You are on page 1of 30

KAJIAN KUALITAS UDARA DAN KEM AM PUAN RUANG TERBUKA HIJAU (RTH) DALAM MENYERAP EMISI KARBON AKIBAT

LALU LINTAS DI PRO VINSI KE PULAUAN BANG KA BELITUNG


Agus Afandi N P M . 2010831001 Trisna Hidayat N P M . 2010831013

K aryasisw a M TS -TP JJ 2010 K erjasam a K em enterian P ekerjaan U m um dan U niversitas K atolik P arahyangan

A B STR AK Transportasi di kota-kota besar merupakan sumber pencemaran udara yang terbesar. Bahan bakar dan jenis kendaraan merupakan faktor yang berpengaruh terhadap tingkat pencemaran udara, termasuk juga kondisi topografi daerah, faktor meteorologi dan reaktifitas kimia setiap parameter. Karbon (CO dan HC ) merupakan salah satu gas rumah kaca yang dapat menyebabkan pemanasan global. Kemampuan penyerapan Kajian ini pada tanaman merupakan salah satu cara untuk mengurangi emisi Karbon. pengurangan emisi Karbon dari kegiatan Monitoring tingkat pencemaran udara di transportasi. 3 ibukota kabupaten di Provinsi Kepulauan

dilakukan untuk menentukan kemampuan penyerapan taman dan jalur hijau dalam

Bangka Belitung yaitu Pangkalpinang, Sungailiat, dan Tanjungpandan mengambil parameter NOx, SOx, CO, HC, TSP dan Timbal. Bila dilakukan evaluasi berdasarkan Indek Standar Pencemaran Udara (ISPU) sesuai Kepmen Lingkungan Hidup No. 45 tahun 1997, kondisi masih termasuk dalam kategori Baik, sedangkan Parameter udara yang menunjukan nilai mengkhawatirkan adalah suhu udara yang semakin tinggi dan kelembaban udara yang semakin rendah dibandingkan dengan hasil pengamatan pada tahun tahun sebelumnya. Dari hasil perhitungan kemampuan serapan taman/jalur hijau berdasarkan luas Ruang 5011085,582 ton/th , Terbuka Hijau di masing-masing lokasi, dengan daya serap sebesar

dan nilai laju serapan pada luas Ruang Terbuka Hijau l ebih besar daripada jumlah emisi yang dihasilkan pada masing-masing lokasi, sehingga luas RTH yang ada masih mencukupi terhadap jumlah emisi karbon yang dihasilkan. Kata kunci : Pencemaran Udara, Pengendalian, Peran Stakeholder dan Masyarakat

ABSTRACT Transport in major cities are the largest source of air pollution. Fuel and vehicle type are factors that influence the level of air pollution, including local topography, meteorological factors and chemical reactivity of each parameter. Carbon (CO and HC) is one of the greenhouse gases that cause global warming. Absorption ability of plants is one way to reduce carbon emissions. The study was conducted to determine the absorption capacity of parks and green lines in the reduction of carbon emissions from transportation activities. Monitoring air pollution level in 3 districts in the capital of Bangka Belitung Islands Province of Pangkalpinang, Sungailiat, and Tanjungpandan take parameters NOx, SOx, CO, HC, TSP and Lead. When an evaluation based on Air Pollution Standards Index (PSI) according to Minister of Environment Decree No. 45/1997, conditions are still included in the category of "Good", while the air parameter that indicates the value of concern is that the higher air temperature and humidity are lower compared to the observations in the previous year. The calculation of absorption capability park / green belt on the basis of extensive green open space at each location, with the absorption of 5,011,085.582 tons / year, and the value of absorption rate on the vast green open space is greater than the amount of emissions produced at each location, so that the existing green open space is sufficient green space to total carbon emissions. Keywords: Air Pollution, Controlling, The Role of Stakeholders and Community I. P EN DA HU LU AN Transportasi pada daerah perkotaan merupakan salah satu sumber pencemaran yang sangat besar peranannya dalam pencemaran udara. Kegiatan perkotaan yang meliputi kegiatan sektor-sektor permukiman, transportasi, komersial, industri, dan sektor penunjang lainnya merupakan kegiatan yang potensial dalam merubah kualitas udara perkotaan. Pembangunan fisik kota dan berdirinya pusat-pusat industri disertai dengan melonjaknya produksi kendaraan bermotor, mengakibatkan peningkatan kepadatan lalu lintas dan hasil produksi sampingan, yang merupakan salah satu sumber pencemar udara (BLHD Jabar, 2010). Pesatnya kegiatan pembangunan di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung dalam berbagai sektor mempunyai dampak positif dan negatif. Dampak positif diantaranya meningkatkan pertumbuhan ekonomi serta penyerapan tenaga kerja. Sedangkan dampak negatifnya berupa meningkatnya kegiatan pencemaran udara yang mengakibatkan terjadinya penurunan kualitas lingkungan.

1.1. Latar Belakang

Hal ini diindikasikan antara lain kegiatan pembangunan yang belum terkendali, dan masih kurangnya pengetahuan, pemahaman dan kesadaran dari stakeholders pelaku kegiatan pembangunan. Untuk itu diperlukan adanya upaya pengendalian pencemaran lingkungan yang salah satunya dilakukan melalui monitoring lingkungan di wilayah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung yang terencana, terarah dan terpadu, sesuai dengan kebijakan pembangunan dalam rangka menciptakan pembangunan yang berwawasan lingkungan. Upaya pemantauan lingkungan ini mengacu pada Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup. Upaya pemantauan yang kontinu dapat dijadikan sumber informasi dan dasar hukum bagi penentuan kebijakan oleh Pemerintah Daerah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.(BLHD Prov. Kep. Babel) 1.2. Tujuan Kajian Tujuan dari kajian ini adalah sebagai berikut : 1. Mengindentifikasi dan menganalisis data pencemaran udara dengan melakukan perbandingan dengan standar baku mutu yang ditetapkan apakah kualitas udara eksisting sudah memenuhi standar baku mutu yang sudah ditentukan. 2. Menghitung jumlah emisi karbondioksida yang dapat diserap oleh taman/jalur hijau kemampuan taman/jalur hijau dalam menyerap jumlah emisi karbon 3. Merekomendasikan kebijakan pemerintah dalam pengendalian pencemaran udara. 1.3. Pembatasan Masalah 1. Kajian dilakukan hanya berdasarkan data sekunder yang didapat dari dinas terkait dan tidak memperhitungkan jumlah lalu lintas pada lokasi kajian. Analisis yang dilakukan dengan membandingkan kualitas udara eksisting sesuai dengan PP No. 41 tahun 1999 tentang pengendalian pencemaran udara dan Indek Standar Pencemaran Udara (ISPU) sesuai Kepmen Lingkungan Hidup No. 45 tahun 1997. II. TINJAUAN PUSTAKA Pengertian pencemaran udara berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 tahun 1997 pasal 1 ayat 12 mengenai Pencemaran Lingkungan yaitu pencemaran yang disebabkan oleh aktivitas manusia seperti pencemaran yang berasal dari pabrik, kendaraan bermotor, pembakaran sampah, sisa pertanian, dan peristiwa alam seperti kebakaran hutan, letusan gunung api yang mengeluarkan debu, gas, dan awan panas. dan

2.

2.1. Pengertian Pencemaran Udara

Menurut Peraturan Pemerintah RI nomor 41 tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara pencemaran udara adalah masuknya atau dimasukkannya zat, energi, dari komponen lain ke dalam udara ambien oleh kegiatan manusia, sehingga mutu udara turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan udara ambien tidak dapat memenuhi fungsinya. S tandar kualitas udara sesuai peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 41 tahun 1999 tentang standar kualitas udara ambient adalah seperti ditunjukkan pada Tabel 2.1. Tabel 2.1. Standar Baku Mutu Udara Ambient
No 1 Parameter SO2 ( Sulfur Dioksida ) CO ( Karbon Monoksida ) NO2 ( Nitrogen Dioksida ) O3 ( Oksida ) HC ( Hidro Karbon ) PM10 ( Partikel < 10 mm ) PM2,5 (*) ( Partikel < 2.5 mm ) 7 8 TSP ( Debu ) Pb ( Timah Hitam ) Waktu Pengukuran 1 Jam 24 Jam 1 Thn 1 Jam 24 Jam 1 Thn 1 Jam 24 Jam 1 Thn 1 Jam 1 Thn 3 Jam 24 Jam 24 Jam 1 Thn 24 Jam 1 Thn 24 Jam 1 Thn Baku Mutu 900 g /Nm 3 365 g /Nm 3 60 g / Nm 3 30.000 g/Nm 3 10.000 g/Nm 3 400 g / Nm 3 150 g / Nm 3 100 g / Nm 3 235 g / Nm 3 50 g / Nm 3 160 g / Nm 3 150 g / Nm 3 65 g / Nm 3 15 g / Nm 3 230 g/Nm 3 90 g/Nm 3 2 g/Nm 3 1 g/Nm 3

3 4 5 6

Sumber : PP No. 41 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara

Sedangkan untuk Indeks Standar Pencemaran Udara menurut 2.2 di bawah ini.

