You are on page 1of 21

APA ILMU PENGETAHUAN ITU (WHAT IS SCIENCE)

Archie J. Bahm Ilmu pengetahuan terdiri atas enam komponen yang saling terkait satu sama lain, yaitu; masalah, sikap, metode, aktivitas, kesimpulan, dan efek. Beberapa pemahaman minimal mengenai masing-masing komponen sangat diperlukan untuk memahamai sifat daripada ilmu pengetahuan. 1. Masalah (Problems) Tanpa masalah tidak akan ada ilmu pengetahuan. Jadi ilmu pengetahuan itu berasal dari masalah yang terpecahkan. Dengan kata lain, tanpa masalah tidak akan ada solusi, dan dengan sendirinya tidak akan ada pengetahuan ilmiah. Apa yang menyebabkan masalah menjadi ilmiah? Apakah semua masalah itu ilmiah? Tidak. Jika tidak, lalu karakteristik apa yang menjadikan masalah menjadi ilmiah? Perbedaan jawaban terhadap pertanyaan ini, yang munculkan oleh para ilmuan dan filosuf ilmu, sangat beragam, sehingga kesimpulan umum seakan-akan sulit didapatkan. Penulis mengusulkan sebagai hipotesa, bahwa masalah dapat dianggap ilmiah jika memiliki paling tidak tiga karakteristik, yaitu: dapat dikomunikasikan, dapat didekati dengan sikap ilmiah, dan dapat didekati dengan metode ilmiah. 1) Suatu masalah tidak dapat disebut ilmiah jika tidak dapat dikomunikasikan. Penulis yakin bahwa sebagian sepakat bahwa untuk menjadi ilmiah, suatu masalah harus sudah dikomunikasikan. Sebagai contoh, seorang ilmuan yang berkompeten menemukan suatu masalah dan menganalisa sendiri masalah tersebut sampai jangka waktu yang cukup lama, dan kesimpulan yang dia peroleh belum dikomunikasikan kepada orang lain, maka ia tidak memiliki alasan untuk mengakui bahwa karya pribadinya itu sebagai temuan ilmiah. Jadi suatu masalah yang tidak dapat dikomunikasikan tidak bisa mendapatkan status ilmiah. 2) Suatu masalah tidak dapat disebut ilmiah jika tidak bisa didekati dengan saranasarana sikap ilmiah. 1

3) Suatu masalah tidak dapat disebut ilmiah jika tidak dapat didekati dengan saranasarana metode ilmiah. Jika suatu metode ilmiah tidak dapat diaplikasikan, maka ia tidak bisa menjadi ilmu pengetahuan. Untuk menjadi ilmiah adalah tujuan utama. Ilmu pengetahuan akan mempunyai makna yang utuh jika semua enam komponen di atas ada dalam kapasitasnya yang lengkap dan utuh. Ilmu pengetahuan ada, sebagai masalah, dalam masalah. Masalah yang dilengkapi dengan sikap ilmiah dan metode ilmiah akan lebih menjadi ilmiah atau lebih utuh daripada masalah yang tidak dilengkapi dengan metode ilmiah dan sikap ilmiah. Masalah yang telah lama dicarikan solusinya akan lebih ilmiah daripada masalah yang baru saja dicarikan solusinya. Masalah yang telah terpecahkan sehingga kehilangan ciri permasalahannya masih dikatakan ilmiah. Masalah yang memiliki hubungan dengan masalah ilmiah lainnya dan masalah itu telah terpecahkan secara sistematis, lebih ilmiah daripada masalah yang terisolasi dari masalah ilmiah dan solusi yang lainnya. Jadi penulis yakin bahwa suatu masalah yang dapat dikomunikasikan dan mampu didekati dengan sikap ilmiah serta metode ilmiah, disebut ilmiah. 2. Sikap (Attitude) Sikap ilmiah sedikitnya mencakup enam karakteristik pokok, yaitu; rasa ingin tahu (curiosity), bersikap spekulasi (speculativeness), bersifat terbuka/obyektiv (willingness to be objective), bersikap mau menunda kesimpulan (willingness to suspend judgment), bersifat sementara (tentativity). 1) Rasa keingintahuan (Curiosity). Sikap ini bertujuan mempelajari secara mendalam bagaimana sesuatu itu ada, apa sifat sesuatu itu, apa fungsinya, dan bagaimana hubungannya dengan sesuatu yang lain. Curiosity ini bertujuan untuk memahami dengan melakukan pencarian, penyelidikan, pemeriksaan, eksplorasi secara terusmenerus dan eksperimentasi. Beberapa ilmuan memiliki sikap curiosity yang ilmiah ini terhadap beberapa hal, tapi tidak terhadap beberapa hal lainnya. Beberapa ilmuan mencoba mendekati masalah dengan sikap ilmiah dalam lapangan spealisasinya, tanpa mengembangkan sikap keingintahuan mereka terhadap masalah lainnya dan

mendekatinya dengan sikap ilmiah yang sangat relatif bagi mereka. Penulis yakin bahwa beberapa ilmuan berusaha membuat sikap ilmiah sebagai bagian dari pandangan hidupnya, maka dari itu, mereka memiliki rasa ingin tahu terhadap segala sesuatu. 2) Kespekulasian (Speculativeness). Untuk menjadi ilmiah, seseorang harus berusaha untuk mencoba memecahkan masalahnya. Dia harus membuat beberapa upaya spekulasi. Biasanya, jika suatu masalah tidak dapat segera diselesaikan, maka upaya spekulasi itu harus diciptakan untuk memecahkan masalah. Seseorang harus merencanakan satu atau lebih hipotesa yang mungkin bisa membantu sebagai solusi. Seseorang juga harus memunculkan beberapa hipotesa alternatif. Hipotesa yang dimaksud biasanya sangat spekulatif, dan setiap hipotesa baru menghasilkan beberapa spekulasi. Sikap spekulasi ini sangat dimungkinkan dalam mengembangkan dan mencoba untuk menguji hipotesa. Dari situ, sikap spekulasi merupakan karakteristik yang penting dari sikap ilmiah. 3) Bersikap obyektif (Willingness to be objective). Obyektivitas adalah salah satu bentuk dari sikap obyektif. Hal ini sangat penting dalam pengetahuan ilmiah. Bersikap obyektif merupakan hal penting untuk membuat sesuatu menjadi ilmiah, sebab sikap tersebut sangat baik, kondusif untuk mengembangkan hasil yang nyata. Objek selalu menjadi lawan bagi subjek, tidak ada subjek, tidak akan ada objek, tidak ada subjektivitas, tidak akan ada objektivitas. Objektivitas merupakan kemauan untuk memahami sifat dari objek itu sendiri, sejauh mana ia bisa dipahami. Sikap ini harus dimiliki oleh peneliti dalam menunjukkan sikapnya yang obyektif. Sesuatu yang bersifat ilmiah selalu menjauhi sifat keberpihakan, faktor subjektivitas sedapat mungkin harus dihindarkan. Sikap obyektif ini harus menerima beberapa hal; i. Mempunyai sifat rasa ingin tahu yang kuat dalam kondisi apapun dan berupaya memecahkan permasalahan untuk menuju sifat ilmiah. Penulis tidak bermaksud bahwa seseorang harus mengorbankan hidupnya, tetapi seseorang harus memiliki sifat rasa ingin tahu terhadap apa yang dia selidiki untuk mendapatkan pemahaman sebaik mungkin. ii. Melangkah berdasarkan pengalaman dan alasan. Aliran empiris dan rasionalis

