Professional Documents
Culture Documents
ANDI HAMZAH,SH
Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas akhir mata kuliah hukum pidana
Bab I PENDAHULUAN
A. Pengertian Hukum Pidana Hukum pidana materiel yang berarti isi atau substansi hukum pidana itu.Disini hukum pidana bermakna abstrak atau dalam keadaan diam. Hukum pidana formil atau hukum acara pidana bersifat nyata dan konkrit.Disini kita lihat hukum pidana dalam keadaan bergerak,atau dijalankan atau berada dalam suatu proses.Oleh karena itu disebut juga hukum acara pidana. Van Bemmelen merumuskan sebagai berikut: Ilmu hukum acara pidana mempelajari peraturan-peraturan yang diciptakan oleh negara,karena adanya dugaan terjadi pelanggaran undang-undang pidana. Nyatalah bahwa hukum pidana (Materiel) sebagai substansi yang dijalankan dengan kata-katakarena adanya dugaan terjadi pelanggaran undang-undang pidana. Moeljatno,seorang ahli sarjana hukum pidana indonesia bahwa hukum pidana Formil adalah hukumpidana sebagian daripada keseluruhan hukum yang berlaku di suatu negara yang mengadakan dasar-dasar dan aturan-aturan untuk: 1. Mentukan perbuatan-perbuatan mana yang tidak boleh dilarang atau di lakukan dengan tidakdi sertai larangan atau sanksi bagi siapa yang melanggar larangan tersebut. 2. Menetrukan kapan dan dalam hal-hal apa jepada mereka yang telah melanggar larangan-larangan itu dapat di kenakan atau dijatuhkan pidana. 3. Menetukan tersebut. dengan cara bagaimana pengenaan pidana dapat dilaksanakan apabila ada orang yang disangka telah melanggar larangan
B. Tempat dan Sifat Hukum Pidana Adagium bahasa jerman,Wo Kein Klager Ist,Ist Kein Richter,adalah jika tidak ada aduan maka tidak ada hakim. Munculah pengertian Hukum publik termasuk hukum pidana yang utama ialah kepentingan umum,bukanlah orang yang bertindak jika terjadi pelanggaran hukum tetapi negara melalui alat-alatnyya.yaitu penjatuhan sanksi berupa pidana atau tindakan. Hukum pidana Formil (Hukum acara pidana) corak hukum publiknya lebih nyata lagi dari pada hukum pidana materil karena yang bertindak menyidik dan menuntut adalah alat negara seperit Polisi atau jaksa jika terjadi pelanggaran hukum pidana. Menrut Mackay tentang Asas Pokok pidana adalah:yang dapat dipidadana hanya pertama,orang yang melanggar hukum,ini adalah syarat mutlak (Condotio sine quanon),kedua bahwa perbuatan itu melanggar hukum ancaman pidana yang berupa Ultimum remedium setiap orang yang berpikir sehat akan dapat mengerti hal tersebut tidak berarti bahwa ancaman pidana tidak diadakan dan harus menjaga jangan sampai terjadi obat yang diberikan terlalu jahat dari pada penyakit C. Pembagian Hukum Pidana Umum dan Khusus Hukum pidana dapat di bagi atas hukum pidana di kodefikasikan dan yang tidak di kodefikasikan,artinya yang dimuat dalam kitab Undangundang,sedangkan yang tidak dikodefikasikan,yaitu yang tersebar diluar kodifikasikan dalam perundang-undangan Tersendiri.
A.
Zaman VOC Di daerah Cirebon berlaku papakeum cirebon yang mendapat pengaruh VOC.Pada tahun 1848 dibentuk lagi Intermaire strafbepalingen.Barulah pada tahun 1866 berlakulah dua KUHP di Indonesia: 1. Het Wetboek van Strafrecht voor Europeanen (stbl.1866 Nomor 55) yang berlaku bagi golongan eropa mulai 1 januari 1867.kemudian dengan Ordonasi tanggal 6 mei 1872 berlaku KUHP untuk golongan Bumiputra dan timur asimg. 2. Het Wetboek van Strafrecht voor Inlands en daarmede gelijkgestelde( Stbl.1872 Nomor 85),mulai berlaku 1 januari 1873.
B.
