You are on page 1of 9

Upaya Mengatasi Peserta Didik yang Malas Belajar (Kasus Pembelajaran Bahasa Indonesia Kelas XI IA/IS, SMAN 3 Bengkalis,

Provinsi Riau) A. Pendahuluan SMAN 3 Bengkalis terletak di tengah kota. Baik masukan (input), proses (process), maupun keluaran (output), selalu dicap negatif. Bahkan, satuan pendidikan ini disebut sebagai sekolah buangan. Sebutan ini tentu sangat berpengaruh terhadap kondisi aspek psikologis para pendidik dan para peserta didik. Munculnya sebutan negatif ini berkemungkinan besar pula berdampak pada model belajar para peserta didiknya. Secara psikologi, peserta didik SMA merupakan pribadi yang mencari jati diri. Karena itu, berbagai permasalahan bisa muncul, baik berasal dari dalam diri maupun akibat pengaruh lingkungan mereka. Menurut Saam, ditinjau dari periodesasi manusia, peserta didik SMA berada pada masa remaja tengah dan remaja akhir. Pada masa tersebut, remaja cukup labil karena sedang mencari identitas diri (2009:31). Menurut Fuhrmann, dalam pembentukan identitas diri, remaja akan mengalami krisis, yaitu mengalami kebingungan atau kekacauan dalam menentukan pilihan dan memecahkan masalah yang dihadapi, masalah hubungan sosial, masalah emosional, dan masalah belajar (dalam Saam, 2009:31). Salah satu persoalan yang sering dihadapi pendidik SMAN 3 Bengkalis, yaitu sekitar 30 persen peserta didik kelas XI bermasalah dalam belajar. Pokok utama masalah adalah mereka sangat malas mengerjakan latihan dan pekerjaan rumah yang diberikan oleh pendidik mata pelajaran. Padahal, belajar merupakan suatu proses untuk membentuk karakter mereka dalam hal menghadapi masa depan. Akibatnya, kondisi ini berpengaruh pula pada aspek emosionalitas sebagian pendidik. Berdasarkan pengamatan dan diskusi dengan beberapa pendidik, topik peserta didik yang malas belajar sangat sering muncul. Fenomena ini merupakan permasalahan yang sangat penting untuk dicari solusinya. Beberapa identifikasi masalah peserta didik tersebut, yaitu (1) kurang berminat mengerjakan latihan di 1

kelas, (2) kurang bertanggung jawab mengerjakan PR, (3) kurang kreatif dan selalu pasif dalam belajar, dan (4) selalu berupaya untuk mencontek hasil pekerjaan teman-temannya, serta (5) kurangnya usaha untuk belajar menjadi yang terbaik ketika pembelajaran berlangsung. Dari beberapa persoalan tersebut, perlu dicari bagaimana caranya supaya peserta didik kelas XI IA/IS SMAN 3 Bengkalis senantiasa bertanggung jawab dengan pembelajarannya. Dalam makalah sederhana ini, penulis akan mengangkat judul dua rumusan masalah, yaitu (1) faktor-faktor apa sajakah yang menjadi penyebab peserta didik malas belajar? (2) upaya apa saja untuk mengatasi peserta didik yang malas belajar? Pembahasan makalah ini berdasarkan aspek empiris penulis selama menjadi pendidik di SMAN 3 Bengkalis. B. Pembahasan Hasil perkembangan kepribadian dan kompetensi peserta didik sangat bergantung pada bagaimana mereka belajar. Bagaimana mereka mempelajari sesuatu akan memberikan keluaran sesuai dengan cara yang mereka terapkan ketika belajar. Jika tidak mengetahui bagaimana seharusnya mereka belajar, akan terjadi kesenjangan antara harapan dan kenyataan. Bahkan, Syah menegaskan bahwa kualitas hasil proses perkembangan manusia itu terpulang pada bagaimana ia belajar (2001:57). Kasus malas belajar peserta didik kelas XI IA/IS SMAN 3 Bengkalis merupakan salah satu akibat dari bagaimana mereka belajar. Agar kasus ini tidak berlanjut lebih membahayakan, perlu dilakukan beberapa langkah. Berikut ini, penulis memaparkan jawaban kedua rumusan masalah yang dialami peserta didik kelas XI SMAN 3 Bengkalis. 1. Faktor-Faktor Penyebab Peserta Didik Menjadi Malas Belajar Pemaparan faktor-faktor penyebab peserta didik menjadi malas belajar ini berdasarkan hasil penelitian sederhana yang dilakukan pada Selasa, 3 Mei 2011. Para peserta didik diminta menjawab secara tertulis mengapa mereka menjadi malas belajar. Berdasarkan jawaban yang mereka sampaikan secara tertulis, dapat

