You are on page 1of 38

KATA PENGANTAR

Syukur yang tiada terkira penulis haturkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan hidayah ilmu kepada kita semua, khususnya bagi penulis, sehingga dapat menyelesaikan makalah Pengembangan Kurikulum Pelatihan Dunia Usaha dan Industri ini. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada dosen pengajar mata kuliah Kurikulum Pelatihan, Bapak DR. H. Ayi Suherman, M.Pd yang telah mengembankan amanah kepada penulis untuk mengetengahkan masalah pelatihan di dunia industri. Namun penulis sadar dengan segala kekurangan yang penulis miliki, sehingga dalam penulisan makalah ini penulis berharap mendapat masukan dari teman-teman sejawat dan terutama dosen pengampu, agar tulisan ini bisa bermanfaat bagi kita dan semua yang membaca tulisan ini. Kepada Allah lah kita memohon dan kepada Dia juga kita meminta bantuan, semoga apa yang kita kerjakan mendapat ridho dan amal yang baik bagi kita semua, Amin ya Kariim ya Aziiiz. Bandung, 16 April 2010 Penulis

Harmaini & M. Daud

BAB I PENDAHULUAN

Secara umum pelatihan merupakan bagian dari pendidikan yang menggambarkan suatu proses dalam pengembangan organisasi maupun

masyarakat. Pendidikan dengan pelatihan merupakan suatu rangkaian yang tak dapat dipisahkan dalam sistem pengembangan sumberdaya manusia, yang di dalamnya terjadi proses perencanaan, penempatan, dan pengembangan tenaga manusia. Dalam proses pengembangannya diupayakan agar sumberdaya manusia dapat diberdayakan secara maksimal, sehingga apa yang menjadi tujuan dalam memenuhi kebutuhan hidup manusia tersebut dapat terpenuhi. Pelatihan adalah suatu bagian pendidikan yang menyangkut proses belajar untuk memperoleh dan meningkatkan keterampilan diluar sistem pendidikan yang berlaku, dalam waktu yang relatif singkat dan dengan metode yang lebih mengutamakan praktek daripada teori. Pernyataan ini didukung Yoder yang mendefinisikan kalau

kegiatan pelatihan sebagai upaya mendidik dalam arti sempit, terutama dilakukan dengan cara instruksi, berlatih, dan sikap disiplin. Antara pendidikan dengan pelatihan sulit untuk menarik batasan yang tegas, karena baik pendidikan umum maupun pelatihan merupakan suatu proses kegiatan pembelajaran yang mentransfer pengetahuan dan keterampilan dari sumber kepada penerima. Walaupun demikian perbedaan keduanya akan terlihat dari tujuan yang ingin dicapai melalui kegiatan tersebut. Pendidikan umum

(formal) selalu berkaitan dengan mata pelajaran secara konsep dan sifatnya teoritis dan merupakan pengembangan sikap dan falsafah pribadi seseorang. Bila pelatihan lebih menitik beratkan pada kegiatan yang dirancang untuk memperbaiki kinerja dalam menjalankan tugas, maka pendidikan lebih menitik beratkan pada pengembangan pengetahuan dan pemahaman terhadap keseluruhan lingkungan. Pada bagian lain dijelaskannya bahwa pelatihan lebih dikaitkan dengan kekhususan mengajar, fakta pandangan yang terbatas kepada keterampilan yang bersifat motorik dan mekanistik. Dalam suatu organisasi, lembaga atau perusahaan, pelatihan dianggap sebagai suatu terapi yang dapat memecahkan permasalahan, khususnya yang berkaitan dengan peningkatan kinerja dan produktifitas organisasi, lembaga atau perusahaan. Pelatihan dikatakan sebagai terapi, karena melalui kegiatan pelatihan para karyawan diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan dan keterampilannya sehingga dapat memberikan konstribusi yang tinggi terhadap produktivitas organisasi. Dengan meningkatnya pengetahuan dan keterampilan sebagai hasil pelatihan maka karyawan akan semakin matang dalam menghadapi semua perubahan dan perkembangan yang dihadapi organisasi. Dalam pengembangan masyarakat, pelatihan diberikan sebagai upaya untuk meningkatkan kemampuan dari warga masyarakat dalam menghadapi tuntutan maupun perubahan lingkungan sekitarnya. Pemberian pelatihan bagi masyarakat bertujuan untuk memberdayakan, sehingga warga masyarakat menjadi berdaya dan dapat berpartisipasi aktif pada proses perubahan. Pelatihan dapat

membantu orang atau masyarakat untuk menerapkan ilmu pengetahuan dan kemampuan yang telah dimiliki. Dengan pelatihan juga dapat menimbulkan perubahan dalam kebiasaankebiasaan bekerja masyarakat, perubahan sikap terhadap pekerjaan, serta dalam informasi dan pengetahuan yang mereka terapkan dalam pekerjaannya sehari-hari. Kegiatan pelatihan dapat terjadi apabila seseorang atau masyarakat menyadari perlunya mengembangkan potensi dan kemampuan dalam memenuhi kebutuhan maupun kepuasan hidupnya, oleh sebab itu diperlukan kegiatan pemberdayaan. Pemberdayaan dapat dimaknai sebagai upaya melepaskan belenggu kemiskinan melalui pertumbuhan ekonomi dan keterbelakangan melalui pendidikan. Kegiatan pemberdayaan yang dilakukan melalui pelatihan bertujuan untuk memperkuat posisi seseorang melalui penumbuhan kesadaran dan kemampuan individu yang bersangkutan, mengidentifikasi persoalan yang dihadapi dan memikirkan langkah-langkah mengatasinya. Inti dari kegiatan pemberdayaan adalah motivasi untuk memahami kondisi dan situasi kerja seharihari serta menumbuhkan kemampuan dan keberanian mereka untuk bersikap kritis terhadap kondisi yang mereka hadapi, sehingga kuncinya adalah membangun partisipasi. Bahwa pemberdayaan adalah dicapainya kemampuan seseorang untuk memahami dan mengontrol kekuatan-kekuatan sosial, ekonomi dan atau politik yang mungkin diperankannaya sehingga dapat memperbaiki kedudukannya (status) dan peranannya (role) dalam masyarakat. Lebih lanjut untuk mengetahui penjelasan mengenai pelatihan, berikut ini diuraikan beberapa batasan atau

