You are on page 1of 17

$ a a e

PENDAHULUAN

Masyarakat sebagai kumpulan manusia saling berinteraksi berdasarkan
kepentingan masing-masing sehingga dapat mengakibatkan teriadinya kontak
yang berdimensi ganda, yaitu saling meniauhkan dan saling mendekatkan. kontak
yang saling meniauhkan teriadi iika kepentingan-kepentingan itu saling
bertabrakan dan sebaliknya bila kepentingan-kepentingan itu saling
menguntungkan maka yang muncul adalah sebagai kontak yang saling
mendekati.
Usaha melindungi dan memperkembangkan kepentingan itu dapat di capai
karena sebelumnya telah diadakan peraturan-peraturan yang dapat meniadi ukuran
bagi setiap tingkah laku. Peraturan-peraturan itu mengharuskan orang bertindak
didalam masyarakat sedemikian rupa, sehingga kepentingan-kepentingan orang
lain sedapat mungkin teriaga dan terlindungi serta kepentingan-kepentingan itu
bersama dapat dikembangkan. Aturan-aturan itu biasa di sebut dengan kaidah-
kaidah atau norma-norma
1

Dengan begitu tanpa hukum tidak akan ada ketertiban dan tanpa ketertiban
manusia akan kacau karena tidak tahu kemana mereka tidak akan pergi dan tidak

1
! van kan dan !P 8eekhuls leooootot llmo nokom Challa lndonesla !akarLa 1977 hal7
$ a a e

tahu pula apa yang akan mereka keriakan. suatu sistem hubungan yang tertib
adalah kondisi utama bagi kehidupan manusia pada setiap tingkat.
2

















2
Mc lver dalam Zulfadll 8arus etflklt ktltls Joo 5lstemlk uolom lllsofot nokom lP unv
!akarLa 2006 hal33
$ a a e

PEMBAHASAN

A.MENGAPA HUKUM HARUS DIPATUHI
Mengapa anggota masyarakat mau mematuhi atau melaksanakan hukum?
Untuk meniawab pertanyaan ini terlebih dahulu harus di ielaskan tentang macam-
macam keberlakuan hukum yaitu : Keberlakuan yuridis, keberlakuan sosiologi
dan keberlakuan IilosoIis.
3

Keberlakuan yuridis menuniukan pada keadaan dimana hukum itu di
patuhi oleh anggota masyarakat semata-mata didasarkan pada kaidah hukum itu
sendiri dan bukan pada Iaktor-Iaktor non hukum. Artinya, kepatuhan terhadap
hukum itu tidak dilihat dari aspel sosiologi (kepentingan dari anggota masyarakat)
melainkan dari hukum itu sendiri.
Hans Kalsen dalam 'Grundnorm Theorv melihat hukum itu berlaku
karena tidak bertentangan dengan pertaturan yang lebih tinggi Hirarki-nya. Bila
kaidah hukum itu bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi maka hukum
tersebut tidak lagi berlaku atau batal demi hukum.
Keberlakuan sosiologis berpendapat bahwa hukum itu di patuhi oleh
anggota masyarakat karena hukum itu di anggap telah mencerminkan rasa keadian
yang ada di tengah-tengah masyarakat sebagai resultante dari produk interaksi
sosial. Akibatnya bila bila kepentingan masyarakat berubah, maka hukum iuga