disimpulkan ada beberapa faktor penyebabnya, baik faktor internal (faktor pribadi peserta didik) maupun eksternal (faktor pendidik dan faktor lain). a. Faktor Internal (Peserta Didik) Kurangnya minat belajar. Konsentrasi mudah terganggu. Mudah putus asa Kurang memahami pelajaran Masalah pribadi Selalu mengantuk Kelelahan, terutama di waktu siang (waktu terakhir) Gemar menggosip dengan teman Suasana hati sedang galau/kurang semangat b. Faktor Eksternal (Pendidik) Kurang memotivasi Guru sering ber-hp ria. Terlalu banyak menjelaskan dengan cara berceramah Kurang humoris Guru berpenampilan menyeramkan (berwajah muram; masam; cemberut; tidak pernah senyum). Guru cerewet. Guru memberikan tugas terlalu banyak. Guru pilih kasih. Guru sering marah. Guru tidak/kurang menjelaskan materi pembelajaran dan cara penyampaiannya kurang jelas. Guru kurang memerhatikan/kurang memedulikan peserta didik. Guru sering memberikan catatan. Guru kurang membimbing ketika siswa belajar. Suara guru kurang jelas. 3

Guru selalu menyindir. Guru bersikap terlalu serius. Guru tidak memeriksa hasil kerja peserta didik. Sikap kurang tegas dari guru. Suka meremehkan dan menyinggung perasaan.

c. Faktor lain Teman-teman selalu ribut Kelas dalam keadaan kotor Kurangnya kekompakan Keadaan kelas yang panas/gerah Pakaian yang kurang bagus Dalam keadaan lapar Jika kita cermati, faktor penyebab munculnya permasalahan malas belajar tersebut sangat berkaitan dengan persoalan emosi. Menurut English and English emosi adalah A complex feeling state accompanied by characteristic motor and glandular activities, yaitu suatu keadaan perasaan yang kompleks yang disertai karakteristik kegiatan kelenjar dan motoris.Emosi merupakan setiap keadaan pada diri seseorang yang disertai warna afektif baik pada tingkat lemah maupun pada tingkat yang luas.Warna afektif disini dapat diartikan sebagai perasaan perasaan tertentu yang dialami pada saat menghadapi ( menghayati ) suatu situasi tertentu, contohnya gembira, bahagia, putus asa, terkejut, benci, tidak senang dan sebagainya (Yusuf Syamsu, 2006 dalam Sabila). Faktor-faktor emosi ini juga menyangkut masalah emosi sensoris dan emosi psikis. 2. Upaya Mengatasi Peserta Didik yang Malas Belajar Peserta didik malas belajar tergolong perilaku manusiawi. Semua pribadi manusia mengalaminya. Namun, rasa malas belajar yang berlebih-lebihan dan menetap secara rutinitas, akan mempengaruhi kecerdasan peserta didik. Bukan hanya itu, rasa malas pun akan membunuh kreativitas. Permasalahan ini juga akan memberi dampak negatif terhadap interaksi belajar-mengajar di kelas. Karena itu,

