You are on page 1of 49

I.

Pemicu Tn. Rizal mengalami kaki bengkak dan sakit kuning Tuan rizal, laki-laki 45 tahun, datang dengan keluhan kaki bengkak sejak 2 minggu yang lalu. Sebenarnya pasien sudah merasakan sakit perut bagian atas sejak 4 bulan yang lalu. Pasien datang ke dokter keluarga dan dikatakan sakit maag. Sakit hilang timbul dan 1 bulan yang lalu mata mulai terlihat kuning. Nafsu makan menurun dan sering kali merasa mual. Perut juga mulai membesar sejak 1 bulan ini. Pasien juga merasa sulit berkonsentrasi belakangan ini dan tangan kadang-kadang gemetar. Riwayat sakit kuning dan muntah darah disangkal. Ibu pasien pernah menderita hepaititis B. pada pemeriksaan fisik didapatkan sclera ikterik, spider nevi. Hati membesar, berbenjol-benjol, bruit (+), shifting dullness (+)

II.

Klasifikasi dan definisi A. Hepatitis B: suatu penyakit yang disebabkan oleh virus hepatitis B yang dapat menyebabkan peradangan hati akut dan menahun yang pada sebagian kcil kasus dapat berlanjut menjadi sirosis hati/ kanker hati B. Spider neviz: arteriol yang menonjol dan kemerahan serta bercabang-cabang dengan diameter 3-10 mm C. Bruit: bunyi murmur D. Shifting dullness : suatu daerah pekak yang berada di bawah intraperitoneal.

III. Keyword: a. Kaki bengkak b. Sakit perut di bagian atas c. Mata kuning d. Nafsu makan menurun e. Sering mual f. Perut membesar g. Sulit konsentrasi h. Tangan gemetar i. Ibu pernah hepatitis B j. Sclera ikterik k. Spider nevi l. Hati membesar, berbenjol-benjol m. Bruit (+)

n. Shifting dullbess (+) IV. Time line

4 bulan yang lalu

1 bulan

2 minggu

Sakit perut bagain atas

mata terlilhat kuning dan membesar

kaki bengkak

V.

Rumusan masalah: tn. Rizal mengalami kaki bengkak, sakit perut bagian atas, sakit hilang timbul, mata mulai terlihat kuning, nafsu makan menurun, sering mual, perut membesar, sulit konsentrasi, tangan gemeatar, ibu pernah mengalami hepatitis B.

VI. Analisis masalah


Tn. Rizal, laki-laki 45 tahun

Riwayt keluarga: Ibu pernah menderita

Pemeriksaan fisik: - Sclera iterik -> all - Spider nevi -> sirosis - Hati membesar -> sirosis, hepatitis, karsinoma, abses - Benjol-benjol -> sirosis - Bruit -> pembesaran hati - Shifting dullness -> cairan

Manifestasi klinis: - Sakit perut bagian atas -> all - Mata kuning -> all - Nafsu makan menurun -> sirosis, hepatitis, karsinoma, abses - Mual -> sirosis, abses - Perut membesar: gas ( sirosisi, karsinoma), pembesaran hati (sirosis, hepatitis, karsinoma, abses. - Sulit konsentrasi: sirosis - Tangan gemetar

DD

Sirosis Abses Karsinoma hepatitis

Pemeriksaan penunjang

Diagnosis kerja

Tata laksana: - Terapi - pencegahan

Prognosis

VII. Hipotesis DD Tn. Rizal sirosis, abses, karsinoma dan hepatitis VIII. Learning issue 8.1 Anatomi dan Fisiologi A. Hati

Hati adalah organ yang terbesar yang terletak di sebelah kanan atas rongga perut di bawah diafragma. Beratnya 1.500 gr atau 2,5 % dari berat badan orang dewasa normal. Pada kondisi hidup berwarna merah tua karena kaya akan persediaan darah. Hati terbagi menjadi lobus kiri dan lobus kanan yang dipisahkan oleh ligamentum falciforme. Lobus kanan hati lebih besar dari lobus kirinya dan mempunyai 3 bagian utama yaitu : lobus kanan atas, lobus caudatus, dan lobus quadratus. Hati disuplai oleh dua pembuluh darah yaitu : a. Vena porta hepatica yang berasal dari lambung dan usus, yang kaya akan nutrien seperti asam amino, monosakarida, vitamin yang larut dalam air, dan mineral. b. Arteri hepatica, cabang dari arteri kuliaka yang kaya akan oksigen. Cabang-cabang pembuluh darah vena porta hepatica dan arteri hepatica mengalirkan darahnya ke sinusoid. Hematosit menyerap nutrien, oksigen, dan zat racun dari darah sinusoid. Di dalam hematosit zat racun akan dinetralkan sedangkan nutrien akan ditimbun atau dibentuk zat baru, dimana zat tersebut akan disekresikan ke peredaran darah tubuh.

Hati merupakan pusat dari metabolisme seluruh tubuh, merupakan sumber energi tubuh sebanyak 20% serta menggunakan 20 25% oksigen darah. Ada beberapa fungsi hati yaitu :

a. Fungsi

hati

sebagai

metabolisme

karbohidrat

Pembentukan, perubahan dan pemecahan karbohidrat, lemak dan protein saling berkaitan 1 sama lain. Hati mengubah pentosa dan heksosa yang diserap dari usus halus menjadi glikogen, mekanisme ini disebut glikogenesis. Glikogen lalu ditimbun di dalam hati kemu dian hati akan memecahkan glikogen menjadi glukosa. Proses pemecahan glikogen menjadi glukosa disebut glikogenelisis.Karena proses-proses ini, hati merupakan sumber utama glukosa dalam tubuh, selanjutnya hati mengubah glukosa melalui heksosa monophosphat shunt dan terbentuklah pentosa. Pembentukan pentosa mempunyai beberapa tujuan: Menghasilkan energi, biosintesis dari nukleotida, nucleic acid dan ATP, dan membentuk/ biosintesis senyawa 3 karbon (3C)yaitu piruvic acid (asam piruvat diperlukan dalam siklus krebs).

b. Fungsi

hati

sebagai

metabolisme

lemak

Hati tidak hanya membentuk/ mensintesis lemak tapi sekaligus mengadakan katabolisis asam lemak. Asam lemak dipecah menjadi beberapa komponen
- Senyawa 4 karbon KETON BODIES - Senyawa 2 karbon ACTIVE ACETATE (dipecah menjadi asam lemak

dan gliserol)
- Pembentukan cholesterol - Pembentukan

dan

pemecahan

fosfolipid

Hati merupakan pembentukan utama, sintesis, esterifikasi dan ekskresi

kholesterol. Dimana serum Cholesterol menjadi standar pemeriksaan metabolisme lipid c. Fungsi hati sebagai metabolisme protein. Hati mensintesis banyak macam protein dari asam amino. dengan proses deaminasi, hati juga mensintesis gula dari asam lemak dan asam amino.Dengan proses transaminasi, hati memproduksi asam amino dari bahan-bahan non nitrogen. Hati merupakan satu-satunya organ yg membentuk plasma albumin dan - globulin dan organ utama bagi produksi urea.Urea merupakan end product metabolisme protein. globulin selain dibentuk di dalam hati, juga dibentuk di limpa dan sumsum tulang globulin hanya dibentuk di dalam hati.albumin mengandung

584 asam amino dengan BM 66.000 d. Fungsi hati sehubungan dengan pembekuan darah

Hati merupakan organ penting bagi sintesis protein-protein yang berkaitan dengan koagulasi darah, misalnya: membentuk fibrinogen, protrombin, faktor V, VII, IX, X. Benda asing menusuk kena pembuluh darah yang beraksi adalah faktor ekstrinsi, bila ada hubungan dengan katup jantung yang beraksi adalah faktor intrinsik.Fibrin harus isomer biar kuat pembekuannya dan ditambah dengan faktor XIII, sedangakan Vit K dibutuhkan untuk pembentukan protrombin dan beberapa faktor koagulasi. e. Fungsi hati sebagai metabolisme vitamin

Semua vitamin disimpan di dalam hati khususnya vitamin A, D, E, K f. Fungsi hati sebagai detoksikasi

Hati adalah pusat detoksikasi tubuh, Proses detoksikasi terjadi pada proses oksidasi, reduksi, metilasi, esterifikasi dan konjugasi terhadap berbagai macam bahan seperti zat racun, obat over dosis. g. Fungsi hati sebagai fagositosis dan imunitas

Sel kupfer merupakan saringan penting bakteri, pigmen dan berbagai bahan melalui proses fagositosis. Selain itu sel kupfer juga ikut memproduksi globulin sebagai imun livers mechanism. h. Fungsi hemodinamik. Hati menerima darah hati yang normal 25% dari cardiac output, aliran 1800 cc/ menit. Darah

1500 cc/ menit atau 1000

yang mengalir di dalam a.hepatica

25% dan di dalam v.porta 75% dari

seluruh aliran darah ke hati. Aliran darah ke hepar dipengaruhi oleh faktor

mekanis, pengaruh persarafan dan hormonal, aliran ini berubah cepat pada waktu exercise, terik matahari, shock.Hepar merupakan organ penting untuk mempertahankan aliran darah

B. Pankreas Pankreas merupakan kelenjar eksokrin dan endokrin .Pankreas merupakan organ yang memanjang dan terletak pada epigastrium dan kuadran kiri atas.Srtukturnya lunak, berlobus dan terletak pada dinding posterior abdomen di belakang peritoneum.Pankreas dapat dibagi dalam caput pancreas berbentuk seperti cakram dan terletak di dalam bagian cekung deudenum .Sebagian caput meluas ke kiri di belakang arteri dan vena mesenterica superior serta dinamakan prosessus uncinatus,collum pancreas merupakan bagian pancreas yang mengecil dan menghubungkan caput dan corpus pankreasis.Collum pancreas terletak di depan pangkal vena portae hepatisdan tempat dipercabangannya arteri mesenterica superior dari aorta,corpus pancreas berjalan ke atas,kiri menyilang garis tengah ,cauda pancreas berjalan ke depan menuju ligamentum lienorenale dan mengadakan hubungan dengan hillium lienale. Ductus pankreasticus Ductus pankreastikus mulai dari cauda pankreatis dan berjalan di sepanjang kelenjar ,menerima banyak cabang dan perjalanannya.Duktus ini

bermuara ke pars desendens duodenum di sekitar pertengahan bersama dengan duktud colledochus pada papilla deodeni mayor.Kadang-kadang muara duktus pankreaticus di duodenum terpisah dari duktus colledochus. Duktus pankreatikus accesorius mengalirkan getah pancreas dari bagian atas caput dan kemudian bermuara ke duodenum sedikit di atas muara duktus pankreatikus pada papilla minor.Duktus pankreatikus accesorius sering berhungan dengan duktus pankreatikus Arteri : A.pankreatiduodenalis siuperior dan inferior Vena : vena yang sesuai dengan arterinya mengalir ke system porta Saraf: serabur saraf simpatis dan parasimpatis (vagus) Fisiologi a. Eksokrin Sel sel disini menghasilkan beberapa enzim yang disekresikan melalui ductus pankreas yang bermuara ke duodenum. Enzim enzim tersebut berfungsi untuk mencerna 3 jenis makanan utama yaitu karbohidrat, protein, dan lemak. Selain itu juga dapat menetralkan asam kimus dari lambung. Sekresi ini juga mengandung sejumlah besar ion bikarbonat.
- Enzim proteolitik: tripsin, kimotripsin, dan karboksipolipeptidase.

Tripsin dan kimotripsin : memisahkan protein yang dicerna menjadi peptida, tapi tidak menyebabkan pelepasan asam asam amino tunggal. Karboksipolipeptidase : memecah beberapa peptida menadi asam asam amino bentuk tunggal.
- Enzim proteolitik yang kurang penting: elastase dan nuklease.

Enzim proteolitik disintesis di pankreas dalam bentuk tidak aktif berupa tripsinogen, kimotripsinogen, dan prokarboksipolipeptidase, menjadi aktif jika disekresikan di tractus intestinal. Tripsinogen diaktifkan oleh enzim enterokinase yang disekresi mukosa usus ketika kimus berkontak dengan mukosa. Kimotripsinogen dan prokarboksipolipeptidase

diaktifkan oleh tripsin.


- Enzim pankreas untuk mencerna karbohidrat: amilase pancreas

menghidrolisis serat, glikogen, dan sebagian besar karbohidrat (kecuali selulosa) untuk membentuk trisakaridan dan disakarida.
- Enzim pencerna lemak: lipase pankreas :

menghidrolisis lemak netral menjadi asam lemak dan monogliserida.


- Kolesterol esterase : hidrolisis ester kolesterol

- Fosfolipase : memecah asam lemak dan fosfolipid Tiga rangsangan dasar yang menyebabkan sekresi pankreatik : 1. Asetikolin : disekresikan ujung n. vagus parasimpatis dan saraf2 kolinergenik. 2. Kolesistokinin : disekresikan mukosa duodenum dan jejunum

rangsangan asam. 3. Sekretin : disekresikan mukosa duodenum dan jejunum rangsangan asam. b. Endokrin Fungsi endokrin kelenjar pankreas diperankan oleh pulau sel , sel , sel , dan sel F. Terdiri atas 4 sel langerhans. Sekresi sel sel ini berupa hormon yang akan langsung diangkut melalui pembuluh darah.