ekstrim selalu berupaya untuk memisahkan antara pengalaman dan alasan. Kaum empiris ekstrim mengatakan bahwa pengalaman adalah satu-satunya sumber pengetahuan, sementara kaum rasionalis ekstrim menegaskan bahwa pengetahuan tertentu dikatakan benar jika pengetahuan itu memenuhi hukum rasional. Beberapa kaum ekstrim tersebut tidak setuju dengan realitas sebuah universal. Aliran empiris ekstrim berkeyakinan bahwa kita bisa memiliki pengetahuan tertentu hanya melalui fakta-fakta, yaitu fakta dari pengalaman di mana sebuah data bisa diperoleh. Aliran rasinalis ekstrim berkeyakinan bahwa kita bisa mendapatkan pengetahuan tertentu hanya dengan pengambilan kesimpulan yang valid dan universal. Pada kenyataannya, penelitian ilmiah angat bergantung pada kedua hal tersebut. Sebelum meninggalkan tema tentang alasan ini, ada baiknya di sini kita jelaskan dua makna dari alasan itu, di mana kadang berbeda kadang juga tidak dapat dipisahkan. Dalam satu sisi, alasan merupakan sebuah konsep yang berdasarkan hukum rasional. Dalam sisi lain, alasan juga merupakan konsep, sebagai kemampuan untuk memilih yang terbaik antara dua atau lebih dari sebuah alternatif. Ketika memilih antara dua alternatif, apa yang harus dilakukan agar bisa diterima oleh rasio? Pilihlah yang terbaik. Sebenarnya, ketika seseorang memilih mana yang terbaik dari dua pilihan, ia telah melakukan hal yang sangat sesuai dengan hukum raional. oleh pengalaman. iii. Dapat menerima data sebagai apa adanya. Data, yakni sesuatu yang dimunculkan dari pengalaman ketika sebuah objek diobservasi, diterima sebagai hal yang relevan terhadap permasalahan yang dipecahkan. Sikap ilmiah meliputi sikap mau menerima data apa adanya, tidak diinterpretasikan dengan membiaskan preferensi pengamat. Sikap nerimo ini memunculkan sikap mau menerima apa yang diberikan sesuai dengan kegunaannya, tanpa ada upaya untuk mendistorsi. Bisa dipastikan bahwa seorang peneliti, di dalam pikirannya telah ada sebelumnya prekonsepsi, imajinasi, di dalam sebuah observasi ilmiah. Sikap obyektif mengembangkan sikap untuk Artinya, pengalaman dan alasan saling mendukung, karena alasan yang logis dituntut

mengembangkan pemahaman dengan memaksimalkan penerimaan tentang apa yang didapat dari objek dan meminimalisir faktor-faktor subjektif; seperti preposisi, imajinasi, dan pengetahuan sebelumnya. Objektivitas berarti bahwa sebuah objek adalah sebagai otoritas, sebuah sumber dari pengetahuan yang dilihat oleh seorang ilmuan. Maka selama otoritas itu menolak untuk memperlihatkan sifatnya, seorang ilmuan harus melakukan spekulasi. Tetapi, untuk bersikap objektif, ia harus siap menerima data lebih banyak sebagai fakta daripada sifat sebuah objek atau masalah yang sedang diteliti. iv. Bisa menerima perubahan dari sebuah objek. Tidak kaku (fleksibel). Artinya, bila obyeknya berubah, seorang ilmuan dapat menerima perubahan obyek yang ditelitinya. Kapanpun, seorang ilmuan yang menemukan sesuatu yang dia tidak ketahui sebelumnya, ia telah dirubah oleh pengetahuan baru tersebut. Banyak temuan ilmiah yang menyebabkan terjadinya revolusi ilmiah, yang dapat terjadi secara radikal, seperti konsepsi tentang masyarakat, individu, atom dan galaksi. Keadaaan yang demikian mengharuskan seorang ilmuan untuk bersedia merevisi dan merekonstruksi kembali konsepnya secara obyektif. Jika seseorang tidak mau menerima perubahan yang dihasilkan dari penemuan ilmiah ini, maka ia telah menolak untuk bersikap objektif. v. Berani melakukan kekeliruan/kesalahan. Metode trial and error adalah karakteristik dari ilmu pengetahuan. Banyak ilmuan besar, yang waktunya dihabiskan untuk melakukan kekeliruan sebelum mencapai keberhasilan. Berani melakukan kesalahan adalah sikap yang objektif. Objektivitas di sini bukan terbatas pada objek yang diteliti, tapi juga pada metode yang digunakan dalam sebuah penelitian. Jadi, sikap objektif harus ditunjukkan dalam menggunakan metode yang sesuai untuk sifat sebuah objek. Jadi siakp obejktif ini mau melakukan kesalahan dimanapun sebuah metode itu digunakan dan berani mencoba untuk melakukan kesalahan lagi untuk menemukan metode terbaik. vi. Tidak mengenal putus asa. Artinya, berupaya terus menerus tanpa mengenal waktu dalam memahami obyek atau masalah hingga tercapai suatu