3
Soer[ono SoekanLo keoooooo 5oslolool nokom ool kolooooo nokom ClLra AdlLva 8akLl
8anduna 1989 hal37
$ a a e

harus harus berubah mengikuti perkembangan tersebut. Bila hukum tidak
berubah, maka hukum tersebut akan tertinggal dari perkembangan sosial dengan
akibat bahwa hukum tersebut tidak akan di patuhi karena di anggap tidak lagi
mampu meniawab kebutuhan masyarakat. iadi model ini lebih mementingkan
aspek keadilan yang tumbuh dan berkembang di tengah-tengan masyarakat.
dalam konteks ini hukum lebih dilihat sebagai alat perubahan sosial. kenerlakuan
ini mementingkan keadilan sebagai tuiuan hukum. Keberlakuan sosiologis adalah
hukum itu berlaku karena masyarakat menerimanya. bila masyarakat tidak
menerimanya ata mematuhinya, maka kaidah hukum itupun secara otomatis tidak
berlaku. iadi, Iaktor sosiologis (bukan yuridis) yang menetukan berlakunya
tidaklah suatu kaidah hukum dalam masyarakat.
Teori kekuasaan berpendapat bahwa hukum itu berlaku karena dipaksakan
oleh penguasa, diterima atau tidak oleh warga masyarakat. iadi, dasar berlakunya
hukum terletak pada kekuasaan, dan ini didasarkan pada kekuatan sedangkan
menurut teori pengakuan menyatakan bahwa hukum itu berlaku karena didasarkan
pada penerimaan atau pengakuan oleh mereka kepada siapa hukum itu
diberlakukan.
Kedua teori tersebut menuniukan adanya perbedaan dan persamaan.
persamaan terletak pada Iaktor sosiologislah yang meniadikan unsur penentu
berlakunya tidaknya suatu hukum. Sedangkan perbedaan terletak pada pendekatan
yang ingn dicapai, yaitu up-down approach untuk teori kekuasaan dan bottom-up
approach untuk teori pengakuan.
$ a a e

Adapun yang dimaksudkan dengan keberlakuan IilosoIis adalah bahwa
hukum itu dipatuhi karena hukum itu sesuao dengan cita-cita hukum sebagai nilai
positiI tertinggi dari bangsa sendiri. karena cita-cita hukum itu biasanya
dirumuskan dalam IalsaIah bangsa, maka keberlakuan disebut dengan keberlakuan
IilosoIis.
Dengan keberlakuan IilosoIis sebagai sintesis, maka cita-cita bangsa
hukum sebagai nilai positiI tertinggi yang menetukan dipatuhi atua tidaknya
suatu hukum menyebabkan hukum itu tidak hanya memberikan kepastian atau
keadilan saia, tetapi kemanIaatan kolektiI (masyrakat atau bangsa). Jadi, ienis ini
keberlakuan ini hukum dilihat secaran pasti, adil dan bermanIaat dan tidak dilihat
dalam bentuk parsial.
Melihat dari pendekatan keberlakuan hukum, maka patuh tidaknya
masyarakat terhadap suatu hukum tergantung pada di penuhi tidaknya ketiga
unsur keberlakuan hukum itu. Jadi hukum yang baik haruslah memenuhi ketga
unsur tersebut.







$ a a e

B.EFEKTIVITAS DAN PERANAN SANKSI
Merupakan naskah yang berisikan sorotan sosial hukum terhadap peranan
sanksi dalam proses eIektivikasi hukum. EIektivikasi hukum merupakan proses
yang bertuiuan agar supaya hukum berlaku eIektiI. Keadaan tersebut dapat
ditiniau atas dasar beberapa tolok ukur eIektivitas. Menurut Suryono eIektiIitas
dari hukum diantaranya :
a. Hukum itu harus baik
- Secara sosiologis (dapat diterima oleh masyarakat)
- Secara yuridis (keseluruhan hukum tertulis yang mengatur bidang bidang
hukum tertentu harus sinkron)
- Secara IilosoIis
b. Penegak hukumnya harus baik, dalam artian betul betul telah melaksanakan
tugas dan kewaiibannya sebagaimana digariskan oleh hukum yang berlaku.
c. Fasilitas tersedia yang mendukung dalam proses penegakan hukumnya
d. Kesadaran hukum masyarakat
Syarat kesadaran hukum masyarakat :
O Tahu hukum (law awareness)
O #asa hormat terhadap hukum (legal attitude)
O Paham akan isinya (law acqium tance)
O Taat tanpa dipaksa (legal behaviore)
$ a a e