Sel Hormon Target Utama Efek Hormonal Regulasi 1. (Glukagon) Target : Hati, jaringan adipose Efek : merombak cadangan lipid, merangsang sintesis glukosa dan pemecahan glikogen di hati, menaikan kadar glukosa. Distimulasi oleh kadar glukosa darah yang rendah, dihambat oleh somatostatin. 2. (Insulin) Target : Sebagian besar sel Efek : membantu pengambilan glukosa oleh sel, menstimulasi pembentukan dan penyimpanan glikogen dan lipid, menurunkan kadar glukosa darah. Distimulasi oleh kadar glukosa darah yang tinggi, dihambat oleh somatostatin. 3. (Somatostatin) Target : Sel langerhans lain, epitel saluran pencernaan Efek : menghambat sekresi insulin dan glukagon, menghambat absorbsi usus dan sekresi enzim pencernaan. Distimulasi oleh makanan tinggi-protein, mekanismenya belum jelas. 4. F (Polipeptida pankreas)

Target : Organ pencernaan Efek : menghambat kontraksi kantong empedu, mengatur produksi enzim pankreas, mempengaruhi absorbsi nutrisi oleh saluran pencernaan. Distimulasi oleh makanan tinggi-protein dan rangsang parasimpatis. C. Empedu Vesika billiaris adalah sebuah kantong berbentuk buah pir tang terletak pada permukaan bawah hepar. Vesika billiaris mempunyai kemampuan menampung empedu sebanyak 30-50 ml dan menyimpannya sera memekatkan empedu dengan cara mengabsorbsi air.Untuk mempermudah deskripsinya vesika billiaris dibagi menjadi fundus,corpus dan collum.Fundus vesika billiaris berbentuk bulat dan biasanya menonjol di bawah permukaan margo inferior hepar, penonjolan ini merupaka tempat fundus bersentuhan dengan dinding anterior abdomen setinggi ujung cartilage costalis ix dektra.Corpus vesika billiaris terletak dan berhubungan dengan fesika visceralis hepar dan arahnya ke atas ,belakang dan kiri .Collum vesika billiaris melanjutkan diri sebagai duktus cystycus,yang berbelok ke dalam omentum minus dan bergabung dengan sisi kana duktus hepaticus communis untuk membentuk duktus choledekus. Peritonium meliputi seluruh bagian fundus vesika billiaris dan menghubungkan corpus dan collum vesika billiaris dengan facies visceralis hepar. Arteri :cystica cabang dari A. hepatica dextra Vena : vena cystica mengalirkan darah langsung ke vena porta Saraf : saram simpatis dan parasimpatis embentuk plexus coeliacus. Fisiologi Fungsi Empedu: 1. Berperan utk penyerapan lemak yaitu dalam bentuk emulsi, juga penyerapan mineral. Contoh : Ca, Fe, Cu 2. Merangsang sekresi enzim (Contoh: lipase pankreas) 3. Penyediaan alkalis utk menetralisir asam lambung di duodenum 4. Membantu ekskresi bahan-bahan yang telah dimetabolisme di dalam hati Fungsi sistem bilier ekstra hepatik (transport saluran empedu) 1. Transportasi empedu dari hepar ke usus halus 2. Mengatur aliran empedu

3. Storage (penyimpanan) dan pengentalan dari empedu Hati menghasilkan 600 1000 cc bile/ hari dengan BJ 1,011 yang

97%-nya terdiri dari air. Kandung empedu akan mengentalkan empedu 5 10 kali dengan cara menyerap air dan mineral lalu mengekskresinya dengan BJ 1.040. Kendati tidak terdapat makanan di dalam usus, hati tetap secara kontinu mensekresi bile yang kemudian disimpan sementara di dalam saluran empedu oleh karena kontraksi dari sphincter odi. Bila tekanan dalam saluran empedu meningkatkan maka terjadi refleks dari empedu masuk ke dalam kandung empedu di mana akan disimpan dan dikentalkan. Begitu makanan masuk dari lambung ke duodenum maka akan keluar hormon cholecystokinin. Pengaruh hormon disertai dengan rangsang saraf akan menyebabkan kontraksi dinding kandung empedu dan relaksasi sph.odi sehingga menyebabkan bile mengalir ke usus. Lemak dan protein merangsang kuat terhadap kontraksi dari kandung empedu sedangkan karbohidrat sedikit pengaruhnya. Nyeri yang timbul dari kandung empedu dan ductus empedu disebabkan karena distensi dan sering disertai dengan nausea, muntah. Rasa nyeri itu diakibatkan oleh serat-serat sensoris simpatis yaitu dari segment T7-10 dan rasa nyeri dirasakan di daerah epigastrium. Nyeri yang timbul bersifat intermitten (Hilang timbul), berkaitan dengan tekanan di dalam sistem biliaris. Peradangan kandung empedu juga akan menyebabkan nyeri di daerah hypochondrium kanan, daerah infra scapula, daerah substernal dan kadangkadang berhubungan dengan rangsang N.phrenicus sehingga menyebabkan nyeri di daerah puncak bawah bahu kanan. Distensi kandung empedu dan salurannya secara refleks dapat mengakibatkan penurunan aliran darah dalam A.coronaria sehingga menyebabkan aritmia jantung

8.2

Ikterus dan Metabolisme Bilirubin Penimbunan pigmen empedu dalam tubuh menyebabkan perubahan warna jaringan menjadi kuning dan disebut sebagai ikterus. Ikterus biasanya dapat dideteksi pada sklera,kulit, atau urine yang menjadi gelap bila bilirubin serum mencapai 2 sampai 3 mg/dl. Bilirubin serum normal adalah 0,3 sampai 1,0 mg/dl. Jaringan permukaan yang kaya elastin, seperti sklera dan permukaan bawah lidah, biasanya menjadi kuning pertama kali.

Pemahaman

mekanisme

ikterus

menyangkut

pengertian

pembentukan,transpor,metabolisme, dan eksresi bilirubin. a. Metabolism Bilirubin Normal Sekitar 80 hingga 85% bilirubin terbentuk dari pemecahan eritrosit tua dalam sistem mo monosit-makrofag. Masa hidup rata-rata eritrosit adalah 120 hari. Setiap hari dihancurkan sekitar 50 ml darah, dan menghasilkan 250 sampai 300mg bilirubin. Kini diketahui bahwa sekitar 15 hingga 20% pigmen empedu total tidak bergantung pada mekanisme ini,tetapi berasal dari destruksi sel eritrosit matur dalam sumsum tulang (hematopoieses tak efektif) dan dari hemoprotein lain, terutama dari hati. Pada katabolisme hemoglobin (terutama terjadi dalam limpa),globin mula-mula dipisahkan dari heme, setelah itu heme diubah menjadi biliverdin. Bilirubin tak terkonjugasi kemudian dibentuk dari biliverdin. Biliverdin adalah pigmen kehijauan yang dibentuk melalui oksidasi bilirubin. Bilirubin tak terkonjugasi larut dalam lemak, tidak larut dalam air dan tidak dapat dieksresi dalam empedu atau urine. Bilirubin tak terkonjugasi berikatan dengan albumin dalam suatu kompleks larut-air,kemudian diangkut oleh darah ke sel-sel hati. Metabolisme bilirubin di dalam hati berlangsung dalam tiga langkah: ambilan, konjugasi, dan eksresi. Ambilan oleh sel hati memerlukan dua sel protein hati, yaitu yang diberi simbol sebagai protein Y dan Z (lihat gambar Gbr.27 -4). Konjugasi bilirubin dengan asam glukoronat dikatalisis oleh enzim glukoronil transferase dalam retikulum endoplasma. Bilirubin terkonjugasi tidak larut dalam lemak, tetapi larut dalam air dan dapat dieksresi dalam empedu dan urine. Langkah terakhir dalam metabolisme bilirubin hati adalah transpor bilirubin terkonjugasi melalui suati proses aktif. Bilirubin tak terkonjugasi tidak dieksresi ke dalam empedu, kecuali setelah proses foto-oksidasi atau fotoismerisasi (lihat pembahasan berikut). Bakteri usus mereduksi bilirubin terkonjugasi menjadi serangkai senyawa yang disebut sterkobilin atau urobilinogen. Zat-zat ini menyebabkan feses bewarna coklat. Sekitar 10 hingga 20% urobilinogen mengalami siklus enterohepatik, sedangkan sejumlah kecil dieksresi dalam urine. b. Ikterus Ikterus adalah perubahan warna kulit, sklera mata atau jaringan lainnya (membran mukosa) yang menjadi kuning karena pewarnaan bilirubin yang

meningkat konsentrasinya dalam sirkulasi darah. Bilirubin dibentuk sebagai akibat pemecahan cincin hem, biasanya sebagai akibat metabolisme sel darah merah. Ikterus yang ringan dapat dilihat paling awal pada sklera mata, dan kalau ini terjadi berarti konsentrasi bilirubin sudah berkisar antara 2-2,5 mg/dL (34-43 umol/L). Jika ikterus sudah jelas dapat dilihat dengan nyata maka bilirubin mungkin sebenarnya sudah mencapai angka 7 mg%. a) Patofisiologi Pembagian terdahulu mengenai tahapan metabolisme bilirubin yang berlangsung dalam 3 fase; prehepatik, intrahepatik, dan pascahepatik masih relevan, walaupun diperlukan penjelasan akan adanya fase tambahan dalam metabolisme bilirubin. Pembagian yang baru menambahkan 2 fase lagi sehingga tambahan metabolisme bilirubin menjadi 5 fase. Yaitu fase pembentukan bilirubin, transport plasma, liver uptake, konjugasi, dan ekskresi bilier.
- Fase Prahepatik

1. Pembentukan bilirubin. Sekitar 250-350 mg bilirubin atau sekitar 4 mg/kgBb terbentuk setiap harinya; 70-80% berasal dari pemecahan sel darah merah yang matang. Sedangkan sisanya 20-30% (early labelled bilirubin) datang dari protein hem lainnya yang berada terutama di dalam sumsum tulang dan hati. Sebagian dari protein hem dipecah menjadi besi dan produk antara biliverdin dengan perantaraan enzim hemeoksigenase. Enzim lain, bilirubin reduktase, mengubah biliverdin menjadi bilirubin. Tahapan ini terjadi terutama dalam sel sistem retikoluendotelial (mononuklirfagositosis). Peningkatan

hemolisis sel darah merah merupakan penyebab utama peningkatan embentukan bilirubin. Pembentukan early labelled bilirubin

meningkat pada beberapa kelianan dengan eritropoiesis yang tidak efektif namun secara klinis kurang penting. 2. Transport Plasma. Bilirubin tidak larut dalam air, karenanya bilirubin tak terkonjugasi ini transportnya dalam plasma terikat dengan albumin dan tidak dapat melalui membran glomerulus, karenanya tidak muncul dalam air seni. Ikatan melemah dalam beberapa keadaan seperti asidosis, dan beberapa bahan seperti antibiotika tertentu, salisilat berlomba pada tempat ikatam dengan albumin.

- Fase Intrahepatik

3. Liver uptake. Proses pengambilan bilirubin tak terkonjugasi oleh hati secara rinci dan pentingnya protein pengikat seperti ligandin atau protein Y, belum jelas. Pengambilan bilirubin termasuk transport yang aktif dan berjalan cepat, namun tidak termasuk pengambilan albumin. 4. Konjugasi. Bilirubin bebas yang terkonsentrasi dalam sel hati mengalami konjugasi dengan asam glukoronik membentuk bilirubin diglukoronida atau bilirubin konjugasi atau bilitubin direk. Reaksi ini yang dikatalisi oleh enzim mikrosomal glukoronil-transferase menghasilkan bilirubin yang larut air. Dalam beberapa keadaan reaksi ini hanya menghasilkan bilirubin monoglukorida, dengan bagian asam glukoronik kedua

ditambahkan dalam saluran empedu melalui sistem enzim yang berbeda, namun reaksi ini tidak dianggap fisiologik. Bilirubin konjugasi lainnya selain diglukuronik juga terbentuk, namun kegunaannya tidak jelas.
- Fase Pascahepatik

5. Ekskresi bilirubin. Bilirubin konjugasi dikeluarkan ke dalam kanalikulus bersama bahan lainnya. Anion organik lainnya atau obat dapat mempengaruhi proses yang kompleks ini. Di dalam usus flora bakteri mendekonjugasi dan mereduksi bilirubin menjadi sterkobilinogen dan mengeluarkannya sebagian besar ke dalam tinja yang memberi warna coklat. Sebagian diserap dan dikeluarkan kembali ke dalam empedu, dan dalam jumlah kecil mencapai air seni sebagai urobilinogen. Ginjal dapat mengeluarkan diglukuronida tetapi tidak bilirubin unkonjugasi. Hal ini

menerangkan warna air seni yang gelap khas pada gangguan hepatoselular atau koleastasis intrahepatik. Bilirubin tak

terkonjugasi bersifat tidak larut dalam air namun larut dalam lemak. Karenanya bilirubin tak terkojugasi dapat melewati barier darah-otak atau masuk ke dalam plasenta. Dalam sel hati, nilirubin tak terkonjugasi mengalami proses konjugasi dengan gula melalui enzim glukuroniltransferase dan larut dalam empedu cari.