pengertian pelatihan yang dikemukakan para ahli. Dengan demikian pelatihan merupakan instruksional atau experensial untuk mengembangkan pola-pola perilaku seseorang dalam bidang pengetahuan keterampilan atau sikap untuk mencapai standar yang diharapkan. Gardner mengemukakan, bahwa pelatihan itu lebih difokuskan pada kegiatan pembelajaran. Mc. Gahee, dalam buku The Complete book of Training, dalam Sudirman (2001:21) menjelaskan bahwa;pelatihan adalah prosedur formal yang difasilitasi dengan pembelajaran guna terciptanya perubahan tingkah laku yang berkaitan dengan peningkatan tujuan perusahaan atau organisasi. Pada bagian lain dari buku tersebut mengemukakan bahwa pelatihan merupakan proses pembelajaran untuk meningkatkan kinerja seseorang dalam menyelesaikan pekerjaan. Istilah pelatihan menunjukkan suatu proses peningkatan sikap, kemampuan, dan kecakapan dari para pekerja untuk menyelenggarakan pekerjaan secara khusus. Ungkapan ini menunjukkan kalau kegiatan pelatihan merupakan proses membantu peserta belajar untuk

memperoleh keefektifan dalam melakukan pekerjaan mereka baik pada saat sekarang maupun masa yang akan datang melalui pengembangan kebiasaan pikiran dan tindakan-tindakan, kecakapan, pengetahuan, dan sikap-sikap. Kegiatan pelatihan juga dilakukan dalam upaya memecahkan berbagai permasalahan yang dihadapi dalam aktivitas pekerjaan sehari-hari dan mengantisipasi kemungkinan permasalahan yang terjadi dimasa yang akan datang. Hal ini sejalan dengan pandangan Soenanto dalam Moekijat (1993:4) bahwa pelatihan adalah kegiatan belajar untuk mengubah rencana orang dalam

melakukan pekerjaan. Penyelenggaraan pelatihan yang baik dan optimal akan meningkatkan kemampuan peserta pelatihan untuk mengatasi masalah yang dihadapi dalam menjalankan tugas serta dapat meningkatkanproduktivitas dan kualitas kerja. Tujuan pelatihan sebagai usaha untuk memperbaiki dan mengembangkan sikap, tingkah laku dan pengetahuan, sesuai dari keinginan individu, masyarakat, maupun lembaga yang bersangkutan. Dengan demikian pelatihan dimaksudkan dalam pengertian yang lebih luas, dan tidak terbatas sematamata hanya untuk mengembangkan keterampilan dan bimbingan saja. Pelatihan diberikan dengan harapan warga masyarakat dapat

melaksanakan pekerjaannya dengan baik. Masyarakat yang telah mengikuti pelatihan dengan baik biasanya akan memberikan hasil pekerjaan lebih banyak dan baik pula dari pada masyarakat yang tidak mengikuti pelatihan. Sedangkan Hamalik (2007:76) menjelaskan tentang begitu pentingnya suatu pelatihan baik bagi perusahaan maupun masyarakat dengan didasari berbagai alasan seperti : a. Pengeluaran biaya pelatihan yang sistematis jauh lebih kecil bila dibandingkan dengan pengeluaran yang disebabkan dari beberapa kekeliruan dan kelambatan yang disebabkan dari hasil coba-coba dalam mencari pemecahan masalah dalam pekerjaannya sendiri. b. Seseorang atau masyarakat yang telah dibina dalam suatu program pelatihan biasanya lebih menyenangi pekerjaannya dan kecenderungan untuk berpindah pekerjaan menjadi kecil.

c. Adanya jenis-jenis pekerjaan tertentu yang sangat memerlukan program pelatihan, karena tanpa pelatihan pekerjaan tersebut tidak akan mencapai sasaran dengan tepat. Dengan demikian, kegiatan pelatihan lebih ditekankan pada peningkatan pengetahuan, keahlian/ keterampilan (skill), pengalaman, dan sikap peserta pelatihan tentang bagaimana melaksanakan aktivitas atau pekerjaan tertentu. Hal ini sejalan dengan pendapat Henry Simamora (1995:287) yang menjelaskan bahwa pelatihan merupakan serangkaian aktivitas yang dirancang untuk meningkatkan keahlian, pengetahuan, pengalaman ataupun perubahan sikap seorang individu atau kelompok dalam menjalankan tugas tertentu. Pengertian pelatihan antara satu rumusan dengan rumusan lain pada umumnya tidak bertentangan, melainkan memiliki ciri atau unsur yang sama. Dalam suatu pelatihan memiliki beberapa ciri, yaitu: (a) direncanakan dengan sengaja, (b) adanya tujuan yang hendak dicapai, (c) ada peserta (kelompok sasaran) dan pelatihan, (d) ada kegiatan pembelajaran secara praktis, (e) isi belajar dan berlatih menekankan pada keahlian atau keterampilan suatu pekerjaan tertentu, (f) dilaksanakan dalam waktu relatif singkat, dan (g) ada tempat belajar dan berlatih. Berdasarkan beberapa ungkapan tentang pengertian dan tujuan pelatihan serta ciri-ciri yang digambarkan dalam suatu pelatihan tersebut, maka pelatihan dapat diartikan sebagai suatu upaya melalui proses pembelajaran yang bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap seseorang atau sekelompok orang dalam suatu tugas pekerjaan tertentu dan dilaksanakan dalam waktu relatif singkat pada tempat tertentu.

BAB II PEMBAHASAN

A. PELATIHAN Dewasa ini trend penyelenggaraan pelatihan ( training ) di berbagai instansi semakin meningkat. Pelatihan dan pengembangan sepintas memiliki makna yang sama. Bila kita kaji lebih lanjut, ada perbedaan yang mendasar. Pelatihan merupakan usaha untuk memperbaiki ketrampilan (skill) dan cara pelaksanaan pekerjaan tertentu yang sedang atau yang akan menjadi tanggungjawabnya, secara rinci dan rutin. Pelatihan juga dapat dikatakan sebagai suatu proses mengajarkan pada karyawan baru atau yang ada sekarang tentang ketrampilan dasar yang mereka butuhkan untuk menjalankan pekerjaan mereka. Biasanya pelatihan diberikan dengan batas waktu tertentu atau memiliki rentang waktu yang pendek. Di sisi lain, pelatihan dianggap sebagai sarana yang ditujukan pada upaya untuk lebih mengaktifkan kerja para anggota organisasi yang kurang aktif sebelumnya, mengurangi dampak-dampak negatif yang dikarenakan kurangnya pendidikan, pengalaman yang terbatas, atau kurangnya

