You are on page 1of 96

PENGARUH SUHU INTERAKSI MINYAK GORENG BEKAS

DENGAN MENGGUNAKAN KARBON AKTIF


BIJI KELOR (Moringa oleifera. LAMK)
TERHADAP ANGKA IODIN DAN ANGKA PEROKSIDA

SKRIPSI


Diajukan oleh :
Ika Arnas Puji Astutik
03530024













JURUSAN KIMIA
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) MAULANA
MALIK IBRAHIM MALANG
2010
PENGARUH SUHU INTERAKSI MINYAK GORENG BEKAS
DENGAN MENGGUNAKAN KARBON AKTIF
BIJI KELOR (Moringa oleifera. LAMK)
TERHADAP ANGKA IODIN DAN ANGKA PEROKSIDA



SKRIPSI



Diajukan Kepada:
Universitas Islam Negeri (UIN) Maulana Malik Ibrahim Malang
Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Dalam
Memperoleh Gelar Sarjana Sains (S.Si)



Oleh:

IKA ARNAS PUJI ASTUTIK
NIM: 03530024




JURUSAN KIMIA
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) MAULANA MALIK IBRAHIM
MALANG
2010
SURAT PERNYATAAN
ORISINALITAS PENELITIAN


Saya yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama : Ika Arnas Puji Astutik
NIM : 03530024
Fakultas / Jurusan : Sains dan Teknologi
Judul Penelitian : PENGARUH SUHU INTERAKSI MINYAK GORENG
BEKAS DENGAN MENGGUNAKAN KARBON
AKTIF BIJI KELOR (Moringa Oleifera. LAMK)
TERHADAP ANGKA IODIN DAN ANGKA
PEROKSIDA
Menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa hasil penelitian saya ini
tidak terdapat unsur-unsur penjiplakan karya penelitian orang lain atau karya
ilmiah yang pernah dilakukan atau dibuat oleh orang lain, kecuali yang secara
tertulis dikutip dalam naskah dan disebutkan dalam sumber kutipan dan daftar
pustaka.
Apabila ternyata hasil penelitan ini terbukti terdapat unsur-unsur
jiplakan, maka saya bersedia untuk mempertanggung jawabkan, serta diproses
sesuai peraturan yang berlaku.
Malang, 22 April 2010
Yang Membuat Pernyataan,




Ika arnas puji astutik
NIM. 03530024


Lembar Persetujuan

PENGARUH SUHU INTERAKSI MINYAK GORENG BEKAS
DENGAN MENGGUNAKAN KARBON AKTIF
BIJI KELOR (Moringa Oleifera. LAMK)
TERHADAP ANGKA IODIN DAN ANGKA PEROKSIDA

SKRIPSI

Oleh :
IKA ARNAS PUJI ASTUTIK
NIM. 03530024

Telah disetujui oleh:

Pembimbing I



Diana Candra Dewi, M. Si
NIP. 197707202003122001
Konsultan



DR. Ahmad Barizi, MA
NIP. 19731212 199803 1 001


Malang, 19 April 2010

Mengetahui,
Ketua Jurusan Kimia



Diana Candra Dewi, M. Si
NIP. 197707202003122001

PENGARUH SUHU INTERAKSI MINYAK GORENG BEKAS
DENGAN MENGGUNAKAN KARBON AKTIF
BIJI KELOR (Moringa oleifera. LAMK)
TERHADAP ANGKA IODIN DAN ANGKA PEROKSIDA


SKRIPSI


Oleh:
IKA ARNAS PUJI ASTUTIK
NIM. 03530024


Telah Dipertahankan di Depan Dewan Penguji Skripsi
dan Dinyatakan Diterima Sebagai Salah Satu
Persyaratan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sains (S. Si)


Tanggal, 23 April 2010

Susunan Dewan Penguji : Tanda Tangan

1. Penguji Utama : Himmatul Barroroh, M.Si
NIP. 197507302003122001
( ...................................)


2. Ketua Penguji : Eny Yulianti, M. Si
NIP. 197606112005012006

( ...................................)
3. Sekr. Penguji : Diana Candra Dewi, M. Si
NIP. 197707202003122001

( ...................................)
4. Anggota Penguji : DR. Ahmad Barizi, M.A
NIP. 197312121998031001
( ...................................)

Mengetahui dan Mengesahkan
Ketua Jurusan Kimia
Fakultas Sains Dan Teknologi
Universitas Islam Negeri (UIN) Maulana Malik Ibrahim Malang




Diana Candra Dewi, M.Si.
NIP. 197707202003122001

MOTTO

$/ $ M)=z # /
Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini
dengan sia-sia,




































KATA PENGANTAR


Puji syukur ke hadirat Allah SWT atas segala rahmat, hidayah, dan
kemudahan yang selalu diberikan kepada penulis, sehingga skripsi ini dengan
judul Pengaruh Suhu Interaksi Minyak Goreng Bekas dengan
Menggunakan Karbon Aktif dari Biji Kelor (Moringa oleifera, LAMK)
Terhadap Angka Iodin dan Angka Peroksida dapat diselesaikan sebagai salah
satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Sains.
Shalawat dan salam semoga selalau tercurahkan kepada manusia pilihan,
dan panutan yang baik dalam segala hal dalam menjalani kehidupan yaitu Nabi
kita Muhammad SAW, yang telah membimbing kita menuju sebuah cahaya
kebenaran yakni agama Islam serta yang kita harapkan syafaatnya di hari akhir
nanti. Amin.
Penelitian yang dilakukan penulis dilatarbelakangi dengan meningkatnya
harga jual minyak goreng dan semakin bertambahnya kebutuhan masyarakat akan
minyak goreng tersebut. Tidak sedikit dari masyarakat yang menggunakan
minyak goreng bekas berkali-kali tanpa mengetahui apa akibatnya bagi kesehatan
mereka. Dilihat dari satu sisi hal ini sangat membantu keuangan masyarakat,
namun disisi lain minyak goreng bekas tersebut sangat membahayakan jika
dikonsumsi, karena dapat menyebabkan berbagai penyakit seperti pengendapan
lemak dalam pembuluh darah (artherosclorosis) dan penurunan nilai cerna lemak.
Bahkan dalam kasus yang ekstrim dapat menyebabkan panyakit kanker.
Maka dari itu, penulis mencoba memberikan solusi untuk mengolah
minyak goreng bekas untuk meningkkatkan kuualitasnya dengan menggunakan
serbuk karbon aktif biji kelor (Moringa oleifera. Lamk).
Sebuah karya sebenarnya sangat sulit dikatakan sebagai usaha satu orang
tanpa bantuan orang lain, begitu pula dengan skripsi ini tidak dapat terselesaikan
tanpa dorongan dan sumbangsih pemikiran dari berbagai pihak. Untuk itu, dengan
segala kerendahan dan ketulusan hati penulis mengucapkan terimakasih kepada:
1. Prof. Dr. H. Imam Suprayogo selaku Rektor UIN Malang beserta stafnya,
terima kasih atas fasilitas yang diberikan selama kuliah di UIN Malang.
2. Prof. Drs. Sutiman Bambang Sumitro, S.U., D.Sc., selaku Dekan Fakultas
Sains dan Teknologi UIN Malang.
3. Diana Candra Dewi, M.Si., selaku Ketua Jurusan Kimia Fakultas Sains dan
Teknologi Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang dan
dosen pembimbing utama yang telah banyak memberikan bimbingan dan
arahan dalam penyusunan skripsi ini.
4. Akyunul Jannah, S.Si, M.P., selaku dosen pembimbing metpen dan DR.
Ahmad Barizi, M.A., selaku pembimbing integrasi sains dan Islam yang telah
banyak memberikan bimbingan dan arahan dalam penyusunan skripsi ini.
5. Semua pihak yang telah banyak membantu penulis demi terselesainya skripsi
ini.
Akhir kata, penulis mengakui bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna.
Oleh karena itu, saran dan kritik yang bersifat membangun sangat penulis
harapkan demi lebih sempurnanya skripsi ini. Penulis berharap semoga skripsi ini
dapat memberikan manfaat bagi penulis dan pembaca. Semoga penulisan skripsi
ini mendapatkan ridho dari Allah SWT. Amiin.


Malang, 22 April 2009


Penulis






























DAFTAR ISI

Halaman
KATA PENGANTAR ........................................................................................ i
DAFTAR ISI....................................................................................................... iv
DAFTAR TABEL .............................................................................................. vi
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... vii
DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... viii
ABSTRAK.......................................................................................................... ix

BAB I : PENDAHULUAN................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang ..................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah................................................................................ 5
1.3 Tujuan Penelitian ................................................................................. 5
1.4 Manfaat Penelitian ............................................................................... 6
1.5 Batasan Penelitian................................................................................ 6

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA....................................................................... 7
2.1 Minyak Goreng .................................................................................... 7
2.1.1 Warna Pada Minyak Goreng................................................................ 9
2.1.2 Kerusakan Minyak Goreng .................................................................. 11
2.1.3 Bahaya Minyak Goreng Bekas............................................................. 12
2.2 Kelor (Moringa oleifera. Lamk) .......................................................... 14
2.3 Adsorpsi .............................................................................................. 19
2.4 Pembuatan Karbon Aktif ..................................................................... 21
2.4.1 Karbonisasi .......................................................................................... 21
2.4.2 Aktivasi ............................................................................................... 23
2.5 Parameter Kualitas Minyak Goreng .................................................... 24
2.5.1 Angka Iodin ......................................................................................... 24
2.5.2 Angka Peroksida .................................................................................. 26
2.5.3 Mengukur Kekeruhan Minyak Goreng................................................ 27
2.5.4 Spektrofotometer Tampak.................................................................... 29

BAB III : METODE PENELITIAN ................................................................... 33
3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ............................................................... 33
3.2 Bahan dan Alat Penelitian.................................................................. 33
3.2.1 Bahan ................................................................................................... 33
3.2.2 Alat....................................................................................................... 33
3.3 Tahapan-tahapan Penelitian ................................................................. 34
3.4 Cara Kerja ............................................................................................ 34
3.4.1 Preparasi Biji Kelor.............................................................................. 34
3.4.2 Proses Despicing/Penghilangan Bumbu .............................................. 35
3.4.3 Proses Netralisasi ................................................................................. 35
3.4.4 Proses Penjernihan ............................................................................... 35
3.4.4.1 Variasi Suhu Interaksi .......................................................................... 35
3.4.5 Analisa Kualitas Minyak Goreng Bekas Hasil Reprosessing .............. 36
3.4.5.1 Penentuan Angka Iodin ....................................................................... 36
3.4.5.2 Penentuan Angka Peroksida................................................................. 37
3.4.5.3 Analisa Kekeruhan Minyak Goreng Dengan Spektronik 20................ 37
3.4.5.3.1 Pembuatan Larutan Stok Ba 1000 ppm................................................ 37
3.4.5.3.2 Pembuatan Larutan Standar dengan Konsentrasi 10, 30, 50, 70, 100,
200, 500, dan 700 ppm......................................................................... 38
3.4.5.3.3 Mencari Lamda max Larutan Standar.................................................. 38
3.4.5.3.4 Pengukuran Kekeruhan Minyak Goreng Bekas dengan Metode
Spektronik 20........................................................................................ 38
3.5 Analisis Data ........................................................................................ 39

BAB 1V HASIL DAN PEMBAHASAN........................................................... 40
4.1 Preparasi Bij Kelor Menjadi Karbon Aktif .......................................... 40
4.2 Despicing/Penghilangan Bumbu Dari Minyak Goreng Bekas............. 43
4.3 Netralisasi............................................................................................. 45
4.4 Penentuan angka iodin dengan Variasi Suhu Interaksi Serbuk
Karbon Aktif Biji Kelor ....................................................................... 47
4.5 Penentuan angka peroksida dengan Variasi Suhu Interaksi Serbuk
Karbon Aktif Biji Kelor ........................................................................ 52
4.5 Analisa Kekeruhan Minyak Goreng..................................................... 57

BAB V PENUTUP.............................................................................................. 62
5.1 Kesimpulan .......................................................................................... 62
5.2 Saran..................................................................................................... 63

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 64

LAMPIRAN-LAMPIRAN ................................................................................. 68


















DAFTAR TABEL


No Judul
Halaman

2.1 Standar Mutu Minyak Goreng Menurut SNI 1995 ....................................... 9
2.2 Nama Moringa Oleifera Lamk .................................................................... 15
2.3 Unsur-unsur yang Terkandung Per 100 gram Biji Kelor Kering................ 17
2.4 Karakteristik kaarbon aktif pada berbagai suhu dengan konsentrasi
NaCl 40 %................................................................................................... 24
2.5 Konsentrasi NaCl ......................................................................................... 24
2.6 Interval Panjang Gelombang di Daerah Sinah Tampak, Warna yang
Dihasilkannya dan Warna Komplementernya ............................................. 30
4.1 Hasil uji angka iodin .................................................................................... 49
4.2 Hasil uji angka peroksida............................................................................. 54
4.3 Angka kekeruhan minyak goreng ................................................................ 59























DAFTAR GAMBAR


No. Judul Halaman
2.1 Pembentukan Radikal Bebas dari Asam Lemak Tidak jenuh Akibat
Pemanasan................................................................................................... 11
2.2 Daun, Polong, dan Bunga Kelor (Moringa Oleifera Lamk) ...................... 15
2.3 karbon biji kelor (Moringa Oleifera Lamk)................................................. 22
2.4 Reaksi Pembentukan Peroksida .................................................................. 27
2.5 Instrumen spektroskopi tampak .................................................................. 31
4.1 Reaksi asam lemak bebas dengan NaOH..................................................... 46
4.2 Reaksi penambahan IBr ............................................................................... 48
4.3 Grafik angka iodin........................................................................................ 49
4.4 Reaksi iodometri .......................................................................................... 53
4.5 Grafik angka peroksida ................................................................................ 54
4.6 Reaksi pembentukan peroksida.................................................................... 55
4.7 Grafik panjang gelombang maksimum larutan stok BaSO
4
........................ 58






















DAFTAR LAMPIRAN


Lampiran Halaman

Lampiran 1. Diagram Alir.................................................................................. 68
Lampiran 2. Pembuatan Reagen ........................................................................ 72
Lampiran 3. Data angka iodin............................................................................ 73
Lampiran 4. Data angka peroksida..................................................................... 74
Lampiran 5. Data lamda maksimum BaSO
4
...................................................... 75
Lampiran 6. Data absorbansi.............................................................................. 76
Lampiran 7. Gambar proses pembuatan karbon aktif biji kelor......................... 77
Lampiran 8. Gambar proses despicing, netralisasi dan penjernihan.................. 78
Lampiran 9. Gambar spektronik 20 ................................................................... 79




























ABSTRAK

Ika Arnas Puji Astutik, 2010. Pengaruh Suhu Interaksi Minyak Goreng Bekas
dengan Menggunakan Karbon Aktif Biji Kelor (Moringa oleifera.
Lamk) Terhadap Angka Iodin dan Angka Peroksida

Pembimbing Utama : Diana Candra Dewi, M.Si
Pembimbing Agama : DR. Ahmad Barizi, MA

Kata Kunci : Minyak goreng, karbon aktif, biji kelor, angka iodin, angka
peroksida.

Pemanfaatan karbon aktif biji kelor (Moringa oleifera. Lamk) sebagai
adsorben minyak goreng bekas merupakan salah satu cara pemanfaatan sumber
daya alam, sebagaimana firman Allah QS. Al-Imron (3) :191 yang menjelaskan
bahwa Allah menciptakan segala sesuatu tidaklah sia-sia. Penelitian ini dilakukan
dengan memvariasikan suhu interaksi serbuk karbon aktif biji kelor dengan
minyak goreng untuk mengetahui adsorbsi maksimal proses interaksi dengan
minyak goteng bekas terhadap angka iodin, angka peroksida dan kekeruhan
minyak.
Penelitian ini meliputi: pembuatan karbon aktif dari biji kelor, proses
despicing, proses netralisasi dan penambahan serbuk karbon aktif biji kelor pada
minyak goreng bekas dengan variasi suhu interaksi 50 C, 70 C, 90 C, 110 C,
130 C, 150 C, analisa angka iodin, angka peroksida dan kekeruhan pada minyak
hasil interaksi.
Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa angka iodin terbesar diperoleh
pada suhu interaksi 110 C sebesar 12,135. Pada proses ini serbuk karbon aktif
biji kelor berinteraksi maksimal dalam menyerap senyawa penyebab terbentuknya
ikatan tungaal yang ada pada minyak goreng. Angka peroksida terkecil diperoleh
pada suhu interaksi 110 C sebesar 2,085 meq/kg. Hal ini disebabkan interaksi
maksimal dari serbuk karbon aktif biji kelor dengan senyawa peroksida yang ada
pada minyak goreng. Kekeruhan minyak goreng terkecil diperoleh pada suhu 110
C sebesar 0,57 NTU. Hal ini disebabkan pada suhu 110 C terjadi adsorbsi
pengotor dan warna terbanyak pada minyak goreng.












