You are on page 1of 14

1 BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah Prioritasnya saat ini adalah, mengikuti pendidikan yang sangat penting. Pendidikan Pra Natal untuk buah hati yang sedang dikandungnya. Demikianlah salah satu kisah yang dituturkan dalam sebuah pelatihan kependidikan yang sebulan lalu saya ikuti. Kisah tersebut terjadi di Jepang. Di sebuah negara yang tak diragukan lagi telah melesat menjadi negara dengan tingkat kemajuan yang sulit untuk ditandingi. Saat ini, tengah berkembang pendidikan pra natal, pendidikan bagi para calon ibu untuk menyiapkan kelahiran seorang generasi unggul dan kompetitif. Pendidikan yang dimulai sejak masa - masa awal kehamilan, memberikan berbagai panduan bagi mereka untuk memulai mendidikan janin dari dalam kandungan. Pendidikan prenatal dalam Islam yang dimulai dari pemilihan jodoh. Pemilihan jodoh merupakan pengutamaan sifat dan perangai dari seorang calon suami atau istri, karena anak akan menuruni perangai kedua orang tuanya yaitu melalui gen yang terdapat dalam inti sel. Pengaruh hereditas (pembawaan sifat) dari kedua orang tua yang diturunkan kepada anak, meliputi watak pribadi dan bentuk fisik. Pendidikan pranatal adalah sebuah proses pertama dalam mendidik anak sebelum anak itu terlahir pada kehidupan dunia ini. Pendidikan ini

2 dilakukan oleh orang tuanya. Baik itu oleh seorang bapak ataupun oleh seorang ibu. 1.2 Batasan Masalah Sebelum merumuskan masalah yang dihadapi, perlu melakukan identifikasi terlebih dahulu. Berkaitan dengan hal tersebut, maka beberapa permasalahan muncul adalah. 1. Bagimana pendidikan pranatal? 2. Bagimana isarat ajaran Islam dalam pendidikan pranatal?

1.3 Maksud dan Tujuan Maksud dan tujuan dari pembuatan makalah ini adalah : 1. Memahami Pendidikan Pranatal 2. Memahami isarat ajaran Islam dalam pendidikan pranatal

3 BAB II PEMBAHASAN ISARAT AJARAN ISLAM DALAM PENDIDIKAN PRANATAL

2. 1.

Fase Pemilihan Jodoh Fase ini adalah fase persiapan bagi seseorang yang sudah dewasa untuk

menghadapi kehidupan barunya yaitu berumah tangga dan berkeluarga. Hal yang terpenting dalam masalah ini adalah strategi memilih jodoh yang tepat. Tujuannya adalah agar terciptanya keluarga yang bahagia dan

berkesinambungan terutama berkenaan dengan masalah terciptanya keluarga yang berpendidikan. Dalam syariat Islam, masalah pemilihan jodoh sudah diatur sedemikian rupa hingga begitu jelas dan gamblangnya baik bagi pelamar maupun yang dilamar. Sehingga jika mereka yang sedang mencari jodoh menerapkan atau mempraktekkan apa yang diajarkan dalam syariat Islam, maka InsyaAllah perkawinan akan berada di puncak keharmonisan, kecintaan dan keserasian. Dalam hadits banyak disebutkan hal-hal yang berkenaan dengan strategi pemilihan jodoh, diantaranya: a. Pemilihan Calon Istri Sabda Rasulullah saw yang artinya Tidak akan saling bercinta-cintaan dua yang karena Allah swt. Keculai yang lebih utama antara keduanya yaitu bagi yang lebih hebat cintanya yang satu terhadap yang lainnya. (HR. Bukhari). Juga sabdanya saw; Wanita itu dinikahi karena empat pertimbangan; karena hartanya, keturunannya, kecantikannya dan karena agamanya. Dapatkanlah wanita yang memiliki

