You are on page 1of 35

MAKALAH PENERBITAN SEKURITAS EKUITAS DAN KEWAJIBAN JANGKA PANJANG

(Disusun Sebagai Tugas Mata Kuliah Pasar Modal dan Manajemen Keuangan)

Disusun oleh : 1.Achmad Alfian 2.Kartika Putri Kumalasari 3.Nila Trisna Syanthi
4. Yehezkiel

Adiperwira Tahapary

PROGRAM PROFESI AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2011

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Go Public merupakan penawaran saham atau obligasi kepada masyarakat umum untuk pertama kalinya. Pertama kali berarti bahwa pihak penerbit (emiten) pertama kalinya melakukan penjualan saham atau obligasi. Perusahaan yang sudah melakukan penawaran umum berarti perusahaan tersebut sudah merupakan milik masyarakat pemegang saham dari perusahaan yang bersangkutan. Kegiatan dalam rangka penawaran umum penjualan saham perdana disebut IPO (Initial Public Offering). Dalam rangka IPO, ada yang disebut dengan prospektus yaitu salah satu media informasi yang digunakan untuk penyebaran informasi ke masyarakat. Menurut UUPM No. 8/1995, prospektus adalah setiap informasi tertulis sehubungan dengan penawaran umum dengan tujuan agar pihak lain membeli efek. Perusahaan yang memutuskan untuk menjual sahamnya ke masyarakat memiliki beberapa konsekuensi yang harus ditanggung oleh perusahaan di samping manfaat yang diperoleh. Dengan melakukan penawaran umum berarti perusahaan dituntut untuk lebih terbuka dan harus mengikuti peraturan-peraturan pasar modal mengenai kewajiban pelaporan. Segala sesuatu yang berhubungan dengan keuangan baik pemasukan maupun pengeluaran harus tercatat secara terperinci dan dapat dipertanggungjawabkan. Untuk perusahaan yang go public, tuntutan untuk meningkatkan pertumbuhan perusahaan akan semakin kuat karena pemilik menginginkan keuntungan yang semakin meningkat juga sehingga akan berpengaruh terhadap besarnya dividen yang akan dibagikan. Selain itu, dengan pertumbuhan dan perkembangan yang bagus, citra perusahaan akan meningkat sehingga harga saham di pasar sekunder juga akan semakin meningkat. Di samping konsekuensi di atas, perusahaan yang go public juga akan menerima manfaat. Dengan melakukan penawaran umum (saham), perusahaan akan memperoleh dana yang relatif besar dan diterima

sekaligus jika dibandingkan dengan perolehan dana melalui pinjaman di lembaga keuangan. Proses go public juga relatif lebih mudah dan biayanya juga relative lebih murah. Konsekuensinya adalah kerelaan untuk memberikan kepemilikan perusahaannya kepada masyarakat luas. Dana hasil penawaran umum biasanya digunakan untuk melakukan ekspansi, memperbaiki struktur permodalan, atau untuk melakukan divestasi. Melalui go public, emiten sebagai penerbit saham akan dikenal oleh masyarakat, sehingga proses ini bisa dianggap promosi tidak langsung bagi perusahaan maupun bagi produk dan jasa yang dihasilkannya. Penawaran umum dilakukan di pasar perdana atau disebut dengan periode pasar perdana di mana efek ditawarkan kepada masyarakat pemodal oleh penjamin emisi melalui para agen penjual yang sudah ditunjuk. Masyarakat bisa memulai membeli saham yang ditawarkan pada harga perdana yang sudah ditetapkan. Harga perdana ini merupakan harga kesepakatan antara penjamin emisi (lead underwriters) dan calon emiten dengan mempertimbangkan faktorfaktor tertentu, seperti permintaan masyarakat pemodal, kebutuhan emiten, pesaing dalam indutri yang sama dan lain-lain. Untuk tahap berikutnya emiten dapat mencatatkan sahamnya di bursa efek dengan mengajukan pendaftaran, sebagai kelanjutan dari kontrak pendahuluan yang telah dilakukan sebelumnya. Setelah pencatatan saham di bursa efek, maka perdagangan di pasar sekunder bisa dimulai, dan saham tersebut dapat mulai ditransaksikan. Pencatatan saham yang ditawarkan kepada publik pada saat IPO (first issue) jumlahnya sekitar 10%-40%. Saham inilah yang dicatatkan di bursa efek (listed), sedangkan sisanya masih pemilik pendiri/pemegang saham lama. Setelah masuk ke bursa efek, maka harga saham akan ditentukan oleh kekuatan permintaan dan penawaran yang terjadi di pasar. Pada saat permintaan meningkat, maka harga saham cenderung naik, sebaliknya penawaran saham meningkat, harga saham cenderung turun. 1.2 Tujuan Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk mengetahui lebih lanjut mengenai penerbitan sekuritas ekuitas (saham, rights, warrants)

khususnya terkait dengan Initial Public Offering (IPO), Secondary Public Offering (SPO), rights, dan warrants serta kewajiban jangka panjang yang terkait dengan positive covenants, sinking fund, call provision, dan bond refunding. Selain itu, dalam makalah ini juga disertai dengan kasus mengenai bond rating atau analisis dan tahapan proses go public perusahaan terbuka di Indonesia.

BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Penerbitan Sekuritas Ekuitas 2.1.1. Initial Public Offering

Asimetri informasi antara pihak manajemen dan investor potensial sangat tinggi ketika perusahaan belum melakukan IPO. Hal ini disebabkan karena informasi perusahaan yang belum go public relatif sulit diperoleh investor. Ketika perusahaan melakukan IPO, investor potensial hanya mengandalkan informasi dari prospektus. Menurut Rao (1993) dalam Teoh et al. (1998a) tidak terdapat media lain yang menyediakan informasi perusahaan yang sedang melakukan IPO, kecuali prospektus yang disyaratkan Pengawas Pasar Modal. Kelangkaan informasi perusahaan sebelum IPO, memaksa investor potensial hanya mengandalkan prospektus sebagai sumber informasi mengenai perusahaan. Padahal prospektus hanya menyediakan laporan keuangan selama tiga tahun sebelum IPO dan informasi non keuangan (Teoh et al. 1998a). Kondisi ini memberikan kesempatan bagi manajemen untuk melakukan manajemen laba supaya meningkatkan kemakmurannya, yaitu mengharapkan harga saham akan tinggi pada saat IPO. Beberapa penelitian sebelumnya telah melakukan studi manajemen laba sebelum IPO. Friedlan (1994) menemukan bukti bahwa perusahaan-perusahaan di Amerika Serikat menaikkan laba akuntansi perioda satu tahun sebelum IPO. Jain dan Kini (1994) menyatakan bahwa terdapat penurunan kinerja operasional perusahaan setelah IPO. Penurunan tersebut menunjukkan indikasi telah terjadi manajemen laba menjelang IPO. Hal ini dilakukan dengan cara

menggeser pendapatan perioda yang akan datang ke perioda sekarang atau menggeser biaya perioda sekarang ke perioda yang akan datang, sehingga laba perioda sekarang dilaporkan tinggi. Teoh et al. (1998a) menemukan ada perusahaan yang berperilaku agresif (menaikkan laba) dan ada yang berperilaku konservatif ketika menyusun laporan keuangan satu perioda sebelum IPO. Teoh et al. (1998b) juga menemukan bahwa manajemen melakukan penyesuaian akrual dalam rangka menaikkan laba menjelang SEO. Rangan (1998) juga menemukan hasil yang sama. Penelitian yang dilakukan Imam Sutanto (2000), Gumanti (2001), Syaiful (2002), dan Raharjono (2005) membuktikan manajemen laba menjelang IPO juga terjadi di Bursa Efek Jakarta (BEJ). Gumanti (2001) dan Syaiful (2002) menyimpulkan bahwa manajemen melakukan manajemen laba perioda dua tahun menjelang IPO dan tidak terdapat indikasi manajemen laba perioda satu tahun menjelang IPO. Sedangkan Raharjono (2005) menemukan bahwa manajemen laba terjadi pada perioda satu tahun menjelang IPO. Meskipun asimetri informasi antara manajemen dan investor tidak lagi tinggi setelah IPO, namun berbagai penelitian menunjukkan bahwa manajemen laba juga dilakukan setelah IPO dan SEO. Friedlan (1994) menemukan bukti bahwa perusahaan-perusahaan di Amerika Serikat menaikkan laba akuntansi perioda satu tahun setelah IPO. Shivakumar (2000) memberikan bukti bahwa manajemen melakukan manajemen laba di sekitar SEO, meskipun tidak ditunjukkan untuk menyesatkan investor dalam membuat keputusan investasi. Syaiful (2002) juga menemukan bukti yang sama untuk BEJ, manajemen laba dilakukan perioda dua tahun setelah IPO. Return saham perusahaan setelah IPO dalam jangka panjang akan turun. Hal ini disebabkan investor terlalu optimis, sehingga harga saham akan lebih tinggi pada awal penawarannya dan berangsurangsur turun dalam jangka panjang (Brav dan Gompers 1997). Kemudian Brav et al. (2000) melakukan pengujian terhadap abnormal return yang mengikuti penawaran sekuritas (IPO dan SEO). Mereka menyimpulkan bahwa kinerja saham rendah untuk perusahaan yang memiliki book to market ratio rendah. Teoh et al. (1998a) meneliti kinerja perusahaan jangka panjang setelah IPO, hasilnya menggambarkan return saham jangka panjang rendah setelah IPO

dibandingkan dengan perusahaan yang tidak melakukan IPO. Mereka juga membuktikan bahwa kinerja yang rendah tersebut berhubungan dengan akrual diskresioner di sekitar IPO. Menurut Teoh et al. (1998b) kinerja saham juga rendah untuk perusahaan yang melakukan SEO. Loughran dan Ritter (1995) bahkan menyatakan kinerja saham yang rendah terjadi sampai lima tahun setelah SEO. Rangan (1998) membuktikan bahwa kinerja saham perusahaan setelah melakukan SEO rendah. Hal ini membuktikan bahwa perusahaan yang melakukan manajemen laba menjelang SEO akan memiliki return saham lebih rendah dibandingkan perusahaan yang tidak melakukan manajemen laba. Rangan (1998) mencoba memprediksi return saham dengan komponen akrual diskresioner untuk mendapatkan koefisien negatif yang menunjukkan kinerja saham yang rendah tersebut mampu dijelaskan dengan manajemen laba. Hasilnya menunjukkan bahwa koefisien regresi hubungan antara akrual diskresioner dan return saham adalah negatif, sehingga ia menyimpulkan bahwa rendahnya kinerja saham mampu dijelaskan komponen akrual. Ali et al. (2000) menguji apakah komponen akrual mampu menjelaskan return saham perusahaan setahun setelah penerbitan laporan keuangan. Komponen akrual penelitian tersebut dihitung dengan pendekatan Dechow et al. (1995). Hasilnya menunjukkan komponen akrual berhubungan negatif dengan return saham. Subramanyam (1996) juga menemukan akrual diskresioner berhubungan dengan harga saham. Syaiful (2002) meneliti hubungan manajemen laba dengan return saham perusahaan yang terdaftar di BEJ. Penelitian dilakukan terhadap 44 perusahaan yang melakukan IPO pada 1991-1994. Hasilnya menunjukkan bahwa return saham pada perioda satu tahun setelah IPO rendah. Tetapi penelitian ini tidak berhasil menemukan hubungan antara manajemen laba dan return saham. Ardiati (2003) meneliti hubungan manajemen laba terhadap return saham dengan menggunakan kualitas audit sebagai variabel pemoderasi. Sampel penelitian terdiri atas 78 perusahaan pada perioda 1995-2000. Hasilnya menunjukkan bahwa manajemen laba berpengaruh positif terhadap return pada perusahaan yang diaudit KAP Big 5 dan berpengaruh negatif pada perusahaan yang diaudit KAP Non-Big 5. Widiastuty (2004) juga meneliti hubungan manajemen laba terhadap return saham dengan menggunakan leverage dan unexpected