8.3

Hepatitis Hepatitis virus akut merupakan suatu masalah kesehatan masyarakat yang penting tidak hanya di Amerika Serikat tapi jua di seluruh dunia. Telah ditemukan 6 atau 7 kategori virus yang menjadi agen penyebab: 1. Virus Hepatitis A (HAV) 2. Virus Hepatitis B (HBV) 3. Virus Hepatitis C (HCV) 4. Virus Hepatitis D (HDV) 5. Virus Hepatitis E (HEV) 6. Virus Hepatitis F (HFV) 7. Virus Hepatitis G (HGV) Walaupun virus-virus ini dapat dibedakan melalui penanda antigeniknya, namun menimbulkan penyakit yang serupa secara klinis dan berkisar dari infeksi subklinis asimtomatik hingga infeksi akut yang fatal. Bentuk hepatitis yang paling dikenal adalah HAV dan HBV. HDV merupaka virus RNA yang defektif yang menyebabkan infeksi hanya bila sebelumnya telah HBV. HDV dapat timbul sebagai infeksi yang bersamaan dengan HBV, atau sebagai suprainfeksi pada seorang karier HBV. A. Hepatitis A (HAV) HAV merupakan virus RNA kecil berdiameter 27 nm yang dapat dideteksi di dalam feses pada masa akhir inkubasi dan fase praikterik. Sewaktu timbul masa ikterik , anti bodi terhadap HAV dapat diukur di dalam serum. Awalnya kadar antibodi IgM anti-HAV meningkat tajam, sehingga memudahkan untuk mendiagnosis secara tepat adanya infeksi HAV. Setelah masa akut, anti bodi IgG anti-HAV menjadi dominan dan bertahan seterusnya sehingga keadaan ini menunjukkan bahwa penderita pernah mengalami infeksi HAV di masa lampau dan memiliki imunitas. Keadaan karier tidak pernah ditemukan. HAV lazim terjadi pada anak dan dewasa muda. Terdapat peningkatan insidensi pada musim tertentu, yaitu musim gugur dan dingin. HAV terutama ditularkan per oral dengan menelan makanan yang sudah terkontaminasi feses. Penularan melalui transfusi darahpernah dilaporkan, namun jarang terjadi. Penyakit ini sering terjadi pada anak-anak atau terjadi akibat kontak dengan orang terinfeksi melalui kontaminasi makanan atau minuman dengan feses,

atau dengan menelan kerang mengandung virus yang tidak dimasak dengan baik. Masa penularan tertinggi adalah pada minggu kedua segera sebelum timbulnya ikterus. B. Hepatitis B (HBV) HBV merupakan virus DNA berselubung ganda berukuran 42 nm yang memiliki lapisan permukaan dan bagian inti. Penanda serologis pertama yang dipakai untuk identifikasi HBV adalah antigen permukaan (HBsAg) yang positif kira-kira 2 minggu sebelum terjadinya gejala klinis, dan biasanya menghilang pada masa konvalesen dini tetapi dapat pula bertahan selama 4-6 bulan. Penanda yang muncul berikutnya biasanya adalah ani-HBc yang tidak terdeteksi secara rutin dalam serum penderita infeksi HBV karena terletak di dalam kulit luar HBsAg. Antibodi anti-HBc selanjutnya dapat dipilah lagi menjadi fragmen IgM dan IgG. IgM anti-HBc terlihat pada awal infeksi dan bertahan lebih dari 6 bulan. Anti bodi yangmuncul berikutnya adalah anti-HBsAg yang timbul setelah infeksi membaik dan berguna untuk memberikan kekebalan jangka panjang. HBeAg merupakan bagian HBV yang larut dan timbul bersamaan atau segera setelah HBsAg dan menghilang beberapa minggu sebelum HBsAg menghilang. Karier HBV merupakan yang individu hasil pemeriksaan HBsAgnya positif pada sedikitnya dua kali pemeriksaan yang berjarak 6 bulan, atau hasil pemeriksaan HBsAg nya positif tetapi IgM anti-HBcnya negatif dari satu spesimen tunggal. Infeksi HBV merupakan penyebab utama hepatitis akut dan kronik, sirosis dan kanker hati di seluruh dunia. Cara utama penularan HBV adalah melalui parenteral dan menembus membran mukosa terutama melalui hubungan seksual. C. Hepatitis C HCV merupakan virus RNA untai tunggal, linear berdiameter 50-60 nm. Telah digunakan suatu pemeriksaan imun enzim untuk mendeteksi antibodi terhadap HCV. HCV terutam ditularkan melalui parenteral, pemakaian obat IV dan transfusi darah.

HCV merupakan penyebab sebagian besar kasus hepatitis yang berkaitan dengan transfusi. D. Hepatitis D HDV merupakan virus RNA berukuran 35-37 nm yang tidak biasa karena membutuhkan HBsAg untuk berperan sebagai lapisan luar partikel yang infeksius. Sehingga hanya enderita positif HBsAg yang daat terinfeksi HDV Penularan terutama melalui serum dan obat melalui intravena E. Hepatitis E HEV adalah suatu virus RNA untai tunggal yang kecil berdiameter kurang lebih 32-34 nm dan tidak berkapsul. Ditularkan secara enterik melalui fekal-oral. F. Hepatitis F dan G Masih terdapat perdebatan dalam penelitian hepatitis mengenai kemungkinan adanya HFV. Oleh karena itu meskipun telah terdapat sistem klasifikasi HFV masih belum dipastika bahwa HFV ada atau tidak HGV adalah suatu flavirus RNA yang mungkin menyebabkan hepatitis fulminan. HGV ditularkan terutama melalui air namun dapat juga dituarkan melalui hubungn seksual. 8.4 Sirosis Sirosis adalah suatu kondisi di mana jaringan hati yang normal digantikan oleh jaringan parut (fibrosis) yang terbentuk melalui proses bertahap. Jaringan parut ini memengaruhi struktur normal dan regenerasi sel-sel hati. Sel-sel hati

menjadi rusak dan mati sehingga hati secara bertahap kehilangan fungsinya. Hati (liver) sebagaimana diketahui adalah organ di bagian kanan atas perut yang memiliki banyak fungsi, di antaranya:

Menyimpan glikogen (bahan bakar untuk tubuh) yang terbuat dari gula. Bila diperlukan, glikogen dipecah menjadi glukosa yang dilepaskan ke dalam aliran darah.

Membantu proses pencernaan lemak dan protein. Membuat protein yang penting bagi pembekuan darah. Mengolah berbagai obat yang mungkin Anda minum. Membantu membuang racun dari tubuh. Sirosis adalah penyakit yang sangat berbahaya karena mengganggu

pelaksanaan fungsi-fungsi di atas. Selain itu, jika Anda memiliki sirosis Anda juga berisiko mengembangkan kanker hati (hepatocellular carcinoma). Risiko bervariasi sesuai penyebab sirosis. Risiko terbesar adalah pada sirosis yang disebabkan oleh infeksi hepatitis C dan B, diikuti dengan sirosis yang disebabkan oleh hemokromatosis. A. Penyebab Ada banyak penyebab sirosis. Penyebab paling umum adalah kebiasaan meminum alkohol dan infeksi virus hepatitis C. Sel-sel hati Anda berfungsi mengurai alkohol, tetapi terlalu banyak alkohol dapat merusak sel-sel hati. Infeksi kronis virus hepatitis C menyebabkan peradangan jangka panjang dalam hati yang dapat mengakibatkan sirosis. Sekitar 1 dari 5 penderita hepatitis C kronis mengembangkan sirosis. Tetapi hal ini biasanya terjadi setelah sekitar 20 tahun atau lebih dari infeksi awal. Penyebab umum sirosis lainnya meliputi:
-

Infeksi kronis virus hepatitis B. Hepatitis autoimun. Sistem kekebalan tubuh biasanya membuat antibodi untuk menyerang bakteri, virus, dan kuman lainnya. Pada hepatitis autoimun,sistem kekebalan tubuh membuat antibodi terhadap sel-sel hati yang dapat menyebabkan kerusakan dan sirosis.

Penyakit yang menyebabkan penyumbatan saluran empedu sehingga tekanan darah terhambat dan merusak sel-sel hati. Sebagai contoh, sirosis bilier primer, primary sclerosing, dan masalah bawaan pada saluran empedu.

Non-alcohol steato-hepatitis (NASH). Ini adalah kondisi di mana lemak menumpuk di hati sehingga menciptakan jaringan parut dan sirosis.

Kelebihan

berat

badan

(obesitas)

meningkatkan

risiko

Anda

mengembangkan non-alcohol steato-hepatitis.


-

Reaksi parah terhadap obat tertentu. Beberapa racun dan polusi lingkungan. Infeksi tertentu yang disebabkan bakteri dan parasit. Gagal jantung parah yang dapat menyebabkan tekanan balik darah dan kemacetan di hati.

Beberapa penyakit warisan langka yang dapat menyebabkan kerusakan pada sel-sel hati, seperti hemokromatosis (kondisi yang menyebabkan timbunan abnormal zat besi di hati dan bagian lain tubuh) dan penyakit Wilson (kondisi yang menyebabkan penumpukan abnormal zat tembaga di hati dan bagian lain tubuh).

B. Patofisiologi Hati dapat terlukai oleh berbagai macam sebab dan kejadian. Faktor genetik dan lingkungan yang menyebabkan kerusakan sel hati dapat menyebabkan sirosis melalui respon patobiologi yang saling berhubungan, yaitu reaksi sistem imun, peningkatan sintesis matrik dan abnormalitas perkembangan sel hati yang tersisa. Kejadian tersebut dapat terjadi dalam waktu yang singkat atau dalam keadaan yang kronis atau perlukaan hati yang terus menerus yang terjadi pada peminum alkohol aktif. Perlukaan terhadap sel hati dapat menyebabkan kematian sel, yang kemudian diikuti terjadinya jaringan parut (fibrosis) atau pembentukan nodul regenerasi. Hal tersebut selanjutnya akan menyebabkan gangguan fungsi hati, nekrosis sel hati dan hipertensi porta. Proses perlukaan sel hati dapat disebabkan karena suatu agen infeksi, bahan racun (toksin) ataupun proses iskemia dan hipoksia. Hati kemudian merespon kerusakan sel tersebut dengan membentuk ekstraselular matriks yang mengandung kolagen, glikoprotein, dan

proteoglikans. Sel stellata berperan dalam membentuk ekstraselular matriks ini. Pada cedera yang akut sel stellata membentuk kembali ekstraselular matriks ini sehingga ditemukan pembengkakan pada hati. Namun, ada beberapa parakrine faktor yang menyebabkan sel stellata menjadi sel penghasil kolagen. Faktor parakrine ini mungkin dilepaskan oleh hepatocytes, sel Kupffer, dan endotel sinusoid sebagai respon terhadap cedera berkepanjangan. Sebagai contoh peningkatan kadar sitokin transforming growth facto beta 1

(TGF-beta1) ditemukan pada pasien dengan Hepatitis C kronis dan pasien sirosis. TGF-beta1 kemudian mengaktivasi sel stellata untuk memproduksi kolagen tipe 1 dan pada akhirnya ukuran hati menyusut Peningkatan deposisi kolagen pada perisinusoidal dan berkurangnya ukuran dari fenestra endotel hepatic menyebabkan kapilerisasi (ukuran pori seperti endotel kapiler) dari sinusoid. Sel stellata dalam memproduksi kolagen mengalami kontraksi yang cukup besar untuk menekan daerah perisinusoidal Adanya kapilarisasi dan kontraktilitas sel stellata inilah yang menyebabkan penekanan pada banyak vena di hati sehingga mengganggu proses aliran darah ke sel hati dan pada akhirnya sel hati mati, kematian hepatocytes dalam jumlah yang besar akan menyebabkan banyaknya fungsi hati yang rusak sehingga menyebabkan banyak gejala klinis. Kompresi dari vena pada hati akan dapat menyebabkan hipertensi portal yang merupakan keadaan utama penyebab terjadinya manifestasi klinis. C. Klasifikasi Sirosis diklasifikasikan dengan ber-bagai cara berdasarkan atas morfologi, makroskopik, mikroskopik, etiologi serta kondisi klinisnya. Beberapa klasifikasi dapat di lihat pada tabel. Tabel . Klasifikasi sirosis hepatic Klasifikasi Klasifikasi morfologi makroskopik - Mikronoduler - Makronoduler - Campuran ALD, HHC VH, ALH Semua etiologi yang lain Penyebab tersering

Klasifikasi histologik - Sirosis bilier (periporta) - Sirosis paska nekrotik - Sirosis kardiak - Sirosis porta PBC, EHBA, SBC, PSC VH, AIH VO, BC ALD, MLD

Klasifikasi

berdasarkan

kondisi

klinik - Terkompensasi - Dekompensasi - Aktif - Tak aktif

Ket: ALD (alcoholic liver disease), HHC (hereditary hemo chromatosis), VH (viral hepatitis), AIH (auto immune hepatitis), PBC (primary sclerosing cholangitis), EHBA (extra hepatic biliary atresia), VO (vaso-occlusive), BC (budd chiary), MLD (metabolic liver disease), CC (cryptogenic cirrhosis), DIH (drug-induced hepatitis). D. Gejala Klinis Sirosis di tahap awal tidak menimbulkan gejala apapun. Oleh karena itu, pasien sirosis ringan dan moderat mungkin menderita untuk waktu yang lama tanpa menyadari penyakitnya. Pada tahap ini tes fungsi hati dapat mendeteksi perubahan yang mengarah pada disfungsi hati, seperti:
-

Kegagalan membuat cukup protein seperti albumin yang membantu untuk mengatur komposisi cairan di dalam aliran darah dan tubuh.

