You are on page 1of 40

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG Pertumbuhan dan perkembangan seorang anak berawal pada saat konsepsi (intrauteri) hingga masa pertumbuhan dan perkembangan itu berakhir yaitu saat dewasa. Namun, terkadang pada proses pertumbuhan dan perkembangan anak tersebut dapat mengalami suatu gangguan. Gangguan tersebut dapat berupa gangguan bentuk anatomi, fisiologi maupun psikososial seorang anak yang dapat disebabkan oleh berbagai macam faktor diantaranya; penyakit, stressor, lingkungan,nutrisi dan lain-lain. Berkembangnya berbagai macam kasus penyakit pada anak dalam kurun waktu terakhir ini dapat menimbulkan berbagai macam gangguan baik pada segi kesehatan maupun perkembangan seorang anak. Oleh sebab itu dibutuhkan suatu penanganan dan asuhan yang efektif dan efisien agar gangguan tersebut tidak berakibat fatal pada proses kedewasaannya, jika gangguan tersebut tidak ditangani dengan baik maka akan mempengaruhi kualitas SDM yang ada. Pasalnya anak atau generasi muda merupakan aset penerus perjuangan Bangsa dan Negara. Remaja merupakan populasi yang besar, sekitar seperlima penduduk dunia adalah remaja yang berusia 10-19 tahun. Kualitas generasi penerus ditentukan oleh berbagai upaya yang dilakukan agar masa remaja yang penuh gejolak ini dapat dilewati dengan mulus. Banyak remaja yang gagal menjadi dewasa yang sukses, yang disebabkan oleh masalah sosial ekonomi, ganguan tumbuh kembang psikobiologikal, juga tersangkut masalahmasalah kenakalan yang menjurus kekriminalitas seperti mencuri, merampok, membunuh, memperkosa, pangguna dan pengedar obat terlarang dan sebagainya. Masalah yang paling mengganggu bagi remaja adalah masalah biologis diantaranya yaitu; Akne, gangguan disfungsional seksual, obesitas dan lain-lain. Hal ini disebabkan karena remaja lebih berorientasi pada penampilan fisik yang ideal sehingga jika terjadi suatu gangguan pada fisiknya maka akan mempengaruhi seluruh aspek hidupnya.

1.2 TUJUAN 1.2.1 Tujuan Umum Mengetahui masalah-masalah yang terjadi pada proses pertumbuhan dan perkembangan anak pada usia remaja. 1.2.2 Tujuan Khusus 1. Mengetahui definisi akne, phenile problem, torsio testicular, dan epididimitis. 2. Mengetahui etiologi pada akne, phenile problem, torsio testicular, dan epididimitis. 3. Mengetahui manifestasi klinis dari akne, phenile problem, torsio testicular, dan epididimitis. 4. Mengidentifikasi masalah tumbuh kembang yang diakibatkan oleh akne, phenile problem, torsio testicular, dan epididimitis. 5. Mengidentifikasi penatalaksanaan dari akne, phenile problem, torsio testicular, dan epididimitis. 6. Mengidentifikasi pencegahan akne, phenile problem, torsio testicular, dan epididimitis. 1.3 RUMUSAN MASALAH 1. Apa definisi dari akne, phenile problem, torsio testicular, dan epididimitis. 2. Bagaimana etiologi dari akne, phenile problem, torsio testicular, dan epididimitis. 3. Bagaimana manifestasi klinis dari akne, phenile problem, torsio testicular, dan epididimitis. 4. Masalah tumbuh kembang apa yang muncul pada anak usia remaja dengan akne, phenile problem, torsio testicular, dan epididimitis. 5. Bagaimana penatalaksanaan untuk akne, phenile problem, torsio testicular, dan epididimitis.

6. Bagaimana pencegahan dari akne, phenile problem, torsio testicular, dan epididimitis. 1.4 MANFAAT Agar mahasiswa lebih mengerti tentang definisi masalah dan asuhan keperawatan pada remaja yang mengalami Akne, Torsio Penis, Epididimitis dan Penile Problem.

BAB 2 ISI 1. ACNE 1.


1.

Definisi Jerawat dikenal juga sebagai acne vulgaris, yaitu radang kronis dari folikel pilosebacea yang disertai dengan penyumbatan atau penimbunan keratin dan ditandai dengan adanya komedo, pustula, papel, nodula, kista dan sikatrikskista 2. Akne adalah penyakit kulit yang terjadi akibat peradangan menahun folikel pilosebasea yang ditandai dengan adanya komedo, papul, pustul, nodus, dan kista pada tempat predileksinya. 3. Akne vulgaris adalah penyakit peradangan menahun folikel pilosebasea yang umumnya terjadi pada masa remaja dan dapat sembuh sendiri. Gambaran klinis akne vulgaris sering polimorfi; terdiri atas berbagai kelainan kulit berupa komedo, papul, pustul, nodul, dan jaringan parut, yang terjadi akibat kelainan aktif tersebut, baik jaringan parut yang hipotrofik maupun yang hipertrofik( seperti ditulis pada artikel Segala Sesuatu tentang Jerawat oleh Dito Anurogo, S. Ked,up date 21 Agustus 2008,www.kabarindonesia.com) 4. akne vulgaris adalah peradangan kronis pada folikel pilosebaseus yang secara klinis ditandai adanya komedo, papula, pustula, nodul, dan kista, pada daerah predileksi yaitu di wajah, bahu, lengan atas, dada dan punggung bagian atas, yang sering dijumpai pada usia remaja dan dewasa muda (12-35 tahun), insiden tertinggi pada wanita(14-17 tahun) dan pada pria(16-19 tahun)(Clark.1993)( seperti ditulis pada Asuhan Keperawatan Akne vulgaris oleh Ns.Lukman, S.kep,M.M, up date Senin,31 Maret 2008,www.lukman.blogspot.com) 5. Akne vulgaris adalah suatu penyakit yang disebabkan inflamasi kronik dari unit pilosebasea yang ditandai oleh pembemtukan komedo, papul, pustule, nodul, dan pada beberapa kasus disertai jaringan parut, dengan

predileksi

di

wajah,

leher,

lengan

atas,

dada,

dan

punggung(Soetjiningsih,2004)

2.Etiologi 4 faktor utama yang berperan dalam pathogenesis akne vulgaris adalah: 1. Peningkatan produksi sebum 2. Keratinisasi abnormal duktus pilo-sebasea 3. Kolonisasi Propionibacterium acnes 4. Proses inflamasi 1. Peningkatan produksi sebum Penderita dengan akne vulgaris memiliki produksi sebum yang lebih dari rata-ratadan biasanya keparahan akne sebanding dengan jumlah produksi sebum. Aktifitas kelenjar sebasea diatur oleh androgen, baik androgen yang terdapat di dalam sirkulasi maupun androgen yang dihasilkan oleh jaringan, memegang peranan dalam proses ini. Kelenjar sebasea mulai berkembang esbelum pubertas. Androgen yang dikeluarkan oleh kelenjar adrenal terutama dehydroepandrosterone sulphate (DHEA-S) merangsang aktifitas kelenjar sebasea,menstimulasi pembentukan komedo, sehingga DHEA-S disebut acne androgen Pada saat pubertas androgen yang dihasilkan oleh gonad (ttestis pada pria dan ovarium pada perempuan) terutama testosterone, ikut berperan merangsang kelenjar sebasea. Enzim 5 Alfa reductase merubah testosterone menjadi dihidrotestosteron yang dianggap sebagai androgen jaringan yang paling poten. Meningkatnya aktifitas kelenjar sebasea pada penderita akne yang mempunyai kadar hormon androgen yang normal mungkin disebabkan oleh meningkatnya aktifitas enzim 5 Alfa reductase dikelenjar sebasea. Aktifitas enzim ini juga terjadi di epitel

infundibulum, sehingga hormone androgen diperkirakan berperan pada hiperkeratinisasi folikuler yang timbul pada penderita akne. Androgen jaringan khususnya dihidrostestosteron kemungkinan memegang peranan penting dalam pathogenesis akne, terutama pada akne ringan dan sedang, yang sebagian besar penderita mempunyai kadar androgen yang normal di dalam sirkulasi. Beberapa penderita akne kistik yang berat, akne yang ada kaitannya dengan kelenjar endokrin, seperti hyperplasia adrenal congenital, tumor pada kelenjar adrenal atau ovarium mempunyai kadar yang tinggi di dalam serum 2. Keratinisasi abnormal duktus pilo-sebasea Pada penderita akne terjadi hyperkeratosis duktus pilo-sebasea yang secara klinis tampak sebagai komedo tertutup (whitehead) dan komedo terbuka (blackhead) yang didahului oleh mikrokomedo. Mikrokomedo merupakan lesi inisial akne dengan inflamasi dan non inflamasi. Komedo tertutup mengandung keratin dan debris lemak, sedangkan komedo terbuka berasal dari oksidasi tirosin menjadi melanin melalui pori-pori yang terbuka. Penyebab terjadinya hyperkeratosis, yaitu: 1. Androgen selain menstimulasi kelenjar sebasea juga berpengaruh pada hyperkeratosis saluran kelenjar 2. Pada penderita akne komposisi sebum menunjukan konsentrasi asam linoleat yang signifikan dan terdapat hubungan yang terbalik antara produksi sebum konsentrasi asam linoleat. Hal ini secara teori dikatakan dapat menginduksi hyperkeratosis folikel serta penurunan fungsi barier epitel. 3. Kolonisasi Propionibacterium acnes Organisme yang dominan sebagai flora di folikel pilo-sebasea adalah Propionibacterium acnes (P.acnes), yaitu difteroid pleomorfik yang bersifat anaerob.Remaja dengan kulit yang berminyak mengandung P.acnes yang lebih tinggi, Lingkungan bakteri lebih penting