earnings sebagai variabel kontrol. Sampel penelitian terdiri atas 72 perusahaan pada perioda 1999-2001. Hasilnya menunjukkan bahwa manajemen laba berhubungan positif terhadap return saham. Raharjono (2005) juga meneliti mengenai hubungan antara manajemen laba dengan return saham perusahaan yang terdaftar di BEJ. Penelitian dilakukan pada 33 perusahaan yang melakukan IPO pada 1995-2001. Hasilnya menunjukkan tidak terdapat hubungan antara manajemen laba perioda satu tahun sebelum IPO dan return saham satu tahun setelah IPO. Bartov et al. (2000a) menguji hubungan antara kecerdasan investor dengan pola return saham yang diobservasi setelah pengumuman laba kuartalan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kecerdasan investor berhubungan secara negatif dengan pola return abnormal yang diobservasi setelah pengumuman laba kuartalan. Hasil ini menyatakan bahwa semakin tinggi tingkat kecerdasan investor, maka semakin rendah return abnormal setelah pengumuman laba kuartalan dan sebaliknya. Bartov et al. (2000a) mendefinisikan investor yang cerdas sebagai investor yang mampu mengumpulkan dan memproses informasi publik, sedangkan investor yang tidak cerdas adalah investor yang hanya menggunakan informasi keuangan pers dan intuisi serta tidak melakukan analisis laporan keuangan dengan baik. Jogiyanto (2005) juga menyatakan bahwa investor yang cerdas mampu menganalisis informasi lebih lanjut untuk menentukan apakah informasi memberikan sinyal yang sahih dan dapat dipercaya, sedangkan investor yang tidak cerdas akan menerima informasi tanpa menganalisis lebih lanjut. Pada umumnya literatur menggunakan kepemilikan institusi sebagai proksi kecerdasan investor (Hand 1990; Utama dan Cready 1997; Walther 1997; El-Gazzar 1998; atau Bartov et al. 2000a). Alasan utama yang membuat kepemilikan institusi cocok dijadikan proksi kecerdasan investor karena investor institusi memiliki informasi privat yang lebih banyak dan memiliki tim analis yang lebih canggih untuk menganalisis informasi daripada investor individu (Mayer 1988; Shiller dan Pound 1989; atau Yunker dan Krehbiel 1988). Alasan lain adalah karena investor institusi siap melakukan investasi pada sejumlah besar perusahaan (Bartov et al. 2000a).

Bartov et al. (2000a) juga menguji mengenai validitas kepemilikan institusi sebagai proksi kecerdasan investor. Hasilnya menunjukkan bahwa kepemilikan institusi merupakan proksi yang valid untuk kecerdasan investor. Rajgopal S., Mohan V., dan James Jiambalvo (1999) juga menemukan hasil yang sama. Penelitian ini juga menggunakan kepemilikan institusi sebagai proksi kecerdasan investor dan cutoff 40% atau lebih kepemilikan institusi menunjukkan investor cerdas. Sedangkan kepemilikan institusi di bawah 40% menunjukkan investor tidak cerdas (Balsam et al. 2002). Bartov et al. (2000a), Rajgopal (1999), dan Walther (1997) menyatakan bahwa kecerdasan investor (investor sophistication) merupakan faktor penentu hubungan antara laba dan return. Balsam et al. (2002) menguji reaksi pasar (investor cerdas dan tidak cerdas) terhadap manajemen laba di sekitar pelaporan keuangan kuartalan (10-Q). Hasilnya menunjukkan bahwa para investor yang cerdas (sophisticated investors) mampu mendeteksi manajemen laba lebih cepat daripada para investor yang tidak cerdas (unsophisticated investors). Rajgopal et al. (1999) menguji hubungan manajemen laba dengan kecerdasan investor menggunakan data perioda 1989-1995. Hasilnya menunjukkan bahwa manajemen laba berhubungan negatif dengan kecerdasan investor. Hasil ini menyatakan bahwa semakin tinggi tingkat kecerdasan investor, maka semakin rendah tingkat manajemen laba dan sebaliknya. 2.1.1.1. Persiapan go public Untuk dapat memasarkan saham yang akan dilakukan dalam penawaran umum, sebelumnya perusahaan harus mengajukan pernyataan pendaftaran go public kepada Bapepam. Bapepam akan menanggapi pernyataan pendaftaran ini dalam waktu 45 hari. Jika dalam waktu 45 hari tersebut tidak ada tanggapan yang disampaikan oleh Bapepam, maka pendaftaran dinyatakan efektif.