Kegagalan membuat bahan kimia yang cukup diperlukan untuk pembekuan darah.

Kurang mampu mengolah limbah kimia dalam tubuh seperti bilirubin sehingga menumpuk di dalam tubuh.

Kurang mampu memproses obat, racun, dan bahan kimia lainnya yang kemudian bisa menumpuk di dalam tubuh. Pada tahap akhir, sirosis hati terkait dengan banyak gejala. Sebagian

besar gejalanya adalah akibat dari jaringan hati fungsional yang tersisa terlalu sedikit untuk melakukan tugas-tugas hati. Gejala yang dapat timbul pada fase ini adalah:
y

Kelelahan. Adanya proses glikogenolisis dan glukoneogenesis pada hati membuat seseorang tetap mempunyai cadangan energi dan energi apabila seseorang tidak makan, namun pada pasien sirosis hepatis, kedua proses ini tidak berlangsung sempurna sehingga pasien mudah lelah dan pada keadaan yang lebih berat pasien bahkan tidak dapat melakukan aktivitas ringan

y y

Kelemahan. Cairan yang bocor dari aliran darah dan menumpuk di kaki (edema) dan perut (ascites). Seperti telah dijelaskan sebelumnya, hati mempunyai peranan besar dalam memproduksi protein plasma yang beredar di dalam pembuluh darah, keberadaan protein plasma terutama albumin untuk menjaga tekanan onkotik yaitu dengan mejaga volume plasma dan mempertahankan tekanan koloid osmotic dari plasma. Akibat menurunnya tekanan onkotik maka cairan dari vaskuler mengalami ekstravasasi dan mengakibatkan deposit cairan yang menumpuk di perifer dan keadaan ini disebut edema. Akibat dari berubahnya tekanan osmotic di dalam vaskuler, pasien dengan sirosis hepatis dekompensata mengalami peningkatan aliran limfatik hepatik. Akibat terjadinya penurunan onkotik dari vaskuler terjadi peningkatan tekanan sinusoidal Meningkatnya tekanan sinusoidal yang berkembang pada hipertensi portal membuat peningkatan cairan masuk kedalam perisinusoidal dan kemudian masuk ke dalam pembuluh limfe. Namun pada saat keadaan ini melampaui kemampuan dari duktus thosis dan cisterna chyli, cairan keluar ke insterstitial hati. Cairan yang berada pada kapsul hati dapat menyebrang keluar memasuki kavum peritonium dan hal inilah yang mengakibatkan asites. Karena adanya cairan pada peritoneum dapat menyebabkan infeksi spontan sehingga dapat

memunculkan spontaneus bacterial peritonitis yang dapat mengancam nyawa pasien


y y

Kehilangan nafsu makan, merasa mual dan ingin muntah. Kecenderungan lebih mudah berdarah dan memar. Pada pasien sirosis juga ditemukan perdarahan spontan akibat adanya kekurangan faktor faktor pembekuan yang diproduksi di hati. Memar juga dapat terjadi akibat kekurangan faktor-faktor ini.

y y y

Penyakit kuning karena penumpukan bilirubin. Gatal-gatal karena penumpukan racun. Gangguan kesehatan mental dapat terjadi dalam kasus berat karena pengaruh racun di dalam aliran darah yang memengaruhi otak. Hal ini dapat menyebabkan perubahan kepribadian dan perilaku, kebingungan, pelupa dan sulit berkonsentrasi.

Selain itu, jaringan parut membatasi aliran darah melalui vena portal sehingga terjadi tekanan balik dikenal sebagai hipertensi portal. Vena portal adalah vena yang membawa darah berisi nutrisi dari usus dan limpa ke ha ti. Normalnya, darah dari usus dan limpa dipompa ke hati melalui vena portal. Namun, sirosis menghalangi aliran normal darah melalui hati sehingga darah terpaksa mencari pembuluh baru di sekitar hati. Pembuluh-pembuluh darah baru yang disebut varises ini terutama muncul di tenggorokan (esofagus) dan lambung sehingga membuat usus mudah berdarah. Perdarahan esofagus juga ditemukan karena adanya peningkatan tekanan vena portal sehingga darah memberikan jalur cadangan pada pembuluh darah sekitar untuk sampai ke jantung, maka darah melalui pembuluh darah oesofagus, karena pembuluh darah ini kecil maka gesekan akibat makanan yang normalnya tidak memberikan luka pada orang biasa membuat varises ini pecah sehingga timbul darah. Darah ini dapat saja keluar melalui muntahan darah atau juga dapat melalui tinja yang berwarna ter (hematemesis melena). Kegagalan fungsi hati menimbulkan keluhan seperti rasa lemah, turunya barat badan, kembung, dan mual. Kulit tubuh di bagian atas, muka, dan lengan atas akan bisa timbul bercak mirip laba-laba (*spider nevi). Telapak tangan bewarna merah (eritema palmaris), perut membuncit akibat penimbunan cairan secara abnormal di rongga perut (asites), rambut ketiak dan kemaluan yang jarang atau berkurang, buah zakar mengecil (atrofi testis), dan pembesaran payudara pada laki-laki. Bisa pula timbul hipoalbuminemia, pembengkakan pada tungkai bawah sekitar tulang (edema pretibial), dan gangguan pembekuan darah yang bermanifestasi sebagai peradangan gusi, mimisan, atau gangguan siklus haid. Kegagalan hati pada sirosis hati fase lanjut dapat menyebabkan gangguan kesadaran akibat encephalopathy hepatic atau koma hepatik. E. Manifestasi Klinik Gambaran klinis dari sirosis tergantung pada penyakit penyebab serta perkembangan tingkat kegagalan hepato selullar dan fibrosisnya. Manifestasi klinis sirosis umumnya merupakan kombinasi dari kegagalan fungsi hati dan hipertensi porta. Berdasarkan stadium klinis sirosis dapat di bagi 2 bentuk. a. Stadium kompensata.

Pada keadaan ini belum ada gejala klinis yang nyata, diagnosisnya sering ditemukan kebetulan. b. Stadium dekompensata. Sirosis hati dengan gejala nyata. Gejala klinik sirosis dekompensata melibatkan berbagai sistem. Pada gastrointestinal terdapat gangguan saluran cerna seperti mual, muntah dan anoreksia sering terjadi. Diare pada pasien sirosis dapat terjadi akibat mal-absorbsi, defisiensi asam empedu atau akibat mal-nutrisi yang terjadi. Nyeri abdomen dapat terjadi karena gallstones, refluk gastroesophageal atau karena pembesaran hati. Hematemesis serta hema-tokezia dapat terjadi karena pecahnya varises esophagus ataupun rektal akibat hipertensi porta. Pada sistem hematologi kelainan yang sering terjadi adalah anemia dan gangguan pembekuan darah. Pada organ paru bisa terjadi sesak nafas karena menurunnya daya perfusi pulmonal, terjadinya kolateral

portapulmonal, kapasitas vital paru yang menurun serta terdapatnya asites dan hepatosplenomegali. Mekanisme yang menyebabkan perobahan perfusi paru belum diketahui dengan pasti. Hipoksia ditemukan pada 2%-30% anak dengan sirosis. Sianosis dan clubbing finger dapat terjadi karena hipoksemia kronik akibat terjadinya kolateral paru-sistemik. Pada kardiovaskular manifestasinya sering berupa peningkatan kardiac output yang dapat berkembang menjadi sistemik resistensi serta penurunan hepatic blood flow (hipertensi porta), selanjutnya dapat pula menjadi hipertensi sistemik. Pada sistim endokrin kelainan terjadi karena kegagalan hati dalam mensintesis atau metabolisme hormon. Keterlambatan pubertas dan pada adolesen dapat ditemukan penurunan libido serta impontensia karena penurunan sintesis testeron di hati. Juga dapat terjadi feminisasi berupa ginekomastia serta kurangnya pertumbuhan rambut. Pada sistim neurologis ensefalopati terjadi karena kerusakan lanjut dari sel hati. Gangguan neurologis dapat berupa asteriksis (flapping

tremor), gangguan kesadaran dan emosi. Sistem imun pada sirosis dapat terjadi penurunan fungsi imunologis yang dapat menyebabkan rentan terhadap berbagai infeksi, diantaranya yang paling sering terjadi pneumonia dan peritonitis bakterialis spontan.

Kelainan yang ditemu-kan sering berupa penurunan aktifitas fagosit sistem retikulo-endo-telial, opsonisasi, kadar komplemen C2, C3 dan C4 serta aktifitas pro-liferatif monosit. Sepertiga dari kasus sirosis dekompensata menunjukan demam tetapi jarang yang lebih dari 38C dan tidak dipengaruhi oleh pemberian antibiotik. Keadaan ini mungkin disebabkan oleh sitokin seperti tumornecrosis-factor (TNF) yang dibebaskan pada proses inflamasi. Gangguan nutrisi yang terjadi dapat berupa mal-nutrisi, anoreksia, mal-absorbsi, hipo-albuminemia serta defisensi vitamin yang larut dalam lemak. Sering pula terjadi hipo-kalemia karena hilangnya kalium melalui muntah, diare atau karena pengaruh pemberian diuretik. Pada pemeriksaan fisik hepar sering teraba lunak sampai keras kadang-kadang mengkerut dan noduler. Limpa sering teraba membesar terutama pada hipertensi porta. Kulit tampak kuning, sianosis dan pucat, serta sering juga didapatkan spider angiomata. Retensi cairan dan natrium pada sirosis memberikan kecendrungan terdapatnya peningkatan hilangnya kalium sehingga terjadi penurunan kadar kalium total dalam tubuh. Terjadinya hiper aldosteron yang disertai kurangnya masukan makanan, serta terdapatnya gangguan fungsi tubulus yang dapat memperberat terjadinya hipo-kalemia. Kondisi hipo-kalemia ini dapat menyebab-kan terjadinya ensefalopati karena dapat menyebabkan peningkatan absorbsi amonia dan alkalosis. F. Komplikasi Komplikasi sirosis dapat terjadi secara fungsional, anatomi ataupun neoplastik. Kelainan fungsi hepato-selular disebabkan gangguan kemampuan sintesis, detok-sifikasi ataupun kelaian sistemik yang sering melibatkan organ ginjal dan endokrin. Kelainan anatomis terjadi karena pada sirosis terjadi perubahan bentuk parengkim hati, sehingga terjadi penurunan perfusi dan menyebabkan terjadinya hipertensi portal, dengan perobahan alur pembuluh darah balik yang menuju viseral berupa pirau baik intra maupun ekstra hepatal. Sirosis yang dibiarkan dapat berlanjut dengan proses degeneratif yang neoplastik dan dapat menjadi karsinoma hepato-selular. Komplikasi dari sirosis dapat berupa kelainan ginjal berupa sindroma hepatorenal, nekrosis

tubular akut. Juga dapat terjadi ensefalopati porto-sistemik, perdarahan varises, peritonitis bakterialis spontan. G. Diagnosis Diagnosis sirosis hati ditegakkan berdasarkan pemeriksaan klinis, labo ratorium dan pemeriksaan penunjang. Pada stadium kompensasi sempurna kadang-kadang sulit menegakkan diagnosis sirosis hati. Pada stadium dekompensasi kadang tidak sulit menegakkan diagnosis dengan adanya asites, edema pretibial, splenomegali, vena kolateral, eritema palmaris. Pada pemeriksaan laboratorium darah tepi, dapat mengkonfirmasi kegagalan fungsi hati. sering didapatkan anemia normositik normokrom, leukepenia dan trombositopenia. Waktu protrombin sering memanjang. Tes fungsi hati dapat normal terutama pada penderita yang masih tergolong kompensata-inaktif. Pada stadium dekompensata ditemui kelainan fungsi hati. Kadar alkali fosfatase sering meningkat terutama pada sirosis billier. Pemeriksaan elektroforesis protein pada sirosis didapat-kan kadar albumin rendah dengan pening-katan kadar gama globulin. Ultrasonografi merupakan peme- riksaan noninvasif, aman dan mempunyai ketepatan yang tinggi. Gambaran USG pada sirosis hepatis tergantung pada berat ringannya penyakit. Keterbatasan USG adalah sangat tergantung pada subjektifitas pemeriksa dan pada sirosis pada tahap awal sulit didiagnosis. Pemeriksaan serial USG dapat menilai perkembangan penyakit dan mendeteksi dini karsinoma hepato-selular. Pemeriksaan scaning sering pula dipakai untuk melihat situasi pembesaran hepar dan kondisi

parengkimnya. Diagnosis pasti sirosis ditegakkan dengan pemeriksaan histopatologik jaringan hati yang di dapat dari biopsi. Jika penyebab sirosis tidak jelas, maka pemeriksaan lebih lanjut dapat dilakukan untuk memperjelas penyebabnya, misalnya dengan memeriksa antibodi virus hepatitis atau auto-antibodi yang mungkin telah menyerang selsel hati, kelebihan zat besi atau tembaga di dalam darah, dll. H. Pengobatan Secara umum, kerusakan sel-sel hati tidak dapat direhabilitasi. Tujuan pengobatan adalah mencegah pembentukan jaringan parut hati lebih lanjut, atau memperlambat kerusakan sel-sel hati. Sirosis cenderung semakin

memburuk jika penyebab yang mendasari tetap ada. Oleh karena itu perlu upaya untuk memperlambat atau menghentikan penyebab sirosis, misalnya:
y y y

Tidak minum alkohol jika alkohol adalah penyebabnya. Pengobatan untuk mengendalikan virus hepatitis. Steroid atau obat penekan kekebalan lainnya untuk mengobati penyakit autoimun menyebabkan kerusakan hati.

