You are on page 1of 21

UNIVERSITAS INDONESIA

MEASUREMENT THEORY

MAKALAH

REBECCA C SIHITE (0806351874) ROSMAWATI SIGALLINGGING (0806318536) SISWARDIKA SUSANTO (0906525806) YURI M SITEPU (0806352201)

FAKULTAS EKONOMI PROGRAM S1 AKUNTANSI DEPOK FEBRUARI 2011

STATEMENT OF AUTHORSHIP

Saya/kami yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa makalah/tugas terlampir adalah murni hasil pekerjaan kami sendiri. Tidak ada pekerjaan orang lain yang saya/kami gunakan tanpa menyebutkan sumbernya. Materi ini tidak/belum pernah disajikan/digunakan sebagai bahan untuk makalah/tugas pada mata ajaran lain kecuali kami menyatakan dengan jelas bahwa kami menyatakan menggunakannya. Kami memahami bahwa tugas yang saya/kami kumpulkan ini dapat diperbanyak dan atau dikomunikasikan untuk tujuan mendeteksi adanya plagiarisme.

REBECCA C SIHITE 0806351874

ROSMAWATI SIGALLINGGING 0806318536

SISWARDIKA SUSANTO 0906525806

YURI M SITEPU 0806352201

BAB I ISI

1. IMPORTANCE OF MEASUREMENT Pengukuran adalah bagian penting dalam penelitian ilmiah. Hal ini dikarenakan pengukuran yang menghasilkan data kuantitatif memberikan informasi lebih besar dibandingkan data kualitatif sehingga dapat menghasilkan penelitian ilmiah yang lebih baik. Menurut Campbell, pengukuran merupakan pemberian angka yang

mencerminkan karakteristik dari sistem material selain angka, berdasarkan hukum yang memerintah karakteristiknya. Contoh sistem adalah rumah, meja dan asset. Fungsi dari karakteristik adalah untuk menjelaskan ciri khusus dari sebuah sistem. Misalnya bagaimana berat, panjang dan warna dari suatu meja. Selain pendapat Campbell diatas, Stevens berpendapat pengukuran adalah pemberian angka terhadap objek atau peristiwa menurut peraturan. Jika membandingkan pengertian menurut Campbell diatas dapat dilihat bahwa sistem menurut Camphell merupakan objek atau peristiwa menurut Stevens. Stevens juga menambahkan bahwa diperlukannya batasan-batasan mengenai peraturan tentang pengukuran ini. Jika tidak maka apapun pemberian angka dapat disebut pengukuran. Biasanya peraturan yang dipakai adalah peraturan semantic. Peraturan ini menghubungkan simbol agar dapat menerangkan objek atau peristiwa. Ketika objek tersebut dapat dijelaskan dengan persamaan matematika maka pengukuran telah dilakukan. Contohnya X didalam persamaan matematika dimana X disini merupakan objek yang mau dicari.

Didalam akuntansi sendiri, pengukuran berkaitan dengan laba dimana laba dihitung dengan mencari nilai modal terlebih dahulu, lalu menghitung laba dari perubahan nilai modal selama periode tersebut.

2. SCALES
Skala diciptakkan ketika peraturan semantic digunakan untuk menghubungkan persamaan matematika kepada objek atau peristiwa. Skala menunjukkan informasi tentang gambaran angka dan memberikan arti angka tersebut. Contohnya, suatu angka 17 menggambarkan Account Receivable Turnover yang artinya adalah piutang dapat ditagih dalam 17 hari. Menurut Stevens, skala dapat dibagi menjadi empat, yaitu : 1. Skala Nominal Didalam skala nominal, angka digunakan hanya sebagai label atau etiket atau nama. Contohnya adalah penomoran pada pemain football yang menunjukkan identitas atau nama pemain. Didalam akuntansi, contohnya adalah pengkasifikasian asset dan hutang ke berbagai kelas. Misalnya kode angka 122 adalah bangunan. Jadi angka tersebut hanya menunjukkan label atau nama bangunan. 2. Skala Ordinal Skala ordinal dibuat untuk kegiatan atau operasi yang membutuhkan pemeringkatan objek. Misalnya dalam berinvestasi, investor yaitu perusahaan memiliki 3 pilihan investasi. Investasi dengan net present value paling tinggi diberikan peringkat 1 atau ranking 1 dan yang paling rendah diberikan ranking 3. Kelemahan skala ini adalah interval antar angka (misalnya dari 1 ke 2, 2 ke 3, dan 1 ke 3) tidak memberitahukan kepada kita mengenai perbedaan karakteristik objek pada ranking 1, ranking 2 dan rangking 3. Artinya ketika perbedaan NPV ranking 1 dan rangking 2 kecil sedangkan perbedaan NPV rangking 2 dan 3 besar maka rangking tersebut tidak menjelaskan perbedaan interval tersebut.

