You are on page 1of 7

KAJIAN SASTRA TERJEMAHAN DALAM SASTRA BANDINGAN

Padanan Kata yang Paling Hampir

Diyamon Prasandha (2101408035), Hendi Wahyu Prayitno (2101408072), Muhammad Zulfa Majid (201408083), Ady Saputra (2101407283), Mohamad Irwan Fahrudin (2101408012) Rombel 2 Mahasiswa Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia FBS Unnes

Kajian Sastra Terjemahan dalam Sastra Bandingan Terjemahan ialah pindahan dari satu bahasa ke bahasa yang lain. Karya sastra terjemhan adalah karya sastra yang

dialihbahasakan (dipindahkan) dari bahasa asal ke bahasa yang lain. Sastra terjemahan dibuat uuntuk bacaan bukan penutur bahasa asal. Misalnya novel-novel Barbara Cartland - bahasa Inggrisditerjemahkan ke dalam bbahasa Indonesia. Pembaca sasaran karya sastra terjemahan tentulah pembaca yang tidak mampu membaca karya sastra yang berbahasa Inggris. Terjemahan karya sastra terbagi menjadi dua, yaitu: 1. Terjemahan karya sastra kreatif, seperti genre novel, cerpen, puisi, drama 2. Terjemahan karya sastra deskriptif, seperti essay, karya sastra ilmiah, teori sastra, sejarah sastra, kritik sastra. Terjemahan karya sastra kreatif lebih rumit bila dibandingkan dengan terjemahan karya sastra deskriptif, karena laras bahasanya berbeda. Dan perlu

di

tidak mungkin memperoleh karya sastra terjemahan yang tepat

seperti karya asalnya karena setiap bahasa memiliki ciri cirinya sendiri Terjemahan karya sastra kreati hanyalah merupakan padanan kata yang paling hampir. Kegiatan terjemahan merupakan salah satu cara pemindahan ilmu pengetahuan dari suatu masyarakat dunia untuk membaca karya sastra asing yang tidak mampu dibacanya dalam bahasa asalnya, dan sekaligus dapat berbagi ilmu, pengalaman dan eksperimen yang dilakukan dalam penciptaan karya sastra.

Pengalaman ini secara tidak langsung mendatangkan ilham kepada sastrawan setempat dalam karyanya. Kegiatan terjemahan juga penting sebagai satu usaha untuk mengetengahkan karya sastra setempat (nasional ke arena antar bahasa. Dalam disiplin sastra bandingan kajian terjemahan kajian terjemahan merupakan salah satu aspek dalam kajian genetik. Melalui kajian terjemahan, pengkaji genetik akan meneliti karya terjemahan yang telah dilakukan oleh penerjemah, dengan cara membandingkan karya asal dengan karya terjemahan. Pengkaji karya terjemahan perlu memiliki beberapa pengetahuan antara lain, mahir bahasa sumber dan bahasa sasarannya, mengenal dan memahami tentang penggunaan bahasa, kebudayaan, latar belakang kedua pengarang dengan karya yang dikajinya. Pengkaji terjemahan juga harus menguasai ilmu terjemahan. Secara umum ada emapat teori terjemahan, yaitu: 1. Terjemahan leksikal 2. Terjemahan gramatikal 3. Terjemahan format 4. Terjemahan ekspresif Terjemahan mempunyai kaidah, prinsip, dan disiplin ilmunya yang tersendiri. Pengkaji juga mesti memiliki pengetahuan tentang teori dan proses terjemahan, khususnya terjemahan karya sastra yang lebih menekankan kaidah terjemahan ekspresif. Penguasaan ilmu terjemahan sangat penting agar kajian yang dibuat dapat dipertahankan kesahannya. Karya sastra bersifat seni, halus dan kreatif. Pengkaji sastra kreatif seyogyanya juga memiliki bakat seni kreatif. Dengan bakat seni tersebut pengkaji akan dapat segera mengetahui apakah

penerjemah itu berhasil atau gagal dalam memindahkan bahasa sastra (dalam karya sastra). Dengan kata lain, penerjemah karya sastra deskriptif (sastra ilmiah) yang baik belum tentu dapat menjadi penerjemah karya sastra kreatif yang baik pula. Bahasa karya sastra merupakan aspek kajian terjemahan yang terpenting. Pengkaji akan membandingkan bahasa dalam karya sumber (asal) dengan bahasa dalam karya sastra sasarannya (bagaimana penerjemah memindahkan bahasa asal ke bahasa sasaran). Kajian aspek bahasa ini penting karena tiap bahasa mempunya identitas (ciri ciri)nya yang tersendiri yang unik, dalam pembentukan kata dan penyusunan kata, sehingga bahasa itu menjadi khas dan lain daripada yang lain. Dalam kajian bahasa mengenai karya terjemahan dapat dibandingkan:

pemindahan kata, frasa, ungkapan kalimat, dan struktur bahasa, juga mengenai kelancaran, kehalusan, dan keindahan bahasa terjemahan dapat dibandingkan dengan bahasa asalnya. Bahasa, sastra dan budaya tidak dapat dipisahkan sesuai dengan fungsi sastra sebagai dokumen budaya Menurut Ahmad (1988;455). Seorang penerjemah bukan saja menerjemahkan secara gramatikal dan secara leksikal, tetapi sekaligus menerjemahkan kebudayaan asing yang memberi makna kepada bahasa itu. Pengkaji dapat membuat perbandingan apakah penerjemah berhasil memahami, menyelami dan mengungkapkankembali makna kebudayaan yang terkandung dalam bahasa simberatau gagal berbuat demikian. Seandainya gagal, apakah kegagalan memberisumbangan kepada nilai estetikabahasa karya terjemahan di bandingkan dengan bahasa karya sumber(asal)?. Nilai kebudayaan dalam bahasa banyak terkandung dalam peribahasa, symbol, imagi, malah dalam perkataan tertentu bagi setiap manusia. Karya terjemahan merupakanpenghubung yang menghubungkan budaya masyarakat pengarang karya asal dengan pembaca sasaran. Gaya atau teknik mengarang merupakan ciri utamayang menunjukan sifat pribadi pengarang. Seorang penerjemah yang baik seyogyanya dapat

mengabadikan gaya pengarang asal dalam terjemahannya, seperti kata Robert J. Clemenss (Ahmad; 1988; 404). Translation must capture the rhytsis, assonances, structure and style of original. (Terjemahan harus berpegang teguh pada irama, persajakan, strukturdan gaya karya asal).Pengkaji terjemahan dapat

membandingkan apakah penerjemah mengabdikan gaya pengarang asal atau penerjemah menggunakan gayanya sendiri. Sebuah karya satra kreatif yang baik tentulah meninggalkan kesan perasaan yang mendalam kepadapembacanya. Kesan perasaan pembacaan ini berhubungan dengan nada, suasana, dan semangat karya itu.Pengkaji dapat meneliti usaha pnerjemahan dalam memindahkan kesan perasaan kerya sumber ke dalam karya terjemahannya. Kajian(pemindahan kesan perasaan). Ini penting, terutama terjemahan karya puisi yang sangat menekankan kaidah terjamahan eksprensif. Misalnya, pengkaji dapat meneliti apakah Daud pasaribu berhasil ataau gagal memindahkan nada, suasana, emosi dab semangat sajak -sajak Rabindranath Tagore dalam kidung persembahan Gitanjaliyang di

terjemahkannya ke dalam bahasa Indonesia. Kajian perbandingan juga dapat dilakukan terhadap unsure intrinsik yan g membentuk sebuah karya (novel) seperti tokoh dan penokohan, alur, latar, sudut pandang(pusat pengisahan).Misalnya, apakah penerjemah mengganti nama tokoh dan latar asing ke nama tokoh dan latar setempat? Dalam terjemahan, seorang perejemah berhak menambah atau mengurangi sesuatu, asalkan tindakannya tidak merusak maksud pengarang asal.(Ahmad, 1991;54). Kajian terjemahan dalam disiplin sastra fungsi, antara lain; 1. kajian terjemahan berfungsi sebagaipanduan bagi pembaca dal m memilih a bahan bacaan sastra terjemahan yang bermutu. Misalnya pada bagian kulit bandingan memiliki beberapa

(cover)novel terjemahan Madu dalam Saringan (Mokhtar Ahmad, 1988) dituliskan pendapat seorangkritikus sastra (Ainon Muhammad) sebagai berikut: Madu dalam Saringan merupakan karya terjemahan unggul, terjemahan yang tpat, padat dan penuh setia. Dalam terjemahan ini beliau berupa merapatkan jurang diantara pengarang asing dengan pembaca Malaysia baik dari segi budaya maupun sastra Sesungguhnya Madu dalam Saringan merupakan terjemahan yang amat bermutu. Pendapat krikitus tersebut diatas tentu saja dapat menjadi panduan bagi pembaca.

2. kajian terjemahan juga berfungsi bagi pembaca sebagai panduan mengenai perbedaan atau kelemahan sebuah karya terjemahan dibandingkan dengan karya asalnya. Denagn itu, pembaca akan mendapat gambaran yang menyeluruh mengenai karaya terjemahan yang dibacanya. 3. kajian terjemahan berfungsi sebagai panduan bagi penerjemah. Melalui penilaian pengkaji terjemahan terhadap suatu karya, penterjemah akan dapat melakukan terjemahan yang lebih baik dan lebih mematuhi professional code ( kode etik profesi) penterjemah. 4. kajian terjemahan berfungsi sebagai panduan bagi kritikus satra. Keunggulan dan kelemahan sebuah karya terjemahan dapat dinilai berdasarkan hasil kajian bandingan karya yang dilakukan oleh pengkaji terjemahan. Malah kajian terjemahan juga dapat menjadi bahan rujukan bagi penerbit dalam memilih terjemahan yang akan diterbitkan. Kajian terjemahan dalam sastra bandingan mempunyai permasalahan tersendiri. Laras bahasa sastra dari suatu bahasa akan dialihbahasakan (diterjemahkan) kedalam bahasa yang lain, penerjemah akan menghadapi hal hal yang rumit. Kemahiran dan kepakaran bahasa seorang pengkaji belum