perlu dilakukan upaya untuk mengatasi peserta didik yang malas belajar. Upayaupaya yang dapat diterapkan sebagai berikut. a. Menciptakan kesiapan belajar. Dalam kondisi apapun, kesiapan belajar sangat penting. Peserta didik yang berada dalam kondisi siap akan merasa tertarik dengan pembelajaran. Kesiapan belajar ini bisa diartikan secara fisik maupun psikis. Secara fisik, misalnya, memeriksa peralatan peralatan belajar sebelum belajar dimulai. Peserta didik diminta benar-benar mempersiapkan segala peralatan belajarnya sebelum memulai pembelajaran. Ketika ini dilakukan, masih saja ditemukan peserta didik yang kurang siap. Beberapa di antaranya ada yang terlupa pena atau buku. Ketika itu, peranan guru sangat penting. Misalnya, meminta peserta didik lain meminjamkan pena kepada peserta didik tersebut. Secara psikis, pendidik dapat menciptakan kesiapan belajar dengan memberikan pencerahan atau penyadaran. b. Memberikan motivasi Dalam kehidupan, keberadaan motivasi sangat penting. Hidup manusia senantiasa kekurangan motivasi. Pada proses belajar, motivasi peserta didik biasanya amat kurang. Pemberian motivasi kepada peserta didik dapat dilakukan secara verbal dan non-verbal. Misalnya, menghargai apa yang dilakukan peserta didik ketika pembelajaran berlangsung walaupun hanya memuji tulisannya. Selain itu, pendidik seharunya lebih banyak membaca buku-buku motivasi sehingga bisa memotivasi peserta didik. c. Mengurangi marah yang berlebihan Ketika menghadapi peserta didik yang bermasalah, kemarahan senantiasa memuncak. Menghadapi peserta didik yang bermasalah dengan cara marah, apalagi berlebihan (kurang manusiawi), hanya akan memperparah keadaan. Marah yang berlebihan akan menciptakan kondisi kelas yang tidak kondusif. Bahkan, akan merugikan pembelajaran. Tidak para pendidik kurang mampu mengontrol kemarahannya sehingga melampaui garis kewajaran. d. Menciptakan keharmonisan Keharmonisan pendidik dengan peserta didik merupakan syarat penting dalam pembelajaran. Keharmonisan bisa tercipta jika pendidik berhasil menempatkan 5

dirinya pada kondisi kejiwaan peserta didik. Simpati dan empati merupakan dua unsur kejiwaan yang sangat penting untuk memunculkan keharmonisan. Toleransi seperti mendengarkan musik ketika mengerjakan latihan merupakan salah satu upaya ke arah keharmonisan itu. Bahkan, belajar sambil mendengarkan musik bisa menghilangkan rasa lelah dan jenuh. e. Memberikan bimbingan seperlunya Pendidik adalah pembimbing. Ada tiga materi penting ketika membimbing peserta didik, yaitu (1) membimbing dalam hal penguasaan aspek keilmuan, (2) membimbing dalam hal penguasaan aspek psikomotor, dan (3) membimbing dalam hal penerapan aspek sikap (afektif). Pendidik sebagai pembimbing tidak akan pernah diam di kursinya. Pendidik tipe ini akan bergerak ke arah peserta didik, baik secara individu maupun berkelompok. Bimbingan-bimbingan lebih khusus diberikannya ketika peserta didik mengalami kesulitan mengerjakan latihan atau tugasnya. Jika tidak mendapat bimbingan yang memadai dari pendidik, maka kesulitan akan memunculkan rasa malas untuk belajar. f. Menyelipkan jenaka sebagai transisi pembelajaran Belajar mengajar merupakan seni. Kemampuan dan kreativitas pendidik sangat dituntut ketika melaksanakan pembelajaran. Saat ini, tugas pendidik bukanlah mengajar, tetapi membelajarkan peserta didik. Membelajarkan berarti mengajak peserta didik untuk berpikir dan bertindak. Dalam prosesnya, ini bukanlah suatu yang mudah. Banyak sekali tantangan yang dihadapi pendidik. Mudah bosan dan kurang bersemangat seringkali dialami peserta didik ketika pembelajaran. Pendidik semestinya menyisipkan unsur jenaka untuk mengurangi ketegangan pembelajaran di kelas. Unsur jenaka ini dapat dilakukan pendidik dengan cara bercerita humor. Banyak cerita humor bernilai pendidikan yang dapat kita jadikan transisi pembelajaran. g. Menyelipkan daya ajuk imajinasi Daya ajuk imajinasi dalam pembelajaran berarti menyisipkan kalimat-kalimat bermakna dan berdaya imajinatif. Kalimat-kalimat ini bisa diambil dari berbagai pendapat ahli, terutama yang memotivasi dan menebarkan wawasan kesadaran untuk bertindak lebih baik. Daya ajuk ini dapat dijadikan transisi pembelajaran. 6