Tongerson berpendapat bahwa skala ordinal mempunyai natural origin yaitu natural zero point. Sebagai contoh, tambahan informasi dari pilihan investasi diatas adalah IRR perusahaan 10%, investasi pilihan 1 memiliki RRR 8%, pilihan 2 RRR 10%, dan pilihan 3 RRR 12%. Dari tambahan informasi ini diketahui bahwa investasi pilihan 2 memiliki NPV 0 karena RRR pilihan 2 sama dengan IRR perusahaan. Oleh karena itu, natural zero point pada kasus ini adalah pilihan 2 yang berfungsi sebagai standing point perusahaan dalam melihat atau menilai arah pilihan 1 dan pilihan 3. 3. Skala Interval Skala interval memberikan informasi yang lebih dibandingkan skala ordinal. Selain itu, skala interval ini memberikan peringkat atau rangking atas objek, memiliki jarak interval yang sama dan diketahui, dan memiliki zero point. Contohnya skala Celsius. Didalam skala Celsius ini dibagi antara beku 0 derajat dan mendidih 100 derajat. Selain itu, ketika dua ruangan yang memiliki suhu berbeda yaitu 22 derajat dan 30 derajat maka kita dapat menyatakan bahwa ruangan dengan suhu 30 derajat lebih panas dan memiliki 8 derajat lebih tinggi dibanding ruanganan yang satunya. Kelemahan skala ini adalah pada zero point. Sebagai contoh, A 3 cm diatas rata-rata yang disimbolkan dengan +3, dan B 5 cm dibawah rata-rata yang disimbolkan dengan -5. Berdasarkan hal ini, kita tidak dapat menyatakan seberapa tinggi sebenarnya A dan B. Didalam akuntansi sendiri, skala interval digunakan pada standard cost accounting. 4. Skala Rasio Skala rasio memberikan informasi paling banyak. Ciri dari skala informasi mencakup semua ciri skala sebelumnya yaitu meranking objek, memiliki interval antara objek yang sama dan diketahui, dan memiliki zero point dimana zero point disini tidak memiliki angka negatif. Sebagai contoh, A memiliki panjang 10 meter dan B 20 meter. Kita dapat menyatakan bahwa A setengah B atau B dua kali A. Didalam akuntansi, skala rasio digunakan untuk menggambarkan biaya.

Misalnya, biaya aset A $10000 dan B $20000, maka dapat dinyatakan bahwa biaya asset B dua kali A dan tidak mungkin ada biaya yang negatif.

3. PENGGUNAAN SKALA YANG DIPERBOLEHKAN

Salah satu alasan untuk membahas skala adalah karena beberapa aplikasi matematika dapat dioperasikan jika hanya menggunakan jenis skala tertentu saja. Ratio skala memungkinkan digunakan untuk semua operasi aritmetikal penambahan, pengurangan, perkalian dan pembagian, dan juga aljabar, geometri analitik, kalkulus dan metode statistik. 3.1 Invariant Sebuah skala ratio jika dikalikan dengan sebuah konstanta, maka akan menghasilkan skala ratio juga. Ini yang disebut sebagai invariant atau skala tetap Misalnya: X = cX

Setiap skala ratio X yang dikalikan dengan konstanta c, skala X yang dihasilkan juga akan menjadi skala rasio. Hal ini disebabkan oleh:
a.

Peringkatnya tidak berubah/ tetap karena konstannya yang

bersifat tetap
b. c.