dibandingkan dengan jumlah bakteri dalam pembentukan lesi akne. Pada studi in-vitro ditunjukan bahwa oxygen tension, pH, dan Asupan nutrisi mempengaruhi pertumbuhan P.acnes dan produksi substansi aktif seperti lipase, protease, hyaluronate lyase, fosfatase, dan smooth muscle contracting substance. P.acnes menghasilkan enzim lipase yang dapat mengubah trigliserid dalam sebum menjadi asam lemak bebas. Fraksi asam lemak bebas ini dapat menginduksi inflamasi dan mempengaruhi kekentalan sebum, yang berperan dalam patogenesis akne vulgaris. 4. Proses inflamasi Proses inflamasi disebabkan oleh mediator aktif yang dihasilkan oleh P. acnes yang terdapat di dalam folikel. P.acnes dapat memicu reaksi reaksi radang imun dan non imun: 1. P.acnes memproduksi lipase yang dapat menghidrolisis trigliserida dari sebum menjadi asam lemak bebas yang bersifat iritasi dan komedogenik 2. Pelepasan factor kemotaktik oleh P.acnes akan menarik lekosit ke daerah lesi. Enzim hidrolisis yang dihasilkan lekosit dapat merusak dinding folikel, kemudian isi folikel seperti sebum, epitel yang mengalami keratinisasi, rambut dan P.acnes masuk ke dermis. Reaksi non-imun benda asing dimulai pertama kali oleh mononuclear, kemudian oleh sel makrofag dan sel raksasa, sehingga timbul inflamasi. 3. Aktivasi komplemen dari penjamu Proliferasi P.acnes kemungkinan terjadi akibat produksi sebum yang meningkat, sehingga jumlah P.acnes di dalam folikel meningkat. P.acnes dapat mengaktifasi komplemen melalui jalur klasik dan alternative. Reaksi imun ini akan menghasilkan C5a yang bersifat neutrophilic chemotactic factor dan menimbulkan inflamasi lanjutan. Lekosit yang ditarik oleh C5a menangkap P.acnes menghasilkan enzim hidrolitik yang dapat merusak jaringan sehingga timbul inflamasi(reaksi imun).

Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya acne 1. Faktor Genetik atau Faktor Keturunan. Faktor genetic memegang peranan penting terhadap kemungkinan seseorang menderita akne. Penelitian di Jerman menunjukan bahwa akne terdapat pada 45 % remaja yang salah atau kedua orang tuanya menderita akne, dan hanya 8 % bila kedua orang tuanya tidak menderita akne. Ada hubungan antara sindrom XYY dengan akne yang berat. 2. Aktivitas Hormonal Aktivitas hormonal pada proses perubahan atau siklus hormonal yang terjadi pada seseorang dapat menyebabkan timbulnya jerawat. Pada anakanak kelenjar sebasea masih kecil dan belum berfungsi. Kelenjar sebasea dibawah kendali endokrin, khususnya hormon androgen.). Pada masa pubertas hormone Androgen menstimulasi kelenjar sebasea sehingga kelenjar sebasea membesar, pembesaran kelenjar ini mensekresi minyak alami(sebum) merembes hingga folikel rambut dan mengalir permukaan kulit. Pada remaja yang berjerawat, stimulasi hormone Androgen akan meningkatkan daya responsive kelenjar sebasea sehingga menimbulkan akne yang mengakibatkan duktus polisebaseus tersumbat oleh tumpukan sebum dan tumpukan tersebut akhirnya membentuk komedo.

Beberapa jenis hormon juga sering dikaitkan sebagai penyebab terjadinya Jerawat. Semisal androgens testosterone, dihydrotestosterone (DHT), insulit-like growth factor (IGF-I), dan juga dehydroepiandrosterone sulfate (DHEAS). 2. Diet Tidak ditemukan adanya hubungan antara akne dengan asupan total kalori dan jenis makanan, walaupun beberapa penderita menyatakan akne bertamabah parah setelah mengkonsumsi makanan tertentu seperti lemak dan coklat. 3. Iklim Cuaca yang panas dan lembab memperburuk akne. Hidrasi pada stratum korneum epidermis dapat merangsang terjadinya akne, misalnya pada akne topical atau akne akibat kerja sebagai contoh pekerjaan di tempat yang panas dan lembab seperti di dapur atau tempat cuci pakaian. Pajanan sinar matahari yang berlebihan dapat memperburuk akne. 4. Stress Akne dapat kambuh atau bertambah buruk pada penderita dengan stress emosional. 5. Pil Pengontrol Kelahiran atau pil KB 6. Kosmetika Misalnya: Moisturizers, foundation 7. Lingkungan Akne lebih sering ditemukan dan gejalanya lebih berat di daerah industry dan pertambangan dibandingkan dengan di pedesaan. Lingkungan yang mengandung kadar klorin yang tinggi terutama chlorinated dioxins, yang menyebabkan jerawat parah disebut Chloracne.

3. Manifestasi klinis

Akne vulgaris ditandai dengan 4 tipe dasar lesi : 1. komedo terbuka dan tertutup (lesi non inflamasi) 2. papula (lesi inflamasi superfisial) 3. pustule (lesi inflamasi superfisial) 4. lesi nodulokistik (lesi inflamasi dalam) Komedo Komedo adalah tanda awal dari akne. Sering muncul 1-2 tahun sebelum pubertas. Lesi dapat berupa komedo tertutup dan terbuka. Komedo tertutup adalah lesi obstruktif, terbentuk dari lipid/minyak yang tersumbat, dan keratin yang menyumbat folikel berupa papula kecil berwarna keputihan dengan lubang folikuler yg halus. Komedo tertutup dapat menjadi terbuka jika isi saluran mempunyai hubungan dengan lingkungan luar serta mengalami ruptur dan menimbulkan reaksi inflamasi yg disebabkan oleh perembesan isi folikel (sebum,keratin,bakteri) ke dermis, berupa papula eritematosa,pustula dan kista inflamatorik. Komedo terbuka dapat terjadi karena akumulasi lipid, bakteri, dan debris epitel. Papul

Papul merupakan reaksi radang dengan diameter <5 mm. Papul superficial sembuh dalam 5-10 hari dengan sedikit jaringan parut tetapi dapat terjadi hiperpigmentasi pasca inflamasi terutama pada remaja dengan kulit berwarna gelap. Papul yang lebih dalam penyembuhannya memerlukan waktu yang lebih lama dan dapat meninggalkan jaringan parut Pustul Pustul akne vulgaris merupakan papul dengan puncak berupa pus. Biasanya usia pustule lebih pendek dari papul Nodul Nodul pada akne vulgaris merupakan lesi radang dengan diameter 1 cm atau lebih disertai rasa nyeri dan lesi dapat bertahan sampai beberapa minggu atau bulan. Lesi bentuk inilah yang menimbulkan jaringan parut. Jaringan Parut Ada beberapa bentuk jaringan parut antara lain : 1. Ice-pick scar, merupakan jaringan parut depresi dengan bentuk ireguler terutama di wajah 2. Fibrosis peri-folikuler ditandai dengan cincin kuning di sekitar folikel 3. Jaringan parut hipertrofik atau keloid sering terdapat di dada, punggung, garis rahang (jaw line), dan telinga, lebih sering ditemukan pada orang berkulit gelap. Derajat Akne (Stawiski,1992) 1. Derajat I : komedo , papula/pustula, < 10 pada salah satu sisi wajah 2. Derajat II : komedo , papula/pustula ,10-20 pada salah satu sisi wajah 3. Derajat III : komedo , papula/pustula , 25-50 pada salah satu sisi wajah 4. Derajat IV : komedo , papula/pustula ,> 50 pada salah satu

sisi wajah Satu atau lebih tipe lesi dapat mendominasi, bentuk yang paling ringan yang sering terlihat pada awal usia remaja, lesi terbatas pada komedo bagian tengah wajah. Lesi dapat mengenai dada, punggung atas dan daerah deltoid. Lesi yang mendominasi pada kening, terutama komedo tertutup sering disebabkan oleh penggunaan sedian minyak rambut (akne pomade). Mengenai tubuh paling sering pada laki-laki. Lesi sering menyembuh dengan eritema dan hiperpigmentasi pasca Madang sementara, sikatrik berlubang, atrofi atau hipertrofi dapat ditemukan di sela-sela, tergantung keparahan, kedalaman dan kronisitas proses.

