You are on page 1of 21

NOLITEKNIK NEGERI JAKARTAmsian ataupun interpolasi.

katan sebagai sumber data pelengkap untuk melengkapi data curah hujan
yang ko
BAB II
DASAR TEORI
2.1 Pengertian Drainase
Drainase adalah suatu ilmu tentang pengeringan tanah (to drain = mengosongkan air)
1
. Tanah perlu
dikeringkan untuk beberapa keperluan, antara lain pertanian, bangunan, kesehatan, dan landscape. Di dalam
usaha mengeringkan tanah, perlu diperhatikan agar tanah / lahan yang sudah kering tidak dimasuki /
digenangi lagi oleh air dari sekitarnya, baik dari air permukaan maupun air yang ada di bawah permukaan
tanah.
Dengan demikian ada dua macam drainase :
1. Drainase permukaan (surface drainage), untuk mengalirkan air yang ada di atas tanah ke luar daerah
yang akan dikeringkan.
2. Drainase bawah permukaan tanah (subsurface drainage), untuk mengalirkan air yang masuk ke dalam
tanah.
Air yang dibuang ke luar daerah yang akan dikeringkan adalah :
air hujan
air kotor / air limbah rumah tangga
air dari lingkungan sekitar
air limbah dari pabrik / industri
air pembilas (penggelontor)
Pembuangan air atau drainase merupakan usaha preventif (pencegahan) untuk mencegah terjadinya
banjir atau genangan air, serta timbulnya penyakit. Prinsip dasar pembuangan air (drainase) adalah bahwa
air harus secepat mungkin dibuang dan secara terus-menerus (continue), serta dilakukan seekonomis
mungkin. Drainase perkotaan merupakan usaha untuk mengatasi masalah genangan air di kota-kota besar
maupun kecil.
Drainase kota mayoritas menangani limpasan permukaan yang disebut drainase permukaan (surface
drainage). Adapun limpasan permukaan, mayoritas bersumber dari limpasan air hujan, juga ada yang
bersumber dari buangan air limbah [air limbah domestic yang umumnya buangan air cucian domestik (grey
water), bahkan ada yang dari air (black water) dan dari air buangan industri]. Keadaan drainase semacam ini
disebut sistem drainase campuran. Oleh karena debit aliran air limbah yang masih dimasukkan kedalam
saluran drainase itu relatif sangat kecil jika dibanding dengan debit puncak limpasan air hujannya, maka
setiap perencanaan drainase permukaan, hanya mengacu pada karakteristik limpasan air hujan yang terjadi.
2.2 Tujuan drainase
1. Mengalirkan air permukaan maupun air bawah permukaan agar tidak menggenangi permukaan yang
diberi sistem drainase.
2. Mencegah agar air dari luar daerah tidak memasuki permukaan.
3. Pengendalian daya erosi air permukaan.
2.3 Jenis Drainase
Jenis jenis Drainase sangat beragam, diantaranya :
1) Berdasarkan Letak Saluran
(a) Drainase Permukaan Tanah
yaitu saluran drainase yang berada di atas permukaan tanah, yang berfungsi untuk mengalirkan air
limpasan permukaan. Analisa alirannya merupakan analisa openchannel flow.
(b) Drainase Bawah Permukaan
yaitu saluran drainase yang bertujuan mengalirkan air limpasan permukaan melalui media di bawah
permukaan tanah karena alasan-alasan tertentu. Alasan tersebut antara lain karena tuntutan fungsi
permukaan tanah yang tidak memperbolehkan adanya saluran di permukaan tanah, seperti lapangan
sepak bola, taman, dan lapangan terbang.
1) Menurut Sejarah Terbentuknya
(a) Drainase Alamiah
1 Ir. Haryono Sukamto, MSi. Drainase Perkotaan, DPU 1999, Hal. 1
1

NOLITEKNIK NEGERI JAKARTAmsian ataupun interpolasi.katan sebagai sumber data pelengkap untuk melengkapi data curah hujan
yang ko
Drainase Alamiah, yaitu sistem drainase yang terbentuk secara alami dan tidak ada unsur campur
tangan manusia. Pada daerah yang belum berkembang, drainase terjadi secara alamiah sebagai
bagian dari siklus hidrologi. Drainase alami ini berlangsung tidak secara statis, melainkan terus
berubah secara konstan menurut keadaan fisik lingkungan sekitar.
(b) Drainase Buatan
yaitu saluran drainase yang dibentuk berdasarkan analisis ilmu drainase, untuk mentukan debit
akibat hujan, dan dimensi saluran.
Drainase buatan dibagi menjadi 3 berdasarkan tempatnya, yaitu :
i. Drainase Jalan Raya
Salah satu aspek terpenting dalam perencanaan jalan raya adalah melindungi jalan dari
permukaan air dan air tanah. Genangan air di permukaan jalan memperlambat laju kendaraan
dan memberikan andil terjadinya kecelakaan akibat permukaan jalan yang licin. Berdasarkan
fungsinya drainase jalan dibedakan menjadi drainase permukaan dan drainase bawah
permukaan. (Suripin, 2004).
i.1) Drainase permukaan
Drainase permukaan ditujukan untuk menghilangkan air hujan dari permukaan jalan
sehingga lalu lintas dapat melaju dengan aman dan efisien, serta untuk menampung air
tanah dan air permukaan yang menuju jalan. Fungsi yang lain adalah untuk membawa
air menyeberang alinement jalan secara terkendali. Fungsi drainase ini memerlukan
bangunan drainase melintang, seperti gorong-gorong dan jembatan. Disamping itu
juga untuk minimalkan penetrasi air hujan ke dalam struktur jalan.
i.2) Drainase bawah permukaan
Drainase bawah permukaan ditujukan untuk mencegah masuknya air kedalam struktur
jalan dan mengeluarkan air dari struktur jalan, sehingga tidak menimbulkan
kerusakanpadajalan.
ii. Drainase lapangan terbang
Sistem drainase yang memadai untuk membuang air permukaaan dan air dari bawah
permukaan pada lapangan terbang merupakan komponen vital untuk keselamatan pesawat
dan umur peerkerasan. Drainase yang tidak memadai mengakibatkan terbentuknya
gelombang pada perkerasan yang membahayakan pesawat pada saat tinggal landas maupun
mendarat. Drainase yang tidak baik juga dapat mempercepat kerusakan perkerasan. Drainase
lapangan terbang berfungsi untuk membuang air permukaan dan air bawah tanah dari
lapangan terbang. Selain itu, juga berfungsi untuk intersepsi dan mengalirkan air permukaan
dan air tanah yang berasal dari lapangan terbang.(Suripin,2004)
Berdasarkan fungsinya, drainase lapangan terbang terdiri dari dua bagian, yaitu drainase
permukaan dan drainase bawah permukaan.(Suripin,2004).
ii.1) Drainase permukaan
Drainase permukaan berfungsi untuk menangani air permukaan, khususnya air yang
berasal dari air hujan.
ii.2) Drainase bawah permukaan
Drainase bawah permukaan berfungsi untuk membuang air dari base course dan air
bawah permukaan, serta menerima dan membuang air dari l lapisan tembus air.
iii. Drainase lapangan olahraga
Drainase lapangan olahraga direncanakan berdasarkan infiltrasi atau resapan air hujan pada
lapisan tanah, dan tidak boleh terjadi genangan air. Batas antara keliling lapangan sepakbola
dengan jalur atletik harus memiliki collector drain.
Menurut Konstruksi
a) Saluran Terbuka
yaitu sistem saluran yang biasanya direncanakan hanya untuk menampung dan mengalirkan air
hujan, namun pada umumnya sistem saluran ini berfungsi sebagai saluran campuran. Pada pinggiran
2