pemahaman secara maksimal. Seseorang yang telah melakukan percobaan, tatkala ia terbentur pada suatu upaya sikap ilmiah, ia harus menghentikan kegiatannya, karena upaya itu sudah buntu. Tetapi ini tidak berarti dengan mudah ia harus pindah ke langkah percobaan yang lainnya. 4. Bersifat terbuka. Sikap ilmiah mepunyai pandangan yagn terbuka. Artinya, selalu bersedia mempertimbang-kan semua saran yang relevan dengan hipotesis, metodologi dan bukti-bukti baru yang berkaitan dengan masalah yang sedang ia telit. Sikap ini mjga berarti dapat mentoleransi ide-ide baru yang bertentangan sekalipun, dengan kesimpulan yang ia hasilkan. Terbuka untuk diperbandingkan dengan penelitian lainnya, bersedia mendengarkan dan menguji pandangan ilmuan lain dengan lapang dada. 5. Bersifat sabar. Bila obyek penelitian atau masalah tidak menghasilkan pemahaman atau solusi yang diinginkan, seorang ilmuan tidak akan menuntut jawaban yang lebih baik daripada yang ia peroleh. Mampu menangguhkan keputusan hingga semua bukti penting tersedia. 6. Bersifat sementara. Tidak hanya hipotesa yang belum dikembangkan, hipotesa yang sudah jadi pun harus bersifat sementara, bahkan semua interpretasi ilmiah, juga harus diragukan. Meskipun pengalaman seseorang atau kelompok telah memutuskan sebuah keputusan pasti, dari hasil sebuah pekerjaan panjang, kepastian yang di dapat itu hanya bernilai kurang dari 100 %. Mengkaji tentang sejarah ilmu, menemukan sikap bahwa sistem ilmiah dimunculkan dan diterima pada suatu era di mana ia menerima konsepsi perubahan dari sebuah sistem baru yang dihasilkan. Maka dengan begitu sebuah dogma yang diterima sebagai konklusi tidak bisa dijamin kebenarannya secara ilmiah. Sikap ilmiah harus mau menerima bahwa kesimpulan ilmiah bersifat sementara. 3. Metode Proposal penulis menyatakan bahwa sifat daripada metode ilmiah harus mengajukan hipotesa untuk pengujian lebih lanjut. Permasalahan ini sangat kotroversial.

Pada suatu sisi, apa yang membuat sebuah kajian menjadi ilmiah adalah bukan dikarenakan sifat dari sesuatu yang diperlukan, akan tetapi karena metode yang sangat ideal dengan sesuatu itu. Esensi dari sebuah pengetahuan adalah metode. Pengetahuan, sebagai teori, adalah sesuatu yang selalu berubah. Teori hari ini bukan teori pada ratusan tahun yang lampau. Adakah sesuatu tentang pengetahuan yang tidak berubah? Penulis yakin ada, dan itu adalah metode. Bagaimanapun, tidak ada kebulatan suara tentang metodologi di antara para ilmuan sendiri. Metode ilmiah, seperti orang berada di salju yang buruk sekali, telah menjadi objek yang menggairahkan bahkan menjadi bahan penelitian yang terus menerus.. 1. Metode versus beberapa metode. Kontroversi dan hasil yang membingungkan, penulis yakin, adalah bagian dari pengabaian dalam menghubungkan masalah perbedaan antara ilmu dengan beberapa ilmu lainnya. Di satu sisi, alasan untuk menginterpretasikanmetode ilmiah sebagai solusi hanya satu.. dan hanya sebuah metode dari beberapa kemiripan metode yang bermacam-macam di dalam beberapa pengetahuan adalah lebih baik daripada yang berbeda-beda hal ini menyimpulkan bahwa hanya ada satu metode ilmiah. Di sisi yang lain, tidak hanya satu pengetahuan tapi beberapa pengetahuan .tidak ada satu pengetahuan, tapi hanya ada satu seri dari pengetahuan. Respon saya terhadap kontroversi ini apakah metode ilmiah itu satu ataukah banyak ada kebenarannya pada masing-masing pandangan. Metode ilmiah bisa satu bisa banyak. i. Metode ilmiah itu satu. Tidak ada sebuah subjek yang tidak bisa dipecahkan dengan sebuah metode ilmiah. ii. Metode ilmiah itu banyak. Pada kenyataannya, ada beberapa metode sesuai dengan caranya: 1) Setiap pengetahuan memiliki metode tersendiri yang sesuai dengan permasalahannya. Sangat diterima, bahwa seorang ahli biologi harus menggunakan mikroskop dan seorang astronom harus menggunakan teleskop. Setiap masing-masing cabang ilmu, akan menggunakan metodenya sendiri. Metode-metode dari pengetahuan yang beragam itu sangat berbeda. Perbedaan

pengetahuan akan memunculkan perbedaan metodologi karena perbedaan masalah memunculkan perbedaan metode. 2) Setiap bagian masalah akan memunculkan metodenya tersendiri. Maka setiap metode ilmiah yang berbeda memiliki cara pemecahan yang berbeda pula. Tidak ada ketentuan aturan yang harus diikuti, masing-masing penelitian diserahkan kepada masing-masing bentuknya. Meskipun dalam satu pengetahuan ada banyak metode yang dikembangkan. Gordon Alport mendapatkan bahwa dalam ilmu psikologi kepribadian menggunakan sekitar 52 metode. Jumlah metode yang berbeda juga dimunculkan oleh the Guide of Scientific Instruments, 19731974, yang memuat lebih dari 25,000 entries indicidu. 3) Secara historis, para ilmuan dalam satu bidang yang sama dengan wilayah yang berbeda akan menggunakan metode yang berbeda pula, karena perbedaan dalam perkembangan teori dan temuan teknologi. Meskipun metode-metode sebelumnya sudah dianggap usang, kita harus mempelajari karakter ilmiahnya, mengingat sumbangannya terhadap prestasi ilmiah sebelumnya. Ketika terjadi revolusi ilmiah yang sangat penting, berbagai metode mendapatkan penekanan yang berbeda diikuti dengan proses sistematis yang baru. Pada tahap-tahap terdahulu cenderung lebih induktif, yaitu lebih banyak bekerja dengan metode tertentu dalam ilmu pengetahuan yang tertentu pula. Tahap berikutnya metodemetode tersebut tidak lagi campur aduk tetapi lebih menekankan kepada masalah sentetik sehingga melahirkan metode sentetik. Sistem yang telah terbentuk dan diterima secara umum, maka metode deduktif menjadi lebih populer dengan sistem yang lebih konsisten telah menjadi persyaratan utama. 4) Perkembangan yang cepat dalam bidang ilmu dan teknologi saat ini, yang saling memiliki ketergantungan, mensyaratkan perkembangan metodologi yang baru untuk menghubungkan dengan berbagai jenis masalah yang rumit dan dinamis, (seperti perkembangan teknologi komputer). Tidak hanya mengadopsi ide metodologis dan teknik dari yang lain jika dianggap tepat bagi ilmu pengetahuan, tapi juga untuk memunculkan suatu pendekatan multidisipliner untuk masalah yang kompleks diperlukan rekayasa metodologi interdisipliner. 5) Bagi mereka yang berkepentingan dengan metode ilmiah, harus mengetahui