ABSTRACT

Ika Arnas Puji Astutik, 2010. The Influence of Temperatures Interaction of
Used Frying Oil with Moringa Oleifera. Lamk Seed Active Carbon
on Iodin Number and Peroxide Value

Advisor I : Diana Candra Dewi, M.Si
Advisor II : DR. Ahmad Barizi, MA

Key Word : fring oil, active carbon, moringa oleifera seed, iodin number,
peroxide value

The use of Moringa oleifera. Lamk seed active carbon as the adsorben of
used frying oil is one way of natural resources uses, as the Commandent of God,
QS. Al-Imron: 191, which explisits that Allah created all things with no vain. This
research is conducted by varying the interactions temperature of powder of
Moringa oleifera. Lamk seed active carbon with frying oil to know the maximum
adsorbtion inthe interaction proses toward iodin number, peroxide value and oil
turbidity.
This research includes: the making of Moringa oleifera. Lamk seed
active carbon, the despicing proccess, the netralisation proccess and the addition
of Moringa oleifera. Lamk seed powder into used frying oil with the interaction
temperature variety of 50 C, 70 C, 90 C, 110 C, 130 C, 150 C, analysis of
iodin number, peroxide value and the turbidity of oil which has been interacted.
Result of the research shows that the biggest iodin number is acquired on
110 C interactions temperature, inthe amount of 12,135. In this proccess, the
Moringa oleifera. Lamk seed active carbon powder interacts fully in absorbing the
cause pf singuler bound formed, which are in frying oil. The smallest peroxide
value is acquired on 110 C interactions temperature in the amount of 2,085
meq/kg. This is because of the maximum interactions temperature of Moringa
oleifera. Lamk seed active carbon with the compound of peroxide which is in the
frying oil. The smallaest frying oil turbidity is acquired on 110 C in the amount
of 0,57 NTU. It is becaused the absorption of impurity and colour in frying oil
most happened on 110 C temperature.











BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Minyak goreng merupakan salah satu kebutuhan bahan pokok penduduk
Indonesia dengan tingkat konsumsi yang mencapai lebih dari 2,5 juta ton per
tahun, atau lebih dari 12 kg per orang per tahun. Dalam kehidupan sehari-hari
minyak goreng digunakan dalam memasak sebagai medium penghantar panas,
baik pada proses menumis, menggoreng dangan jumlah minyak terbatas (shallow-
atau pan frying), maupun menggoreng dengan jumlah minyak yang banyak dan
bahan yang digoreng terendam dalam minyak (deep frying). Minyak yang
digunakan dalam proses menumis akan memberikan citarasa yang lebih lezat, dan
aroma serta penampakan yang lebih menarik daripada makanan yang direbus atau
dikukus. Minyak goreng juga membuat makanan menjadi renyah, kering, dan
berwarna keemasan/kecoklatan, akan tetapi jika minyak goreng digunakan secara
berulang kali akan membahayakan kesehatan (Widayat dkk, 2006).
Anjuran makan yang halal lagi baik telah dijelaskan dalam Al-Quran
surat Al-Baqarah (2) ayat 168:
$' '$9# #=. $ {# =m $7 #`6K? Nz 9# )
39 7

Artinya: Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa
yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan;
karena Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu (QS. Al-
Baqarah (2) : 168).
Ayat di atas menjelaskan bahwa Allah sangat mencintai sesuatu yang
baik-baik dan selalu memerintahkan kepada manusia dan RasulNya untuk selalu
memakan yang halal lagi baik. Sesungguhnya Allah memerintahkan kaum
mukminin dengan perintah yang diarahkan kepada para Rasul-Nya seperti yang
telah dijelaskan dalam Al-Quran surat Al-Mumin (23) ayat 51:
$' `9# #=. M69# #=# $s= ) $/ =? =
Artinya: Hai rasul-rasul, makanlah dari makanan yang baik-baik, dan
kerjakanlah amal yang saleh. Sesungguhnya aku Maha mengetahui apa yang
kamu kerjakan (Al-Mukminuun (23) : 51).

Ketaren (2008), mengemukakan bahwa pemakaian minyak goreng secara
berulang dengan suhu panas yang tinggi akan mengalami perubahan sifat
fisikokimia (kerusakan minyak) seperti warna, bau, meningkatnya bilangan
peroksida dan asam lemak bebas, serta banyaknya kandungan logam. Minyak
goreng yang demikian sudah tidak layak untuk dikonsumsi karena dapat
menyebabkan penyakit seperti kanker, menyempitnya pembuluh darah dan rasa
gatal pada tenggorokan. Sudarmadji dkk (2007), menambahkan bahwa kerusakan
lain pada minyak goreng dapat juga berlangsung sejak pengolahan sampai siap
dikonsumsi, seperti kerusakan yang disebabkan karena autooksidasi yang paling
besar pengaruhnya terhadap citarasa. Pernyataan ini bisa dibuktikan dengan hasil
penelitian yang dilakukan Silalahi dkk (2005), tentang studi awal kualitas minyak
goreng bekas penggunaan berulang yang hasilnya menunjukkan bahwa minyak
goreng bekas banyak mengalami perubahan fisikokimia selama penggorengan
seperti kenaikan bilangan peroksida, kenaikan bilangan asam lemak bebas, warna
menjadi coklat dan bau yang tidak sedap.
Pentingnya mengetahui nilai peroksida pada minyak goreng, dikarenakan
nilai peroksida sebagai penentu derajat kerusakan pada minyak goreng. Asam
lemak tidak jenuh dapat mengikat oksigen pada ikatan rangkapnya sehingga
membentuk proksida. Peroksida di dalam tubuh bisa menyebabkan destruksi asam
lemak esensial, browning dengan protein dan kemungkinan menimbulkan
keracunan (Ketaren, 2008).
Penelitian pengolahan minyak goreng bekas telah banyak dilakukan dan
banyak juga yang menghasilkan temuan dalam bentuk paten. Widayat dkk, (2006)
juga melakukan penelitian tentang optimasi proses adsorbsi minyak goreng bekas
dengan zeolit alam. Hasil penelitian yang didapatkan menunjukkan bahwa kondisi
optimum diperoleh pada berat zeolit 19,07 gram dan diameter zeolit 1,69 mm
dengan perolehan bilangan asam sebesar 1,71. Angka asam ini belum memenuhi
Standar Nasional Indonesia.
Yustinah (2009), melakukan penelitian tentang pengaruh massa adsorben
chitin pada penurunan kadar asam lemak bebas (FFA), bilangan peroksida, dan
warna gelap minyak goreng bekas dengan penggunaan adsorben chitin sejumlah
15 gram yang menghasilkan penurunan kadar FFA dari 1,0257 % menjadi 0,5523
%, bilangan peroksida berkurang dari 16,4 meq/kg minyak menjadi 6,4 meq/kg,
dan absorbansi warna terjadi penurunan dari 1,81 Abs menjadi 0,653 Abs setelah
diadsorbansi dengan chitin 12,5 gram adsorben chitin.
Pengolahan minyak goreng bekas juga dilakukan oleh Subarti (2009),
menggunakan katalis Ni-Bentonit massa 2 gram yang mampu menurunkan angka
asam dari 1,692 mg menjadi 0,497 mg KOH/g minyak atau pengurangan 70,63%
dari semula, serta angka peroksida dari 9,824 meq/kg menjadi 4,892 meq/kg
minyak atau pengurangan 50,20% dari semula. Hasil penelitian belum memenuhi
standar mutu minyak goreng menurut SNI.
Alternatif pemecahan masalah adalah mengolah minyak goreng bekas
dengan menginteraksikan serbuk karbon aktif biji kelor (Moringa oleifera. Lamk).
Biji kelor yang oleh sebagian masyarakat dianggap kurang bermanfaat,
ternyata memiliki beberapa kandungan senyawa seperti alkali, protein,
karbohidrat dan vitamin yang salah satu kelebihannya bisa digunakan sebagai
obat, sayuran, penjernih air dan lain-lain. Hal ini sesuai dengan ayat Al-Quran
yang menjelaskan bahwa Allah menciptakan makhluk sekecil apapun banyak
hikmah dan manfaatnya.
Allah menciptakan sesuatu punya maksud dan tujuan yang tidak semua
kita ketahui. Biji kelor misalnya, banyak masyarakat yang menganggap bahwa
tanaman tersebut tidak lebih dari sekedar sayur-sayuran, akan tetapi Allah punya
maksud lain menumbuhkan tanaman kelor, yakni bisa dimanfaatkan sebagai obat,
penjernih air, penjernih minyak goreng dan lain sebagainya sehingga banyak
peneliti yang ingin mempelajari dan mengkaji secara empiris mengenai
penggunaan biji kelor (Moringa oleifera. Lamk) tersebut. Biji kelor (Moringa
oleifera. Lamk) belum digunakan secara luas untuk mengolah minyak goreng
bekas yang selama ini belum dimanfaatkan kembali dan dibuang percuma atau
sia-sia.
Berdasarkan latar belakang dan ayat di atas maka peneliti tertarik untuk
melengkapi hasil penelitian tentang peningkatan kualitas minyak goreng bekas
menggunakan serbuk karbon aktif biji kelor (Moringa oleifera. Lamk) sebagai
pengolah minyak goreng bekas dengan variasi suhu interaksi. Parameter pada
penelitian ini: angka iodin, angka peroksida, dan kekeruhan minyak goreng bekas.
Diharapkan dari penelitian ini, serbuk karbon aktif biji kelor (Moringa oleifera.
Lamk) dapat memperbaiki kualitas minyak goreng bekas.

1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalah dalam
penelitian ini adalah:
1. Bagaimana pengaruh suhu interaksi minyak goreng bekas dengan serbuk
karbon aktif biji kelor terhadap angka iodin?
2. Bagaimana pengaruh suhu interaksi minyak goreng bekas dengan serbuk
karbon aktif biji kelor terhadap angka peroksida?
3. Bagaimana pengaruh suhu interaksi minyak goreng bekas dengan serbuk
karbon aktif biji kelor terhadap tingkat kekeruhan?

1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui pengaruh suhu interaksi minyak goreng bekas dengan
serbuk karbon aktif biji kelor terhadap angka iodin.
2. Untuk mengetahui pengaruh suhu interaksi minyak goreng bekas dengan
serbuk karbon aktif biji kelor terhadap angka peroksida.
3. Untuk mengetahui pengaruh suhu interaksi minyak goreng bekas dengan
serbuk karbon aktif biji kelor terhadap tingkat kekeruhan.

1.4 Manfaat Penelitian
Dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada
masyarakat mengenai kegunaan serbuk karbon aktif biji kelor (Moringa oleifera.
Lamk) sebagai pengolah minyak goreng bekas dengan suhu penjernihan tertentu
dan memperbaiki kualitas dari minyak goreng tersebut, serta dapat meningkatkan
nilai ekonomis biji kelor di masyarakat.

1.5 Batasan Penelitian
Penelitian ini dibatasi pada:
1. Minyak goreng yang digunakan adalah minyak goreng kemasan dengan
pemakaian selama 5 jam.
2. Biji kelor yang digunakan adalah biji kelor beserta kulit ari yang diperoleh
dari Bangkalan Madura.
3. Parameter analisis uji kualitas minyak goreng: angka iodin, angka peroksida,
dan kekeruhan minyak goreng bekas.









BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Minyak Goreng
Minyak adalah lemak yang berasal dari tumbuhan yang berupa zat cair
dan mengandung asam lemak tak jenuh (Poedjiadi, 1994). Sebagaimana firman
Allah dalam Al-quran:
f l`B $ M6? $!$/ 6 =29

Artinya: dan pohon kayu keluar dari Thursina (pohon zaitun), yang
menghasilkan minyak, dan pemakan makanan bagi orang-orang yang makan (Al-
Mukminun (23) : 20).

Minyak (Ad-duhn) dalam ayat di atas dapat diartikan sebagai minyak
yang berasal dari buah kelapa sawit yang sudah diolah menjadi minyak goreng.
Minyak goreng adalah minyak nabati yang telah dimurnikan dan dapat
digunakan sebagai bahan pangan. Minyak goreng merupakan salah satu dari
sembilan bahan pokok yang dikonsumsi oleh seluruh lapisan masyarakat.
Konsumsi minyak goreng biasanya digunakan sebagai media menggoreng bahan
pangan, penambah citarasa, ataupun shortening yang membentuk tekstur pada
pembuatan roti. Sebanyak 49 % total permintaan minyak goreng untuk konsumsi
rumah tangga dan sisa untuk keperluan industri, termasuk di dalamnya industri
perhotelan dan restoran-restoran. Pertumbuhan jumlah penduduk dan
perkembangan industri perhotelan, restoran dan usaha fastfood yang pesat
menyebabkan permintaan akan minyak goreng semakin meningkat. Hal ini dapat
menghasilkan minyak goreng bekas yang cukup tinggi (Wijana, 2005).
Minyak goreng berfungsi sebagai pengantar panas, penambah rasa gurih,
dan penambah nilai kalori bahan pangan. Mutu minyak goreng ditentukan oleh
titik asap, yaitu suhu pemanasan minyak sampai terbentuk akrolein yang tidak
diinginkan dan dapat menimbulkan rasa gatal pada tenggorokan (Winarno, 2002).
Pemanasan mengakibatkan 3 macam perubahan kimia dalam lemak yaitu
(Ketaren, 2008):
1. Terbentuknya peroksida dalam asam lemak tidak jenuh.
2. Peroksida berdekomposisi menjadi persenyawaan karbonil.
3. Polimerisasi oksidasi sebagian.
Rasa minyak kelapa yang ideal itu lembut dan memiliki aroma khas
kelapa yang unik. Jika teroksidasi timbul bau dan rasa tengik. Pemicu ketengikan
dapat berupa oksigen aktif, panas, logam atau cahaya. Semua itu menyebabkan
hidrogen terlepas dari ikatan dan terbentuklah radikal alkil, sejenis radikal bebas.
Radikal itu berikatan dengan oksigen membentuk radikal peroksida yang nantinya
melahirkan hidroperoksida setelah bereaksi dengan asam lemak tak jenuh yang
terdapat dalam minyak (Rizkika, 2006).
Warna akibat oksidasi dan degradasi komponen kimia yang terdapat pada
minyak adalah warna gelap, ini disebabkan oleh proses oksidasi terhadap
tokoferol (Vitamin E). Warna coklat, terjadi karena reaksi molekul karbohidrat
dengan gugus pereduksi seperti aldehid serta gugus amin dari molekul protein
yang disebabkan oleh aktivitas enzim-enzim seperti phenol oksidasi, poliphenol
oksidase dan sebagainya. Warna kuning, disebabkan oleh adanya karotein yaitu
zat alamiah dan pengaruh proses adsorbsi (Anonymous, 2007).
Minyak goreng yang baik mempunyai sifat tahan panas, stabil pada
cahaya matahari, tidak merusak flavor hasil gorengan, sedikit gum, menghasilkan
produk dengan tekstur dan rasa yang bagus. Adapun standar mutu minyak goreng
di Indonesia diatur dalam SNI 3741-1995 yang dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 2.1 Standar mutu minyak goreng
No Kriteria Persyaratan
1 Bau dan Rasa Normal
2 Warna Muda Jernih
3 Kadar Air max 0,3%
4 Berat Jenis 0,900 g/liter
5 Asam lemak bebas Max 0,3%
6 Bilangan Peroksida Max 2 Meg/Kg
7 Bilangan Iod 45 - 46
8 Bilangan Penyabunan 196 - 206
9 Index Bias 1,448 - 1,450
10 Cemaran Logam
kecuali seng
Max 0,1 mg/kg
Sumber: SNI 3741-1995

2.1.1 Warna Pada Minyak Goreng
Pada minyak kelapa sawit, warna merupakan salah satu faktor yang
mendapat perhatian khusus, karena minyak kelapa sawit mengandung warna-
warna yang tidak disukai oleh konsumen. Menurut Ketaren (1986), zat warna
dalam minyak kelapa sawit terdiri dari dua golongan yaitu:
Zat warna alamiah. Merupakan zat warna yang terdapat secara alamiah
di dalam kelapa sawit dan ikut terekstrak bersama minyak pada proses ekstraksi.
Zat warna tersebut antara lain terdiri dari -karoten, -karoten, xanthopil, klorofil
dan antosianin. Zat-zat warna tersebut menyebabkan minyak berwarna kuning
kecoklatan, kehijau-hijauan dan kemerah-merahan.
Pigmen berwarna kuning disebabkan oleh karoten yang larut di dalam
minyak. Karoten merupakan persenyawaan hidrokarbon tidak jenuh dan jika
minyak dihidrogenasi, maka karoten juga ikut terhidrogenasi sehingga intensitas
warna kuning berkurang.
Zat warna dari hasil degradasi zat warna alamiah. Minyak yang
mengalami oksidasi dan degradasi dapat menyebabkan warna minyak menjadi
gelap, coklat dan kuning. Warna gelap ini disebabkan oleh proses oksidasi
terhadap tokoferol (vitamin E). Warna coklat terjadi akibat reaksi molekul
karbohidrat dengan gugus pereduksi seperti aldehid serta gugus amin dari molekul
protein, selain itu disebabkan oleh aktivitas enzim seperti phenol oksidase,
poliphenol oksidase dan lain sebagainya.
Analisis warna pada minyak goreng bekas hasil proses despicing dan
bleaching diukur menggunakan color reader dengan parameter pembacaan L*
(cerah), a* (jingga sampai merah), b* (kuning) yang menyatakan tingkat gelap
sampai terang dengan kisaran 0-100. warna cerah (L*) menunjukkan angka 100,
sedangkan warna jingga sampai merah dinyatakan dengan skala -100 sampai
+100. Angka negatif menunjukkan warna biru dan angka positif menunjukkan
warna kuning (Room, 2004).
Penelitian Taufik (2007), menerangkan bahwa minyak goreng bekas
mengalami peningkatan warna setelah proses bleaching. Warna cerah (L*)
mengalami peningkatan sebesar 38,2 %, warna merah (a*) 60,9 %, dan warna
kuning (b*) 58,26 %.