NOLITEKNIK NEGERI JAKARTAmsian ataupun interpolasi.katan sebagai sumber data pelengkap untuk melengkapi data curah hujan
yang ko
kota, saluran terbuka ini biasanya tidak diberi lining (lapisan pelindung). Akan tetapi, saluran terbuka
di dalam kota harus diberi lining dengan beton, mansory (pasangan batu).
b) Saluran Tertutup
yaitu saluran untuk air kotor yang mengganggu kesehatan lingkungan. Sistem drainase ini baik untuk
diterapkan di daerah perkotaan, terutama dengan tingkat penduduk yang tinggi.
1) Menurut Fungsi
a) Single Purpose
yaitu saluran yang berfungsi untuk mengalirkan satu jenis air buangan
saja.
b) Multi Purpose
yaitu saluran yang berfungsi untuk mengalirkan beberapa jenis buangan, baik secara bercampur
maupun bergantian.
2.4 Klasifikasi Sistem Drainase Perkotaan
Sistem drainase perkotaan diklasifikasikan menjadi empat, yaitu
1. Drainase Primer
Drainase primer adalah saluran drainase yang menghubungkan antara drainase sekunder dengan
sungai
2. Drainase Sekunder
Drainase sekunder adalah saluran drainase yang menghubungkan saluran tersier dengan saluran primer
(dibangun dari beton/plesteran semen)
3. Drainase Tersier
Drainase tersier adalah saluran drainase yang menghubungkan saluran kuarter dengan saluran sekunder
4. Drainase Kuarter
Drainase kuarter adalah saluran drainase untuk mengalirkan limbah rumah tangga menuju saluran
sekunder, berupa plesteran, pipa dan tanah
2.5 Green Infrastruktur
Merupakan konsep/strategi perencanaan yang tetap mempertahankan proses alamiah ekologi kawasan,
konservasi udara, dan sumber air tanpa menimbulkan degradasi sumber sumber alam dalam jangka panjang
dan memberikan kontribusi pada kesehatan dan tingkat kesejahteraan masyarakat/pemukim. Konsep Green
Infrastruktur dapat diaplikasikan melalui beberapa infrastruktur drainase yang berbeda dengan infrastruktur
konvensional, antara lain :
1.Saluran drainase standar & swales
2.Kolam retensi
3.Sistem bioretensi
4.Parit infiltrasi
1) Saluran Standar dan Swales
(a) Saluran Standar tanpa perkerasan
3

NOLITEKNIK NEGERI JAKARTAmsian ataupun interpolasi.katan sebagai sumber data pelengkap untuk melengkapi data curah hujan
yang ko
Gbr 2.1 Saluran Tanpa Perkerasan
(b) Saluran Standar dengan perkerasan
Gbr 2.2 Saluran Standar dengan Perkerasan
Gbr 2.3 Saluran Standar dengan Perkerasan berbentuk persegi
Gbr 2.4 Saluran Standar dengan Perkerasan berbentuk segitiga
Gbr 2.5 Saluran Standar dengan Perkerasan berbentuk setengah lingkaran
(c) Dry Swale
Struktur berupa saluran yang diberi vegetasi serta lapisan filter di dasar saluran untuk mencegah
lapisan tanah terbawa oleh aliran air. Karena kondisinya yang hampir selalu kering, struktur ini baik
untuk digunakan di daerah permukiman.
4

NOLITEKNIK NEGERI JAKARTAmsian ataupun interpolasi.katan sebagai sumber data pelengkap untuk melengkapi data curah hujan
yang ko
Gbr 2.6 Dry Swale
(d) Wet Swale
Struktur berupa saluran dengan vegetasi pada daerah rawa atau daerah yang memiliki elevasi muka
air tanah yang tinggi. Jika mika air tinggi, struktur ini tergenang oleh air, sedangkan jika muka air
rendah struktur ini kering.
Gbr 2.7 Wet Swale
1) Kolam Retensi
Kolam Retensi (retention basin) dikenal juga dengan istilah wet pond atau wet pool, adalah kolam yang
digunakan untuk mereduksi kadar polutan yang terbawa oleh air hujan.
5

NOLITEKNIK NEGERI JAKARTAmsian ataupun interpolasi.katan sebagai sumber data pelengkap untuk melengkapi data curah hujan
yang ko
Gbr 2.8 Kolam Retensi
2) Sistem Bioretensi
Merupakan struktur berupa cekungan pada suatu area seperti tempat parkir, perumahan, dan lain-lain
yang menerima limpasan air hujan dari sekelilingnya. Air limpasan hujan mengalir menuju area
bioretensi mengalami penggenangan di permukaan tanah dan kemudian berangsur-angsur menyerap ke
dalam tanah.
6

