Professional Documents
Culture Documents
MK. Teori Demokrasi, Mhs Pemerintahan, Reg.B, Smt Genap (IV), TA 2009/2010
Bahasan
1. Teori Demokrasi Klasik 2. Teori Demokrasi Prosedural ala Schumpetarian 3. Teori Demokrasi Prosedural ala Dahl 4. Teori Demokrasi Prosedural diperluas 5. Teori Demokrasi Substantif 6. Teori Demokrasi Sosial 7. Dinamika Perkembangan Teori Demokrasi
Dalam pandangan klasik ini, pemerintahan konstitusional harus mampu membatasi dan membagi kekuasaan mayoritas dan sekaligus dapat melindungi kebebasan individu. Bagi Locke negara diciptakan karena suatu perjanjian (kontrak) kemasyarakatan antar rakyat. Tujuannya melindungi hak milik, hidup dan kebebasan dari berbagai ancaman bahaya. Individu-individu bisa saja memberikan hak-hak alamiah kepada negara, tetapi tidak semuanya. Pandangan demokrasi klasik ini melahirkan konsep demokrasi liberal. Teori demokrasi klasik bersifat: normatif, rasionalistik, utopis, dan idealistik.
Konsep demokrasi schumpeter lebih bersifat empirik, deskriptip, institusional, dan prosedural. Dalam sistem demokrasi prosedural, demokrasi sebagai suatu sistem pemerintahan harus memenuhi tiga syarat pokok: (1) kompetisi yang sungguh-sungguh dan meluas antara indivu dan atau kelompok (terutama parpol) untuk memperebutkan jabatan-jabatan pemerintahan.
(2) Partisipasi politik yang melibatkan sebanyak mungkin warga dalam pemilihan pemimpin dan kebijakan, paling tidak melalui pemilu secara reguler dan adil, tak satupun kelompok dikecualikan. (3) Kebebasan sipil dan politik (berbicara, pers, berserikat) yang cukup menjamin intergritas kompetisi dan partisipasi politik. Sistem demokrasi electoral merupakan sebuah bentuk atau metode berdemokrasi ala Scumpterian ini.
Konsep Schumpter mendominasi teorisasi demokrasi sejak tahun 1970-an serta mewarnai ilmuan politik seperti: Robert Di Palma, Robert A. Dhal, Przeworski, Samuel P. Huntington, Larry Diamond, Juan Stephen Linz, dan Seymour Martin Lipset.
Tipologi sistem politik, menurut Dahl, ditentukan dari bekerjanya kompetesi dan partisipasi dalam kehidupan politik. Tipologi sistem politik ada 4 jenis: (1) hegemoni tertutup; (2) oligarki kompetitif; (3) hegemoni inklusif; (4) polyarchy.
Oligarki Kompetitip
Kompetisi Rendah
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Menurut Dahl, sistem yang demokratis (polyarchy) memiliki 7 indikator: Setiap warga negara mempunyai persamaan hak memilih dalam pemilu (aspek partisipasi). Setiap warga negara mempunyai persamaan hak dipilih dalam pemilu (aspek kompetisi). Pemilihan pejabat publik diselenggarakan melalui pemilu yang teratur, fair, dan bebas. Kontrol kebijakan dilakukan oleh pejabat publik terpilih. Jaminan kebebasan dasar dan politik. Adanya saluran informasi alternatif yang tidak dimonopoli pemerintah atau kelompok tertentu. Adanya jaminan membentuk dan bergabung dalam suatu organisasi, termasuk parpol dan kelompok kepentingan.
1. 2. 3. 4. 5.
Menurut Dahl, syarat terbentuknya sistem demokratis (polyarchy) yang ideal ini meliputi 5 hal: Persamaan hak pilih Partisipasi efektif Pembeberan kebenaran Kontrol terakhir terhadap agenda dilakukan masyarakat Pencakupan masyarakat hukum adalah orang dewasa.
1. 2. 3. 4.