UUPM No. 8/1995 pasal 70 menyatakan : 1. Yang dapat melakukan penawaran umum hanyalah emiten yang telah menyampaikan pernyataan pendaftaran kepada

Bapepam untuk menawarkan atau menjual efek kepada masyarakat dan pernyataan pendaftaran tersebut telah efektif. 2. Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak berlaku bagi pihak yang melakukan : a) penawaran efek yang bersifat utang yang jatuh temponya tidak lebih dari satu tahun. b) Penerbitan sertifikat deposito. c) Penerbitan polis asuransi. d) Penawaran efek yang diterbitkan dan dijamin pemerintah Indonesia, atau e) Penawaran efek lain yang ditetapkan oleh Bapepam. Sedangkan pasal 74 berbunyi : 1. Pernyataan pendaftaran menjadi efektif pada hari ke45 sejak diterimanya pernyataan pendaftaran secara lengkap atau pada tanggal yang lebih awal jika dinyatakan efektif oleh Bapepam. 2. Dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), Bapepam dapat meminta perubahan dan atau tambahan informasi dari emiten atau perusahaan publik. Selama pengajuan pernyataan pendaftaran go public ke Bapepam, perusahaan dapat melakukan pemasaran atau public expose kepada masyarakat. Dalam public expose ini, perusahaan mengundang calon investor yang dianggap potensial. Perusahaan perlu menjelaskan tentang pertumbuhan perusahaan, prospek ke depan, serta hal-hal lain yang berhubungan dengan perusahaan yang pada intinya berusaha menarik masyarakat untuk bersedia menanamkan modalnya. Syarat-syarat bagi perusahaan yang akan melakukan go public : a) Emiten berkedudukan di Indonesia. b) Pemegang saham minimal 300 orang. c) modal disetor penuh sekurang-kurangnya tiga miliar rupiah. d) Setelah diaudit, selama dua tahun berturut-turut memperoleh laba. e) Laporan keuangan telah telah diperiksa akuntan public untuk dua tahun terakhir berturut-turut dengan pernyataan wajar tanpa pengecualian untuk tahun terakhir. f)Untuk perbankan harus memenuhi kriteria sebagai bank sehat dan memenuhi kecukupan modal sesuai ketentuan Bank Indonesia.

2.1.1.2.

Proses dan tahapan go public Setelah pemasaran dilakukan serta pernyataan pendaftaran dinyatakan efektif oleh Bapepam, maka perusahaan bisa melakukan go public. Penawaran umum ini dilakukan di pasar perdana atau sering disebut dengan periode pasar perdana di mana efek ditawarkan kepada masyarakat pemodal oleh penjamin emisi melalui para agen penjual yang sudah ditunjuk. Masyarakat bisa mulai membeli saham yang ditawarkan pada harga perdana yang sudah ditetapkan. Harga perdana ini merupakan harga kesepakatan antara penjamin emisi (lead underwriters) dan calon emiten dengan mempertimbangkan faktor-faktor tertentu, seperti permintaan masyarakat pemodal, kebutuhan emiten, pesaing dalam industri yang sama, dan lain-lain. Proses lain yang perlu diperhatikan adalah adanya penjatahan saham. Hal ini untuk menghindari kekecewaan dari masyarakat karena tidak mendapatkan saham yang diinginkannya. Untuk menjamin prinsip keadilan, dilakukan penjatahan, sehingga alokasi efek pesanan dari masyarakat pemodal akan disesuaikan dengan jumlah efek yang tersedia. Penjatahan ini dilakukan oleh sindikasi penjamin emisi dan emiten. Setelah itu, efek bisa diserahkan kepada pemodal. Untuk tahap berikutnya, emiten dapat mencatatkan sahamnya di bursa efek dengan mengajukan pendaftaran, sebagai kelanjutan dari kontrak pendahuluan yang telah dilakukan sebelumnya. Setelah pencatatan saham-saham emiten di bursa efek, maka perdagangan di pasar sekunder bisa dimulai, dan saham tersebut dapat mulai ditransaksikan. Hal lain yang perlu diperhatikan setelah melakukan emisi saham adalah masalah pelaporan. Pelaporan di sini menyangkut laporan tahunan maupun laporan tengah tahun. Di samping itu juga kejadian-kejadian yang bersifat materiil juga perlu dipublikasikan atau diinformasikan kepada masyarakat. Pencatatan saham yang ditawarkan kepada public pada saat IPO (first issue) jumlahnya sekitar 10%-40%. Saham inilah yang dicatatkan di bursa efek (listed), sedangkan sisanya masih milik pendiri/pemegang saham lama. Selama belum dicatatkan, saham ini belum bisa diperdagangkan di bursa.