R
1
C C C C R
2
H H
H
H
H H
asam lemak tidak jenuh
energi
panas + sinar
R
1
C C C C R
2
H H
H H
H
+ H
radikal bebas
R
1
C C C C R
2
H H
H
H
O H
O
R
1
C C C C R
2
H H H H
H H
+
R
1
C C C C R
2
H H
H H
O H OH
+ R
1
C C C C R
2
H H
H
H
H
hidroperoksida radikal bebas
peroksida aktif
hidrogen yang labil
+ O
2
2.1.2 Kerusakan Minyak Goreng
Winarno (2002), menjelaskan bahwa kerusakan minyak yang utama
adalah timbulnya bau dan rasa tengik yang disebut proses ketengikan. Hal ini
disebabkan oleh otooksidasi dimulai dengan pembentukan radikal-radikal bebas
yang disebabkan oleh faktor-faktor yang dapat mempercepat reaksi seperti
cahaya, panas, peroksida lemak atau hidroperoksida, logam-logam berat seperti
Cu, Fe, Co dan Mn, logam porfirin seperti hematin, hemoglobin, mioglobin,
klorofil dan enzim-enzim lipoksidase. Adapun proses pembentukan radikal bebas
dapat dilihat pada gambar di bawah ini.
Molekul-molekul lemak yang mengandung radikal asam lemak tidak
jenuh mengalami oksidasi dan menjadi tengik sebagaimana terlihat pada gambar
2.1 berikut:










Gambar 2.1 Pembentukan radikal bebas dari asam lemak tidak jenuh akibat
pemanasan (Sumber: Winarno 2002)
Bau tengik yang tidak sedap tersebut disebabkan oleh pembentukan
senyawa-senyawa hasil pemecahan hidroperoksida. Menurut teori, sebuah atom
hidrogen yang terikat pada suatu atom hidrogen yang terikat pada suatu atom
karbon yang letaknya disebelah atom karbon lain yang mempunyai ikatan rangkap
dapat disingkirkan oleh suatu kuantum energi sehingga membentuk radikal bebas,
selanjutnya radikal ini dengan O
2
membentuk peroksida aktif yang dapat
membentuk hidroperoksida yang bersifat sangat tidak stabil dan mudah pecah
menjadi senyawa dengan rantai karbon yang lebih pendek oleh radiasi energi
tinggi, energi panas, katalis logam atau enzim. Senyawa-senyawa dengan rantai C
lebih pendek ini adalah asam-asam lemak, aldehid-aldehid dan keton yang bersifat
volatil dan menimbulkan bau tengik pada minyak (Winarno, 2002).

2.1.3 Bahaya Minyak Goreng Bekas
Minyak goreng bekas bukan hanya sebagai media transfer panas ke
makanan, tetapi juga sebagai makanan. Selama penggorengan sebagian minyak
akan teradsorpsi dan masuk ke bagian luar bahan yang digoreng dan mengisi
ruangan kosong yang semula diisi oleh air. Hasil penggorengan biasanya
mengandung 5-40 % minyak. Mengkonsumsi minyak yang rusak dapat
menyebabkan berbagai penyakit seperti kanker, pengendapan lemak dalam
pembuluh darah (artherosclerosis) dan penurunan nilai cerna lemak (Wijana,
2005).
Bila ditinjau dari sisi agama, minyak goreng yang sudah dipakai tetap
halal dan boleh digunakan kembali selagi tidak menyebabkan penyakit atau
membahayakan bagi tubuh, hal ini sesuai dengan anjuran Allah kepada hambaNya
untuk selalu mengkonsumsi makanan-makanan yang tidak hanya halal tapi juga
harus baik. Kesadaran untuk memakan yang halal lagi baik dan menjauhkan diri
dari yang haram dan syubhat itulah yang membedakan manusia dan binatang.
Makanan yang halal lagi baik dapat menentukan perkembangan rohani dan
pertumbuhan jasmani ke arah yang positif dan diridhoi Allah di dunia dan di
akhirat, kalau tidak, manusia akan berwatak syaitan di dunia ini dan diancam
dengan siksaan neraka pada hari kiamat kelak (Muhammad, 1995).
Anjuran memakan yang halal lagi baik telah dijelaskan dalam Al-Quran
surat Al-Baqarah ayat 168:
$' '$9# #=. $ {# =m $7 #`6K? Nz 9# )
39 7

Artinya: Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa
yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan;
karena Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu (QS. Al-
Baqarah: 168).

Ayat di atas menjelaskan bahwa Allah sangat mencintai sesuatu yang
baik-baik dan selalu memerintahkan kepada manusia dan RasulNya untuk selalu
memakan yang halal lagi baik. Sesungguhnya Allah memerintahkan kaum
mukmin dengan perintah yang diarahkan kepada para RasulNya seperti yang telah
dijelaskan dalam Al-Quran surat Al-Mumin ayat 51:

$' `9# #=. M69# #=# $s= ) $/ =? =
Artinya: Hai rasul-rasul, makanlah dari makanan yang baik-baik, dan
kerjakanlah amal yang saleh. Sesungguhnya aku Maha mengetahui apa yang
kamu kerjakan (Al-Mukminuun: 51).

2.2 Kelor (Moringa oleifera. Lamk)
Menurut sejarahnya, tanaman kelor atau marongghi (Moringa oleifera.
Lamk), berasal dari kawasan sekitar Himalaya dan India, kemudian menyebar ke
kawasan di sekitarnya sampai ke Benua Afrika dan Asia Barat, bahkan dibeberapa
Negara di Afrika, seperti di Etiopia, Sudan, Madagaskar, Somalia, dan Kenya,
sekarang mulai dikembangkan pula di Arab Saudi dan Israel, menjadi bagian
untuk program pemulihan tanah kering ataupun gersang, baik dari biji maupun
dari stek dan kalau sudah tumbuh maka lahan disekitarnya akan dapat ditumbuhi
oleh tanaman lain yang lebih kecil, sehingga pada akhirnya pertumbuhan tanaman
lain akan cepat terjadi (Anonymous, 2007).
Mahasuci Allah yang menjadikan keanekaragaman makhluk sebagai
bukti ketuhanan dan keesaan-Nya. Yang telah menjadikan bagimu bumi sebagai
hamparan dan yang telah menjadikan bagimu di bumi itu jalan-jalan dan
menurunkan dari langit air hujan. Maka Kami tumbuhkan dengan air hujan itu
jenis-jenis tumbuhan yang bermacam-macam (QS. Thaha: 53).









Tabel 2.2 Nama Moringa oleifera, LAMK
Daerah Nama Moringa oleifera.
Lamk
Aceh Murong
Minangkabau Munggai
Jawa Kelor/klentang
Bali Gilor
Madura Marunggai
Sumba Kawona
Gorotalo, Ternate,
Todore, Halmahera Kelo
Makasar Kelero
Ambon Kerol
Sumber: Haryanto, Prayogo (2006) dalam Khasanah 2008.


Kelor (Moringa oleifera. Lamk) termasuk jenis tanaman perdu yang
memiliki ketinggian batang 7-11 meter. Pohon kelor tidak terlalu besar. Batang
kayunya getas (mudah patah) dan cabangnya jarang tetapi mempunyai akar yang
kuat. Batang pondoknya berwarna kelabu.
Daunnya berbentuk bulat telur dengan ukuran kecil-kecil bersusun
majemuk dalam satu tangkai.



Gambar 2.2 Daun, Polong, Dan Bunga Kelor (Moringa oleifera, LAMK)
(Sumber: Bennysyah, 2007)

Kelor dapat berkembang biak dengan baik pada daerah yang mempunyai
ketinggian tanah 300 500 meter di atas permukaan laut. Bunganya berwarna
putih kekuning-kuningan dan tudung pelepah bunganya berwarna hijau. Bunga
kelor keluar sepanjang tahun dengan aroma bau semerbak. Buah kelor berbentuk
segi tiga memanjang yang disebut klentang (Jawa). Buahnya juga berbentuk
kekacang panjang berwarna hijau dan keras serta berukuran 120 cm (panjang).
Sedang getahnya yang telah berubah warna mwnjadi coklat disebut blendok
(Jawa) (Joomla, 2008).
Klasifikasi tumbuhan kelor yang disusun berdasarkan takson-taksonnya,
sebagai berikut (Anonimous, 2007):
Kingdom : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Brassicales
Famili : Moringaceae
Genus : Moringa
Spesies : Moringa oleifera, LAMK

Kelor (Moringa oleifera. Lamk) sering dimanfaatkan sebagai tanaman
pagar karena berkhasiat untuk obat-obatan. Penyakit yang dapat diobati: sakit
kuning (lever), reumati/encok/pegal linu, rabun ayam, sakit mata, sukar buang air
kecil, alergi/biduren, cacingan dan luka bernanah (Anonymous, 2008).
Daun kelor juga dipakai sebagai parem penutup bekas gigitan anjing dan
menahan mengucurnya ASI yang berlebihan. Akar kelor sering digunakan sebagai
bumbu campuran untuk merangsang nafsu makan, tumbukan halus dapat dibuat
bedak untuk tapel bayi yang baru lahir sebagai pencegah iritasi kulit, untuk
merangsang menstruasi (Kharistya, 2006), selain sebagai khasiat tersebut kelor
juga berguna sebagai pangan, bijinya sebagai sumber minyak goreng dan sebagai
penjernih air keluarga (Anonymous, 2008). Biji kelor berperan sebagai pengendap
(koagulan) dengan hasil yang memuaskan. Bahkan biji kelor juga berkhasiat
sebagai anti bakteri . Berdasarkan penelitian di Universitas Gajah Mada
Yogyakarta, serbuk biji kelor mampu membersihkan 90 % dari total bakteri E.
coli dalam satu liter air sungai dalam waktu 20 menit.
Taufik (2007), menggunakan biji kelor sebagai adsorben minyak goreng
bekas dan menyatakan bahwa interaksi yang terjadi antara serbuk biji kelor
dengan zat-zat pengotor dalam minyak goreng bekas sebagian besar adalah proses
adsorpsi secara fisika. Fenomena tersebut terjadi karena banyaknya gugus aktif
dalam protein serbuk biji kelor yang berasal dari polimer asam amino (NH
2
dan
COOH) seperti C=O, CH
3
, CH, R-O-Ar. Dosis optimum serbuk biji kelor yang
digunakan adalah 125 mg/ 200 g, yang mampu menurunkan kadar FFA sebesar
63,6 % dan angka peroksida sebesar 71,3 %, serta mencerahkan warna minyak
goreng bekas.

Tabel 2.3 Unsur-Unsur Yang Terkandung Per 100 Gram Biji Kelor Kering
Unsur Berat Satuan
Air 4,08 Gram
Protein 38,4 Gram
Lemak 34,7 %
Serat 3,5 Gram
Ampas 3,2 Gram
Ekstrak N 16,4 Gram
Sumber: Prayogo (2006) dalam Khasanah 2008

Adanya unsur-unsur yang terkandung dalam biji kelor, hal ini
membuktikan daripada firman Allah pada surat Qof (50) ayat 9:
$9 $9# $ %.6 $G;' / M_ =m t:#
Artinya: Dan Kami turunkan dari langit air yang banyak manfaatnya
lalu Kami tumbuhkan dengan air itu pohon-pohon dan biji-biji tanaman yang
diketam(Qof (50) : 9).


Ayat di atas jelas menyuruh kita untuk menuai biji-bijian dari suatu buah
untuk kita pergunakan sebaik mungkin, bukan membiarkannya mengering,
membusuk dan berterbangan tertiup angin. Seperti halnya pada penelitian ini yang
memanfaatkan biji kelor yang sudah tua dan kering untuk dijadikan penjernih
minyak goreng bekas.
Warhurst, A.M, et al (1997), menyebutkan bahwa kulit biji kelor dapat
dijadikan sebagai karbon aktif dengan suatu langkah pemanasan (secara pirolisis).
Dalam penelitian tersebut kulit biji kelor dipanaskan dengan suhu yang berbeda-
beda, yakni: 750 C selama 30 menit, 750 C selama 120 menit, dan 800 C
selama 30 menit. Data yang didapat bahwa kulit biji kelor yang dipanaskan pada
suhu 800 C selama 30 menit mempunyai luas permukaan karbon yang paling
tinggi, sedangkan kulit biji kelor yang pada suhu 750 C selama 30 menit
mempunyai luas permukaan karbon yang terendah.
Muallifah (2009), melakukan penelitian tentang penentuan angka asam
thiobarbiturat (TBA) dan angka peroksida pada minyak goreng bekas hasil
pemurnian dengan karbon aktif dari biji kelor (Moringa oleifera. Lamk) dengan
hasil rerata kadar air sebesar 0,08 %, indeks bias sebesar 1,465, berat jenis sebesar
0,906 g/mL, angka TBA sebesar 0,195 dan angka peroksida sebesar 2,44 meq/kg.
Hasil tersebut didapat setelah menginteraksikan minyak goreng bekas dengan
karbon aktif biji kelor pada proses bleaching. Pada proses tersebut peneliti
menyatakan bahwa interaksi yang terjadi antara serbuk karbon aktif biji kelor
dengan zat-zat pengotor dalam minyak goreng bekas adalah melibatkan proses
adsorpsi.

2.3 Adsorpsi
Adsorpsi adalah suatu proses dimana suatu komponen bergerak dari
suatu fasa menuju permukaan yang lain sehingga terjadi perubahan konsentrasi
pada permukaan. Zat yang diserap disebut adsorbat sedangkan zat yang menyerap
disebut adsorben. Pada umumnya adsorpsi dapat dibedakan menjadi dua yaitu
adsorpsi kimiawi (kemisorpsi) dan adsorpsi fisika (fisisorpsi). Faktor-faktor yang
mempengaruhi adsorpsi (Weber, 1972) dan (Sawyer dan McCarty, 1987) antara
lain:
a) Waktu kontak dan pengocokan
Waktu kontak yang cukup diperlukan untuk mencapai kesetimbangan
adsorpsi. Jika fase cair yang berisi adsorben dalam keadaan diam, maka difusi
adsorbat melalui permukaan adsorben akan lambat. Maka diperlukan pengocokan
untuk mempercepat adsorpsi (Weber, 1972) dan (Sawyer dan McCarty, 1987).
b) Luas permukaan adsorben
Luas permukaan adsorben sangat berpengaruh terutama untuk
tersedianya tempat adsorpsi. Luas permukaan adsorben semakin besar maka
semakin besar pula adsorpsi yang dilakukan (Weber, 1972) dan (Sawyer dan
McCarty, 1987) .
c) Kemurnian adsorben
Kemurnian adsorben dapat ditingkatkan melalui aktivasi. Adsorben
buatan biasanya lebih sering digunakan daripada adsorben alam, karena
kemurnian adsorben buatan lebih tinggi (Weber, 1972) dan (Sawyer dan McCarty,
1987).
d) Temperatur
Pada adsorpsi fisika (fisisorpsi), kenaikan temperatur akan menyebabkan
adsorpsi semakin kecil. Partikel yang teradsorpsi secara fisika mengalami vibrasi
di permukaan adsorben dan dapat menggerakkan dirinya untuk menempel pada
permukaan adsorben sampai tidak lama kemudian terlepas kembali dari
permukaan. Laju terlepasnya partikel pada permukaan adsorben bergantung pada
temperatur, jika temperatur naik maka desorpsi semakin meningkat dengan kata
lain adsorpsi semakin kecil (Atkins, 1999).
Pemanasan untuk suatu adsorben dapat juga dianggap sebagai suatu
proses aktivasi yang nantinya dapat maningkatkan daya adsorpsi. Hal ini dapat
terjadi karena pori-pori pada permukaan adsorben yang masih tertutup oleh
pengotor-pengotor pada proses karbonasi menjadi lebih terbuka sehingga dapat
memperbesar jumlah zat yang teradsorpsi (Oktavia, 2004).
e) pH larutan
Pengaruh pH pada proses adsorpsi merupakan fenomena kompleks,
antara lain menyebabkan perubahan sifat permukaan adsorben, sifat molekul
adsorbat dan perubahan komposisi larutan (Weber, 1972) dan (Sawyer dan
McCarty, 1987).
f) Konsentrasi adsorbat
Adsorpsi akan meningkat dengan kenaikan konsentrasi adsorbat.
Adsorpsi akan tetap jika terjadi kesetimbangan antara konsentrasi adsorbat yang
diserap dengan konsentrasi adsorben yang tersisa dalam larutan (Weber, 1972)
dan (Sawyer dan McCarty, 1987) .
Yustinah (2009), menggunakan variasi massa chitin (5; 7,5; 10; 12,5; dan
15 gram) sebagai adsorben untuk menurunkan kadar asam lemak bebas (FFA),
bilangan peroksida, dan warna gelap minyak goreng bekas. Hasil yang didapat
untuk FFA dari 1,0257 % menjadi 0,5523 % dengan massa chitin 15 gram,
bilangan peroksida dari 16,4 meq/kg menjadi 6,4 meq/kg dengan massa chitin 15
gram dan untuk absorbansi warna dari 1,81 menjadi 0,653 dengan massa chitin
12,5 gram. Penelitiannya ini menyatakan bahwa massa adsorben dapat
mempengaruhi proses adsorbsi.