kepercayaan diri dari anggota atau kelompok anggota tertentu. Jadi pelatihan hanya bermanfaat dalam situasi dimana para pegawai kekurangan kecakapan dan pengetahuan tentang suatu pekerjaan. Pengembangan mempunyai jangkauan yang lebih luas dibandingkan dengan pelatihan, dalam upaya memperbaiki dan meningkatkan pengetahuan,

kemampuan, sikap dan sifat serta kepribadian. Pengembangan (development) juga lebih dititikberatkan pada pemberian kesempatan-kesempatan belajar (learning opportunities) yang didesain guna membantu pengembangan diri para karyawan. Kesempatan yang demikian bukan hanya terbatas pada upaya perbaikan kinerja karyawan saat ini, namun lebih berorientasi ke jangka panjang. Dimana pengembangan diarahkan untuk menyiapkan karyawan guna memegang tanggungjawab atas suatu jabatan/pekerjaan di masa datang. Dengan demikian, pelatihan cenderung berkaitan langsung dengan

performansi kerja, sedangkan pengembangan (development) tidak harus. Bagaimana dengan pendidikan ? Pendidikan lebih diarahkan pada peningkatan kemampuan (ability) karyawan melalui jalur formal dengan jangka waktu yang panjang.

B. TUJUAN PELATIHAN Untuk menghilangkan gap antara ketrampilan karyawan dengan kualifikasi yang dibutuhkan jabatan tertentu. Mengembangkan keahlian karyawan, sehingga pekerjaan dapat

diselesaikan dengan lebih cepat dan efektif. Mengembangkan pengetahuan, sehingga pekerjaan dapat diselesaikan secara rasional. Mengembangkan sikap, sehingga menimbulkan kemauan kerjasama dg sesama rekan kerja dan pimpinan. Menghindarkan karyawan dari kebosanan kerja.

C. ANALISIS KEBUTUHAN PELATIHAN a. Analisis Tugas : suatu telaah yang rinci untuk mengidentifikasi ketrampilan yang dituntut pada suatu jabatan, sehingga suatu program pelatihan yang tepat dapat direncanakan. b. Analisis Kinerja : menilai kinerja karyawan yang ada, untuk menentukan apakah penurunan kinerja dapat diperbaiki melalui pelatihan, atau pemindahan karyawan.

D. METODE PELATIHAN 1. On the Job Training : Pelatihan yang diberikan pada saat karyawan bekerja. Sambil bekerja seperti biasa, karyawan memperoleh pelatihan, sehingga dapat memperoleh umpan balik secara langsung dari pelatihnya. (Handoko, 1989). Dilakukan oleh semua perusahaan, terutama untuk karyawan baru s/d karyawan yang berpengalaman. Keuntungannya : relativ tidak mahal, peserta pelatihan bisa belajar sambil tetap menjalankan proses produksi, tidak perlu ruang kelas khusus. Bentuk pelatihan on the job training :

Coaching/pendampingan : karyawan dibimbing, diarahkan oleh

atasan / supervisor / karyawan lain yang lebih berpengalaman. Hungan mereka serupa dengan hubungan karyawan- tutor. Cara ini akan berjalan efektif apabila periode selama bimbingan dan umpan balik diperpanjang.

Rotasi pekerjaan : peserta pelatihan ditugaskan untuk berpindah

dari satu bagian ke bagian pekerjaan yang lain dalam satu perusahaan, dengan interval yang terencana, sehingga diperoleh pengalaman kerja. Cara ini umum dipakai dalam melatih manajer dengan level manajerial apapun juga.

Magang/ apprenticeship training : merupakan pembelajaran bagi

karyawan baru kepada karyawan lama yg lebih berpengalaman.

Pelatihan Instruksi Jabatan (Job Instruction Training) : diberikan

untuk pekerjaan yang terdiri dari urutan langkah-langkah yang logis. Semua langkah perlu ditata dalam urutan yang tepat. Petunjuk pengerjaan diberikan secara langsung pada pekerjaan yang sedang dilakukan. Contoh sederhana : mengoperasikan mesin pintal benang.
2. Off the Job Training :

Teknik pelatihan yg dilakukan di luar waktu kerja, dan berlangsung di lokasi jauh dari tempat kerja, agar perhatian peserta lebih terfokus. Peserta pelatihan menerima presentasi tentang aspek tertentu, kemudian mereka diminta memberikan tanggapan sebagaimana dalam kondisi yang sebenarnya. Dalam teknik ini juga digunakan metode simulasi. Keuntungan Off the Job Training :

Trainer/ Instruktur harus lebih trampil dalam mengajar, karena

tidak ada tuntutan pekerjaan yang lain.

Trainee/ karyawan terhindar dari kekacauan dan tekanan situasi

kerja, sehingga mampu konsentrasi lebih baik/ lebih terfokus perhatiannya. Tidak mengganggu proses produksi yang sedang berjalan di

perusahaan. Waktu dan perhatian lebih memadai

Contohnya : Balai Pelatihan (Vestibule Training) : Merupakan alternatif untuk mengatasi kekurangan pada metode pelatihan di tempat kerja (on the job). Jenis pekerjaan yang dilatih adalah sama dengan pelatihan di tempat kerja. Cocok digunakan bila jumlah peserta pelatihan melebihi kemampuan supervisior lini.

E. PENGEMBANGAN KARYAWAN Sebenarnya untuk apa karyawan dikembangkan ? Mengapa

perusahaan mau mengeluarkan berjuta-juta bahkan beratus-ratus juta rupiah untuk mendidik dan melatih karyawannya ? Mengapa karyawan menjadi begitu penting ? Jika semua pertanyaan diatas dijawab dengan kalimat pendek, maka kita akan menjawab dengan tegas bahwa manusia atau karyawan adalah komponen atau aset yang paling penting yang dimiliki perusahaan, meskipun perusahaan itu telah memiliki perangkat tekhnologi yang paling canggih di