Penghapusan kelebihan zat besi yang terjadi pada hemokromatosis. Sirosis kompensata memerlukan kontrol yang teratur. Untuk sirosis

dengan gejala, pengobatan memerlukan pendekatan holistik yang memerlukan penanganan multi disipliner. 1. Pembatasan aktifitas fisik tergantung pada penyakit dan toleransi fisik penderita. Pada stadium kompensata dan penderita dengan keluhan/gejala ringan dianjurkan cukup istirahat dan menghindari aktifitas fisik berat. 2. Pengobatan berdasarkan etiologi. 3. Dietetik - Protein diberikan 1,5-2,5 gram/hari. Jika terdapat ensepalopati protein harus dikurangi (1 gram/kgBB/hari) serta diberikan diet yang mengandung asam amino rantai cabang karena dapat meningkatkan penggunaan dan penyimpanan protein tubuh. Dari penelitian diketahui bahwa pemberian asam amino rantai cabang akan meningkatkan kadar albumin secara bermakna serta meningkatkan angka survival rate. - Kalori dianjurkan untuk memberikan masukan kalori 150% dari kecukupan gizi yang dianjurkan (RDA). - Lemak diberikan 30%-40% dari jumlah kalori. Dianjurkan pemberian dalam bentuk rantai sedang karena absorbsi-nya tidak memerlukan asam empedu. - Vitamin, terutama vitamin yang larut dalam lemak diberikan 2 kali kebutuhan RDA. - Natrium dan cairan tidak perlu dikurangi kecuali ada asites. - Makanan sebaiknya diberikan dalam jumlah yang sedikit tapi sering. 4. Menghindari obat-obat yang mem- pengaruhi hati seperti sulfonamide, eritromisin, asetami-nofen, obat anti kejang trimetadion, difenilhidantoin dan lain-lain. 5. Medika-mentosa

Terapi medika mentosa pada sirosis tak hanya simptomatik atau memperbaiki fungsi hati tetapi juga bertujuan untuk menghambat proses fibrosis, mencegah hipertensi porta dan meningkatkan harapan hidup tetapi sampai saat ini belum ada obat yang yang dapat memenuhi seluruh tujuan tersebut. - Asam ursodeoksilat merupakan asam empedu tersier yang mempunyai sifat hidrofilik serta tidak hepatotoksik bila dibandingkan dengan asam empedu primer dan sekunder. Bekerja sebagai kompentitif binding terhadap asam empedu toksik. Sebagai hepato- proktektor dan bile flow inducer. Dosis 10-30 mg/kg/hari. Penelitian Pupon mendapatkan dengan pemberian asam ursodeoksikolat 13-15 mg/kgBB /hari pada sirosis bilier ternyata dapat memperbaiki gejala klinis, uji fungsi hati dan prognosisnya. - Kolestiramin bekerja dengan mengikat asam empedu di usus halus sehingga terbentuk ikatan komplek yang tak dapat diabsorbsi ke dalam darah sehingga sirkulasinya dalam darah dapat dikurangi. Obat ini juga berperanan sebagai anti pruritus. Dosis 1 gram/kgBB/hari di bagi dalam 6 dosis atau sesuai jadwal pemberian susu. - Colchicines 1 mg/hari selama 5 hari setiap minggu memperlihatkan adanya perbaikan harapan hidup dibandingkan kelompok placebo. Namun penelitian ini tidak cukup kuat untuk mereko-mendasikan penggunaan colchicines jangka panjang pada pasien sirosis karena tingginya angka drop out pada percobaan tersebut. - Kortikosteroid merupakan anti imflamasi menghambat sintesis kolagen maupun pro-kolagenase. Penggunaan prednisone sebagai terapi pada hepatitis virus B kronik masih diperdebatkan. Penelitian propsektif pada anak Italia dengan hepatitis kronik aktif yang disebabkan hepatitis B virus menunjukan tidak adanya keuntungan dari pemberian pred-nisolon. - D-penicillamine. Pemberian penicil- linamine selama 1-7 tahun (rata-rata 3,5 tahun) pada pasien dengan Indian Chil hood cirrhosis ternyata memberikan perbaikan klinik, biokimia dan histology. Namun penelitian Boderheimer, mendapatkan bahwa pemberian penicillinamine 250 mg dan 750 mg pada pasien sirosis bilier primer ternyata tak memberikan

keuntungan klinis. Juga peningkatan dosis hanya memberatkan efek sam-ping obat, sedangkan penyakitnya tetap progresif. - Cyclosporine; pemberian cyclosporine A pada pasien sirosis bilier primer sebanyak 3 mg/kgbb/hari akan menurunkan mortalitas serta memper-panjang lama dibutuhkannya trans-platasi hati sampai 50% disampingkan kelompok placebo. - Obat yang menurunkan tekanan vena portal, vasopressin, somatostatin, propanolol dan nitrogliserin. - Anti virus pemberiannya bertujuan untuk menghentikan replikasi virus dalam sel hati. 6. Mencegah dan mengatasi komplikasi yang terjadi.
- Pengobatan Hipertensi Portal - Asites

Asites dapat diatasi dengan retriksi cairan serta diet rendah natrium (0,5 mmol/kgbb/hari), 10%-20% asites memberikan respon baik dengan terapi diet. Bila usaha ini tidak berhasil dapat diberikan diuretik yaitu antagonis aldosteron seperti spironolakton dengan dosis awal 1 mg/kgbb yang dapat dinaikkan bertahap 1 mg/kgbb /hari sampai dosis maksimal 6 mg/kgbb /hari. Pengobatan diuretik berhasil bila terjadi keseimbangan cairan negatif 10 ml/kgbb/hari dan pengurangan berat badan 1%2%/hari. Bila hasil tidak optimal dapat ditambahkan furosemid dengan dosis awal 1-2 mg/kgbb/hari dapat dinaikan pula sampai 6 mg/kgbb/hari. Parasentesis dapat diper- timbangkan pada asites yang menye-babkan gangguan pernafasan dan juga terindikasi untuk asites yang refrakter terhadap diuretika. Pada asites refrakter maupun yang rekuren juga dapat dilakukan tindakan tranjugular intra hepatik portosistemic shunt. Transplatasi hati, merupakan terapi standar untuk anak dengan penyakit sirosis. I. Prognosis Prognosis pasien sirosis ditentukan oleh kelainan dasar yang

menyebabkannya, perubahan histopatologis yang ada serta komplikasi yang terjadi. Pasien sirosis memang merupakan salah satu indikasi untuk dilakukan transplatasi hati karena memang secara anatomis tidak dapat disembuhkan.

Salah satu pegangan untuk memper-kirakan prognosis penderita dapat menggunakan kriteria Child yang dihubung-kan dengan kemungkinan menghadapi operasi. Untuk Child A, mortalitas antara 10%-15%, Child B kira-kira 30% dan Child C lebih dari 60%. Tabel . Klasifikasi sirosis hepatis menurut kriteria Child. No 1 Asites A Negatif B Dapat dikontrol Sedang 2 3 Nutrisi Kelainan neurologi Bilirubin (mg%) 4 Albumin (gram%) Negatif 1,5 3,0-3,5 5 3,5 <3 Baik Minimal 1,5-3 Lanjut >3 Jelek Tidak C

Prognosis jelek juga dihubungkan dengan hipoprotrombinemia persisten, asites terutama bila membutuhkan dosis diuretik tinggi untuk mengontrolnya, gizi buruk, ikterus menetap, adanya komplikasi neurologis, perdarahan dari varises esophagus dan albumin yang rendah.

8.5

Hipertensi Portal Pada Sirosis A. Definisi Hipertensi portal adalah peningkatan tekanan vena porta lebih dari 10 mmHg. B. Patogenesis Kelainan anatomis terjadi karena pada sirosis terjadi perubahan bentuk parenkim hati, sehingga terjadi penurunan perfusi dan menyebabkan terjadinya hipertensi portal. Hipertensi portal merupakan gabungan hasil peningkatan resistensi vaskular intra hepatik dan peningkatan aliran darah melalui sistem portal. Resistensi intra hepatik meningkat melalui 2 cara yaitu secara mekanik dan dinamik. Secara mekanik resistensi berasal dari fibrosis yang terjadi pada sirosis, sedangkan secara dinamik berasal dari vasokontriksi vena portal sebagai efek sekunder dari kontraksi aktif vena portal dan septa myofibroblas, untuk

mengaktif- kan sel stelata dan sel-sel otot polos. Tonus vaskular intra hepatik di atur oleh vasokonstriktor (norepineprin, angiotensin II, leukotrin dan trombioksan A) dan di perkuat oleh vasodilator (seperti nitrat oksida). Pada sirosis peningkatan resistensi vaskular intra hepatik disebabkan juga oleh ke tidak seimbangan antara vasokontriktor dan vasodilator yang merupakan akibat dari keadaan sirkulasi yang hiperdinamik dengan vasodilatasi arteri splanknik dan arteri sistemik. Hipertensi portal ditandai dengan peningkatan cardiac output dan penurunan resistensi vaskular sistemik. Vasodilatasi arteri splanknik

mendahului peningkatan aliran darah portal, yang selanjutnya menjadikan hipertensi portal yang lebih berat. Vasodilatasi arteri splanknik berasal dari pelepasan vasodilator endogen seperti nitric oksida, glukagon dan peptide vasointestianal aktif. Peningkatan gradien tekanan portocava mendahului terjadinya kolateral vena portal sistemik sebagai usaha untuk dekompresi sistem vena portal. Varises esophagus adalah kolateral yang paling penting karena tingginya kecendrungan untuk terjadinya perdarahan. Varises esophagus terjadi ketika gradien tekanan vena portal meningkat di atas 10 mmHg. Semua faktor meningkatkan hipertensi portal bisa meningkatkan resiko perdarahan termasuk perburukan penyakit hati, intake makanan, kegiatan fisik dan peningkatan tekanan intra abdominal. Faktor-faktor yang merobah dinding varises seperti NSAID dapat juga meningkatkan resiko perdarahan. Infeksi bakteri bisa menyebabkan perdarahan awal dan perdarahan ber- ulang. C. Gejala Klinis Secara umum gejala klinis hipertensi portal dapat di lihat pada tabel Tabel. Gambaran klinis hipertensi porta Splenomegali hati menciut / hepatomegali Hematemesis Melena Varises esofagus Pirau portosistemik kutanius kutanius hipersplenisme asites malabsorbsi lemak protein loosing enteropathy

Hemoroid interna Ensepalopati hepatis D. Diagnosis

gagal tumbuh

Hipertensi portal harus difikirkan bila pada anak terjadi perdarahan saluran cerna, terutama jika di dukung data splenomegali. Pemeriksaan fisik harus diarahkan untuk melihat tanda-tanda penyakit kronis yaitu gagal tumbuh, kelemahan otot, telengktasi dan caput meduse, ikterik, asites atau ensepalopati. Laboratorium termasuk darah lengkap, trombosit, faal hepar, PTAPTT, albumin dan amonia. Pada kasus dewasa radiologi secara akurat bisa menunjang diagnosis hipertensi portal, namun pada anak sedikit penelitian tentang pemeriksaan radiologi. Ultra sografi bisa menentukan bila terdapat hipertensi porta. CT scan memberi informasi yang sama dengan USG. Endoskopi adalah pemeriksaan yang paling dapat di percaya untuk mendeteksi varises esofagus. E. Penatalaksanaan Penatalaksaan hipertensi portal di bagi menjadi pengobatan emergensi perdarahan dan profilaksis terjadinya perdarahan awal dan profilak perdarahan lanjutan. Pada perdarahan akut diperlukan pengawasan yang ketat. Aspirasi cairan lambung berguna untuk mendeteksi perdarahan lambung. Pertama yang difokus-kan adalah resusitasi cairan awal berupa infus kristaloid diikuti dengan transfusi sel darah merah. Dapat diberikan plasma segar atau plasma beku segar. Pada penderita yang di duga sirosis adanya ensepalopati perlu diwaspadai. Pemberian ranitidin intra vena bisa mencegah erosi lambung, sedangkan vitamin K diperlukan pada penderita dengan masa protrombin memanjang. Saat ini obat yang lebih banyak dipakai adalah analog somatostatin octreotide karena memiliki waktu paruh yang lebih panjang. Dengan ditemukannya analog somatostatin yang umumnya ber-hasil menghentikan perdarahan akut maka jarang diperlukan endoskopi emergensi. Pemberiannya adalah memberikan bolus 25 ug dilanjutkan selama 48 jam dengan dosis 1520 ug/jam. Somatostatin dan analognya (octriotide) sama efektifnya dengan vaso-pressin tetapi dengan efek samping yang lebih sedikit.