Keputusan Menteri

Negara Lingkungan Hidup No. 45 Tahun 1997 tanggal 13 Oktober 1997 seperti pada table

Tabel 2.2. Indeks Standar Pencemar Udara Kategori Baik Rentang 0 50 Penjelasan Tingkat kualitas udara yang tidak memberikan efek bagi kesehatan manusia atau hewan dan tidak berpengaruh pada tumbuhan, bangunan ataupun nilai estetika. Tingkat kualitas udara yang tidak berpengaruh pada kesehatan manusia ataupun hewan tetapi berpengaruh pada tumbuhan yang sensitive dan nilai estetika Tingkat kualitas udara yang bersifat merugikan pada manusia ataupun kelompok hewan yang sensitive atau bias menimbulkan kerusakan pada tumbuhan ataupun nilai estetika. Tingkat kualitas udara yang dapat merugikan kesehatan pada sejumlah segmen populasi yang terpapar Tingkat kualitas udara berbahaya yang secara umum dapat merugikan kesehatan yang serius pada populasi

Sedang

51 100

Tidak Sehat

101 199

Sangat Tidak Sehat Berbahaya

200 299 300 lebih

Sumber : Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 45 Tahun 1997

Selain itu, berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI nomor 1407 tahun 2002 tentang Pedoman Pengendalian Dampak Pencemaran Udara, pencemaran udara adalah masuknya atau dimasukkannya zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalam udara oleh kegiatan manusia, sehingga mutu udara turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan atau mempengaruhi kesehatan manusia. 2.2. Sumber Pencemaran Udara Menurut Sastrawijaya (2000), perubahan lingkungan udara pada umumnya disebabkan pencemaran udara yaitu masuknya zat pencemar yang berbentuk gas-gas dan partikel kecil/aerosol ke dalam udara. Masuknya zat pencemar ke dalam udara dapat secara alamiah misalnya asap kebakaran hutan, gunung berapi, debu meteorit dan pancaran garam dari laut. Sebagian besar masuknya zat pencemar juga disebabkan oleh kegiatan manusia misalnya akibat aktivitas transportasi, industri, pembuangan sampah (proses dekomposisi atau pembakaran), dan kegiatan rumah tangga. Berdasarkan ciri fisik, bahan pencemar udara dapat berupa (1) partikel (debu, aerosol, timah hitam); (2) gas (CO, NOx, SOx, H2S, hidrokarbon); dan (3) enegi (suhu dan kebisingan), sedangkan berdasarkan dari kejadian, terbentuknya pencemar terdiri dari (1) pencemar primer yaitu pencemar yang diemisikan langsung; dan (2) pencemar sekunder yaitu pencemar yang terbentuk karena reaksi yang terjadi di udara antara berbagai senyawa (Sastrawijaya, 2000; dan Fardiaz, 1992).

Sumber pencemar dibagi menjadi beberapa sumber yaitu sumber titik, mobil, dan area. Sumber titik adalah sumber yang diam berupa cerobong asap; sumber mobil adalah sumber yang bergerak yang berasal dari kendaraan bermotor; dan sumber area adalah sumber yang berasal dari pembakaran terbuka di daerah pemukiman, pedesaan, dan lainlain (Slamet, 2002). 2.3. Jenis-Jenis Pencemaran Udara Ada beberapa jenis pencemaran udara, yaitu ( 1. Berdasarkan bentuk a. b. Gas, adalah uap yang dihasilkan dari zat padat atau zat cair karena dipanaskan atau menguap sendiri. Contohnya: CO2, CO, SOx, NOx. Partikel, adalah suatu bentuk pencemaran udara yang berasal dari zarahzarah kecil yang terdispersi ke udara, baik berupa padatan, cairan, maupun padatan dan cairan secara bersama-sama. Contohnya: debu, asap, kabut, dan lain-lain. 2. Berdasarkan tempat a. Pencemaran udara dalam ruang (indoor air pollution) yang disebut juga udara tidak bebas seperti di rumah, pabrik, bioskop, sekolah, rumah sakit, dan bangunan lainnya. Biasanya zat pencemarnya adalah asap rokok, asap yang terjadi di dapur tradisional ketika memasak, dan lain-lain. b. Pencemaran udara luar ruang (outdoor air pollution) yang disebut juga udara bebas seperti asap asap dari industri maupun kendaraan bermotor. 3. Berdasarkan gangguan atau efeknya terhadap kesehatan a. b. Irritansia, adalah zat pencemar yang dapat menimbulkan iritasi jaringan tubuh, seperti SO2, Ozon, dan Nitrogen Oksida. Aspeksia, adalah keadaan dimana darah kekurangan oksigen dan tidak mampu melepas Karbon Dioksida. Gas penyebab tersebut seperti CO, H2S, NH3, dan CH4. c. d. Anestesia, adalah zat yang mempunyai efek membius dan biasanya merupakan pencemaran udara dalam ruang. Contohnya; Formaldehide dan Alkohol. Toksis, adalah zat pencemar yang menyebabkan keracunan. Zat penyebabnya seperti Timbal, Cadmium, Fluor, dan Insektisida. 4. Berdasarkan susunan kimia a. b. Anorganik, adalah zat pencemar yang tidak mengandung karbon seperti asbestos, ammonia, asam sulfat, dan lain-lain. Organik, adalah zat pencemar yang mengandung karbon seperti pestisida, herbisida, beberapa jenis alkohol, dan lain-lain. Fardiaz, 1992):

5. Berdasarkan asalnya a. Primer, adalah suatu bahan kimia yang ditambahkan langsung ke udara yang menyebabkan konsentrasinya meningkat dan membahayakan. Contohnya: CO2, yang meningkat diatas konsentrasi normal. b. Skunder, adalah senyawa kimia berbahaya yang timbul dari hasil reaksi anatara zat polutan primer dengan komponen alamiah. Contohnya: Peroxy Acetil Nitrat (PAN). 2.4. Komponen Pencemar Udara dari Kendaraan Bermotor Jumlah kendaraan bermotor di Indonesia bertambah rata-rata 12% per tahun dalam kurun waktu 2000-2003. Sementara itu, pertumbuhan kendaraan penumpang dan komersial diproyeksikan mencapai berturut-turut 10% dan 15% per tahun antara tahun 2004-2006. Pada tahun 2004, total penjualan kendaraan penumpang adalah 312.865 unit, sedangkan kendaraan komersial (bus dan truk) mencapai 170.283 unit. Pada akhir tahun 2005 dan selama tahun 2006 jumlah penjualan kendaraan penumpang dan komersial diperkirakan mencapai 550.000 dan 600.000 unit (Kementerian Perhubungan RI, 2006) Perkiraan persentase pencemar udara di Indonesia dari sumber transportasi dapat dilihat dilihat pada tabel berikut: Tabel 2.3. Perkiraan Persentase Pencemar Udara dari Sumber Pencemar Transportasi di Indonesia

No 1 2 3 4 5

Komponen Pencemar CO NOx Sox HC Partikel Total

Persentase (%) 70,50 8,89 0,88 18,34 1,33 100

Sumber: Wardhana (2004). Dampak Pencemaran Lingkungan

2.4.1. Karbon Monoksida (CO) CO adalah suatu gas yang tak berwarna, tidak berbau dan juga tidak berasa. Gas CO dapat berbentuk cairan pada suhu dibawah -1920C. Gas CO sebagian besar berasal dari pembakaran bahan bakar fosil dengan udara, berupa gas buangan. Selain itu, gas CO dapat pula terbentuk karena aktivitas industri. Sedangkan secara alamiah, gas CO terbentuk sebagai hasil kegiatan gunung berapi, proses biologi dan lain-lain walaupun dalam jumlah yang sedikit (Wardhana, 2004).

CO yang terdapat di alam terbentuk melalui salah satu reaksi berikut: a. b. c. Pembakaran tidak lengkap terhadap karbon atau komponen yang mengandung karbon. Reaksi antara CO2 dengan komponen yang mengandung karbon pada suhu tinggi. Penguraian CO2 menjadi CO dan O.

