You are on page 1of 15

Ketika mencari sebuah keterangan tentang sebuah kitab Fiqh dalam madzab Syafii, secara kebetulan saya menemukan

sebuah artikel tentang sejarah literatur-literatur (kitab-kitab) Fiqh dalam madzab ini dari zaman ke zaman. Maka, artikel saya angkut ke sini. Tapi tidak semua. Artikel sangat panjang, sehingga saya pilih hanya yang berkaitan dengan sejarah dan kebersinambungannya kitab-kitab dalam madzab syafii ini saja yang dikutip. Dan juga tulisan saya ringkas seperlunya. Jika ingin mengetahui keseluruhan artikel, sila simak di sumber ini: http://fauzidex.multiply.com/ . Literatur buku-buku Fiqh dalam Madzhab Syafii Dibandingkan dengan madzhab-madzhab fiqih lainnya, madzhab Syafii tentu merupakan madzhab yang paling banyak buku-buku fiqhnya. Dalam maktabah-maktabah, kemungkinan besar buku-buku madzab fiqh Syafii ini menghabiskan setengahnya bahkan lebih dari isi maktabah tersebut. Banyaknya buku-buku ini, adalah berkat kejuhudan murid-murid dan ulama Syafiiyyah. Juga karena buku-buku fiqh Madzhab Syafii ini satu sama lain ditulis dengan saling mengacu pada kitab sebelumnya, sehingga berkaitan dan bersambung. Buku pertama dalam madzhab Syafii adalah kitab al-Umm karya Imam Syafii (w 150H) sendiri. Pada masa berikutnya, buku al-Umm ini diringkas oleh muridnya yang bernama Imam al-Muzani (w 264 H) dalam bukunya berjudul Mukhtashar al-Muzani. Tidak lama kemudian, buku Mukhtashar al-Muzani ini disyarah oleh Imam al-Haramain al-Juwaini (w 478 H) dalam Nihayatul Mathlab fi Dirayah al-Madzhab. Selang beberapa lama karya Imam Juwaini ini diringkas oleh muridnya Imam al-Ghazali (w 505 H) dalam bukunya al-Basith. Tidak puas dengan al-Basith, Imam Ghazali meringkasnya menjadi al-Wasith, kemudian al-Wasith diringkas juga dalam bukunya yang lain berjudul al-Wajiz dan terakhir, buku al-Wajiz ini diringkas lagi dalam bukunya al-Khulashah. Imam ar-Rafi (w 624 H) meringkas al-Wajiz karya Imam al-Ghazali tadi menjadi al-Muharrar. Selang beberapa lama, Imam Nawawi (w 676 H) meringkas buku al-Muharrar dalam karyanya Minhajut Thalibin yang kemudian menjadi pegangan utama para ulama Syafiiyyah dalam berijtihad dan berfatwa. Kemudian, buku Minhajut Thalibin ini diringkas oleh Syaikhul Islam Zakaria al-Anshari dalam bukunya al-Manhaj. Buku al-Manhaj ini lalu diringkas oleh Imam alJauhari menjadi an-Nahj. Imam ar-Rafii juga mensyarah kitab al-Wajiz karya Imam Ghazali dalam dua buah karyanya yakni asy-Syarh as-Shagir, dan asy-Syarh al-Kabir yang diberi nama dengan al-Aziz. Kemudian Imam Nawawi meringkas buku al-Aziz karya Imam Rafii tadi menjadi ar-Raudhah (lengkapnya Raudhatut Thalibin wa Umdatul Muftin), lalu Ibnu Maqarra meringkas ar-Raudah menjadi ar-

Raud. Imam Zakaria al-Anshari kemudian mensyarah buku ar-Raud ini dalam karyanya berjudul al-Asna. Ibnu Hajar al-Haitami (w 974 H) meringkas buku ar-Raud ini dalam karyanya berjudul anNaim. Kitab ar-Raudhah juga diringkas oleh Ahmad bin Umar al-Muzjid az-Zabidi dalam karyanya berjudul al-Ibab, kemudian Ibn Hajar al-Haitami mensyarahnya menjadi al-Iiab hanya saja tidak sampai akhir. Imam Suyuthi (w 911 H) meringkas kitab ar-Raudah ini dalam karyanya berjudul al-Gunyah, dan mengumpulkannya menjadi kumpulan nadham dalam karyanya berjudul al-Khulashah, akan tetapi tidak sampai selesai. Imam al-Qazuwaini meringkas buku al-Aziz karya Imam Rafii dalam karyanya berjudul alHawi ash-Shagir, kemudian dikumpulkan dalam nadham-nadham oleh Ibn al-Wardi dalam karyanya berjudul al-Buhjah. Lalu kitab al-Buhjah ini disyarah oleh Syaikhul Islam Zakaria alAnshari dengan dua syarah (hanya tidak disebutkan nama syarah ini). Ibnu al-Maqarri meringkas buku al-Hawi ash-Shagir menjadi al-Irsyad. Al-Irsyad ini disyarah oleh Ibn Hajar al-Haitami dalam dua syarah. Setelah masa Ibnu Hajar al-Haitami ini baru bermunculan buku-buku berupa hasyiyah dari kitab-kitab sebelumnya. Tampak kesinambungan buku-buku fiqh madzhab Syafii ini antara satu dengan yang lainnya. Inilah yang menyebabkan buku-buku fiqh Madzhab Syafii ini menjadi lebih banyak bila dibandingkan dengan madzhab fiqh lainnya. Hal ini juga menjadikan cara penempatan bab-bab fiqh dalam buku-buku fiqh Syafii menjadi hampir sama. Misal, pembagian bab-bab yang disusun dalam kitab al-Umm hampir sama penempatannya dengan buku Minhajut Thalibin atau syarahnya. Berikut adalah urutan sejarah kitab-kitab madzhab Syafii. Dari sejarah perkembangan madzhab Syafii, kitab-kitab fiqh madzhab Syafii dicoba dibagi ke dalam tujuh kelompok. Ketujuh pengelompokan dimaksud adalah: 1. Karya-karya Imam Syafii 2. Karya-karya Ulama Syafiiyyah generasi pertama 3. Karya-karya ulama Syafiiyyah generasi kedua 4. Karya-karya yang berkaitan dengan fiqih muqaran 5. Karya-karya yang membahas tema-tema tertentu dan khusus 6. Karya-karya yang tidak termasuk salah satu dari lima kelompok di atas 7. Karya-karya Madzhab Syafii belakangan Berikut ini penjelasannya, . 1. Karya-karya Imam Syafii .