Rasionya tidak berubah Titik nol tidak berubah titik memiliki nilai nolnya, sehingga

menyebabkan yang bisa dilakukan adalah pengukuran invarian Sementara kalau celsius dan fahrenheit mempunya titik nol yang berbeda, keduanya tidak bisa dioperasikan seperti menambahkan celsius dan

fahrenheit. Salah satunya harus di conversikan terlebih dahulu. Celsius dikoversikan ke fahrenheit atau sebaliknya. Hal ini disebut sebagai varian Jadi kalau tidak memenuhi 3 hal ini diatas disebut sebagai varian Contoh invarian : Jika kita mengukur panjang sebuah ruangan 400 centimeter

dan kemudian merubah menjadi 4 meter dengan mengalikan dengan konstanta 1 / 100. Kita dapat meyakinkan bahwa panjang ruangan tidak berubah, meskipun yang mewakili jumlah panjang telah berubah yaitu dari cm menjadi m 4 = 1/100 x 400 Jenis barang di Eropa yang punya nilai buku, kemudian

dikonversikan ke dollar. Setelah dikoversikan dengan skala nominal nilainya 100.000 tapi kalau diconversikan dengan skala real yang berdasarkan faktor purchaing power maka nilainya 120.000 120.000 = 120/100 X 100.000 Artinya 100.000 ribu dan 120.000 bukan nilai yang berbeda tapi ini disebut invarian. Skala tetap memungkinkan kita untuk mengetahui sejauh mana suatu teori atau aturan pada dasarnya tetap sama, meskipun skala dinyatakan dalam unit yang berbeda, seperti dari centimeter ke meter. Mis: bangunan A luasnya = 40 m dan luas B = 20 m. Tanpa invarian sulit mengatakan kalau Luas bangunan A = 2 x luas bangunan B 3.2 Varian Pengukuran yang menggunakan dua skala yang berbeda disebut sebagai varian.

Contohnya: Dalam akuntansi, satu barang yang sama yang memiliki nilai historical $ 90.000, tapi nilai currentnya $ 110.000. Kita tidak bisa menyebutkan bahwa barang sekarang sama dengan 11/9 kali barang historikal. Karena itu ukuran yang berbeda yaitu yang satu historical dan yang lain current. Perbedaan inilah yang disebut sebagai varian. Yang digunakan dalam kedua kasus samasama dollar, tetapi skalanya berbeda sehingga disebut sebagai varian Contoh: H 11/9 P

Interval hanya dapat digunakan sehubungan dengan penambahan dan pengurangan saja. X= CX + b Contoh: X = x +10 Jika skala x adalah titik 3 dan 6. Sehingga transformasi skala x sekarang menjadi 13 dan 16. Rasio 13 dan 16 tidak sama dengan rasio 3 dan 6 karena penambahan adanya konstanta = 10. Buktinya adalah 6 = 2 x 3 tetapi 16 2 x 13. Hal ini disebabkan oleh adanya interval 10.

4. JENIS PENGUKURAN Pada dasarnya dalam melakukan setiap pengukuran harus ada teori yang mendasarinya.

Campbell menyebutkan ada dua jenis pengukuran yaitu : fundamental dan turunan. Definisi Campbell tentang pengukuran adalah jika angka-angka tersebut ditetapkan sesuai dengan hukum/teori dasar yang mengatur. Menurut Campbell, pengukuran dapat berlangsung hanya jika ada teori dasar yang mendukung pengukuran. 4.1 Fundamental Measurement

Pengukuran dasar adalah sebuah dasar pengukuran terhadap sesuatu sesuai dengan teori dasar dan yang tidak tergantung pada pengukuran atas variabel lain. Seperti: panjang, hambatan listrik, jumlah dan volume. Sebuah skala rasio dapat dirumuskan untuk masing-masing benda berdasarkan teori yang berkaitan dengan pengukurannya masing-masing. Interpretasi dari angka tergantung pada teori dasar yang menegaskannya yaitu sifat-sifat mendasar seperti penambahan. Karena itu, sangat sederhana untuk menemukan perhitungan fisik pada operasi aritmatika. Contoh: menambah panjan satu batang A memiliki panjang sama dengan 15 dan panjang B sama dengan 5. Sehingga secara fisik dapat menentukan total panjang A dan B, dengan menempatkan dua batang langsung. 4.3 20 = 15 + 5