NOLITEKNIK NEGERI JAKARTAmsian ataupun interpolasi.katan sebagai sumber data pelengkap untuk melengkapi data curah hujan
yang ko
Gbr 2.9 Sistem Bio Retensi
3) Parit Infiltrasi
Merupakan struktur berupa parit yang diisi oleh agregat batu sehingga memungkinkan penyerapan
limpasan air hujan melalui dinding dan dasar parit. Air limpasan hujan yang tertampung dalam parit ini
diharapkan berangsur-angsur akan menyerap ke dalam tanah.
Gbr 2.10 Sistem Parit Infiltrasi
2.6 Faktor Penting Perancangan Sistem
Sistem Pengumpul Air Hujan
Kuantitas air yang akan dialirkan tergantung luas daerah dan curah hujan
Air hujan tergantung intensitas hujan, jenis daerah yang akan dilayani
Pembagian daerah pelayanan berdasarkan jenis penggunaannya
Prinsip alam dalam infiltrasi air hujan masih diharapkan terjadi sehingga ukuran saluran tidak terlalu
besar
Jenis bahan penutup permukaan tanah menentukan banyaknya air yang mengalir dan masuk ke dalam
tanah
Kualitas air hujan yang dikumpulkan dari atap rumah dan jalan sudah mengandung bahan pencemar
2.7 Siklus Hidrologi
Keberadaan air di alam hampir tidak pernah tetap tinggal berada di suatu tempat, tetapi akan
berpindah dari suatu tempat ke tempat lain menjalani suatu gerakan / siklus dan pada suatu keadaan tertentu
mengalami perubahan bentuk. Keadaan ini sering disebut dengan istilah siklus hidrologi. Siklus hidrologi
terjadi akibat sifat air yang dapat mengalami perubahan secara fisika menjadi uap, embun, salju, dan es oleh
pengaruh perubahan suhu dan bergerak dari satu tempat ke tempat lain karena perbedaan tekanan udara, atau
dengan kata lain selalu mengikuti pergerakan udara. Pergerakan air dalam menjalani siklusnya menunjukkan
adanya suatu mekanisme yang tidak tetap dari waktu ke waktu dimana air berada. Bahkan mungkin untuk
suatu daerah yang berdekatanpun mempunyai siklus hidrologi yang berbeda.
Secara sederhana siklus hidrologi dapat diterangkan dalam gambar berikut:
7

NOLITEKNIK NEGERI JAKARTAmsian ataupun interpolasi.katan sebagai sumber data pelengkap untuk melengkapi data curah hujan
yang ko
Gambar 2.11 Skema sederhana Siklus Hidrologi
Air di laut / lautan (1), oleh karena adanya pengaruh radiasi matahari maka sebagian volume air itu akan
menguap. Uap air tersebut dapat terbawa angin yang semakin tinggi elevasinya akan dipengaruhi suhu
udara yang semakin menurun sehingga terkondensasi menjadi butir-butir air dan terbentuk awan hujan.
Butir-butir itu akan semakin besar, akhirnya jatuh karena gravitasi bumi dan jadilah hujan (2).
Sebagian air hujan yang jatuh di permukaan bumi akan menjadi aliran permukaan (surface runoff) (3).
Aliran permukaan sebagian akan meresap ke dalam tanah menjadi aliran bawah permukaan melalui
proses infiltrasi (4), dan perkolasi (5), selebihnya akan terkumpul didalam jaringan alur sungai, sebagai
aliran sungai (river flow) (6). Apabila kondisi tanah memungkinkan sebagian air infiltrasi akan mengalir
kembali kedalam sungai, atau genangan lainnya seperti waduk, danau sebagai interflow (7). Sebagian
dari air dalam tanah dapat muncul kembali kepermukaan tanah sebagai air eksfiltrasi (8) dan dapat
terkumpul lagi kedalam alur sungai atau langsung menuju ke laut / lautan. Aliran sungai tersebut
sebagian akan mengalir kembali menuju laut / lautan.
Air hujan yang jatuh di bumi sebagian akan tertahan oleh vegetasi, sebagian jatuh ke permukaan bumi
dan sebagian lagi jatuh langsung ke daerah genangan, ke laut, ke sungai, ke danau dan akan menguap
kembali ke atmosfer dan sebagian air hujan itu masuk ke dalam tanah menjadi air bawah permukaan dan
kembali ke atmosfer melalui proses penguapan (evaporasi) (9), dan evapotranspirasi (10). Sebagian air
hujan tersebut masuk ke dalam akuifer menjadi aliran tanah (11) dan mengalir kembali ke laut.
2
2.8 Hujan
Hujan (rain), adalah bentuk tetesan air yang mempunyai garis tengah lebih dari 0,50 mm atau lebih
kecil dan terhambur luas pada suatu kawasan. Sedangkan curah hujan (rain fall), adalah banyaknya air yang
jatuh ke permukaan bumi, dalam hal ini permukaan bumi dianggap datar dan kedap, tidak mengalami
penguapan dan tersebar merata serta dinyatakan sebagai ketebalan air (rain fall depth, mm, cm).
3
Di dalam merencanakan pembuangan air hujan, yang perlu diketahui adalah banyaknya air hujan
yang jatuh atau debit curah hujan, dan air hujan yang mengalir ke saluran-saluran pembuang atau debit
pengaliran air hujan.
4
Air hujan yang mengalir di permukaan tanah dan ditampung di selokan-selokan pembuang, tidak
sama dengan jumlah air hujan yang jatuh, karena adanya air yang meresap (infiltrasi) ke dalam tanah, yang
menguap (evaporasi), dan sebagainya. Jadi perlu dilakukan pengukuran hujan dan penentuan koefisien
pengaliran dari tanah permukaan.
2.8.1 Analisis Data Hujan
Membangun pos hujan mempunyai banyak tujuan, antara lain :
(1) Mendapatkan sampel data hujan dari suatu jaringan hidrologi,
(2) Menentukan karakteristik hujan suatu DPS, seperti curah hujan,
intensitas, frekuensi, atau periode ulang hujan. Untuk mendapatkan
karakteristik hujan diperlukan analisis seperti :
5
2.8.1.1 Pengecekan Kualitas Data Hujan
2 Desi Supriyan, Diktat Hidrologi, Teknik Sipil, PNJ, 2004, Hal. 3
3 Soewarno, Hidrologi Operasional, Jilid Kesatu, Bandung, 2000, Hal. 177
4 Ir. Haryono Sukamto, MSi. Drainase Perkotaan, DPU 1999, Hal. 4
5 Soewarno, Hidrologi Operasional, Jilid Kesatu, Bandung, 2000, Hal. 199
8