Berikut ini karya-karya Imam Syafii yang disusun ketika beliau berada di Mesir: 1. Kitab al-Umm 2. Kitab Ikhtilaf Abi Hanifah wabni Abi Laila 3. Kitab Ikhtilaf Ali wa Abdillah bin Masud 4. Kitab Ikhtilaf Malik was Syafii 5. Kitab Jimail Ilm 6. Kitab Bayan Faraidhillah 7. Kitab Shifati Nahyi Rasulillah 8. Kitab Ibthalil Istihsan 9. Kitab ar-Radd Ala Muhammad bin al-Hasan asy-Syaibany 10. Kitab Siyaril Auzai. Semua karya-karya Imam Syafii sebagaimana telah penulis sebutkan di atas, telah ditahkik (diberi catatan kaki) dengan sangat bagus dan lengkap oleh DR. Ahmad Badruddin Hasun dengan judul Mausuah al-Imam asy-Syafii . Buku tahkiknya ini awalnya adalah risalah Dukturah beliau yang diajukan ke Jamiah Islamiyyah di Karachi Pakistan. Buku ini dicetak pertama kali oleh Dar Qutaibah di Beirut pada tahun 1996 dalam 15 Juz yang dikumpulkan dalam 10 Jilid besar. Menurut penulis asli artikel ini, buku tahkikan DR. Ahmad Badruddin Hasun ini adalah yang paling baik dan paling lengkap dalam segi tahkikan dan kekayaan maklumat yang dikandungnya. Untuk mengetahui dalil-dalil di dalam kitab al-Umm ini, ada kitab, yakni Marifatus Sunan wal Atsar karya Imam al-Hafidz al-Baihaqi. Kitab ini sangat berguna untuk mengetahui dalil-dalil Imam Syafii terutama dalil-dalil dari Sunnah dan Atsar serta bagaimana kedudukan haditsnya dan sanadnya. Kadang-kadang dalam kitab al-Umm sendiri tidak disebutkan dalilnya, tapi langsung ke hukumnya. Buku ini dicetak oleh Darul Kutub Ilmiyyah Beirut dengan muhakik Sayyid Karwi Hasan. . 2. Karya-karya Tokoh Ulama Syafiiyyah generasi pertama setelah Imam Syafii Yang dimaksud dengan tokoh Syafiiyyah generasi pertama di sini adalah untuk menyebut dua imam besar madzhab Syafii yakni Imam Rafii (557-623H) dan Imam Nawawi (631-676 H). Karya-karya dua imam ini dalam madzhab Syafii mempunyai kedudukan sangat penting, bahkan terpenting setelah karya-karya Imam Syafii. Ketika seseorang ingin mengetahui pendapat ulama madzhab Syafii (bukan pendapat Imam Syafii ) tentang sebuah masalah, maka karya-karya dua imam ini dapat mewakilinya. Di sini, apabila kedua imam tersebut sepakat dan tidak ada beda pendapat dalam satu masalah, maka pendapat itulah yang dipandang sebagai pendapat yang abash sebagai madzhab Syafii.

Namun, apabila antara Imam Rafii dengan Imam Nawawi berbeda pendapat dan tidak mungkin dapat digabungkan kedua pendapat tersebut, dan antara keduanya sama kuat, maka yang harus didahulukan adalah pendapatnya Imam Nawawi. Mengingat pentingnya karya-karya dua imam dimaksud, berikut ini diketengahkan karya-karya keduanya. A. Karya-karya Imam Abdul Karim bin Muhammad ar-Rafii 1) Kitab al-Muharrar. Buku ini sampai saat ini masih berbentuk makhtutat, manuskrip dan belum ditahkik serta belum dicetak. Barangkali di antara sebab belum ditahkik dan belum dicetaknya, lantaran sudah terwakili oleh buku Minhajut Thalibin yang merupakan ringkasan dari Kitab al-Muharrar tersebut. 2) Kitab asy-Syarhus Shagir. Buku ini merupakan syarah terhadap buku Imam al-Ghazali yang berjudul al-Wajiz. Buku ini, sudah ditahkik oleh mahasiswa magister Jamiah al-Jinan alLubnaniyyah, hanya saja sampai saat ini belum dicetak. 3) Kitab al-Aziz Syarh al-Wajiz atau asy-Syarh al-Kabir. Buku ini merupakan buku terpenting dan terbesar dari karya Imam Rafii. Buku ini merupakan syarah dari buku al-Wajiz karya Imam al-Ghazali, dengan syarah yang sangat luas dan panjang. Dalam penjabarannya, Imam Rafii dalam buku ini terlebih dahulu menjelaskan persoalan, kemudian kaitannya dengan pendapat Imam Syafii serta pendapat para ashhabnya, kemudian diakhiri dengan pemilihan mana yang dipandang sebagai madzhab Syafii. Buku ini ditahkik oleh Adil Ahmad Abdul Maujud dan Ali Muhammad Muawwad serta dicetak oleh Darul Kutub al-Ilmiyyah pada tahun 1997. B. Karya-karya Imam Nawawi Imam Nawawi mengarang banyak buku fiqh dalam Madzhab Syafii. Sementara buku-bukunya yang masih ada yang dipandang sangat penting, adalah: 1) Kitab Minhajut Thalibin. Buku ini merupakan ringkasan dari buku al-Muharrar karya Imam Rafii. Buku Minhajut Thalibin ini dinilai buku yang sangat penting bahkan terpenting di antara buku-buku periode pertama Madzhab Syafii. Umumnya, buku ini menjadi rujukan utama para ulama Syafiiyyah dalam menetapkan sebuah persoalan. Oleh karena itu, buku ini mempunyai syarah dan hawasyi yang sangat banyak. Di antara syarah terhadap buku ini adalah Mughnil Muhtaj karya al-Khatib asy-Syarbini, alManhaj wa Syarhuh karya Syaikhul Islam Zakaria al-Anshari, Tuhfatul Muhtaj karya Ibnu Hajar al-Haitami, dan Nihayatul Muhtaj karya Imam ar-Ramli. 2) Raudhatut Thalibin wa Umdatul Muftin. Buku ini merupakan ringkasan dari buku al-Aziz Syarh al-Wajiz karya Imam Rafii. Buku ini lebih tebal dari pada buku Minhajut Thalibin di atas.