2.4 Pembuatan Karbon Aktif
Pada dasarnya pembuatan karbon aktif terdiri dari dua tahap yaitu
karbonisasi dan aktivasi.

2.4.1 Karbonisasi
Karbonisasi adalah proses pirolisis atau pembakaran tidak sempurna dari
bahan yan digunakan tanpa adanya udara biasanya pada temperatur 500 800 C.
Pada remperatur tinggi akan terjadi berbagai macam reaksi dari bahan mentah
sesuai dengan sifat dari struktur kimianya. Reaktivitas dari hasil karbonisasi yang
didapatkan setelah pirolisis pada temperatur 300 C lebih rendah daripada
temperatur 600 C sedangkan untuk karbonisasi di atas 600 C, yakni antara 700
800 C didapatkan arang yang kekuatan mekanik dan reaktifitas yang tidak jauh
beda dengan arang yang dikarbonisasi pada temperatur 600 C (Hoque et al, 2002
dalam Atikah, 2005). Karbonisasi juga dapat dilakukan pada suhu 300 500 C.
Faktor-faktor yang berpengaruh pada proses karbonisasi ini antara lain
adalah temperatur akhir yang dicapai, waktu karbonisasi, laju kenaikan temperatur
dan tekanan udara pada saat pirolisis dilakukan. Temperatur akhir dari pirolisis
adalah faktor paling berpengaruh terhadap sifat dari butiran. Faktor penting lain
adalah laju kenaikan temperatur, apabila temperatur naik secara cepat maka fase
dekomposisi termal arang dan reaksi lanjutan hasil pirolisis akan saling tumpang
tindih (over lap) sehingga kontrol terhadap pembentukan struktur pori menjadi
lebih sulit (Atikah, 2005).
Berikut adalah gambar karbon biji kelor (Moringa oleifera. Lamk)
menggunakan tanur dengan suhu 400 C.





Gambar 2.3 karbon biji kelor (Moringa oleifera. Lamk)
(sumber: Muallifah, 1999)
2.4.2 Aktivasi
Hasil dari proses karbonisasi ini mempunyai struktur yang lemah sehinga
perlu dilakukan aktivasi untuk mendapatkan karbon aktif dengan daya adsorpsi
yang besar. Secara umum aktivasi dilakukan secara fisika dan kimia: (Suyartono
dan Husaini, 1991 dalam Muallifah, 2009)
a) Aktivasi Fisika (Vapor Adsorben Carbon): Proses aktivasi dilakukan dengan
mengalirkan uap atau udara ke dalam reaktor pada suhu tinggi (800-1000
o
C).
Proses ini harus mengontrol tinggi suhu dan besarnya uap atau udara yang
dipakai sehingga dihasilkan karbon aktif dengan susunan karbon yang padat
dan pori yang luas.
b) Aktivasi Kimia (Chemical Impregnating Agent): Metode ini dilakukan dengan
cara merendam bahan baku pada bahan kimia (H
3
PO
4
, ZnCl
2
, CaCl
2
, K
2
S, HCl,
H
2
SO
4
, NaCl, Na
2
CO
3
). Proses ini bertujuan untuk membersihkan permukaan
pori, membuang senyawa pengganggu dan menata kembali letak atom yang
dapat dipertukarkan.
Sabarudin (1996), dalam penelitiannya tentang aktivasi arang tempurung
kelapa dengan NaCl dan gas CO
2
dalam reaktor fluidasi dengan memvariasikan
suhu pengarangan dalam medium gas CO
2
dan variasi NaCl. Didapat suhu terbaik
untuk karbon aktif pada suhu 500
o
C dan konsentrasi NaCl 30 %.




Tabel 2.4 Karakteristik Karbon Aktif Pada Berbagai Suhu Dengan Konsentrasi
NaCl 40 %
Suhu
o
C
Angka
Iodin
(mg/g)
Berat
Jenis
(g/ml)
Kadar Abu
(%)
Kadar
Air (%)
Kehilangan
Berat Karbon
(%)
350 206,104 1,2835 0,8798 2,4726 10,22
400 227,104 1,2642 0,7869 2,1368 11,55
450 251,300 1,2505 0,7597 1,9665 12,67
500 276,507 1,2224 0,7532 1,5990 14,00
550 268,898 1,2236 0,7700 1,7992 15,55
600 245,637 1,2497 0,7481 1,5444 16,45
Sumber: sabarudin, 1996


Tabel 2.5 Konsentrasi NaCl (%, b/v)
NaCl
(%)
Angka
Iodin
(mg/g)
Berat
Jenis
(g/ml)
Kadar Abu
(%)
Kadar
Air (%)
Kehilangan
Berat Karbon
(%)
15 165,811 1,3083 0,7138 1,1394 15,78
20 211,604 1,2873 0,7365 1,1226 15,33
25 256,982 1,2393 0,8689 1,1200 15,11
30 302,840 1,1801 0,8816 1,1305 14,22
35 298,820 1,1992 0,8942 1,1467 14,22
40 276,504 1,2224 0,7532 1,5990 14,00
Sumber: Sabarudin, 1996

2.5 Parameter Kualitas Minyak Goreng
2.5.1 Angka Iodin
Asam lemak yang tidak jenuh dalam minyak mampu menyerap sejumlah
iod dan membentuk senyawa yang jenuh. Besarnya jumlah iod yang diserap
menunjukkan banyaknya ikatan rangkap atau ikatan tidak jenuh. Bilangan iod
dinyatakan sebagai jumlah gram iod yang diserap oleh 100 gram minyak yang
mana titik akhir titrasi dinyatakan dengan hilangnya warna biru dengan indikator
amilum. Bilangan iodin dapat menyatakan derajat ketidakjenuhan dari minyak dan
dapat dipergunakan untuk menggolongkan jenis minyak pengering, setengah
pengering dan minyak bukan pengering. Minyak pengering adalah minyak yang
mempunyai sifat dapat mengering jika terkena oksidasi dan berubah menjadi
lapisan tebal, bersifat kental dan membentuk sejenis selaput jika dibiarkan di
udara terbuka. Minyak pengering mempunyai bilangan iodin yang lebih dari 130.
Minyak setengah pengering adalah minyak yang mempunyai daya mengering
lebih lambat dan bilangan iodinnya antara 100 sampai 130 (Ketaren, 2008).
Angka iodin mencerminkan ketidakjenuhan asam lemak penyusun
minyak. Asam lemak tidak jenuh mampu mengikat iod dan membentuk
senyawaan yang jenuh. Banyaknya iodin yang diikat menunjukkan banyaknya
ikatan rangkap (Sudarmadji, 2007). Bilangan iodin adalah gram iodin yang
diserap oleh 100 g lemak I
2
akan mengadisi ikatan rangkap asam lemak tidak
jenuh bebas maupun yang dalam bentuk ester. Bilangan iodin tergantung pada
jumlah asam lemak tidak jenuh dalam lemak. Lemak yang akan diperiksa
dilarutkan dalam kloroform (CHCl
3
) kemudian ditambah larutan iodin berlebihan
(0,1 sampai 0,5 g). Sisa iodin yang tidak bereaksi dititrasi dengan tiosulfat
(Winarno, 1984):

I
2
+ 2 Na
2
S
2
O
3
2 NaI + Na
2
S
4
O
6


Ketaren (2008), menerangkan bahwa : sampel minyak dimasukkan ke
dalam erlenmeyer 200 atau 300 ml yang bertutup. Kemudian dilarutkan dengan 10
ml kloroform atau karbon tetraklorida, dan ditambahkan 25 ml pereaksi. Reaksi
dibiarkan selama 1 jam di tempat yang gelap. Sebagian iodium (I
2
) akan
dibebaskan dari larutan (larutan KI yang digunakan adalah KI 10 %). Iod yang
dibebaskan dititrasi dengan larutan natrium thiosulfat 0,1 N dengan indikator
larutan pati.

2.5.2 Angka Peroksida
Peroksida yaitu suatu produk awal dari reaksi oksidasi yang bersifat labil,
reaksi ini dapat berlangsung bila terjadi kontak antara sejumlah oksigen dengan
minyak. Terjadinya reaksi oksidasi ini akan mengakibatkan bau tengik pada
minyak. Oksidasi biasanya dimulai dengan pembentukan peroksida dan
hidroperoksida, dan selanjutnya terurainya asam-asam lemak yang disertai dengan
konversi hidroperoksida menjadi aldehid dan keton serta asam-asam lemak bebas.
Peroksida dapat mempercepat proses timbulnya bau tengik dan flavor
yang tidak dikehendaki dalam bahan pangan. Jika jumlah peroksida dalam bahan
pangan lebih besar dari 100 akan bersifat sangat beracun dan tidak dapat dimakan,
disamping bahan pangan tersebut mempunyai bau yang tidak enak.
Peroksida akan membentuk persenyawaan lipoperoksida secara
nonenzimatis dalam otot usus mitokondria. Lipoperoksida dalam aliran darah
mengakibatkan denaturasi lipoprotein yang mempunyai kerapatan rendah.
Lipoprotein dalam keadaan normal mempunyai fungsi aktif sebagai transportasi
trigliserida, dan jika lipoprotein mengalami denaturasi akan mengakibatkan
deposisi lemak dalam pembuluh darah (aorta) sehingga menimbulkan gejala
pengendapan lemak dalam pembuluh darah (atherosclerosis) (Ketaren, 2005).
Dalam penelitiannya, sampel minyak ditimbang seberat 5 gram di dalam
Erlenmeyer, kemudian dimasukkan 30 ml campuran pelarut yang terdiri dari 60 %
asam asetat glasial dan 40 % kloroform. Setelah minyak larut, ditambahkan 0,5 ml
larutan kalium iodida jenuh sambil dikocok. Setelah dua menit sejak penambahan
kalium iodida ditambahkan 30 ml air. Kelebihan iod dititrasi dengan larutan
natrium thiosulfat 0,1 N. Hasilnya dinyatakan dalam miliekuivalen per 1000 gram
minyak.
Bilangan peroksida adalah nilai terpenting untuk menentukan derajat
kerusakan minyak. Asam lemak tidak jenuh dapat mengikat oksigen pada ikatan
rangkapnya sehingga membentuk peroksida. Ketaren (2008):

R C
H
C
H
R' + O O
R
H
C
H
C R'
O
O
R
H
C
H
C R'
O O
Moloksida
Peroksida Labil

Gambar 2.4 Reaksi pembentukan peroksida (Sumber: Ketaren, 2008)


Bilangan peroksida dinyatakan dengan miliequivalen peroksida dalam
1000 gram. Penentuannya menggunakan metode titrasi iodin dengan indikator pati
(amilum) (Sudarmadji, 1997).

2.5.3 Mengukur Kekeruhan Minyak Goreng
Kekeruhan pada minyak disebabkan karena adanya kotoran. Kotoran
tersebut terdiri dari 2 golongan:
a) Kotoran yang berbentuk koloid: kotoran ini terdiri dari fosfolipid, karbohidrat,
senyawa yang mengandung nitrogen dan senyawa kompleks lainnya. Senyawa
ini dapat dihilangkan dengan proses penyaringan dengan menggunakan
adsorben (Ketaren, 2008).
Menurut Salvato (1972), total suspended solid merupakan sisa padatan
yang yang tertinggal pada penyaringan/ dengan kata lain berat zat padat
tersuspensi/ tak terlarut dalam volume tertentu dari limbah cair (Prayogo, 2006).
b) Kotoran yang terlarut: kotoran yan termasuk dalam golongan ini terdiri dari
asam lemak bebas, sterol, hidrokarbon; mono dan digliserida yang dihasilkan
dari hidrolisa trigliserida; zat warna yang terdiri dari karotenoid, klorofil. Zat
warna lain yang dihasilkan dari proses oksidasi dan dekomposisi minyak yang
terdiri dari keton, aldehid dan zat lain yang belum dapat diidentifikasi
(Ketaren, 2008).
Ada 3 metode pengukuran kekeruhan: metode nefelometrik, metode
hellige turbidimetri, dan metode visuil (Alaerts, 1987).
Penelitian ini menggunakan metode nefelometrik. Prinsip metode
nefelometrik adalah perbandingan antara intensitas cahaya yang dihamburkan dari
suatu sampel dengan intensitas cahaya yang dihamburkan oleh suatu larutan
kekeruhan standard pada kondisi yang sama. Makin tinggi intensitas cahaya yang
dihamburkan, maka makin tinggi pula kekeruhannya. Kekeruhan dari suspensi
standard hampir sama dengan skala kekeruhan 40 unit Jackson yang diukur
dengan Candle turbidimeter. Larutan kekeruhan dapat menggunakan larutan
yang membentuk endapan seperti BaSO
4
yang diukur dengan spektrofotometer
tampak (Alaerts, 1997).
Metode nefelometrik juga digunakan di dalam instrumentasi spektronik
20. Spektronik 20 memiliki prinsip kerja yang sama dengan metode nefelometrik
yaitu perbandingan antara intensitas cahaya yang dihamburkan dari suatu sampel
dengan intensitas cahaya yang dihamburkan dari suatu larutan kekeruhan standard
pada konsisi yang sama (Vogel, 1994).

2.5.4 Spektrofotometer Tampak
Spektrofotometer digunakan untuk megukur energi relatif jika energi
tersebut ditransmisikan, direfleksikan dan diemisikan sebagai fungsi dari panjang
gelombang (Sax and Lewis, 1987).
Pengukuran absorbansi atau transmitan dalam spektroskopi sinar tampak
digunakan untuk analisa kualitatif dan kuantitatif. Absorbansi cahaya ultraviolet
atau cahaya tampak mengakibatkan transisi elektronik, yaitu promosi elektron-
elektron dari orbital keadaan dasar yang berenergi rendah ke orbital keadaan
tereksitasi berenergi lebih tinggi. Transisi ini memerlukan 40-300 kkal/mol.
Energi yang terserap selanjutnya terbuang sebagai kalor, sebagai cahaya, atau
tersalurkan dalam reaksi kimia (misalnya isomerisasi atau reaksi-reaksi radikal
bebas) (Fessenden dan Fessenden, 1986). Panjang gelombang pada waktu
absorbsi terjadi tergantung pada seberapa erat elektron terikat di dalam molekul
(tingkat kemudahan promosi elektron) (Sax and Lewis, 1987).
Panjang gelombang cahaya uv atau cahaya tampak bergantung pada
mudahnya promosi elektron. Molekul-molekul yang memerlukan lebih banyak
energi untuk promosi elektron, akan menyerap pada panjang gelombang yang
lebih panjang. Senyawa yang menyerap cahaya dalam daerah tampak (yakni
senyawa berwarna) mempunyai elektron yang lebih mudah dipromosikan
daripada senyawa yang menyerap pada panjang gelombang uv yang lebih pendek.
Adapun radiasi kisaran untuk uv adalah 180nm-380 nm sedangkan untuk visibel
adalah 380nm-780nm (Fessenden dan Fessenden, 1986). Dalam spektrum uv-vis,
absorbansi dari foton terlihat sebagai puncak dari grafik, tidak sebagai lekukan
seperti pada spektrum infra merah. Panjang gelombang dari absorbansi
maksimum dalam spektrum tampak yang diabsorbansi oleh suatu senyawa
tergantung dari berapa banyak energi yang diperlukan untuk memindahkan
elektron dalam senyawa tersebut (Sax and Lewis, 1987).


Tabel 2.6 Interval panjang gelombang di daerah sinar tampak, warna yang
dihasilkannya dan warna komplementernya
Panjang gelombang (nm) Warna Warna komplementer
400 - 435 Violet Kuning Hijau
435 480 Biru Kuning
480 490 Hijau Biru Oranye
490 500 Biru Hijau Merah
500 560 Hijau Ungu
560 580 Kuning Hijau Violet
580 595 Kuning Biru
595 610 Oranye Hijau Biru
610 - 750 Merah Biru - Hijau


Adapun komponen yang penting daripada spektroskopi visibel adalah
sebagai berikut:








Gambar 2.5 Instrumentasi Spektroskopi Tampak
(Sumber: Day dan Undewood, 2002)

Baik spektrofotometer berkas tunggal maupun berkas rangkap, dan
instrument yang beroprasi dalam berbagai spektrum, semuanya mempunyai
komponen-komponen penting ini, meskipun rinciannya sangat berlainan dalam
beberapa hal (Day dan Undewood, 2002).
Keterangan dari gambar (khopkar, 2003):
a. Sumber yang biasa digunakan pada spektroskopi absorpsi adalah lampu
wolfram. Energy radiasi yang dibebaskan tidak boleh bervariasi pada berbagai
panjang gelombang.
b. Monokromator digunakan untuk memperoleh sumber sinar yang monokromatis
atau mengubah sinar polikromatis menjadi monokromatis. Alatnya dapat
berupa prisma taupun grating. Untuk mengarahkan sinar monokromatis yang
diinginkan dari hasil penguraian ini dapat digunakan celah. Jika celah
posisinya tetap, maka prisma atau gratingnya yang dirotasikan untuk
mendapatkan panjang gelombang yang diinginkan.
c. Sel absorpsi pada pengukuran di daerah tampak dapat menggunakan kuvet
kaca atau kuvet kaca corex dapat digunakan, tetapi untuk pengukuran pada
daerah tampak kita harus menggunakan sel kuarsa karena gelas tidak tembus
Sumber radiasi detector Absorpsi (sampel) monokromator sel
read out/recorder
cahaya pada daerah ini. Umumnya tebal kuvet adalah 10 nm, tetapi yang lebih
kecil ataupun yang lebih besar dapat digunakan. Sel yang biasa digunakan
berbentuk persegi, tetapi berbentuk silinder juga dapat digunakan.
d. Detektor peran detektor penerima adalah memberikan respon terhadap cahaya
pada berbagai panjang gelombang.
e. Read out/recorder berperan menampilkan data yang diperoleh dari hasil respon
yang terjadi pada detektor.































BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Kimia Universitas Islam
Negeri (UIN) Maulana Malik Ibrahim Malang pada bulan Oktober 2009 sampai
Januari 2010 dan Universitas Muhammadiah Malang pada bulan November
sampai Desember 2009.

3.2 Bahan dan Alat Penelitian
3.2.1 Bahan
Adapun bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini: minyak
goreng bekas (digunakan menggoreng lalapan), biji kelor, akuades (H
2
O), natrium
klorida (NaCl) 30 %, kloroform p.a (CHCl
3
) 97 %, larutan Hanus I, larutan KI 15
%, natrium tiosulfat (Na
2
S
2
O
3
) 0,1 N, larutan pati 1 %, asam asetat p.a 95 %,
barium diklorida (BaCl
2
), asam sulfat (H
2
SO
4
), natrium hidroksida (NaOH) 16 %.

3.2.2 Alat
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah: seperangkat alat
gelas laboratorium, kertas/kain saring, buret, statif, corong pisah, timbangan
analitik, termometer, oven, magnetic stirrer, stop wacth, ayakan 30-40 mesh,
mortar, aluminium foil, hot plate, tanur, spektronik 20.

3.3 Tahapan-tahapan Penelitian
Tahapan dalam penelitian ini adalah:
a) Preparasi biji kelor menjadi serbuk karbon aktif.
b) Proses despicing.
c) Proses netralisasi
d) Proses penjernihan dengan variasi suhu interaksi menggunakan serbuk karbon
aktif biji kelor.
e) Analisa kualitas minyak goreng dengan mengetahui angka iodin dan angka
peroksida.
f) Analisa kekeruhan minyak goreng menggunakan spektronik 20.

3.4 Cara Kerja
3.4.1 Preparasi Biji Kelor (Warhust, et al, 1996)
Buah kelor yang sudah tua dan kering dibuang polongnya sehingga
diperoleh biji kelor, setelah itu biji kelor tanpa dipisah dari kulitnya dibungkus
dengan aluminium foil, kemudian dipanaskan di tanur. Pemanasan dilakukan
secara lambat mulai suhu kamar sampai dicapai suhu 400 C selama 2 jam. Arang
yang dihasilkan ditumbuk dan diayak dengan ukuran 30-40 mesh agar diperoleh
serbuk arang biji kelor. Serbuk arang biji kelor dicuci dengan air panas kemudian
dipisahkan airnya dengan proses penyaringan. Arang basah dikeringkan di oven
dengan suhu 110 C selama 2 jam. Arang diaktivasi dengan direndam larutan
NaCl 30 % selama 24 jam, kemudian dipisahkan larutan NaClnya dengan
disaring. Arang aktif dicuci dengan air panas, kemudian dikeringkan dalam oven
110 C selama 2 jam, selanjutnya serbuk arang dibungkus aluminium foil dan
diaktivasi fisika pada suhu 500 C selama 2 jam (Sabarudin, 1996).

3.4.2 Proses Despicing / Penghilangan Bumbu (Taufik, 2007)
Ditimbang sebanyak 250 gram minyak goreng bekas kemudian
ditambahkan air dengan komposisi minyak:air (1:1), masukkan ke dalam beaker
glass 500 ml. Selanjutnya dipanaskan sampai air dalam beaker glass hingga
tinggal setengahnya. Campuran didiamkan dalam corong pisah selama 1 jam,
kemudian fraksi air pada bagian bawah dipisahkan sehingga diperoleh minyak
bebas air, setelah itu dilakukan penyaringan dengan kertas saring untuk
memisahkan kotoran yang tersisa.

3.4.3 Proses Netralisasi (Ketaren, 2008)
Minyak hasil despicing sebanyak 150 gram dipanaskan sampai
temperatur 35
0
C, kemudian ditambahkan 6 mL larutan NaOH 16 %, diaduk
campuran selama 10 menit pada temperatur 40
0
C, selanjutnya didinginkan
selama 10 menit dan disaring dengan kertas saring.

3.4.4 Proses Penjernihan (Ketaren, 2008)
3.4.4.1 Variasi Suhu Interaksi
Minyak goreng hasil netralisasi dipanaskan dengan variasi suhu 50 C ,
70 C , 90 C, 110 C, 130 C, dan 150 C , kemudian dimasukkan 35 mg serbuk
karbon aktif biji kelor dan diaduk selama 45 menit. Larutan disaring, kemudian
dianalisis angka iodin dan angka peroksida pada masing-masing suhu dan diukur
kekeruhan minyak goreng.

3.4.5 Analisa Kualitas Minyak Goreng Hasil Reprosessing
3.4.5.1 Penentuan Angka Iodin (Helrich, 1990)
Ditimbang 5 gram minyak goreng kemudian masukkan ke dalam labu
500 ml dan dilarutkan dalam 10 ml CHCl
3
. Larutan ditambah 25 ml larutan Hanus
I dan biarkan selama 30 menit, kemudian ditambah 10 ml larutan KI 15 % sambil
dikocok perlahan. Larutan ditambah dengan 100 ml akuades dingin kemudian
dititrasi dengan 0,1N Na
2
S
2
O
3
sampai warna kuning menjadi agak pucat dan
ditambah beberapa tetes indikator pati kemudian dilanjutkan titrasi dengan 0,1N
Na
2
S
2
O
3
sampai warna biru hilang dan dihitung angka iod.



Keterangan:
B : jumlah ml Na
2
S
2
O
3
untuk titrasi blanko
S : jumlah ml Na
2
S
2
O
3
untuk titrasi sampel
N : normalitas larutan Na
2
S
2
O
3

12,69 : bobot atom iodium
10


Angka iod =
(B-S)xNx12,69
Sampel (g)

Angka iod =
(B-S)xNx12,69
Sampel (g)

3.4.5.2 Penentuan Angka Peroksida (Sudarmadji, 1997)
Ditimbang sebanyak 5 gram minyak goreng hasil penjernihan dan
dimasukkan ke dalam Erlenmeyer kemudian ditambahkan 30 ml larutan asam
asetat 95% - klroroform 97% (3:2), dikocok sampai bahan terlarut semua,
selanjutnya ditambahkan 0,5 larutan KI. Didiamkan selama 1 menit sambil
digoyang, setelah itu ditambahkan 30 ml akuades. Campuran dititrasi dengan 0,1
ml N Na
2
S
2
O
3
sampai warna kuning hampir hilang, ditambahkan 0,5 ml larutan
pati 1 % dan dititrasi kembali sampai warna biru mulai hilang. Dihitung angka
peroksida yang dinyatakan dalam miliequivalen dari peroksida dalam setiap 1000
g sampel.




3.4.5.3 Analisa Kekeruhan Minyak Goreng dengan Spektronik 20
3.4.5.3.1 Pembuatan Larutan Stok Ba 1000 ppm
Dilarutkan padatan BaCl
2
sebanyak 152 mg dengan akuades 50 mL di
dalam beaker glass dan ditambah H
2
SO
4
2M sebanyak 20 mL, kemudian ditetesi
H
2
SO
4
sampai tidak ada endapan. Larutan diencerkan dalam labu ukur 100 mL
sampai tanda batas. Didapat larutan stok Ba 1000 ppm.



Angka Peroksida =

ml.Na
2
S
2
O
3
x N.thio x 1000
Sampel (g)

3.4.5.3.2 Pembuatan Larutan Standard dengan Konsentrasi 10, 30, 50, 70,
100, 200, 500, dan 700 ppm (Alaert, 1987)

Larutan stok BaSO
4
1000 ppm dipipet sebanyak 0,5 mL, 1,5 mL, 2,5 mL,
3,5 mL, 5 mL, 10 mL, 25 mL, dan 35 mL. Masing-masing larutan yang sudah
dipipet di masukkan dalam labu ukur 50 mL dan diencerkan sampai tanda batas.
Didapat larutan standard dengan konsentrasi 10, 30, 50, 70, 100, 200, 500, dan
700 ppm.

3.4.5.3.3 Mencari Lamda max Larutan Standar

Larutan stok BaSO
4
dimasukkan dalam kuvet spektronik dan diukur
lamda max dari 340 nm 600 nm. Dari lamda max yang didapat, diukur
absorbansi pada masing-masing larutan standar.

3.4.5.3.4 Pengukuran Kekeruhan Minyak Goreng Bekas dengan Metode
Spektronik 20

Dinyalakan Spektronik 20 15 menit, kemudian diukur lamda max
dimulai 340 nm sampai 600 nm dengan pembacaan tiap 5 nm. Diukur larutan
standard pada berbagai konsentrasi pada lamda max yang didapat dan dimasukkan
blanko, dikocok sampel minyak goreng kemudian langsung dimasukkan dan
dibaca absorbansinya. Didapat data kekeruhan minyak goreng bekas.




3.5 Analisis Data
Data yang diperoleh dari hasil penelitian dianalisis secara deskriptif yang
ditampilkan dalam bentuk tabel dan grafik.








































BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Preparasi Biji Kelor Menjadi Karbon Aktif
Penelitian ini diawali dengan pembuatan karbon aktif dari biji kelor yang
berfungsi sebagai adsorben untuk menjernihkan minyak goreng bekas. Ada tiga
tahap dalam proses pembuatan karbon aktif, yaitu: proses dehidrasi/proses
penghilangan air, proses karbonisasi/proses pemecahan bahan-bahan organik
menjadi karbon dan proses aktivasi/perluasan pori. Akan tetapi, pada penelitian
ini, peneliti menggunakan dua tahap, yaitu proses karbonisasi dan proses aktivasi.
Hal ini karena proses dehidrasi dilakukan satu tahap dengan proses karbonisasi.
Proses karbonisasi pada penelitian ini akan mengubah biji kelor menjadi
karbon (arang) yang nantinya akan menjadi adsorben, yang dapat menyerap
minyak jenuh, senyawa peroksida, pengotor dan warna pada minyak. Sebelum
melakukan proses ini, terlebih dahulu biji kelor dibungkus aluminium foil dengan
rapat dan dipastikan tidak ada bagian dari aluminium foil yang robek atau
berlubang. Aluminium foil ini berfungsi untuk mencegah masuknya oksigen ke
dalam sampel saat proses karbonisasi berlangsung atau mencegah terjadinya
pengabuan.
Proses selanjutnya, yaitu dengan memasukkan biji kelor yang sudah
dibungkus aluminium foil ke dalam tanur, kemudian dipanaskan dari suhu kamar
sampai dengan suhu 400
0
C. Pada saat suhu mencapai 170
0
C, maka terjadilah
proses dehidrasi yang bertujuan untuk menguapkan seluruh kandungan air pada
biji kelor. Pada suhu di atas 170
0
C, unsur-unsur bukan karbon dikeluarkan dari
biji kelor dalam bentuk gas. Pada suhu 275
0
C, terjadi dekomposisi yang
menghasilkan tar, metanol dan hasil samping lainnya. Selanjutnya, pada suhu 400
0
C biji kelor berubah menjadi karbon, berwarna hitam dan berbentuk bulat.
Proses karbonisasi ini dilanjutkan dengan proses aktivasi yang bertujuan
untuk mendapatkan karbon aktif dengan daya serap yang besar. Aktivasi yang
dilakukan pada penelitian ini adalah aktivasi kimia dan aktivasi fisika.
Pada proses aktivasi kimia, arang biji kelor ditumbuk sampai berbentuk
serbuk, yang bertujuan untuk memperluas permukaan spesifik karbon dan diayak
dengan ukuran mesh 30-40. Serbuk karbon biji kelor yang digunakan adalah yang
tertahan di ayakan 40 mesh. Guna dari pengayakan ini untuk menyeragamkan
ukuran partikel serbuk biji kelor yang akan digunakan. Serbuk karbon biji kelor
yang didapat direndam dengan larutan NaCl 30 % selama 24 jam. Unsur-unsur
dari persenyawaan NaCl yang ditambahkan akan meresap ke dalam arang dan
membuka permukaan (arang) yang mula-mula tertutup oleh komponen
pengganggu atau pengotor sehingga luas permukaan yang aktif bertambah besar
(Ketaren, 2008). Pada penelitian ini, butiran arang biji kelor jika direndam dalam
larutan NaCl akan mengadsorbsi garam tersebut. Garam ini berfungsi untuk
membantu menghilangkan endapan hidrokarbon yang dihasilkan pada proses
karbonisasi. Karbon biji kelor yang sudah direndam dengan NaCl 30 % selama
24 jam kemudian disaring dengan kertas saring dan dicuci dengan air panas, yang
berguna untuk menghilangkan pengotor yang ada pada serbuk karbon biji kelor
selama perendaman dengan NaCl 30 %. Gumpalan serbuk karbon aktif biji kelor
yang diperoleh, di oven dengan suhu 110 C selama 2 jam, bertujuan untuk
menghilangkan air pada serbuk karbon aktif biji kelor.
Proses aktivasi kimia pada serbuk karbon aktif biji kelor dilanjutkan
dengan aktivasi secara fisika. Dalam proses ini serbuk karbon aktif biji kelor yang
sudah di oven, dibungkus aluminium foil dengan rapat dan dipastikan tidak ada
bagian aluminium foil yang robek atau berlubang. Aluminium foil ini berfungsi
untuk mencegah masuknya oksigen ke dalam sampel saat proses karbonisasi atau
mencegah terjadinya pengabuan. Aktivasi fisika pada penelitian ini menggunakan
tanur dengan suhu 500
0
C dan dilakukan selama 2 jam. Aktivasi fisika ini
bertujuan untuk menghilangkan konstituen yang mudah menguap dan membuang
produksi tar/hidrokarbon yang menutupi pori-pori sehingga menghasilkan karbon
aktif dengan susunan karbon yang padat dan pori yang luas.
Pembuatan karbon aktif dari biji kelor yang digunakan sebagai adsorben
untuk menjernihkan minyak goreng bekas tersebut, telah menunjukkan bahwa
setiap sesuatu sekecil apapun yang diciptakan oleh Allah SWT pasti mempunyai
manfaat yang besar, seperti yang telah dijelaskan dalam surat Al-Anam ayat 99:
%!# & $9# $ $_z' / N$7 . ` $_z'
#z l $'6m $62#I 9# $= #% # M_
>$& G9# $9# $6K` 7F` #`# <) O #) O&
) 39 M )9 ``

Artinya: Dan dialah yang menurunkan air hujan dari langit, lalu kami
tumbuhkan dengan air itu segala macam tumbuh-tumbuhan Maka kami keluarkan
dari tumbuh-tumbuhan itu tanaman yang menghijau. Kami keluarkan dari
tanaman yang menghijau itu butir yang banyak; dan dari mayang korma
mengurai tangkai-tangkai yang menjulai, dan kebun-kebun anggur, dan (Kami
keluarkan pula) zaitun dan delima yang serupa dan yang tidak serupa.
Perhatikanlah buahnya di waktu pohonnya berbuah dan (perhatikan pulalah)
kematangannya. Sesungguhnya pada yang demikian itu ada tanda-tanda
(kekuasaan Allah) bagi orang-orang yang beriman (QS. Al-Anaam [6]: 99).

Ayat di atas menjelaskan bahwa Allah SWT menciptakan berbagai
macam tumbuhan yang mengeluarkan biji-bijian ( ---'-= ' ) untuk diambil
manfaatnya, yang ditegaskan pada kutipan ayat, yang artinya Perhatikanlah
buahnya di waktu pohonnya berbuah dan (perhatikan pulalah) kematangannya.
Sesungguhnya pada yang demikian itu ada tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi
orang-orang yang beriman. Kutipan ayat tersebut juga sesuai dengan
pemanfaatan biji kelor. Biji kelor dipercaya mempunyai banyak manfaat karena
banyaknya unsur-unsur yang terkandung di dalamnya. Disamping sebagai
sayuran, biji kelor juga dimanfaatkan sebagai koagulan dan adsorben.