2. Masalah yang muncul Remaja yang mengalami jerawat, cenderung merasa minder. Hal ini dapat dimaklumi, karena pada usia remaja, seseorang anak ingin menampilkan diri sebagai remaja yang sempurna, terutama penampilan fisiknya. Satu jerawat saja yang ada diwajahnya, bisa membuat seorang remaja resah. Berbagai macam cara akan dilakukan agar jerawat tersebut hilang. Mencoba semua merek penghilang jerawat yang ada di sponsor sampai ritual tradicional dari orang tua akan dilakukan. Ritual/usaha ini akan banyak menyita waktu, fisik, materi, bahkan psikisnya. Apalagi jika usaha tersebut tidak berhasilremaja yang coping positifnya rendah, bisa merasa frustasi dengan masalah ini. Peran orang terdekat, teman dan orang tua khususnya sangatlah penting daam hal ini. Orang terdekatlah yang harus setia dan memperhatikan saat ia merasa sedih dan putus asa, terutama saat, teman-temannya mencela fisiknya yang berhubungan dengan jerawat. 3. Pentalaksanaan Tujuan Utama dalam penatalaksanaan ini adalah menghindari trauma psikologis dan terjadinya jaringan parut( Soetjiningsih,2004) Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pengobatan akne adalah:

1. Perhatian terhadap keadaan emocional remaja tidak bolah diabaikan 2. Pengobatan memerlukan waktu beberapa bulan dan pengobatan topikal sering menyebabkan akne lebih parah dalam 3-4 minggu 3. Diet makanan tidak meningkatkan keparahan akne sehingga pembatasan diet tidak diperlukan, kecuali pada penderita yang mengeluhkan penyakitnya memburuk setelah mengkonsumsi makanan tertentu 4. Melakukan anamnesia dan pemeriksaan fisik Penderita wanita perlu diperiksa adanya hirsutisme, alopesia dan obesitas. Perlu ditanyakan tentang siklus menstruasi dan penggunaan pil kontrasepsi oral Secara umum ada 4 prinsip utama dalam pengobatan penderita akne, yaitu: 1. Penurunan aktivitas kelenjar sebasea 2. Memperbaiki keratinisasi folikel 3. Penurunan jumlah bakteri di dalam folikel terutama P.acnes sehingga dapat mengurangi pembentukan produk inflamasi ekstraselular 4. Menghambat inflamasi Pemberian pengobatan pada penderita akne didasarkan atas berat dan luasnya lesi : 1. 2. 3. topikal 4. Akne dengan inflamasi sedang sampai berat dan akne inflamasi yang tidak memberikan respon terhadap antibiotik topikal memerlukan antibiotik sistemik 5. 6. akne Pengobatan akne vulgaris terdiri dari : Akne nodular yang tidak memberikan respon terhadap antibiotik Pada wanita, pil kontrasepsi oral dapat diberikan untuk semua jenis sistemik diberikan isotretinoin oral dengan pengawasan yang ketat Akne komedonal yang ringan diberikan obat akne yang Akne komedonal yang sedang sampai berat diberikan obat Akne dengan inflamasi ringan diberikan tambahan antibiotik mengandung asam salisilat, sulfur, resorsinol, atau benzoil peroksid tambahan tretinoin, adapalen, atau tazaroten topikal pada malam hari

1.

Pengobatan topikal Asam salisilat, sulfur, resorsinol, benzoil peroksid, retinoid (tretinoin,

tazaroten dan adapalen), azelic acid, antibiotik topikal(klindamisin, eritromisin, dan metronidazol) 2. Pengobatan sistemik Antibiotik, 13-cis-retinoic acid(isotretinoin), dan hormon (kontrasepsi oral, kortikosteroid dan antiandrogen) 3. 4. Pembedahan Lain-lain

1. Terapi topikal Bentuk sediaan sama pentingnya dengan kandungan bahan aktif. Bentuk sediaan dipilih sesuai dengan jenis kulit penderita. Solutio dan gel bersifat mengeringkan dan tidak berminyak sehingga cocok untuk kulit berminyak. Krim dan lotio lebih lembab sehingga cocok untuk sebagian besar penderita. Krim cocok untuk remaja dengan kulit kering dan sensitif. a. Benzoil peroksid Benzoil peroksid merupakan antibakteri kyat yang mempunyai efek menurunkan jumlah P. acnes sehingga dapat menghambat hidrlisis trigliserid dengan akibat berkurangnya asam lemak bebas dipermukaan kulit. Disamping itu juga bersifat komedolitik ringan. Benzoil peroksid tersedia dalam konsentrasi 2,5-10%. Pengobatan diberikan sekali sehari kemudian ditingkatkan menjadi dua kali zaher. Efek samping dapat berupa dermatitis kontak, rambut memutih dan mewarnai pakaian. b. Azelaic acid Obat ini dipakai untuk mengobati akne ringan sampai sedang yang mengalami inflamasi. Azelaic acid menganding asam dekarboksilat yang pada mulanyadipergunakan untuk hiperpigmentasi. Obat ini mempunyai efek menormalkan proses keratinisasi dan memyebabkan penurunan

jumlah bakteri dalam folikel. Azelaic acid lebih efektif bila dikobinasi dengan obat topikal lainnya. Obat ini tersedia dalam bentuk krim 20%, dioleskan dua kali sehari pada kulit yang bersih. Efek samping berupa pruritus, rasa perih, bercak kemerahan dan hipopigmentasi. c. Retinoid (tretinoin, tazaroten, adapalen) Retinoid adalah derivat vitamin A yag bersifat komedolitik. Preparat terbaru retinod adalah tazaroten dan adapelen yang bersifat kurang iritasi dibandingkan dengan tretinoin. Cara verja obat ini adalah dengan mengurangi hiperkeratosis dan kohesi sel epitel folikel sehingga pembentukan sumbatan folikel dan komedo terhambat. Tretinoin tersedia dalam bentuk krim dengan konsentrasi 0,025%, 0,05%, dan 0,1%; gel dengan konsentrasi 0,01%, dan 0,025%; solutio dengan konsentrasi 0,05%. Pemakaian dimulai dengan konsentrasi rendah, dan bila telah adaptasi konsentrasi ditingkatkan. Dipakai pada malam hari, hindari pada daerah mulut dan sekitar mata. Obat ini bersifat fotosensitif sehingga haris menghindari sinar matahari dan memakai tabir surya SPF 15 atau lebih pada siang hari. Setelah pemakaian 3-4 minggu timbul erupsi postular sehingga nampak akne seperti memburuk, ini menunjukkan obat sedang bekerja. Efek samping dapat berupa: pengelupasan kulit, kulit kering dan iritasi hiperpigmentasi atau hipopigmentasi sensitif terhadap sinar matahari berpotensi teratogenik, pada pemakaian topikal oabt diserap sangat sedikit dan belum ada laporan kelainan kongenital karena pemakaian topikal. d. Adapalen Adapalen merupakan derivat naphotoic acid, mempunyai cara kerja yang sama dengan retinoid, bersifat tahan sinar matahari dan kurang iritasi. Adapalen mempunyai sifat antiinflamasi yang sedang sampai kuat

dibandingkan dengan tretinoin yang mempunyai sifat antiinflamasi yang lemah. Adapalen tersedia dalam konsentrasi 0,1% dalam bentuk gel, krim, dan solutio, dipakai setiap hari dan membutuhkan waktu 8-16 minggu untuk melihat hasilnya. e. Tazaroten Tazaroten merupakan bahan sintetik acetylenic retinoid yang cepat diserap oleh kulit dan berubah menjadi metabolit aktif yaitu tazarotenic acid. Bahan ini mempengarihi kohesi korneosit dan menekan inflamasi. Tazaroten dapat digunakan untuk psoriasis, akne ringan dan sedang. Cara pemakaiannya adalah dengan mengoleskan sepanjang malam dan boleh terkena sinar matahari. Efek camping sama dengan golongan retinoid yang lain yaitu eritem, pruritos, rasa terbakar dan perih. Tersedia dengan konsentrasi 0,1% dan 0,05% dalam bentuk gel dan krim. f. Antibiotik topikal Antibiotik topikal berguna untuk mengurangi jumlah P.acnes dan menurunkan kadar asam lemak bebas di permukaan kulit. Selain itu juga dapat mengurangi factor khemotaktik yang dihasilkan oleh P.acnes, sehingga mengurangi terjadinya inflamasi. Antibiotik topikal mempunyai efek langsung pada kulit dan tidak menyebabkan efek camping sistemik, tetapi sering terjadi resistensi kuman. Antibiotik topikal yang sering digunakan adalah eritromisin 2%, klindamisin 1% dan metronidazole, dipakai sekali sampai dua kali zaher, dan dapat dikombinasikan dengan obat topikal lainnya. 2. Pengobatan sistemik a. Antibiotik Antibiotik sistemik digaunakan pada lesi akne dengan inflamasi. Obat bekerja dengan menurunkan populasi P.acnes, sehingga lipase yang dihasilkan berkurang dan menyebabkan konsentrasi asam lemak bebas juga berkurang. Antibiotik sistemik juga mempunyai efek langsung pada