Derived Measurements

Menurut Campbell, pengukuran turunan/pengukuran hasil adalah salah satu pengukuran yang tergantung pada pengukuran dua atau lebih kuantitas/jumlah. Pengukuran derivasi adalah pengukuran yang dilakukan pada 2 atau lebih varible. Contohnya: Dalam fisika, kecepatan dipengaruhi oleh 2 variable yaitu jarak dan waktu dan mengukur kecepatan kita bisa mencari turunan dari jarak/waktu. Sesuatu yang akan diukur berdasarkan turunan, harus ada hubungan antara kedua variable sehingga besarnya hasil pengukuran akan ditentukan oleh

hubungan 2 variable tersebut. Dalam praktek akuntasi contohnya adalah Profit. Untuk mengukur profit tergantung pada 2 variable yatiu revenue dan ekspenses Profit = revenue - expenses

Untuk mengukuran profit kita akan melakukan pengukuran derivasi/ turunan dari revenue expenses 4.3 Fiat Measurements

Dalam ilmu akuntasi kita tidak pernah mempergunakan teori dasar. Contohnya adalah bahwa sebelumnya tidak ada teori yang mengatakan bahwa untuk revenue - expenses. Itu hanya pemikiran orang/ asumsi mengukur profit =

orang kalau profit itu dapat kita ukur/hitung dengan menambahkan seluruh pemasukan kita dikurangi dengan seluruh pengeluaran. Sehingga karena tidak ada teori yang mendasari makanya kebanyakan orang menjadi tidak percaya. Oleh karena itu akuntan berusaha membuat teori pengukuran sebagai dasar pengukuran supaya orang lain percaya dengan hasil pengukuran akuntansi. Dalam rangka untuk membenarkan sebagian besar pengukuran dalam ilmu akuntansi Torgerson berpendapat bahwa salah satu kategori lain seharusnya ditambahkan ke daftar jenis pengukuran Campbell adalah fiat measurement. (Fiat artinya surat keputusan) yaitu sebuah teori pengukuran yang dibuat semacam surat keputusan. Pengukuran ini didasarkan pada pemikiran bukan berdasarkan teori dasar (misalnya pengukuran laba akuntansi). Namun, Torgerson tetap mengakui bahwa masalah utama dengan pengukuran fiat, karena tidak ada teori yang mendasari. Dalam akuntansi misalnya, berbagai standar akuntansi menentukan skala akuntansi dengan surat keputusan, bukan dengan referensi ke teori yang mendukung.

Dalam akuntasi masih banyak teori yang masih berdasarkan asumsi atau tidak mempunya diragukan dasar teori menyebabkan makin banyak akuntan yang mengembangkan teori pengukuran tersebut sehingga sering kali validitinya

5. RELIABILITY AND ACCURANCY Tidak ada measurement yang bebas dari kesalahan (error) kecuali berhitung. Segala measurement pasti mengandung kesalahan. 5.1 Source of Error Adapun penyebab dari kesalahan (error) dalam melakukan measurement antara lain: Measurement operations stated imprecisely. Aturan untuk menetapkan angka untuk properti (aspek spesifik atau karakteristik) biasanya terdiri dari rangkaian operasi. Rangkaian operasi ini mungkin tidak dinyatakan dengan jelas dan oleh karena itu bisa saja ditafsirkan dengan salah oleh si pengukur (measurer). Sebagai contoh dalam perhitungan profit yang melibatkan beberapa operasi seperti klasifikasi biaya dan alokasi antara asset dengan beban yang mana sering ditafsirkan berbeda oleh akuntan yang berbeda. Measurer Si pengukur (measurer) bisa saja salah dalam menafsirkan aturan, dibiaskan, atau menggunakan maupun membaca instrument yang salah. Sebagai contoh jika ada sepuluh orang mengukur panjang dari sebuah ruangan, ada kemungkinan muncul sepuluh hasil yang berbeda yang nyaris sama namun masih memiliki perbedaan antara satu dengan yang lain. Instrument