Berbagai proses geofisika dan biologis diketahui dapat memproduksi CO, misalnya aktivitas vulkanik, pancaran listrik dari kilat, emisi gas alami, dan lain-lain. Sumber CO lainnya yaitu dari proses pembakaran dan industri (Fardiaz, 1992). 2.4.2. Nitrogen Oksida (NOx) Nitrogen oksida sering disebut dengan NOx karena oksida nitrogen mempunyai dua bentuk yang sifatnya berbeda, yaitu gas NO2 dan gas NO (Wardhana, 2004). Walaupun ada bentuk oksida nitrogen lainnya, tetapi kedua gas tersebut yang paling banyak diketahui sebagai bahan pencemar udara. Nitrogen dioksida (NO2) berwarna coklat kemerahan dan berbau tajam. Reaksi pembentukan NO2 dari NO dan O2 terjadi dalam jumlah relatif kecil, meskipun dengan adanya udara berlebih. Kecepatan reaksi ini dipengaruhi oleh suhu dan konsentrasi NO. Pada suhu yang lebih tinggi, kecepatan reaksi pembentukan NO2 akan berjalan lebih lambat. Selain itu, kecepatan reaksi pembentukan NO2 juga dipengaruhi oleh konsentrasi oksigen dan kuadrat dari konsentrasi NO. Hal ini berarti jika konsentrasi NO bertambah menjadi dua kalinya, maka kecepatan reaksi akan naik empat kali. Namun, jika konsentrasi NO berkurang setengah, maka kecepatan reaksi akan turun menjadi seperempat (Fardiaz, 1992). Nitrogen monoksida (NO) tidak berwarna, tidak berbau, tidak terbakar, dan sedikit larut di dalam air (Sunu, 2001). NO terdapat di udara dalam jumlah lebih besar daripada NO2. Pembentukan NO dan NO2 merupakan reaksi antara nitrogen dan oksigen di udara sehingga membentuk NO, yang bereaksi lebih lanjut dengan lebih banyak oksigen membentuk NO2 (Depkes). Kadar NOx di udara daerah perkotaan yang berpenduduk padat akan lebih tinggi dibandingkan di pedesaan karena berbagai macam kegiatan manusia akan menunjang pembentukan NOx, misalnya transportasi, generator pembangkit listrik, pembuangan sampah, dan lain-lain. Namun, pencemar utama NOx berasal dari gas buangan hasil pembakaran bahan bakar gas alam (Wardhana, 2004).

Selain itu, kadar NOx di udara dalam suatu kota bervariasi sepanjang hari tergantung dari intensitas sinar matahari dan aktivitas kendaraan bermotor. Dari perhitungan kecepatan emisi NOx diketahui bahwa waktu tinggal rata-rata NO2 di atmosfer kira-kira 3 hari, sedangkan waktu tinggal NO adalah 4 hari dan gas ini bersifat akumulasi di udara yang bila tercampur dengan air akan menyebabkan terjadinya hujan asam (Wardhana, 2004). 2.4.3. Belerang Oksida (SOx) Ada dua macam gas belerang oksida (SOx), yaitu SO2 dan SO3. Gas SO2 berbau tajam dan tidak mudah terbakar, sedangkan gas SO3 sangat reaktif. Konsentrasi SO2 di udara mulai terdeteksi oleh indra penciuman manusia ketika konsentrasinya berkisar antara 0,3-1 ppm. Gas hasil pembakaran umumnya mengandung lebih banyak SO2 daripada SO3. Pencemaran SOx di udara terutama berasal dari pemakaian batubara pada kegiatan industri, transportasi dan lain sebagainya (Wardhana, 2004).. Pada dasarnya semua sulfur yang memasuki atmosfer diubah dalam bentuk SO2 dan hanya 1-2% saja sebagai SO3. Pencemaran SO2 di udara berasal dari sumber alamiah maupun sumber buatan. Sumber alamiah adalah gunung berapi, pembusukan bahan organik oleh mikroba, dan reduksi sulfat secara biologis. Proses pembusukan akan menghasilkan H2S yang akan berubah menjadi SO2. Sedangkan sumber SO2 buatan yaitu pembakaran bahan bakar minyak, gas, dan terutama batubara yang mengandung sulfur tinggi (Mulia, 2005). Pabrik peleburan baja merupakan industri terbesar yang menghasilkan SOx. Hal ini disebabkan adanya elemen penting alami dalam bentuk garam sulfida misalnya tembaga (CUFeS2 dan CU2S), zink (ZnS), merkuri (HgS) dan timbal (PbS). Kebanyakan senyawa logam sulfida dipekatkan dan dipanggang di udara untuk mengubah sulfida menjadi oksida yang mudah tereduksi. Selain itu sulfur merupakan kontaminan yang tidak dikehendaki di dalam logam dan biasanya lebih mudah untuk menghasilkan sulfur dari logam kasar dari pada menghasilkannya dari produk logam akhirnya. Oleh karena itu, SO2 secara rutin diproduksi sebagai produk samping dalam industri logam dan sebagian akan terdapat di udara (Depkes). 2.4.4. Hidrokarbon (HC) Hidrokarbon terdiri dari elemen hidrogen dan karbon. HC dapat berbentuk gas, cairan maupun padatan. Semakin tinggi jumlah atom karbon pembentuk HC, maka molekul HC cenderung berbentuk padatan. HC yang berupa gas akan tercampur dengan gas-gas hasil buangan lainnya. Sedangkan bila berupa cair maka HC akan membentuk semacam kabut minyak, bila berbentuk padatan akan membentuk asap yang pekat dan akhirnya menggumpal menjadi debu (Depkes).

Sumber HC antara lain transportasi, sumber tidak bergerak, proses industri dan limbah padat. HC merupakan sumber polutan primer karena dilepaskan ke udara secara langsung. Molekul ini merupakan sumber fotokimia dari ozon. Bila pencemaran udara oleh HC disertai dengan pencemaran oleh nitrogen oksida (NOx), maka akan terbentuk Peroxy Acetyl Nitrat dengan bantuan oksigen. 2.4.5. Partikel Partikel adalah pencemar udara yang dapat berada bersama-sama dengan bahan atau bentuk pencemar lainnya. Partikel dapat diartikan secara murni atau sempit sebagai bahan pencemar yang berbentuk padatan (Mulia, 2005). Partikel merupakan campuran yang sangat rumit dari berbagai senyawa organik dan anorganik yang terbesar di udara dengan diameter yang sangat kecil, mulai dari < 1 mikron sampai dengan maksimal 500 mikron. Partikel debu tersebut akan berada di udara dalam waktu yang relatif lama dalam keadaan melayang-layang di udara dan masuk ke dalam tubuh manusia melalui saluran pernafasan. Partikel pada umumnya mengandung berbagai senyawa kimia yang berbeda dengan berbagai ukuran dan bentuk yang berbada pula, tergantung dari mana sumber emisinya (Depkes). Berbagai proses alami yang menyebabkan penyebaran partikel di atmosfer, misalnya letusan vulkano dan hembusan debu serta tanah oleh angin. Aktivitas manusia juga berperan dalam penyebaran partikel, misalnya dalam bentuk partikel-partikel debu dan asbes dari bahan bangunan, abu terbang dari proses peleburan baja, dan asap dari proses pembakaran tidak sempurna, terutama dari batu arang. Sumber partikel yang utama adalah dari pembakaran bahan bakar dari sumbernya diikuti oleh proses-proses industri (Fardiaz, 1992). 2.5. Ruang Terbuka Hijau Pengertian ruang terbuka hijau, (1) adalah suatu lapang yang ditumbuhi berbagai tetumbuhan, pada berbagai strata, mulai dari penutup tanah, semak, perdu dan pohon (tanaman tinggi berkayu); (2) Sebentang lahan terbuka tanpa bangunan yang dan batas geografis tertentu dengan status penguasaan tetumbuhan hijau berkayu dan tahunan ( perennial tumbuhan penciri utama dan tumbuhan penutup tanah lainnya), sebagai pelengkap dan penunjang mempunyai ukuan, bentuk

apapun, yang didalamnya terdapat

woody plants ), dengan pepohonan sebagai

lainnya (perdu, semak, rerumputan, dan tumbuhan

tumbuhan pelengkap, serta benda-benda lain yang juga sebagai

fungsi ruang terbuka hijau yang bersangkutan (Purnomohadi, 1995).