reaksi inflamasi, yaitu dengan menekan factor khemotaktik. Antibiotik yang sering dipakai adalah tetrasiklin, doksisiklin, minosiklin, eritromisin, dan dapson. Tetrasiklin Tetrasiklin diberikan dengan dosis awal 500-1000 mg per hari, dibagi menjadi dua dosis. Dosis diturunkan bila telah terjadi perbaikan dan dilanjutkan dengan dosis 250 mg per hari. Tetrasiklin mempunyai afinitas yang kuat pada jaringan yang mengandung mineral dan dideposit pada gigi yang sedang tumbuh, sehingga menimbulkan warna kuning yang kecoklatan pada gigi hermanen. Tetrasiklin juga menghambat pertumbuhan tulang pada fetos, karena itu tetrasiklin tidak booleh diberikan pada wanita hamil, bayi dan pada anak dibawahumur 8 tahun. Pada wanita hamil dan anak digunakan eritromisin. Doksisiklin Doksisiklin diberikan dengan dosis 2x50 mg senhari atau 2x100 mg sahar pada kasus yang berat. Kerugian utama dalam pemakaian doksisiklin adalah reaksi fotosensitifitas. Minosiklin Minosiklin diberikan dengan dosis terbagi 100-200 mg zaher. Efektif pada kasus akne yang tidak memberikan respon dengan pengobatan antibiotik sistemik lainnya. Pemakaian dosis yang tinggi dapat terjadi vertigo dan tinitus, juga dapat dilaporkan dapat terjadi minocyclineinduce autoimune hepatitis dan systhemic lupus rythematosus-like sndrome, walaupun jarana. Dapson dan klindamisin Dapson dan klindamisin memberikan efek camping yang serius, sebaiknya hanya digunakan pada akne yang berat dan sulit disembuhkan. Klindamisin dapat menimbulkan colitis pseudomembran yang dapat bersifat fatal. b. Isotretinoin ( 13-cis-retinoic acid )

Isotretinoin memberikan hasil yang baik pada akne nodulokistik yang berat dan pada akne yang sulit disembuhkan. Aspek yang nyata dari pengobatan isotretinoin adalah remisi yang komplit pada hampir semua kasus, dan remisi dapat bertahan selamabeberapa bulan sampai beberapa tahun. Isotretinoin merupakan derivat vitamin A sintetik yang mempengaruhi keratinisasi dengan menekan produksi sebum dan pertumbuhan P.acnes. Dosis isotretinoin yang biasa diberikan adalah 1 mg/kg bb/hari dibagi dalam dua dosis dan diberikan bersama makanan. Dosis 0,1-0,5 mg/kg bb/hari dapat memberikan hasil yang sama namun resiko untuk kambuh lebih besar. Dosis dapat dinaikkan sampai 2 mg/kg bb/hariuntuk penderita dengan lesi di punggungyang sangat berat atau untuk penderita yang gagal dengan terapi yang biasa diberikan. Pengobatan dengan isotretinoin biasanya diberikan sampai 20 minggu. Obat ini mempunyai efek teratogenik sehingga pemberiannya pada wanita usia produktif harus diberikan penjelasan mengenai resiko pada kehamilan. Penderita harus menggunakan kontrasepsi yang efektif dimulai sebelum terapi diberikan, selama terapi dan satu bulan setelah terapi dihentikan. Tes kehamilan harus dilakukan setiap bulan. Efek samping isotretionin pada kulit dan mukosa berupa kheilitis, konjungtivitis, kulit dan mulut kering. Kelainan sistemik berupa kelainan kadar lemak yaitu peningkatan trigliserid dan kolesterol darah. Kadar trigliserid yang tinggi dapat menyebabkan xanthoma dan pankreatitis. Efek samping lainnya adalah pseudomotor serebri,, sakit kepala, penurunan visus dimalam hari, dan hiperostosis yang asimtomatis. Oleh karena itu, isotretionin sebaiknya hanya digunakan pada penderita akne yang berat dan perlu dilakukan pemeriksaan darah lengkap, fungsi hati dan kadar triggliserid serum. c. Hormon Pemakaian hormon pada terapi akne bertujuan untuk menghambat efek androgen pada kelenjar sebacea. Hal ini dapat dicapai dengan

penggunaan esterogen, antiandrogen serta obat yang dapat menurunkan produksi androgen ovarium atau androgen kelenjar adrenal, misalnya kontrasepsi oral, glukokortikoid, atau gonadotropin-releasing hormone agonist(GnRH agonist) Kontrasepsi oral Penggunaan kontrasepsi oral yang mengandung esterogen dan progesteron lebih baik dibandingkan dengan esterogen saja, dan efektif menekan kelenjar sebacea. Pilihan terbaik adalah kontrasepsi oral generasi ketiga yang mengandung lebih sedikit progestin androgenic seperti: desogestrel atau norgestimate. Kontrasepsi oral yang mengandung etinil estradiol dan norgestimate memberikan hasil yang lebih untuk pengobatan akne. Efek samping berupa mual, peningkatan berat badan, spotting, nyeri payudara, amenore, menoragi dan melasma. Glukokortikoid Glukokortikoid sistemik digunakan untuk akne karena mempunyai efek anti inflamasi dan dapat mengurangi produksi androgen adrenal. Penggunaan terbatas dipakai pada akne yang parah seperti akne konglobata, akne fulminan dan reaksi radang akut pada akne yang mendapat terapi isotretinoin. Obat ini dipakai dalam waktu yang terbatas karena efek samping yang dapat terjadi, dan sering kambuh ketika obat dihentikan. Penggunaan yang lama dapat menimbulakn akne steroid. Biasanya diberikan prednison dengan dosis 5-7,5 mg atau deksametason 0,25-0,5 mg per hari. Gonadotropin-releasing hormone agonist (GnRH agonist) GnRH agonist bekerja pada kelenjar pituitary dengan menghambat siklus pelepasan gonadotropin sehingga menekan steroidogenesis ovarium. Obat ini efektif untuk akne dan hirsutism. Penggunaanya terbatas karena efek sampingnya berupa gejala menopause dan tulang keropos. Antiandrogen Siproteron asetat bekerja dengan menghambat reseptor androgen. Untuk pengobatan akne doberikan dalam bentuk kombinasi dengan etinil

estradiol sebagai kontrasepsi oral. Spirinolakton berfungsi sebagai penghambat reseptor androgen dan 5-reductase. Flutamid suatu penghambat reseptor androgen dikombinasi dengan kontrasepsi oral untuk mengobati akne atau hirsutism pada wanita. 3. Pembedahan pada akne a. Mengeluarkan komedo dengan komedo ekstraktor b. Injeksi steroid intralesi Injeksi steroid intralesi digunakan untuk lesi nodular. Sebelum injeksi dilakukan aspirasi kemudian disuntikan triamsinolon (2,5 mg/ml) sebanyak 0,025-0,1 ml dibagian tengah lesi. c. Pengobatan jaringan parut Eksisi untuk lesi kecil dengan batas yang jelas Dermabrasi untuk jaringan parut yang mempunyai kedalaman yang rata. Injeksi kolagen dengan menggunakan kolagen dermal sapi untuk meninggikan jaringan parut yang cekung. Pengobatan diulang setelah 18 bulan 4. Lain-lain Cover Mark untuk menutupi jaringan parut dan pigmentasi pasaca inflamsi. Selain itu pada tahun 2006 diadakan sebuah Regional Conference of Dermatology (RCD) yang berlangsung di Westin Resort, Nusa Dua, Bali dibahas menegenai terapi acne dengan LED. Terapi LED Acne merupakan penyakit berkaitan dengan inflamasi dan autoimun. Sinar biru pada LED (light emitting diode) dapat merusak P. acne namun tidak untuk mekanisme autoimun. Sinar merah dengan panjang 633 nm memiliki properti anti inflamasi dan meningkatkan proses pemulihan dengan cepat. Sinar biru 415 nm dengan sinar merah 633 nm merupakan kombinasi tepat untuk hasil terbaik, 81% clearance dalam 12 minggu, dengan tingkat kekambuhan rendah. Kombinasi LED merupakan satu terapi yang tergolong efektif, bebas

nyeri, mudah diterapkan, ditoleransi baik dan merupakan solusi non invansif pada problem jerawat yang rumit.( seperti tercetak di Majalah Farmacia Edisi Oktober 2006) Pencegahan 1. Nasehat makanan Makan bebas cukup & seimbang Banyak makan sayur & buah Ada hub lemak & kalori >> Anamnese: thdp makanan merangsang hindarkan

Diet rendah lemak dan karbohidrat, (kacang, Error: Reference source not found, minyak, mentega, dan lain-lain)
Diet pada penderita Acne Pantang Keju Kacang mete Kacang tanah Durian Alpukat Coklat Es krim Daging kambing, daging babi Susu Mentega Santan kelapa Pedas Makanan mengandung banyak lemak Goreng-gorengan Dikurangi

2. Perawatan kulit (skin care) Cuci muka + sabun & air hangat secara teratur Tidak dipegang, dikorek & dipijat dgn tangan Cegah kosmetik berminyak & pelembab Hirup udara segar & gerak badan teratur Hindarkan cuci muka >> (6-8 x sehari) + sabun keras Sabun bakteriostatik a.l heksaklorofen, trikarbanilid atau Sebamed