4 agama, akan beruntunglah kamu. (HR. Bukhari Muslim) Dalam hadits yang lain Rasulullah saw bersabda; Jauhilah oleh kalian rumput hijau yang berada di tempat kotor. Mereka bertanya, apakah yang dimaksud rumput hijau yang berada di tempat yang kotor itu wahai Rasulullah? Beliau menjawab, yaitu wanita yang sngat cantik yang tumbuh (berkembang) di tempat yang tidak baik (HR. Daruquthni) Dari penjelasan hadits Rasulullah di atas, maka dapatlah diambil berapa syarat yang penting untuk memilih calon istri di antaranya; 1. 2. Saling mencintai antara kedua calon menilai. Memilih wanita karena agamanya agar nantinya medapat bekah dari Allah swt. Sebab orang yang memilih kemuliaan seseoang akan mendaptkan kehinaan, jika memilih karena hartanya maka akan memperoleh kemiskinan, jika memilih karena kedudukan maka akan memperoleh kerendahan. 3. 4. 5. 6. Wanita yang sholeh. Sama derajatnya dengan calon mempelai. Wanita yang hidup di lingkungan yang baik. Wanita yang jauh keturunannya dan jangan memilih wanita yang dekat sebab dapat menurunkan anak yang lemah jasmani dan bodoh. 7. Wanita yang gadis dan subur (bisa melahirkan).

b. Pemilihan calon Suami Hadits mengenai calon suami tidak banyak ditemukan sebagaimana hadits tentang calon istri. Mengenai calon suami Rasulullah bersabda yang artinya; Apabila kamu sekalian didatangi oleh

5 seorang yang agama dan akhlaknya kamu ridhai, maka kawinkanlah ia. Jika kamu sekalian tikda melaksanakannya maka akan menjadi fitnah di muka bumi ini dan tersebarlah kerusakan. (HR. Tirmidzi) Awal mula pendidikan anak tidak dapat dilepaskan dari tujuan pernikahan, yaitu menjalankan sunnah Rasul, lahirnya keturunan yang dapat meneruskan risalahnya. Pernikahan yang baik adalah pernikahan yang dilandasi keinginan untuk memelihara keturunan, tempat menyemaikan bibit iman, melahirkan keluarga yang sakinah, mawaddah dan warrahmah. Oleh karena itu, pemilihan pasangan hidup sangatlah penting demi kelancaran dan terpenuhinya poin-poin diatas. Apabila salah memilih pasangan, maka akan mendatangkan murka dan kemarahan Allah yang mana akan membuat manusia itu sendiri sengsara dunia dan akhirat. Fase Perkawinan/ Pernikahan Menurut Abdullah Nasih Ulwan, masalah perkawinan terdiri dari 2 aspek yakni perkawinan sebabai fitrah insani, perkawinan sebagai kemaslahatan sosial. Ada beberapa aspek yang dijelaskan oleh syariat Islam yang berhubungan dengan anjuran pernikahan di antaranya: a. Perkawinan merupakan sunnah Rasulullah saw. Hal ini dijelaskan oleh Nabi dalam hadits beliau sebagai berkikut yang artinya; Siapa saja yang mampu untuk menikah, namun ia tidak menikah maka tidaklah ia termasuk golongan ku. (HR. Thabrani dan Baihaki) b. Perkawinan untuk ketentraman dan kasih sayang. Allah swt berfirman:

6 Dan di antara tanda-tanda kekuasaanNya ialah, Dia menciptakan tenteram kepadanya, dan dijadikanNya di antara kamu rasa kasih sayang. Sesungguhnya pada yang dmikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir (QS, Al-Rum : 21) c. Perkawinan untuk mendapatkan keturunan. Allah swt berfirman: Artinya: Allah telah menjadikan bagi kamu istri-istri dari sejenis kamu sendiri dan menjadikan bagimu dari istri-istri kamu itu anakanak dan cucu-cucu. (QS. An Nahl; 72) d. Perkawinan untuk memelihara pandangan dan menjaga kemaluan dari kemaksiatan. Rasulullah saw bersabda: Wahai para pemuda, siapa saja di antara kalian sudah mampu kawin, maka kawinlah, sebaba perkawinan itu akan dapat lebih memelihara pandangan dan lebih dapat menjaga kemaluan. Dan siap saja yang belum mampu untuk kawin maka hendaklah ia berpuasa karena sesungguhnya berpuasa itu akan menahan nafsu. (HR. Jamaah) 2. 2. Fase Kehamilan Salah satu tujuan berumah tangga adalah untuk mendapatkan keturunan, oleh karena itu biasanya pasangan suami istri yang baru menikah mereka mendambakan kehadiran seorang anak. Sebagai tanda seorang istir akan memiliki seorang anak adalah melalui proses kehamilan selama lebih kurang 9 bulan. Kemudian setelah terjadi masa konsepsi, proses pendidikan

7 sudah bisa dimulai. Walapun dilakukan secara tidak langsung yaitu dengan sistem inderct educatioan, tetapi setahap demi setahap proses pendidikan sudah bisa berjalan. Tahap ini sudah selangkah lebih maju dibanding dengan tahap yang pertama. Masa pasca konsepsi disebut juga masa kehamilan yang berlangsung kurang lebih 9 bulan 10 hari, ada juga yang kurang atau lebih dari itu. Menurut Imam Bawani dalam bukunya yang berjudul Ilmu Jiwa Perkembangan Dalam Konteks Pendidikan Islam mengatakan bahwa masa kehamilan itu mempunyai beberapa tahapan proses. Pertama; tahap nuthfah. Tahap ini calon anak masih berbentuk pada tahap kedua yaitu tahap alaqah. Setelah berumur 80 hari, nuthfah berkembang bagaikan segumpal darah kental dan bergantung pada dinding rahim ibu. Ketiga yaitu tahap mudghah. Sesudah kira-kira berusia 120 hari, segumpal darah tadi berkembang menjadi segumpal daging. Pada saat itulah si janin sudah siap menerima hembusan ruh dari Malaikat utusan Allah. Walaupun al-Quran dan hadits tidak menjelaskan secara detail tentang proses pendidikan yang terdapat dalam peristiwa tersebut, namun kita bisa mengambil pelajaran terhadap proses tadi diatas. Minimal kita bisa mengambil 3 hikmah yang terdapat dalam proses tadi. Pertama, harus diyakini bahwa periode dalam kandungan pasti bermula dari adanya kehidupan (al-hayat). Keyakinan tersebut berdasarkan kenyataan yaitu adanya perkembangan yang terjadi pada janin. Kedua, sebagaiman keterangan di atas, bahwa setelah berbentuk sekerat daging (mudghah) Allah mengutus malaikat untuk meniupkan ruh

8 kepadanya. Tampaknya ruh inilah yang menjadi titik mula dan sekaligus awal mula bergeraknya motor kehidupan psikis manusia. Ketiga, ada satu aspek yang sangat penting lagi bagi si janin pada masa dalam kandungan, yaitu aspek agama. Sebenarnya naluri agama sudah ada sejaka sebelum kelahirannya di dunia nyata. Ungkapan ini sesuai dengan sabda Rasulullah saw. Seperti sudah kita ketahui bersama bahwa pendidikan yang dilakukan ketika masa kehamilan adalah pendidikan tidak langsung (indirec education). Adapun prosesnya adalah: a. Seorang ibu yang telah hamil harus mendoakan anaknya. Anak pranatal haruslah senantiasa didoakan oleh ibunya, karena setiap muslim meyakini bahwa hakikatnya Allahlah yang menciptakan anak tersebut sedangkan orang tua hanyalah sebatas yang diditipkan olehNya. b. Seorang Ibu harus senantiasa memakan makanan yang halal dan baik. Karena setiap yang dimakan oleh si Ibu, secara otomatis akan berpengaruh terhadap perkembangan si anak. Selanjutnya, jika ia bermaksud agar anaknya yang pranatal lahir dan dewasa, maka ia harus menjaga benarbenar agar makanan dan minuman yang diberikan kepada anaknya itu haruslah baik dan halal. Makanan dan minuman yang halal tersebut diberinya kepada anak pranatal tentu saja melalui ibu yang

mengandungnya. Firman Allah swt: Artinya makanlah rezeki yang diberikan Allah kepadamu yang halal dan yang baik. (QS. Al-Maidah: 88)