10

Ruang Terbuka Hijau (RTH) kota adalah bagian dari ruang-ruang terbuka (

open

spaces ) suatu wilayah perkotaan yang diisi oleh tumbuhan, tanaman, dan vegetasi (endemik, introduksi) guna mendukung manfaat langsung dan/atau tidak langsung yang dihasilkan oleh RTH dalam kota tersebut yaitu keamanan, kenyamanan, kesejahteraan, dan keindahan wilayah perkotaan tersebut. 2.5.1. Fungsi dan Manfaat Ruang Terbuka Hijau Menurut Undang-Undang No.26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang pasal 29 ayat 2, ruang terbuka hijau yang ideal paling sedikit 30% dari luas wilayah kota. Ruang terbuka hijau diperlukan untuk kesehatan, arena bermain, olah raga dan komunikasi publik. Pembinaan ruang terbuka hijau harus mengikuti struktur nasional atau daerah dengan standar-standar yang ada. RTH berfungsi ekologis, yang menjamin keberlanjutan suatu wilayah kota secara fisik, harus merupakan satu bentuk RTH yang berlokasi, berukuran, dan berbentuk pasti dalam suatu wilayah kota, seperti RTH untuk perlindungan sumberdaya penyangga kehidupan manusia dan untuk membangun jejaring habitat hidupan liar. RTH untuk ekonomi, arsitektural) merupakan RTH pendukung dan budaya kota tersebut, sehingga dapat berlokasi kepentingannya, seperti untuk keindahan, fungsi-fungsi lainnya (sosial,

penambah nilai kualitas lingkungan dan rekreasi, dan pendukung arsitektur kota.

dan berbentuk sesuai dengan kebutuhan dan

Manfaat RTH berdasarkan fungsinya dibagi atas manfaat langsung (dalam pengertian cepat dan bersifat tangible ) seperti mendapatkan bahan-bahan untuk dijual (kayu, daun, bunga), kenyamanan fisik (teduh, segar), keingin-an dan manfaat tidak langsung (berjangka panjang dan bersifat intangible ) seperti perlindungan tata air dan. hayati. Konservasi hayati atau keanekaragaman

2.5.2. Hubungan Fotosintesis, Intensitas Cahaya dan Laju Serapan Karbon dioksida Fotosintesis pada tanaman merupakan suatu proses dimana organisme hidup mengkonversi energi cahaya menjadi energi kimia berupa molekul organik. Proses ini membutuhkan energi matahari untuk menyediakan energi pada reaksi kompleks fisika-kimia dari organisme hidup tersebut (Lawlor, 1993). Fotosintesis oleh tumbuhan hijau merupakan proses kimia yang paling penting di bumi dan paling sensitif terhadap polutan udara. Proses ini menghasilkan gula dari karbondioksida air dengan bantuan cahaya, dengan oksigen yang dihasilkan sebagai produk samping (Treshow, 1989). Tumbuhan memerlukan cahaya sebagai sumber energi untuk melakukan fotosintesis.

11

Selama siang hari ada sejumlah tertentu sinaran gelombang pendek yang tiba pada permukaan bumi. Jumlah itu bergantung pada garis lintang, musim, waktu sehariharinya, dan derajat keberawanan. Dengan demikian tidak ada awan dan atmosfer benarbenar cerah, jumlah sinaran yang diperkirakan disajikan dalam Tabel 2.4 dalam Ratri Adiastari, 2010). Tabel 2.4. Nilai Angot fluks sinaran gelombang pendek pada tepi luar atmosfer dalam kal/cm 2/hari sebagai fungsi bulan dalam tahun dan garis lintang
Garis lintang (derajat) U 90 80 60 40 20 khatulistiw a 20 40 60 80 S 90 0 0 86 358 631 844 970 998 947 981 995 0 3 234 538 795 963 1020 963 802 649 656 55 143 424 663 821 878 832 686 459 181 92 518 518 687 847 914 876 737 515 240 9 0 903 875 866 930 912 803 608 358 95 0 0 1077 1060 983 1001 947 803 580 308 50 0 0 944 930 892 941 912 792 588 333 77 0 0 605 600 714 843 887 820 680 453 187 0 0 136 219 494 719 856 891 820 648 403 113 30 0 17 258 528 740 866 892 817 648 459 447 0 0 113 397 666 873 986 994 920 917 932 0 0 55 318 599 829 978 1033 1013 1094 1110 3540 3660 4850 6750 8070 8540 8070 6750 4850 3660 3540 Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nop Des Tahun

(Wilson, 1993

Sumber: Wilson, 1993 dalam Ratri Adiastari (2010) Selain cahaya matahari, fotosintesis juga dipengaruhi oleh laju serapan CO 2, hal

ini menunjukkan besarnya kemampuan serapan per satuan waktu per satuan luas daun. Berdasarkan hasil penelitian Pentury (2003), pola hubungan antara laju serapan dan luas tajuk tanaman bias dimodelkan dengan formulasi matematika:

S = 0,2278 e (0,0048 . I)
Dimana, S I E : laju serapan CO 2 per satuan luas : intensitas cahaya : bilangan pokok logaritma natural

0,0048 : Koefisien intensitas cahaya 0,2278 : Konstanta penjumlahan

12

2.5.3.

Tumbuhan Sebagai Penyerap Gas Karbon Dioksida Cahaya matahari akan dimanfaatkan oleh semua tumbuhan, baik hutan kota, hutan alami, tanaman pertanian dan lainnya dalam proses fotosintesis yang berfungsi untuk mengubah gas karbon dioksida dengan air menjadi karbohidrat dan oksigen. Proses kimia pembentukan karbohidrat dan oksigen adalah 6 CO klorofil menjadi C 6H12 O6 + 6 O 2 (Abdillah, 2006). Penyerapan karbon dioksida oleh ruang terbuka hijau dengan jumlah 10.000 pohon berumur 16-20 tahun mampu mengurangi karbon dioksida sebanyak 800 ton per tahun(Simpson dan McPherson, 1999). Penanaman pohon menghasilkan absorbs karbon dioksida dari udara dan penyimpanan karbon, sampai karbon dilepaskan kembali akibat vegetasi tersebut busuk atau dibakar. Hal ini disebabkan karena pada RTH yang dikelola dan ditanam akan menyebabkan terjadinya penyerapan karbon dari atmosfir, kemudian atau masuk dalam kondisi masak tebang atau sebagian kecil biomassanya dipanen dan mengalami pembusukan (IPCC, 1995). Kemampuan tanaman dalam menyerap gas karbon dioksida bermacam-macam. Menurut Prasetyo et all. (2002) hutan yang mempunyai berbagai macam tipe penutupan vegetasi memiliki kemampuan atau daya serap terhadap karbon dioksida yang berbeda. Tipe penutupan vegetasi tersebut berupa pohon, semak belukar, padang rumput, sawah. Daya serap berbagai macam tipe tabel berikut ini. Tabel 4. Cadangan Karbon Dan Daya Serap Gas CO
No. 1 2 3 4 Tipe Penutupan Pohon Semak Belukar Padang Rumput Sawah
2

+ 6 H 2O + Energi dan

vegetasi terhadap karbon dioksida dapat dilihat pada 2 Berbagai Tipe Penutup Vegetasi
Daya Serap gas CO 2 (ton/ha/th) 569,07 55 12 12

Daya serap gas CO 2 (kg/ha/jam) 129,92 12,56 2,74 2,74

Sumber: Prasetyo et all . (2002) dalam Tinambunan (2006)

III.

METODOLOGI KAJIAN

III.1. Jenis Penelitian Jenis kajian ini adalah kajian yang bersifat deskriptif dan comparation (perbandingan) untuk mengetahui gambaran perbandingan kualitas udara eksisting apakah sudah memenuhi sesuai dengan standar baku mutu yang sudah ditentukan serta melakukan perhitungan kemampuan serap terhadap emisi CO berdasarkan luas Ruang Terbuka Hijau (RTH) yang terdapat pada masing-masing lokasi. Untuk kualitas udara akan digunakan baku mutu menurut Peraturan Pemerintah No 41

13

Tahun 1999 tentang tingkat pencemaran udara dan K e p u t u s a n K e p a l a B a d a n P e n g e n d a l i a n D a m p a k L i n g k u n g a n N o . 1 0 7 T a h u n 1 9 9 7 t e n t a n g Pedoman Teknik Perhitungan dan Pelaporan Serta Informasi Indeks Standar Pencemaran Udara. III.2. Waktu dan Lokasi Kegiatan pemantauan yang dilakukan pada Bulan September, Oktober dan Novem ber 2007 dan T it ik pe m a nt au an s el an ju t n y a di t e t a pk an koordinatnya dengan bantuan alat bantu Geogrophycal Positioning System (GPS). Data koordinat titik pemantauan selengkapnya ditampilkan pada Tabel 3.1. Pemantauan kualitas udara yang dilakukan pada tiga Lokasi yaitu di Kota Pangkalpinang, Sungailiat dan Tanjungpandan seperti pada Tabel 3.1: Tabel 3.1. Lokasi Pengambilan Contoh Udara
Stasiun Lintang Selatan Bujur Timur Lokasi Pengambilan Sampel Keterangan X1 : Pemukiman X2:Padat Transportasi