Melakukan perawatan kulit (tidak hanya wajah) secara rutin dan teratur, misalnya teratur mencuci muka setelah pulang dari bepergian.
Perawatan Muka (pada penderita Acne)

Langkah I Pagi cuci muka dengan sabun baby/ sabun khusus, bersihkan/ kompres dengan acne freshener/ cleansing lotion. Kemudian pakai cream/ lotion/ med.acne lotion dan bedak (acne face powder, bedak baby, bedak marcks) Langkah II Siang sesudah bepergian dan malam sebelum pakai obat, bersihkan muka dengan sabun lalu dengan cleansing milk. Kemudian dilap sampai bersih dengan handuk yang dibasahi air, lalu bersihkan dengan cleansing lotion Langkah III Sewaktu istirahat siang wajah tidak perlu pakai apa-apa Langkah IV Malam: pakai obat (salep, cream, gel, dll) selama 2 sampai beberapa jam sesuai petunjuk dokter. Bersihkan dengan air. Pakai med acne lotion (bedak kocok) sampai pagi 1. Hidup teratur dan seimbang, cukup istirahat, cukup olahraga, hindari stres. 2. Penggunaan 3. Menghindari: kosmetika polusi, secukupnya debu, asap dan (rokok, sewajarnya pabrik, (baik jumlah/banyaknya dan lamanya). kendaraan bermotor, dll.), rokok, minuman keras, semua yang bercitarasa pedas, pemencetan jerawat yang dilakukan oleh bukan ahlinya. 4. Mengetahui dan memahami informasi tentang jerawat dari berbagai literatur.

2. PENILE PROBLEMS

I Definisi Penile problem adalah kelainan bawaan yang biasa terjadi pada penis yang bisa dideteksi atau diketahui pada masa pertumbuhan (masa anak-anak). Walaupun beberapa anak laki-laki yang membutuhkan prosedur-prosedur yang berlaku untuk memperbaiki hypospadias (kelainan bentuk pada penis yang paling banyak terjadi meluas hingga remaja dengan penis yang tampak berbeda dari keadaan normal. II Masalah Tumbuh kembang Beberapa orang yang tidak menerima perawatan medis , tidak diketahui kelainan bentuk yang dapat menyebabkan masalah psikologi yang serius selama masa pertumbuhan ketika keanehan atau kelainan tersebut menjadi sangat berat. Anak laki-laki tersebut butuh diindentifikasi untuk dilakukan pembedahan untuk perbaikan kerusakan. Perubahan pada penis dan fungsi dapat dibagi menjadi perubahan yang berhubungan dengan anomaly konginetal dan perubahan yang mempengaruhi masa dewasa. Perubahan konginetal dan masa anak-anak meliputi fimosis, hypospadia, dan epispadia . Perubahan pada masa dewasa salah satunya adalah balanitis , paraphimosis dan penile carcinoma. Etiologi dan manifestasi klinis Penile problem meliputi : a Fimosis Fimosis adalah keadaan orificium atau muara preputium yang terlalu kecil sehingga tidak dapat dilalui glans penis. Penyebabnya seringkali merupakan bawaan , kadang karena infeksi atau cedera. Fimosis mungkin berdampak

terhadap 1:20 orang yang tidak disunat . Hal tersebut dicirikan dengan pembuluh yang ketat pada kulit yang tidak elastic pada ujung kulit lipatan . Terapi yang dilakukan dengan sirkumsisi pemakaian krim-krim steroidal,. Manifestasi klinisnya berupa perasaan gelisah, bau yang sangat tidak enak sebab ketidakmampuan penis untuk membereskan smegma -suatu film yang putih bahwa membentuk benar di bawah glans. b. Paraphimosis Paraphimosis adalah retraksi prepusium fimorik. Paraphimosis akan menimbulkan pembengkakan glans penis yang nyeri. Apabila berat maka dapat mengakibatkan gangrene kering kecuali bila dikoreksi. Pada paraphimosis peputium terperangkap dalam gland penis didalam sulkus koronarius . biasanya terjadi bendungan diglans penis maupun didalam preputium yang menjadi besar sekali kaerena odema. Dalam penanggulangannya, odema harus ditekan-tekan perlahan-lahan sehingga odema surut maka glans penis dan preputium dapat direposisi ke depan glans penis. Bila usaha ini gagal, terpaksa dilakukan sayatan dorsal. c. Hypospadia Hypospadia adalah salah satu kelainan bawaan pada anak-anak yang sering ditemukan dan mudah untuk mendiagnosanya , hanya pengelolanya harus dilakukan oleh mereka yang betul-betul ahli agar dapat tercapai hasil yang memuaskan. Pada hypospadia muara orificium uretra eksterna (lubang tempat air seni keluar) berada diproksimal dari normalnya yaitu pada ujung distal glans penis , sepanjang ventral batang penis sampai perineum. Terapi dilakukan dengan pembedahan atau menutup. d. Epispadia Epispadia adalah suatu anomaly konginetal yaitu meatus uretra terletak pada permukaan dorasal penis dan disertai dengan anomaly saluran kemih . perbaikan dengan pembedahan dilakukan untuk memperbaiki inkonensia, membuang chordee dan memperluas uretra ke glans . keadaan ini lebih daripada hypospadia. e. Balanitis Balanitis adalah peradangan glans, balanopostitis adalah peradangan glans dan preputium pada pria yang tidak disirkumsisi , yang kurang bersih atau terkena penyakit kelainan . Peradangan dapat disebabkan oleh gonore, trikomonasis

,sifilis, candida albican s, tinea atau organism yang lain. Dapat pula sebagai komplikasi dermatitis seperti dermatitis kontak akibat celana, pemakaian kondom dan jeli kontrasepsi. Balanopostitis juga disebabkan oleh preputium yang ketat atau kurang menjaga kebersihan. Pencegahan : Membersihkan penis secara menyeluruh setiap hari, terutama jika tak disunat. Penatalaksanaan : Jika balanitis disebabkan oleh sejenis murai, diperlukan perawatan antijamur. Jika balanitis disebabkan oleh infeksi/peradangan-infeksi/peradangan hasil bakteri, zat pembunuh kuman dapat menjernihkannya. Jika disebabkan oleh psoriasis, dokter dapat menentukan suatu krim steroid. Jika karena alergi, dokter dapat menyusun suatu test untuk mengidentifikasi penyebab alergi. f. Skin condition affecting the penis Avulsi kulit daerah organ genetalia yang terserig berhubungan dengan cedera mayor lain, yang menyebabkan kerusakan jaringan lunak. Gambaran klinis berupa genetalia membengkak , krepitasi gas subkutis , dengan nekrosis kulit yang cepat meluas dalam waktu1-3 hari pada daerah skrotum , Penis, perineum bahkan bisa sampai ke dinding perut Penatalaksanaan apabila kulit yang avulse atau terkelupas masih dihubungkan dengan pedike. Setelah pencucian luka dan debrideman. Kulit tadi masih bisa digunkan untuk menutup defek. Bila kulit yang avulse terlepas total dilakukan debrideman,eksisi dan tandur alih kulit. g. Penis yang melengkung. Banyak laki-laki yang memiliki penis yang miring ke kiri atau ke kanan dan tidak ada masalah dengan hal ini selama tidak menyakitkan dan mengganggu hubungan seksual Anda. Kondisi tersebut dapat dibagi menjadi 2 tipe yaitu : 1. Chordec Chordec merupakan Lekukan konginetal yang dapat menyebabkan penis bengkok. Umumnya dikatakan pembengkokan kecil jika tidak menyebabkan banyak masalah dan sebagian besar pria mempunyai penis yang agak bengkok. Hal ini disebabkan oleh suatu keadaan konginetal di mana uretra sedikit lebih pendek dari pada penis yang dapat menyebabkan lengkungan penis yang parah dan kadang-kadang menyakitkan. Chordec biasanya dapat diperbaiki lewat operasi.