NOLITEKNIK NEGERI JAKARTAmsian ataupun interpolasi.katan sebagai sumber data pelengkap untuk melengkapi data curah hujan
yang ko
Data yang diperlukan harus tidak mengandung kesalahan dan harus dicek sebelum
digunakan untuk dianalisis hidrologi lebih lanjut, oleh karena itu harus dilakukan
pengecekan kualitas data dengan uji konsistensi. Data hujan yang disebut konsisten
berarti data yang terukur dan dihitung adalah benar dan teliti sesuai dengan fenomena saat
huajan itu terjadi.
Beberapa hal yang menyebabkan data hujan tidak konsisten, antara lain karena :
6
1. Penggantian jenis alat dan atau spesifikasi alat.
2. Perkembangan lingkungan sekitar pos hujan, misal dari kawasan persawahan menjadi
perkantoran dengan gedung-gedung tinggi sehingga hujan tidak dapat terukur seperti
semula.
3. Pemindahan lokasi pos hujan atau perubahan elevasi pos hujan.
4. Perubahan alam, misal perubahan iklim.
2.8.1.1 Pengisian Data Hujan yang Hilang (kosong)
Seringkali ditemukan data hujan tidak komplit (incomplete record). Data hujan yang tidak
komplit dapat disebabkan oleh faktor manusia atau oleh alat. Misal kesengajaan pengamat
tidak mencatat data ataupun bila mencatat data yang diukur salah dalam pengukurannya.
Beberapa cara untuk memperkirakan data hujan yang hilang atau tidak tercatat untuk
runtut waktu tertentu, diantaranya :
7
1. Rata-rata Arimatik
Data periode kosong dapat diperkirakan berbasis data dari pos hujan A, B, dan C yang
lokasinya berdekatan dengan pos X. Bila semua pos hujan mempunyai karakteristik
sama dan curah hujan normal tahunan dari pos A, B, dan C tidak lebih besar dari 10 %
bedanya dari pos X, data hujan dari pos X pada periode kosong dapat dihitung dengan
rumus :
) (
3
1
Hc Hb Ha Hx + +
Dalam hal ini Hx = besarnya curah hujan normal tahunan di pos X sedangkan Ha, Hb,
dan Hc = curah hujan normal tahunan di pos A, B, dan C.
2. Perbandingan Normal
Bila curah hujan normal di pos A, B, dan C tersebut berbeda lebih dari 10 % dari pos
hujan X, maka metode aritmatik tidak berlaku. Dan dapat digunakan metode
perbandingan normal yang dapat dirumuskan:
]
]
]

,
`

.
|
+
,
`

.
|
+
,
`

.
|
Hc
Nc
Nx
Hb
Nb
Nx
Ha
Na
Nx
Hx
3
1
Dalam hal ini Hx = besarnya curah hujan normal tahunan di pos X sedangkan Ha, Hb,
dan Hc = curah hujan normal tahunan di pos A, B, dan C. Na, Nb, dan Nc
menunjukkan nilai curah hujan normal tahunan di pos A, B, dan C.
3. Kantor Cuaca
Metode ini memerlukan data dari 4 (empat) pos hujan sebagai pos indeks (index
station) yaitu misalnya pos hujan A, B, C, dan D yang berlokasi disekeliling pos hujan
X yang diperlirakan data hujannya (lihat gambar 2). Bila pos indeks itu lokasinya
berada disetiap kuadran dari garis yang menghubungkan Utara Selatan dan Timur
Barat melalui titik pusat di pos hujan X. Persamaannya adalah :
6 Soewarno, Hidrologi Operasional, Jilid Kesatu, Bandung, 2000, Hal. 199
7 Soewarno, Hidrologi Operasional, Jilid Kesatu, Bandung, 2000, Hal. 202
9

NOLITEKNIK NEGERI JAKARTAmsian ataupun interpolasi.katan sebagai sumber data pelengkap untuk melengkapi data curah hujan
yang ko

,
`

.
|

,
`

.
|

2
2
1
Li
Li
Hi
Hx
Dalam hal ini Hx = besarnya curah hujan di pos X yang akan diperkirakan dan Hi =
besarnya curah hujan di pos A, B, C,dan D.Nilai Li menunjukan jarak pos hujan A, B,
C, dan D terhadap pos hujan x.
Gambar 2.12 Metode Kantor Cuaca
2.8.1.1 Tebal Hujan Rata-Rata DPS
Hujan yang terjadi dapat merata di seluruh kawasan yang luas atau terjadi hanya bersifat
setempat. Sejauh mana curah hujan yang diukur dari suatu pos hujan dapat mewakili
karakteristik hujan untuk daerah yang luas, hal itu bergantung dari beberapa fungsi, antara
lain adalah :
8
1. Jarak pos hujan itu sampai titik tengah kawasan yang dihitung curah hujannya.
2. Luas daerah.
3. Topografi.
4. Sifat hujan.
Data hujan yang terukur selalu dianggap mewakili kondisi kawasan dari suatu DPS. Oleh
karena itu semakin sedikit jumlah pos hujan dan semakin luas DPS maka anggapan
tersebut akan semakin besar kesalahannya.
2.8.1 Perhitungan Debit Banjir Rencana
Debit banjir rencana adalah besarnya debit yang direncanakan melewati sebuah bangunan air yang
dalam hal ini berupa saluran dengan periode ulang tertentu, atau volume air rencana pada permukaan
tanah yang masuk kedalam saluran. Debit yang masuk berbanding lurus dengan besarnya koefisien
pengaliran, intensitas curah hujan, dan luasan daerah tangkapan (catchment area).
Rumusnya adalah :
9
6 , 3
A I C
Q

atau
A I C Q 2785 , 0
Dimana :
Q : Debit maksimum (m
3
/det).
C : Koefisien pengaliran (run off coefficient ).
I : Intensitas curah hujan selama time of concentration (mm/jam).
A : Luas daerah pengaliran (m
2
, km
2
).
Faktor-faktor yang mempengaruhi dalam perhitungan debit rencana adalah:
2.8.1.1 Data Curah Hujan
Merupakan data curah hujan harian maksimum dalam setahun. Data curah hujan ini
diperoleh dari Lembaga Meteorologi dan Geofisika atau langsung ke Dinas Pekerjaan Umum
yang dekat dengan lokasi drainase. Jumlah data curah hujan yang dibutuhkan ialah minimum
curah hujan periode 10 tahun.
Untuk menghitung curah hujan daerah pada umumnya digunakan standar luas daerah sebagai
berikut :
1. Daerah dengan luas 250 ha yang mempunyai variasi topografi yang kecil, dapat diwakili
oleh sebuah alat ukur curah hujan.
8 Soewarno, Hidrologi Operasional, Jilid Kesatu, Bandung, 2000, Hal. 205
9 Shirley L. Hendarsin, Perencanaan Teknik Jalan Raya, Hal. 281
10