dunia. Semua mesin, komputer, peralatan, robot, dan sebagainya, tak lebih akan menjadi benda mati tanpa ada manusia yang menggerakkan dan membuatnya bekerja. Semua teknologi ini telah membantu mempermudahkan dan mempercepat pekerjaan manusia, namun manusia akan tetap tidak dapat digantikan. Bila ada pekerjaan yang dapat digantikan oleh mesin, maka manusia akan segera menemukan pekerjaan lain yang lebih kompleks yang tak dapat dilakukan oleh mesin. Di negara-negara yang lebih maju seperti Jepang, Eropa Barat, dan Amerika Serikat, pengembangan karyawan ini ditempatkan di posisi yang sangat terhormat, dan telah menyedot dana yang amat besar, yang besarnya hampir sama dengan biaya pendidikan formal diperguruan tinggi. Riset dalam bidang ini di Amerika Serikat (Carnavale, 1984) menemukan fakta bahwa pada akhir tahun 1990, biaya untuk pengembangan karyawan ini telah mencapai 210 milyar dolar pertahun. Bandingkan dengan biaya pendidikan diperguruan tinggi yang mencapai 238 miliar dolar. Hampir sama bukan ? Ditahun-tahun mendatang, pengembangan karyawan ini tidak akan bertambah surut, tetapi makin bertambah keras gaungnya. Biaya yang dikeluarkan semakin besar, jumlah karyawan yang dididik dan dilatih semakin banyak. Strategi diklatpun akan semakin canggih dan beranekaragam. Secara umum, perusahaan mau mengeluarkan biaya yang cukup besar bagi pengembangan karyawan mereka sebab perusahaan percaya bahwa jatuh

bangunnya perusahaan akan sangat ditentukan oleh karyawan yang mereka miliki. Namun ada beberapa alasan (rasionale) dan tujuan khusus dari proses pengembangan pegawai yaitu seperti yang terlihat berikut ini Alasan 1. Adanya pegawai baru. Tujuan Memberi orientasi pekerjaan kepada pegawai baru. 2. Adanya peralatan kerja baru. 3. Adanya manajemen birokrasi. perubahan / Mempersiapkan pegawai untuk

sistem menggunakan peralatan baru.

administrasi Mempersiapkan pegawai bekerja di sistem yang baru.

4. Adanya standar kualitas kerja Mempersiapkan pegawai agar mampu yang baru. mencapai standar kualitas kerja yang baru. 5. Adanya kebutuhan untuk Menyegarkan (refresing) ilmu dan ketrampilan yang dimiliki. kualitas kinerja

menyegarkan ingatan.

6. Adanya penurunan dalam hal Meningkatkan kinerja pegawai. 7. Adanya rotasi/relokasi pegawai. pegawai. Menyiapkan

pegawai

menghadapi

pekerjaan baru. Pengembangan karyawan mempunyai cakupan makna yang luas. Namun secara umum pengembangan karyawan dapat didefinisikan sebagai suatu proses merekayasa perilaku kerja karyawan sedemikian rupa sehingga dapat menunjukkan kinerja yang optimal dalam pekerjaannya.

Dengan demikian, kata kunci dari pengembangan karyawan adalah rekayasa perilaku (behaviour engineering). Apa arti rekayasa perilaku ini? Rekayasa perilaku mengundang makna tersirat bahwa perilaku sesungguhnya dapat diubah dan diperbaiki. Perilaku diubah dari satu keadaan ke keadaan lain. Perilaku dapat diperbaiki dari satu keadaan ke keadaan lain yang lebih baik. Namun dalam hal ini harus dicatat bahwa perekayasaan perilaku ini harus dilaksanakan secara sadar, baik oleh organisasi maupun oleh pegawai yang bersangkutan. Apa arti dilaksanakan secara sadar? Artinya adalah bahwa proses pengembangan karyawan harus melalui proses perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi yang sistematik, demi mencapai tujuan-tujuan pengembangan itu sendiri. Hanya saja, pengembangan karyawan ini sering kali disalahfahami. Pertama, Pengembangan karyawan dianggap hanya dapat dilakukan melalui jalur diklat (pendidikan dan latihan). Ini tidak benar. Pengembangan karyawan dapat dilakukan baik melalui jalur (cara) diklat maupun jalur non diklat. Jalur diklat misalnya berbentuk kegiatan seminar, lokakarya, dan lain-lain. Jalur non diklat misalnya dapat berbentuk promosi jabatan, pemberian bonus dan insentif, teguran dan hukuman, dan lain-lain. Kedua, Pengembangan karyawan harus menunjukkan hasil yang segera diamati (dinikmati). Inipun tidak benar. Pada batas tertentu, pengembangan karyawan memang bisa menghasilkan sesuatu yang nyata dalam waktu yang segera. Misalnya, sebelum dilatih karyawan sering membuat kesalahan kerja. Sesudah dilatih, tingkat kesalahan kerja berkurang. Ini adalah sesuatu yang wajar terjadi.

Tetapi, kurang realistis jika kita mengharapkan bahwa dengan pelatihan tersebut, misalnya, laba perusahaan akan meningkat segera setelah pelatihan selesai. Ketiga, pengembangan karyawan dianggap sebagai pengeluaran dan atau pemborosan. Hal ini tidak benar. Pengembangan karyawan adalah investasi, yang cepat atau lambat akan menghasilkan buah. Jika pendidikan dianggap pemborosan, maka tidak ada perlunya kita sekolah / kuliah. Jika diklat dianggap pemborosan maka tidak ada perlunya perusahaan mendidik dan melatih karyawan.

STRATEGI PENGEMBANGAN KARYAWAN Strategi pengembangan karyawan meliputi proses dan langkah- langkah yang cukup kompleks, meliputi langkah - langkah : 1. Analisis Kinerja 2. Analisis Kebutuhan 3. Analisis Sumber Daya

Analisis Kinerja Adanya gap atau perbedaan antara standar kinerja dan kinerja tersebut dapat diidentifikasi masalah yang ada. Tetapi ingat; tidak semua gap menimbulkan masalah. Masalah biasanya timbul bila kinerja lebih rendah dari pada standar kinerja. Bila kinerja lebih baik dari pada standar kinerja, gap ini justru patut disyukuri.