2. Peyronics disease Tipe lengkungan ini biasanya muncul setelah usia 40 tahun. Peyronics disease adalah pengerasan corpora kavernosa penis, yang menyebabkan korda fibrosa disebut fibrous cavernitis,penis plastic dan penile induration. Peyronics disease adalah sebuah kondisi dimana sebuah plak fibrosa atau fibrous menyebabkan jaringan fibrosa penutup pada penis, Lekukan konginetal dapat menyebabkan penis bengkok. Umumnya dikatakan pembengkokan kecil sering tidak menyebabkan banyak masalah dan sebagian besar pria mempunyai penis yang agak bengkok. Pada awalnya Peyronics disease , nyeri sering menjadi masalah karena inflamasi aktif pada area yang berkaitan . Penanganan awal pada fase nyeri pada penyakit ini masalah controversial dengan beberapa studi menunjukan bahwa penangannya cukup dengan istirahat saja . Ada juga yang menyarankan dengan terapi vitamin anti oksidan dan biasanya dengan terapi vitamin anti oksidan dan biasanya dengan pemberaian anti oksidan dosis tinggi selama 3 bulan yang akan membantu mengurangi radikal bebas pada perkembangan jarinagan parut, serta suntikansuntikan steroid. h. Penile Carcinoma (karsinoma penis) Karsinoma penis merupakan sel skuamosa dari epitel glans penis atau permukaan dalan preputium . Faktor penyebab utama ialah rangsangan lama seperti (balano) prostitis kronik pada fimosis . Insdensnya tinggi pada fimosis .Insidennya tinggi pada fimosis . Penile carcinoma dimulai dari kelainan kecil dipermukaan dalam preputium atau glans penis , termasuk korona glans. Bentuk kelainan dapat papiler, eksofitikm, rata atau tukak . karsinoma ini berangsur angsur membesar sampai meliputi seluruh penis hingga sebagian besar atau seluruhnya hilang dan meluas lagi ke region pubis, dan bagian bawah dinding perut. Kelenjar limfe pertama yang terkena adalah kelenjar inguinal superficial,kemudian dapat meluas ke kelenjar iliaka ekstern,intern dan obtutor. Kelenjar inguinal maligna yang membesar dapat membentuk paket besar. Gumpalan ini mungkin mengalami nekrosis yang meluas ke kulit diatasnya sampai terbentuk tukak yang kotor dan

berbau karena radang kronik sekunder. Erosi ke dalam pembuluh besar femoral dapat mengakibatkan perdarahan berbahaya. Metastasis jauh, yang jarang ditemukan , dapat mengenai paru, hepar , tulang dan otak . Karsinoma skuomosa penis yang umumnya berdiferensi baik , merupakan kanker dengan tingkat keganasan rendah tetapi mempunyai daya destruksi setempat yang kuat. Pencegahan. Pada dasarnya hygiene diri sangat diperlukan untuk pencegahan dalam masalah penile problem, Masalah utamanya bagaimana orang membersihkan diri setelah kencing perlu juga diperhatikan juga pada pasien yang tidak disunat perlu mencuci penisnya dari ujung penis hingga menyeluruh dengan tujuan untuk membersihkan smegmanya. Penggantian celana dalam secara teratur minimal 2x sehari dapat dilakukan juga sebagai tahap pencegahan. Penggunaan kondom juga perlu diwaspadai sebab kondom dan jeli kontrasepsi dapat mengiritasi kulit penis jika tidak dibersihkan dengan baik. Apabila pencegahan lebih baik dapat dilakukan dengan cara khitan penis sehingga tidak ada lipatan kotoran-kotoran pada preputium penis, masalah-masalah pada penis dapat terhindari. Penatalaksanaan. 1.Obat-obatan. Misalnya, obat-obatan anti jamur yang sesuai dengan jamur penyebabnya, namun jika infeksi tersebut disebabkan oleh sejenis bakteri maka dapat diberikan antibiotik dan antiseptik. 2.Pembedahan 3.Manajemen psikologis. Pendekatan perorangan dengan komunikasi terapuitik dapat dilakukan untuk mengurangi kegelisahan pada remaja yang mengalami masalah-masalah pada penisnya. 4. Health Education. Memberikan penyuluhan pada para orang tua tentang tumbuh kembang anak-anaknya terutama tentang bagian reproduksinya baik dari segi anatomi maupun fisiologisnya.

3. EPIDIDIMITIS 1.a. Pengertian : Epididymitis adalah suatu proses inflamasi yang terjadi pada epididimis. Epididimis merupakan suatu struktur berbentuk kurva (koil) yang menempel di belakang testis dan berfungsi sebagai alat transport, dan tempat penyimpanan sperma yang matur dari testis. Saat seseorang mengeluh testis nyeri, maka diagnosis yang umum adalah epididimitis baik akut maupun kronis. Epididimitis akut memiliki waktu timbulnya nyeri dan bengkak hanya dalam beberapa hari sedangkan pada epididimitis kronik, timbulnya nyeri dan peradangan pada epididimis telah berlangsung sedikitnya selama enam minggu disertai dengan timbulnya indurasi pada skrotum. Menurut laporan jurnal di Amerika, epididimitis merupakan keluhan kelima terbanyak di bidang urologi yang dikeluhkan oleh laki-laki berusia 18-50 tahun dan 70% menjadi penyebab keluhan nyeri akut pada skrotum. Sekitar 40% epididimitis terbanyak terjadi pada laki-laki usia 20-39 tahun dan sekitar 29% terjadi pada laki-laki usia 40-59 tahun. Epididimitis jarang terjadi pada anak-anak prepubertas.4 1.b. Etiologi a. Infeksi bakteri non spesifik Bakteri coliforms (misalnya E coli, Pseudomonas, Proteus, Klebsiella) menjadi penyebab umum terjadinya epididimitis pada anak-anak, dewasa dengan usia lebih dari 35 tahun dan homoseksual. Ureaplasma urealyticum, Corynebacterium, Mycoplasma, and Mima polymorpha juga dapat ditemukan pada golongan penderita tersebut. Infeksi yang disebabkan oleh Haemophilus influenzae and N meningitides sangat jarang terjadi. b. Penyakit Menular Seksual Chlamydia merupakan penyebab tersering pada laki-laki berusia kurang dari 35 tahun dengan aktivitas seksual aktif. Infeksi yang disebabkan oleh Neisseria gonorrhoeae, Treponema pallidum, Trichomonas dan Gardnerella vaginalis juga sering terjadi pada populasi ini. c. Virus (Edmund S Sabanegh. Epididimitis. 2008. http://www.emedicine.com)

Virus menjadi penyebab yang cukup dominan pada anak-anak. Pada epididimitis yang disebabkan oleh virus tidak didapatkan adanya pyuria. Mumps merupakan virus yang sering menyebabkan epididimitis selain coxsackie virus A dan varicella d. Tuberkulosis Epididimitis yang disebabkan oleh basil tuberkulosis sering terjadi di daerah endemis TB dan menjadi penyebab utama terjadinya TB urogenitalis. e. Penyebab infeksi lain brucellosis, coccidioidomycosis, blastomycosis, cytomegalovirus (CMV), candidiasis, CMV pada HIV dapat menjadi penyebab terjadinya epididimitis namun biasanya hanya terjadi pada individu dengan sistem imun tubuh yang rendah atau menurun. f. g. Obstruksi BPH, malformasi urogenital memicu terjadinya refluks. Vaskulitis Henoch-Schnlein purpura pada anak-anak sering menyebabkan epididimitis akibat adanya proses infeksi sistemik. h. Penggunaan Amiodarone dosis tinggi Amiodarone adalah obat yang digunakan pada kasus aritmia jantung dengan dosis awal 600 mg/hari 800 mg/ hari selama 1 3 minggu secara bertahap dan dosis pemeliharaan 400 mg/hari. Penggunaan Amiodarone dosis tinggi ini (lebih dari 200 mg/hari) akan menimbulkan antibodi amiodarone HCL yang kemudian akan menyerang epidididmis sehingga timbullah gejala epididimitis. Bagian yang sering terkena adalah bagian cranial dari epididimis dan kasus ini terjadi pada 3-11 % pasien yang menggunakan obat amiodarone. i. Prostatitis Prostatitis merupakan reaksi inflamasi pada kelenjar prostat yang dapat disebabkan oleh bakteri maupun non bakteri dapat menyebar ke skrotum, menyebabkan timbulnya epididimitis dengan rasa nyeri yang hebat, pembengkakan, kemerahan dan jika disentuh terasa sangat nyeri. Gejala yang juga sering menyertai adalah nyeri di selangkangan, daerah antara penis dan anus serta punggung bagian bawah, demam dan menggigil. Pada pemeriksaan

colok dubur didapatkan prostat yang membengkak dan terasa nyeri jika disentuh. j. Tindakan pembedahan seperti prostatektomi Prostatektomi dapat menimbulkan epididimitis karena terjadinya infeksi preoperasi pada traktus urinarius. Hal ini terjadi pada 13% kasus yang dilakukan prostatektomi suprapubik. k. Kateterisasi dan instrumentasi Terjadinya epididimitis akibat tindakan kateterisasi maupun pemasangan instrumentasi dipicu oleh adanya infeksi pada urethra yang menyebar hingga ke epididimis. 1.3. Manifestasi klinis Gejala klinis Gejala yang timbul tidak hanya berasal dari infeksi lokal namun juga berasal dari sumber infeksi yang asli. Gejala yang sering berasal dari sumber infeksi asli seperti duh uretra dan nyeri atau itching pada uretra (akibat uretritis), nyeri panggul dan frekuensi miksi yang meningkat, dan rasa terbakar saat miksi (akibat infeksi pada vesika urinaria yang disebut Cystitis), demam, nyeri pada daerah perineum, urgensi, dan rasa perih dan terbakar saat miksi (akibat infeksi pada prostat yang disebut prostatitis), demam dan nyeri pada regio flank (akibat infeksi pada ginjal yang disebut pielonefritis). Gejala lokal pada epididimitis berupa nyeri pada skrotum. Nyeri mulai timbul dari bagian belakang salah satu testis namun dengan cepat akan menyebar ke seluruh testis, skrotum dan kadangkala ke daerah inguinal disertai peningkatan suhu badan yang tinggi. Biasanya hanya mengenai salah satu skrotum saja dan tidak disertai dengan mual dan muntah. Tanda Klinis a. Tanda klinis pada epididimitis yang didapat saat melakukan pemeriksaan fisik adalah : Pada pemeriksaan ditemukan testis pada posisi yang normal, ukuran kedua testis sama besar, dan tidak terdapat peninggian pada salah satu testis dan epididimis. Membengkak di permukaan dorsal testis yang sangat nyeri.