Pangkalpinang A.1 02 07'38,5" A.2 02 07'53,1"

106 06'40,0" 10606'48,5" 10606'44," 106 07'03,1" 10737'51,6" 107 37'46,5"

Gedung Nasional. Pos Polisi Pasar Bertingkat Kampung Jawa Terminal Bis Kelurahan Parit Simpang Lima

Sungailiat B.1 0151'51,1" B.2 01 51'41,7" Tanjungpandan C.1 0244'05,2" C.2 02 44'30,6" III.3. Data Kajian

Sumber : BLHD Provinsi Kepulauan Bangka Belitung

Dalam melakukan kajian, pengumpulan data hanya dilakukan pada data sekunder untuk bahan evaluasi dan analisa yang didapat dengan melakukan klarifikasi ke dinas atau instansi terkait. Secara umum data sekunder yang diperlukan dalam kajian ini terdiri dari: 1. 2. 3. Data kualitas udara di Pangkalpinang, Sungailiat, dan Tanjungpandan. Data luas Literatur - Peraturan-Peraturan (Undang-undang, Perpres, Permen, dan NSPM) - Buku dan Artikel - Internet Ruang Terbuka Hijau (RTH) di Pangkalpinang, Sungailiat, dan Tanjungpandan.

14

III.4. Peralatan Alat dan bahan yang diperlukan dalam pengambilan sample udara ini disesuaikan kebutuhan parameter udara yang diperlukan. Alat ini merupakan sarana pendukung yang digunakan dalam pengambilan maupun penanganan sample. Berikut ini adalah tabel standar uji yang digunakan unt uk 5 par am eter dasar udara besert a alat yang diper lukan s epert i pada tabel 3.2. Tabel 3. 2. Tabel St andar Uji No.
1.

Standar Acuan

Keterangan 3: Cara uji partikel tersuspensi total menggunakan peralatan high volume air sampler (HVAS) dengan metoda gravimetri

SNI 19-7119.3-2005 Udara ambien-bagian

2.

SNI 19-7119.7-2005 Udara ambien-bagian 7: Cara uji kadar sulfur dioksida (SO2) d e n g a n m e t o d e p a r a r o s a n i l i n menggunakan spektrofotometer

3.

SNI 19-4845-1998

Metode

pengujian dengan

kandungan gas CO di

udara

4.

menggunakan NDR SNI 19-7119.2-2005 Udara ambien-bagian 7: Cara uji kadar nitrogen dioksida (NO2) d en ga n m et od a G r ie s s Sa lt z m an m en gg un ak an s pe k t r of o t om et er

5.

SNI 19-7119.8-2005 Udara ambien-bagian 7: Cara uji kadar oksidan dengan iodida metode neutral buffer kalium (NBKI) menggunakan

spektrofotometer.
Sumber : BLHD Provinsi Kepulauan Bangka Belitung

III.5. Teknik Pengambilan Data Seperti penjelasan sebelumnya bahwa data yang dikumpulkan merupakan data sekunder dari Badan Lingkungan Hidup Daerah (BLHD) Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Pengumpulan data kualitas udara meliputi parameter NOx, SOx, CO, HC, TSP dan Timbal, seperti yang terdapat pada Tabel 3.3.

15

Tabel 3.3. Parameter Kualitas Udara yang dipantau. No 1 2 3 4 5 6 Parameter Polutan Nitrogen Dioksida (NO2) Sulfur Dioksida (SO2) Karbon Monoksida (CO) Hidrokarbon (HC) TSP (debu) Timbal (Pb) Waktu Pengukuran 1 jam 1 jam 1 jam 3 jam 3 jam 3 jam Satuan g/Nm 3 g/Nm 3 g/Nm 3 g/Nm 3 g/Nm 3 g/Nm 3

III.6. Tahapan Kajian a. Melakukan pendekatan dan identifikasi terhadap objek kajian.

b. Mengumpulkan data sekunder untuk bahan evaluasi dan analisa yang didapat dengan
melakukan klarifikasi ke dinas atau instansi terkait.

c. Mendeskripsikan dan mengevaluasi eksisting di lapangan, serta, menganalisis dan


melakukan perhitungan berdasarkan data sekunder sesuai dengan standar baku mutu kualitas udara menurut PPRI No.41/1999.

d. Menyimpulkan dan merekomendasikan berdasarkan permasalahan yang terjadi yang


berupa implementasi kebijakan dan program terkait dalam pengetolaan kualitas lingkungan dan pencemaran udara.

IV.

DESKRIPSI WILAYAH STUDI Provinsi Kepulauan Bangka Belitung secara geografis terletak pada 104 50'

4.1. Letak Geografi dan Luas Wilayah sampai 109 30' Bujur Timur dan 0 50' sampai 4 10' Lintang Selatan, dengan batas-batas wilayah sebagai berikut :

Disebelah Barat dengan Selat Bangka, Disebelah Timur dengan Selat Karimata,
Disebelah Utara dengan Laut Natuna. Disebelah Selatan dengan Laut Jawa, Wilayah Provinsi Keputauan Bangka Belitung terbagi menjadi wilayah daratan dan wilayah laut dengan total luas wilayah mencapai 81.725,14 km2. Luas daratan lebih kurang 16. 424,14 km 2 atau 20,10 persen dari total wilayah dan luas laut kurang lebih 65.301 km 2 atau 79,9 persen dari total wilayah Provinsi

16

Kepulauan Bangka Belitung. Wilayah daratan terbagi dalam 6 kabupaten dan 1 kota, yaitu Kabupaten Bangka dengan luas wilayah 2.950,68 km 2 ; Kabupaten Bangka Barat dengan Luas 2.820,61km2 ; Kabupaten Bangka Tengah dengan luas 2.155,77 km 2 ; Kabupaten Bangka Selatan dengan Was wilayah 3.607,08 km 2 ; Kabupateh Belitung luas wilayah 2.293,69 km 2 ; Belitung Timur 2.506,91 km 2 dan Kota Pangkalpinang dengan luas wilayah 89,40 km 2 .

Sumber : RTRW Provinsi Kepulauan Bangka Belitung

Gambar 4.1. Peta Administrasi Wilayah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung 3.2. Kondisi Iklim Iklim di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung selalu bervariasi tiap tahunnya. Selain itu pengaruh lingkungan laut yang lebih besar memberikan pola iklim sedikit ekstrim untuk kawasan bagian timur provinsi kepulauan ini. Secara umum iklim di setiap wilayah kawasan ini relatif hampir sama. Provinsi Kepulauan Bangka Belitung memiliki iklim tropis. Hal ini mempengaruhi tingginya curah hujan. Berdasarkan data curah hujan (BPS Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, 2006), maka provinsi Kepulauan Bangka Belitung memiliki curah hujan rata-rata bulanan > 100 mm. Sementara keadaan angin menunjukkan rata-rata pada bulan November - April angin bertiup dari Barat Daya dengan angin terkuat pada bulan Januari dan Desember. Sedangkan pada bulan Mei - Oktober arah angin dari Timur Tenggara dengan keadaan angin sedang. Berdasarkan pengamatan stasiun Meteorologi Pangkalpinang tahun 2006, rata-rata tekanan udara, suhu, ketembaban dan penyinaran matahari di kawasan ini adatah seperti Tabel 4.1.

17

Bangka-Belitung mempunyai iklim tropis dan basah dengan variasi curah hujan bulanan pada tahun 2006 berkisar antara 86,6 mm - 421,0 mm dengan jumlah hari hujan antara 11 - 30 hari setiap bulannya. Curah hujan tertinggi pada tahun 2001 jatuh pada bulan Januari (Tabel 4.2). Rata-rata temperatur udara antara 21,8 C - 32,1 C, dengan kelernbaban udara bervariasi antara 82 persen sampai 91 persen dan tekanan udara antara 1.008,4 mb - 1.010,5 mb. Tabel 4.1. Tekanan Udara, Suhu Udara, Kelembaban Tahun 2006 No Bulan Tekanan Udara (MBS) 1.008,7 1.008,8 1.009,0 1.008,9 1.009,1 1.009,2 1.009,3 1.009,7 1.009,7 1.009,5 1.009,7 1.010,8 Suhu Udara (C) Maks 30,0 30,4 31,2 31,4 31,8 31,1 31,6 31,6 31,6 31,4 30,6 29,9 Min 23,1 23,2 23,2 23,2 23,6 23,5 24,0 24,1 24,0 23,2 23,4 23,1 Rataan 25,8 26,3 26,6 26,7 26,5 26,9 27,3 27,2 27,4 26,6 26,3 26,0 Kelembaban (%) 88 85 83 85 83 83 79 80 80 85 87 88