3) Al-Majmu Syarh al-Muhadzab. Buku ini merupakan buku terbesar dan terpenting dari karya Imam Nawawi. Buku ini merupakan syarah dari buku al-Muhadzab karya Abu Ishak asSyairazi (w 476) sekaligus sebagai buku syarah paling terkenal dan paling bagus dari pada syarah-syarah al-Muhadzab lainnya. Buku ini sangat tebal terdiri tidak kurang dari 30 jilid lebih. Dalam buku ini Imam Nawawi bukan semata mengungkapkan pendapat Madzhab Syafii, akan tetapi juga membandingkannya dengan madzhab-madzhab lainnya yang tentunya disertai dengan munaqasyah dan rad-rad tajam. Hanya saja, Imam Nawawi meninggal sebelum beliau menyelesaikan buku al-Majmu ini. Imam Nawawi menulis buku ini hanya sampai pada Bab Riba dari Kitab al-Buyu. Kemudian Imam Taqiyuddin as-Subuki (w 756) mencoba melengkapinya, namun juga keburu meninggal. Beliau hanya dapat melengkapi sekitar tiga jilid saja. Beberapa ulama lain yang melengkapi buku alMajmu ini adalah al-Allamah Isa bin Yusuf Mannun (w 1376 H) dan Muhammad Najib alMuthii (w 1406 H). Buku al-Majmu ini adalah buku terakhir Imam Nawawi. Meski demikian, para ulama Syafiiyyah berikutnya dalam menetapkan sebuah persoalan lebih banyak berpegang kepada Minhajut Thalibin dan Raudhatut Thalibin dari pada kepada alMajmu. Hal ini barangkali di antaranya disebabkan bahwa kitab al-Majmu ditulis bukan oleh Imam Nawawi secara lengkap, akan tetapi juga ditulis oleh ulama-ulama lainnya sebagaimana telah disebutkan di atas. 4) Syarah Shahih Muslim. Imam Nawawi juga mensyarah kitab Shahih Muslim dalam karyanya berjudul al-Minhaj Syarh Shahih Muslim bin al-Hijaj. Buku ini dinilai sebagai buku syarah terpenting dan terbaik juga lebih terkenal dari pada syarah-syarah lainnya terhadap Shahih Muslim. Buku ini dicetak beberapa kali cetakan dan oleh beberapa penerbit. Ada yang dicetak oleh Dar Ihya at-Turats al-Arabi yang berikan nomor oleh Ustadz Muhammad Fuad Abdul Baqi, ditahkik oleh Syaikh Irfan Hasunah dan diberi kata pengantar oleh DR Muhammad al-Marisyli. Bagaimana cara mentarjih antara aqwal dalam madzhab Syafii Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya, bahwa pendapat Imam Syafii (al-aqwal) terkadang lebih dari satu demikian juga dengan pendapat para ulama Syafiiyyah generasi awal (al-aujuh). Untuk itu, dibutuhkan upaya tarjih di antara pendapat-pendapat tersebut. Upaya untuk mentarjih aqwal tersebut telah dilakukan oleh dua Imam besar yakni Imam Rafii dan Imam Nawawi. Berikut penuturan Imam Nawawi dalam mukaddimah kitab al-Majmu Syarah al-Muhadzab, mengenai metode tarjih yang dipakainya apabila terjadi perbedaan di antara aqwal tersebut: 1. Pendapat Imam Syafii yang tidak bertentangan dengan dalil baik pendapat lama (al-qaul alqadim) maupun pendapat baru (al-qaul al-jadid) adalah yang diambil sebagai pendapat Madzhab Syafii .

2. Qaul Jadid Imam Syafii dipandang sebagai Madzhab Syafii apabila secara terang-terangan bertentangan dengan qaul qadim. Namun, apabila qaul jaded tidak bertentangan dengan qaul qadim, atau tidak diketemukan pendapat Imam Syafii dalam qaul jaded, maka qaul qadim itulah yang dipandang sebagai madzhab Syafii. 3. Apabila ada dua pendapat Imam Syafii yang sama baik dari segi baru, lama atau dalilnya, maka ambillah pendapat yang paling akhir dari kedua pendapat tersebut, apabila diketahui pendapat mana yang paling akhir. Namun, apabila tidak diketahui pendapat yang paling akhir, maka ambil pendapat yang ditarjih sendiri oleh Imam Syafii . 4. Apabila pendapat-pendapat Imam Syafii tersebut tidak diketahui mana yang murajjah dan mana yang murajjihnya, baik dari segi qadim jadidnya atau dari sisi tidak ada tarjih sama sekali dari Imam Syafii , maka harus dicari mana yang paling rajih dengan jalan disesuaikan dengan nash-nash dari Imam Syafii lainnya, metode dan kaidah pengambilan hukumnya serta ushulushul yang biasa dipakai oleh Imam Syafii . . 3. Karya-karya para ulama Syafiiyyah generasi kedua Dimaksudkan dengan karya-karya para ulama Syafiiyyah generasi kedua ini adalah masa munculnya dua Imam besar yakni Ibn Hajar al-Haitami (w 974 H) dan Syamsud Din Muhammad ar-Ramli (w 1004 H). Besarnya sumbangsih kedua Imam ini terutama dengan syarah keduanya terhadap kitab Minhajut Thalibin karya Imam Nawawi. Berikut adalah karya kedua imam dimaksud, 1. Tuhfatul Muhtaj bi Syarh al-Minhaj. Buku ini ditulis oleh Imam Ibn Hajar al-Haitami sebagai syarah terhadap kitab Minhajut Thalibin karya Imam Nawawi. Buku ini dicetak beberapa kali dan mempunyai dua hasyiyah yaitu Hasyiyah al-Allamah Ahmad bin Qasim al-Ubady (w 994 H) dan Hasyiyah al-Allamah Abdul Hamid asy-Syarwany. Buku ini di antaranya dicetak oleh Darul Kutub al-Ilmiyyah Beirut dengan muhaqiq Syaikh Muhammad Abdul Aziz al-Khalidydan tahkikan beliau hemat penulis lebih bagus dan lebih lengkap. 2. Nihayatul Muhtaj Ila Syarh al-Minhaj. Buku ini juga merupakan syarah dari buku Minhajut Thalibin Imam Nawawi yang ditulis oleh Imam Syamsud Din ar-Ramly. Buku ini juga dicetak beberapa kali serta mempunyai dua hasyiyah yakni Hasyiyah al-Allamah Nurud Din Ali bin Ali asy-Syibramalisi (w 1087 H) dan Hasyiyah al-Allamah Ahmad Abdur Razaq yang dikenal dengan sebutan al-Maghriby ar-Rasyidy (w 1096 H)