Skleroterapi bertujuan untuk obliterasi varises. Dapat dilakukan pada 6 jam pertama. Tapi umumnya dilakukan setelah pemberian octreotide dalam rangka memperoleh lapangan pandang yang bebas dari perdarahan. Ligasi sama efektifnya dengan skleroterapi dalam mengatasi perdarahan yang merembes tetapi lebih baik dalam mengatasi perdarahan yang memancur. Pemberian propanolol bertujuan supaya preventif perdarahan primer maupun sekunder. Dosis pada anak 0,2-0,5mg/dosis. Efek samping obat ini adalah asthenia, dispneu, bardikardi dan dapat mengurangi aliran darah ke hati sehingga akan memperburuk fungsi hati. Laktulosa akan menghambat reabsorbsi amonia diberikan dengan dosis 0,5-4 mg/hari atau dalam bentuk enema. Neomisin akan mengurangi mikroba usus dan menekan produksi ammonia. Untuk mencegah perdarahan berulang yang umum dilakukan adalah endoskopi terapi baik skleroterapi maupun ligasi. Tatalaksana rumatan untuk mencegah perdarahan prinsipnya sama dengan pendekatan farmakologis tetapi tanpa penggunaan somatostatin. Obat yang di pakai adalah Beta blocker. Dapat juga di pakai kombinasi vasokonstriktor dan vasodilator. Prosedur bedah pada hipertensi portal di bagi: 1. pirau dekompresi. 2. prosedur devaskularisasi. 3. transplatasi hati. F. Prognosis Perdarahan inisial disertai dengan risiko mortalitas yang tinggi. Pada penderita Child C resiko mortalitas perdarahan sebesar 50% dalam 2 minggu pertama paska perdarahan. Resiko mortalitas akan mening-kat bila terjadi kegagalan fungsional ber-bagai organ seperti gagal ginjal, sepsis dan koma hepatikum. Risiko perdarahan berulang paska perdarahan inisial juga sangat tinggi (30%-70%) dan terkait dengan beratnya sirosis. Risiko ini sangat tinggi pada beberapa minggu pertama dan 40% akan mengalami perdarahan berulang pada 72 jam pertama. Selanjutnya risiko perdarahan tersebut akan berkurang secara drastis (20%-30%). 8.6 Abses Hati

Abses hati adalah bentuk infeksi pada hati yang disebabkan oleh karena infeksi bakteri, parasit, maupun jamur maupun nekrosis steril yang bersumber dari sistem gastrointestinal yang ditandai adanya proses supurasi dengan pembentukan pus yang terdiri dari jaringan hati nekrotik, sel-sel inflamasi atau sel darah di dalam parenkim hati. Abses hati terbagi dua secara umum, yaitu abses hati amebik (AHA) dan abses hati piogenik (AHP). A. Patogenesis Abses Hati Piogenik Hati adalah organ yang paling sering untuk terjadinya abses. Abses hati dapat berbentk soliter maupun multipel. Hal ini dapat terjadi dari penyebaran hematogen maupun secara langsung dari tempat terjadinya infeksi di dalam rongga peritoreum. Hati menerima darah secara sistemik maupun melalui sirkulasi vena portal, hal ini memungkinkan terinfeksinya hati oleh karena paparan bakteri yang berulang, tetapi dengan adanya sel Kuppfer yang membatasi sinusoid hati akan menghindari terinfeksinya hati oleh bakteri tersebut. Adanya penyakit sistem biliaris sehingga terjadi obstruksi aliran empedu akan menyebabkan terjadinya proliferasi bakteri. Adanya tekanan dan distensi kanalikuli akan melibatkan cabang-cabang dari vena portal dan limfatik sehingga akan terbentuk formasi abses fileflebitis. Mikroabses yang terbentuk akan menyebar secara hematogen sehingga terjadi bakterimia sistemik. Penetrasi akibat trauma tusuk akan menyebabkan inokulasi bakteri pada parenkim hati sehingga terjadi AHP. Penetrasi akibat trauma tumpul menyebabkan nekrosis hati, perdarahan intrahepatik dan terjadi kebocoran saluran empedu sehingga terjadi kerusakan dari kanalikuli. Kerusakan kanalikuli menyebabkan masuknya bakteri ke hati dan terjadi pertumbuhan bakteri dengan proses supurasi dan pembentukan pus. Lobus kanan hati yang lebih sering terjadi AHP dibandingkan dengan lobus kiri, hal ini berdasarkan anatomi hati, yaitu lobus kanan menerima darah dari arteri mesenterika superior dan vena portal sedangkan lobus kiri menerima darah dari arteri mesenterika interior dan aliran limpatik. B. Manifestasi klinis Dicurigai adanya AHP apabila ditemukan sindrom klinis klasik berupa nyeri spontan perut kana atas, yang ditandai dengan jalan membungkuk ke depan dengan kedua tangan diletakkan di atasnya. Demam/panas tinggi merupakan keluhan paling utama, keluhan lain yaitu nyeri pada kuadran kanan

atas abdomen, dan disertai dengan keadaan syok. Setelah era pemakaian antibiotik yang adekuat, gejala dan manifestasi klinis AHP adalah malaise, demam yang tidak terlalu tinggi dan nyeri tumpul pada abdomen yang menghebat dengan adanya pergerakan. Apabila abses hati piogenik letaknya dekat dengan diafragma, maka akan terjadi iritasi diafragma sehingga terjadi nyeri pada bahu sebelah kanan, batuk ataupun atelektasis. Gejala lainnya adalah rasa mual dan muntah, berkurangnya nafsu makan, terjadi penurunan berat badan yang unintentional, kelemahan badan, ikterus, buang air besar berwarna seperti kapur dan buang air kecil berwarna gelap. Pemeriksaan fisis yang didapatkan febris yang sumer-sumer hingga demam/panas tinggi. Pada palpasi terdapat hepatomegali serta perkusi terdapat nyeri tekan hepar, yang diperberat dengan adanya pergerakan abdomen, splenomegali didapatkan apabila AHP telah menjadi kronik, selain itu bisa didapatkan asites, ikterus, serta tanda-tanda hipertensi portal C. Pemeriksaan penunjang Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan leukositosis yang tinggi dengan pergeseran ke kiri, anemia, peningkatan laju endap darah, peningkatan alkalin fosfatase, peningkatan enzim transaminase dan serum bilirubin, berkurangnya konsentrasi albumin serum dan waktu protrombin yang memanjang menunjukan bahwa terdapat kegagalan fungsi hati yang disebabkan AHP. Tes serologi digunakan untuk menyingkirkan diagnosis banding. Kultur darah yang memperlihatkan bacterial penyebab menjadi standar emas untuk menegakan diagnosis secara mikrobiologik. Pada pemeriksaan penunjang yang lain, seperti pada pemeriksaan foto toraks, dan foto polos abdomen ditemukan diafragma kanan meninggi, efusi pleural, atelektasis basiler, empiema, dan abses paru. Pada foto toraks PA, sudut kardiofrenikus tertutup, pada posisi lateral sudut kostofrenikus anterior tertutup. Dibawah diafragma, terlihat bayangan udara atau air fluid level. Abses lobus kiri akan mendesak kurvatura minor. Secara angigrafik, abses merupakan daerah avaskular. Pemeriksan penunjang yang lain yaitu abdominal CT-SCAN atau MRI, ultrasonografi abdominal, dan biopsy hati, kesemuanya saling menunjang sehingga memiliki nilai diagnostic semakin tinggi. Abdominal CT-SCAN memiliki sensitivitas 95-100% dan dapat mendeteksi lesi hingga kurang dari 1 cm. ultrasound abdomen memilki sensitivitas 80-

90%, ultrasound-Guided Aspirate for Culture and Special Stains, dengan kutur hasil aspirasi terpimpin dengan ultrasound didapatkan hasil posotif 90% kasus, sedangkan gallium dan technetium radionuclide scanning memiliki sensitivitas 50-90%. D. Diagnosis. Menegakan diagnosis AHP berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisis, dan laboratories serta pemeriksaan penunjang. Diagnosis AHP kadang-kadang sulit ditegakan sebab gejala dan tanda klinis sering tidak spesifik. Sedangkan diagnosis dini memberikan arti penting dalam pengelolaan AHP karena penyakit ini dapat disembuhkan. Sebaliknya, diagnosis dan pengobatan yang terlambat angka meningkatkan angka kejadian morbiditas dan mortalitas. Diagnosis dapat ditegakan bukan hanya dengan CT-SCAN saja, meskipun pada akhirnya dengan CT-SCAN mempunyai nilai prediksi yang tinggi untuk diagnosis AHP, demikian juga dengan tes serologi yang dilakukan. Tes serologi yang negative menyingkirkan diagnosis AHA, meskipun terdapat pada sedikit kasus , tes ini menjadi positif setelah beberapa hari kemudian. Diagnosis berdasarkan penyebab adalah dengan menemukan bakteri penyebab pada pemeriksaan kutur hasil aspirasi, ini merupakan standar emas untuk diagnosis. E. Komplikasi Saat diagnosis ditegakan, menggambarkan keadaan penyakit yang berat, seperti septikamia/bakterimia dengan mortalitas 85%, rupture abses hati disertai peritonitis generalisata dengan mortalitas 6-7%, kelainan

pleuropulmonal, gagal hati, perdarahan ke dalam rongga abses, hemobilia, empiema, fistula hepatobronkial, rupture kedalam perikard atau

retroperitoneum. Sedudah mendapat terapi, sering terjadi diathesis hemoragik, infeksi luka, abses rekuren, perdarahan sekunder, dan terjadi rekurensi atau reaktivasi abses. F. Penatalaksanaan Penatalaksanaan AHP secara konvensional adalah dengan drainase terbuka secara operasi dan antibiotic spectrum luas oleh karena bakteri penyebab abses terdapat di dalam cairan abses yang sulit dijangkau dengan antibiotika tunggal tanpa aspirasi cairan abses. Penatalaksanaan saat ini adalah

dengan drainase perkutaneus abses intraabdominal dengan tuntunan abdomen ultrasound atau tomography computer, komplikasi yang bisa terjadi adalah perdarahan, perforasi organ intraabdominal, infeksi atau pun terjadi kesalahan dalam penempatan kateter untuk drainase, kadang-kadang pada AHP multiple diperlukan reseksi hati. Penatalaksaan dengan menggunakan antibiotic, pada terapi awal digunakan penisilin. Selanjutnya dikombinasikan dengan ampisilin,

aminoglikosida, atau sefalosporin generasi III dan klindamisin atau metronidazol. Jika dalam waktu 48-72 jam, belum ada perbaikan klinis dan laboratories, maka antibiotika yang digunakan diganti dengan antibiotika yang sesuai dengan dengan hasil kultur sensitivitas aspirat abses hati. pengobatan parenteral dapat dirubah menjadi oral setelah pengobatan parenteral selama 10-14 hari, dan kemudian dilanjutkan kembali hingga 6 minggu kemudian. Pengolalaan dengan dekompresi saluran biliaris dilakukan bila terjadi obstruksi sistem biliaris yaitu dengan rute transhepatik atau dengan melakukan endoskopi. G. Prognosis Mortalitas AHP yang diobati dengan antibiotika yang sesuai dengan bacterial penyebab dan dilakukan drainase adalah 10-16%. Prognosis yang buruk apabila terjadi keterlambatan diagnosis dan pengobatan, jika hasil kultur darah memperlihatkan bacterial penyebab multiple, tidak dilakukan drinase terhadap abses, adanya ikterus, hipoalbuminemia, afusi pleural, atau adanya penyakit lain

