kesehatan yang ada dalam penggunaan alat/cara kontrasepsi agar mereka dapat mengontrol setiap kelahiran/kehamilan. Adapun jumlah anak hidup juga termasuk dalam faktor predisposisi dimana jumlah anak hidup yang dimiliki oleh responden dapat dipengaruhi oleh persepsi/kepercayaan yang menyatakan bahwa banyak anak banyak rezeki. Sehingga mereka memang menginginkan jumlah anak banyak. Banyaknya jumlah anak hidup dapat juga dipengaruhi oleh pengetahuan responden yang kurang tentang pentingnya pemanfaatan KB sehingga mereka tidak dapat mengontrol kelahiran/kehamilan mereka. Selain itu, karakteristik umur

responden juga dapat mempengaruhi jumlah anak hidup yang dimiliki responden terhadap terjadinya Unmet Need KB. Diketahui pada tabel 4.1 bahwa sebagian responden memiliki umur 35-44 tahun sebanyak 46,6 %, dimana pada rentang umur tersebut merupakan umur yang masih dikatakan produktif sehingga peningkatan permintaan alat/cara kontrasepsi sebatas untuk membatasi kelahiran saja. Berdasarkan uji statistik pada variabel ini diperoleh nilai p sebesar 0,000 yang lebih kecil dari alpha 0,05, maka dapat disimpulkan bahwa Ho ditolak yang artinya ada hubungan antara jumlah anak hidup terhadap terjadinya Unmet Need KB. Berdasarkan hasil uji pada penelitian ini menunjukkan bahwa adanya hubungan yang signifikan antara jumlah anak hidup dengan terjadinya Unmet Need KB di Kelurahan Sempaja Selatan.

70

4. Kendala-kendala penelitian Adapun selama dalam melakukan penelitian ini, peneliti mengalami beberapa kendala seperti kurangnya data sekunder mengenai jumlah Unmet Need KB atau jumlah pasangan usia subur baik yang menggunakan maupun yang tidak menggunakan alat/cara kontrasepsi, sehingga dalam penentuan responden peneliti hanya berpacu pada jumlah kepala keluarga (KK) terbanyak. Hal ini dikarenakan tidak aktifnya PLKB yang ada di Kelurahan Sempaja Selatan. Sehingga dari hasil penelitian, peneliti hanya menemukan sedikit saja jumlah pasangan usia subur yang tidak menggunakan alat/cara kontrasepsi (Unmet Need KB), dan ini tidak sesuai dengan data sekunder yang didapat di BKBKS yang menyatakan bahwa Kelurahan Sempaja Selatan memiliki jumlah pasangan usia subur yang paling banyak tidak menggunakan alat/cara kontrasepsi (Unmet Need KB) pada tahun 2010 sebesar 2.271 jiwa. Selain itu juga dikarenakan Kelurahan Sempaja Selatan memiliki jumlah RT yang banyak juga yaitu 90 RT yang kemudian mengalami pemekaran lagi menjadi 94 RT, sementara peneliti hanya mengambil 9 RT yang memiliki jumlah kepala keluarga (KK) terbanyak (> 110 KK) dimana diharapkan dari jumlah KK terbanyak tersebut dapat menghasilkan jumlah pasangan usia subur

terbanyak juga, yang kemudian ternyata dari 9 RT yang telah ditentukan peneliti tidak mendapatkan jumlah pasangan usia subur

71

yang banyak, karena ternyata dari jumlah daftar KK terbanyak tersebut sebagian besar adalah mahasiswa yang membuat KK untuk berbagai keperluan mereka masing-masing yang berbedabeda. Dari 9 RT tersebut ternyata sebagian besar yaitu RT.02, RT, 03, RT. 05, dan RT, 06 merupakan wilayah kos-kosan yang merupakan tempat tinggalnya mahasiswa yang berasal dari luar daerah. Kendala lain juga ditemukan pada sikap responden pada saat menjawab pertanyaan yang diberikan, sikap penolakan yang dilakukan pada saat wawancara, dan sebagainya.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian faktor-faktor yang berhubungan dengan terjadinya Unmet Need KB pada pasangan usia subur (PUS) di Kelurahan Sempaja Selatan tahun 2010, dapat disimpulkan bahwa : 1. Tidak ada hubungan antara pengetahuan ibu dengan terjadinya Unmet Need KB, (p sebesar 1,000 lebih besar dari alpha 0,05). 2. Ada hubungan antara dukungan suami dengan terjadinya Unmet Need KB, (p sebesar 0,000 lebih kecil dari alpha 0,05). 3. Ada hubungan antara jumlah anak hidup dengan terjadinya Unmet Need KB , (p 0,000 lebih kecil dari alpha 0,05).

72

B. Saran 1. Diharapkan adanya peningkatkan pelayanan Komunikasi Informasi dan Edukasi (KIE) kepada para pasangan usia subur melalui sosialisasi tentang program KB dan pemanfaatan alat/cara KB, untuk dapat meningkatkan pengetahuan mereka. Selain itu pemberian informasi juga dapat dilakukan dengan membagikan selebaran-selebaran seperti leaflet, spanduk, dan sebagainya, agar mereka tidak hanya sekedar menggunakan alat/cara kontrasepsi saja tetapi dapat mengetahui pentingnya program KB dan mereka juga dapat mengetahui alat/cara kontrasepsi yang baik, aman dan nyaman digunakan. 2. Diharapkan bagi para suami dapat lebih memperhatikan kesehatan istrinya terutama dalam penggunaan alat/cara kontrasepsi yang baik, aman, dan nyaman. Bagi para suami yang lebih sering berada diluar rumah untuk bekerja, dukungan juga dapat dilakukan melalui sms, telepon, dan sebagainya. Sedangkan untuk suami yang tidak terlalu sibuk atau waktunya lebih banyak untuk berada dirumah, bentuk dukungan dapat lebih ditingkatkan lagi. Misalnya bentuk dukungan tersebut tidak hanya sekedar memberikan biaya saja tapi juga dapat lebih sering berdiskusi mengenai alat/cara kontrasepsi yang cocok buat pasangannya, selalu mengantarkan istri ketempat pelayanan KB/control serta mencari alternative lain jika terjadi gangguan kesehatan pada istri saat menggunakan alat/cara kontrasepsi tersebut.

73

3. Perlu adanya sosialisasi tentang pentingnya merencanakan jumlah anak dalam pembentukan norma keluarga kecil bahagia sejahtera (NKKBS) kepada setiap pasangan usia subur maupun calon pasangan usia subur.

You might also like