bahwa metode itu sendiri mempunyai beberapa tahap, dan setiap tahap memerlukan metode yang berbeda. Metode ilmiah berhubungan dengan tahap pencarian di mana seorang ilmuan berkepentingan dengan suatu masalah. 2. Metode ilmiah. Peneliti mengajukan lima langkah dalam metode ilmiah. Proposal ini diajukan untuk menentang background dari tradisi filsafat ilmu Kerajaan Inggris yang sangat dominan, di mana mereka mengajukan empat langkah utama; observasi data, klasifikasi data, perumusan hipotesa, dan verifikasi hipotesa. Isu-isu yang berkaitan dengan sifat maupun makna data telah ditafsirkan dalam bentuk abstraksi, sehingga menimbulkan pertanyaan apakah observasi data merupakan titik awal dari penelitian ilmiah. Ilmuan pragmatis Amerika telah membuat beberapa kontribusi fundamental terhadap filsafat ilmu yang bisa dilihat oleh beberapa ilmuan, sebagaimana yang telah dilakukan oleh filosuf-filosuf ilmu. Ilmuan empiris Inggris menyatakan bahwa hipotesa diverifikasi melalui pelacakan makna data aslinya. Akan tetapi hal ini dianggap mustahil. Sebuah makna data merupakan sebuah momen yang terus berjalan, sehingga seorang ilmuan sangat bergantung kepada catatan-catatan yang ada. Ilmuan pragmatis Amerika mengakui bahwa hipotesa dibuktikan dari kemampuan kerja mereka, seberapa jauh kemampuan hipotesa menuntun para praktisi memberikan solusi suatu masalah secara lebih dalam. Jika solusi yang diramalkan oleh hipotesa dapat dijawab, maka hipotesa itu adalah benar. Pembuktian itu bergantung kepada data yang diamati setelah hipotesa terbentuk. Ilmuan empiris mengklaim bahwa mereka melihat data sebelumnya, sedangkan ilmuan pragmatis Inggris melihat data ke depan. Ke dua filsafat ini menghadirkan perbedaan konsepsi terhadap pengetahuan. Kaum empiris ekstrim menggambar-kan seseorang yang dilahirkan dalam keadaan pikiran kosong dan siap untuk diisi dengan data, yang dibentuk oleh image yang kemudian dikombinasikan kembali oleh tindakan pikiran. Kaum pragmatis berpendapat bahwa prinsip-prinsip biologis di dalam mempertahankan hidup, seseorang akan menggunakan pikirannya guna menghindari dari ancaman. Ke dua filsafat tersebut di atas menunjukkan perbedaan konsepsi di dalam ilmu pengetahuan. Penganut paham empiris ekstrim berpendapat bahwa semua ilmu

dimulai dengan observasi sebagai langkah pertama dalam metode ilmiah, setelah observasi telah dibentuk, maka langkah selanjutnya adalah mendefinisikan masalah. Sementara, kaum pragmatis berpendapat bahwa langkah pertama dimulai dari pencarian analisa masalah, kemudian dilanjutkan dengan menyelidiki fakta-fakta yang relevan dan dirancang oleh analisa masalah diteruskan dengan metode observasi, metode deskripsi, dan metode klasifikasi. Meskipun di antara para ilmuan terjadi perdebatan tentang metode ilmiah, apakah dimulai dari observasi ataukah dari masalah, mereka menyadari bahwa masalah tanpa observasi tidak akan menjadi ilmiah, demikian juga observasi tanpa masalah juga tidak akan menjadi ilmiah. Walaupun demikian, para ilmuan tetap menunjukkan perbedaan mana yang lebih dulu dilakukan. Yang memulai dari masalah akan menghasilkan analisa masalah. Sedangkan yang memulai dari observasi akan menghasilkan analisa data. Penulis menganut pandangan yang menyatakan bahwa ilmu pengetahuan adalah kegiatan menyelesaikan masalah dan melihat metode ilmiah sebagai sesuatu yang memiliki karakteristik yang esensial bagi penyelesaian masalah. Ada lima langkah esensial dan ideal dalam menerapkan metode ilmiah yang harus dipahami, meskipun langkah ini murni dari penulis sendiri, namun penulis menyadari langkah ini belum tentu cocok dengan pemikiran lainnya. Lima langkah tersebut adalah: memahami masalah, menguji masalah, menyusun proposal solusi, menguji proposal, dan pemecahan masalah. i. Memahami permasalahan. Tidak ada masalah, tidak akan ada ilmu. Memahami permasalahan yang sulit dapat memunculkan keraguan dalam keyakinan seseorang. Kesulitan bisa muncul dari penemuan yang lama atau baru. Jika seseorang merasa putus asa, atau tidak bisa memecahkan kesulitan itu, maka masalah itu bukan merupakan masalah ilmiah. Seseorang harus mau mengakui ketidakmampuannya. Seseorang harus mau mencoba untuk memecahkan masalah tersebut sebelum ia dikategorikan sebagai ilmiah. Atau, masalah yang akan diteliti harus dipahami benarbenar secara mendalam, kemudian mencari pemecahannya secara ilmiah. ii. Pengujian masalah. Menguji masalah harus didahului oleh observasi lapangan. Tahap ini merupakan tahap awal untuk memahami permasalahan. Observasi dapat

10

menimbulkan minat untuk meneliti yang lebih tinggi. Pengujian masalah hakekatnya untuk menjawab masalah yang lebih besar, misalnya apa penyebab masalah itu, bagaimana bisa memecahkannya, bagaimana kaitan masalah satu dengan lainnya, apakah ada masalah serupa sebelumnya dan bagaimana kaitannya dengan masalah yang sedang diteliti. iii. Menyusun proposal solusi. Penyelesaian masalah harus dilakukan seteliti mungkin. Solusi harus sesuai dengan problem. Untuk itu penting dilakukan trial and error. Beberapa masalah, ketika bisa dipahami secara jelas, bisa langsung dikeluarkan solusinya. Beberapa masalah membutuhkan klarifikasi dan solusi yang jelas. Ketika masalah penting membutuhkan solusi yang relevan, seorang ilmuan biasanya menguji hipotesa yang telah dilakukan, hipotesa hanya relevan dengan beberapa pandangan esensial dari masalah. Proposal pada hakekatnya adalah untuk menguji suatu hipotesis yang disusun berdasarkan teori dan fakta yang nyata. iv. Pengujian proposal. Ada dua macam pengujian yang bisa dibedakan menjadi : mental dan operasional. 1) setiap hipotesa yang diusulkan baik pada awal maupun pada akhir dari suatu penelitian, harus diuji secara mental sebelum beberapa upaya lain dilakukan pada hipotesa. Beberapa kriteria yang harus dimiliki oleh hipotesa yang baik: (a) konsistensi, baik dalam hipotesis itu sendiri, maupun dengan fakta-fakta yang diketahui serta teori ilmiah yang sedang berlaku (b) relevansi hipotesa terhadap permasalahan dan bukti-bukti yang tersedia (c) kemampuan dalam memahami semua faktor yang relevan (d) jelas dan sederhana tanpa mengurangi maknanya (e) dapat dikomunikasikan secara mudah. 2) pengujian operasional, biasanya dengan melakukan beberapa percobaan, yang bertujuan untuk menguji kemampuan hipotesa. Setiap pengetahuan, memiliki permasalahan tersendiri, sehingga memerlukan beberapa kali percobaannya tersendiri dengan beberapa instrumennya tersendiri. Setiap bentuk percobaan itu akan memiliki kriterianya tersendiri. Pengujian operasional akan lebih baik jika dilakukan secara efisien (mempertimbangkan waktu, biaya, dan peralatan yang digunakan). Percobaan yang ideal bersifat crusial (penting) karena percobaan itu dirancang untuk menemukan jawaban apakah hipotesa itu benar ataukah salah.