NOLITEKNIK NEGERI JAKARTAmsian ataupun interpolasi.katan sebagai sumber data pelengkap untuk melengkapi data curah hujan
yang ko
2. Untuk daerah antara 250-50.000 ha dengan 2 atau 3 titik pengamatan dapat digunakan
dengan cara rata-rata.
3. Untuk daerah antara 120.000 500.000 ha yang mempunyai titiktitik pengamatan yang
tersebar cukup merata dan dimana curah hujannya tidak terlalu di pengaruhi oleh kondisi
topografi, dapat digunakan cara aljabar rata-rata. Jika titiktitik pengamatan tersebut tidak
tersebar merata maka digunakan cara Thiessen.
4. Untuk daerah lebih besar dari 500.000 ha, dapat digunakan cara Isohiet atau cara potongan
antara ( inter-section method ).
Metode yang dipergunakan untuk memperkirakan kejadian berulang ini yaitu :
Metode Gumbel ( cara analitis )
Rumus yang digunakan adalah :
Sx
Sn
Yn Yt
Xa Xt

+
Dimana :
Xt = Besarnya curah hujan yang diharapkan berulang setiap t tahun.
Xa = Curah hujan rata-rata dari suatu catchment area (mm).
Yt = Reduce Variate ( Tabel 1).
Yn = Reduce Mean (Tabel 2).
Sn = Reduce Standart Deviation (Tabel 3).
Sx = Standart Deviasi.
Tabel 2.1 Return Period a Function of Reduced
Return Period Reduced Variate
2 0,3665
5 1,4999
10 2,2502
20 2,9606
25 3,1935
50 3,9019
100 4,6001
Sumber : C.D. Soenarto, Hidrologi Teknik, Edisi 2
Tabel 2.2 Reduced Mean (Yn)
Reduced Mean (Yn)
No 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9
10
0.495
2
0.49
96
0.50
35
0.50
70
0.51
00
0.51
28
0.51
57
0.51
81
0.52
02
0.52
20
20
0.523
6
0.52
52
0.52
68
0.52
83
0.52
96
0.53
09
0.53
20
0.53
32
0.53
43
0.53
53
30
0.536
2
0.53
71
0.53
80
0.53
88
0.53
96
0.54
02
0.54
10
0.54
18
0.54
24
0.54
30
40
0.543
6
0.54
42
0.54
48
0.54
53
0.54
58
0.54
63
0.54
68
0.54
73
0.54
77
0.54
81
50
0.548
5
0.54
89
0.54
93
0.54
97
0.55
01
0.55
04
0.55
08
0.55
11
0.55
15
0.55
18
60
0.552
1
0.55
24
0.55
87
0.55
30
0.55
33
0.55
35
0.55
38
0.55
40
0.55
43
0.55
45
70
0.554
8
0.55
50
0.55
52
0.55
55
0.55
57
0.55
53
0.55
61
0.54
63
0.55
65
0.55
67
80
0.556
9
0.55
70
0.55
72
0.55
74
0.55
76
0.55
78
0.55
80
0.55
81
0.55
83
0.55
85
90
0.558
6
0.55
87
0.55
89
0.55
91
0.55
92
0.55
93
0.55
95
0.55
96
0.55
98
0.55
99
Sumber : C.D. Soenarto, Hidrologi Teknik, Edisi 2
Tabel 2.3 Reduced Standart Deviation (Sn)
Reduced Standard Deviation (Sn)
11

NOLITEKNIK NEGERI JAKARTAmsian ataupun interpolasi.katan sebagai sumber data pelengkap untuk melengkapi data curah hujan
yang ko
No 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9
10
0.949
6
0.967
6
0.983
3
0.997
1
1.009
5
1.02
06
1.0
31
6
1.04
11
1.04
93
1.05
65
20
1.062
8
1.069
6
1.075
4
1.081
1
1.086
4
1.09
15
1.0
96
1
1.10
04
1.10
47
1.10
86
30
1.112
4
1.115
9
1.119
3
1.122
6
1.125
5
1.12
85
1.1
31
3
1.13
39
1.13
63
1.13
88
40
1.141
3
1.143
6
1.145
8
1.148
1.144
9
1.16
19
1.1
53
8
1.15
57
1.15
74
1.15
90
50
1.607
0
1.162
3
1.163
8
1.165
8
1.166
7
1.16
81
1.1
69
6
1.17
08
1.17
21
1.17
34
60
1.747
0
1.175
9
1.177
0
1.178
2
1.179
3
1.18
03
1.1
81
4
1.18
24
1.18
34
1.18
44
70
1.185
4
1.186
3
1.187
3
1.188
1
1.189
1
1.18
98
1.1
90
6
1.19
15
1.19
23
1.19
30
80
1.193
8
1.194
5
1.195
3
1.195
9
1.196
7
1.19
73
1.1
98
0
1.19
87
1.19
94
1.20
01
90
1.200
7
1.201
3
1.202
0
1.202
6
1.203
7
1.20
38
1.2
04
4
1.20
49
1.20
55
1.20
60
Sumber : C.D. Soenarto, Hidrologi Teknik, Edisi 2
2.8.1.1 Daerah Tangkapan (Catchment Area)
Adalah luas areal dengan curah hujan yang tebalnya dianggap sama dan dinyatakan sebagai
satuan luas (ha, km
2
).
10
Dari daerah tangkapan (catchment area) ini akan dianalisis arah aliran,
panjang aliran terjauh, panjang saluran terjauh, luas, koefisien pengaliran, dan lain-lain.
Langkah-langkah penentuan pembagian daerah tangkapan (catchment area) :
1. Setelah mengetahui letak daerah titik terjauh, peta dibagi menjadi beberapa catchment
area sesuai dengan arah konsentrasi air.
2. Berdasarkan kontur atau elevasi yang ada, analisis kemungkinan air mengalir dan
gambarkan aliran airnya.
3. Hitung luas catchment area dengan cara pendekatan menjadi bentuk kotak-kotak atau
bentuk bangunan lain untuk mempermudah perhitungan atau gunakan planimetri.
4. Hitung kemiringan saluran dari permukaan limpasan yang diprediksi.
2.8.3 Periode Ulang
Karakteristik hujan menunjukkan bahwa hujan yang besar tertentu mempunyai periode ulang
tertentu, periode ulang ditentukan dengan melihat klasifikasi jalan ataupun daerah yang direncanakan
dibuat saluran drainase, antara lain : pertumbuhan daerah, lokasi yang direncanakan dilalui saluran,
dll.
2.8.4 Intensitas Curah Hujan
Intensitas curah hujan adalah ketinggian curah hujan yang terjadi pada suatu kurun waktu dimana air
tersebut berkonsentrasi.
11
Analisa intensitas curah hujan ini diproses dari data curah hujan yang telah
terjadi pada masa lampau. Intensitas curah hujan dinotasikan dengan huruf atau dengan satuan
mm/jam, yang artinya tinggi curah hujan yang terjadi sekian mm dalam kurun waktu per jam.
Intensitas curah hujan yang dinyatakan dalam mm/jam dihubungkan dengan durasi (lamanya hujan)
yang dinyatakan dalam menit digambarkan dalam Kurva Intensitas Hujan atau biasa disebut
Intensitas Duration Frequency (IDF). Maka diperlukan data curah hujan dengan durasi 5, 10, 15, 30,
60, 120, menit sampai 24 jam.
12
Beberapa rumusan dalam perhitungan intensitas curah hujan
berdasarkan cara empiris yang sering digunakan untuk penentuan debit (banjir) pada persiapan
perencanaan teknis bangunan air, diantaranya :
13
10 Soewarno, Hidrologi Operasional, Jilid Kesatu, Bandung, 2000, Hal. 177
11 Desi Supriyan, Diktat Hidrologi, Teknik Sipil, PNJ, 2004, Hal. 48
12 Ir. S. Hindarko, Drainase Perkotaan, Edisi Kedua, 2000, Hal. 23
13 C.D. Soenarto, Hidrologi Teknik, Jakarta, 1999, Hal. 14
12