9 c. Ikhlas mendidik anak. Setiap orang tua haruslah ikhlas dalam mendidik anak pranatl. Yang dimaksud dengan ikhlas adalah bahwa segala amal perbuatan dan usaha terutama upaya mendidik anak pranatl, dilakukan dengan niat karena Allah semata, mendekatkan diri kepada Allah, dan ketaatan pada=Nya, tidak dengan niat mendaptkan pamrih atau balas jasa dari anaknya kelak. Dengan kata lain, mendidik anak pranatal harus diniatkan beribadah, memperhambakan diri kepada Allah swt, serta memelihara amanah Allah swt. d. Memenuhi kebutuah istri. Suami harus memenuhi kebutuhan istri yang sedang mengandung, terutama pada masa-masa awal umur kandunganya. Pada masa itu istri didatangi oleh keinginan-keinginan aneh yang kadangkadang muncul secara tiba-tiba. Suami yang tidak mengerti akan hal itu mungkin sekali kaget salah paham ketika mendapati istrinya sekonyongkonyong berubah. Dalam pemahaman konvensional, pendidikan anak

paling awal disebut dengan istilah Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD). Ruang Lingkup PAUD dimulai dari sejak lahir sampai usia 8 tahun. Dalam ilmu pendidikan, PAUD terbagi menjadi empat tahapan yaitu infant atau bayi (usia 0-1 tahun), toddler (2-3 tahun), preschool/ kindergarten children atau anak usia TK (3-6 tahun), dan early primary school (SD Kelas Awal) (6-8 tahun). Namun, dalam buku Prenatal Classroom (1992) karya F. Rene Van De Carr & Marc Lehrer dinyatakan bahwa

10 pendidikan anak sebaiknya dimulai sejak dalam kandungan yang disebut dengan prenatal education (pendidikan sebelum lahir). Versi Bahasa Indonesia buku ini berjudul Cara Baru Mendidik Anak Sejak dalam Kandungan, diterbitkan oleh Penerbit KAIFA, Bandung, 1999. Pendapat Van De Carr & Mark Lehrer di atas diperkuat oleh William Sallenbach (1998) yang menyimpulkan bahwa periode pranatal atau pralahir merupakan masa kritis bagi perkembangan fisik, emosi dan mental bayi. Ini adalah suatu masa di mana kedekatan hubungan antara bayi dan orangtua mulai terbentuk dengan konsekuensi yang akan berdampak panjang terutama berkaitan dengan kemampuan dan

kecerdasan bayi dalam kandungan. Islam memperkuat pandangan perlunya pendidikan

pranatal. Tidak hanya itu, pendidikan pranatal menurut Islam harus dimulai dari sejak sebelum terciptanya janin. Yakni, bahwa: a. Penciptaan janin harus berasal dari pasangan yang sah. Bukan hubungan perzinahan (QS Al Isra 17:32); b. Dalam melakukan hubungan biologis, hendaknya dimulai dengan doa, setidaknya dengan baca bismillah; c. Setelah terjadinya proses nuthfah (sperma), berlanjut menjadi alaqah dan kemudian mudghah (segumpal