11

Percobaan yang crusial itu sangat sulit dirancang karena berbagai faktor yang kompleks. Sering terjadi, di mana hipotesa yang digunakan cenderung dilakukan verifikasi secara khusus pada tingkat dan kondisi tertentu. v. Pemecahan masalah. Suatu masalah akan tetap ilmiah meskipun masalah itu tidak terpecahkan. Masalah akan tetap ilmiah meskipun tidak terpecahkan dengan metode baru. Tetapi arah dan tujuan daripada metode ilmiah adalah untuk memecahkan masalah. Masalah berangkat dari keragu-raguan tidak akan bisa secara langsung terpecahkan hingga keragu-raguan tersebut bisa dihilangkan dan peneliti merasa yakin bahwa permasalahan tersebut bisa disimpulkan. Untuk mendapatkan solusi yang baik perlu ditentukan kriteria. Jika keraguan muncul pada pikiran seseorang, maka pikiran itu akan memiliki kriterianya tersendiri dalam menjawab keraguannya. Jika masalah tidak bisa menjadi ilmiah sampai menjadi sosial (disosialisasikan), dalam artian, bisa dikomunikasikan kepada ilmuan yang lain, maka solusi dari masalah tersebut tidak akan ilmiah jika solusi itu tidak disosialisasikan, atau telah dikomunikasikan kepada ilmuan yang lainnya. Masalah publikasi, distribusi, pembacaan, pemahaman solusi sangat penting di dalam menyelesaikan masalah ilmiah secara tuntas. Solusi akan menjadi lemah jika masalah yang yang telah disajikan secara lengkap itu kurang mendapat tanggapan dari para ilmuan seprofesi. Presupposition (praduga). Tidak ada penelitian yang tidak mengandung praduga. Setiap dari enam komponen di atas masing-masing memiliki banyak praduga, khususnya yang relevan dengan metodenya. Perbedaan dalam praduga bisa menimbulkan perbedaan di dalam bagaimana suatu masalah dilihat, di dalam pengujian yang bagaimana, dalam suatu hipotesa, yang relevan dalam upaya pembuktian dan penarikan kesimpulan yang handal. Asumsi minimal meliputi asumsi tentang asal muasal keberadaan dan pengetahuan tentang keberadaan itu (metafisika), tentang alam pikiran dan kapasitasnya untuk mengetahui (psikologi), tentang alam pengetahuan dan bagaimana diperoleh, dikuasai, dimodifikasi dan dilupakan (epistemologi), tentang wujud dari bahasa dan komunikasi (linguistik), tentang struktur pemikiran dan kesimpulan dan relasinya dengan hal-hal yang bisa dipikirkan (logika), tentang angka, kalkulasi dan inferensi matematika

12

(matematika), dan tentang asal-usul nilai, keindahan, tugas dan nilai akhir kehidupan (aksiologi, estetika, etika dan agama). Preposisi-preposisi tersebut merupakan subjek utama dalam penyelidikan ilmu-ilmu filsafat. Di samping itu metode ilmiah juga mengajukan asumsi-asumsi mengenai alam semesta (yang dapat ditarik kesimpulan dan asumsi, meliputi ilmu-ilmu fisika; fisika, kimia, giologi, geografi dan lain sebagainya), tentang masyarakat (meliputi ilmu-ilmu sosial; sosiologi, antropologi, ekonomi, politik dan lain sebagainya). Untuk mengetahui bagaimana alam semesta berfungsi secara komprehensif merupakan kajian atau cakupan dari filsafat. Metode ilmiah secara komprehensif dimasukkan dalam praduga. Penarikan kesimpulan dari semua ilmu pengetahuan berfungsi sebagai praduga, baik secara implisit maupun secara eksplisit. Tidak semua ilmuan memperhatikan semua preposisi di atas. Mungkin tidak ada ilmuan yang sukses di dalam memperhatikan semua itu. Salah satu alasan tumbuhnya minta dalam penelitian interdisipliner adalah bahwa informasi tentang kesimpulan suatu ilmu pengetahuan harus dipraduga terus menerus akan semakin bermakna dan relevan dalam memecahkan masalah dalam bidang tertentu. Pada akhirnya perhatian untuk memahami praduga semakin tinggi, sehingga secara sadar memahami hasil-hasil penelitian interdisipliner. Kewajiban untuk memahami praduga ilmu pengetahaun bertambah sulit jika fakta yang berkembang berdasarkan alur pikiran yang berbeda, dan sering menimbulkan efek bias terhadap pandangan ilmuan tentang praduga. Alur pikiran yang demikian banyak muncul berkaitan dengan masalah tertentu yang mungkin saja mempunyai implikasi terhadap masalah lain atau ilmu pengetahuan lain. Akan tetapi banyak alur pikiran yang secara eksplisit menyatakan prinsip-prinsip universal benar-benar memiliki implikasi untuk semua ilmu penetahuan. Contoh, sumber kuno dan tuntutan privilage untuk doktrin-doktrin dalam suatu naskah, seperti Tuhan menciptakan dunia berdasarkan keabadian, ideologi politik (materialisme dialektika marxis), upayaupaya untuk mencapai ilmu fisika yang lebih tepat (relativitas umum). Beberapa prinsip lain yang disebabkan oleh rasionalisasi kepastian matematis sebagai akhir dari suatu status ontologi (realisme logika). Beberapa prinsip universal yang diakibatkan karena ketakutan terhadap tirani rasional dan pencarian untuk kepastian intuitif dalam