Seringkali terjadi masalah yang diidentifikasi tersebut belum cukup jelas dan spesifikasi. Karena itu, masalah perlu dilengkapi dengan buktibukti masalah. Dalam keseluruhan proses analisis kinerja ini, menemukan bukti-bukti masalah adalah kegiatan yang sangat kompleks dan menuntut para analis untuk memiliki kemampuan meneliti yang baik. Jika masalah dan bukti-bukti masalah telah teridentifikasi dengan baik, maka kita sudah boleh memulai mengidentifikasi penyebab masalah. Pertanyaan-pertanyaan yang perlu dijawab dalam hal ini, misalnya mengapa masalah ini timbul. Faktor apa saja yang menyebabkan timbulnya masalah ini ? Analisis Kebutuhan Suatu perencanaan SDM yang baik harus juga didasarkan pada hasil analisis kebutuhan pengembangan pegawai yang baik dan tuntas. Analisis kebutuhan pengembangan pegawai ini didasarkan pada hasil Analisis Kinerja (langkah I di atas). Untuk itu, ada beberapa langkah yang perlu dilakukan, yaitu: a. Mengidentifikasi standar kinerja karyawan. b. Mengidentifikasi kinerja karyawan. c. Mengidentifikasi kebutuhan pengembangan karyawan

1. Mengidentifikasi Standar Kinerja Karyawan

Standar kinerja karyawan kadangkala disebut pula standar kerja, yaitu tolak ukur dengan apa kinerja karyawan dibandingkan. Oleh karena itu standar kinerja harus ideal (meskipun harus pula realistis).

Deskripsi pekerjaan (job description); Desain pekerjaan (job design); Spesifikasi pekerjaan/pegawai (job/person specification); Standar kualitas kerja (job standards of quality); Alat bantu kerja (job aids); Prosedur kerja baku (standard operating producers); Petunjuk kerja (job manuals). Di dalam satu dan lain dokumen di atas selalu terdapat

informasi-informasi yang bersangkutan dengan hal-hal berikut : Judul (nama) pekerjaan (job title) Tujuan atau target yang dicapai melalui pekerjaan tersebut Prosedur atau cara melakukan pekerjaan tersebut Peralatan dan bahan-bahan yang digunakan dalam bekerja Wewenang dan tanggung jawab si pekerja

Persyaratan yang harus dimiliki pekerja (baik persyaratan intelektual, psikomotorik, maupun sikap) Standar kualitas pekerjaan dan hasil kerja Lain-lain seperti daftar masalah beserta jalan ke luar terhadap masalah yang biasa timbul dalam pekerjaan tersebut. Dengan memahami semua isi dokumen di atas, serta menggabungkannya dengan informasi yang didapat dari analisis kinerja ditingkat organisasi, maka praktisi SDM mulai bisa mengantisipasi SDM seperti apa yang dibutuhkan oleh organisasi. Jika pun tidak untuk seluruh organisasi, seorang praktisi SDM pada tahap ini sudah bisa mengetahui karyawan seperti apa yang dibutuhkan oleh suatu unit kerja tertentu. Tetapi, ini baru langkah pertama. Pada langkah ini informasi umum tentang karyawan yang ideal telah diketahui (baik jumlah maupun kualitasnya). Langkah selanjutnya adalah mengidentifikasi kinerja (aktual/riil) karyawan. 2. Mengidentifikasi Kinerja Karyawan Pada tahap ini, kita harus berusaha agar kinerja aktual yang benar-benar ditunjukkan oleh karyawan dapat dipahami dengan sebaik-baiknya. Langkah ini telah cukup populer di kalangan praktisi SDM maupun para karyawan pada umumnya dengan sebutan Penilaian Kinerja (Performance Appraisal).

Secara umum ada beberapa hal yang harus dipahami melalui penilaian kinerja ini antara lain mencakup berikut ini : Sampai seberapa jauh tujuan atau target kerja yang ditetapkan berhasil dicapai oleh karyawan. Sampai seberapa jauh tujuan atau target tersebut sesuai dengan standar kualitas yang telah ditetapkan. Apakah karyawan menemui kesulitan dalam melaksanakan pekerjaannya, dan bagaimana kesulitan tersebut diatasi. Bagaimana profil prestasi karyawan yang dinilai (buruk, cukup, baik, atau baik sekali). Rekomendasi atau usulan apa yang dapat diajukan untuk memperbaiki kinerja karyawan tersebut. 3. Mengidentifikasi Kebutuhan Pengembangan Karyawan Kebutuhan (need) adalah perbedaan (disebut juga kesenjangan, gap) antara sesuatu yang ideal (what should be) dengan apa yang sebenarnya ada (what is). Dalam hal ini, kebutuhan pengembangan karyawan adalah perbedaan antara standar kinerja karyawan (hasil dari langkah pertama) dengan kinerja karyawan (hasil langkah kedua). 1. Analisis Sumber Daya Setiap perencanaan yang baik dan realistis pasti berdasarkan pada masukan yang didapat dari berbagai analisis yang kritis. Kita telah membahas analisis kinerja dan analisis kebutuhan pengembangan

karyawan. Kini kita perlu membahas satu jenis analisis lain yang diperlukan dalam proses perencanaan PSDM, yaitu Analisis Sumber Daya. Apa yang termasuk dalam sumber daya yang diperlukan dalam pengembangan SDM? Ada beberapa macam yaitu : a. Sumber Daya Manusia Dalam hal ini kita perlu mengkaji siapa yang dapat kita manfaatkan dalam proses PSDM. Kita perlu mengkaji SDM ini dari berbagai segi, yaitu : 1) Jumlah :

Berapa jumlah intruktur/trainer yang dimiliki oleh organisasi kita sendiri?

Apakah jumlah instruktur yang ada mencukupi? Berapa jumlah personel yang melibatkan dalam kepanitiaan PSDM?

Berapa banyak trainer/siswa yang dilayani?

2) Pemasok : Apakah kita perlu mengundang instruktur atau pakar lain dari luar organisasi? Dari lembaga apa saja para ahli tersebut direkrut?

Apakah semua trainee berasal dari tempat yang sama dalam organisasi kita? Atau mereka berasal dari unit-unit atau cabang-cabang yang tersebar di seluruh Indonesia?

3) Kualifikasi :

Latar belakang apa yang harus dimiliki para instruktur dan trainee?

Apakah instruktur dan trainee harus memiliki pengalaman praktis dalam pekerjaan tertentu? Pertanyaannya adalah mengapa kita harus menganalisis hal-

hal di atas? Dari segi jumlah SDM, kita memerlukan informasi di atas agar dalam proses perencanaan nantinya kita akan mampu menentukan beberapa hal penting, yaitu : Jumlah waktu yang diperlukan untuk proses pengembangan pegawai, Jumlah biaya yang diperlukan untuk kegiatan

pengembangan, Alat-alat dan fasilitas yang diperlukan dalam

pengembangan, Jumlah instruktur yang diperlukan (secara proporsional dibandingkan, dengan jumah siswa),

b. Biaya

Jenis dan metode pengembangan.