e. Budaya hukum masyarakat
Perlu ada syarat yang tersirat yaitu pandangan #uth Benedict tentang
adanya budaya malu, dan budaya rasa bersalah bilamana seseorang melakukan
pelanggaran terhadap hukum hukum yang berlaku
Cara mengatasinya :
1. EksekutiI harus banyak membentuk hukum dan selalu mengupdate,
2. Para penegak hukumnya harus betul betul menialankan tugas kewaiiban
sesuai dengan hukum hukum yang berlaku dan tidak boleh pandang
bulu
3. Lembaga mpr sesuai dengan ketentuan uud 1945 melakukan pengawan
terhadap keria lembaga lembaga negara.











$ a a e

.KESADARAN DAN KEPATUHAN HUKUM
Sadar : dari hati nurani
Patuh : Takut sanksi yang negatiI
Kesadaran hukum merupakan konsepsi abstrak didalam diri manusia,
tentang keserasian antara ketertiban dan ketentraman yang dikehendaki atau
sepantasnya. Kesadaran hukum sering dikaitkan dengan pentaatan hukum,
pembentukan hukum, dan eIektivitas hukum. Kesadaran hukum merupakan
kesadaran/nilai-nilai yang terdapat dalam manusia tentang hukum yang ada atau
tentang hukum yang diharapkan.
Kesadaran hukum berkaitan dengan kepatuhan hukum, hal yang
membedakannya yaitu dalam kepatuhan hukum ada rasa takut akan sanksi.
O kesadaran : tidak ada sanksi, merupakan perumusan dari kalangan hukum
mengenai penilaian tersebut, yang telah dilakukan secara ilmiah, nilai nilai
yang terdapat dalam manusia tentang hukum yang ada atau tentang hukum
yang diharapkan ada.
Indicator kesadaran hukum :
1. pengetahuan hukum
2. pemahaman hukum
3. sikap hukum
4. pola perilaku hukum
$ a a e

O kepatuhan : ada sanksi positiI dan negative, ketaatan merupakan variable
tergantung, ketaatan hukum tersebut didasarkan kepada kepuasan diperoleh
dengannn dukungan sosial

Faktor yang menyebabkan masyarakat mematuhi hukum :
O Compliance, yaitu kepatuhan yang didasarkan pada harapan akan suatu
imbalan dan usaha untuk menghidarkan diri dari hukuman yang mungkin
dikenakan apabila seseorang melanggar ketentuan hukum. Adanya
pengawasan yang ketat terhadap kaidah hukum tersebut.
O IdentiIication, teriadi bila kepatuhan terhadap kaidah hukum ada bukan
karena nilai intrinsiknya, akan tetapi agar ke anggotaan kelompok tetap
teriaga serta ada hubungan baik dengn mereka yang diberi wewenang untuk
menerapkan kaidah kaidah hukum tersebut
O Internalization, seseroang mematuhi kaidah kaidah hukum dikarenakan
secara intrinsic kepatuhan tadi mempunyai imbalan. Isinya sesuai dengan
nilai nilainya dari pribadi yang bersangkutan.
O Kepentingan-kepentingan para warga yang teriamin oleh wadah hukum yang
ada