Pencatatan saham bisa pada satu bursa yang disebut dengan single listing atau bisa pada dua bursa yang disebut dengan dual listing. Untuk selanjutnya, jika sisa saham ini kemudian dicatatkan di bursa sekaligus, maka cara ini disebut dengan company listing. Sedangkan jika sisa saham dicatatkan secara sebagian-sebagian (partial), cara ini disebut dengan partial listing. Menurut lampiran I Keputusan Direksi PT. Bursa Efek Jakarta No. KEP-01/BEJ/1992, untuk dapat mencatatkan sahamnya di bursa, emiten wajib memenuhi ketentuan sebagai berikut : a) Pernyataan pendaftaran dalam rangka penawaran umum maupun sebagai perusahaan public telah dinyatakan efektif oleh Bapepam. b) Laporan keuangan perusahaan untuk tahun buku terakhir diaudit dengan wajar tanpa syarat. c) Saham yang dicatatkan minimal berjumlah 1.000.000 saham. d) Jumlah pemegang saham, baik perseorangan maupun lembaga minimal 200, dan pemegang saham masingmasing memiliki minimal 1 satuan perdagangan. e) Wajib mencatatkan seluruh saham yang telah disetor penuh, sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan tentang persentase pemilikan saham oleh pemodal asing. f) Perusahaan telah berdiri dan beroperasi sekurangkurangnya 3 tahun. g) Dalam dua tahun terakhir mendapat laba operasi, tidak terdapat saldo kerugian pada posisi keuangan yang terakhir. Dalam perdagangan di bursa efek, nama perusahaan emiten tidak ditulis secara lengkap, tetapi menggunakan kode yang terdiri dari 4 karakter alfabetik. Kode ini disebut dengan ticker symbol. Karakter terakhir Q digunakan untuk warrant, sedangkan karakter terakhir Z digunakan untuk bukti right. Setelah masuk ke bursa efek maka harga saham akan ditentukan oleh kekuatan permintaan dan penawaran yang terjadi di pasar. 2.1.2. Secondary Public Offering

Tahap secondary market adalah masa pencatatan saham di bursa Efek dan sekaligus saham tersebut di perdagangkan. Pada masa ini para

pemilik saham yang telah membeli saham di pasar perdana dapat memperjualbelikan sahamnya dengan mekanisme perdagangan yang berlaku di Bursa Efek. Pemilik saham atau pemodal dapat melakukan jual ataupun beli atas saham yang dimilikinya melalui perusahaan efek yang bergerak sebagai perantara pedagang efek atau pialang saham. Pada secondary market ini menjadi menarik karena saham perusahaan yang dijual oleh emiten tersebut akan diuji apakah saham ini memiliki prospek atau kinerja bagus atau tidak. Suatu saham yang memiliki kinerja baik, maka harga sahamnya akan memiliki kecenderungan naik karena diminati oleh pemodal. Sebaliknya, saham kurang baik, akan memiliki kecenderungan harga menurun.

2.1.2. Rights (Sertifikat Bukti Right)

Right dapat didefinisikan sebagai efek yang memberikan hak kepada pemegang saham lama untuk membeli saham baru yang akan dikeluarkan oleh emiten pada proporsi dan harga tertentu. Hak dalam right sering disebut sebagai preemptive right, yaitu suatu hak untuk menjaga proporsi kepemilikan saham bagi pemegang saham lama di suatu perusahaan sehubungan dengan pengeluaran saham baru. Biasanya right muncul ketika emiten melakukan penawaran saham kedua (second issue). Dampak jika pemegang saham tidak menggunakan preemptive right adalah : a) Dilusi (berkurangnya proporsi kepemilikan pemegang saham yang tidak menggunakan haknya). b) Mengurangi ROI (Return on Investment) dengan bertambahnya saha beredar. c) Mengecilnya DPS (Dividend Per Share) karena harus dibagikan kepada pemegang saham. Harga saham yang ditentukan dalam right untuk membeli saham baru dengan proporsi sesuai ketentuan, harganya ditentukan sama dengan atau di atas nilai nominal saham tapi nilai nominal saham tetap di bawah harga pasar. Harga penebusan saham baru ini disebut dengan exercise price atau subscription price. Dalam kaitannya dengan right, ada istilah right issue, yang didefinisikan sebagai kegiatan penawaran umum terbatas kepada

pemegang saham lama dalam rangka penerbitan hak memesan efek terlebih dahulu. Untuk penerbitan hak memesan efek terlebih dahulu dibutuhkan persetujuan dari pemegang saham mayoritas. Right issue ini pun harus mendapatkan persetujuan efektif dari Bapepam. Rumus untuk menghitung harga teoritis rights : Pr = Ps Pe Pr Ps Pe = = = harga teoritis right harga teoritis saham ex right harga saham baru (harga tebus right)

Dengan adanya right issue akan terjadi penambahan saham baru yang akan menyebabkan adanya dilusi kepemilikan saham. Untuk menghitung harga teoritis saham sesudah right issue digunakan rumus berikut : Ps = RR.Pc + PE RR + 1 Ps Pc RR PE = = = = harga teoritis saham ex right harga penutupan saham pada cum-right rasio rights issue exercise price (harga penebusan rights)

Periode perdagangan right tidak selamanya, melainkan hanya sementara saja. Biasanya antara 5 hingga 10 hari bursa. Dengan sifatnya yang berupa hak ada beberapa keistimewaan dan keuntungan yang bisa diperoleh investor dengan right. Investor yang menjadi pemegang saham lama memiliki hak istimewa untuk membeli saham baru pada harga yang telah ditetapkan dengan menukarkan right yang dimilikinya. Hak istimewa tersebut memungkinkan investor untuk memperoleh keuntungan dengan membeli saham baru dengan harga yang lebih murah. Contoh : Emiten ABC melakukan right issue dengan harga Rp1.500 per lembar. Right dari saham itu dijual pada harga Rp200. Itu artinya bagi pemegang saham lama untuk dapat membeli saham baru emiten senilai Rp1.500, dia harus menebus right (yang menjadi hak untuk membeli saham) senilai Rp200 per saham. Dengan demikian modal