Baik buku Tuhfatul Muhtaj maupun Nihayatul Muhtaj merupakan dua buah buku yang banyak dijadikan pegangan oleh ulama Syafiiyyah dalam menetapkan hukum sebuah persoalan atau dalam berfatwa setelah masa Imam Nawawi. Apabila ada persoalan yang tidak dibahas di kedua kitab itu, maka acuan diambil dari karyakarya Syaikhul Islam Zakaria al-Anshari (w 926 H), khususnya kitab al-Manhaj yakni buku ringkasan dari Kitab Minhajut Thalibin dan buku al-Ghurar al-Bahiyyah fi Syarh Mandhumatil Buhjah al-Wardiyyahkedua buku tersebut telah dicetak. Kemudian setelahnya adalah kitab Mughnil Muhtaj Ila Marifati Maani Alfadh al-Minhaj karya al-Khatib asy-Syarbini (w 977) yang juga merupakan syarah terhadap kitab Minhajut Thalibin. Buku ini juga dicetak dan sangat terkenal di kalangan madzhab Syafii, termasuk dijadikan referensi utama di lingkungan Universitas al-Azhar fakultas Syariah Islamiyyah. Setelah buku Mughnil Muhtaj, maraji fiqh Syafii berikutnya adalah buku-buku hasyiyah (hasyiyah adalah syarah dari buku syarah) misalnya hawasyi yang telah disebutkan di atas, juga hasyiyah Qalyuby Umairah karya Syaikh Syihabuddin al-Qalyubi dan Syaikh Umairah yang merupakan syarah dari syarah Imam Jalaluddin al-Mahally terhadap kitab Minhajut Thalibin karya Imam Nawawi. Apabila terjadi perbedaan pendapat antara Imam Ibnu Hajar al-Haitami dengan Imam Syamsuddin ar-Ramli, ada perbedaan prioritas antara ulama Mesir dengan ulama Hijaj. Menurut ulama Mesir, maka pendapat ar-Ramli yang harus didahulukan khususnya apa yang tertera dalam kitabnya, Nihayatul Muhtaj. Hal ini karena buku tersebut telah disodorkan, dibaca, diminta kritik serta dibetulkan oleh pengarangnya sendiri kepada 400 ulama. Sehingga dengan demikian, keabsahan buku tersebut dapat dikatakan mutawatir dan karenanya harus lebih didahulukan dari pada yang lainnya. Sedangkan menurut ulama Hijaj, Hadramaut, Syam, Yaman, bahwa yang harus diambil manakala terjadi pertentangan antara ar-Ramli dengan al-Haitami adalah pendapat Ibn Hajar alHaitami khususnya yang tercantum dalam bukunya Tuhfatul Muhtaj. Hal ini dikarenakan buku tersebut mencakup juga nushush dari Imam al-Haramain al-Juwaini. Kedua kitab di atas dipandang telah mencukupi sebagai pegangan dalam madzab syafii. Ada dua alasan penting: 1. Banyak para ulama Syafiiyyah setelah masa Imam ar-Ramli yang memuji dengan sangat kehebatan dan keunggulan dua buah buku tersebut yakni at-Tuhfah dan an-Nihayah. Sehingga para ulama Syafiiyyah menjadikannya sebagai pegangan utama ketika mereka berfatwa. Salah satunya adalah al-Alamah Muhammad bin Sulaiman al-Kurdi asy-Syafii (w 1194 H) dalam bukunya berjudul al-Fawaid al-Madaniyyah Fiman Yufta Biqaulihi Min Aimmah asySyafiiyyah sebagaimana dikutip dalam buku at-Tahdzib fi Fiqh al-Imam asy-Syafii karya Imam al-Baghawi (I/50-51).

2. Kedua Imam Ibn Hajar al-Haitami dan Syamsud Din ar-Ramli dalam kitabnya at-Tuhfah dan an-Nihayah, ketika membahas masalah-masalah fiqh, seringkali menyebut perbedaan pendapat antara Imam Rafii dan Imam Nawawi. Disamping karena usaha dan kejuhudan keduanya dalam menggali gagasan-gagasan dan pemikiran fiqh Imam Nawawi dan Rafii tidak diragukan lagi. Namun tentu saja tetap lebih baik jika mengkaji pula kitab-kitab Imam Nawawi dan Imam Rafii. . 4. Karya-karya fiqh perbandingan (al-fiqh al-muqaran) Buku-buku yang membandingkan juga me-rad dan mentarjih buku-buku fiqh madzhab lainnya, pada masa lalu disebut dengan buku yang berbicara tentang ilmul khilaf atau dalam istilah sekarang, al-fiqh al-muqaran, fiqh perbandingan. Kelebihan kitab ini adalah adanya perbandingan dengan madzab-madzab lain. Berikut ini bukubuku fiqh Muqaran yang ditulis oleh ulama madzhab Syafii, a. Al-Hawi al-Kabir. Buku ini ditulis oleh al-Imam Ali bin Muhammad bin Habib al-Mawardi ( w 450 H) yang merupakan syarah dari kitab Mukhtashar al-Muzani karya Imam Muzani. Buku ini merupakan syarah al-Mukhtashar yang sangat panjang. Di dalamnya dikemukakan pendapat-pendapat Imam Syafii, juga pendapat ashshab Imam Syafii berikut dalil-dalilnya serta dibandingkan dengan madzhab fiqh lainnya semisal dengan madzhab Malikiyyah, Hanabilah, Dhahiriyyah. Buku ini pertama kali dicetak oleh Darul Kutub al-Ilmiyyah Beirut tahun 1994 dalam 18 jilid besar dengan muhakkik Ali Muhammad Muawwad dan Adil Ahmad Abdul Maujud. b. Al-Majmu Syarh al-Muhadzab. Telah dibahas. c. Hilyatul Ulama fi Marifati Madzahib al-Fuqaha. Buku ini ditulis oleh Imam Saifud Din Abu Bakar Muhammad bin Ahmad asy-Syasyi al-Qaffal (w 507 H). Buku ini bukan merupakan syarah atau ringkasan dari buku-buku sebelumnya. Buku ini dicetak oleh Maktabah ar-Risalah Amman pada tahun (cetakan pertama) 1988 yang terdiri dari delapan jilid besar-besar. . 5. Buku-buku Fiqh Madzhab Syafii yang berbicara tentang bab-bab / tema-tema tertentu Buku-buku ini adalah buku-buku madzhab Syafii akan tetapi hanya membahas tema-tema tertentu dan terbatas. Untuk lebih jelasnya, berikut ini buku-buku bermadzhab Syafii yang membahas tema-tema tertentu. 1) Al-Ahkam as-Sulthaniyyah wal Wilayat ad-Diniyyah. Buku ini dikarang oleh Imam Ali bin Muhammad bin Habib al-Mawardi ( w 450 H).