Kritik ini menimbulkan konsepsi demokrasi yang diperluas. Larry Diamond menyebutkan 10 (sepuluh) komponen khusus demokrasi diperluas tersebut sbb: Adanya kesempatan pada kelompok minoritas untuk mengungkap kepentingannya. Setiap warga negara mempunyai kedaulatan setara dihadapan hukum. Kebebasan membentuk parpol dan mengikuti pemilu. Kebebasan bagi warga negara untuk membentuk dan bergabung dalam perkumpulan.
5. Kebebasan bagi warga negara untuk membentuk dan bergabung dengan berbagai perkumpulan dan gerakan indepdenden. 6. Tersedianya sumber informasi alternatif. 7. Setiap individu memiliki kebebasan beragama, berpendapat, berserikat, dan berdemonstrasi. 8. Setiap warga negara mempunyai kedaulatan setara dihadapan hukum. 9. Kebebasan individu dan kelompok dilindungi secara efektif oleh sebuah peradilan independen dan tidak diskriminatif. 10. Rule of law melindungi warga negara dari penahanan yang tidak sah, pengucilan, teror, penyiksaan dan campur tangan yang tidak sepantasnya dalam kehidupan pribadi baik oleh warga negara maupun kekuatan negara.
Menurut Habermas masyarakat demokratis adalah masyarakat yang memiliki otonomi dan kedewasaan. Otonomi kolektif masyarakat berhubungan dengan pencapaian konsensus bebas dominasi dalam sebuah masyarakat komunikatif. Habermas juga menyinggung pentingnya ruang publik (public sphere) dalam masyarakat komunikatif dan pentingnya partisipasi masyarakat dalam proses politik dan menentukan jalannya kekuasaan. Habermas juga menekankan pentingnya upaya dialog, musyawarah-mufakat dan menyerap aspirasi masyarakat dalam berdemokrasi.
Dalam pandangan marxisme, demokrasi yang sesungguhnya tidak terwujud ketika kaum marginal (buruh) hanya diberi kebebasan politik namun secara struktural mereka tetap berada dalam struktur penindasan (eksploitasi) yang dilakukan oleh kelas kapitalis. Oleh karena itu, demokrasi politik hanyalah demokrasi semu. Menurut pandangan marxisme bahwa demokrasi rakyat sesungguhnya (peoples democracy) haruslah dikawal oleh negara. Negaralah yang akan melenyapkan kelas dalam masyarakat sehingga muncullah classless society (masyarakat tanpa kelas). Negara juga yang akan melakukan distribusi sosial. Negara kemudian akan lenyap dengan sendirinya digantikan oleh classless society.
DINAMIKA 1970-AN
Terdapat dua kecenderungan, yaitu: 1. Dalam dimensi dikotomik negara-masyarakat, terjadi pergeseran variabel independen dari demokrasi. Mula-mula, masyarakat menjadi variabel independen, kemudian beralih ke negara dan kembali lagi ke masyarakat. 2. Teori politik tentang demokrasi sejak tahun 1970-an lebih memfokuskan diri pada persoalan redemokratisasi, sehingga bidang kajian cenderung melihat transisi demokrasi pada sistem politik yang dulu pernah demokratis, namun saat itu berada alam kungkungan otoritarianisme.
Referensi
Mohtar Masoed. 2003. Negara, Kapital, dan Demokrasi. Pustaka Pelajar. Yogyakarta. AAGN Ari Dwipayana dan Ratnawati. 2005. Teori-teori Demokrasi dalam Teori Politik (Modul). PLOD UGM. Yogyakarta. Dahl, Robert A. 1973. Polyarchy: Participation and Opposition. Yale University Press. Chelsea. Eko, Sutoro. 2006. Krisis Demokrasi Elektoral, artikel dalam Prajarta dan Nico (eds). Demokrasi dan Potret Lokal Pemilu 2004. Pustaka Pelajar dan Percik. Yogyakarta-Salatiga. Rousseau, Jean Jacques. 2007. Perjanjian Sosial (Du Contract Social). Edisi Indonesia. Visi Media. Jakarta. Purwo Santoso dan Miftah Adhi Ikhsanto. 2007. Bahan Bacaan Teori Politik Demokrasi, Materi Sesi II. PLOD UGM. Yogyakarta.