yang dikeluarkan investor untuk membeli saham baru emiten itu adalah Rp1.700 per saham. Kalau pada saat pelaksanaan harga saham di pasar naik menjadi Rp2.000 per saham, berarti pemegang saham sudah menikmati keuntungan sebesar Rp300 per saham. Karakteristik Di samping memiliki keuntungan, right juga memiliki risiko. Salah satu contoh risiko yang sering terjadi adalah apabila harga saham pada periode pelaksanaan atau yang biasa disebut dengan exercise date lebih rendah. Dalam kondisi ini dengan sendirinya investor tidak akan mengkonversikan right tersebut, sementara itu investor akan mengalami kerugian atas harga beli right. Contoh: Seorang investor membeli right di pasar sekunder pada harga Rp200 dengan harga pelaksanaan Rp1.500. Kemudian pada periode pelaksanaan, harga saham turun menjadi Rp1.200 per saham. Investor tersebut tentunya tidak akan menukarkan right yang dimilikinya, karena jika dia melakukannya, maka dia harus membayar Rp1.700 (Rp1.500 harga pelaksanaan + Rp200 harga right). Sebagai konsekuensi tidak dilakukannya penukaran saham tersebut akan terjadi dilusi pada kepemilikan saham investor. Dilusi atau berkurangnya kepemilikan saham investor itu akan terjadi secara proporsional. Misalnya emiten yang melakukan right issue itu sebelumnya memiliki saham sebanyak 200 juta. Ketika emiten itu mengeluarkan right issue dengan perbandingan (rasio) 1:1 artinya setelah right issue saham emiten itu akan bertambah jumlahnya menjadi 400 juta lembar saham. Dengan kata lain tiap satu pemegang saham lama akan diberi hak untuk membeli 1 saham baru. Kalau kemudian right tidak ditebus oleh pemegang saham lama (yang mendapatkan hak untuk membeli terlebih dulu), dengan sendirinya jumlah kepemilikan sahamnya akan terpangkas (dilusi) sebesar 50 persen. Artinya jika sebelum right issue seorang investor memiliki 1 juta saham, maka setelah right issue jumlah sahamnya tinggal 500 ribu lembar saja. 2.1.4. Warrants

Waran adalah hak untuk membeli sebuah saham pada harga yang telah ditetapkan pada waktu yang telah ditetapkan pula. Waran biasanya melekat sebagai daya tarik (swetener) pada penawaran umum saham perdana (IPO) ataupun obligasi. Biasanya harga

pelaksanaan lebih rendah dari pada harga pasar saham. Setelah saham ataupun obligasi tersebut tercatat di bursa, waran dapat diperdagangkan secara terpisah. Periode perdagangan waran sekitar 3 - 5 tahun. Waran merupakan suatu pilihan (option), di mana pemilik waran mepunyai pilihan untuk menukarkan atau tidak warannya pada saat jatuh tempo. Pemilik waran dapat menukarkan waran yang dimilikinya 6 bulan setelah waran tersebut diterbitkan oleh emiten. Harga waran itu sendiri berfluktuasi selama periode perdagangan di pasar sekunder. Untuk menghitung harga suatu waran digunakan rumus berikut : Pw = Ps Pe Pw Ps Pe = harga/nilai fundamental suatu waran = harga pasar yang berlaku pada saham biasa yang terkait dengan waran. = exersice price waran untuk penebusan saham.

Karakteristik Waran Yang menjadi keistimewaan waran ini antara lain :


1) Pemilik waran memiliki hak untuk membeli saham baru perusahaan

dengan harga yang lebih rendah dari harga saham tersebut di pasar sekunder dengan cara menukarkan waran yang dimilikinya ketika harga saham perusahaan tersebut melebihi harga pelaksanaan. Misalnya seorang investor membeli waran pada harga Rp 200,- per lembar dengan harga pelaksanaan Rp 1.500,-. Kalau pada saat tanggal pelaksanaan (penukaran waran menjadi saham), harga saham perusahaan meningkat menjadi Rp 1.800,- per saham, maka investor dapat dikatakan hanya membeli saham perusahaan tersebut dengan harga hanya Rp1.700 (Rp 1.500,- + Rp200,-). Jelas hal itu sangat menguntungkan membeli saham secara langsung di pasar sekunder yang harganya Rp 1.800,- per saham.
2) Karena sifatnya yang bisa diperdagangkan itu waran ini juga

memberikan keuntungan berupa capital gain. Karakteristik yang demikian itu sekaligus juga menjadi faktor yang merugikan bagi investor apabila harga waran jatuh dari harga belinya. Begitu pula apabila harga saham pada periode pelaksanaan jatuh dan menjadi

lebih rendah dari harga pelaksanaan, mengalami kerugian atas harga beli waran.

maka

investor

akan

Misalnya investor membeli waran seharga Rp 200,- dengan harga pelaksanaan Rp 1.500,-. Kemudian pada periode pelaksanaan, harga saham turun menjadi Rp1.200,- per saham. Investor tersebut tentunya tidak akan menukarkan waran yang dimilikinya, karena jika ia melakukannya, maka ia harus membayar Rp1.700,- (Rp 1.500,- harga pelaksanaan + Rp 200,- harga waran). Oleh karena itu investor akan mengalami kerugian sebesar harga pembelian waran Rp 200,-. Sesuai dengan peraturan Bapepam, jumlah waran yang diterbitkan dan waran yang telah beredar tidak melebihi 15% dari modal disetor pada saat waran diterbitkan. Proses penebusan waran akan mengakibatkan peningkatan jumlah saham yang diterbitkan, sehingga akan terjadi dilusi persentase kepemilikan saham. Harga teoritis saham setelah redemption waran dapat dihitung sebagai berikut : Ps Ps Ss Pc PE WR Ss.Pc + WR . PE S + WR = harga teoritis saham yang baru sesudah redemption waran = jumlah saham sebelum terjadinya redemption waran = harga penutupan yang tersedia pada saat terjadinya redemption waran = exercise price waran = banyaknya saham biasa yang ditebus dengan waran =