Perencanaan pengembangan karyawan sangat dipengaruhi oleh jumlah uang (biaya) yang dimiliki perusahaan (organisasi). Betapapun idealnya tujuan pengembangan, jumlah uang yang ada selalu menuntut para perencana melakukan penyesuaian-penyesuaian yang perlu agar program-program yang ditawarkan tetap terjangkau (fisibel dan realistis). Suatu perencanaan pengembangan karyawan mutlak dan harus mempertimbangkan faktor biaya ini, agar hasil perencanaan tersebut realistis. Untuk itu, semua hal yang terlibat dalam program pengembangan tersebut harus diperhitungkan, termasuk hal-hal yang dibiayai secara langsung (direct cost) maupun tidak langsung (indirect cost). c. Fasilitas Selain biaya, fasilitas yang dimiliki organisasi juga sangat mempengaruhi proses perencanaan pengembangan karyawan. Yang dimaksud dengan fasilitas adalah : Fasilitas belajar (perpustakaan, lab. bahasa, media, lab. komputer, buku-buku, alat-alat praktek, ruangan kelas, ruang simulasi, dan sebagainya),

Fasilitas pendukung (sarana transportasi, wisma tamu, mesin fotocopy, alat-alat percetakan, dan lain-lain). Semakin lengkap yang dimiliki organisasi, semakin mudah

proses perencanaan PSDM. Jika tidak, maka para perencana harus memikirkan jalan ke luar untuk mengadakan fasilitas yang diperlukan, apakah dibeli, disewa, dipinjam, atau lewat cara lain.

F. PENGERTIAN KEWIRAUSAHAAN Kata wirausaha berasal dari bahasa Perancis yaitu yang dalam bahasa Inggris menjadi between taker entrepreneur,

atau go-between yang dikutip

(perantara). Sebagaimana diungkapkan Joseph Schumpeter

Bygrave (1994:1), : Entrepreneur as the person who destroys the exiting economic order by introducing new products and services, by creating new forms of organization, or by exploiting new raw material.

Maksudnya wirausaha adalah orang yang mendobrak sistem ekonomi yang ada dengan memperkenalkan barang dan jasa yang baru, dengan menciptakan bentuk organisasi baru atau mengolah bahan baku baru. Pengertian wirausaha menekankan pada setiap orang yang memulai sesuatu bisnis baru, sedangkan prosesnya meliputi semua kegiatan fungsi dan tindakan untuk mengejar dan memanfaatkan peluang dengan

menciptakan suatu kelompok atau organisasi.

Sedangkan istilah kewirausahaan berasal dari entrepreneurship, yang dapat diartikan the back bone of economy, yaitu syaraf pusat

perekonomian atau sebagai tail bone of economy, yaitu pengendalian perekonomian suatu bangsa. Secara epistimologis, kewirausahan

merupakan suatu nilai yang diperlukan untuk memulai suatu usaha (start-up phase) atau suatu proses dalam mengerjakan suatu yang baru dan sesuatu yang berbeda (creative and innovative). Dengan demikian

kewirausahaan

merupakan gabungan dari kreativitas, keinovasian, dan

keberanian mengahadapi resiko yang dilakukan dengan cara kerja keras untuk membentuk dan memelihara usaha baru. Zimmerer (1996: 51) mengartikan kreativitas sebagai kemampuan untuk mengembangkan ide-ide baru dan untuk menemukan cara-cara baru dalam memecahkan persoalan dan mengahadapi peluang (Creativity is

the ability to develop new ideas and to discover new ways of looking at problems and opportunities). Sedangkan, keinovasian diartikan sebagai kemampuan untuk

menerapkan kreativitas dalam rangka memecahkan persoalan-persoalan dan peluang untuk mempertinggi dan meningkatkan taraf hidup

(Innovation is the ability to apply creative solutions to those problems and opportunities to enhance or to enrich peoples live). Harvards Theodore Levitt dalam Zimmerer (1996:51) juga

menyatakan, bahwa kreativitas adalah

thinking new things

(berfikir

sesuatu yang baru), sedangkan keinovasian adalah doing new things

(melakukan sesuatu yang baru). Keberhasilan wirausaha akan tercapai apabila berpikir dan melakukan sesuatu yang baru atau sesuatu yang lama yang dilakukan dengan cara yang baru thinking and doing new things or old thing in new ways. Lebih lanjut Zimmerer (1996:51)

menyatakan; ide kreatif akan muncul apabila wirausaha melihat sesuatu yang lama dan memikirkan sesuatu yang baru atau berbeda (look at something old and think something or different). Dari beberapa uraian yang telah dikemukakan diatas, Suryana (2003:13) menyatakan ada beberapa hakikat penting yang menjadi konsep dalam kewirausahaan, yaitu sebagaimana diungkapkan oleh beberapa tokoh yang diantaranya :
a.

Kewirausahaan adalah suatu nilai

yang diwujudkan

dalam perilaku yang dijadikan dasar sumber daya, tenaga, penggerak, tujuan, siasat, kiat, proses, dan hasil bisnis (Ahmad Sanusi, 1994).
b.

Kewirausahaan

adalah

suatu

kemampuan

untuk

menciptakan sesuatu yang baru dan berbeda (ability to create the new and different) (Drucker, 1959).
c.

Kewirausahaan adalah suatu proses peneparan kreatifitas

dan keinovasian dalam memecahkan persoalan dan menemukan peluang untuk memperbaiki kehidupan atau usaha

(Zimmerer,1996).

d.

Kewirausahaan memulai suatu

adalah usaha

suatu

nilai

yang

diperlukan dan

untuk

(start-up

phase)

perkembangan usaha adalah

(venture growth).

Kewirausahaan juga yang baru

suatu proses dalam mengerjakan sesuatu dan sesuatu yang berbeda

(creative) ,

(innovative) yang

bermanfaat memberikan nilai lebih. (Soeharto Prawiro, 1997). Secara ringkas kewirausahaan dapat didefinisikan sebagai suatu kemampuan kreatif dan inovatif (create new and different) yang dijadikan kiat dasar, sumberdaya, proses, dan perjuangan untuk menciptakan nilai tambah barang dan jasa yang dilakukan dengan keberanian untuk menghadapi resiko.