Zaman Hindia Belanda Setelah berlakunya KUHP baru di negeri Belanda pada tahun 1886 dipikirkanlah oleh pemerintahan belanda yaitu 1866 dan 1872 yang banyak persamaanya dengan Code Penal perancis,perlu diganti dan disesuaiakan dengan KUHP baru belanda tersebut.Berdasarkan asas konkordansi (concrodantie) menurut pasal 75 Regerings Reglement,dan 131 Indische Staatsgeling.maka KUHP di negeri belanda harus diberlakukan pula di daerah jajahan seperti Hindia Belanda harus dengan penyusaian pada situasi dan kondisi setempat.Semula di rencanakan tetap adanya dua KUHP,masing-masing untuk golongan Bumiputera yang baru.Dengan Koninklijik Besluit tanggal 12 April 1898 dibentuklah Rancangan KUHP golongan Eropa.Dengan K.B tanggal 15 Oktober 1995 dan diundangkan pada september 1915 Nomor 732 lahihrlah Wesboek van strafrecht voor Nederlandch Indie yang baru untuk seluruh golongann penduduk.Dengan Invoringsverordening berlakulah pada tanggal 1 Januari 1918 WvSI tersebut.
C.
Zaman Pendudukan Jepang Dibandingkan dengan hukum pidana materiel,maka hukum acara pidana lebih banyak berubah,karena terjadi unifikasi acara dan susunan pengadilan.Ini diatur di dalam Osamu Serei Nomor 3 tahun 1942 tanggal 20 sepetember 1942.
D.
Zaman Kermedekaan Ditentukandi dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 1946 terse3but bahwa hukum pidana yang berlaku sekarang (mulai 1946) pada tanggal 8 Maret 1942 dengan pelbagai perubahan dan penambahan yang diseuakan dengan keadadn Negara Proklamasi Kemerdekaan Indonesia dengan nama Wetboek van Strafrecht voor Nederlandsch Indie di ubah menjadi Wetboek van Stafrecht yang dapat disebut kitab Undang-undanhg Hukum Pidana (KUHP).
perdata,adminstratif, disiplin dan pidana. Sedangkan dalam arti sempit pidana diartikan sebagai Hukum pidana. B. Tujuan Pidana
penjahat akan jera atau takut untuk melakukan kejahatan,melihat pidana yang diojatuhkan kepada terdakwa.
C.
Hukum Transitoir (Peralihan) Yang menjadi masalah dalam hal ini.adalahketentuan perundang-undangan yang mana apakah ketentuan hukum pidana saja ataukah ketentuan hukum yang lain, masih dipermasalahkan oleh para pakar sarjana hukum pidana.Menurut Memorie van Toelichting (Memori penjelasan) WvSN (yang dapat dipakai oleh KUHP), perubahan perundang-undangan berarti semua ketentuan hukum material yang secara hukum pidana Mempengaruhi penilaian perbuatan.
D. I.
Berlakunya Hukum Pidana Menurut Ruang Tempat dan Orang Asas Teritorialitas atau Wilayah Asas wilayah atau teritorialitas ini tercantum didalam pasal 2 KUHP, yang berbunyi : peraturan hukum pidana Indonesia berlaku terhadap tiap-tiap orang yang di dalam nilai Indonesia melakukan delik (straftbaar feit) disini berarti bahwa orang yang melakukan delik itu tidak mesti secara fisik betul-betul berada di Indonesia tetapi deliknya straftbaar feit terjadi di wilayah Indonesia
II.
Asas Nasionalitas Pasif atau Asas Perlindungan Asas ini menentukan bahwa hukum pidana suatu negara (juga Indonesia) berlaku terhadap perbuatan-perbuatan yang dilakukan di luar negeri, jika karena itu kepentingan tertentu terutama kepentingan negara dilanggar diluar wilayah kekuasaan itu. Asas ini tercantum di dalam pasal 4 ayat 1, 2 dan 4 KUHP. Kemudian asas ini diperluas dengan undang-undang no. 4 tahun 1976 tentang kejahatan penerbangan juga oleh pasal 3 undangundang no. 7 (drt) tahun 1955 tentang tindak pidana ekonomi.
III.