2.2. Kewajiban Jangka Panjang Terdapat banyak dimensi lain dari kewajiban (utang) jangka panjang, termasuk hal-hal seperti jaminan, karakteristik penebusan kembali (call), dana pelunasan (sinking fund), peringkat, dan perjanjian perlindungan (protective covenant). Karakterisik-karakterisitik tersebut dirinci di dalam perjanjian obligasi (indenture). Indenture adalah suatu perjanjian tertulis antara perusahaan (peminjam) dengan krediturnya. Kadang-kadang disebut juga sebagai perjanjian dengan wali amanat (deed of trust). Biasanya, suatu pengawas keuangan (trustee) misalnya sebuah bank, ditunjuk oleh

perusahaan untuk mewakili para pemegang obligasi. Perusahaan pengawas harus : (1) memastikan ketentuan-ketentuan dalam perjanjian telah dipatuhi. (2)Mengelola dana pelunasan (3)Mewakili pemegang obligasi dalam kegagalan pembayaran yakni jika perusahaan gagal bayar. Indenture obligasi adalah dokumen legal yang biasanya memuat persyaratan-persyaratan berikut : 1. persyaratan dasar obligasi 2. jumlah total emisi obligasi 3. uraian tentang harta yang digunakan sebagai jaminan 4. kesepakatan pelunasan 5. rincian perjanjian perlindungan 2.2.1. Protective Covenants

Protective covenant adalah bagian dari indenture atau perjanjian pinjaman yang membatasi tindakan-tindakan tertentu yang mungkin akan diambil oleh perusahaan selama jangka waktu pinjaman. Protective covenant dibagi menjadi 2 jenis yaitu :
1) Positif covenant

Positif covenant adalah jenis janji Anda dilarang. Janji ini membatasi atau melarang tindakan-tindakan yang mungkin diambil oleh perusahaan. Berikut adalah contoh umum di antaranya : a) Perusahaan harus membatasi jumlah dividen yang dibayarkan menurut suatu rumus tertentu. b) Perusahaan tidak dapat menjaminkan asetnya kepada pemberi pinjaman lain. c) Perusahaan tidak dapat bergabung dengan perusahaan lain. d) Perusahaan tidak dapat menjual atau menyewakan semua asset utama tanpa persetujuan dari pemberi pinjaman. e) Perusahaan tidak dapat menerbitkan utang jangka panjang tambahan.
2) Negatif covenant

Negatif covenant adalah jenis perjanjian Anda harus. Janji ini menyebutkan satu tindakan yang oleh perusahaan disetujui untuk diambil atau suatu persyaratan yang harus dipatuhi oleh perusahaan. Berikut beberapa contohnya : a) Perusahaan harus menjaga modal kerjanya pada atau di atas suatu tingkat minimum yang telah ditentukan.

b) Perusahaan harus memberikan laporan keuangan yang telah diaudit kepada pemberi pinjaman secara berkala. c) Perusahaan harus menjaga semua agunan atau jaminan dalam kondisi yang baik. Beberapa contoh di atas hanya sebagian daftar covenant. Suatu indenture tertentu mungkin memiliki banyak janji yang berbeda. 2.2.2. Sinking Fund

Obligasi dapat dilunasi saat jatuh tempo, di mana saat itu pemegang obligasi akan menerima nilai nominal, atau yang dinyatakan dari obligasi. Obligasi juga bisa dilunasi sebagian atau secara keseluruhan sebelum jatuh tempo. Pelunasan sebelum jatuh tempo lebih umum terjadi dan sering kali ditangani melalui dana pelunasan. Dana pelunasan (sinking fund) adalah suatu rekening yang dikelola oleh pengawas obligasi dengan tujuan untuk melunasi obligasi. Perusahaan melakukan pembayaran tahunan kepada pengawas, yang selanjutnya akan menggunakan dana tersebut untuk melunasi sebagian utang. Pengawas melakukan ini dengan membeli sebagian obligasi di pasar atau menebus sebagian obligasi yang beredar. Sinking fund juga didefinisikan sebagai penyisihan sejumlah dana oleh emiten secara teratur untuk melunasi obligasi atau utang jangka panjangnya. Sinking fund didesain untuk melindungi investor dengan memastikan bahwa emiten memperhatikan kepentingan para pemodal. Boardman dan McEnally (1981) dalam Foster (1986) membuat model penelitian untuk menguji faktor penentu harga dan return obligasi pada tiap kategori rating secara time series. Ia menggunakan salah satu variabel independen yaitu ada tidaknya sinking fund pada penerbitan obligasi. Hasilnya menyatakan bahwa obligasi berkualitas rendah (tidak menyediakan sinking fund) harga dan return-nya kurang homogen dibanding yang berkualitas tinggi. Dalam hal ini bila terdapat sinking fund maka peringkat obligasi akan semakin tinggi. Obligasi yang memberikan penyisihan dana atau memberi ketetapan sinking fund pada saat mengemisi dipandang relatif lebih aman dibanding obligasi tanpa adanya sinking fund.