Buku ini merupakan buku madzhab Syafii paling popular yang berbicara tentang siyasah syariyyah. Dalam menyajikan persoalannya, Imam Mawardi dalam buku ini mencoba mengetengahkan dengan model perbandingan (muqaranah). Buku ini terdiri dari dua puluh bab, di antaranya menjelaskan tentang hokum khilafah, wizarah, wilayah al-madhalim, qadha, hokum-hukum yang berkaitan dengan fai, jizyah, kharaj dan lainnya. 2) Giyas al-Umam fit Tiyas adh-Dhulam. Buku ini sering disingkat dengan nama al-Giyasi. Dikarang oleh Imam al-Haramain al-Juwaini (w 478 H) yang dipersembahkan untuk salah seorang menteri saat itu yang bergelar Giyas ad-Daulah Nidham al-Mulk (w 485 H). Buku ini hampir sama dengan buku al-Ahkam as-Sulthaniyyah karya Imam Mawardi dari segi tema-tema yang dibahasnya, hanya saja buku ini lebih menekankan pada pembahasan teori-teori khilafah Islamiyyah dan kejadian-kejadian masa silam. Buku ini dicetak beberapa kali oleh beberapa penerbit, di antaranya pernah dicetak oleh Kuliyyah Syariah Jamiah Qatar. 3) Adabul Qadha. Buku ini seringkali disebut juga dengan nama ad-Durar al-Munadhamat fil Aqdiyyah wal Hukumat. Ditulis oleh sejarawan ternama al-Qadhi Syihabuddin Ibrahim bin Abdullah atau yang lebih dikenal dengan sebutan Ibn Abid Dam al-Hamawi (w 642 H). Buku ini merupakan buku terpenting dalam madzhab Syafii yang berbicara tentang hokumhukum yang berkaitan dengan dakwaan, bukti, saksi atau yang sering kita kenal sekarang dengan Ilmu Beracara di pengadilan. Buku ini pernah ditahkik oleh DR. Muhyiud Din Hilal Sarhan alIraqi untuk mengambil gelar duktur di Universitas al-Azhar fakultas Syariah dan dicetak di Beirut dalam dua jilid lumayan tebal. 4) Nihayatul Hidayah Ila Tahrir al-Kifayah fi Ilm al-Faraid. Buku ini ditulis oleh Syaikhul Islam Zakaria bin Muhammad al-Anshari (w 926 H). Buku ini sesuai dengan namanya merupakan buku yang berbicara tentang hokum warits Islam bermadzhab Syafii. Dan buku ini, hemat penulis, merupakan buku yang sangat penting dalam mengkaji Ilmu Warits. Buku ini dicetak oleh Dar Ibn Khuzaemah Riyad, tahun 1420 H. 6. Buku-buku Madzhab Syafii yang tidak termasuk salah satu bagian dari lima kelompok sebelumnya Buku-buku ini adalah buku-buku bermadzhab Syafii juga, hanya saja bukan termasuk atau berkaitan dengan karya-karya Imam Nawawi, Imam Rafii atau Imam al-Haitami dan Imam arRamli, juga bukan buku-buku tentang ilmul khilaf. Buku-buku ini sama dipandang penting, hanya tidak sepenting buku-buku sebelumnya. Bukubuku yang termasuk kelompok ini dibagi kepada dua bagian, yakni buku-buku yang dikarang sebelum karya-karya ulama Syafiiyyah generasi kedua dan setelah generasi kedua. Pertama, buku-buku yang dikarang sebelum masa ulama Syafiiyyah generasi kedua (sekitar setelah wafatnya Imam Syafii sampai abad ke-10 Hijriyyah) adalah:

1. Al-Muhadzab fi Fiqh al-Imam asy-Syafii. Buku ini dikarang oleh Imam Abu Ishak asySyairazi (w 476 H). Buku ini dicetak beberapa kali oleh beberapa penerbit yang salah satunya dicetak oleh Darul Qalam Damaskus sebanyak enam jilid tebal-tebal dan ditahkik oleh Muhammad az-Zuhaili. 2. Al-Wasith fil Madzhab. Buku ini ditulis oleh Imam Abu Hamid al-Ghazali (w 505 H) yang merupakan ringkasan dari bukunya yang berjudul al-Basith dan al-Basith ini juga merupakan ringkasan dari buku karya Imam al-Haramain al-Juwaini yang berjudul Nihayatul Mathlab fi Dirayah al-Madzhab. Buku ini juga telah dicetak beberapa kali di antaranya oleh Wizaratul Auqaf was Syuun al-Islamiyyah, Qatar pada tahun 1993 yang ditahkik oleh DR Ali Muhyiyud Din al-Qurrah Dagi. Kedua buku ini yakni al-Muhadzab dan al-Wasith sempat dijadikan buku terpenting yang menjadi rujukan para fuqaha Syafiiyyah dalam memberikan fatwa sebelum munculnya karyakarya Imam Nawawi dan Imam Rafii. Setelah muncul dua imam tersebut, perhatian beralih kepada karya-karya keduanya, karena dipandang lebih lengkap dan lebih mendalam. 3. Al-Wajiz fi Fiqh al-Imam asy-Syafii . Buku ini juga dikarang oleh Imam Ghazali sebagai ikhtishar atas buku sebelumnya yakni al-Wasith. Buku ini telah dicetak oleh Darul Kutub Ilmiyyah Beirut pada tahun 1997 dengan muhakkik Adil Ahmad Abdul Maujud dan Ali Muhammad Muawwad. 4. At-Tahdzib fi Fiqh al-Imam asy-Syafii . Buku ini ditulis oleh Imam Abu Muhammad alHusain bin Masud al-Bagawi (w 516 H). Buku ini dicetak oleh Darul Kutub Ilmiyyah Beirut pada tahun 1997 yang terdiri dari delapan jilid besar dengan muhakkik Adil Ahmad Abdul Maujud dan Ali Muhammad Muawwad. 5. Ajalatul Muhtaj Ila Taujih al-Minhaj. Buku ini ditulis oleh Imam Sirajuddin Abu Hafsh Umar bin Ali yang dikenal dengan samaran Ibn al-Mulaqqan (w 804 H). Buku ini juga merupakan syarah Minhajut Thalibin karya Imam Nawawi dan dicetak oleh Darul Kitab Jordan dalam empat jilid besar dengan muhakkik Ustadz Izzud Din Hisyam bin Abdul Karim alBadrany pada tahun 2001. 6. Kanzur Ragibin fi Syarh Minhajut Thalibin. Buku ini ditulis oleh Imam Jalaluddin Muhammad bin Ahmad al-Mahalli (w 864 H). Buku ini terkenal dengan nama Syarah alMuhalla Alal Minhaj. Buku ini juga dinilai sebagai salah satu buku terpenting dalam syarah terhadap kitab Minhajut Thalibin karya Imam Nawawi dan senantiasa dijadikan rujukan oleh para ulama Syafiiyyah sebelum datangnya dua buah syarah, Tuhfatul Muhtaj dan Nihayatul Muhtaj karya Imam alHaitami dan ar-Ramli. Begitu datang dua syarah tersebut, buku Syarah al-Muhalla kemudian ditinggalkan dan berpaling kepada dua syarah karya ar-Ramli dan al-Haitami. Buku Syarah al-Muhalla ini menjadi muqarrar pada mata kuliah fiqh di Universitas al-Azhar asySyarif sampai saat makalah ini ditulis. Buku ini mempunyai dua hasyiyah, yang pertama Hasyiyah Syihabuddin Ahmad al-Burullusy yang mempunyai nama panggilan Umairah (w 957