8.7

Karsinoma Karsinoma hepatoseluler (KHS) adalah salah satu jenis keganasan hati primer yang paling sering ditemukan dan banyak menyebabkan kematian. Dari seluruh keganasan hati, 80-90% adalah KHS. Dua jenis virus yang dapat dikatakan menjadi penyebab dari tumor ini adalah virus hepatitisB (HBV) dan virus hepatitis C (HCV). A. Pathogenesis dan gambaran Beberapa faktor patogenesis karsinoma hepatoseluler telah didefinisikan baru-baru ini. Hampir semua tumor di hati berada dalam konteks kejadian cedera kronik (chronic injury) dari sel hati, peradangan dan meningkatnya

kecepatan perubahan hepatosit. Respons regeneratif yang terjadi dan adanya fibrosis menyebabkan timbulnya sirosis, yang kemudian diikuti oleh mutasi pada hepatosit dan berkembang menjadi karsinoma hepatoseluler. HBV atau HCV mungkin ikut terlibat di dalam berbagai tahapan proses onkogenik ini. Misalnya, infeksi persisten dengan virus menimbulkan inflamasi,

meningkatkan perubahan sel, dan menyebabkan sirosis. Sirosis selalu didahului oleh beberapa perubahan patologis yang reversibel, termasuk steatosis dan inflamasi; baru kemudian timbul suatu fibrosis yang ireversibel dan regenerasi nodul. Lesi noduler diklasifikasikan sebagai regeneratif dan displastik atau neoplastik. Nodul regeneratif merupakan parenkim hepatik yang membesar sebagai respons terhadap nekrosis dan dikelilingi oleh septa fibrosis. Selain proses di atas, pada waktu periode panjang yang tipikal dari infeksi (10-40 tahun), genom virus hepatitis dapat berintegrasi ke dalam kromosom hepatosit. Peristiwa ini menyebabkan ketidakseimbangan

(instability) genomik sebagai akibat dari mutasi, delisi, translokasi, dan penyusunan kembali (rearrangements) pada berbagai tempat di mana genom virus secara acak masuk ke dalam DNA hepatosit. Salah satu produk gen, protein x HBV (Hbx), mengaktifkan transkripsi, dan pada periode infeksi kronik, produk ini meningkatkan ekspresi gen pengatur pertumbuhan (growthregulating genes) yang ikut terlibat di dalam transformasi malignan dari hepatosit. B. Gambaran klinis Gambaran klinis berupa rasa nyeri tumpul umumnya dirasakan oleh penderita dan mengenai perut bagian kanan atas, di epigastrium atau pada kedua tempat epigastrium dan hipokondrium kanan. Rasa nyeri tersebut tidak berkurang dengan pengobatan apapun juga. Nyeri yang terjadi terus menerus sering menjadi lebih hebat bila bergerak. Nyeri terjadi sebagai akibat pembesaran hati, peregangan glison dan rangsangan peritoneum. Terdapat benjolan di daerah perut bagian kanan atas atau di epigastrium. Perut membesar karena adanya asites yang disebabkan oleh sirosis atau karena adanya penyebaran karsinoma hati ke peritoneum. Umumnya terdapat keluhan mual dan muntah, perut terasa penuh, nafsu makan berkurang dan berat badan menurun dengan cepat. Yang paling penting

dari manifestasi klinis sirosis adalah gejala-gejala yang berkaitan dengan terjadinya hipertensi portal yang meliputi asites, perdarahan karena varises esofagus, dan ensefalopati C. Diagnosis Untuk menegakkan diagnosis karsinoma hati diperlukan beberapa pemeriksaan seperti misalnya pemeriksaan radiologi, ultrasonografi,

computerized tomography (CT) scan, peritoneoskopi dan pemeriksaan laboratorium. Deteksi lesi noduler hati dengan imaging tergantung pada perbedaan yang kontras antara parenkim hati normal dan lesi noduler. Adanya fibrosis dapat mempengaruhi sensitivitas dari modalitas imaging sehingga dapat mengganggu deteksi dan karakterisasi tumor hati. D. Tatalaksana Secara umum, tatalaksana bedah (surgical management) seperti reseksi dan transplantasi dianggap pengobatan yang ideal untuk KHS. Kemajuan teknik bedah dan perawatan perioperatif telah mampu untuk menurunkan morbiditas dan mortalitas akibat operasi, bahkan pada penderita-penderita sirosis. E. Prognosis Pada umumnya prognosis karsinoma hati adalah jelek. Tanpa pengobatan, kematian rata-rata terjadi sesudah 6-7 bulan setelah timbul keluhan pertama. Dengan pengobatan, hidup penderita dapat diperpanjang sekitar 11- 12 bulan. Bila karsinoma hati dapat dideteksi secara dini, usahausaha pengobatan seperti pembedahan dapat segera dilakukan misalnya dengan cara sub-segmenektomi, maka masa hidup penderita dapat menjadi lebih panjang lagi. Sebaliknya, penderita karsinoma hati fase lanjut mempunyai masa hidup yang lebih singkat. Kematian umumnya disebabkan oleh karena koma hepatik, hematemesis dan melena, syok yang sebelumnya didahului dengan rasa sakit hebat karena pecahnya karsinoma hati.

8.8

Pemeriksaan Penunjang A. Sirosis hati 1. Laboratorium


- Urine

Dalam urine terdapat urobilinogen, juga terdapat bilirubin bila penderita ada ikterus. Pada penderita dengn asites, Na dalam urine berkurang, dan pada penderita yang berat ekskresinya kurang dari 3 mEq (0,1 g)
- Tinja

Terdapat kenaikan sterkobilinogen


- Darah

Terjadi kenaikan plasma sel pada keadaan kenaikan kadar globulin dalam darah
- Tes faal hati - Aspartat aminotransferase (AST ) atau serumglutamil oksalo asetat

(SGOT) dan alanin aminotrasnferase (ALT) atau serum glutamil oksalo piruvat transaminase (SGPT) meningkat, AST lebih meningkat dari pada ALT
- Alkali fosfatase meningkat kurang dari 2 sampai 3 kali batas normal

atas. Gamma glutamil trasnpeptidase (GGT) tinggi konsentrasinya pada penderita alkoholik kronik
- Bilirubin, kosentrasinya bisa normal jika pada sirosis hati kompensata,

tapi bisa meningkat pada sirosis lanjut.


- Albumin, sintesinnya terjadi di jaringn hati, konsentrasinya menurun

sesuai dengan perburukan sirosis


- Globulin, konsentrasinya meningkat pada sirosis. Akibat sekunder dari

pintasan, antigen bakteri dari sistem porta ke jaringn lmfoid, selanjutnya menginduksi produksi immunoglobulin
- Kelainan hematologi anemia, penyebabnya bisa bermacam-macam,

anemia normokrom, normositer, hipokrom mikrositer, atau hipokrom maksositer. Anemia dengan trombositopenia, leukopenia, dan netropenia akibat splenomegali kongestif berkaitan dengan hipertensi porta sehingga terjadi hipersplenisme 2. Radiologis
- Foto Thoraks

Kelainan foto toraks akibat sirosis hati denga hipertensi portal, aialah peninggian diafragma kanan dan kiri 21 (56,76%), dan ditemukan efusi pleura kanan pada 2 (5,40 %). Peninggian diafragma tersebut karena

asites yang banyak dan mendorong diafragma ke atas. Ufusi pleura terjadi karena cairan asites yang sangat banyak disertai adanya defek pada diafragma kanan yang menyebabkan infiltrasi cairan asites kedalam ronga pleura kanan
- Splenoportografi

Dengan menyuntikan kontras media kedalam limpa, maka akan terlihat aliran vena lienalis, vena potra, dan sistema kolateral lain. Gambaran ini tampak jelas pada penderita sirosis hati dengan hipertesi portal
- Percutaneus Transhepatic Portography (PTP)

Dengan cara ini akan diperoleh gambar vena porta dan sisterna kolateral yang lebih sempurna dan lebih jelas
- Ultrasonografi (UGS)

Gambaran USG sirosis tergantung berat ringnnya penyakit. Pada tingkat sirosis permulaan, akan tampak hati membesar, permukaan ireguler, tepi hati tumpul, dan terdapat peninggian densitas gema kasar heterogen, vena hepatika terputus-putus yang menggambarkan makin berkelok-kelok, vena gema antara hati dengan dinding perut, yang menunjukan adnya asites, terlihat juga adanya splenomegali. B. Karsinoma hati 1. Pemeriksaan laboratorium Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan adalah pemeriksaan Alfafetoprotein (AFP) yaitu protein serum normal yang disintesis oleh sel hati fetal. Rentang normal AFP serum adalah 0-20 ng/ml, kadar AFP meningkat pada 60%-70% pada penderita kanker hati. Selain itu, dapat juga dilakukan pemeriksaan HBsAg karena pada penderita penyakit hati seperti kanker hati ditemukan HBsAg. 2. Ultrasonografi (USG) Abdomen Dengan USG, hati yang normal tampak warna keabu-abuan dan tekstur merata. Bila ada kanker akan terlihat jelas berupa benjolan berwarna kehitaman, atau berwarna putih campur kehitaman dan jumlahnya bervariasi pada tiap pasien, benjolan dapat terdeteksi dengan diameter 2-3 cm Untuk meminimalkan kesalahan hasil pemeriksaan AFP, 3. Computed Tomography Scanning (CT Scann)

CT Scann adalah pemeriksaan kanker dengan menggunakan prinsip daya tembus sinar-X digunakan untuk mendeteksi ukuran, jumlah tumor, lokasi dan sifat kanker hati dengan tepat. Pemeriksaan dengan CT scann letak kanker dengan jaringan tubuh sekitarnya terlihat jelas, dan kanker yang paling kecil pun sudah dapat terdeteksi. 4. Magnetic Resonance Imaging (MRI) MRI adalah pemeriksaan kanker dengan menggunakan gelombang magnet (nonradiasi). Pemeriksaan dengan MRI dilakukan bila ada gambaran CT scann yang masih meragukan atau pada penderita ada risiko bahaya radiasi sinar-X. MRI dapat menampilkan dan membuat peta pembuluh darah kanker hati serta menampilkan saluran empedu dalam hati, memperlihatkan struktur internal jaringan hati dan kanker hati C. Abses Hati Pada laboratorium didapatkan leukositosis dengan pergeseran ke kiri, anemia; laju endap darah, alkali fosfatase, transaminase dan serum bilirubin meningkat; konsentrasi albumin serum menurun dan waktu protrombin yang memanjang. Tes serologi digunakan untuk menyingkirkan diagnosis banding. Kultur darah memperlihatkan bacterial penyebab menjadi standar emas penegakan diagnosis secara mikrobiologik. Pemeriksaan foto thoraks dan foto polos abdomen: diafragma kanan meninggi, efusi pleura, atelektasis basiler, empiema atau abses paru. Padafoto thoraks PA: sudut kardiofrenikus tertutup; foto thoraks lateral: sudut kostofrenikus anterior tertutup. Di bawah diafragma terlihat air fluid level. Abses lobus kiri akan mendesak kurvatura minor. Secara angiografi, abses merupakan daerah avaskular. Abdominal CTScan atau MRI, USG abdominal, sdan Biopsi Hati memiliki sensitivitas yang tinggi. D. Hepatitis B Tersedia tes laboratorium untuk mendiagnosis infeksi HBV dan tes lain untuk memantau orang dengan hepatitis B kronis. Hepatitis B didiagnosis dengan tes darah yang mencari antigen (pecahan virus hepatitis B) tertentu dan antibodi (yang dibuat oleh sistem kekebalan tubuh sebagai reaksi terhadap HBV). Tes darah awal untuk diagnosis infeksi HBV mencari satu antigen

HbsAg (antigen permukaan, atau surface, hepatitis B) dan dua antibodi antiHBs (antibodi terhadap antigen permukaan HBV) dan anti-HBc (antibodi terhadap antigen bagian inti, atau core, HBV). Sebetulnya ada dua tipe antibodi anti-HBc yang dibuat: antibodi IgM dan antibodi IgG. Tes darah yang dipakai untuk diagnosis infeksi HBV dapat membingungkan, karena ada berbagai kombinasi antigen dan antibodi yang berbeda, dan masing-masing kombinasi mempunyai artinya sendiri. Berikut adalah arti dari kombinasi yang mungkin terjadi: HBsAg AntiHBc IgM Negatif AntiHBc IgG Negatif AntiHBs Negatif Status hepatitis B Tidak pernah (pertimbangkan divaksinasikan) terinfeksi

Negatif

Positif

Positif

Positif

Negatif

Terinfeksi, kemungkinan dalam enam bulan terahkir, masih aktif Terinfeksi, kemungkinan dalam enam bulan terahkir, dan dalam proses pemulihan Terinfeksi, kemungkinan terjadi lebih dari enam bulan yang lalu, dan dikendalikan secara sukses oleh sistem kekebalan tubuh