G. Faktor-Faktor pendukung dalam melakukan usaha Carol Noore dalam Bygrave (1996 : 3) mengemukakan bahwa; proses kewirausahaan diawali dengan adanya inovasi. Inovasi tersebut

dipengaruhi oleh berbagai faktor baik yang berasal dari pribadi maupun di luar pribadi seperti pendidikan, sosiologi, organisasi, kebudayaan, dan lingkungan. Faktor-faktor tersebut membentuk locus of control ,

kreativitas, keinovasian, implementasi, dan pertumbuhan yang kemudian berkembang menjadi wirausaha yang besar (Soeharto Prawirokusumo, 1977 : 5). Secara internal, keinovasian dipengaruhi oleh beberapa faktor

seperti: keinginan berprestasi , pendidikan, dan pengalaman. Adanya

inovasi yang berasal dari diri sendiri akan mendorong seseorang untuk mencari pemicu kearah memulai usaha. Sedangkan secara eksternal faktor yang ikut mendorong inovasi adalah; adanya peluang, pengalaman dan kreativitas. Inovasi berkembang menjadi kewirausahaan juga melalui proses yang dipengaruhi oleh lingkungan, organisasi, dan keluarga. Pada tahap perintisan kewirausahaan, pertumbuhan kewirausahaan sangat

tergantung pada kemampuan pribadi, organisasi, dan lingkungan. Faktor lingkungan yang mempengaruhi pertumbuhan kewirausahaan adalah

pesaing, pelanggan, pemasok, dan lembaga-lembaga keuangan yang akan membantu pendanaan. Sedangkan faktor yang berasal dari pribadi adalah komitmen, visi, kepemimpinan, dan kemampuan manajerial. Selanjutnya faktor yang

berasal dari organisasi adalah kelompok, struktur, budaya, dan strategi. Jadi kewirausahaan diawali dengan inovasi, sedang inovasi tersebut pribadi maupun luar pribadi seseorang.

dipengaruhi oleh nilai-nilai dari

Seseorang memiliki keinginan atau ide untuk mengembangkan atau mencari usaha baru, bilamana usaha yang sedang dijalankan menghadapi kendala. Walaupun demikian tidak tertutup kemungkinan dikarenakan adanya dorongan dari faktor lain. Dorongan ini tergantung pada beberapa faktor antara lain faktor famili, teman, pengalaman, keadaan ekonomi, keadaan lapangan kerja dan sumberdaya yang tersedia. Faktor lain yang juga berpengaruh terhadap minat memulai bisnis ini ialah masalah tanggungjawab terhadap keluarga. Misalnya : orang yang

berumur 25 tahun akan lebih mudah membuka bisnis dibandingkan dengan seseorang yang berumur 45 tahun, yang sudah beristeri, memiliki anak, banyak beban, biaya tinggi, dan sebagainya.(Alma, 2002). Dengan adanya beberapa faktor dan pengharapan serta nilai-nilai, baik yang berasal dari pribadi maupun kelompok akan berpengaruh dalam membentuk perilaku kewirausahaan atau dalam berusaha. Orang yang dikatakan berhasil dalam berwirausaha adalah orang yang dapat menggabungkan nilai-nilai, sifat-sifat utama (pola sikap) dan perilaku dengan bekal pengetahuan, pengalaman, dan keterampilan praktis (knowledge and practice) . Dengan demikian, secara umum faktor yang berperan sebagai pemicu untuk memulai atau melakukan usaha adalah: (1) faktor personal, yaitu yang menyangkut aspek kepribadian seseorang, (2) faktor sociological, yaitu yang menyangkut masalah hubungan dengan orang lain, dan (3) faktor environmental, yaitu yang menyangkut hubungan dengan lingkungan. Ketiga faktor yang berperan sebagai pemicu tersebut dapat diuraikan: 1) Faktor kepribadian (Personal) yang berpengaruh dalam melakukan pengembangan usaha ialah: pertimbangan antara pengalaman

dengan spirit, energi dan rasa optimis. Biasanya orang-orang muda lebih optimis, energik, dibandingkan dengan orang-orang yang sudah berumur. pada Untuk membuka saat usaha disarankan sebaiknya

dilakukan

seseorang memiliki rasa optimis dan sudah

dipertimbangkan secara matang.

2) Faktor sosiologi (sociological) yang menjadi pemicu serta pelaksana dalam melakukan usaha adalah : a. Adanya hubungan-hubungan atau relasi-relasi dengan orang

lain. b. Adanya tim yang dapat diajak kerjasama dalam berusaha. c. Adanya dorongan dari orang tua untuk membuka usaha. d. Adanya bantuan famili dalam berbagai kemudahan. e. Adanya pengalaman dalam dunia bisnis sebelumnya. (Alma 2002:8) 3) Sedangkan faktor lingkungan (environment) yang mendorong

implementasi dan pertumbuhan untuk berusaha adalah :


a.

Adanya unsur persaingan yang cukup menguntungkan, mulai dari pengusaha pasar yang sangat dominan, yang

yaitu

mempunyai kekuatan yang sedang dan yang lemah. Dalam istilah pemasaran mereka ini terdiri atas market leader, market follower, dan market nicher.
b.

Adanya konsumen atau pembeli dan pemasok atau

penyuplay barang yang kontinu.


c.

Adanya

bantuan

dari

pihak

penanam

modal

atau

investor yang memberikan fasilitas keuangan.


d.

Adanya sumber-sumber yang tersedia (SDM, SDA dan

SDL), yang masih bisa dimanfaatkan.

e.

Adanya

kebijaksanaan

pemerintah

yang

menunjang

berupa peraturan bidang ekonomi yang menguntungkan. (Alma, 2002 : 8) H. PENGEMBANGAN KURIKULUM PELATIHAN 1. Pendekatan DACUM ( DACUM Approach) DACUM adalah singkatan dari Develop A CUrriculuM

(Pengembangan kurikulum). Hasil dari proses DACUM adalah suatu tabel yang menguraikan secara singkat tugas-tugas pekerjaan ( outline job duties), kemampuan yang diperlukan karyawan, prilaku kerja, alat alat yang dibutuhkan, peralatan, persediaan, material, dan tren masa depan yang berhubungan dengan pekerjaan tertentu yang ada di industri. Tabel analisis dikembangkan melalui suatu proses bersama-sama para ahli (expert worker) di dalam fungsi pekerjaan spesifik, instruktur akademis pekerjaan tertentu dan suatu fasilitator yang memandu mereka yang mengorganisir tabel. Kegiatan ini biasanya berlangsung dua atau tiga hari yang merupakan suatu pondasi untuk menciptakan suatu kurikulum. 2. Metode Analisis Pekerjaan dan Tugas a. Small Group Method Dalam metode ini minimum membutuhkan tiga pekerja (incumbent workers) yang berpartisipasi dalam mengembangkan analisis job dan task. b. Research Method

Metoda ini memerlukan seseorang yang terlatih di dalam analisis tugas ke riset sumber daya tersedia c. Job Observation Method Metoda ini memerlukan seorang pekerja yang mampu dalam tugas dan seseorang yang terlatih di (dalam) pekerjaan dan analisis tugas untuk mengamati dan meneliti tugas.