daging) (QS Al Muminun 23:12-14), maka dimulailah

11 kehidupan seorang anak dalam rahim. Dari tahap ini, ada beberapa hal yang harus dilakukan sang ibu, sebagai guru pertama seorang anak, untuk mendidik anak yang masih dalam kandungan. 1. Berfikir positif. Ibu yang berfikir positif membantu janin belajar lebih baik di dalam rahim. Basis lingkungan sosial janin adalah sang ibu. Dan pendidikan yang benar dimulai dengan ibu yang sehat dalam segala hal. Untuk itu kondisi fisik dan kejiwaan sang ibu harus prima selama mengandung. 2. Sering bersenandung mengagungkan asma Allah dan memperdengarkan musik bernuansa Islami agar anak terdidik mengenal Allah sejak dini. Memperdengarkan musik klasik juga dapat menstimulasi kecerdasannya dan bahkan dapat mempertinggi kemampuan

pengembangan bahasanya kelak. 3. Hindari situasi tertekan karena kondisi ini bisa

meningkatkan level hormon janin pada tahap yang dapat memblokir proses kemampuan pembelajaran pralahir. 4. Carilah kegiatan belajar sendiri. Apapun itu. Walaupun janin tidak akan belajar secara langsung dari aktifitas sang ibu, akan tetapi perilaku mental ibu yang sehat akan menjadi kenyamanan dan keamanan tersendiri

12 bagi janin dan hal itu akan memberinya fondasi perilaku yang positif terhadap pembelajaran setelah dia lahir.

Peran (calon) ayah dalam hal ini tidak kalah pentingnya. Karena tidak sedikit perilaku mental (calon) ibu yang tertekan ditimbulkan oleh perilaku ayah yang kurang menunjukkan dukungan moral pada ibu yang sedang mengandung. Istri yang hamil secara fisik umumnya kurang fit. Adalah tugas suami untuk memberi dukungan penuh untuk menjamin kondisi mental istri dalam kondisi stabil sampai janin lahir ke dunia. Apabila segala usaha sudah dijalankan secara maksimal (QS Al Anfal 8:60), maka tawakkal adalah pola pikir paling positif yang disukai Allah (QS Ali Imron 3:159) sambil menunggu kelahiran sang buah hati.

13 BAB III KESIMPULAN

Pendidikan Pra Natal merupakan sebuah langkah awal untuk menyiapkan generasi unggul yang diharapkan. Secara formal memang belum ada pendidikan seperti ini. Namun diberbagai rumah sakit, sudah mulai dikembangkan untuk menyiapkan ibu dalam menyambut kelahiran sang buah hati. Namun demikian, pendidikan pra natal yang diperlukan adalah bukan hanya sekedar bagaimana sang ibu siap dalam proses kelahiran. Akan tetapi, lebih diutamakan untuk menyiapkan sang anak tumbuh optimal dalam kandungan. Islam memperkuat pandangan perlunya pendidikan pranatal. Tidak hanya itu, pendidikan pranatal menurut Islam harus dimulai dari sejak sebelum terciptanya janin. Yakni, bahwa (a) penciptaan janin harus berasal dari pasangan yang sah. Bukan hubungan perzinahan (QS Al Isra 17:32); (b) dalam melakukan hubungan biologis, hendaknya dimulai dengan doa, setidaknya dengan baca bismillah; (c) setelah terjadinya proses nuthfah (sperma), berlanjut menjadi alaqah dan kemudian mudghah (segumpal daging) (QS Al Muminun 23:12-14), maka dimulailah kehidupan seorang anak dalam rahim.

14 DAFTAR PUSTAKA

Roqib Mohammad 2009 Akbar. Rena 2001 Supratiknya 1993

ILMU PENDIDIKAN ISLAM, Pengembangan Pendidikan Integratif di Sekolah, Keluarga, dan Masyarakat. Yogyakarta: LKiS Yogyakarta. Psikologi Perkembangan Anak. Gasindo. Jakarta Psikologi Kepribadian 3. Teori-teori Behavioristik. Kanisius. Yogyakarta sifat dan

http://desireminsa.multiply.com/journal/item/44 http://digilib.sunan-ampel.ac.id/gdl.php?mod=browse&op=read&id=jtptiain-gdls1-2006-sitimuaman-1178

You might also like