Adanya kesalahan dalam pemakaian instrumen dalam mengukur suatu peristiwa/objek. Environment Faktor ini terkait keadaan eksternal dari si pengukur misalnya faktor cuaca, keributan yang dapat mengalihkan perhatian si akuntan ataupun adanya tekanan dari pihak manajemen. Attribute unclear Apa yang harus diukur mungkin saja tidak jelas terutama jika pengukuran melibatkan sebuah konsep yang tidak bisa diukur secara langsung. Sebagai contoh kita ingin mengukur kemampuan mekanik dari seseorang atau kita ingin mengukur kejantanan seorang pria. Parameter untuk mengukuran ini sulit untuk ditentukan. Masalah dari ketidakjelasan dari attribute adalah tidak biasa di akuntansi. Muncul pertanyaan berapa nilai dari non current asset? Apakah present value, acquisition cost, current cost, atau selling price. Masalahnya terletak dalam menentukan atribut yang akan diukur bukan metode pengukurannya. Risk and uncertainty Risiko muncul karena jumlah dari return adalah tidak diketahui dan uncertainty berarti kita menghadapi distribusi return yang relative tidak diketahui. Sebagai contoh investasi pada intangible investments (human capital, research and development and marketing) yang memiliki return yang tidak pasti. Jadi, ketika seorang akuntan ingin mengukur return dari sebuah investasi, maka pengukuran itu bisa saja terdapat kesalahan karena adanya risk dan uncertainty. Jika dalam proses measurement pada dasarnya terdapat kesalahan, kemudian bagaimana beberapa statement pengukuran dapat dianggap benar? Yang kita

butuhkan adalah membangun batasan penerimaan dari error tersebut. Jika beberapa pengukuran masih berada dalam batas wajar maka dapat disimpulkan true and fair dalam akuntansi. 5.2 Reliable Measurement Ada beberapa istilah yang merujuk pada kata reliability. Pertama, reliability mengarah pada konsistensi yang terbukti baik pada operasi yang menghasilkan hasil yang bagus ataupun hasil penggunaan itu sendiri. Dalam statistik, reliability menuntut pengukuran dapat diulang atau diproduksi oleh karena itu menunjukan konsistensi. Pengertian dari reliability mencakup dua aspek: 1. accuracy dan certainty of measurement 2. representative faithfulness of disclosures in relation to underlying economic transactions and events. Kedua aspek ini konsen terhadap ketepatan (precision) dari measurement. Istilah precision sering digunakan dalam dua konteks. Pertama, bisa mengarah pada angka yang tepat dan tidak mengarah pada kata kurang lebih (approximation). Kedua, precision bisa merujuk pada tingkat dari peningkatan performance dan hasil yang pasti diantara penggunaan berulang dari pengukuran performance tersebut.. 5.3 Accurate Measurement Dalam proses measurement tidak hanya diperlukan hasil yang reliable tetapi juga hasil yang akurat. Alasannya bahwa keakuratan harus ada dengan seberapa dekat pengukuran dilakukan dan menunjukan nilai yang benar (true value) dari ukuran tersebut, sasaran yang tepat untuk diungkapkan. Untuk menetukan suatu perhitungan dikatakan akurat harus memiliki standar yang menunjukan nilai yang sebenarnya (true value). Masalah akan timbul jika standar nilai yang sebenarnya ini tidak diketahui. Untuk menentukan keakuratan dalam akuntansi, kita harus mengetahui

atribut apa yang harus kita ukur untuk mencapai tujuan pengukuran yaitu usefulness of the information yang harus mencerminkan keakuratan. Dampak dari penggunaan fair value dalam pelaporan laporan keuangan terhadap profesi akuntansi (Interview antara Theresa Ahlstrom, Long Island Office mananging Partner,KPMG LLP) Q: Bagaimana fair value berdampak pada reliability dan relevancy dari laporan keuangan? A: Tujuan dari penggunaan fair value di akuntansi agar dapat menyediakan pengguna laporan keuangan yang lebih relevant mencerminkan keadaan ekonomi yang sebenarnya dari sebuah perusahaan sehingga lebih relevant terhadap keadaan pasar. Namun ada trade off terhadap reliability ketika laporan keuangan disajikan dalam historical cost Peningkatan subjektivitas dan proses estimasi yang mendukung semua semua aspek dari fair value mempertanyakan keandalan dari informasi tersebut. Namun Ms Ahlstrom yakin bahwa fair value memiliki kesempatan yang jauh lebih baik dari penyediaan informasi yang reliable di banyak kasus daripada model lama historical cost. Q: Apa keuangan? A: Kualitas laopran keuangan masih tergantung pada internal control atas laporan keuangan dan ketelitian dan kompetensi teksnis dari si pembuat. Saya menyarankan bahwa subjektivitas yang melekat dan kompleksitas teknik penilaian fair value menjadikan FV mudah untuk dimanipulasi jika itu tujuannya. Tentu saja pembaca yang cerdas atas laporan keuangan dapat mendeteksi beberapa kasus manipulasi jika ada pengungkapan yang kuat dari asumsi yang mendasari penilaian tersebut. pandangan Ms Ahlstrom pada penggunaan pengukur fair value