Asas Personalitas atau Asas Nasional Aktif Inti asas ini tercantum dalam pasal 5 KUHP, asas personalitas ini diperluas dengan pasal 7 yang disamping mengandung asas nasionalitas aktif (asas personalitas)juga asas nasional pasif (asas perlindungan).
IV.
Asas Universalitas Jenis kejahatan yang diancam pidana menurut asas ini sangat berbahaya bukan saja dilihat dari kepentingan Indonesia tapi kepentingan dunia secara universal kejahatan ini dipandang perlu dicegah dan diberantas. Demikianlah, sehingga orang jerman menamakan asas ini
welrechtsprinhzip (asas hukum dunia) disini kekuasaan kehakiman menjadi mutlak karena yuridiksi pengadilan tidak tergantung lagi pada tempat terjadinya delik atau nasionalitas atau domisili terdakwa.
B.
C.
Jenis-jenis Interprestasi UU Pidana 1. Interprestasi atau Penafsiran gramatika,artinya interprestasi ini didasarkan kepada kata-kata undang-undang sudah jelas, maka harus diterapkan sesuai dengan kata-kata itu walaupun seandainya maksud pembuat undang-undang lain. 2. Interprestasi Dogmatis ini didasarkan kepada secara umum suatu aturan pidana.Misalnya arrest Hoge Raad 27 juni 1898 yang memutuskan agar semua orang melakukan.
3.
didasarkan kepada maksud pembuat UU ketika diciptakan, jadi dapat dilihat pada Notulen rapat-rapat komisi di DPR. 4. 5. Interprestasi Teleologis penafsiran ini mengenai Interfrestasi Ekstensif,yaitu penafsiran luas hal ini tujuan UU yaitu jika melampaui kata-kata UU. telah dibicarakan di Bab III, dengan hubunganya dengan analogi.Misalnya penafsiran barang dilputi aliran listrik,gas,data komputer. Dalam penafsiran otentik di dalam buku I RUU KUHP telah dicantumkan hal ini. 6. hukum perdata. 7. berdasarkan BW. 8. 9. Interfrestasi Perbandingan hukum. Interfrestasi ini Interfrestasi Kreatif (Creatieve interpretatie) didasarkan kepada perbandingan hokum yang berlaku di pelbagi Negara. interfrestasi ini berlawanan dengan interfrestasi ekstensif,di sini rumusan delik dipersempit ruang lingkupnya. 10. 11. 12. 13. interfrestasi Tradisionalistik, dalam hokum pun ada Interfrestasi Harmonisasi,interfrestasi ini didasarkan interfrestasi droktriner ini didasarkan kepada doktrin Interfrestasi Sosiologis,yang berdasarkan dampak tradisi yang kadang-kadang jelas. kepada harmonni suatu peratura dengan peraturan yang lebih tinggi. yang berdasarkan ilmu hukum pidana. waktu.interfrestasi inilah yang mestinya sering dipeergunakan di Indonesia agar unifikasi hukum pidana dapat semua golongan etnik yang beraneka ragam. Interprestasi Antisipasi ini didasarkan UU baru yang bahkan belum berlaku. Sering dipakai dalam hukum perdata belanda Intrefrestasi Rasional (Rationeele Interpretatie). intreprestasi ini didasarkan kepada ratio atau akal, ini sering munpcul di dalam
Perbuatan dan Rumusan Delik dalam Undang-undang Code penal memakai istilah infraction yang terbagi atas crimes(kejahatan), Delits(Kejahatan ringan). Hukum pidana Inggris memakai istilah Act dan lawannya Omission. Menurut pendapat penulis,Act di baca Tindakan dan Omission di baca Pengabaian .
D.