4.2 Despicing/Pemisahan Bumbu dari Minyak Goreng Bekas
Proses despicing adalah proses penghilangan bumbu, dimana
perlakuannya: minyak goreng bekas dicampur air dengan komposisi yang sama
(1:1), kemudian dipanaskan hingga air tinggal setengahnya. Proses ini bertujuan
untuk memisahkan partikel halus tersuspensi seperti protein, karbohidrat, garam,
gula dan bumbu rempah-rempah dalam minyak. Kotoran-kotoran tersebut akan
larut dalam air dan ikut mengendap dalam fase air, karena sifat sebagian dari
pengotor memiliki sifat kepolaran (lebih polar). Dengan demikian senyawa-
senyawa pengotor polar dalam minyak goreng dapat diekstraksi ke dalam fase air,
sehingga pada proses ini diperoleh minyak yang bebas bumbu, dengan warna
minyak yang semula coklat gelap/kehitaman menjadi kuning kecoklatan.
Bila ditinjau dari sisi agama, minyak goreng bekas tetap halal dan boleh
dikonsumsi kembali selagi tidak menyababkan penyakit atau membahayakan bagi
tubuh kita. Sebagaimana anjuran Allah kepada hambaNya untuk selalu
mengkonsumsi makanan-makanan yang tidak hanya halal ``= ( ) tetapi juga
harus baik ('--=). Kesadaran untuk memakan yang halal lagi baik dan menjauhkan
diri dari yang haram dan syubhat itulah yang membedakan manusia dan binatang.
Makanan yang halal lagi baik dapat menentukan perkembangan rohani dan
pertumbuhan jasmani ke arah yang positif dan diridhoi Allah di dunia dan di
akhirat. Apabila makanan yang dikonsumsi tidak halal lagi tidak baik, manusia
akan berwatak syaitan di dunia dan diancam dengan siksaan neraka pada hari
kiamat kelak (Muhammad, 1995).
Anjuran memakan yang halal lagi baik telah dijelaskan dalam Al-Quran
surat Al-Baqarah (2) ayat 168 dan surat Al-Maidah (5) ayat 88:
$' '$9# #=. $ {# =m $7 #`6K? Nz 9# )
39 7

Artinya: Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa
yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan;
karena Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu (QS. Al-
Baqarah (2) : 168).


#=. $ `3% !# =m $7 #)?# !# %!# F& / ``

Artinya: Dan makanlah makanan yang halal lagi baik dari apa yang
Allah Telah rezekikan kepadamu, dan bertakwalah kepada Allah yang kamu
beriman kepada-Nya (QS. Al-Maidah [5]: 88).


4.3 Netralisasi
Proses netralisasi adalah suatu proses untuk memisahkan asam lemak
bebas dari minyak dengan cara mereaksikan asam lemak bebas dengan basa
sehingga membentuk sabun. Proses netralisasi pada penelitian ini menggunakan
NaOH sebagai pereaksi basa. Penggunaan NaOH membantu dalam mengurangi
zat warna dan kotoran yang berupa getah serta lendir dalam minyak yang tidak
dapat dihilangkan dengan proses despicing.
Reaksi antara asam lemak bebas dengan NaOH adalah sebagai berikut:









R CH O H
O
OH
-
Na
+
R C O
-
O
+ H
2
O + Na
+
R C O
-
O
R C O
O
-
+
H
2
O + Na
+
R C
O + H
2
O
ONa

C
O
OH
+ NaOH C
O
ONa
+ H
2
O
asam lemak bebas basa
sabun
air
CH
3
(CH
2
)
7
CH CH(CH
2
)
7
CH
3
(CH
2
)
7
CH CH(CH
2
)
7


Gambar 4.1 Reaksi Asam Lemak Bebas dengan NaOH


Dari gambar 4.1 dapat dijelaskan bahwa asam lemak bebas termasuk
asam karboksilat. Asam karboksilat merupakan suatu senyawa organik yang
memiliki dua gugus, yaitu gugus karbonil (C=O) dan gugus hidroksil (C-OH).
Pada proses netralisasi, sabun yang terbentuk dapat membantu pemisahan
zat warna dan kotoran seperti fosfatida dan protein dengan cara membentuk
emulsi.
Pada saat minyak goreng hasil despicing dalam keadaan panas
ditambahkan larutan NaOH 16 % yang dilanjutkan dengan pengadukan, yang
bertujuan untuk membantu mempercepat pengikatan NaOH dengan sabun yang
ada pada minyak, maka akan terbentuk butiran kecil-kecil berwarna kuning
kecoklatan yang lama-kelamaan warnanya berubah menjadi orange tua. Butiran
tersebut merupakan sabun. Minyak netral yang dihasilkan dengan pH 6 berwarna
orange jernih dan bersih, sedangkan minyak hasil despicing memiliki pH 5 yang
berarti minyak tersebut bersifat asam dengan warna coklat kehitaman.
Dilihat dari sisi agama, minyak hasil netralisasi tetap halal dan boleh
digunakan kembali selagi tidak menyebabkan penyakit atau membahayakan bagi
tubuh. Hal ini sesuai dengan anjuran Allah kepada hambaNya untuk selalu
mengkonsumsi makanan-makanan yang tidak hanya halal ``= ( ) tapi juga harus
baik ('--=), hal ini dikarenakan Allah sangat mencintai sesuatu yang baik.
Sebagaimana firmanNya dalam surat Al-Muminun (23) ayat 51:
$' `9# #=. M69# #=# $s= ) $/ =? =

Artinya: Hai rasul-rasul, makanlah dari makanan yang baik-baik, dan
kerjakanlah amal yang saleh. Sesungguhnya aku Maha mengetahui apa yang
kamu kerjakan (QS. Al-Muminun (23) : 51).
Berdasarkan ayat di atas, dapat dijelaskan bahwa Allah menganjurkan
untuk memakan rezki yang telah diberikan kepada kita berupa hal-hal yang halal
dan bukan yang diharamkan, seperti bangkai, darah yang mengalir, daging babi,
dan juga halal dalam pencahariannya, misalnya bukan barang riba dan curian.
Selain itu, rezki tersebut hendaknya sedap dimakan, dan tidak kotor, baik karena
zatnya sendiri, karena rusak atau berubah akibat terlalu lama disimpan (Musthafa,
1992).




4.4 Penentuan Angka Iodin dengan Variasi Suhu Interaksi Serbuk Karbon
Aktif Biji Kelor

Angka iod menunjukkan ketidakjenuhan asam lemak penyusun minyak
dan lemak. Asam lemak tidak jenuh mampu mengikat iod dan membentuk
senyawa yang jenuh. Banyaknya iod yang diikat menunjukkan banyaknya ikatan
rangkap yang terdapat pada minyak. Angka iod dinyatakan sebagai banyaknya
gram iod yang diikat oleh 100 gram minyak atau lemak. Hal ini menunjukkan
bahwa semakin tinggi angka iod, semakin bagus kualitas minyak goreng.
Minyak goreng bekas memiliki angka iod yang sangat rendah. Hal ini
dikarenakan jumlah ikatan rangkap dalam minyak goreng bekas semakin kecil
sebagai akibat dari pemanasan dengan suhu tinggi dan pemakaian minyak yang
lebih dari 5 kali penggorengan atau mengalami reaksi oksidasi serta menghasilkan
asam lemak bebas, alkohol, aldehid, radikal bebas dan ikatan tunggal.
Proses penentuan angka iod adalah dengan menggunakan larutan
iodium monobromida (Hanus I) yang ditambahkan dalam etanol. Setelah
melewati waktu tertentu dilakukan penetapan halogen yang dibebaskan dengan
penambahan kalium iodida (KI). Banyaknya iod yang dibebaskan dititrasi dengan
larutan standar natrium thiosulfat (Na
2
S
2
O
3
) dengan indikator amilum. Reaksi
yang terjadi adalah sebagai berikut:




CH
3
(CH
2
)
7
CH CH(CH
2
)
7
C
O
OH
+ 2 IBr berlebih
CH
3
(CH
2
)
7
C C(CH
2
)
7
C
O
OH
Br
H H
I
+ IBr sisa
Gambar 4.2 Reaksi penambahan IBr


Minyak goreng baru mempunyai angka iod 13,509 dan angka iod minyak
goreng bekas 3,700. Setelah diinteraksikan dengan serbuk karbon aktif biji kelor
dengan variasi suhu: 50 C, 70 C, 90 C, 110 C, 130 C, dan 150 C, diperoleh
angka iod dengan metode iodometri. Berikut adalah hasil analisa angka iod pada
berbagai variasi suhu interaksi:


Tabel 4.1 Hasil uiji angka iod minyak dengan
menginteraksikan serbuk karbon aktif biji
kelor
Suhu Angka Iodin
50 C 11,871
70 C 11,904
90 C 12,082
110 C 12,135
130 C 11,981
150 C 11,939


Gambar 4.3 Grafik angka iod minyak dengan variasi suhu interaksi
serbuk karbon aktif biji kelor


Berdasarkan tabel 4.1 dan gambar 4.2, angka iod pada minyak setelah
diinteraksikan dengan serbuk karbon aktif biji kelor pada suhu 50 C - 90 C
menunjukkan adanya peningkatan, tetapi peningkatan yang terjadi sangat sedikit
(tidak signifikan) atau cenderung konstan. Hal ini disebabkan interaksi antara
minyak dengan adsorben belum terlalu efektif atau juga dikarenakan situs-situs
aktif pada adsorben (serbuk karbon aktif biji kelor) belum maksimal dalam
mengadsorb adsorbat (senyawaan pemicu terbentuknya ikatan tunggal) seperti:
oksigen (O=O), air, alkoksil, peroksida, dll, pada minyak, sehingga reaksi yang
dihasilkan tidak optimal.
Angka iodin pada minyak dapat meningkat setelah diinteraksikan
dengan serbuk karbon aktif biji kelor pada suhu 110 C dengan angka iod sebesar
12,135. Hal ini menandakan bahwa senyawa-senyawa pemicu terbentuknya ikatan
tunggal sudah terserap oleh serbuk karbon aktif biji kelor dengan maksimal.
Adanya penambahan suhu saat proses interaksi minyak goreng dengan serbuk
karbon aktif biji kelor, sangatlah mempengaruhi laju terserapnya adsorben pada
dinding atau permukaan adsorbat. Sehingga senyawaan (adsorben) tersebut tidak
dapat memutus ikatan rangkap pada asam lemak tek jenuh.
Penambahan serbuk karbon aktif biji kelor pada minyak dilakukan pada
saat minyak mencapai suhu 110
0
C, selanjutnya dilakukan pengadukan dengan
magnet stirer selama 45 menit. Hal ini bertujuan untuk mempercepat reaksi antara
adsorben (serbuk karbon aktif biji kelor) dan adsorbat. Karena adanya proses
pengadukan tersebut, maka senyawa pemicu terbentunya ikatan tunggal (oksigen,
air, alkoksil, peroksida, dll) yang terkandung dalam minyak akan sering
melakukan kontak atau bertumbukan dengan serbuk karbon aktif biji kelor. Bila
terus-menerus mengalami tumbukan, maka adsorbat tersebut akan mendekati
serbuk karbon aktif biji kelor. Akhirnya, senyawa pemicu terbentuknya ikatan
tunggal yang terdapat pada minyak berpindah menuju serbuk kabon aktif biji
kelor, selanjutnya oksigen, alkoksil, dll, akan menyebar dan mengisi atau
menempel pada dinding pori atau permukaan serbuk karbon aktif biji kelor.
Terserapnya oksigen, air, alkoksil, peroksida, dll, di dinding atau
permukaan serbuk karbon aktif biji kelor tersebut disebabkan karena adanya
perbedaan energi potensial antara permukaan adsorben dan adsorbat, yang
melibatkan gaya fisika. Adsorpsi fisika melibatkan gaya antarmolekuler (gaya
Van der Walls) dan bersifat reversible. Pada proses terserapnya senyawa oksigen,
alkoksil, dll, ini dapat dimungkinkan terjadi adsorpsi secara fisika karena setiap
partikel-partikel adsorbat yang mendekati permukaan adsorben melalui gaya Van
der Waals.
Pada suhu 130 C angka iod menurun dari 12,135 menjadi 11,981 dan
pada suhu 150 C angka iod sebesar 11,939. Dengan menurunnya angka iod pada
minyak, ini menandakan kualitas minyak berkurang. Hal ini disebabkan karena
dengan meningkatnya suhu pemanasan pada minyak goreng saat dinteraksikan
dengan minyak goreng bekas, sehingga senyawaan oksigen, alkoksil, dll, yang
menempel di dinding serbuk karbon aktif biji kelor terlepas (desorbsi). Desorbsi
juga terjadi karena gaya van der Waals merupakan gaya ikatan yang lemah.
Molekul yang terbentuk dari adsorbsi fisika terikat sangat lemah dan
energi yang dilepaskan pada adsorpsi relatif rendah, sekitar 20 kj/mol (Castellan,
1982), karena itu sifat adsorbsinya adalah reversible, yaitu dapat balik atau
dilepaskan kembali.
Pada analisa angka iod, peneliti menduga bahwa meningkatnya angka
iod dari suhu 50 C 110 C dikarena laju terserapnya senyawaan pemicu
terjadinya ikatan tunggal (hasil degradasi minyak goreng), seperti: oksigen, air,
alkoksil, peroksida, dll, pada dinding atau permukaan serbuk karbon aktif biji
kelor semakin cepat. Sedangkan pada suhu 130 C - 150 C, angka iod menurun
disebabkan laju terserapnya senyawaan pemicu terjadinya ikatan tunggal (hasil
degradasi minyak goreng-sebagai adsorbat), pada dinding atau permukaan serbuk
karbon aktif biji kelor lambat, sehingga kesempatan adsorbat untuk membentuk
ikatan tunggal lebih cepat.


4.5 Penentuan Angka Peroksida dengan Variasi Suhu Interaksi Serbuk
Karbon Aktif Biji Kelor

Angka peroksida menunjukkan tingkat kerusakan minyak karena
oksidasi. Apabila minyak dipanaskan dan terkena udara maka akan mengalami
reaksi-reaksi oksidasi. Awalnya akan terbentuk alill radikal, kemudian radikal
peroksida, setelah itu akan terbentuk hidroperoksida, dan selanjutnya rantai-rantai
molekul putus menjadi radikal dengan rantai lebih pendek dan reaktif. Tingginya
angka peroksida menunjukkan telah terjadi kerusakan pada minyak tersebut dan
minyak akan segera mengalami ketengikan.
Penentuan angka peroksida pada minyak dalam penelitian ini
menggunakan metode iodin, yakni dengan cara sejumlah minyak dilarutkan dalam
campuran asetat yang bersifat polar : kloroform yang bersifat non polar (2 : 1).
Campuran keduanya adalah campuran pelarut polar dan non polar yang dapat
melarutkan minyak goreng dan mengekstrak senyawaan peroksida pada minyak
goreng.
Setelah larutan KI ditambahkan ke dalam minyak goreng, maka akan
terjadi reaksi antara KI dengan senyawa peroksida yang terdapat pada minyak
goreng. I
2
pada reaksi tersebut akan dibebaskan, selanjutnya campuran dititrasi
dengan larutan natrium thiosulfat (Na
2
S
2
O
3
). Reaksi yang terjadi seperti berikut:

R . COO + KI R . CO + H
2
O + I
2
+ K
+

I
2
+ 2 Na
2
S
2
O
3
2 NaI + Na
2
S
4
O
6
Gambar 4.4 Reaksi iodometri selama proses analisis angka peroksida


Langkah selanjutnya ditambahkan indikator amilum sampai terbentuk
warna biru, kemudian dititrasi lagi dengan natrium thiosulfat sampai warna biru
tersebut hilang. Terbentuknya warna biru setelah penambahan amilum
dikarenakan struktur molekul amilum yang berbentuk spiral, sehingga akan
mengikat molekul iodin maka terbentuklah warna biru.
Pengukuran angka peroksida ini dapat digunakan untuk mengetahui
kadar ketengikan minyak.
Penelitian ini memvariasikan suhu interaksi serbuk karbon aktif biji kelor
dengan minyak yang dilakukan pada suhu 50 C, 70 C, 90 C, 110 C, 130 C,
dan 150 C. Berikut adalah hasil uji angka peroksida dengan variasi suhu interaksi
serbuk karbon aktif biji kelor dengan minyak:


Tabel 4.2 Hasil uiji angka peroksida minyak dengan
menginteraksikan serbuk karbon aktif biji kelor
Suhu Angka Peroksida (meq/kg)
50 C 2,671
70 C 2,719
90 C 2,558
110 C 2,085
130 C 2,564
150 C 2,63



Gambar 4.5 Grafik angka peroksida minyak dengan variasi suhu
interaksi serbuk karbon aktif biji kelor


Tabel 4.2 dan Gambar 4.4 menunjukkan bahwa angka peroksida dari suhu
50 C - 70 C meningkat karena kurangnya interaksi antara serbuk karbon aktif
biji kelor dengan minyak, namun pada suhu 70 C - 110 C angka peroksida
menurun dari 2,719 meq/kg hingga 2,085 meq/kg. Hal ini menandakan adanya
interaksi (adsorbsi) antara serbuk karbon aktif biji kelor dengan senyawa
peroksida pada minyak. Pada suhu 130 C - 150 C, angka peroksida meningkat
dari 2,085 meq/kg menjadi 2,63 meq/kg. Peristiwa ini terjadi karena adanya
desorpsi, dimana adsorbat (senyawa peroksida) yang sudah terserap pada
permukaan serbuk karbon aktif biji kelor terlepas kembali, yang dipengaruhi
karena meningkatnya suhu interaksi selama proses.
Reaksi pembentukan peroksida dapat digambarkan sebagai berikut:


CH
3
(CH
2
)
7
CH CH(CH
3
)
7 C
O
OH
+ O O
CH
3
(CH
2
)
7
CH CH(CH
3
)
7
O
O
C
O
OH
CH
3
(CH
2
)
7
CH C(CH
3
)
7
O
C
O
OH
O
Asam lemak tidak jenuh
Moloksida
Peroksida