$ a a e

D.EFEKTIVITAS HUKUM DAN PENELITIAN HUKUM
Kita dapat menielaskan tentang eIektivitas hukum, tanpa membicarakan
terlebih dahulu tentang hukum dalam tataran normatiI (law in books) dan hukum
dalam tataran realita (law in action), sebab tanpa membandingkan kedua hal
tersebut tidak mungkin untuk mengukur tingkat eIektivitas hukum.
Donal Black berpendapat bahwa eIektivitas hukum adalah masalah-
masalah pokok dalam sosiologis hukum yang di peroleh dengan cara
memperbandingkan antara realitas hukum dalam teori, dengan realitas hukum
dalam praktek sehingga nampak adanya keseniangan antara keduanya.
4
Hukum
dianggap tidak eIektiI iika terdapat perbedaan antara keduanya. Dalam penelitian
ada dua bentuk, yaitu: penelitian hukum normatiI dan penelitian hukum
sosiologis. Penelitian hukum yang di lakukan dengan cara meneliti bahan pustaka
atau data sekunder belaka di namakan penelitian hukum normatiI dan penelitian
yang meneliti data primer disebut penelitian hukm sosiologis.
Penelitian hukum normatiI adalah penelitian yang menganalisis hubungan
timbal balik antara Iakta hukum dengan Iakta sosial. Dengan demikian peneliti
ienis ini bermula dai norma-norma hukum baru menuiu ke Iakta-Iakta sosial. Bila
ternyata ada keseniangan antara keduanya, maka yang harus dirubah adalah
Iakta-Iakta sosial agar sesuai dengan keinginan hukum sebab diasumsikan bahwa
hukum itu telah lengakap dan selesai sehingga yang harus berubah adalah Iakta

4
Soer[ono SoekanLo Cs leoJekotoo 5oslolools 1etboJop nokom 8lna Aksara !akarLa 1988
hal28
$ a a e

sosialnya. Sebagai alat ketertiban sosial. Itualah sebanya penelitian ini disebut
dengan penelitian hukum doctrinal, sehingga bersiIat kualitatiI.
Dengan bantuan ilmu-ilmu sosial, penelitian Hukum di perkaya dengan
kemungkinan dipergunakan metode atau teknik yang sebenarnya di pergunakan
dalam penelitian-penelian ilmu-ilmu sosiologis, sehingga kemungkinan dilakukan
penelitian hukum sosiologis.
5

Model penelitian ini mengambarkan bahwa hukum itu adalah produk dari
interaksi sosial, sehingga bila masyarakat berubah, maka hukum nya iuga harus
berubah. Bila hukum hukum tidak berubah atau tertinggal dari perubahan
masyarakat, maka hukum tidak akan di patuhi karena di anggap telak kadarluarsa.
Jadi, hukum disini berIungsi sebagai alat perubahan sosial.
Bila mana teriadi perdebatan hukum karena adanya keseniangan antara
aw in books dan aw in action, maka perubahan-perubahan pun di perlukan.
Sebelum dilakukan penelitian hukum terlebih dahulu.





3
8onnv PanlLl[o SoemlLro ,osolobmosolob 5oslolool nokom Slnar 8aru 8anduna 1989
hal110
$ a a e

E.FUNGSI HUKUM DALAM PANDANGAN HUKUM POSITIF DAN
HISTORIAL 1URISPRUDENE
Pada bagian terdahulu telah disinggung bahwa sebagai susunan
penyelesain konIilik, hukum dapat berIungsi sebagai alat ketertiban sosial dan alat
perubahan sosial. Hukum sebagai mana sarana ketertiban sosial dipengaruhi oleh
hukum positiI (positivisme Hukum) dan hukum dilihat sebagai sumber perubahan
sosial diperngaruhi oleh seiarah hukum (historical iurisprudence).
hukum positiI sebagai aliran IilsaIat hukum berasal dari positivismenya
August Comte dalam IilsaIatnya. Artinya, penerapan IilsaIat positiI dalam bidang
ilmu hukumlah yang melahirkan positivisme hukum. Karena itu untuk
memahami hukum positiI terlebih dahulu kita harus menguas pandangan Augus
Comte tentang apa itu 'positiI dan 'bukan positiI.
Positivisme sebagai aliran IilsaIat pertama kali dikemukakan oleh August
Comte (1789-1857). Sebagai Iaham IilsaIat, positivisme berpendapat yang ada itu
hanyalah Ienomena dan itu haruslah positiI. Untuk menielaskan pandangan
August Comte mengemukakan teori mengenai perkambangan pemikiran manusia
dala tiga tahap : teologis, metaIisik dan positiI.
6