H) dan Hasyiyah Syihabuddin Ahmad bin Ahmad bin Salamah al-Qalyubi (w 1069 H). Keduanya terkenal dengan sebutan Hasyiyatai al-Qalyubi wa Umairah. Buku ini beberapa kali dicetak dan yang penulis pandang lebih bagus adalah yang ditahkik oleh Syaikh Abdul Latif Abdur Rahman cetakan Darul Kutub al-Ilmiyyah Beirut dalam lima jilid besar-besar. Dicetak pertama kali pada tahun 1997. Kedua, buku-buku yang ditulis setelah masa ulama Syafiiyyah generasi kedua (dari tahun 1004 H-1335 H). Buku-buku yang termasuk kelompok ini adalah: 1. Futuhat al-Wahab bi Taudih Syarh Manhaj at-Thulab. Buku ini ditulis oleh al-Allamah Sulaiman bin Umar bin Manshur al-Ujaili yang terkenal dengan sebutan al-Jamal (w 1204 H). Buku ini merupakan syarah dari kitab Syarah Manhajut Thulab. Dan kitab Manhajut Thulab ini merupakan ringkasan dari buku Minhajut Thalibin karya Imam Nawawi. Baik kitab Manhaj atThulab maupun Syarahnya, keduanya ditulis oleh Syaikhul Islam Zakaria al-Anshari (w 926 H). Jadi, kitab Futuhat al-Wahab bi Taudih Syarh Manhaj at-Thulab ini merupakan buku Hasyiyah atas kitab Syarh al-Manhaj. Buku Futuhat al-Wahab lebih dikenal dengan sebutan Hasyiyah alJamal. Buku ini dicetak berulang-ulang, dan yang paling baik, menurut penulis, adalah yang ditahkik oleh Syaikh Abdur Razaq Galib al-Mahdi yang dicetak oleh Darul Kutub al-Ilmiyyah Beirut dalam delapan jilid tebal. Dicetak pertama kali pada tahun 1996. 2. Hasyiyah asy-Syarqawi. Buku ini ditulis oleh al-Alamah Abdullah bin Hijazi bin Ibrahim asy-Syarqawi (w 1226 H) yang merupakan syarah dari kitab Tuhfatut Thullab bi Syarh Tahrir Tanqih al-Lubab. Buku ini lebih dikenal dengan Hasyiyah asy-Syarqawi ala Syarh at-Tahrir. Buku Tahrir Tanqih al-Lubab merupakan ringkasan dari fiqh Syafii dan kemudian buku tersebut disyarah dengan nama Tuhfatut Thulab. Baik buku Tahrir Tanqih al-Lubab maupun buku Tuhfatut Thulab, keduanya merupakan karya Syaikhul Islam Zakaria al-Anshari. Buku ini di antaranya dicetak oleh Darul Kutub al-Ilmiyyah Beirut pada tahun 1997 dengan muhakkik Syaikh Mushtafa bin Hanafi ad-Dzahabi dalam empat jilid besar. 3. Ianatut Thalibin. Buku ini ditulis oleh al-Alamah Utsman bin Muhammad Syatha adDimyathi al-Bikry (wafat pada abad ke 14 Hijriyyah, tidak diketahui tahun kewafatannya). Buku ini juga merupakan buku Hasyiyah terhadap kitab Fathul Muin yang merupakan syarah dari Kitab Qurratul Ain bi Muhimmatid Din. Buku Qurratul Ain bi Muhimmatid Din merupakan ringkasan dari Fiqh Syafii . Syarah dari buku Qurratul Ain bi Muhimmatid Din adalah Fathul Muin, dan keduanya merupakan karya al-Allamah Zainuddin al-Mullibary (w 987 H). Buku Ianatut Thalibin dicetak beberapa kali dan salah satunya dicetak oleh Darul Kutub alIlmiyyah Beirut pada tahun 1995 dalam empat jilid besar. 4. Tarsyih al-Mustafiidiin. Buku ini juga merupakan buku Hasyiyah ringkas yang ditulis oleh al-Allamah Alawy bin Ahmad bin Abdur Rahman as-Saqqaf al- Makky (w 1335 H). Buku ini merupakan buku Hasyiyah terhadap kitab Fathul Muin karya al-Mullibarypenjelasan