13

fakta-fakta sensory (empirisme Inggris). Saya (penulis) tidak melihat bagaimana dapat menghindari efek bias dari alur pikiran saat ini. Jika pada tataran biasnya memiliki efek merusak pada metode dan hasil-hasil penelitian ilmiah, kesadaran dan kewaspadaan terhadap hasil-hasil penelitian sangat diperlukan dengan harapan, kita dapat memperbaiki kualitas prestasi ilmiah kita. Bagi yang ingin memperbaiki ilmu pengetahuan sebagai upaya memahami dan menyelesaikan suatu masalah secara efektif akan mendorong perkembangan ilmu pengetahuan yang lain, presuppositionology, bertujuan untuk meningkatkan sikap yang lebih objektif dan kesimpulan yang lebih bisa dipercaya tentang presuposisi yang melekat dalam sifat ilmu pengetahuan. 4. Aktivitas Ilmu pengetahuan adalah apa yang dilakukan oleh ilmuan. Apa yang dilakukan oleh ilmuan sering disebut dengan penelitian ilmiah. Penelitian ilmiah itu memiliki dua aspek: aspek individu dan aspek sosial. 1. Aspek individu. Ilmu pengetahuan secara praktis adalah sebuah kegiatan atau aktivitas yang dilakukan oleh seseorang. Dalam hal ini, ilmu pengetahaun ada di dalam diri manusia dan berada di mana-mana. Hal ini tergantung pada keberadaannya yang dapat diteruskan dari seseorang ke orang lain. Jika kita memahami seorang ilmuan, melalui aktivitasnya yang meliputi, melakukan observasi, membentuk hipotesa, menguji observasi dan hipotesa dengan melakukan percobaan secara cermat dan terkontrol, dengan sesungguhnya kita akan memahami apa itu ilmu pengetahuan. Seorang ilmuan adalah produk dari hasil pelatihan, kesempatan dia untuk mengembangkan kepentingan ilmiah, keahlian dan peluang untuk bekerja dilanjutkan dengan menformulasikan secara terarah lebih maju. Aktivitas ilmuan cenderung menjadikannya seorang spesialis. Aktivitasnya dibentuk oleh berbagai jenis tugas, perangkat, proses, ukuran dan hitungan yang ia buat, serta laboratorium atau tempat di mana dia bekerja. Dan yang tak kalah penting dukungan teman sejawat, tradisi, opini dan moral, serta pengetahuannya. Ilmuan adalah seorang yang memiliki aktivitas ilmiah yang

14

saing ketergantungan satu sama lain. Aktifitas tersebut memberikan kontribusi bagi kesehatan dan kesejahteraan umat manusia. Kegiatan ilmiah memerlukan kemampuan untuk beradaptasi terhadap berbagai kendala seperti rutinitas, hal baru, tekanan dan persoalan-persoalan yang rumit, peralatan, sejawat, masalah pribadi dan politik. Berbagai aktivitas mereka sudah menjadi bagian dari kehidupan seorang ilmuan, seperti mempersiapkan berbagai laporan hasil penelitian, artikel untuk publikasi, seminar, konferensi pada berbagai tingkatan lokal, regional dan internasional. 2. Aspek sosial. Aktivitas ilmiah melampaui apa yang dilakukan oleh ilmuan. Ilmuan telah menjadi pelaksana bagi lembaga yang begitu luas. Ilmuan telah menjadi suatu kelompok kerja yang memegang peranan penting di duni saat ini. Ilmu pengetahuan telah berubah menjadi suatu tumpukan yang luar biasa dari hasil berbagai pekerjaan. Peningkatan kegiatan ini dapat dilihat dari jumlah orang yang terdaftar pada American Men of Science, yaitu 4000 orang pada tahun 1903 dan 96000 pada tahun 1960. Lembaga ilmiah termasuk universitas, lembaga penelitian, biro pemerintahan dan devisi peru-sahaan. Semua kegiatan ilmiah membutuhkan dana. Semua aktivitas untuk kelansungan kegiatan penelitian ilmiah, baik pemerintah maupun swasta, masalah dana merupakan bagian yang sangat penting. Kenaikan dan penurunan pendanaan akan mempengaruhi aktifitas ilmiah yang akan mempengaruhi sifat ilmu pnegatahuan. Kuantitas dan kualitas serta jenis aktifitas ilmiah sangat dipengaruhi oleh pandangan masyarakat politisi, eksekutif yang memiliki otoritas terhadap kebijaksanaan pendanaan. Aktivitas ilmiah yang melibatkan suatu proses penyerapan teori klasik dan pengadopsian teori-teori baru menganggap bila komunikasi ilmiah telah sepakat pada filosofi ilmu pengetahuan dan membentuk suatu kesimpulan. Ilmuan yang kreatif kadangkala harus mampu hidup dalam dunia yang tidak bersahabat, godaan dan kecenderungan yang konservatif untuk tetap menjadi dogmatis. Kondisi yang demikiran dirasakan oleh kaum radikal yang

15

memaksa mereka untuk melakukan demonstrasi, menuntut perbaikan, kejadikan ini menimbulkan antipati, antagonisme, dan kadangkala juga praduga yang merupakan karakteristik dari aktivitas ilmiah. 5. Kesimpulan Ilmu pengetahuan dalah pengetahuan yang diperoleh.ilmu pengetahuan sering dianggap sebagai tubuh dari pengetahuan. Tubuh dari pemikiran adalah ilmu pengetahuan itu sendiri. Kesimpulan adalah pemahaman yang dicapai sebagai hasil dari pemecahan masalah yang menjadi tujuan dari ilmu pengetahuan itu. Kesimpulan merupakan penilaian akhir dari suatu sikap, metode dan aktivitas, juga merupakan buah dari hasil kerja dan investasi. Bagaimanapun juga beberapa ilmuan mengetahui bahwa kesimpulan ilmiah tetap tidak pasti. Bukan saja berkaitan dengan perbedaan antara hipotesa, teori dan hukum, sebagai penggambaran dari hasil pemahaman, tetapi harus disadari bahwa semua itu bersifat kesementaraan yang merupakan bagian dari sikap ilmiah. Kesimpulan-kesimpulan yang diambil tidak diterima secara dogmatis. Kebutuhan objektivitas ilmiah sesuatu yang sangat penting karena itu semua persyaratan ilmiah dituntut tetap bersifat tentatif (sementara) selamanya. Betapapun bergunanya dan handalnya suatu kesimpulan baik dalam teori maupun dalam prakteknya apabila dilakukan dengan sikap dogmatis, maka kesimpulan itu akan mengurangi beberapa hal penting dari sifat dasar ilmu pengetahuan. Secara sekilas, sejarah ilmu pengetahuan menyata-kan bahwa ilmu pengetahuan dari suatu periode waktu seringkali tidak logis untuk ilmu pengetahuan berikutnya. Ilmu pengetahuan sekarang ini akan kelihatan aneh dan bodoh di abad mendatang. Sebagaimana halnya dengan ilmu pengetahuan satu abad yang silam jika dilihat sat ini. Pada dasarnya, ilmu pengetahuan itu bersifat tidak stabil, setiap generasi memiliki hak untuk menginterpretasikan kembali tradisi ilmu pengetahuan. Mereka yang mencari atau menuntut kepastian terhadap kesimulan ilmiah tidak