NOLITEKNIK NEGERI JAKARTAmsian ataupun interpolasi.katan sebagai sumber data pelengkap untuk melengkapi data curah hujan
yang ko
1. Formula Prof. Talbot (1881)
b t
a
I
+

Dimana :
I = Intensitas curah hujan (mm/jam).
t = Lamanya curah hujan (jam).
a dan b = Konstanta yang tergantung pada lamnya curah hujan yang terjadi di daerah aliran.
[ ][ ] [ ][ ]
[ ] [ ][ ] I I I N
I t I I t I
a

2
2 2
[ ][ ] [ ]
[ ] [ ][ ] I I I N
t I N t I I
b

2
2
2. Formula Prof. Sherman (1905)
n
t
a
I
Dengan :
[ ] ( ) [ ] [ ][ ]
( ) [ ] [ ][ ] t t t N
t I t t I
a
log log log
log log log log log
log
2
2

[ ][ ] [ ]
( ) [ ] [ ][ ] t t t N
I t N t I
n
log log log
log log log log
2

3. Formula Dr. Ishiguro (1953)


b
a
I
+

1
Dengan :
[ ][ ] [ ][ ]
[ ] [ ][ ] I I I N
I I I t I
a

2
2 2
1

[ ][ ] [ ]
[ ] [ ][ ] I I I N
N I I I
b

2
2
1 1
4. Formula Dr. Mononobe
Jika data curah hujan yang tersedia berupa curah hujan harian, maka perhitungan intensitas curah
hujan dapat menggunakan rumus Dr. Mononobe :
3
2
24
24
24

,
`

.
|

,
`

.
|

t
R
I
Dimana :
I = Intensitas curah hujan (mm/jam).
t = Lamanya curah hujan (jam).
R
24
= Curah hujan maksimum dalam 24 jam (mm).
Intensitas hujan (I) didapatkan dari grafik lengkung IDF dengan cara mengeplotkan waktu
konsentrasi (tc) memotong lengkung IDF dengan periode ulang tertentu.
13

NOLITEKNIK NEGERI JAKARTAmsian ataupun interpolasi.katan sebagai sumber data pelengkap untuk melengkapi data curah hujan
yang ko
Gambar 2.13 Contoh Grafik Lengkung IDF
2.8.5 Koefisien Pengaliran (Run Of Coefficient)
Koefisien pengaliran adalah angka reduksi dari intensitas curah hujan, yang besarnya disesuaikan
dengan kondisi permukaan, dan kemiringan / kelandaian, jenis tanah dan durasi hujan. Koefisien ini
tidak berdimensi. Koefisien pengaliran tergantung dari karakteristik daerah pengaliran. Nilai C akan
bertambah besar jika daerah kedap air. Umumnya daerah permukiman mempunyai nilai C yang
cukup besar namun tetap dibawah 1. Jika daerah pengaliran mempunyai tata guna lahan yang
bervariatif, maka nilai pengalirannya dapat dihitung berdasarkan persamaan menurut The Asphalt
Institute :
14
An A A
Cn An C A C A
Cw
+ + +
+ + +

... 2 1
. ... 2 . 2 1 . 1
Dimana :
C1,C2,Cn : Koefisien pengaliran untuk setiap sub catchment area.
A1,A2,An : Luas daerah pengaliran dengan karakterisrik permukaan tanah yang sama.
Cw : C rata-rata pada daerah pengaliran yang dihitung.
Tabel 2.4 Standar Koefisien Limpasan Berdasarkan Kondisi Permukaan Tanah
Kondisi Permukaan Tanah C
Jalur
lalu lintas
jalan asapal
- jalan kerikil
0,70 0,95
0,30 0,70
Bahu jalan
dan lereng
tanah berbutir
halus
tanah berbutir
kasar
lapisan batuan
keras
- lapisan batuan lunak
0,40 0,65
0,10 0,30
0,70 0,85
0,50 0,75
Tanah
pasiran
tertutup
rumput
kelandaian
0 2%
2 7%
> 7%
0,05 0,10
0,10 0,15
0,15 0,20
Tanah
kohesif
tertutup
rumput
kelandaian
0 2%
2 7%
> 7%
0,13 0,17
0,18 0,22
0,22 0,35
Atap
Tanah lapangan
Tanah dipenuhi rumput dan pepohonan
Daerah pegunungan datar
Daerah pegunungan curam
Sawah
Ladang / huma
0,75 0,95
0,20 0,40
0,10 0,25
0,30
0,50
0,70 0,80
0,10 0,30
Sumber : Shirley L. Hendarsin, Perencanaan Teknik Jalan Raya
2.8.5 Waktu Konsentrasi (Time Of Concentration)
14 Shirley L. Hendarsin, Perencanaan Teknik Jalan Raya, Hal. 280
14