Setelah beberapa hari, epididimis dan testis tidak dapat diraba terpisah karena bengkak yang juga meliputi testis. Kulit skrotum teraba panas, merah dan bengkak karena adanya udem dan infiltrat. Funikulus spermatikus juga turut meradang menjadi bengkak dan nyeri. Hasil pemeriksaan refleks kremaster normal Phren sign bernilai positif dimana nyeri dapat berkurang bila skrotum diangkat ke atas karena pengangkatan ini akan mengurangi regangan pada testis. Namun pemeriksaan ini kurang spesifik. Pembesaran kelanjar getah bening di regio inguinalis. Pada colok dubur mungkin didapatkan tanda prostatitis kronik yaitu adanya pengeluaran sekret atau nanah setelah dilakukan masase prostat. Biasanya didapatkan eritema dan selulitis pada skrotum yang ringan Pada anak-anak, epididimitis dapat disertai dengan anomali kongenital pada traktus urogenitalis seperti ureter ektopik, vas deferens ektopik, dll. b. Pemeriksaan Laboratorium Pemeriksaan laboratorium yang dapat digunakan untuk mengetahui adanya suatu infeksi adalah : Pemeriksaan darah dimana ditemukan leukosit meningkat dengan shift to the left (10.000-30.000/l) Kultur urin dan pengecatan gram untuk kuman penyebab infeksi Analisa urin untuk melihat apakah disertai pyuria atau tidak Tes penyaringan untuk klamidia dan gonorhoeae Kultur darah bila dicurigai telah terjadi infeksi sistemik pada penderita

c. Pemeriksaan Radiologis Sampai saat ini, pemeriksaan radiologis yang dapat digunakan adalah : Color Doppler Ultrasonography Pemeriksaan ini memiliki rentang kegunaan yang luas dimana pemeriksaan ini lebih banyak digunakan untuk membedakan epididimitis dengan penyebab akut skrotum lainnya. Keefektifan pemeriksaan ini dibatasi oleh nyeri dan ukuran anatomi pasien (seperti ukuran bayi berbeda dengan dewasa). Pemeriksaan menggunakan ultrasonografi dilakukan untuk melihat aliran darah pada arteri

testikularis. Pada epididimitis, aliran darah pada arteri testikularis cenderung meningkat. Ultrasonografi juga dapat dipakai untuk mengetahui adanya abses skrotum sebagai komplikasi dari epididimitis. Kronik epididimitis dapat diketahui melalui pembesaran testis dan epididimis yang disertai penebalan tunika vaginalis dimana hal ini akan menimbulkan gambaran echo yang heterogen pada ultrasonografi. 2. Identifikasi masalah tumbuh kembang Nyeri saat miksi karena infeksi menyebabkan keengganan buang air kecil. 3. Penatalaksanaan Medis Penatalaksanaan medis ada beberapa cara diantaranya adalah : a. Antibiotik digunakan bila diduga adanya suatu proses infeksi. Antibiotik yang sering digunakan adalah : Fluorokuinolon, namun penggunaannya telah dibatasi karena terbukti resisten terhadap kuman gonorhoeae Sefalosforin Levofloxacin atau ofloxacin untuk mengatasi infeksi klamidia dan digunakan pada pasien yang alergi penisilin Doksisiklin, azithromycin, dan tetrasiklin digunakan untuk mengatasi infeksi bakteri non gonokokal lainnya b. Penanganan epididimitis lainnya berupa penanganan suportif, seperti : Pengurangan aktivitas Skrotum lebih ditinggikan dengan melakukan tirah baring total selama dua sampai tiga hari untuk mencegah regangan berlebihan pada skrotum. Kompres es Pemberian analgesik dan NSAID Mencegah penggunaan instrumentasi pada urethra

Penatalaksanaan Bedah Penatalaksanaan di bidang bedah meliputi : Scrotal exploration

Tindakan ini digunakan bila telah terjadi komplikasi dari epididimitis dan orchitis seperti abses, pyocele, maupun terjadinya infark pada testis. Diagnosis tentang gangguan intrascrotal baru dapat ditegakkan saat dilakukan orchiectomy. Epididymectomy Tindakan ini dilaporkan telah berhasi mengurangi nyeri yang disebabkan oleh kronik epididimitis pada 50% kasus. Epididymotomy Tindakan ini dilakukan pada pasien dengan epididimitis akut supurativa. 4. Tindakan Pencegahan Untuk pencegahan epididimitis yang disebabkan oleh infeksi clamidia disarankan untuk melakukan hubungan seksual yang aman yaitu tidak berganti- ganti pasangan. Selalu menjaga kebersihan daerah urogenital agar tidak terinfeksi bakteri non spesifik seperti bakteri coliforms (misalnya E coli, Pseudomonas, Proteus, Klebsiella). Pemasangan kateter secara benar sesuai prosedur dan steril, sehingga bisa meminimalisir adanya infeksi pada urethra yang bisa berkembang menjadi epididimitis.

4. TESTICULAR TORSION 1.DEFINISI Torsio testis adalah terpeluntirnya funikulus spermatikus yang berakibat terjadinya gangguan aliran darah pada testis. Ini merupakan kondisi yang paling penting karena merupakan kasus emergensi yang harus segera ditangani. Waktu penanganan yang lama dpat menyebabkan kerusakan permanen perawatan juga diperlukan untuk menghindari terulangnya kembali torsio testis. Testicular torsion jangka panjang akan menyebabkan kematian testis dan jaringan di sekitarnya. Torsio testis kadang-kadang disebut winter syndrome. Hal ini karena sering terjadi pada musim dingin, pada saat udara dingin di luar. Scrotum laki-laki

yang berada pada tempat yang hangat akan mengendur. Saat dia bangun, scrotumnya diekspose pada udara ruangan yang lebih dingin. Jika spermatic cord terbelit saat skrotum melonggar, kontraksi yang tiba-tiba yang dihasilkan dari perubahan temperature yang tiba-tiba dapat merubah posisi testis. Hasilnya adalah testicular torsion. Keadaan ini diderita oleh 1 diantara 4000 pria yang berumur kurang dari 25 tahun, dan paling banyak (90%) diderita oleh anak pada masa pubertas (12-20 tahun). Di samping itu tidak jarang janin yang masih berada di dalam uterus atau bayi baru lahir menderita torsio testis yang tidak terdiagnosis sehingga mengakibatkan kehilangan testis baik unilateral ataupun bilateral. Insiden terbesar pada bayi berumur kurang dari satu tahun (jenis torsi ekstravaginal) dan anak laki-laki pada masa pubertas (jenis torsi intravaginal). Torsio testis jarang ditemukan di atas umur 25 tahun, namun demikian tetap harus dipertimbangkan pada pasien dengan sakit di skrotum. Etioligi Seorang lelaki yang menderita torsio testis bisa disebabkan karena factor keturunan. Kondisi nyata yang sering memicu terjadinya torsio testis adalah: aktifitas fisik yang berlebih, trauma pada skrotum, Patogenesis Testis normal dibungkus oleh tunika albuginea. Pada permukaan anterior dan lateral, testis dan epididimis dikelilingi oleh tunika vaginalis yang terdiri atas 2 lapis, yaitu lapisan viseralis yang langsung menempul ke testis dan di sebelah luarnya adalah lapisan parietalis yang menempel ke muskulus dartos pada dinding skrotum. Secara fisiologis otot kremaster berfungsi menggerakkan testis mendekati dan menjauhi rongga abdomen guna mempertahankan suhu ideal untuk testis. Adanya kelainan sistem penyanggah testis menyebabkan testis dapat mengalami torsio jika bergerak secara berlebihan. Beberapa keadaan yang menyebabkan pergerakan yang berlebihan itu, antara lain adalah perubahan suhu yang

mendadak (seperti pada saat berenang), ketakutan, latihan yang berlebihan, batuk, celana yang terlalu ketat, defekasi, atau trauma yang mengenai skrotum. Terpelintirnya funikulus spermatikus menyebabkan obstruksi aliran darah testis sehingga testis mengalami hipoksia, edema testis, dan iskemia. Pada akhirnya testis akan mengalami nekrosis. Pada masa janin dan neonatus lapisan parietal yang menempel pada muskulus dartos masih belum banyak jaringan penyanggahnya sehingga testis, epididimis, dan tunika vaginalis mudah sekali bergerak dan memungkinkan untuk terpluntir pada sumbu funikulus spermatikus. Terpluntirnya testis pada keadaan ini disebut torsio testis ekstravaginal. Terjadinya torsio testis pada masa remaja banyak dikaitkan dengan kelainan sistem penyanggah testis. Tunika vaginalis yang seharusnya mengelilingi sebagian dari testis pada permukaan anterior dan lateral testis, pada kelainan ini tunika mengelilingi seluruh permukaan testis sehingga mencegah insersi epididimis ke dinding skrotum. Keadaan ini menyebabkan testis dan epididimis dengan mudahnya bergerak di kantung tunika vaginalis dan menggantung pada funikulus spermatikus. Kelainan ini dikenal sebagai anomali bellclapper. Keadaan ini akan memudahkan testis mengalami torsio intravaginal. Torsio testis intravaginal terjadi karena korda spermatikus, juga testis, terpuntir bersama tunika vaginalis. Faktor yang memperbesar kemungkinan terjadinya torsio testis karena adanya kelainan pada saat turunnya testis dari rongga abdomen di mana terdapat insersi yang tinggi lapisan parietal tunika vaginalis. Adanya kontraksi spasmodik serat-serat otot kremaster menyebabkan terpuntirnya korda spermatikus dan testis. Mekanisme yang memicunya tidak diketahui. Pada beberapa pasien berhubungan dengan aktivitas fisik yang berat, namun pada beberapa pasien torsio timbul pada saat pasien tidur, duduk atau pada situasi nonaktif lainnya. Torsio testis intravaginal lebih sering terjadi pada sisi kiri karena korda spermatikus kiri lebih panjang daripada yang kanan sehingga lebih mudah terjadi puntiran.