16

bisa menerima bukti-bukti yang tidak pasti tersebut. Tetapi seorang ilmuan profesional akan merasionalisasikan kekecewaan tersebut dengan menunjukkan bahwa kemajuan dalam ilmu pengetahuan telah sampai bukan hanya pada penemuan hipotesa yang baru, tetapi juga penemuan teori lama yang ternyata keliru. Di antara para ilmuan tersebut melihat ilmu pengetahuan sebagai suatu proses di mana setiap kesimpulan menjadi batu pijakan untuk kemajuan berikutnya. Walaupun ketidak pastian terus berlanjut, dan ada anggapan bahwa pemahaman segala hal adalah sesuatu yang lebih baik, berlangsung terus menerus sebagai bagian dari jiwa ilmu pengetahuan, meskipun meningkatnya keragaman kepentingan dan aktifitas ilmu pengetahuan. Dicontohkan dengan naiknya jumlah spesialisasi dan sub-spesialisasi, menyebabkan adanya klaim hanya ada beberapa pengetahuan (sub-pengetahuan) dan yang lain bukan ilmu pengetahuan, adanya sebuah pemikiran bahwa semua pengetahuan mendukung pengetahuan lain sehingga manusia membuat kemajuan dalam penguasaan pemahaman duniawi sebagai bagian dari ilmu pengetahuan. Kewajiban memahami bahwa semua kesimpulan dari ilmu pengetahuan dapat besama-sama secara komprehensif akan terjadi keterkejutan jika terjadi revolusi ilmu pengetahuan yang baru. Kewajiban tersebut akan terabaikan di masa yang mengidealkan analisa, meningkatkan spesialisasi dan kebebasan individu untuk berpendapat dan berekspresi. Semakin kompleks ilmu pengetahuan akan semakin sulit sintetiknya. Akan tetapi untuk menghilangkan pemikiran bila ilmu pengetahuan membuat kemajuan dalam pencapaian pemahaman yang lebih luas terhadap sifat keberadaan, adalah untuk memperoleh sesuatu yang benar. 6. Pengaruh Ilmu pengetahuan adalah apa yang dilakukan oleh ilmu pengetahuan itu. Bagian dari apa yang dilakukan adalah untuk menghasilkan pengaruh dalam artian produk. Pengaruh tersebut dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu: 1. Pengaruh ilmu pengetahuan pada teknologi dan industri, yang disebut dengan ilmu terapan. 2. Pengaruh ilmu pengetahuan pada masyarakat dan peradaban, yang disebut dengan

17

ilmu kemasyarakatan dan peradaban. 1. Ilmu terapan. Ilmu terapan lebih nyata daripada ilmu murni (pure science). Sehinggga ilmu yang ada dalam teknik, kedokteran, sosial dan seni lebih menonjol bila dibandingkan dengan ilmu matematika, fisika. Mengapa dianggap demikiran? (a) Kata-kata ilmu terapan memiliki makna ilmu yang lebih luas melalui perwujudan dalam penerapannya. (b) Walaupun secara langsung tujuan dari ilmu pengetahuan adalah meningkatkan pemahaman, tetapi lebih luas dari itu, tujuan ilmu pengetahuan, adalah untuk memperbaiki kondisi kehidupan. Beberapa ilmuan secara eksplisit menyatakan bahwa tujuan dari perjuangan mereka adalah untuk meningkatkan kesejahteraan umat manusia. Pada tingkatan tersebut, sifat dasar ilmu pengetahuan menjadi tujuan yang lebih luas. (c) Pengaruh ilmu pengetahuan bersifat menguntungkan dan merugikan. Ini akan menjadi lebih jelas dirasakan oleh orang yang menerapkannya. Sudah menjadi kecenderungan umum untuk lebih menghargai nilai-nilai ilmu pengetahuan, bahkan sebagian merasa terdorong untuk memahami dan mendukung ilmu pengetahuan, ketika mereka memperoleh manfaat dari aplikasi ilmu pengetahuan tersebut. (d) mes-kipun para ilmuan cenderung untuk membuktikan hipotesa dengan merancang berbagai percobaan secara berulang-ulang. dari percobaan itu akan menghasilkan berbagai kemungkinan. Jika hipotesa diaplikasikan dan dilaksanakan dengan baik, akan menghasilkan fakta tambahan. Sebagian besar kesempatan ilmiah dapat diaplikasikan secara praktis diberbagai bidang, seperti industri, bisnis, komunikasi, pertanian, kedokteran, pemerintahan dan sebagainya, yang juga sebagai laboratorium ekstensif menjadi bukti verifikasi tambahan. Kita tidak akan memahami sifat ilmu pengetahuan secara utuh sebelum kita menyadari bagaimana ilmu pengetahuan diverifikasi melalui cara-cara aplikasinya. Dengan membedakan ilmu pengetahuan dengan teknologi, kita dapat mengamati bahwa banyak kemajuan dalam teknologi tidak membentuk bagian dari ilmu pnegetahuan. Ilmu pengetahuan murni dan teknologi memang tidak antagonis atau ber-tentangan. Tetapi dalam perspektif sejarah yang panjang,