Gambar 4.6 Reaksi Pembentukan Peroksida


Oksidasi terjadi pada ikatan tidak jenuh dalam asam lemak. Pada suhu
kamar sampai dengan suhu 100
0
C, setiap satu ikatan tidak jenuh dapat mengikat
2 atom oksigen, sehingga terbentuk persenyawaan peroksida yang bersifat labil.
Proses pembentukan peroksida ini dipercepat oleh adanya cahaya, suasana asam,
kelembapan udara dan katalis.
Peroksida dapat mempercepat proses timbulnya bau tengik dan flavor
yang tidak dikehendaki dalam bahan pangan. Jika jumlah peroksida dalam bahan
pangan lebih besar dari 100 akan bersifat sangat beracun dan tidak dapat dimakan
serta mempunyai bau yang tidak enak.
Angka peroksida dalam minyak goreng dapat dikurangi dengan
menginteraksikan serbuk karbon aktif biji kelor dengan peroksida dalam minyak
goreng. Kemampuan serbuk karbon aktif biji kelor sebagai adsorben tersebut,
dikarenakan adanya situs-situs aktif dalam karbon, seperti struktur kimia
permukaan, susunan pori-pori dan luas permukaan yang terbentuk selama proses
aktivasi, serta komposisi kimia permukaan yang ada dalam serbuk karbon aktif
biji kelor. Menurut Muharto, dkk (2004), komposisi kimia dalam biji kelor antara
lain: Ca (3,76 %), K (1,43 %), Mg (0,96 %), Na (0,34 %), dan Mn (0,008 %).
Sifat kimia permukaan karbon aktif dipandang sangat penting karena selain
struktur pori, sifat kimia tersebut menentukan sifat adsorpsi.
Penambahan serbuk karbon aktif biji kelor pada minyak dilakukan pada
saat minyak mencapai suhu 50
0
C, selanjutnya dilakukan pengadukan dengan
magnet stirer selama 45 menit. Hal ini bertujuan untuk mempercepat reaksi antara
adsorben (biji kelor) dan adsorbat (senyawa peroksida), dengan adanya proses
pengadukan tersebut, maka peroksida yang terkandung dalam minyak akan sering
melakukan kontak atau bertumbukan dengan serbuk karbon aktif biji kelor. Bila
terus-menerus mengalami tumbukan, maka peroksida tersebut akan mendekati
serbuk karbon aktif biji kelor. Akhirnya, peroksida berpindah dari minyak menuju
serbuk kabon aktif biji kelor, selanjutnya peroksida tersebut akan menyebar dan
mengisi atau menempel pada dinding pori atau permukaan serbuk karbon aktif biji
kelor. Serbuk karbon aktif biji kelor juga mampu menyerap sebagian warna dan
bau yang tidak dikehendaki.
Terserapnya peroksida di dinding atau permukaan serbuk karbon aktif
biji kelor tersebut, dikarenakan adanya perbedaan energi potensial antara
permukaan adsorben dan adsorbat, yang melibatkan gaya fisika. Adsorpsi fisika
melibatkan gaya antarmolekuler (gaya Van der Walls), dan sifatnya reversible,
sedangkan adsorpsi kimia, melibatkan ikatan valensi oleh adsorben dan adsorbat,
dan sifatnya irreversible, akan tetapi, dapat dimungkinkan terjadi adsorpsi secara
fisika karena setiap partikel-partikel adsorbat yang mendekati ke permukaan
adsorben melalui gaya Van der Waals.
Molekul yang terbentuk dari adsorbsi fisika terikat sangat lemah dan
energi yang dilepaskan pada adsorpsi relatif rendah sekitar 20 kj/mol (Castellan,
1982), sebab itu sifat adsorbsinya adalah reversible yaitu dapat balik atau
dilepaskan kembali.
Banyaknya luas permukaan serbuk karbon aktif biji kelor yang
berinteraksi dengan peroksida, maka semakin banyak pula peroksida yang
terjebak dalam pori-pori serbuk karbon aktif biji kelor.

4.6 Analisa Kekeruhan Minyak Goreng
Untuk mengetahui kemampuan serbuk karbon aktif sebagai adsorben,
pada penelitian ini dilakukan uji kekeruhan minyak goreng menggunakan larutan
standar barium sulfat (BaSO
4
) yang nantinya digunakan sebagian penentu panjang
gelombang maksimum. Penentuan panjang gelombang maksimum dilakukan
dengan cara: pembuatan larutan stok Ba 1000 ppm, kemudian diukur
absorbansinya dengan spektonik 20 pada panjang gelombang mulai 340 600 nm
dengan rentang 5 nm. Grafik hasil pengukuran panjang gelombang maksimum
larutan stok BaSO
4
dapat dilihat pada gambar 4.6



Gambar 4.7 grafik panjang gelombang maksimum larutan stok BaSO
4



Dari gambar 4.6 dapat dilihat bahwa energi radiasi yang diserap
maksimum larutan BaSO
4
adalah pada panjang gelombang 360 nm (A=0,58).
Panjang gelombang tersebut didapat dari pengukuran absorbansi yang dimulai
dari panjang gelombang 340-600 nm dengan rentang 5 nm.
Panjang gelombang maksimum larutan BaSO
4
yang didapat yaitu 360
nm, dijadikan acuan pengukur kekeruhan minyak goreng bekas dan minyak
goreng hasil penjernihan dengan suhu optimum yang didapat yaitu 110 C. Data
kekeruhan minyak goreng bekas dan minyak goreng hasil penjernihan dengan
suhu optimum dapat dilihat pada Tabel 4.4



Tabel 4.3 Angka kekeruhan minyak goreng bekas dan minyak
goreng hasil penjernihan mengggunakan spektronik
20
Sampel Panjang Gelombang
(nm)
NTU
Minyak goreng baru 360 0,4
Minyak goreng bekas 360 1,53
Suhu interaksi 50 C 360 1,5
Suhu interaksi 70 C 360 1,48
Suhu interaksi 90 C 360 1,47
Suhu interaksi 110 C 360 0,57
Suhu interaksi 130 C 360 1,48
Suhu interaksi 150 C 360 1,5


Data pada tabel 4.3 menunjukkan bahwa energi radiasi yang diserap oleh
minyak goreng bekas lebih banyak dibanding energi radiasi yang diserap minyak
goreng hasil penjernihan setelah diinteraksikan dengan serbuk karbon aktif biji
kelor. Hal ini membuktikan bahwa serbuk karbon aktif biji kelor berfungsi
sebagai adsorben yang mana dapat menyerap kotoran, warna, dan bau pada
minyak goreng bekas, serta menjadikan minyak goreng tersebut lebih jenih dari
pada sebelumnya dengan angka kekeruhan 0,57 NTU < 1,53 NTU. NTU
(Nefelometry Turbydi Unit) adalah satuan kekeruhan.
Kemampuan serbuk karbon aktif biji kelor sebagai adsorben tersebut,
dikarenakan adanya situs-situs aktif dalam karbon, seperti struktur kimia
permukaan, susunan pori-pori dan luas permukaan yang terbentuk selama proses
aktivasi, serta kompisisi kimia permukaan yang ada dalam karbon biji kelor.
Menurut Muharto, dkk (2004), komposisi kimia dalam biji kelor antara lain: Ca
(3,76 %), K (1,43 %), Mg (0,96 %), Na (0,34 %), dan Mn (0,008 %). Sifat kimia
permukaan karbon aktif dipandang sangat penting selain struktur pori, karena
menentukan sifat adsorpsi.
Penambahan serbuk karbon aktif biji kelor pada minyak dilakukan pada
saat minyak mencapai suhu 110
0
C, selanjutnya dilakukan pengadukan dengan
magnet stirer selama 45 menit. Hal ini bertujuan untuk mempercepat reaksi antara
adsorben (biji kelor) dan adsorbat (senyawa pengotor). Adanya proses
pengadukan, maka pengotor yang terkandung dalam minyak akan sering
melakukan kontak atau bertumbukan dengan serbuk karbon aktif biji kelor. Bila
terus-menerus mengalami tumbukan, maka pengotor tersebut akan mendekati
serbuk karbon aktif biji kelor. Akhirnya, pengotor berpindah dari minyak menuju
serbuk kabon aktif biji kelor, selanjutnya pengotor tersebut akan menyebar dan
mengisi atau menempel pada dinding pori atau permukaan serbuk karbon aktif biji
kelor. Disamping itu juga serbuk karbon aktif biji kelor mampu menyerap
sebagian warna dan bau yang tidak dikehendaki.
Terserapnya pengotor di dinding atau permukaan serbuk karbon aktif biji
kelor tersebut, dikarenakan adanya perbedaan energi potensial antara permukaan
adsorben dan adsorbat, yang melibatkan gaya fisika. Adsorpsi fisika melibatkan
gaya antarrmolekuler (gaya Van der Walls), dan sifatnya reversible. Proses
adsorbsi pada penelitian ini dapat dimungkinkan terjadi adsorpsi secara fisika
karena setiap partikel-partikel adsorbat yang mendekati ke permukaan adsorben
melalui gaya Van der Waals.
Molekul yang terbentuk dari adsorbsi fisika terikat sangat lemah dan
energi yang dilepaskan pada adsorpsi relatif rendah sekitar 20 kj/mol (Castellan,
1982), sebab itu sifat adsorbsinya adalah reversible yaitu dapat balik atau
dilepaskan kembali.
Banyaknya luas permukaan serbuk karbon aktif biji kelor yang
berinteraksi dengan pengotor, maka semakin banyak pula pengotor yang terjebak
dalam pori-pori serbuk karbon aktif biji kelor.
Dipandang dari sisi agama, serbuk karbon aktif biji kelor membuktikan
bahwa sesungguhnya segala ciptaan Allah tidak ada yang sia-sia.




























BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Dari penelitian ini diperoleh beberapa kesimpulan, yaitu: suhu interaksi
minyak goreng bekas dengan serbuk karbon aktif biji kelor sangat mempengaruhi
besar kecilnya angka iodin. Dari variasi suhu 50 C 150 C didapat angka iodin
tertinggi pada suhu 110 C dengan angka iod sebesar 12,135, hal ini disebabkan
karena pada suhu 110 C serbuk karbon aktif biji kelor berinteraksi maksimal
dalam menyerap asam lemak jenuh yang ada pada minyak goreng.
Lain halnya dengan angka peroksida. Pada suhu 110 C , setelah minyak
goreng diinteraksikan dengan serbuk karbon aktif biji kelor dengan variasi suhu
50 C 150 C, didapat angka peroksida terendah, dengan angka peroksida
sebesar 2,085 meq/kg. Hal ini disebabkan pada suhu 110 C tersebut serbuk
karbon aktif biji kelor berinteraksi maksimal dalam menyerap senyawa peroksida
yang ada pada minyak goreng.
Sementara itu, tingkat kekeruhan minyak goreng yang diinteraksikan
dengan serbuk karbon aktif biji kelor pada suhu 110 C memiliki tingkat
kekeruhan paling kecil, sebesar 0,57 NTU. Ini menunjukkan adanya interaksi
yang bagus dari serbuk karbon aktif biji kelor dengan zat-zat pengotor dan warna
yang ada pada minyak goreng.
Dari hasil kesimpulan di atas, maka menurut peneliti, serbuk karbon aktif
biji kelor dapat berinteraksi maksimal pada suhu 110 C.
5.2 Saran
Perlu adanya penelitian lebih lanjut untuk meningkatkan kualitas minyak
goreng bekas menggunakan serbuk karbon aktif biji kelor sebagai adsorben. Baik
dengan menambah massa adsorben maupun dengan memperkecil ukuran
adsorben. Sedangkan penggunaan biji kelor sebagai adsorben alangkah baiknya
tetap dipergunakan karena sudah banyak penelitian yang membuktikan akan
kemampuan biji kelor sebagai adsorben.






























DAFTAR PUSTAKA

Ady, S. 2008. Minyak Goreng. http://www.ntustisa.org/index.php?option=com
content&task=view&id=60&Itemid=52.

Alaerts, G dan Sri, S.S., 1987. Metoda Penelitian Air, Penerbit Usaha Nasional,
Surabaya

Al-Maraghy, A.M. dan Ahmad, 1992. Terjemah Tafsir Al-Maraghi. Penerbit CV
PUTRA, Semarang.

Anonim. 2007. Gaya Hidup Sehat. http//cybermed.cbn.net.id/cbprtl/
cybermed/detail.asp?x=Nutrition&y=cybershopping%7C0%7C0%7C6
%7C449.

Anonim. 2008, Kelor. http://jongjava.com.

Atikah, 2005. Studi Pengaruh NaCl Pada Karbonisasi Dalam Pembuatan Karbon
Aktif Dari Tempurung Kelapa. Tugas Akhir. Tidak Diterbitkan. Malang:
Jurusan Kimia. Unibraw.

Atkins, P.W., 1999. Kimia Fisika, Penerbit Erlangga, Jakarta.

Bennysyah. 2007. Menjernihkan Air Dengan Biji Kelor. http: //
bennysyyah.edublogs. org /2007/01/11/menjernihkan-air-dengan-biji-
kelor/.

Cheremisinoff dan Moressi. 1978. Carbon Adsorption Application, Carbon
Adsorption Handbook, Ann Abror Science Publishers. Inc. Michigan.

Day, Jr., R.A., Underwood, A.L. 2002. Analisis Kuantitatif, edisi keenam.
Penerbit Erlangga. Jakarta.

Departemen Perindustrian. 2007. Gambaran Sekilas Industri Minyak Kelapa
Sawit. Jakarta: Sekretariat Jenderal.

Dwirianti, D. 2005. Penggunaan Biji Moringa Oleifera Lamk dan Membran
Mikrofiltrasi Sebagai Alternatif Pengolahan Lindi. Jurnal Kimia
Lingkungan. Vol 7., No 1, tahun 2005, Surabaya.

Helrich, K. 1990. Association of Official Analitical Chemists. vol 2, Arlington,
Virginia, USA.

Hendartomo. T. 2008. Pemanfaatan Minyak Dari Tumbuhan Untuk Pembuatan
Biodesel. http://www2.kompas.com/verl/kesehatan/0608/06/120547.htm
Joomla, 2008. Biji Kelor Bisa Jernihkan Air. http://jongjava.com.

Ketaren. S. 2008. Pengantar Teknologi Minyak Dan Lemak Pangan. Penerbit
Universitas Indonesia, Jakarta.

Kharistya, 2006. Teknologi Tepat Guna Penjernihan Air dengan Biji Kelor
(Moringa Oleifera). http://kharistya.word
press.com/2006/11/09/teknologi-tepat-guna-penjernihan-air-dengan-
biji-kelor-moringa-oleifera/.

Khasanah. U. 2008. Efektifitas Biji Kelor (Moringa Oleifera Lamk) Sebagai
Koagulasi Fosfat Dalam Limbah Cair Rumah Sakit (Studi Kasus di RSU
Dr. Saiful Anwar Malang). Tugas Akhir. Tidak Diterbitkan. Malang:
Jurusan Kimia. UIN.

Khopkar, S.M., 2003. Konsep Dasar Kimia Analitik. Penerbit UI Press. Jakarta.

Kompas, 2008. Biji Kelor Tua Dan Kering. http://www2.kompas.com/kompas-
cetak/0108/14/jatim/jang42.htm.

Kusuma, S.P dan Utomo Tj., 1970. Pembuatan Karbon Aktif. Lembaga Kimia
Nasional, LIPI. Bandung.

Muallifah, S. 2009. Penentuan Angka Asam Thiobarbiturat Dan Angka Peroksida
Pada Minyak Goreng Bekas Hasil Pemurnian Dengan Karbon Aktif Dari
Biji Kelor (Moringa oleifera. Lamk). Tugas Akhir. Tidak Diterbitkan.
Malang: Jurusan Kimia. UIN.

Muhammad, A.B. 1995. Hadits Tarbiyah II. Penerbit Al-Ikhlas, Surabaya.

Oktavia, 2004. Studi Awal Adsorpsi-Desorpsi Ion Cd
2+
Dalam Air Oleh Serbuk
Gergaji Kayu Lamtoro Gong (Leucaena Leucochepala), Arangnya, &
Arang Komersial Dengan Variasi Suhu Dan Volume. Tugas Akhir.
Tidak Diterbitkan. Malang: Jurusan Kimia. IKIP.

Pasya, A.F. 2004. Dimensi Sains Al-quran. Penerbit Tiga Serangkai, Solo.

Poedjiadi, A. 1994. Dasar-Dasar Biokimia. Penerbit UI Press, Jakarta.

Prayogo, S. 2006. Karakteristik Koagulasi Biji Kelor Untuk Menurunkan
Kekeruhan Pada Limbah Industri Kecil Penyamakan Kulit di
Lingkungan Industri Kecil (LIK) Magetan. Tugas Akhir. Tidak
Diterbitkan. Malang: Jurusan Teknik Pengairan. Unibraw.

Room, F.A. 2004. Studi Proses Despicing dengan Metode Steaming pada Minyak
Goreng Bekas Serta Biaya Operasionalnya. Tugas Akhir. Tidak
Diterbitkan. Malang: Jurusan Pertanian. Unibraw.