Cara Merumuskan Delik Pada umumnya rumusan suatu delik berisi Bagian Inti (Bestand delen) suatu delik.Artinya, bagian-bagian inti tersebut harus sesuai dengan perbutan yang dilakukan,barulah seseorang diancam dengan pidana.banyak penulis menyebut ini
sebagai unsur delik.tetapi di sini,tidak dipakai istilah Unsur Delik, misalnya delik pencurian terdiri dari bagian inti (Bestand delen): I. Mengambil II. Barang yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain III. Dengan maksud memiliki IV. Melawan hukum Didalam rumusan ini terdapat bagian inti sengaja, karena ada delik menghilangkan nyawa orang lain yang dilakukan dengan kealpaan (Culpa), yaitu pasal 359 dan 361 KUHP. E. Pembagian Delik Delik itu dapat dibedekan atas pelbagai pembagaian tertentu, seperti berikut ini: 1. overtredingen). 2. fomeledelichten). 3. Omissiedelicten). 4. 5. 6. gestelde delicten). 7. 8. en culpose delicten). 9. 10. Delik Politik dan Delik Komun atau Umum (Politieke Delik-delik dapat dibagi juga atas kepentingan hukum en commune delicten). yang dilindungi, seperti deloik terhadap keamanan Negara, delik terhadap orang,delik kesusilan,delik terhadap harta benda dan lain-lain. Delik Bersahaja dan Delik Berkualifikasi (Eenvoudige Delik Sengaja dan Delik Kelalaian atau Culpa (Doleuse en gequalificeerde delicten). Delik yang berdiri sendiri dan Delik yang diteruskan Delik Selesai dan Delik Berlanjut (Aflopende en Delik Tunggal dan delik berangkai (enkelvoudige en (Zelfstandige en voorgezette delicten). voortdurende delicten). Delik Komisi dan Delik Omisi (Commissiedelicten en Delik Materiel dan delik Formel (Materiele en Delik kejahatan dan Delik pelanggaran (Misdrijven en
11.
acara pidana pasal 284,dikenal pula delik umum dan delik khusus, seperti delik ekonomi,korupsi,subversi,dll.
sengaja. Dikenal juga di Negara Anglo-Sexson. Disebut dalam pembunuhan pada pasal 359 KUHP. C. Kesalahan dan Pertanggungjawban Pidana Dalam pengertian hokum pidana dapat disebut cirri atau unsure kesalahan dalam arti yang,yaitu: 1. Dapatnya dipertanggung jawabkan pembuat 2. Tidak adanya dasar peniadan pidana yang menghapus dapatnya dipertanggung jawabkan sesuatu perbuatan kepada pembuat. 3. Adanya kaitan piskis antara pembuat dan perbuatan yang adanya sengaja atau kesalahan dalam arti sempit (Culpa).
D. Melawan Hukum Melawan hukum Formil diartikan bertentangan dengan Undang-undang apabila suatu perbutan telah mencocoki rumusan delik, maka biasanya dikatakan telah melawan hukum secara Formil. E. Subsosialitas (subsocialiteit) Subsoialitas adalah tingkah laku akan penting bagi hukum pidana jika perbuatan itu mengakibatkan bahaya bagi masyarakat, walaupun bahaya itu kecil sekali jika tidak ada bahaya demikian,maka unsure subsosialitas tidak ada. F. Taatbestandmassikeit dan Wesenchau Didalam hukum pidana jrrman yang diikiuti Zevenbergen di Negeri belanda, diterima adanya delik dengan syrarat Taatbestandmassikeit,yang berarti bahwa semua rumusan delik tidak perlu semua bagian inti ada. Unsar-unsur seperti melawan hukum dan patutnya sesuatu perbuatan pidana walaupun semua itu dimasukkan sebagai unsur delik. Sebaliknya, diJerman ajaran ini di ganti oleh Wesenchau pada tahun 1930. ajaran Wesenchau mirip sekali dengan ajaran melawan hukum yang materiel. Ini adalah bahwa ajaransekali pun seuatu perbuatan telah selesai dengan rumusan delik didalam Undang-undang pidana belumlah otomatis merupakan suatu delik. Perbuatan pada dasarnya Pada
hakikatnya merupakan delik sesuai dengan rumusan delik yang dipandang sebagai delik.
B.