Dlam tahap teologi, setiap masalah yang di hadapi manusia di pecahcan
dengan cara menghimbau pada dunia Tuhan dan Dewa-dewa yang tidak
teriangkau oleh panca indera. Di tahap metaIisik, pada dasarnya benda-benda

6
PM 8as[ldl dalam Zulfadll 8arus etflklt ktltls Joo 5lstemlk uolom lllsofot nokom lP unv
!akarLa 2006 hal41
$ a a e

merupakan keterangan akhir dari semua. Dan pada tahap positiI, orang membatasi
penyelidikan pada ilmu pengetahuan pada Iakta-Iakta.
Dalam bukunya 'The Province of Jurisprundence Determined John
Austin membagi hukum dalam dua macam, yaitu hukum yang dibuat oleh Tuhan
(law oI God) dan hukum yang dibuat oleh manusia (human laws).
7
Bagi Austin,
hukum yang sebenarnya (disebut iuga hukum positiI) meliputi hukum yan dibuat
penguasa dan hukum yang disusun oleh manusia secara individu untuk
melaksanakan hak-hak yang diberikan kepadanya. Hukum yang tidak sebenarnya
adalah hukum yang tidak dibuat oleh penguasa, sehingga tidak memenuhi
persyaratan sebagai hukum, seperti ketentuan dari suatu organisasi olahraga. Mr.
Soetiksno menambahkan yang ketiga Laws Properv so caed, yaitu hukum yang
dibuat penguasa politik yang seagn memgang kekuasaan atas orang-orang yang
secara politis ada di bawah kekuasaannya (politicalsubordinates). Hukum yang
sebenarnya memiliki empat unsur, yaitu : pertama, perintah (command); kedua,
sanksi (sanction); ketiga, kewaiiban (duty) dan keempat, kedaulatan
(sovereignity). Aiaran Austin tentang hukum dikenal dengan istilah The
Imperative School.
Menurut Grundnorm theorie yang di kemukakannya, hukum itu berlaku
karena didasarkan pada kaidah yang lebih tinggi, demikian seterusnya secara
hirarki sehingga sampai pada tingkatan yang tertinggi, yaitu norma dasar
(grundnorm) itu sendiri. Dengan perkataan lain, Keberlakuan Kaidah hukum pada

7
hLLp//ldshvoonacom/lawandpollLlcs/law/2109399allranhukumposlLlfanallLls[ohn
$ a a e

dasarnya harus sesuai dan didasarkan oleh norma dasar, sebagai cita-cita hukum
dari bangsa tersebut. Sebagai contoh kita lihat TAP MP#S Nomer XX/1966
8
.
Terlihat dengan ielas bahwa pandangan John Austin dan Hans Kelsen
sebagai tokoh-tokoh positivisme hukum menempatkan hukum sebagai alat
ketertiban sosial karena hukum positiI ditempatkan pada posisi lebih tinggi di
bandingkan posisi masyarakat, sehingga tingkah laku anggota masyarakat harus
menyesuaikan diri dengan keinginan hukum agar kepastian hukum sebagai tuiuan
utama dapat tercapai.
Berbeda dengan Friedrich Carl Von Savigny, selaku pelopor hukum
seiarah (historical iurisprudence) dalam bukunya 'Vom BeruI Unserer Zeit Fur
Gezetzgebung und #echtswissenchaIt (tentang seruan zaman kini akan undang-
undang dan ilmu hukum). Menurut Von Savigny, hukum merupaka salah satu
Iaktor dalam kehidupan bersama suatu bangsa, sehingga bersiIat supraindividual,
suatu geiala masyarakat. Suati masyarakat lahir dalam seiarah, berkembang dalam
seiarah dan lenyap dalam seiarah. Karenanya, lepas dari perkembangan
masyarakat tidak terdapat hukum sama sekali.
9
Karena mengaitkan perkembangan
hukum dengan seiarah itulah maka aliran ini disebutkan historical iuriprudence.
Bagi savigny, tidak ada manusia individu, karena setiap manusia
merupakan bagian dari suatu kesatuan yang lebih tinggi yaitu keluarga, bangsa