1 Januari 2 Februari 3 Maret 4 April 5 Mei 6 Juni 7 Juti 8 Agustus 9 September 10 Oktober 11 November 12 Desember

Sumber: BPS Bangka-Belitung, 2006

Tabel 4.2. Jumlah Curah Hujan, Hari Hujan, Arah dan Kecepatan Angin Tahun 2006 No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Bulan Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus Septembe r Oktober November Desember Curah Hujan (mm) 592,9 145,3 218,2 396,4 185,2 165,6 263,3 247,8 63,1) 297,1 274,8 308,3 Hari Rata-rata Kec Angin Arah Angin Hujan Kec. Angin Maksimum Terbanyak (Hari) (knots) (knots) 26 16 24 25 19 18 12 14 15 22 26 25 2,0 3,0 2,3 2,2 2,7 2,8 4,4 4,1 3,6 2,1 1,6 2,1 Utara Utara Utara Barat Selatan Selatan Tenggara Tenggara Timur Selatan Barat Utara 17 15 16 12 13 16 15 16 15 12 17 16 Arah Angin Utara Utara Barat Timur Timur Selatan Selatan Timur Tenggara Timur Selatan Utara

Sumber: Bangka Belitung Dalam Angka, 2006

18

Secara umum perubahan suhu udara tidak begitu berpengaruh terhadap curah hujan dan jumlah hari hujan. Pola curah hujan dan hari hujan di Pulau Bangka dan dan di Pulau Belitung hampir sama, dimana curah hujan tinggi saat musim barat (Tabel 4.3). Tabel 4.3. Kondisi Suhu Udara Rata-Rata, Curah Hujan, dan Hari Hujan 2006 No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Bulan Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember Suhu Udara (C) Maks. 29,3 30,2 30,6 30,6 32,1 30,8 31,8 31,8 31,7 30,9 29,9 30,4 Min. 23,4 23,3 23,3 23,2 23,3 22,4 22,8 21,8 22,9 22,9 23,2 23,4 25,6 25,9 26,1 25,9 26,4 25,8 26,4 25,7 26,3 26,1 25,8 25,9 114,3 172,4 274,4 268,9 202,2 289,2 86,6 257,5 137,5 421,0 326,4 274,0 Hujan 24 17 23 24 22 22 11 15 12 25 30 29 Rataan Curah Hujan (mm) Hari Hujan (Hari)

Sumber: Bangka Belitung Dalam Angka, 2006

Tekanan udara tertinggi terjadi pada bulan Agustus dan September dan terendah pada bulan November. Kelembaban udara rata-rata tertinggi juga terjadi pada saat curah hujan tinggi seperti pada bulan November, Desember, dan Januari. Pada bulan-bulan ini angin bergerak dari Laut Cina Selatan menuju Sumatera bagian Timur yang membawa banyak uap air. Tabel 4.4. Tekanan Udara, Angin dan Kelembaban Udara Tahun 2006 No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Bulan Januari Februari Maret April Mei Juni Jun Agustus September Oktober November Desember Tekanan Udara Kelembaban Udara Kec Angin Arah Angin Rata-rata (mbs) Rata-rata (%) (km/jam) (derajat) 1.009,2 1.009,2 1.009,3 1.009,0 1.09,7 1.009,6 1.009,4 1.010,2 1.010,5 1.009,8 1.008,4 1.009,2 91 88 88 91 88 88 83 84 82 90 91 91 12 11 11 9 9 11 12 12 14 11 11 11 300 300 300 200 120 120 120 120 120 180 270 300

Sumber: BPS Bangka-Belitung, 2006

19

V. ANALISIS DAN PEMBAHASAN Pemantauan kualitas Udara di Provinsi Kepualauan BangkaBelitung dilakukan pada Bulan September sampai November 2007 yang dllakukan secara langsung (in situ) oleh Dinas BLHD Provinsi Kepulauan Bangka Belitung untuk beberapa parameter fisik, sedangkan yang lainnya di analisis dilaboratorium. Hasil pengukuran di lapangan dan hasil analisis contoh di laboratoriurn terhadap beberapa paramater kualitas udara yang selanjutnya dibandingkan dengan Baku Mutu Kualitas Udara berdasarkan PP RI Nomor 41 Tahun 1999. 5.1. Kualitas Udara Berdasarkan hasil analisis terhadap beberapa parameter kualitas udara di Kota Pangkatpinang, Sungailiat dan Tanjungpandan, selama pemantauan ditemukan bahwa kandungan partikel debu (TSP), Sulfur Oksida (S02 ), Karbon Monoksida (CO), Nitrogen Dioksida (NO 2 ), Hidrocarbon (HC), dan Timbal (Pb); masih dibawah ambang baku mutu berdasarkan PP RI NO 41 Tahun 1999. Hasil pemantauan kualitas udara selengkapnya disajikan pada tabel 5.1. Sedangkan standar baku mutu kualitas udara menurut PPRI No.41/1999 dan ditampilkan pada Tabel 5.2. Tabel 5.1. Hasil Pemantauan Kualitas Udara
Parameter Analisis FISIKA Suhu udara Arah angin Kecepatan angin Kelembaban udara Partikel Debu (TSP) KIMIA Sulfur Dioksida C knot % mg/m) 31.6 Barat 3.05 70.15 92.61 34.8 Barat 1.15 59.8 69.71 31.6 Timur 1.2 66.45 78.41 31 Timur 1.35 85.9 73.46 30.15 Barat Laut 1.75 70.25 69.81 32.75 Barat Laut 1.4 63.35 93.68 Sat. Pangkalpinang 1 2 Sungailiat 1 2 1 Belitung 2

g/Nm 3

0.123 41.66 23.74 33.25 0.0605

0.128 19.96 18.88 31.8 0.0905

0.121 23.74 12.22 23.6 0.050

0.13 17.36 17.22 21.1 0.120

0.124 31.18 19.44 16.7 0.074

0.124 31.41 24.81 46.25 0.127

0 Karbon(5 2) Monoksida g/Nm 3

(CO) Nitrogen Dioksida g/Nm 3 (NO2) Hidrokarbon (HC) g/Nm Timbal (Pb) g/Nm
3 3

Keterangan: 1 = Kawasan Permukiman padat, 2 = Kawasan Lalulintas padat, (nilai dalam rata-rata)
Sumber: BLHD Provinsi Kep.Bangka Belitung, 2007

20

Tabel 5.2. Standar Baku Mutu Kualitas Udara


No Parameter SO2 ( Sulfur Dioksida ) Waktu Pengukuran 1 Jam 24 Jam 1 Thn 1 Jam 24 Jam 1 Thn 1 Jam 24 Jam 1 Thn 1 Jam 1 Thn 3 Jam Baku Mutu 900 g /Nm 3 365 g /Nm 3 60 g/ Nm 3 30.000 g/Nm 3 10.000 g/Nm 3 400 g / Nm 3 150 g / Nm 3 100 g / Nm 3 235 g / Nm 3 50 g / Nm 3 160 g / Nm 3

CO ( Karbon Monoksida )

NO2 ( Nitrogen Dioksida ) O3 ( Oksida ) HC ( Hidro Karbon ) PM10 ( Partikel < 10 mm ) PM2,5 (*) ( Partikel < 2.5 mm ) TSP ( Debu ) Pb ( Timah Hitam )

24 Jam

150 g / Nm 3

24 Jam 1 Thn 24 Jam 1 Thn 24 Jam 1 Thn

65 g / Nm 3 15 g / Nm 3 230 g/Nm 3 90 g/Nm 3 2 g/Nm 3 1 g/Nm 3

Sumber : PP No. 41 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara

Hal yang menarik untuk diamati adalah nilai hasil analisa terhadap parameter pencemaran udara di Kota Pangkalpinang menunjukkan lebih tinggi dibandingkan dengan 2 kota lainnya, yaitu Kota Sungailiat dan Tanjungpandan. Nilai analisa pencemar udara terendah adalah Kota Sungailiat. Kondisi ini adalah konsekuensi logis dari kondisi kota yang berbeda. Kota Pangkalpinang sebagai Ibukota Provinsi memang menunjukkan aktivitas masyarakat yang tebih tinggi dibanding 2 kota lainnya, sedangkan Kota Sungailiat dan Tanujungpandan merupakan kota yang memiliki aktivitas masyarakat rendah.