Pembagian Dasar Peniadaan Pidana yang tercantum didalam undang-undang dapat dibagi lagi atas yang umum (terdapat di dalam ketentuan umum buku I KUHP) dan berlaku atas rumusan delik. Yang khusus tercantum di dalam pasal tertentu yang berlaku untuk rumusan-rumumusan delik itu saja. Rincian yang umum itu terdapat di dalam: 1. Pasal 44: tidak dapat dipertanggung jawabkan 2. Pasal 48: daya paksa 3. Pasal 49: ayat (1) pembelaan terpaksa 4. Pasal 49: ayat (2) pembelaan terpaksa yang meliampaui batas. 5. Pasal 50: menjalankan peraturan yang sah 6. Pasal 51: ayat (1) menjalankan perintah jabatan yang berwenang 7. Pasal 51:ayat (2) menjalankan perintha jabatan yang tdak berwenang jika bawahan itu dengan itiket baik memenadang atasan yang bersangkutan sebagai berwenang.
C.
Dapat Dipertanggungjawabkan Praktek di Indonesia mengikuti pengertian luas tersebut. Kemungkinan menetukan tingkah lakunya dengan kemauanya mengerti tujuan nyata perbuatanya. sadar bahwa perbuatannnn itu tidak diperkenakan oleh masyarakat>
D.
Daya Paksa Daya paksa (Overmacht) tercantum di dalma pasal 48 KUHP. Undang-undang hanya menyebut tentang tidak dipidana seseorang yang melakukan pebuatan karena dorongan keadan yang memaksa. E. Pembelaan Terpaksa
Pembelaan terpaksa ada pada setiap hukum pidana dan sama usianya dengan hukum pidana itu sendiri. Istilah yang dipakai oleh Belanda ialah noodweer tidak terdapat dalam rumusan undang-undang tersebut: 1. Pembelaan itu bersifat terpaksa. 2. Yang dibela ialah diri sendiri, orang lain, kehormatan kesusilan, atau harta benda sendiri atau orang lain.
3. Ada serangan sekejap atau ancaman serangan yang sangat dekat pada saat itu. 4. Serangan itu melawan hukum. F. Pembelaan Terpaksa Melampaui Batas. Ada persamaan antara pembelaan terpaksa (noodweer) dan pembelaan terpaksa melampaui batas yaitu,kedua mensyarakatkan adanya serangan yang melawan hukum yang dibela juga sama,yaitu tubuh,kehormatan kesusilan, dan harta benda, baik diri sendirimaupun orang lain. Perbedaanya ialah: Pada pembelaan terpaksa yang melampaui batas (Noodweer exces), pembuat melamapaui batas karena keguncangan jiwa yang hebat,oleh karena itu, Maka perbuatan itu tetep melawan hukum,hanya orangnya tidak dipidana karena keguncangan jiwa yang hebat. Lebih lanjut maka pembelaan terpaksa yang melampui batas menjadi dasar pemaaf,sedangkan pembelaan terpaksa merupakan dasar pembenaran,karena melawan hukumnya tidak ada G. Menjalankan Ketentuan Undang-undang Sebenarnya setiap perbuatan pemerintah melalui alat-alatnya dalam menjalankan ketentuan undang-undang adalah sah dan tidak melawan hukum,asalkan dilakukan dengan sebenarnya dan patut. H. Menjalankan Perintah jabatan Pasal 51 KUHP menyatakan: 1. Barangsiapa melakukan perbuatan untuk melaksankan perintah jabatanyang diberikan perintah jabatan yang diberikan oleh penguasa yang berwenang,tidak dipidana. 2. Perintrah jabatan tanpa wewenag, tidak menyebabkan hapusnya pidana, kecuali jika yang diperintah, dengan itikad baik mengira bahwa perintah diberikan dengan wwenang dan pelaksannya termasuk dalam lingkungan pekerjannya.
Adaequaat artinya adalah sebanding, seimbamg,sepadan.jadi dikaitkan dengan delik,maka perbuatan harus sepadan, seimbang atau sebanding dengan akibat yang sebelumnya dapat diramalkan dengan pasti oleh pembuat. 2. Teori obyektif Teori Rumeling mengajarkan bahwa yang menjadi sebab atau akibat adalah faktor obyektif yang diramalkan dari rangkaian faktor2 yang berkaitan dengan terwujudnya delik setelah delik itu terjadi. 3. Teori adequaat dari Traeger Menrutnya adalah pada umumnya dapat disadari sebagai suatu yang mungkin sekali terjadi. Teori tersebut diberi komentar oleh van Bemmelen bahwa yang disebut dengan ini adalah disadari sebagai sesuatu yang sangat mungkin dapat terjadi.