h. Membangkitkan efek rasa malu Efek rasa malu dinilai sangat perlu dalam dunia pendidikan. Namun, efek ini hanya digunakan untuk hal-hal yang edukatif. Misalnya, menyebutkan nama siswa yang tidak/belum mengumpulkan tugas. Upaya ini cukup efektif apalagi dilakukan secara rutin setiap pembelajaran di kelas. Jika ini dilakukan secara rutin, pada pertemuan berikutnya, para peserta didik akan lebih bersemangat untuk belajar dan mengerjakan berbagai latihan/tugas. Upaya ini sangat efektif jika diterapkan secara rutin. i. Tindakan persuasif dan penyadaran Ajakan dan kesadaran selalu mengalami kesulitan. Kesulitan tersebut muncul dari diri orang yang akan diajak dan disadarkan, yaitu peserta didik. Hal ini disebabkan pada umumnya, peserta didik SMA merupakan masa pancaroba. Hanya sebagian kecil di antara mereka yang mampu mengendalikan kebiasaankebiasaan dan perilaku negatif. Tindakan persuasif dan penyadaran yang selama ini dilakukan lebih banyak bersifat negatif. Karena itu, peserta didik sering menganggap sebagai sikap cerewet seorang pendidik. Pendidik harus membalikkan keadaan ini. Caranya, berikan tindakan persuasif dan penyadaran dengan memasukkan nasihat-nasihat berenergi positif. Misalnya, nilai kamu cukup bagus, kamu pasti bisa memperoleh yang lebih baik, hari ini kamu cukup tekun belajar, dan sebagainya. Dalam penerapan upaya-upaya mengatasi siswa yang malas belajar di atas ketika pembelajaran Bahasa Indonesia, terjadi perubahan yang sangat berarti. Perubahan tersebut dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 1 Hasil setelah Dilakukan Upaya Mengatasi Siswa yang Malas Belajar Jumlah Siswa 30 30 30 30 30 Siswa Malas 16 8 5 5 7 Setelah Tindakan % 53 26,6 16,6 16,6 0,23 Siswa Malas 5 1 0 0 0 % 16,6 0,03 0,00 0,00 0,00 7

No. 1. 2. 3. 4. 5.

Kelas IS.1 IS.2 IA.1 IA.2 IA.3

6. IA.4 30 7 0,23 2 0,06 Data di atas membuktikan bahwa upaya-upaya yang dilakukan untuk mengatasi siswa malas belajar memberikan pengaruh yang positif. Terjadi perubahan yang sangat memuaskan. Dengan total jumlah peserta kelas XI sebanyak 180 orang dan peserta didik yang malas belajar sebanyak 48 orang (0,26%). Setelah diterapkan beberapa upaya tersebut, peserta didik yang malas belajar menurun drastis menjadi 8 orang (0,04%). C. Simpulan dan Saran Di kelas, peserta didik berbaur secara heterogen. Secara psikologis, perbedaan individual (individual difference) ini mengakibatkan terjadinya berbagai benturan. Perilaku malas belajar merupakan salah satu akibat dari perbedaan individual itu. Perilaku malas belajar, walaupun merupakan hal wajar, tetap tidak dibenarkan. Dalam pembelajaran ideal, perilaku ini tetap merupakan suatu penyimpangan. Agar perilaku negatif tersebut tidak terlalu jauh, beberapa upaya yang telah diterapkan di atas dinilai cukup mangkus dan sangkil (efektif dan efisien) dalam upaya mengatasi peserta didik yang malas belajar. Namun, dengan perbedaan pendidik, mata pelajaran, dan karakteristik peserta didik serta geografis, upaya-upaya ini belum tentu berlaku secara universal. Karena itu, sebaiknya para pendidik senantiasa berkreasi dan berinovasi mengatasi siswa yang malas belajar dengan berbagai kemungkinan dan harapan.

Daftar Pustaka Sabila, Diniyati. 2010. Makalah Psikologi Pendidikan. Universitas Al-Azhar Indonesia . Saam, Zulfan. 2011. Psikologi Pendidikan. Pekanbaru: UR Press. Soemanto, Wasty. 1990. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta. http://ajisaka.sosblog.com/Ajis-b1/SISWA-MALAS-BELAJAR-b1-p15.htm

You might also like