Gambaran Klinis Gejala yang timbul adalah rasa sakit yang sedang sampai berat pada testis yang torsio. Biasanya pasien mengeluh nyeri hebat di daerah skrotum, yang sifatnya mendadak dan diikuti pembengkakan pada testis. Keadaan itu dikenal sebagai akut skrotum. Nyeri dapat menjalar sepanjang korda spermatikus ke daerah inguinal, ke panggul atau abdomen bagian bawah sehingga jika tidak diwaspadai sering dikacaukan dengan apendisitis akut. Oleh karena itu setiap ada keluhan sakit perut bagian bawah, pasien harus diperiksa testisnya. Pada bayi gejalanya tidak khas yakni gelisah, rewel atau tidak mau menyusui. Pada pemeriksaan fisis, testis membengkak, letaknya lebih tinggi dan lebih horizontal daripada testis sisi kontralateral. Kadang-kadang pada torsio testis yang baru saja terjadi, dapat diraba adanya lilitan atau penebalan funikulus spermatikus. Keadaan ini biasanya tidak disertai dengan demam. Gejala penting yang sangat membantu adalah adanya nyeri testis yang hilang timbul dengan hilangnya rasa sakit secara spontan dalam waktu singkat. Keluhan biasanya disertai mual dan muntah karena tidaka danya suplai darah pada testis. Gejala-gejala salurah kemih sangat jarang ditemukan. Diagnosis Untuk menegakkan diagnosis, pemeriksaan yang paling penting adalah pemeriksaan fisik. Pada torsio intravaginal terdapat obstruksi vena yang menyebabkan pembesaran dan udema testis. Bila torsio berlanjut terus suplai darah ke testis berkurang dan dapat menyebabkan kerusakan bahkan kematian jaringan testis. Kerusakan yang menetap akan terjadi bila torsio tidak ditangani dalam 5-12 jam sejak terasa sakit. Dokter akan melakukan pemeriksaan palpasi (perabaan dengan jari-jari tangan). Apakah ada penebalan korda spermatikus dan berapa derajat torsio yang terjadi. Pemeriksaan ini dikonfirmasikan dengan sisi yang tidak sakit. Kemudian pasien akan diperiksa dalam keadaan tidur terlentang, apakah elevasi (pengangkatan) testis akan meningkatkan rasa sakit. Testis yang mengalami torsio biasanya terlihat menonjol dan retraksi (memendek) di dalam skrotum.

Pemeriksaan sedimen urine tidak menunjukkan adanya leukosit dalam urine dan pemeriksaan darah tidak menunjukkan tanda inflamasi, kecuali pada torsio testis yang sudah lama dan telah mengalami keradangan steril. Pemeriksaan penunjang yang berguna untuk membedakan torsio testis dengan keadaan akut skrotum yang lain adalah dengan memakai: stetoskop Doppler, ultrasonografi Doppler, dan sintigrafi testis yang kesemuanya bertujuan menilai adanya aliran darah ke testis. Pada torsio testis tidak didapatkan adanya aliran darah ke testis sedangkan pada keradangan akut testis, terjadi peningkatan aliran darah ke testis.

Diagnosis Banding
1. Epididimitis akut Penyakit ini secara klinis sulit dibedakan dengan torsio testis. Nyeri skrotum akut biasanya disertai dengan kenaikan suhu tubuh, keluarnya nanah dari uretra, ada riwayat coitus suspectus (dugaan melakukan senggama dengan bukan isterinya), atau pernah menjalani kateterisasi uretra sebelumnya. Jika dilakukan elevasi (pengangkatan) testis, pada epididimitis akut terkadang nyeri akan berkurang sedangkan pada torsio testis nyeri tetap ada (tanda dari Prehn). Pasien epididimitis akut biasanya berumur lebih dari 20 tahun dan pada pemeriksaan sedimen urine didapatkan adanya leukosituria atau bakteriuria. 2. Hernia skrotalis inkarserata Biasanya pada anamnesis didapatkan benjolan yang dapat keluar dan masuk ke dalam skrotum. 3. Hidrokel terinfeksi Dengan anamnesis sebelumya sudah ada benjolan di dalam skrotum 4. Tumor testis Benjolan tidak dirasakan nyeri kecuali terjadi perdarahan di dalam testis. 5. Edema skrotum Dapat disebabkan oleh hipoproteinemia, filariasis, adanya pembuntuan saluran limfe inguinal, kelainan jantung, atau kelainan-kelainan yang tidak diketahui sebabnya (idiopatik)

Terapi
Secara klinis dan eksperimental infark (kematian jaringan) testis timbul bila suplai darah terganggu selama 5-12 jam. Setelah diagnosis ditegakkan terapi harus segera dilakukan untuk mencegah terjadinya infark testis. Dengan ditegakkannya diagnosa dan perawatan testis dapat diselamatkan pada sebagian besar kasus. Testicular torsion adalah keadaan medis yang darurat yang memerlukan perawatan dengan segera. Jika dirawat dalam waktu 6 jam, terdapat kemungkinan hamper 100% untuk menyelamatkan testis. Dalam 12 jam akan menurun hingga 70%. Dalam 24 jam yaitu 20% dan setelah 24 jam mendekati 0. Sekali testis mati harus dihilangkan untuk mencegah infeksi gangrene. Mula-mula dilakukan eksplorasi. Untuk mengetahui apakah dengan cara melakukan detorsi (mengembalikan torsio ke keadaan semula), kemudian dilakukan kompres hangat. Setelah observasi selama 20-30 menit diamati apakah testis yang semula berwarna biru kehitaman kembali ke warna normalnya yang kemerahan. Beberapa urolog berpendapat bahwa meskipun testis tidak cukup viable untuk proses spermatogenesis tetapi sel Leydig masih dapat memproduksi testosteron. Sehingga testis hanya diangkat bila terjadi gangren (pembusukan). Sebagian besar urolog meyakini bahwa testis sebaiknya diangkat kerena adanya fenomena autoimun dari testis yang ditinggalkan. Bila testis tidak diangkat, harus dibuat sutura di 2-3 lokasi di dalam skrotum sehingga tidak terjadi torsio di kemudian hari. Pada testis kontralateral (sisi yang lain) dilakukan hal yang sama karena biasanya faktor predisposisi yang memungkinkan terjadinya torsio (insersi tunika vaginalis yang tinggi) terjadi bilateral. Detorsi Manual Detorsi manual adalah mengembalikan posisi testis ke asalnya, yaitu dengan jalan memutar testis ke arah berlawanan dengan arah torsio. Karena arah torsio biasanya ke medial maka dianjurkan untuk memutar testis ke arah lateral dahulu, kemudian jika tidak terjadi perubahan, dicoba detorsi ke arah medial. Hilangnya nyeri setelah detorsi menandakan bahwa detorsi telah berhasil. Jika detorsi berhasil operasi harus tetap dilaksanakan.

Operasi Tindakan operasi ini dimaksudkan untuk mengembalikan posisi testis pada arah yang benar (reposisi) dan setelah itu dilakukan penilaian apakah testis yang mengalami torsio masih viable (hidup) atau sudah mengalami nekrosis. Jika testis masih hidup, dilakukan orkidopeksi (fiksasi testis) pada tunika dartos kemudian disusul orkidopeksi pada testis kontralateral. Orkidopeksi dilakukan dengan mempergunakan benang yang tidak diserap pada 3 tempat untuk mencegah agar testis tidak terpluntir kembali, sedangkan pada testis yang sudah mengalami nekrosis dilakukan pengangkatan testis (orkidektomi) dan kemudian disusul orkidopeksi pada testis kontralateral. Testis yang telah mengalami nekrosis jika tetap dibiarkan berada di dalam skrotum akan merangsang terbentuknya antibodi antisperma sehingga mengurangi kemampuan fertilitas dikemudian hari.

You might also like