3.

Langkah Langkah Analisis Pekerjaan untuk Training Untuk menghasilkan duty. task, step, pengetahuan, ketrampilan,

sikap, keselamatan kerja dan peralatan dan bahan yang dibutuhkan untuk melaksanakan suatu pekerjaan secara spesifik maka perlu dilakukan langkah-langkah analisis. Sedangkan untuk menentukan kebutuhan pelatihan apa yang di perlukan maka perlu melihat kesenjangan (gap) antara ketrampilan yang ada dengan kebutuhan ril di lapangan untuk suatu kelompok kerja tertentu sesuai target dari pelatihan. Berikut langkahlangkah yang dilakukan : Job Description Task Inventory Task Survey Task Selection Task Performance Measure Training Analysis Overview

I. ANALISIS DAN DESAIN PELATIHAN


1. Gambaran Analisis Pelatihan

Kegunaan dari training analysis overview adalah menyediakan pandangan secara keseluruhan dari tahapan analisis pelatihan. 2. Tujuan Tujuan apa yang ingin dicapai organisasi dalam training Apa keuntungan yang akan didapatkan. Apa yang menjadikan kesenjangan ketrampilan Kompetensi apa ( pengetahuan, ketrampilan atau sikap) yang akan diberikan

Evaluasi apa yang pencapaian sasaran?

akan digunakan untuk mengukur tingkatan

3. Target Populasi Siapa yang akan ditraining? Berapa orang per kelas? Berapa kelas dan berapa lama training diberikan? Apakah prasyarat ketrampilan dan pengetahuan yang dimiliki?

4. Jenis Pelatihan Program seperti apa yang diusulkan? Media apa yang akan digunakan?

5. Materi pelatihan Kompetensi yang diajarkan

Sumber Standar kompetensi Silabus Topik bahan ajar Strategi Pembelajaran Evaluasi Pembelajaran.

6. Alternatif

Apa yang akan terjadi jika tidak dilaksanakan pelatihan? Apa metoda lain yang mungkin digunakan untuk mencapai tujuan (meliputi keuntungan dan keterbatasan )?

7. Perencanan Pelatihan Estimasi waktu pelatihan. Estimasi budget. Sumber daya yang dibutuhkan

BAB III KESIMPULAN

Kurikulum pelatihan di dunia usaha dan industri tidak akan terlepas dari problem aktualisasi dan kebutuhan sumber daya manusia. Maka hal tersebut menantang para developer kurikulum untuk mengembangkan teori-teori dan desain pelatihan yang sesuai dengan kebutuhan dunia industri. Dengan dimunculkannya pemikiran penggunaan pelatihan berbasis kompetensi, dunia industri mulai melirik pelatihan sebagai solusi untuk meningkatkan kwalitas karyawan, sehingga hal tersebut akan meningkatkan optimalitas produksi. Kewirausahaan adalah salah satu jalan untuk melepaskan diri dari kemiskinan, namun usaha tersebut perlu diawali dengan menghapus kemiskinan pemikiran, dan sifat pesimisme yang ada pada diri manusia. Mental karyawan telah mempengaruhi pola pikir rakyat Indonesia dengan beranggapan bahwa jika tidak menjadi pegawai maka hidup ini tidak akan terjamin. Pikiran itu lah yang menimbulkan pesimisme dalam berusaha sehingga tidak lagi mencari alternatif lain, yang salah satunya adalah dunia usaha. Penyebab pesimisme dalam wira usaha tersebut adalah ketidakmampuan mereka dalam mengembangkan kreatifitas diri dan kekurangmampuan dalam memanaj usaha. Berdasarkan permasalahan tersebut, maka dianggap perlu untuk

mengadakan workshop, pelatihan dibidang usaha dan industri, sehingga akan

meminimalkan keterbuangan waktu yang percuma dan kekurangefektifan kinerja dan produksi. Uraian diatas telah menjabarkan tentang bagaimana mengelola suatu pelatihan yang bermakna dan tepat sasaran. Ini bisa dijadikan pedoman bagi para trainee untuk mengadakan pelatihan yang optimal dan menghasilkan produk SDM yang benar-benar siap pakai dan bisa mengembangkan kemampuan dibidang manajerial.

DAFTAR PUSTAKA

Abdulhak, I. (2000). Metodologi Pembelajaran Orang Dewasa. Bandung :Andira. Alma, B. (2002). Kewirausahaan. Bandung, Alfabeta Anderson, A.C, Bowman, M.J. (1965). Educational Economic Development. Chicago : Aldine Publishing Comp. Brookfield, S.D. (1986). Understanding and Facilitating Adult Learning : AComprehensive Analysis of Principles and Effective Practice. San Fransisco London: Jossey Bass Publishers Campbell. (1981). Seven Theories of Human Society, New York : Oxport. University Press Combs, P.H. dan Manzoor, A. (1984). Memerangi Kemiskinan di Dunia Ketiga Melalui Pendidikan Non-Formal. Jakarta: Rajawali. Craig, R.L. (1976). Training and Development Handbook ; A Guide to Human Resource Development, New York : McGraw. Hill Book Company. Fiedman, P.G and Yarbrough, E.A. (1985). Training Strategis From Start to Finish. Prentice-Hall., Englewood Cliffs, Nes Jersey 07632. Hisrick, R..D., Peters, M.P. (1995). Entrepreneurship. Chicago: Irwin.

MAKALAH PENGEMBANGAN KURIKULUM PELATIHAN DUNIA USAHA DAN INDUSTRI

Mata Kuliah KURIKULUM PELATIHAN


Dosen : DR. H. AYI SUHERMAN, M.Pd

OLEH HARMAINI NIM. 0909561 M. DAUD NIM. 0909583

PROGRAM STUDI PENGEMBANGAN KURIKULUM

SEKOLAH PASCA SARJANA


UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

2010

You might also like