21

Selain kondisi aktivitas masyarakat yang erat kaitannya adalah dengan penggunaan energi bahan bakar minyak sebagai sumber utama pencemaran udara di wilayah kota, kondisi topografi, bentang alam dan kawasan hijau kota menentukan pula besarnya tingkat pencemaran udara. Kota Tanjungpandan dan Sungailiat menunjukkan tingkat aktivitas masyarakat yang hampir sama tetapi memiliki nilai hasil pengukuran yang lebih tinggi di Tanjungpandan. Bila dikaitkan dengan kondisi topografi, bentang alam dan kawasan hijau kota, dimana Kota Sungailiat adalah kota yang memiliki topografi berbukit dengan kawasan kota yang jauh lebih baik serta bentang alam yang masih didominasi ruang terbuka hijau dibandingkan dengan Kota Tanjungpandan, maka sangatlah wajar bila Kota Sungailiat menunjukkan nilai hasil pengamatan yang lebih rendah. Kondisi tersebut di atas dapat dilihat pula dari nilai pengukuran suhu udara, dimana pada Kota Pangkalpinang Lokasi Pemantauan di Pos Polisi Pasar Bertingkat yang merupakan kawasan padat lalulintas, menunjukan nilai yang paling tinggi, yaitu 36.6 'C pada jam pengamatan 12.30 W1B. Sedangkan di Kota Sungailiat dan T an ju ng p an d an ni la i p en ga m a t a n s u hu ud ar a t e r t i ng gi b er ad a di lo ka si permukiman padat, yaitu 33.6 'C pada jam pengamatan 15.00 WIB di Sungailiat, dan 33.3 'C pada jam pengamatan 10.40 WIB di Tanjungpandan.

5.2. Kemampuan Ruang Terbuka Hijau (RTH) Dalam Menyerap Emisi Karbon Di
Provinsi Kep. Bangka Belitung

5.2.1. Perhitungan Serapan Emisi Karbon dengan Menggunakan Luas Taman/Jalur


Hijau Dengan diketahuinya jumlah emisi karbon pada lokasi-lokasi tersebut, dpat kita lakukan perhitungan jumlah serapan emisi karbon terhadap Ruang Terbuka Hijau yang terdapat pada lokasi pemantauan. Perhitungan ini bertujuan untuk mengetahui jumlah emisi karbon yang mampu diserap oleh Ruang Terbuka hijau di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Langkah-langkah perhitungan emisi karbon ini adalah:

1.

Menentukan intensitas cahaya yang terdapat pada tabel 2.4. Intensitas yang digunakan harus sesuai dengan kondisi iklim di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Karena Provinsi Kepulauan Bangka Belitung beriklim tropis yang digunakan adalah intensitas cahaya garis lintang khatulistiwa. per bulan yang digunakan dalam perhitungan. maka intensitas cahaya Berikut ini intensitas

22

Tabel 5.3. Intensitas Cahaya


Bulan Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember Intensitas Cahaya (Kal/cm2/hari) 844 963 878 876 803 803 792 820 891 866 873 829 Intensitas Cahaya (Watt/m2) 409.34 467.06 425.83 424.86 389.46 389.46 384.12 397.70 432.14 420.01 423.41 402.07

Sumber : Hasil perhitungan Dari nilai intensitas tersebut, satuan dikonversi menjadi watt/m sama dengan 0,485 watt/m 2. (Ratri Adiastari ,2010).
2

, dimana 1kal/cm 2/hari

2.

Dari data intensitas penyinaran matahari tersebut, dapat dihitung laju serapan CO 2 berdasarkan hasil penelitian Pentury (2003). Yaitu dengan formulasi matematika:

S = 0,2278 e (0,0048 . I)
Dimana S I E : laju serapan CO 2 per satuan luas : intensitas cahaya : bilangan pokok logaritma natural

0,0048 : Koefisien intensitas cahaya 0,2278 : Konstanta penjumlahan

Tabel 5.4. Perhitungan Laju Serapan CO (g/cm 2/menit)

23

Bulan Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember Total

Intensitas Cahaya (Watt/m2) 409.34 467.06 425.83 424.86 389.46 389.46 384.12 397.70 432.14 420.01 423.41 402.07 4965.43

Laju Serapan CO2 (g/cm2/menit) 1.63 2.14 1.76 1.75 1.48 1.48 1.44 1.54 1.81 1.71 1.74 1.57 20.04

Sumber: Hasil Perhitungan Untuk laju serapan karbon dalam g/m2/th dapat dilihat pada Tabel 5.5. Tabel 5.5. Perhitungan laju serapan CO 2 (g/m2/th)
Bulan Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember Total Intensitas Cahaya (Watt/m2) 409.34 467.06 425.83 424.86 389.46 389.46 384.12 397.70 432.14 420.01 423.41 402.07 4965.43 Laju Serapan CO2 (g/cm2/menit) 1.63 2.14 1.76 1.75 1.48 1.48 1.44 1.54 1.81 1.71 1.74 1.57 20.04 Laju Serapan CO2 (g/m2/thn) 8.54 x 109 11.3 x 109 9.24 x 109 9.2 x 109 7.76 x 109 7.76 x 109 7.57 x 109 8.08 x 109 9.53 x 109 8.99 x 109 9.14 x 109 8.25 x 109 105.33 x 109

Sumber: Hasil Perhitungan

3.

Setelah didapatkan nilai laju serapan karbon dioksida, maka dapat dihitung kemampuan serapan taman/jalur hijau berdasarkan luas RTH di Provinsi Kepulauan

24

Bangka Belitung (Tabel 5.6). Untuk menghitung kemampuan serapan Terbuka Hijau adalah dengan cara mengalikan laju serapan CO Ruang Terbuka Hijau pada masing-masing lokasi (Tabel 5.7) Tabel 5.6. Luas Ruang Terbuka Hijau pada Lokasi Kajian
No 1 2 3 Wilayah Pangkalpinang Sungailiat Tanjungpandan Luas Wilayah (Km2) 89.4 147.985 378.45 Luas RTH (Km2) 8.493 13.17 25.91 Luas RTH (m2) 8493000 13170665 25910000

Ruang

dengan luas

Sumber: BLHD Provinsi Kep. Bangka Belitung

Tabel 5.7. Perhitungan Kemampuan Ruang Terbuka Hijau menyerap CO


No 1 2 3 Wilayah Pangkalpinang Sungailiat Tanjungpandan TOTAL Luas RTH (m2) 8493000 13170665 25910000 47573665 Laju Serapan CO2 (g/m2/thn) 105.33 x 109 105.33 x 109 105.33 x 109 TOTAL Total Daya Serap RTH (g/tahun) 8.95 x 1017 13.87 x 1017 27.29 x 1017 Total Daya Serap RTH (ton/tahun) 8.95 x 105 13.87 x 105 27.29 x 105 50.11 x 105

Sumber: Hasil Perhitungan

Gambar 5.1. Grafik Daya Serap RTH (ton/tahun)

Dari tabel diatas diketahui bahwa kemampuan taman/jalur hijau menyerap emisi

25

karbon di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung adalah sebesar kemampuan serapan tinggi yaitu terdapat di wilayah

5011085,582 ton/th dan

kemampuan serapan Ruang Terbuka Hijau diatas dapat dibagi menjadi dua, yaitu
Tanjungpandan Belitung, serta

kemampuan serapan rendah yang terdapat di wilayah Pangkalpinang.

4.

Dari hasil perhitungan, kemudian dilakukan perbandingan antara jumlah emisi yang dihasilkan pada masing- masing lokasi dengan kemampuan serapan emisi karbon per tahun seperti pada Tabel 5.8.

Tabel 5.8. Perbandingan Jumlah Emisi yang dihasilkan dengan laju serapan g/Nm 2/ tahun
Parameter Analisis Pangkalpinang Sungailiat Belitung g/Nm 2/ tahun Perbandingan Karbon Monoksida (CO) Sat. Jumlah Emisi Daya Serap Hasil Pemantauan (Hasil Perhitungan) 364941.6 207962.4 275151.6 105.33 x 109

Sumber : Hasil Perhitungan Apabila dilakukan analisa perbandingan, maka dapat dilihat nilai laju serapan pada

luas Ruang Terbuka Hijau l ebih besar daripada jumlah emisi yang dihasilkan pada masingmasing lokasi, jadi RTH yang ada mempunyai kemampuan yang baik dalam menyerap emisi karbon, dan peningkatan suhu rata-rata yang terjadi di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung bukan disebabkan meningkatnya jumlah emisi karbon, tetapi dapat disebabkan oleh faktor lain. Faktor lain tersebut menurut Prof.Sampurno (2001) antara lain: 1. 2. 3. Faktor Manusia (Populasi dan perubahan fungsi lahan). Variasi perputaran bumi dan berubahnya sumbu bumi. Faktor geologi. - Proses Endogen (proses dari dalam bumi) : gempa, gunung berapi. - Proses Eksogen (proses di luar bumi) : matahari, curah hujan.