terhadap peningkatan atau penurunan kompleksitas dan kualitas dari laporan

Q: Selama 2006 , FASB megeluarkan SFAS 157, Fair Value Measurement. Apakah dampaknya yang pada standar akuntansi sekarang yang membutuhkan FV measurement. Apakah standar ini menambah kompleksitas? Apakah SFAS 157 meningkatkan konsistensi dari pelaporan FV? A: Benefit dari SFAS 157 adalah menjadi guidelines atau kerangka untuk menghitung FV yang diharapkan mampu meningkatkan konsistensi dan transparansi. Pengungkapan yang jelas seharusnya dapat menjadi langkah bagus agar para investor dapat mengerti input dan asumsi yang digunakan oleh company untuk menentukan fair value yang membutuhkan pengukuran yang reliable dan relevance dari informasi laporan keuangan. Q: Bagaimana penggunaan dari fair value accounting measurement berdampak pada audit prosedur dari auditor independent? A: Dampak nya adalah pada audit risk dan cost dari audit. Hal ini karena, kalkulasi Fair Value tidak terlepas pada subjektivitas dan kompleksitas sehingga berdampak pada audit risk. Oleh karena itu, KAP memberikan program training pada standard akuntansi dan audit yang baru termasuk fair value measurement. KAP KPMG biasanya dibantu oleh para specialist valuation, actuaries, sumber daya derivative keuangan, atau specialist pembayaran berbasis saham. Tujuan dari pelatihan ini agar auditor dapat menilai kualifikasi pihak ketika yang diperkerjakan klien dalam menghitung fair value dan memutuskan alasan yang masuk akal dari penggunaan asumsi dan metodelogi yang digunakan dalam pengukuran (measurement). Sehingga ada tambahan audit prosedur yang harus dikerjakan misalnya mendokumentasikan dan menguji proses manajemen atas perhitungan fair value termasuk pengembangan asumsi serta menguji kelengkapan, akurasi, dan relevansi dari penggunaan data di perhitungan valuasi. Q: Bagaimana program akuntansi dengan tepat menyiapkan para pelajar

untuk perhitungan fair value yang akan mereka hadapi di dunia bisnis?

A: Program akuntansi diharuskan fokus pada pengajaran teknik valuasi dan penggunaan alat-alat analisis laporan keuangan secara mendalam. Sebagai tambahan institusi tinggi pendidikan butuh untuk menyediakan kesempatan yang lebih kepada mahasiswa untuk berspesialisasi pada area ilmu ekonomi, finance dan statistic.

6. UKURAN DALAM AKUNTANSI Pengukuran dalam akuntansi dibagi menjadi dua kategori, yaitu: kategori modal (capital) dan profit. Berdasarkan IAS, Laba akuntansi diperoleh dari perubahan modal selama periode dari semua aktivitas termasuk peningkatan dan penurunan fair value of net asset kecuali transaksi dengan pemilik. Modal diperoleh dari net of fair value dari asset dan hutang. Artinya, kita harus mengukur nilai dari modal awal, jumlah pendapatan yang diterima, jumlah modal yang digunakan, dan perubahan fair value dari net asset. Peningkatan modal selama periode akan mengukur jumlah laba dari berbagai sumber termasuk operasi dan pengukuran kembali. Fair value yang disajikan akan menjadi modal awal pada periode berikutnya. Sebelum adanya perkenalan terhadap International Accounting Standard (IAS), revenue yang diterima disesuaikan dengan net asset yang digunakan dalam suatu periode dan apabila penerimaan lebih besar daripada net capital usage (expense) kita mengalami peningkatan dalam modal. Di mana pada kondisi tersebut kita akan mengakui net income yang akan dialokasikan sebahagian ke retain earning. Profit tidak diperoleh sampai initial openning historical cost tetap dipertahankan dan mengakui keuntungan. Modal selalu ditampilkan pada historical cost dan perubahan pada net asset tidak diperhitungkan sebagai profit (hanya memperhitungkan cost awal tahun. ) Untuk memperoleh profit tergantung kepada berapa banyak kita mengukur modal awal dan bagaimana kita mengukur beban dan alokasi modal Perkembangan pengukuran akuntansi