NOLITEKNIK NEGERI JAKARTAmsian ataupun interpolasi.katan sebagai sumber data pelengkap untuk melengkapi data curah hujan
yang ko
Time Of Concentration (tc) adalah waktu yang diperlukan oleh butiran air untuk bergerak dari titik
terjauh pada daerah pengaliran sampai ke titik pembuangan.
15
Pada saat menyentuh permukaan
daerah aliran sungai yang paling jauh lokasinya dari muara, waktu konsentrasi mulai dihitung. Untuk
saluran di daerah perkotaan, tc adalah waktu yang diperlukan oleh air untuk mengalir diatas
permukaan tanah sampai ke saluran terdekat (to) ditambah waktu pengaliran di dalam saluran (td)
sampai ke titik yang ditinjau.
Besarnya waktu limpasan permukaan dipengaruhi oleh beberapa hal, yaitu:
1. Kekasaran permukaan tanah.
2. Kemiringan tanah.
3. Ukuran luas daerah aliran dan jarak dan street inlet.
4. Adanya lekukan pada tanah.
5. Banyaknya bangunan yang mempengaruhi jumlah air yang meresap.
Rumusnya adalah :
2 1
t t Tc +
167 , 0
1
) . 28 , 3 3 / 2 (
s
nd
Lo t
V
L
t
. 60
2

Keterangan :
Tc = Waktu konsentrasi (menit).
t
1
= Waktu inlet (menit).
t
2
= Waktu aliran (menit).
Lo = Jarak dari titik terjauh ke fasilitas drainase (m).
L = Panjang saluran (m).
nd = Koefisien hambatan (Tabel 5).
s = Kemiringan daerah pengaliran.
v = Kecepatan air rata-rata diselokan (m/det).
Tabel 2.5 Hubungan Kondisi Permukaan Dengan Koefisien Hambatan
Kondisi Lapis Permukaan nd
1. Lapisan semen dan aspal beton
2. Permukaan licin dan kedap air
3. Permukaan licin dan kokoh
4. Tanah dengan rumput tipis dan gundul dengan
permukaan sedikit kasar
5. Padang rumput dan rerumputan
0,013
0,020
0,10
0,20
15 Tata Cara Permukaan Drainase Permukaan Jalan, SNI 03 3424 1994, Hal. 1
15

NOLITEKNIK NEGERI JAKARTAmsian ataupun interpolasi.katan sebagai sumber data pelengkap untuk melengkapi data curah hujan
yang ko
6. Hutan gundul
7. Hutan rimbun dan hutan gundul rapat dengan
hamparan rumput jarang sampai rapat
0,40
0,60
0,80
2.8.5 Kecepatan Pengaliran Dalam Saluran
Kecepatan aliran merupakan jarak yang ditempuh aliran tiap satuan waktu. Kecepatan aliran harus
cukup besar untuk mencegah pengendapan atau sedimentasi, tetapi tidak boleh terlalu besar sehingga
menimbulkan erosi. Tidaklah mudah untuk menetapkan kecepatan rencana atau kecepatan rata-rata
yang akan digunakan dalam desain, sebab kecepatan minimum yang diizinkan sebagian bergantung
pada banyaknya butiran tanah yang diangkut air dari daerah sekitarnya. Sedangkan kecepatan
maksimum bergantung pada jenis lapisan pelindung saluran. Kecepatan air didalam saluran tidak
boleh terlalu kecil karena akan menyebabkan pengendapan lumpur dan mendangkalnya saluran. Jadi,
kecepatan terbatas antara :
1. Tidak boleh melebihi kecepatan erosi.
2. Tidak boleh kurang dari kecepatan angkut.
Kecepatan aliran yang diizinkan di dalam saluran beton adalah antara 0,6-3 m
3
/detik. Daftar
kecepatan izin aliran berdasarkan jenis material dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 2.6 Kecepatan Izin Berdasarkan Jenis Material
No. Material
Kecepatan
(m/det)
1 Beton 0,6 3
2 Aspal 0,6 1,5
3 Pasangan batu / blok beton 0,6 1,8
4 Kerikil / tanah liat sangat padat 0,6 1,0
5 Pasir berbutiran kasar atau padat
berpasir yang berkerikil
0,3 0,6
6 Pasir atau tanah berpasir dengan
kandungan tanah liat yang sangat
banyak
0,2 0,3
7 Tanah berpasir dengan butiran halus
atau lanau
0,1 0,2
Sumber : M.Eng. Wangsadipura Muljana
Tabel 2.7 Kecepatan Izin Aliran Air Berdasarkan Jenis Material
Jenis Bahan Kec. Aliran air yg diizinkan (m/det)
Pasir Halus 0.45
Lempung Kepasiran 0.50
Lanau Aluvial 0.60
Kerikil Halus 0.75
Lempung Kokoh 0.75
Lempung Padat 1.10
Kerikil Kasar 1.20
Batu-batu Besar 1.50
Pasangan Batu 1.50
Beton 1.50
Beton bertulang 1.50
Sumber: Departemen Pekerjaan Umum, SK SNI, Tata Cara Perencanaan Umum Drainase Perkotaan
Kecepatan minimum adalah kecepatan terkecil yang masih belum menimbulkan sedimentasi
(pengendapan) maupun tumbuhnya tanaman / tumbuhan air, sedangkan kecepatan maksimum adalah
kecepatan pengaliran terbesar yang tidak akan menyebabkan erosi dipermukaan saluran.
Untuk nilai kecepatan rata-rata beton digunakan 0,6 - 0,3 m/det sehingga apabila kecepatan aliran
melebihi kecepatan tersebut maka diperlukan bangunan pematah arus untuk mengurangi kecepatan
aliran tersebut yang diatur dalam SK SNI Tata cara Drainase Perkotaan.
Untuk menghitung kecepatan saluran air digunakan rumus:
16
16 Tata Cara Permukaan Drainase Permukaan Jalan, SNI 03 3424 1994, Hal. 25
16