mengenai buku Fathul Muin ini lihat di nomor tiga. Buku ini dicetak oleh Maktabah al-Ghazali Damaskus dalam satu jilid. . 7. Karya-karya madzhab Syafii belakangan. Pada bagian ini, kita akan berbicara tentang buku-buku yang ditulis seputar fiqh Syafii yang berkisar antara tahun 1335 H sampai sekarang 1426 H. Buku-buku yang berbicara tentang madzhab Syafii pada abad belakangan ini akan penulis kemukakan, tentunya sepengetahuan penulis yang sangat sederhana. Namun sebelumnya, perlu penulis kemukakan, bahwa buku-buku fiqh Syafii yang ditulis belakangan ini mempunyai dua kelebihan: Pertama, bahasa dan susunanya mudah dipahami, jelas dan padat berisi tidak bertele-tele. Kedua, bahasan dan persoalan yang dikemukakan betulbetul yang terjadi saat ini, bukan sesuatu yang tidak terjadi lagi. Misalnya tidak adanya bahasan tentang perbudakan dan atau yang sejenisnya. Untuk lebih jelasnya, berikut ini buku-buku yang termasuk kelompok terakhir, abad belakangan, masa kini, di antaranya: 1) Zadul Muhtaj fi Syarh al-Minhaj. Buku ini ditulis oleh Syaikh Abdullah bin Hasan Ali Hasan al-Kuhaji (w 1400 H) dan merupakan syarah dari kitab Minhajut Thalibin karya Imam Nawawi yang dalam penyusunannya berpegang kepada kitab Mughnil Muhtaj Ila Marifat Maani Alfadh al-Minhaj karya al-Khatib asy-Syarbini (w 977 H). Buku ini terdiri dari empat jilid dan dicetak oleh al-Maktabah al-Ashriyyah Beirut dengan muhakkik Ustadz Abdullah alAnshari. 2) Al-Fiqh al-Manhaji Ala Madzhab al-Imam asy-Syafii . buku ini ditulis oleh tiga ulama besar Damaskus masa kini yaitu oleh DR. Mustafa Said al-Khinn, DR. Mushtafa Dibul Bugha, dan Syaikh Ali asy-Syarbiji. Buku ini selesai ditulis pada tahun 1978 M, dan dicetak beberapa kali di antaranya oleh Darul Qalam Damasykus pada tahun 1998 (cetakan ketiga) dan terdiri dari tiga jilid. 3) Ad-Durar an-Naqiyyah fi Fiqh as-Sadah asy-Syafiiyyah. Buku ini ditulis oleh Syaikh Muhammad ash-Shadiq Qamhawi, salah seorang pengawas umum al-Azhar asy-Syarif Mesir. Buku ini ditulis untuk dijadikan muqarrar bagi siswa tingkat Aliyah di Mahad-mahad al-Azhar. Buku ini teleh dicetak beberapa kali di antaranya oleh al-Maktabah al-Azhariyyah lit Turats pada tahun 1997 yang terdiri dari empat jilid ukuran kecil. 4) Taisir Fathil Qarib al-Mujib lit Thalib al-Azhary an-Najib fi Shurah Sail wa Mujib. Buku ini ditulis oleh dua ulama kenamaan Mesir saat ini yakni oleh DR. Nashr Farid Muhammad Washil, mantan mufti Jumhuriyyah Mesir sebelum Prof. DR. Ahmad Thayyib juga ketua jurusan Fiqh Islam Universitas al-Azhar dan DR. Abdul Hamid as-Sayyid Muhammad Abdul Hamid, dekan Mahad Idad ad-Duah di propinsi Qana, Mesir. Buku ini ditulis juga untuk dijadikan muqarrar bagi siswa siswi Tsanawiyyah (menengah) di seluruh mahad al-Azhar. Buku ini

dicetak oleh al-Maktabah al-Azhariyyah lit Turats, Kairo pada tahun 1996 yang terdiri dari tiga jilid kecil. . Istilah-Istilah dalam madzhab Syafii iyah Para ulama Syafiiyyah dalam buku-bukunya seringkali menggunakan beberapa istilah khusus. Terkadang ada beberapa istilah dalam satu buku madzhab Syafii yang makna dan maksudnya berbeda dengan apa yang ada dalam buku lain. Untuk mengetahui makna dari istilah-istilah dimaksud, anda dapat membacanya pada pendahuluan atau lembar-lembar awalnya. Biasanya di sana terdapat petunjuk praktis untuk hal tersebut. Penjelasan istilah-istialah di awal ini, misalnya anda dapat temukan dalam buku alMajmu Syarah al-Muhadzab karya Imam Nawawi. Berikut ini adalah istilah-istilah yang digunakan hampir dalam semua buku fiqh Syafiiyyah yang mempunyai pengertian dan maksud yang sama. Di antara istilah-istialah dimaksud adalah: 1. Al-Aqwal. Apabila anda mendapatkan kata al-qaul atau al-aqwal dalam buku-buku Syafiiyyah, maka maksudnya adalah perkataan atau hasil ijtihad Imam Syafii, baik dalam qaul qadimnya maupun qaul jadidnya. 2. Al-Qaul al-Qadim, maksudnya adalah pedapat Imam Syafii sebelum pindah ke Mesir baik berupa karya maupun fatwa. Di antara para periwayat qaul qadim ini adalah Imam az-Zafarany, al-Karabisy dan Abu Tsaur. Jadi apabila anda mendapatkan pendapat Imam Syafii dari riwayat mereka, maka itu adalah pendapat lama Imam Syafii (qaul qadim). 3. Al-Qaul al-Jadid, adalah pendapat Imam Syafii ketika di Mesir, baik berupa karya buku maupun fatwa. Murid-murid Imam Syafii yang seringkali meriwayatkan qaul jadidnya ini di antaranya adalah: al-Buwaithi, al-Muzani dan ar-Rabi al-Muradi. 4. Al-Wujuh atau al-Aujuh, maksudnya adalah pendapat para ulama Syafiiyyah berdasarkan kaidah-kaidah dan ushul Imam Syafii . Menurut Imam Nawawi, bahwa al-aujuh ini tidak dapat dinisbahkan kepada Imam Syafii , lantaran ia hanya pendapat ulama Syafii yyah saja. 5. At-Thuruq adalah istilah untuk perbedaan pendapat para ulama Syafiiyyah dalam meriwayatkan madzhabnya. Misalnya, apabila dalam satu masalah, menurut satu ulama Syafiiyyah, dalam masalah ini ada dua pendapat, sementara menurut ulama yang lain, hanya ada satu pendapat, menurut yang lainnya ada beberapa aujuh dan lainnya, maka perbedaan tersebut disebut dengan ath-thuruq. 6. Al-Adhhar, adalah pendapat yang paling rajih dari dua atau beberapa pendapat Imam Syafii .Jadi al-adhhar digunakan manakala ada dua atau beberapa pendapat Imam Syafii yang samasama kuatnya dari segi kekuatan dalilnya, akan tetapi salah satunya dapat ditarjih sehingga dipandang sebagai lebih kuat dari yang lainnya. Pendapat Imam Syafii yang dipandang lebih kuat ini disebut dengan al-adzhar, sedangkan pendapat sebaliknya yang tidak kuat disebut dengan ad-dhahir. 7. Al-Masyhur adalah apabila terjadi perbedaan antara dua pendapat atau lebih dari Imam Syafii, hanya saja perbedaan pendapatnya ini tidak kuat, lemah, karena dari segi kekuatan dalilnya kurang memenuhi misalnya, lalu dari beberapa pendapat tersebut ada yang dipandang lebih kuat, maka yang lebih kuat, rajihnya ini disebut dengan al-masyhur. Sebaliknya, pendapat yang tidak kuatnya disebut dengan al-gharib.