Negatif

Positif

Positif

Negatif

Negatif

Negatif

Positif

Positif

Negatif Positif

Negatif Negatif

Negatif Positif

Positif Negatif

Pernah divaksinasi terhadap infeksi HBV secara sukses Infeksi HBV kronis

Tergantung pada hasil ini, tes tambahan mungkin dibutuhkan. Bila kita tidak pernah terinfeksi HBV atau pernah divaksinasikan terhadap HBV, kita tidak membutuhkan tes tambahan. Bila kita baru-baru ini terinfeksi HBV atau kita hepatitis B akut, sebaiknya kita tes ulang setelah enam bulan untuk meyakinkan sudah didapatkan kekebalan yang dibutuhkan. Bila kita hepatitis B kronis, kita membutuhkan tes tambahan. Tes ini diminta oleh dokter untuk mengetahui apakah infeksinya aktif dan berapa luas

kerusakan pada hati: HBeAg dan Anti-HBe: HBeAg adalah antigen sampul hepatitis B, dan anti-Hbe adalah antibodi yang terbentuk untuk melawan antigen tersebut. Bila HBeAg dapat terdeteksi dalam contoh darah, ini berarti bahwa virus masih aktif dalam hati (dan dapat ditularkan pada orang lain). Bila HBeAg adalah negatif dan anti- HBe positif, umumnya in berarti virus tidak aktif. Namun hal ini tidak selalu benar. Beberapa orang dengan hepatitis B kronis terinfeksi dengan apa yang disebut sebagai precore mutant (semacam mutasi) HBV. Hal ini dapat menyebabkan HBeAg tetap negatif dan anti-HBe menjadi positif, walaupun virus tetap aktif dalam hati. Viral Load HBV: Tes viral load, yang serupa dengan tes yang dilakukan untuk mengukur jumlah virus HIV dalam darah, dapat mengetahui apakah HBV menggandakan diri dalam hati. Viral load HBV di atas 100.000 menunjukkan bahwa virus adalah aktif dan mempunyai potensi besar untuk menyebabkan kerusakan pada hati. Bila viral load di atas 100.000, terutama jika enzim hati juga tinggi, sebaiknya pengobatan dipertimbangkan. Bila viral load di bawah 100.000, terutama jika HBeAg negatif dan anti-HBe positif, ini menunjukkan bahwa virus dikendalikan oleh sistem kekebalan tubuh. Namun, walaupun begitu, virus masih dapat menular pada orang lain. Tes Enzim Hati: Tingkat enzim hati yang disebut SGPT dan SGOT (atau ALT dan AST di daerah lain) diukur dengan tes enzim hati, yang sering disebut sebagai tes fungsi hati. Tingkat enzim hati yang tinggi menunjukkan bahwa hati tidak berfungsi semestinya, dan mungkin ada risiko kerusakan permanen pada hati. Selama infeksi hepatitis B akut, tingkat enzim hati dapat tinggi untuk sementara, tetapi hal ini jarang menimbulkan masalah jangka panjang pada hati. Pada hepatitis B kronis, enzim ini, terutama SGPT, dapat menjadi lebih tinggi, secara berkala atau terus-menerus, dan hal ini menunjukkan risiko kerusakan hati jangka panjang. Alfa-fetoprotein (AFP): Ada tes yang mengukur tingkat AFP, yaitu sebuah protein yang dibuat oleh sel hati yang kanker. Karena orang dengan hepatitis B kronis berisiko lebih tinggi terhadap kanker hati, tes ini sering diminta oleh dokter setiap 6 sampai 12 bulan. Memakai tingkat AFP untuk mengetahui keberadaan tumor dapat disalah tafsirkan, jadi tes ini mungkin paling berguna untuk orang dengan sirosis, karena mereka hepatitis virus dan HIV 15 mempunyai kemungkinan lebih tinggi mendapatkan kanker hati.

Ultrasound: Banyak spesialis hati juga mengusulkan pemeriksaan ultrasound atau gema untuk mengetahui timbulnya kanker hati pada orang dengan hepatitis B kronis, karena tes ini lebih peka dalam mendeteksi tumor dibandingkan AFP. Tes ini memang lebih mahal. Ultrasound menggunakan alat, yang disebut sebagai transducer, yang digeser-geserkan pada perut atas untuk mengetahui bentuk, ukuran dan struktur hati. Pemeriksaan dengan ultrasound tidak menimbulkan rasa sakit dan hanya membutuhkan 10-15 menit. Beberapa ahli mengusulkan melakukan tes ultrasound setiap 6-12 bulan, walaupun, seperti dengan pemeriksaan AFP, tes ini paling berguna untuk orang dengan sirosis. Biopsi Hati: Sayangnya, tes darah tidak dapat memberikan semua informasi tentang keadaan hati seseorang. Mengukur viral load HBV, tingkat enzim hati, dan AFP dalam darah tidak dapat menentukan apakah ada kerusakan, dan bila ada, tingkat kerusakan. Untuk ini, dibutuhkan biopsi hati. Biopsi hati hanya diusulkan untuk pasien dengan viral load HBV yang tinggi (di atas 100.000 kopi) dan tingkat enzim hati yang tinggi. Biopsi hati biasanya dilakukan di klinik rawat jalan di rumah sakit. Ultrasound kadang kala dipakai untuk menentukan daerah terbaik untuk biopsi. Kita harus telentang, sedikit ke kiri. Daerah kulit yang dipilih dibersihkan.. Kemudian, daerah tersebut disuntik untuk mematikan rasa pada kulit dan jaringan di bawahnya. Sebuah jarum khusus yang tipis ditusuk melalui kulit. Pada saat ini, dokter akan minta kita mengambil napas masuk, keluar dan tahan untuk kurang lebih lima detik. Jarum dimasukkan pada hati dan dikeluarkan lagi. Tindakan ini hanya membutuhkan satu-dua detik. Sepotong jaringan hati yang kecil dicabut dengan jarumnya, dan diperiksa dalam laboratorium. Proses ini dari awal hanya membutuhkan 15-20 menit. Tetapi setelah itu,kita harus terbaring secara tenang selama beberapa jam untuk menghindari kemungkinan akan perdarahan di dalam. Mungkin akan dirasakan sedikit nyeri pada dada atau bahu, tetapi ini bersifat sementara. Orang bereaksi secara berbeda-beda pada biopsi beberapa orang merasa sakit, sementara kebanyakan merasa heran karena mereka hampir tidak mengalami rasa sakit. Sebagian besar orang menggambarkan proses sebagai membosankan, karena harus terbaring begitu lama setelah dilakukan tindakan. Hasil biopsi biasanya didapat dalam satu minggu, kemudian hasilnya baru akan dijelaskan oleh dokter.

8.9

Pembahasan Pemicu A. Diagnosis 1. Keluhan a. Kaki bengkak: Sirosis b. Sakit perut bagian atas: Sirosis, hepatitis, karsinoma, abses c. Mata kuning: Sirosis, hepatitis, karsinoma, abses d. Nafsu makan menurun: Sirosis, hepatitis, karsinoma, abses e. Mual: Sirosis, abses f. Perut membesar: Sirosis, hepatitis, karsinoma, abses g. Sulit konsentrasi: Sirosis h. Tangan gemetar: Sirosis 2. Pemeriksaan Fisik a. Sklera ikterik: Sirosis, hepatitis, karsinoma, abses b. Spider nevi: Sirosis, hepatitis B c. Hati membesar terasa berbenjol-benjol: Sirosis d. Bruit (+): Hepatoma e. Shifting dullness (+): Asites 3. Pemeriksaan Penunjang a. SGOT: 70 U/L ( nilai normal: 4,8 19 U/ L) b. SGPT: 50 U/L ( nilai normal: 2, 4 17 U/ L) tinggi tinggi tinggi tinggi tinggi

c. Alfa feto protein: 125 ng/ml ( nilai normal: 0-20 ng/ml) d. Bilirubin direk: 3.5 mg/dl ( nilai normal: 0 0, 3 mg/ dl) e. Bilirubin indirek: 2,5 mg/dl ( nilai normal: 0 0,6 mg/dl) f. HbSAg positif g. Anti HCV negatif h. Bilirubin urin positif i. USG abdomen : 3 SOL pada hati lobus kanan 7,5 cm

Dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang didapatkan bahwa pasien menderita karsinoma hati yang berasal dari sirosis hati yang disebabkan oleh penyakit hepatitis B. B. Manifestasi pada pemicu 1. Kaki bengkak Hati mempunyai peranan besar dalam memproduksi protein plasma yang beredar di dalam pembuluh darah, keberadaan protein plasma

terutama albumin untuk menjaga tekanan onkotik (tekanan osmotic yang di hasilkan oleh protein) yaitu dengan menjaga volume plasma dan mempertahankan tekanan koloid osmotic dari plasma. Akibat menurunnya tekanan onkotik maka cairan dari vaskuler mengalami ekstravasasi dan mengakibatkan deposit cairan yang menumpuk di perifer dan keadaan ini disebut edema. Ketika sirosis hati menjadi parah, tanda-tanda dikirim ke ginjal untuk menahan garam dan air didalam tubuh. Kelebihan garam dan air pertama tama berakumulasi dalam jaringan dibawah kulit pergelangan-pergelangan kaki dan kaki karena efek gaya berat ketika berdiri atau duduk. Akumulasi cairan ini disebut edema atau pitting edema. (Pitting edema merujuk pada fakta bahwa menekan sebuah ujung jari dengan kuat pada suatu pergelangan atau kaki dengan edema menyebabkan suatu lekukan pada kulit yang berlangsung untuk beberapa waktu setelah pelepasan dari tekanan. Sebenarnya, tipe dari tekanan apa saja, seperti dari pita elastik kaos kaki, mungkin cukup untk menyebabkan pitting). Pembengkakkan seringkali memburuk pada akhir hari setelah berdiri atau duduk dan mungkin berkurang dalam semalam sebagai suatu akibat dari kehilnagan efek-efek gaya berat ketika berbaring. 2. Spider nevi Gangguan endokrin yang sering terjadi pada sirosis. Hormone

korteks adrenal, testis dan ovarium dimetabolisme dan inaktifkan oleh hati normal. Angioma laba-laba terlihat pada kulit, terutama disekitar leher, bahu dan dada. Angioma ini terdiri atas arteriola sentral tempat memancarnya banyak pembuluh halus. Angioma laba-laba, atrofi testis, ginekomastia, alopesia pada dada dan aksila, serta eritema Palmaris, semuanya diduga disebabkan oleh kelebihan esterogen dalam sirkulasi. 3. Tremor dan susah konsentrasi Ensefalopati hepatic(koma hepatikum) merupaka sindrom neuro psikiatri pada penderita penyakit hati berat. Sindrom ini ditandai oleh kekacauan mental, tremor otot, dan flapping tremor yang disebut sebagai asteriksis. Ensefalopati hepatic dapat dijelaskan sebagai suatu bentuk intoksikasi otak yang disebabkan oleh isi usus yang tidak mengalami metabolism

dalam hati. Keadaan ini dapat terjadi bila terdapat kerusakan sel hati akibat nekrosis, atau terdapat pirau yang memungkinkan darah portal mencapai sirkulasi sistemik dalam jumlah besar tanpa melewati hati. Metabolic yang menyebabkan timbulnya ensefalopati belum diketahui pasti. Mekanisme dasar tampaknya adalah karena intoksikasi otak oleh produk pemecahan metabolism protein oleh kerja bakteri dalam usus. Hasil metabolism ini dapat memintas hati karena terdapat penyakit pada sel hati atau karena terdapat pirau. NH3 yang dalam keadaan normal diubah menjadi urea oleh hati merupakan salah satu zat yang diketahui bersifat toksik dan diyakini dapat mengganggu metabolism otak. 4. Asites Asites merupakan penimbunan cairan encer intraperitoneal yang mengandung sedikit protein. Factor utama pathogenesis asites ada;ah peningkatan tekana hidrostatik pada kapiler usus(hipertensi porta) dan penurunan tekanan osmotic koloid akibat hipoalbunemia. Factor lain yang berperan adalah retensi natrium dan air serta peningkatan sintesis dan aliran limfe hati. 8.10 Penatalaksanaan awal 1. Pada kasus di pemicu, penatalaksanaan awal ketika pasien sampai di IGD adalah menangani berdasarkan symptom dari pasien. Penanganan asites
- Istirahat - diet rendah garam : untuk asites ringan dicoba dulu dengan istirahat dan

diet rendah garam dan penderita dapat berobat jalan dan apabila gagal maka penderita harus dirawat.
- Diuretik

Pemberian diuretic hanya bagi penderita yang telah menjalani diet rendah garam dan pembatasan cairan namun penurunan berat badannya kurang dari 1 kg setelah 4 hari. Mengingat salah satu komplikasi akibat pemberian diuretic adalah hipokalemia dan hal ini dapat mencetuskan encepalophaty hepatic, maka pilihan utama diuretic adalah spironolacton, dan dimulai dengan dosis rendah, serta dapat dinaikkan dosisnya bertahap tiap 3-4 hari, apabila dengan dosis maksimal diuresinya belum tercapai maka dapat kita kombinasikan dengan furosemid.

2. Selain itu, karena pada pasien telah di temukan virus hepatitis B, lakukan edukasi pada keluarga pasien untuk memeriksakan diri dan pemberian vaksinasi. 3. Lakukan pemeriksaan HB pada pasien. Karena pada penyakit kronik, biasanya HB pasien rendah. Jadi, dapat dilakukan penanganan lebih lanjut jika ternyata pasien memiliki HB yang rendah. 4. Pada kasus seperti ini, biasanya pasien datang dalam keadaan yang kesadarannya kurang dan kesulitan untuk mengkonsumsi makanan maupun obat-obatan. Jadi perlu dilakukan pemasangan imfus untuk memasaukkan makanan dan obat-obatan. 5. Karena pasien mengeluh sering mual, jadi dapat dibersikan obat anti muntah.

IX. Kesimpulan Tn. Rizal mengalami karsinoma hati

You might also like