Sabarudin, A. 1996. Aktivasi Aran Tempurung Kelapa Dengan Nacl Dan Gas Co
2

Dalam Reaktor Fluidasi. Tugas Akhir. Tidak Diterbitkan. Malang:
Jurusan Kimia. Unibraw.

Sawyer, C.N. dan Mc Carty, P.L. 1987. Chemistry For Engeeneering. 3
rd
ed, New
York: Mc Graw-Hill Book Company.

Sax, N.I and Lewis R.J., 1987, Hawleys Condensed Chemical Dictionary, New
York: Van Nostran Reinhold Company Inc.

Sembiring, T.M dan Sinaga, S.T. 2003. Arang Aktif (Pengenalan dan Proses
Pembuatannya). Jurnal. Universitas Sumatera Utara.

Silalahi, S. 2005. Studi Awal Kualitas Minyak Goreng Kelapa Sawit Pada
Penggorengan Berulang Produk Tertentu.
http//www.iopri.org/index.php?
option=com2005content&task=section&id=91&Itemed=47.

Subarti, J. 2009. Pengolahan Jelantah Menggunakan Katalis Ni-Bentonit. Tugas
Akhir. Semarang: Jurusan Kimia. UNNES.

Sudarmadji, S. Bambang, H. dan Suhardi. 2007. Analisa Bahan Makanan Dan
Pertanian. Penerbit Liberty, Yogyakarta.

Taufik. M. 2007. Pemurnian Minyak Goreng Bekas (jelantah) Menggunakan Biji
Kelor (Moringa Oleifera Lamk). Tugas Akhir. Tidak Diterbitkan.
Malang: Jurusan Kimia. UIN.

Vogel. 1994. Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik, Penerjemah: Hadyana. A.
Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.

Warhust, A.M. Gordon, L.M. Simon, J.T.P. 1996, Characterisation And
Aplications Of Activated Carbon Produced From Moringa oleifera Seed
Husks By Single-Step Steam Pyrolysis. Journal. University of
Edinburgh.

Washil, A. 2009. Penentuan Surfaktan Anionic Menggunakan Ekstraksi Sinergis
Campuran Ion Asosiasi Malasit Hijau Dan Metilen Biru Secara
Spektrofotometri Tampak. Tagas Akhir. Tidak Diterbitkan. Malang:
Jurusan Kimia. UIN.

Weber, Jr.W.J. 1977. Physics Chemical Proses For Water Quality Control. New
York: John Wiley Interscience.

Widayat, Suherman dan K.Haryani, 2006, Optimasi Proses Adsorbsi Minyak
Goreng Bekas Dengan Adsorbent Zeolit Alam : Studi Pengurangan
Bilangan Asam. Jurnal Penelitian Teknik Kimia. Penerbit Universitas
Diponegoro, Semarang.

Wijana, S. Arif, H. & Nur H. 2005. Tekno pangan: Mengolah Minyak Goreng
Bekas, Penerbit Trubus Agrisarana, Surabaya.

Winarno, F.G. 1984. Kimia Pangan Dan Gizi. Penerbit PT Gramedia Utama,
Jakarta.

Yustinah. 2009. Pengaruh Massa Adsorben Chitin Pada Penurunan Kadar Asam
Lemak Bebas (FFA), Bilangan Peroksida, Dan Warna Gelap Minyak
Goreng Bekas. STNKI, Bandung.

Zukarnain. 2008. Efektifitas Biji Kelor (Moringa oleifera. Lamk) Dalam
Mengurangi Kadar Kadmium (II). Tugas Akhir. Tidak Diterbitkan.
Malang: Jurusan Kimia. UIN.
























LAMPIRAN-LAMPIRAN

Lampiran 1. Diagram alir pemurnian minyak goreng bekas menggunakan
karbon aktif biji kelor

1. Preparasi biji kelor



- Ditanur 400
o
C selama 2 jam.
- Ditumbuk dengan mortar sampai halus.
- Diayak dengan ukuran 30-40 mesh.
- Dicuci dengan air panas dan disaring.
- Dioven arang basah dengan suhu 110
o
C selama 2 jam.
- Direndam arang dengan NaCl 30 % selama 24 jam.
- Disaring dan arang dicuci dengan air panas.
- Dioven arang dengan suhu 110
o
C selama 2 jam.
- Dibungkus serbuk arang dengan aluminium foil dan diaktivasi
500
o
C selama 2 jam.




2. Proses Penghilangan Bumbu (Despicing)




- Ditimbang sebanyak 250 gram dan masukkan ke dalam beaker
glass 500 ml.
- Ditambahkan air dengan komposisi minyak : air (1:1).
- Dipanaskan sampai volume air tinggal setengahnya.
- Didinginkan atau didiamkan sampai terbentuk endapan.
- Disaring dengan kain kasa untuk memisahkan kotorannya.












Biji Kelor
Hasil
Minyak goreng bekas
Minyak bebas bumbu
3. Proses Netralisasi


- Dimasukkan gelas beaker 250 mL
- Dipanaskan sampai suhu 35
0
C
- Ditambahkan 6 ml larutan NaOH 16 %
- Diaduk-aduk selama10 menit pada suhu 40
0
C
- Didinginkan selama 10 menit
- Disaring




4. Proses Penjernihan
a. Variasi Suhu Interaksi




- Ditimbang 200 g dan masukkan dalam beaker glass 500 ml.
- Dipanaskan dengan variasi suhu 50
o
C, 70
o
C, 90
o
C, 110
o
C,
130
o
C, dan 150
o
C .
- Dimasukkan serbuk karbon aktif biji kelor 35 mg.
- Diaduk dengan magnetic stirer selama 45 menit.
- Disaring dengan kertas saring untuk memisahkan kotorannya.



















Minyak goreng hasil netralisasi
Minyak goreng jernih
150 g Minyak goreng hasil Despicing
Minyak Goreng Netral
Analisis angka iodin, angka
peroksida dan kekeruhan
5. Analisa Kualitas Minyak Goreng Hasil reprosessinng
a. Penentuan Angka Iodin



- Ditimbang sebanyak 5 gram dimasukkan dalam erlenmeyer 500
ml.
- Dilarutkan dalam 10 ml CHCl
3
.
- Ditambah 25 ml larutan Hanus I.
- Di diamkan 30 menit
- Ditambahkan 10ml 15% larutan KI sambil di kocok
- Di tambah 100ml aquades
- Di titrasi dengan 0,1N N
a2
S
2
O
3
sampai warna kuning hampir
hilang.
- Ditetesi larutan pati 1 % dan dititrasi kembali sampai warna
biru mulai hilang.
- Dihitung angka iodin dengan rumus:








b. Penentuan Angka Peroksida




- Ditimbang sebanyak 5 g dan dimasukkan ke dalam
erlenmeyer.
- Ditambahkan 30 ml larutan asam asetat-kloroform (3 : 2), dan
dikocok sampai bahan terlarut semua.
- Ditambahkan 0,5 ml larutan jenuh KI.
- Didiamkan selama 1 menit sambil digoyang.
- Ditambahkan 30 ml aquades. Dititrasi dengan 0,1 N Na2SO3
sampai warna kuning hampir hilang.
- Ditambahkan 0,5 ml larutan pati 1 % dan dititrasi kembali
sampai warna biru mulai hilang.
- Dihitung angka peroksida dengan rumus.





Minyak goreng hasil penjernihan
Minyak goreng hasil penjernihan
Minyak goreng dengan angka peroksida sekian meq/kg
Minyak goreng dengan angka iodin sekian
Angka iod =
(B-S)xNx12,69
Sampel (g)

Angka Peroksida =

ml.Na
2
S
2
O
3
x N.thio x 1000
Sampel (g)

6. Analisa Kekeruhan Minyak Goreng pada Suhu Optimum
a. Pembuatan Larutan Stok Ba 1000 ppm




- Dilarutkan dengan 50 mL akuades dalam beaker glass.
- Ditambah H
2
SO
4
2M 20 mL.
- Ditetesi H
2
SO
4
sampai tidak terbentuk endapan.
- Diencerkan dalam labu ukur 100 mL sampai tanda batas.





b. Pembuatan Larutan Standar




- Dipipet 0,5; 1,5; 2,5; 3,5; 5; 10; 25; 35 mL.
- Dimasukkan masing-masing dalam labu ukur 50 mL.
- Diencerkan masing-masing dalam labu ukur 50 mL sampai
tanda batas.






c. Pengukuran Larutan Standar dengan Spektronik 20




- Dinyalakan 15 menit.
- Diukur lamda max, dimulai 340 395 nm dengan pembacaan
tiap 5 nm.
- Diukur larutan standar pada berbagai konsentrasi pada lamda
max yang didapat.
- Dimasukkan blanko.
- Dibaca absorbansinya.




152 mg BaCl
2

Larutan Ba 1000 ppm
Larutan Ba 1000 ppm
Larutan standar dengan konsentrasi 10, 30, 50, 70,
100, 200, 500, 700 ppm
Spektronik 20
Data kekeruhan minyak goreng
Lampiran 2. Pembuatan Reagen Kimia

1. Larutan KI jenuh
Dilarutkan sebanyak n gram KI ke dalam akuades sampai terlihat KI tidak
bisa larut. Untuk membuat larutan KI jenuh 15 ml dibutuhkan serbuk KI
sebanyak 21 gram.

2. Asam asetat-kloroform (3:2)
Dicampurkan 600 ml asam asetat (p.a) dalam kloroform (teknis) 400 ml.

3. Indikator pati 1 %
10 gram pati dilarutkan dengan 100 ml akuades yang sudah mendidih.

4. Larutan KI 15 %
Ditimbang 15 gram KI dan dilarutkan dalam 100 ml akuades.

5. Larutan NaOH 16 %
Padatan NaOH ditimbang 16 gram, dilarutkan dengan akuades 100 gram,
kemudian diaduk-aduk sampai larut sempurna.

6. Larutan NaCl 30 %
Kristal garam ditimbang 30 gram, dilarutkan dengan akuades 100 gram,
diaduk-aduk sampai larut sempurna, kemudian disaring























Lampiran 3. Angka iodin dengan variasi suhu penjernihan
Sampel Ulangan Massa
Sampel
Volume
Na
2
S
2
O
3

(mL)
Angka
iodin
Rerata
Minyak Baru 1 5,001 0,9 13,489
2 5,005 0,8 13,517 13,509
3 5,003 0,8 13,522
Minyak Bekas 1 5,008 26,2 3,854
2 5,002 26,1 3,397 3,700
3 5,012 26,2 3,851
Suhu interaksi 50 C 1 5,006 5,2 11,841
2 5,002 5,1 11,888 11,871
3 5,004 5,1 11,883
Suhu interaksi 70 C 1 5,014 5,1 11,859
2 5,002 5 11,926 11,904
3 5,002 5 11,926
Suhu interaksi 90 C 1 5,018 4,6 12,040
2 5,009 4,5 12,099 12,082
3 5,006 4,5 12,107
Suhu interaksi 110 C 1 5,002 4,4 12,155
2 5,007 4,5 12,104 12,135
3 5,005 4,4 12,147
Suhu interaksi 130 C 1 5,013 4,8 11,976
2 5,007 4,8 11,990 11,981
3 5,012 4,8 11,978
Suhu interaksi 150 C 1 5,006 5 11,917
2 5,013 4,9 11,938 11,939
3 5,002 4,9 11,964

















Angka iod =
(B-S)xNx12,69
Sampel (g)

Angka iod =
(36,34 0,9) x0,1 x 12,69
5,001 g

= 13,489

Lampiran 4. Angka Peroksida Dengan Variasi Suhu Penjernihan
Sampel Ulangan Massa
Sampel
Volume
Na
2
S
2
O
3

(mL)
Angka
Peroksida
Rerata
Minyak Baru 1 5,006 0,01 0,020
2 5,002 0,01 0,020 0,02
3 5,002 0,01 0,020
Minyak Bekas 1 5,003 12,2 24,385
2 5,014 12,3 24,531 24,479
3 5,016 12,3 24,521
Suhu interaksi 50 C 1 5,007 1,43 2,856
2 5,001 1,41 2,279 2,671
3 5,003 1,44 2,878
Suhu interaksi 70 C 1 5,003 1,38 2,758
2 5,001 1,35 2,699 2,719
3 5,001 1,35 2,699
Suhu interaksi 90 C 1 5,004 1,28 2,558
2 5,003 1,28 2,558 2,558
3 5,001 1,28 2,559
Suhu interaksi 110 C 1 5,008 1,04 2,077
2 5,001 1,05 2,099 2,085
3 5,005 1,04 2,078
Suhu interaksi 130 C 1 5,007 1,27 2,536
2 5,005 1,29 2,577 2,564
3 5,003 1,29 2,578
Suhu interaksi 150 C 1 5,005 1,31 2,617
2 5,012 1,33 2,654 2,63
3 5,001 1,31 2,619

















Angka Peroksida =

ml.Na
2
S
2
O
3
x N.thio x 1000
Sampel (g)

Angka Peroksida =

ml.Na
2
S
2
O
3
x N.thio x 1000
Sampel (g)

Angka Peroksida =

0,01 ml x 0,01 x 1000
5,006 g

= 0,020 meq/kg

Lampiran 5. Data uji lamda maksimum BaSO
4

No /Ulangan Absorbansi 1 Absorbansi 2 Absorbansi 3 Rerata
1 340 0,56 0,559 0,559 0,56
2 345 0,56 0,56 0,559 0,56
3 350 0,56 0,56 0,56 0,56
4 355 0,56 0,56 0,55 0,56
5 360 0,579 0,579 0,58 0,58
6 365 0,57 0,57 0,56 0,57
7 370 0,57 0,57 0,57 0,57
8 375 0,56 0,56 0,56 0,56
9 380 0,56 0,561 0,56 0,56
10 385 0,56 0,559 0,56 0,56
11 390 0,55 0,54 0,55 0,55
12 395 0,53 0,53 0,53 0,53
13 400 0,53 0,52 0,53 0,52
14 405 0,52 0,52 0,52 0,52
15 410 0,5 0,48 0,48 0,49
16 415 0,2 0,21 0,18 0,2
17 420 0,2 0,2 0,2 0,2
18 425 0,08 0,08 0,06 0,08
19 430 0,08 0,06 0,06 0,06
20 435 0,068 0,05 0,05 0,056
21 440 0,06 0,05 0,049 0,053
22 445 0,02 0,02 0,01 0,017
23 450 0,01 0,01 0,01 0,01
24 455 0,01 0,01 0 0,007
25 460 0 0 0 0
26 465 0 0 0 0
27 470 0 0 0 0
28 475 0 0 0 0
29 480 0 0 0 0
30 485 0 0 0 0
31 490 0 0 0 0
32 495 0 0 0 0
33 500 0 0 0 0
34 505 0 0 0 0
45 510 0 0 0 0
46 515 0 0 0 0
47 520 0 0 0 0
48 525 0 0 0 0
49 530 0 0 0 0
50 535 0 0 0 0
51 540 0 0 0 0
52 545 0 0 0 0
53 550 0 0 0 0
54 555 0 0 0 0
55 560 0 0 0 0
56 565 0 0 0 0
57 570 0 0 0 0
58 575 0 0 0 0
59 580 0 0 0 0
60 585 0 0 0 0
61 590 0 0 0 0
62 595 0 0 0 0
63 600 0 0 0 0



Lampiran 6. Data uji Absorbansi larutan standar
Larutan
Standar
(ppm)
Absorbansi 1 Absorbansi 2 Absorbansi 3 Rerata
10 0,03 0,031 0,031 0,03
30 0,04 0,04 0,04 0,04
50 0,042 0,043 0,042 0,042
70 0,049 0,049 0,05 0,05
100 0,06 0,06 0,061 0,06
200 0,51 0,5 0,51 0,51
500 0,53 0,53 0,53 0,53
700 0,57 0,56 0,56 0,56















Lampiran 7. Gambar Proses Pembuatan Karbon Aktif Biji Kelor














































Biji kelor setelah
ditanur berbentuk
karbon

Serbuk karbon biji
kelor diayak dengan
ukuran 30-40 mesh

Dicuci dengan air
panas dan disaring,
kemudian dioven

Serbuk karbon aktif
biji kelor dibungkus
aluminium foil
sebelum ditanur

Serbuk karbon
aktif biji kelor
Serbuk biji kelor
direndam larutan
NaCl 24 jam dan
disaring, kemudian
dicuci dengan air
dan disaring

Serbuk biji kelor
setelah disaring
dioven
Biji kelor sebelum
dibersihkan
Biji kelor yang
sudah dibersihkan

Biji kelor dibungkus
aluminium foil dan
ditanur suhu 400 C
Karbon biji kelor
ditumbuk dengan
mortar

Minyak goreng
bekas
Lampiran 8. Gambar Proses Despicing, Netralisasi Dan Minyak Hasil
Reprocessing Dengan Variasi Suhu Penjernihan













































Despicing

Hasil despicing

Netralisasi

Hasil netralisasi
Penjernihan

Suhu interaksi
50 C
Suhu interaksi
70 C

Suhu interaksi
90 C

Suhu interaksi
110 C

Suhu interaksi
130 C

Suhu interaksi
150 C
Lampiran 9. Gambar Spektronik 20













Spektronik 20

Hasil reprosessing dengan
suhu otimum
akuades
Larutan Ba

You might also like