Pada tahun seribuan masehi, struktur ekonomi yang berlaku adalah desentralisasi dan mandiri. Tujuan akuntasi adalah untuk menghitung dan menjaga asset bendahara yang menggunakan single entry. Dengan sistem ini, modal diukur sebagai stok tanah, hewan, produksi pertaniandengan tujuan menghasilkan output sebagai rezeki. Setelah perang salib, abad 11, pembukaan perdagangan timur tengah dan asia menciptakan permintaan terhadap barang2 yang dapat diperdagangkan. Kota italia memegang peranan penting dimana mereka membawa tentara perang salib ke Holy land kemudian pulang dengan membawa berbagai komoditas. Aktivitas ini menciptakan kebutuhan atas modal ventura. Profit didasarkan pada pengembalian dari pelayaran, kemudian ending capital diukur dengan mengakumulasikan kesejahteraan ventures ditambah dengan modal awal Pada Abad 18, inggris melihat adanya perkembangan perusahaan joint stock dengan kewajiban terbatas, separated management class, dan pengalihan saham. Sejumlah perusahaan bangkrut, dan menghasilkan kerugian besar kepada para kreditor yang pada gilirannya menjadi awal perkenalan Joint Stock Companies regulation dan registration act. Undang-undang ini menekankan perlindungan terhadap kreditor dan valuasi akuntansi yang konservatif. Definisi modal akhirnya bergerak menuju "Creditor capital" dan menghasilkan penerimaan dari biaya lebih rendah dan aturan nilai pasar sebagai prinsip pengukuran. Abad 19, konsep modal ini mulai muncul di Amerika dan berkisar tentang memelihara kelangsungan stok aset. Pada tahun 1940, Paton dan Littleton menghasilkan diperoleh. Pengukuran laba dipandang sebagai fokus utama akuntansi dan neraca menjadi tempat penyimpanan dari seluruh historical cost yang belum dialokasikan. Karena itu, neraca tidak dapat dilihat sebagai ukuran dari net market value. Konsep ini membentuk sistem basic conventional historical cost sebelum pengenalan IAS 2005. definisi pertama untuk konsep modal dan profit. Mereka mendefinisikan profit sebagai pengalokasian historical cost terhadap pendapatan yang

Periode normative pada tahun 1960an melihat beberapa tantangan dengan menggunakan valuasi historical cost dan pemeliharaaan modal. Salah satu kritikan mengatakan valuasi dengan menggunakan historical cost yang sudah tidak update tidak berguna dalam pengambilan keputusan dan keuntungan yang diterima tidak mencerminkan yang seharusnya. Kemudian terjadi perdebatan yang panjang. Akibat perdebatan ini, kita ditinggalkan dengan beberapa sistem pengukuran akuntansi. Perspektif yang berbeda ini merefleksikan beberapa batasan dalam akuntansi. Akan tetapi, sistem alokasi berdasarkan historical cost lebih dominan digunakan. Tapi saat ini, IASB melihat bahwa globalisasi membutuhkan standar akuntansi yang dapat digunakan di seluruh dunia sehingga menghasilkan laporan keuangan yang dapat dibandingkan. Hal ini sedang digodok dalam IAS 139 tentang financial instruments: Recognation and measurement dan kerja sama IASB dengan FASB yang menghasilkan dua perkembangan penting yaitu: 1. pengukuran laba dan pengakuan pendapatan harus dikaitkan dengan pengakuan tepat waktu
2. pendekatan fair value harus diadopsi sebagai prinsip pengukuran kerja