8. Al-Ashah. Apabila terjadi perbedaan pendapat antara dua atau lebih pendapat ulama Syafiiyyah (al-aujuh), dan kedua pendapat yang bertentangan tersebut sama-sama kuat dari segi dalilnya, maka pendapat yang dipandang lebih rajih disebut dengan al-ashah. Sedangkan pendapat ulama Syafii yyah yang tidak kuatnya disebut dengan ash-shahih. 9. Ash-Shahih. Apabila terjadi perbedaan pendapat antara dua atau lebih pendapat ulama Syafii yyah (al-aujuh), namun kedua pendapat tersebut lemah dari segi kekuatan dalilnya, maka pendapat yang dipandang paling rajih disebut dengan ash-shahih, sementara sebaliknya, pendapat yang lemahnya disebut dengan adh-dhaif atau al-fasid. 10. Al-Madzhab. Apabila terjadi perbedaan pendapat antara para ulama Syafiiyyah dalam meriwayatkan madzhab Syafii (ath-thuruq), namun salah satunya dipandang sebagai yang lebih kuat, maka yang dipandang lebih kuat tersebut disebut dengan al-madzhab. 11. Al-Asybah. Apabila dalam satu masalah ada dua hokum yang didasarkan kepada Qiyas, akan tetapi salah satunya illatnya lebih kuat dari pada yang lain, maka yang lebih kuat illatnya ini disebut dengan al-asybah. 12. An-Nash adalah pendapat yang diambil langsung dari buku-buku karya Imam Syafii. Kebalikan dari an-nash adalah al-mukharraj. Al-Mukharraj adalah pendapat yang bukan dari Imam Syafii akan tetapi dari ulama Syafiiyyah. 13. Al-Ashhab adalah para fuqaha Syafiiyyah yang ilmunya sangat dalam dan luas sehingga mereka dapat beristinbath sendiri dalam hokum-hukum fiqih namun tetap berpegang kepada ushul Imam Syafii . . Beberapa istilah ulama Syafii yyah Dalam buku-buku Syafiiyyah, selain istilah-istilah fiqh, juga seringkali didapatkan laqab bagi para ulamanya. Hal ini tentu dimaksudkan selain untuk memudahkan, juga untuk menunjukkan penghormatan dan kedudukan ulama tersebut di kalangan madzhab Syafii . Di antara istilahistilah ulama Syafii yyah dimaksud adalah: 1. Al-Imam. Apabila didapatkan kata al-Imam, maka maksudnya adalah Imam Haramain alJuwaini (w 478 H) 2. Al-Qadhi, maksudnya adalah al-Qadhi Husain (w 462 H) 3. Al-Qadiyain maksudnya adalah Imam ar-Ruwiyani (w 502 H) dan Al-Mawardi (w 450). 4. Ar-Rabi, maksudnya adalah ar-Rabi bin Sulaiman al-Muradi, murid Imam Syafii (w 270 H). 5. Asy-Syarih al-Muhaqiq, maksudnya adalah Jalaluddin al-Mahally (w 864 H) 6. Asy-Syaikhaini, maksudnya adalah Imam an-Nawawi (w 676 H) dan Imam ar-Rafii (w 623 H) 7. Asy-Syuyukh, maksudnya adalah Imam Nawawi, Imam Rafii dan Taqiyuddin as-Subuki (w 756) 8. Apabila al-Khatib asy-Syarbini (w 977 H) dan Syamsuddin ar-Ramli (w 1004 H) dalam karyakaryanya mengatakan Syaikhul Islam, maka maksudnya adalah Imam Zakaria al-Anshari (w 926 H). Namun, apabila al-Khatib asy-Syarbini berkata Syaikhii, maksudnya adalah Syihabuddin ar-Ramli (w 957) 9. Apabila Imam Nawawi dalam bukunya al-Majmu berkata al-Qaffal, maksudnya adalah Imam al-Maruzi (w 417 H).

10. Apabila dalam kitab al-Muhadzab disebutkan istilah Abu Hamid, maka maksudnya adalah dua orang ulama yakni al-Qadhi Abu Hamid al-Maruzi Ahmad bin Basyar bin Amir (w 362 H) dan asy-Syaikh Abu Hamid al-Isfarayaini Ahmad bin Muhammad (w 406 H). . Buku-buku yang membahas istilah-istilah fiqh Syafii dan laqab, kunyah ulama Syafiiyyah Di antara buku-buku yang merupakan maajim al-musthalahat al-fiqhiyyah dalam madzhab Syafii adalah: 1. Kitab Gharib al-Alfadz Allatis Tamalaha al-Fuqaha karya asy-Syaikh Muhammad bin Ahmad bin al-Azhar al-Hirawy Abi Mansur (w 370 H). Buku ini membahas maksud dari istilah-istilah sulit yang sering digunakan oleh para Fuqaha. 2. Tahdzib al-Asma wal Lughat, karya Imam Abu Zakariya Muhyiyud Din bin Syaraf anNawawi (w 676 H). Buku ini menjelaskan istilah-istilah fiqh Syafii yang terdapat dalam enam buku fiqh Madzhab Syafii yakni Mukhtashar al-Muzani, al-Muhadzab, at-Tanbih, al-Wasith, alWajiz dan ar-Raudhah. 3. Al-Mishbah al-Munir fi Gharib asy-Syarh al-Kabir lir-Rafii, karya Abul Abbas Ahmad bin Muhammad bin Ali al-Fayumi (w 770 H). . Walahu alam.

Entri ini dituliskan pada Mei 20, 2008 pada 12:40 pm dan disimpan dalam Fikih Syafi'y, Sejarah, Syafiiyah. Anda bisa mengikuti setiap tanggapan atas artikel ini melalui RSS 2.0 pengumpan. Anda bisa tinggalkan tanggapan, atau lacak tautan dari situsmu sendiri.
Sumber : http://orgawam.wordpress.com/2008/05/20/literatur-fiqh-madzhab-syafii/ Tanggal : 06 Mei 2009 Jam 06.30 a.m.

You might also like