5.3. Kebijakan Pengelolaan Lingkungan di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung

26

Pengelolaan lingkungan di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung didasari kepada visi "Terwujudnya Negeri Serumpun Sebalai yang Sejahtera melalui kelestarian lingkungan dengan memberdayakan potensi sumberdaya alam secara arif dan bijaksana". Visi ini dijabarkan kedalam beberapa misi pengelolaan lingkungan sebagai berikut: 1. Mengoptimalkan 2. Meningkatkan pemanfaatan kesadaran sumberdaya dan alam yang berkelanjutan serta dan berwawasan lingkungan penegakan hukum kepedulian masyarakat terhadap lingkungan 3. Meningkatkan kelestarian sumberdaya alam dan pemberdayaan masyarakat sebagai upaya penyelamatan lingkungan. 4. Meningkatkan upaya pelaksanaan pembangunan yang berkelanjutan dengan berWawasan lingkungan 5. Meningkatkan keterpaduan dan keselarasan antar pemerintah kabupaten/kota dalam pengelolaan sumberdaya Mani dan lingkungan hidup. 6. Menetapkan teknologi yang ramah lingkungan dan penggunaan indikator lingkungan untuk mencapai keberhasilan pengelolaan sumberdaya atam dan lingkungan hidup. Arahan pengelolaan lingkungan hidup di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung diarahkan untuk mewujudkan pengelolaan sumberdaya alam yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan.

VI. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 6.1. Kesimpulan

1.

Berdasarkan Indek Standar Pencemaran Udara (ISPU) sesuai Kepmen Lingkungan Hidup No. 45 tahun 1997, kondisi masih termasuk dalam kategori Baik dengan penjelasan bahwa Tingkat kualitas udara yang tidak memberikan efek bagi kesehatan manusia atau hewan dan tidak berpengaruh pada tumbuhan, bangunan ataupun nilai estetika, sedangkan untuk parameter kualitas udara ambient, dibandingkan dengan Baku Mutu Kualitar Udara berdasarkan PP RI Nomor 41 Tahun 1999, kualitas udara di lokasi pemantauan secara umum masih tergolong baik.

2.

Dari hasil perhitungan kemampuan serapan taman/jalur hijau

berdasarkan luas Ruang 5011085,582

Terbuka Hijau di masing-masing lokasi, dengan daya serap sebesar

27

ton/th, dan nilai laju serapan pada luas Ruang Terbuka Hijau l ebih besar daripada jumlah emisi yang dihasilkan pada masing-masing lokasi sehingga luas RTH yang ada masih mencukupi terhadap jumlah emisi karbon yang dihasilkan. 6.2. Rekomendasi Kebijakan Pengelolaan kualitas udara diperlukan untuk terus memantau perubahan iklim mikro yang terjadi, yang juga dapat berdampak pada perubahan iklim makro. Untuk itu rekomendasi kebijakan yang dipertukan adalah. 1. Monitoring kualitas udara secara kontinu Menyusun kebijakan perlindungan lingkungan untuk mengurangi efek pencemaran udara dengan mengembangkan taman-taman kota di yang tujuannya dapat mengikat CO2 untuk dikembalikan menjadi 02.

2.

3.

Melakukan tindakan pada proses emisi gas buang dan kegiatan yang menyebabkan perusahaan pencemaran. terjadinya setiap pencemaran kegiatan udara ataupun kopensasi bagi efek atau yang mampu mengendalikan

4.

Didalam ICCSR (2010), telah dijelaskan 3 (tiga) strategi utama yang perlu serta instrumen yang dapat diterapkan dalam rangka pengurangan emisi sektor transportasi adalah sebagai berikut:

dilakukan karbon dari

- Strategi 1 Pengurangan/Penghindaran (Reduce/Avoid)


(1) Sistem penataan ruang t erpadu dengan sistem transportasi (2) Penerapan sistem logistik modern (3) Perilaku perjalanan ( travel demand management )

- Strategi 2 Pengalihan (Shift)


(1) Penyediaan prasarana dan (3) Kampanye publik dan sarana transportasi publik yang handal (2) Penerapan sistem Non Motorized Transportation edukasi masyarakat (4) Penerapan pajak kemacetan (5) Manajemen perparkiran

- Strategi 3 Peningkatan Sistem Eksisting (Improve)


(1) Penggunaan bahan bakar non (2) Kontrol emisi yang ketat (3) Penerapan sistem Smart (4) Pelatihan mengenai praktek polutif (gas, listrik, dsb) Traffic untuk kelancaran arus lalu linta s (pemeriksaan rutin & wajib) berkendara yan baik ( Smart Driving )

(5) Penerapan sistem Smart Traffic untuk kelancaran arus lalu lintas

28

(6) Penerapan pajak kendaraan (7) Program hari bebas kendaraan

dan pajak jalan ( road pricing ) (Car Free Days)

5.

Keterlibatan seluruh stakeholders dalam menyusun kebijakan pengendalian pencemaran, sumber pencemar, pelaku penyebab pencemaran, penegakan aturan dan monitoring dari kebijakan tersebut.

6.

Menyusun dan menata kebijakan secara tebih detail tentang pengelolaan lingkungan, baku mutu udara, dan standar buangan industri dalam suatu tata kebijakan dan prosedur daerah.

DAFTAR PUSTAKA Anonim. 1999. Peraturan Pemerintah RI No. 41 tahun 1999 Pencemaran Udara Abdillah. 2006. Taman dan Hutan Kota . Penerbit Azka Mulia Media.Jakarta Gratimah. 2009. Tesis: Analisa Kebutuhan Hutan Kota Sebagai Penyerap Gas CO 2 Antropogenik di Pusat kota Medan . Medan: Universitas Sumatra Utara Ratri Adiastari. 2010. Kajian Mengenai Kemampuan Ruang Terbuka Hijau (RTH) Dalam Menyerap Emisi Karbon Di Kota Surabaya. Institut Teknologi Sepuluh November Surabaya. IPCC. 1995. Greenhouse gas inventory reference manual Support Unit, Hardley Center, 122 NY, United Kongdom. Kementerian Dalam Negeri. 1988. Instruksi Menteri Dalam Negeri Lawlor, D.W. 1993. Photosynthesis: Molecular, Physiological, Konstruksi Model Matematika No. 14 Tahun 1988 and Environmental Tangkapan CO2 pada Tentang: Penataan Ruang Terbuka Hijau (RTH) di Wilayah Perkotaan Processes . London: Longman Scientific & Technical Pentury, T. 2003. Disertasi: Tanaman Hutan Kota . Surabaya: Universitas Airlangga Sastrawijaya, A.T. 2000. Pencemaran Lingkungan . Jakarta: Rineka Cipta Purnomohadi, S. 1995. Peran Ruang Terbuka Hijau Dalam Treshow, M. dan Franklin K. Anderson. 1989. John Willey & Sons Fardiaz, S. 1992, Polusi Air dan Udara. Perbit Kanisius. Yogyakarta. BPS. 2006. Bangka Belitung Dalam Angka 2006. Slamet, J.S. 2002. Kesehatan Lingkungan. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Pengendalian Kualitas Udara di DKI Jakarta . Disertasi. Program Pascasarjana, IPB. Bogor. Plant Stress from Air Pollution . New York: . IPCC WGI Technical Meteorology Office, London Road, Braknell, RG tentang Pengendalian

29

Wardhana, W.A. 2004. Dampak Pencemaran Lingkungan. Andi. Yogyakarta. Soemarwoto, O (1989), Analisis Dampak Lingkungan, Cet. Ke 2, Gajah Mada University Press, Yogyakarta. Iskandar, Abubakar. 2000. Kerusakan Lingkungan Diakibatkan oleh Sumber Transportasi. http://www.kpbb.org. 14 April 2011, pukul 23.00 WIB. Sudrajad, Agung. 2005. Pencemaran Udara, Suatu Pendahuluan. Inovasi, Vol.5, hal 1-3. Sampurno. 2001. Pengembangan Kawasan Pantai Kaitannya Dengan Geomorfologi, Instistut Teknologi Bandung, Bandung Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Undang-undang No 27 tahun 2000 tentang Pembentukan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Undang-undang No 5 tahun 2003 tentang Pembentukan Kabupaten Bangka Selatan, Kabupaten Bangka Tengah, Kabupaten Bangka Barat, dan Kabupaten Belitung Timur di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung P er at ur an Pe m e r i nt ah No 4 1 Ta hu n 1 99 9 t e nt a ng Ku al it as U da r a Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 45 Tahun 1997 Tentang Indeks Standar Pencemar Udara Undang-Undang Republik Indonesia. Undang-Undang Nomor 26 Penataan Ruang Tahun 2007 Tentang

30

You might also like