Untuk beberapa perusahaan, pendekatan fair value mengubah fokus dari risiko manajemen secara signifikan. Perusahaan akan mengurangi aktivitas hedging mereka karena ketakutan atas implikasi akuntansi terhadap laba berdasarkan IAS 39. Kerja sama FASB dan IASB dalam financial statement presentation terdapat beberapa kesepakatan konsep yaitu: 1. informasi akuntansi harus di tujukan untuk para pengambil keputusan ekonomi

2. entitas harus menyajikan pernyataan tunggal dari semua pendapatan ayng diakui dan item biaya sebagai komponen dari laporan keuangan 3. pernyataan tersebut harus termasuk: a. efek perubahan net asset dan liabilitas selama periode berlangsung, selain transaksi dengan pemilik b. asset dan liabilitas harus dinilai berdasarkan harga wajar c. penentuan pendapatan harus dipisah antara keuntungan sebelum pengukuran kembali dan efek pengukuran kembali tersebut. 4. Seluruh pendapatan dan beban harus dikategorikan dan di tampilkan dengan cara yang: a. Meningkatkan pemahaman pengguna tentang kinerja yang telah dicapai b. Membantu dalam membentuk ekspektasi kinerja masa depan 5. Keuntungan tidak perlu berdasarkan gagasan realisasi (jadi profit hanya boleh diakui setelah realisasi-ga boleh menduga-duga/ konservatif)
6. Fokus kepada:

a. Transparansi b. Informasi yang berguna bagi investor dan relevansi data untuk pengambilan keputusan c. Konsep keandalan telah diganti dengan representative of faithfulness

7. MEASUREMENT ISSUES FOR AUDITORS

Beberapa isu terkait dengan perubahan fokus pengukuran terhadap auditor. Ketika profit ditentukan dengan pencocokan pendapatan dan beban pada periode tertentu, auditor dapat lebh focus untuk mengumpulkan bukti bahwa transaksi2 tersebut telah ditangani dengan tepat oleh sistem akuntansi klien. Apabila profit diperoleh dari perubahan fair value akna lebih sulit untuk auditor mengumpulkan bukti yang akurat terhadap estimasi manejemen. Misalnya, salah satu aspek yang diatur dalam IAS 36/AASB 136 adalah perubahan fair value terhadap net asset. Standar ini menyatakan bahwa penurunan fair value net asset di catat sebagai impairment loss. Manajemen perlu menilai, pada tanggal tertentu, apakah ada indikasi asset tersebut mengalami perubahan. Apabila indikasi tersebut ada, maka manajemen harus mengestimasi perolehan kembali asset tersebut. Apabila nilai asset tersebut ternyata lebih rendah dari yang tercatat, maka selisih tersebut harus di akui sebagai impairment loss dan harus diakui dengna segera pada bagian profit. Dalam International Standar Accounting Guidance For Auditing Impairment Losses And Other Fair Value Estimate (ISA 540) menyatakan bahwa auditor perlu mengumpulkan bukti untuk mempertimbangkan apakah menajemen telah mengikuti standar akuntansi dan apakah jumlah yang diakui tersebut sebagai impairment loss masuk akal. Untuk itu, auditor harus menentukan apakan manajemen telah telah memilih metode valuasi dan asumsi-asumsi yang tepat dan beralasan. Auditor harus mengumpulkan banyak bukti untuk mendukung asumsi manajemen. Misalnya dengan membandingkan fair value dari perusahaan sejenis, suku bunga, dll. Apabila auditor menemukan perbedaan yang lebih banyak, terdapat tekanan yang diberikan manajemen agar auditor menyetujui bahwa ukuran yang dipakai manajemen itu benar. Auditor juga harus menghadapi masalah yang disebabkan oleh variabilitas dalam tingkat keandalan dan ketepatan pengukuran biaya historis. Misalnya, standard costing manufacturing system didasarkan pada biaya historis berbagai input, asumsi

terhadap metode, dan isu seputar penugasan biaya overhead antara produk, proses dan departemen. Factor-faktor ini mempengaruhi biaya persediaan di tangan pada akhir periode dan COGS selama periode tersebut. Untuk itu, auditor perlu menguji kewajaran dari prosedur yang dipakai. Kegiatan ini termasuk mengumpulkan bukti terhadap kewajaran dari asumsi yang dipergunakan dan konsistensi data.

You might also like