menentukan pengkaji dapat menganalisis karya dengan baik. Pengkaji juga harus mampu menyelami nilai sosio budaya dan sejarah yang terkandung dalam bahasa itu. Banyak istilah bahasa sumber yang sukar dicari padanannyayang tepat dalam bahasa sasaran, malah sering tidak ada. Kesulitan mak jelas bila penterjemah in menterjemahkan bahasa sastra yang bersifat konotatif, ambiguitas, polisemi, retorika, penuh imagi dan nada lebih sulit lagi bagi pengkaji terjemahan. Hal ini diakui oleh Zainab Ahmad ketika menterjemahkan novel bahasa Inggris Ayi KweiArmah yang berjudul The Beautiful Ones are Not Yet Born kedalam bahasa melayu dengan judul Yang Indah Belum Menjelma Lagi. Kajian terjemahan bersifat subjektif. Tiap-tiap pengkaji menghadapi masalah untuk menentukan ukuran (kriteria) terhadap penilaian yang dibuatnya. Belum ada kriteria yang pasti untuk menilai karya terjemahan itu baik, sama mutunya dengan karya asal atau sebaliknya. Hal ini terlihat bila dua orang pengkaji mengkaji karya terjemahan yang sama dengan menggunakan panduan

yang sama, tetapi penilaian (keputusannya) berbeda, karena panduan yang ada hanyalah pandun dasar saja dan objektif. Pengkaji terjemahan juga akan menghadapi kerumitan, apabila

menghadapi penterjemah yang dengan bebeas melakukan terjemahan terhadap karya; cerita, tokoh, latar, alur, nada dan cara penyampaian diubah menurut selera penterjemah, sehingga terjadi penyelewengan makna dan kerusakan pada karya asal. Misalnya kerusakan karya Rabelais yang diterjemahkan oleh Sir Thomas Urquhard: Sikap penterjemah yang tidak bertanggung jawab tentu saja menimbulkan masalah (kesulitan) bagi pengkaji terjemahan. Kajian terjemahan sesungguhnya merupakan bidang kajian yang penting dalam disiplin sastra bandingan. Seorang penterjemah dan pengkaji karya sastra terjemahan bukan hanya ahli dalam penterjemahan, tetapi juga ahli bahasa dan seniman yang kreatif. Di negara kita sudah banyak karya sastra terjemahan, tetapi belum banyak kajian terjemahan yang dilakukan secara serius. Bahkan perbandingan antara karya terjemahan dengan karya asalnya baru dilakukan oleh Prof. Dr. A. Teeuw, th. 1991. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi melahirkan satu cara terjemahan lagi, yaitu terjemahan elektronik (komputer). Maka pengkaji juga dapat mengkaji perbandingan antara terjemahan komputer dengan terjemahan manusia. Dalam Persidaangan Penterjemahan antara Bangsa ketiga pada tanggal 27 29 Agustus 1991, diperbincangkan tentang penggunaan komputer dalam penterjemahan. Meskipun perhatian lebih ditumpukan kepada terjemahan istilah ilmu pengetahuan dan teknologi, tetapi tidak mustahil pada suatu masa komputer juga akan digunakan dalam terjemahan karya sastra Malaysia dan Indonesia. Terjemahan sastra asing di Indonesia hampir merupakan tradisi dalam kehidupan sastra kita. Pertumbuhan sastra di Indonesia selalu diikuti oleh terjemahan atau saduran karya-karya sastra asing. Hal demikian dapat dilihat dalam sejarah pertumbuhan sastra di Indonesia sejak zaman Indonesia-Hindu sampai pada sekarang. Sering juga terlihat bahwa karya terjemahan m endahului tumbuhnya karya-karya sastra asli. Sampai sekarang tentulah telah banyak lagi karya-karya sastra dunia yang

diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia. Bahkan Sapardi Djoko Damono telah menterjemahkan karya-karya sastra yang mendapat hadiah nobel. Disamping terjemahan karya sastra dunia, diterjemahkan pula karya Karl may Winnetou (cerita Indian) karya Agatha Christie, karya-karya barbara Cartland (novel percintaan). Karya sastra anak/remaja yang bersifat petualangan dan detektif juga banyak diterjemahkan, bahkan berseri-seri. Simpulan yang dapat kita ambil dari karya terjemahan ini ialah: jumlah terjemahan yang dapat memajaukan kesusastraan kita masih kurang; novel sastra dunia yang seharusnya dibaca oleh para sastrawaan kita agar mengetahui situasi sastra dunia dan dengan demikian berlomba dengan sastrawan dunia agak jauh dari memadai. Novel/karya sastra terjemahan dapat membantu sastrawan yang kurang mampu menguasai bahasa asing, dan juga dapat meningkatkan apresiasi sastra pada pembaca umumnya. Itulah sebabnya kritik terhadap novel/karya sastra terjemahan tetap diperlukan.

You might also like