18

keduanya sama-sama bersifat komple-menter. Ketika ilmu pengetahuan dan teknologi semakin intim, ilmuan yang menerapkan pengetahuannya untuk menghasilkan produk atau proses baru dalam industri dianggap sebagai teknologi. Ilmuan yang sukses sudah pasti seorang terknolog yang kompeten. Oleh karena itu kadar ilmiahnya tidak akan berkurang jika dibandingkan dengan sejawatnya yang menekuni bidang akademik dan di luar dunia industri. Industrialisasi yang berkembang dengan pesat merupakan produk dari ilmu pengetahuan yang mempunyai dampak besar terhadap perkembangan ilmu, sehingga nampak seperti terjadi perubahan sifat ilmu itu sendiri. Proses industrialisasi tidak akan dapat diputar ulang, yang akhirnya ilmu pengetahuan itu sendiri mengalami proses terindustrialisasi. Ilmu pengetahuan yang terindustrialisasi ini menjadi bagian utama dari penggerak ilmu pengetahuan, menjadi sebuah sumber bidang penelitian yang memiliki prestise tinggi. Pemanfaatan ilmu dalam jumlah besar oleh badan-badan pemerintah, termasuk anggota legis-latif dengan memberikan bantuan perundangundangan yang dibutuhkan dalam proses pembuatan keputusan. Kondisi seperti ini tidak saja berdampak pada ilmu pengetahuan, tetapi akan merangsang minat meneliti bidang baru yang dirasakan bahwa ilmu yang diperlukan masih kurang. Jika suatu ketika kemampuan dan keleluasan dari ilmu sosial meningkat, maka ilmu sosial akan memberikan sumbangan yang besar dan efektif terhadap kebijakan politik, ekonomi dan sosial, yang pada gilirannya mendapat dukungan finansial. Dampak negatif dari ilmu pengetahuan terapan ini adalah merupakan daripada ilmu pengetahuan itu sendiri dalam artinya yang luas. Contohnya, pengeboman di Hirosima yang mempercepat berakhirnya Perang Dunia ke II merupakan salah satu dampak negatif dari perkembangan ilmu terapan, yang dipergunakan sebagai alat pemusnahan. Berbagai reaksi timbul dari dampak negatif ini. Maka lahirlah perkumpulan-perkumpulan ilmuan yang peduli, seperti Federasi Ilmuan Atom, Badan Penelitian Teknologi US, Masyarakat Internasional untuk Penelitian Teknologi, Kongres Internasional dan berbagai

19

upaya pemerintah untuk mencegah proliterasi pabrik nuklir dan produksi bom nuklir termasuk dampak-dampak dari ilmu pengetahuan terapan. 2. Pengaruh Sosial. Ilmu adalah apa yang dilakukan ketika terjadi perkembangan dalam peradaban. Peradaban membedakan perkembangan ilmu pengetahuan dengan beberapa ilmu pengetahuan, dan membentuk aspek-aspek peradaban. Sebagai contoh, berbagai penemuan penting dalam peradaban Hindu dan Cina Kuno dalam perkembangannya kurang dapat bertahan dalam peradaban Barat. Meskipun peradaban Barat melalui cita-cita utama yang diperoleh dari warisan Yunani Kuno yang mengutamakan rasio atau nalar, dan peninggalan Ibrani yang mengutamakan kemauan atau niat manusia. Kemajuan yang progresif dari ilmu pengetahuan, teknologi dan industri perlahan-lahan lebih mengikis keutamaan relatifnya dalam agama Kristen, Yudaisme dan Islam, sebagai sebuah determinan budaya yang dominan. Semua usaha itu tidak berakhir, justru terjadi peningkatan, bahkan orang-orang penentang agama berusaha dalam mencapai keberhasilan meraih superioritas dalam ilmu pengetahuan dan teknologi. Pembagian dunia saat ini dikenal dengan istilah negara-negara maju dan sedang berkembang. Hal ini menimbulkan perbedaan besar pada pengaruh IPTEK terhadap kondisi-kondisi sosial, ekonomi, politik, pendidikan dan kesehatan. IPTEK telah memberikan sumbangan yang besar sebagai kekuatan dan kelemahan dari peradaban Barat, meliputi peningkatan pemakmuran, kesehatan, kesempatan hidup, standar hidup, pendidikan, kekuatan politik, dan militer sampai kepada penaklukan angkasa luar. Diikuti juga oleh kelemahankelemahan, seperti kelebihan penduduk, pengurasan sumber daya alam, mekanisasi kehidupan, pencemaran dan demoralisasi. Dampak-dampak negatif seperti yang terjadi di Hirosime, polusi megapolitan dan eksploitasi sumber daya alam yang berlebihan, telah menimbulkan sikap anti ilmu pengetahuan untuk melakukan pembatasan-pembatasan oleh beberapa negara melalui legislatif. Ilmu pengetahuan tidak saja menjadi sikap dalam peradaban secara meluas, tapi juga telah terjadi penetrasi ke semua aspek kehidupan masyarakat.

20

Penulis mempunyai pandangan bahwa saat ini IPTEK telah demikian meningkat dan sangat beragam, sampai pada spesialisasi yang lebih kecil telah menjadi timpang, karena tidak diikuti dengan peningkatan dalam bidang aksiologi, etika, reliologi, dan sosiologi. Semua ini merupakan hasil dari efek ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan tidak saja berpengaruh pada peradaban, tapi juga kepada penetrasi semua aspek kehidupan sosial. Penulis menutup dengan kesimpulan bahwa dua aspek tersebut merupakan sifat dari ilmu pengetahuan. Kesimpulan Sifat daripada ilmu pengetahuan adalah mencakup enam komponen di atas, yaitu: permasalahan, sikap, metode, aktifitas, kesimpulan, dan pengaruh. Seorang ilmuan, atau bahkan mungkin kebanyak ilmuan, dalam beberapa kesempatan kurang memiliki sikap ilmiah dari suatu waktu tertentu. Seseorang yang memperhatikan permasalahan sebagai ilmiah bisa dikatakan ilmuan, meskipun dia tidak memulai untuk mengungkapnya. Memiliki sikap ilmiah adalah bagian dari menjadi ilmuan. Seseorang yang sukses mengungkap permasalahan dengan menggunakan metode tertentu, meskipun tidak paham banyak mengenai sifat ilmu, bisa dikatakan ilmuan dalam sifatnya. Seorang pelajar pemula dalam bidang kimia dengan menggunakan kaca pada hari pertamanya bisa dikatakan telah memulai aktivitas ilmiah. Seseorang yang mengamati kesimpulan dari seorang ilmuan bisa dikatakan bahwa ia telah memiliki aspek ilmiah dalam dirinya. Seseorang yang mengamati hidupnya dan memiliki hasrat untuk mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan, maka ia telah memiliki elemen ilmiah dalam dirinya. Semua aspek itu merupakan bagian dari ilmu pengetahuan. Penulis mempunyai pandangan bahwa masalah-masalah ilmiah, sikap, metode, aktivitas, kesimpulan dan pengaruh akan tetap dan bisa dipelajari secara objektif sebagaimana objek yang lain, jika ada kemauan untuk melakukannya. Komunitas ilmiah telah melakukan penelitian dari ilmu suatu ilmu yang biasa disebut dengan filsafat ilmu.

21

You might also like