NOLITEKNIK NEGERI JAKARTAmsian ataupun interpolasi.katan sebagai sumber data pelengkap untuk melengkapi data curah hujan
yang ko
2
1
3
2
1
i R
n
V
Dimana :
V = Kecepatan izin aliran (m/det).
n = Koefisiensi kekasaran Manning (Tabel 8).
R = Jari-jari Hidrolik.
i = Kemiringan saluran yang diizinkan.
17

NOLITEKNIK NEGERI JAKARTAmsian ataupun interpolasi.katan sebagai sumber data pelengkap untuk melengkapi data curah hujan
yang ko
Tabel 2.8 Harga n untuk Rumus Manning
No Type Saluran Baik
Sekali
Baik Sedan
g
Jelek
Saluran Buatan, Beton atau
Batu kali
1 Saluran pasangan batu, tanpa
penyelesaian 0.025 0.030 0.033
0.03
5
2 Seperti No. 1, tetapi dengan
penyelesaian
0.017 0.020 0.025
0.03
0
3 Saluran beton
0.014 0.016 0.019
0.02
1
4 Saluran beton halus dan rata
0.010 0.011 0.012
0.01
3
5 Saluran beton pracetak dengan
acuan baja
0.013 0.014 0.014
0.01
5
6 Saluran beton pracetak dengan
acuan kayu
0.015 0.016 0.016
0.01
8
Sumber: Departemen Pekerjaan Umum, SK SNI, Tata cara Perencanaan Drainase Permukaan Jalan
1.9 Pemilihan Bentuk Saluran
Type dalam saluran drainase terbagi atas:
1. Saluran Beton Pra-cetak berbentuk segi empat persegi panjang.
Tipe saluran ini banyak dijumpai pada kawasan penduduk yang padat penduduknya. Karena
dindingnya tegak, sehingga menghemat lahan.
2. Saluran tanah berbentuk trapesium yang cocok untuk pinggiran kawasan perkotaan, dimana lahan
masih luas.
3. Saluran pasangan batu kali berbentuk empat persegi panjang atau trapesium, cocok untuk daerah
perkotaan yang tidak begitu padat.
4. Saluran Pipa Beton Pra-cetak berbentuk bulat atau lonjong. Banyak dijumpai pada kawasan
perkotaan yang padat penduduknya.
Dalam menentukan bentuk atau pofil saluran perlu diperhatikan aspek ekonomi atau kehematan dengan
luas penampang tertentu (A). Macam-macam atau bentuk profil yang ada, antara lain: trapesium, empat
persegi panjang, segitiga, lingkaran, dll.
1.9.1 Penampang Basah Saluran
Penampang basah saluran dihitung berdasarkan:
Saluran basah yang paling ekonomis, untuk menampung debit maksimum yaitu:
1. Saluran bentuk trapesium.
2. Saluran bentuk segi empat.
3. Saluran bentuk segitiga.
4. Saluran bentuk setengah lingkaran.
5. Saluran berbentuk lingkaran atau gorong-gorong.
Luas tampang basah adalah luas penampang air pada saluran.
a) Bentuk segiempat b.) Bentuk trapesium
18
b dhhba dc c

NOLITEKNIK NEGERI JAKARTAmsian ataupun interpolasi.katan sebagai sumber data pelengkap untuk melengkapi data curah hujan
yang ko
Gambar 2.14 Penampang Saluran
Rumus untuk mencari luas dan keliling basahnya yaitu:
a.) Bentuk segiempat b.) Bentuk trapesium
d b A

d
b a
A
,
`

.
| +

2
b d O + 2 b c O + 2
Jari-jari hidrolis dapat dihitung dengan rumus:
19
h
L
Dasar saluran
i

NOLITEKNIK NEGERI JAKARTAmsian ataupun interpolasi.katan sebagai sumber data pelengkap untuk melengkapi data curah hujan
yang ko
O
A
R
Nilai koefisien kekasaran dinding saluran dapat dilihat dari tabel berikut:
Tabel 2.9 Nilai Koefisien Kekasaran Dinding Saluran Terbuka
Jenis Saluran K
Saluran Drainase Alam
Saluran Pasangan Batu
Kosong
Saluran Pasangan Batu
Belah
Saluran Beton
Saluran Yang Diplester
Halus
Saluran Baja Gelombang
Saluran Pipa Baja
Saluran Pipa PVC
40
50
60
70
90
67
100
110
Kemiringan dasar saluran (i) adalah perbedaan tinggi awal dan akhir saluran ( h) dibagi dengan
panjang saluran (L)
L
h
i

Penentuan debit aliran dari air hujan yang jatuh pada lahan dapat digunakan rumus :
A I C Q 2785 , 0
Dimana :
Q = Debit (m
3
/det).
C = Koefisien aliran.
I = Intensitas hujan (mm/jam).
A = Luas area tangkapan air hujan (km
2
).
1.9.1 Tinggi Jagaan
Tinggi jagaan saluran ditentukan berdasarkan pertimbangan- pertimbangan, antara lain:
1. Ukuran saluran.
2. Kecepatan pengaliran.
3. Arah dan lengkung (belokan) saluran.
4. Debit banjir.
5. Gelombang permukaan akibat tekanan aliran angin.
Mencari tinggi jagaan untuk saluran bentuk trapesium, segiempat, dan setengah lingkaran dapat
digunakan rumus:
17
d W 5 , 0

Sedangkan untuk saluran lingkaran digunakan rumus:
d D W
D = Diameter Lingkaran
17 Tata Cara Permukaan Drainase Permukaan Jalan, SNI 03 3424 1994, Hal. 24
20

NOLITEKNIK NEGERI JAKARTAmsian ataupun interpolasi.katan sebagai sumber data pelengkap untuk melengkapi data curah hujan
yang ko
d = Tinggi saluran atau selokan yang tergenang air (m)
1.9.1 Dimensi Saluran
Dimensi saluran ditentukan berdasarkan hasil perhitungan. Untuk perbandingan dan pendekatan
dimensi, berikut ini diberikan tabel perbandingan antara lebar (b) dengan tinggi air (h) berdasarkan
debit yang mengalir pada saluran:
Tabel 2.10 Perbandingan dimensi saluran
Debit Q
(m
3
/dtk)
b :
h
0 0.5
0.5 1.0
1.0 1.5
1.5 3.0
3.0 4.5
6.0 7.5
7.5 9.0
9.0 11.0
1
1.5
2
2.5
3.0
4
4.5
5
21

You might also like