8
http://id.wikisource.org/wiki/KetetapanMaielisPermusyawaratan#akyatSementara#epublik
IndonesiaNomor: XX/MP#S/1966 KETETAPAN TENTANG MEMO#ANDUM DP#-G#
MENGENAI SUMBE# TE#TIB HUKUM #EPUBLIK INDONESIA DAN TATA U#UTAN
PE#UNDANGAN #EPUBLIK INDONESIA
9
1heo Pu[bers lllsafaL Pukum ualam LlnLasan Se[arah kanlslus ?oavakarLa 1982 hal188
$ a a e

dan negara. karenanya, kebudayaan dan hukum hanya dapat berasal dari iiwa
bangsa (volkgeist). Jadi, hukum itu tidak berasal dari individu tetapi berasal dari
iiwa bangsa yang erat terialin dengan seiarah















$ a a e

KESIMPULAN DAN SARAN
Hukum dan masyarkat adalah dua hal yang dapat di bedakan tetapi tidak
dapat dipisahkan, karena tanpa masyarakat tidak ada hukum dan tanpa masyarkat
akan meniadi kacau karena munculnya kekosongan hukum yang dapat meniadi
penyebab lahirnya anarki. Inilah yang menyebabkan mengapa Iungsi hukum dapat
meniadi penting dalam masyarakat.
membicarakan Iungsi hukum dalam masyarakat apakah sebagai alat
perubahan sosial dan alat ketertiban sosial, tidak dapat dilepaskan dari tuiua
hukum yang ingin di capai, macam keberlakuan apa yang melandasi mengapa
orang mematuhi hukum dan bentuk hukumnya serta yang paling melandasi adalah
aliran IilsaIat hukum apa yang meniadi dasar paradigmanya. Semua ini dapat
dianalisis secara sistemik.
Dikatakan sistemik, karena baik hukum sebagai alat ketertiban sosial
maupun hukum sebagai alat perubah sosial, semua unsur-unsur tidak boleh saling
bertentangan satu sama lain. Sistem tidak mentolerir adanya inkonsistensi dalam
dirinya. Sebab bila itu yeriadi, sistem tidak akan bekeria. Hali ini sesuai dengan
pernyataan dari teori yang mengatakan bahwa benar itu apabila antara satu
pernyataan dengan pernyataan yang lain tidak saling bertentangan.
Oleh karena itu bila ingin membangun suatu sistem hukum komponen-
komponennya satu sama lain haruslah konsisten sebab hubungan internal antara
sub sistem akan mengganggu keria sistem.

$ a a e

DAFTAR PUSTAKA

ZulIadli Barus, BerIikir Kritis dan Sistemik Dalam FilsaIat Hukum, FH UPNV,
Jakarta, 2006
Huibers, Theo, FilsaIat Hukum Dalam Lintasan Seiarah, Kanisius, Yogyakarta,
1982.
Soeriono Soekanto, Kegunaan Sosiologi Bagi Kalangan Hukum, Citra Aditya
Bakti, Bandung, 1989
Soeriono Soekanto Cs, Pendekatan Sosiologi Terhadap Hukum, Bina Aksara,
Jakarta, 1988

SUMBER-SUMBER LAINNYA :
http://id.shvoong.com/law-and-politics/law/2109399-aliran-hukum-positiI-
analitis-iohn
http://id.wikisource.org/wiki/KetetapanMaielisPermusyawaratan#akyatSeme
ntara#epublikIndonesiaNomor: XX/MP#S/1966
http://wonkdermayu.wordpress.com/kuliah-hukum/sosiologi-hukum/

You might also like