C. D.
pencabutan seluruh atau sebagian keuntungan yang telah atau dapat diberikan oleh pemerintah kepada si tersangka berhubungan dengan perusahaan itu; d. e. Supaya tersangka tidak melakukan perbuatan-perbuatan tertentu; Supaya si tersangka berusaha supaya barang-barang tersebut dalam
pemerintah itu yang dapat disita dikumpulkan dan disimpan di tempat yang ditunjuk dalam pemerintah itu. C. Jenis-jenis Pidana
a.
Pidana Pokok 1. 2. 3. 4. b. Pidana Mati Pidana Penjara Pidana Kurungan Pidana Tutupan (KUHP terjemahan BPHN, berdasarkan UU Pidana Tambahan
No. 20 tahun 1946) Pencabutan hak-hak tertentu Perampasan barang-barang tertentu Pengumuman putusan hakim 1. Pidana Mati Delik yang diancam dengan pidana mati di dalam KUHP sudah menjadi 9 buah, yaitu : 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. Pasal 104 KUHP Pasal 111 ayat (2) KUHP Pasal 124 ayat (1) KUHP Pasal 124 bis KUHP Pasal 140 ayat (30) KUHP Pasal 340 KUHP Pasal 365 ayat (4) KUHP Pasal 444 k ayat (2) dan pasal 479 o ayat (2) KUHP. 2. Pidana Penjara Pidana penjara adalah bentuk pidana yang berupa kehilangan kemerdekaan. Tetapi juga berupa pengasingan, misalnya di Rusia pengasingan Siberia dan juga berupa pembuangan ke sebrang lautan, misalnya dahulu pembuangan penjahat-penjahat Inggris ke Australia. 3. Pidana Kurungan Menurut Vos, pidana kurungan pada dasarnya mempunyai 2 tujuan. Pertama ialah sebagai custodia honesta untuk delik yang tidak menyangkut kejahatan kesusilaan yaitu delik-delik culpa dan beberapa delik dolus, seperti perkelahian satu lawan satu dan pailit sederhana.
1.
2.
3.
Yang kedua sebagai custodia simpleks, suatu perampasan kemerdekaan untuk delik pelanggaran 4. Pidana Denda Pada zaman modern ini pidana denda dijatuhkan terhadap delikdelik ringan, berupa pelanggaran atau kejahatan ringan oleh karena itu pula, pidana denda merupakan satu-satunya pidan ayang dapat dipikul oleh orang lain selain terpidana. 5. Pidana Tutupan Pidana tutupan disediakan bagi para politis yang melakukan kejahatan yang disebabkan oleh ideologi yang dianutnya tetapi dalam praktek peradilan dewasa ini tidak pernah ketentuan tersebut diterapkan.
Pidan Tambahan Pidan tambahan disebut dalam pasal 10 KUHP pada bagian b, yang terdiri dari : 1. Pencabutan hak-hak tertentu 2. Perampasan barang-barang tertentu 3. Pengumuman putusan hakim Tindakan (Maatregel) Sering dikatakan berbeda dengan piidana, maka tindakan bertujuan melindungi masyarakat, sedangkan pidana bertitik berat pada pengenaan sanksi pada pelaku suatu perbuatan. Tetapi secara teori, sukar dibedakan dengan cara demikian, karena pidana pun sering disebut bertujuan untuk mengamankan masyarakat dan mamperbaiki terpidana. d. Pidana Bersyarat Pidan abersyarat yang tercatum pada pasal 14 a sampai dengan 14 f KUHP diwarisi dari Belanda tetapi dengan perkembangan zaman telah terdapat perbedaan atara keduanya. Dalam pidana bersyarat dikenal syarat umum ialah terpidana bersyarat tidak akan melaksanakan delik apapun dalam waktu yang
ditentukan sedangkan syart khusus akan ditentukan oleh hakim dan ada juga yang disebut syarat khusus. Pelepasan Bersyarat Pada pelepasan bersyarat terpidana harus telah menjalani pidananya paling kurang 2/3 nya. Pelepasan bersyarat ini tidak inferatif atau otomatis. Dikatakan dapat dierikan pelepasan bersyarat yang dikeluarkan oleh mentri kehakiman.