Terdapat berbagai jenis kesepakatan dana pelunasan di mana rinciannya akan diuraikan di dalam indenture. Contohnya : 1) Beberapa dana pelunasan dimulai sekitar 10 tahun setelah penerbitan awal. 2) Beberapa dana pelunasan akan meminta pembayaran dengan jumlah yang sama sepanjang umur obligasi. 3) Beberapa emisi obligasi berkualitas tinggi memiliki pembayaran kepada dana pelunasan yang tidak mencukupi untuk menebus keseluruhan emisi. Sebagai konsekuensinya, ada kemungkinan terdapat pembayaran yang besar saat jatuh tempo. 2.2.3. Call Provision

Ketentuan penarikan (call provision/call feature), merupakan hak perusahaan sebagai penerbit untuk menebus obligasinya sebelum waktu jatuh temponya. Ketentuan penarikan tersebut biasanya menetapkan bahwa penerbit harus membayar kepada investor/pemegang obligasi suatu jumlah yang lebih besar dari pada nilai pari (nominal) obligasi jika obligasi tersebut ditarik. Jumlah tambahan tersebut disebut sebagai premi penarikan/call premium. Ketentuan penarikan sering kali tidak dioperasikan selama paruh pertama umur suatu obligasi. Hal ini membuat para pemegang obligasi tidak perlu mengkhawatirkan ketentuan penebusan dalam tahun-tahun pertama obligasi. Contohnya, sebuah perusahaan mungkin melarang obligasinya ditebus selama 10 tahun pertama. Ini disebut ketentuan penebusan yang ditangguhkan (deffered call provision). Selama periode pelarangan ini, obligasi tersebut dikatakan diproteksi dari penebusan (call protected). Dalam beberapa tahun terakhir, ada satu jenis ketentuan penebusan baru yang disebut penebusan make-whole, dengan karakteristik penebusan ini pemegang obligasi akan menerima kurang lebih nilai obligasi jika obligasi tersebut ditebus. Karena pemegang obligasi tidak mengalami kerugian jika terjadi penebusan maka dikatakan sebagai made whole atau impas. Contoh soal: PT Hijau Rindang mengeluarkan obligasi 20 tahun yang memiliki nilai pari sebesar $100.000, bunga 10%. Obligasi tersebut dijual dengan harga 95%. Empat tahun setelah obligasi dikeluarkan, perusahaan

menarik obligasi tersebut dengan call price sebesar 102. Maka call premium obligasi tersebut adalah:

Call price = Nilai pari = Call premium

$102,000 100,000 = $ 2,000

Dengan kata lain, dalam kasus tersebut, call premium obligasi sebesar 2% (dari 102% - 100%) dari nilai nominal obligasi (2% x $100.000 = $2.000), dan call price = nilai pari + call premium. 2.2.4. Bond Refunding

Bond refunding berarti menggantikan seluruh atau sebagian bonds (obligasi) yang diterbitkan. Jika manajemen memprediksi bahwa tingkat suku bunga di pasar modal (market rate) obligasi sejenis di masa mendatang akan turun, maka perusahaan akan mempertimbangkan untuk membeli kembali obligasi (buy back) yang tingkat bunganya tinggi, dan menerbitkan obligasi dengan tingkat suku bunga yang lebih rendah. Dalam hal ini disebut bahwa obligasi didanai ulang (refunded). Jadi, kapan perusahaan perlu melakukan pendanaan ulang obligasinya tergantung dari ekspektasi tingkat suku bunga di masa mendatang. Adanya penarikan kembali inilah biasanya yang menyebabkan obligasi yang mengandung ketentuan call provision diterbitkan dengan tingkat bunga yang lebih tinggi dibandingkan dengan obligasi tanpa call provision. Investor lebih memilih obligasi dengan situasi dimana perusahaan tidak membeli kembali obligasinya sebelum jatuh tempo, sebab investor cenderung ingin memiliki obligasi dengan bunga tinggi dibanding obligasi dengan bunga rendah. Keputusan pendanaan ulang (refunding) menyangkut dua pertanyaan yang berbeda, yaitu : (1) apakah menguntungkan untuk menarik obligasi yang sedang beredar pada periode berjalan dan menggantinya dengan obligasi baru? dan

(2) jika bond refunding saat ini menguntungkan, apakah tidak lebih baik/menguntungkan lagi jika pendanaan ulang ditangguhkan dulu untuk sementara? Untuk menjawab pertanyaan tersebut, pada prinsipnya perusahaan menganalisis sama halnya pada saat mengkaji tentang penganggaran barang modal (capital budgeting). Dengan melakukan bond refunding artinya terdapat arus kas keluar. Biaya atas pendanaan ulang (sama halnya dengan pengeluaran investasi, karena perusahaan mengeluarkan dana untuk membeli kembali obligasi) yang terdiri atas:

a) Premi penarikan (call premium) yang dibayarkan pada pemegang

obligasi yang ditarik. b) Biaya penjualan obligasi baru. c) Bunga (coupon rate) yang harus dibayar ketika kedua obligasi sedang sama-sama beredar (disebut sebagai overlap interest). Ada kalanya obligasi baru dijual lebih dahulu sebelum dilakukan penarikan obligasi lama, ini untuk memastikan ada/tersedia dana untuk membayar pokok pinjaman dari obligasi lama. Seluruh pengeluaran kas tersebut dibandingkan dengan arus kas masuk, yang dalam hal ini berupa penghematan biaya atas ditariknya obligasi lama. Penghematan dapat terjadi karena ada selisih beban bunga antara obligasi lama dan obligasi baru, serta amortisasi atas biaya-biaya terkait dengan kedua obligasi tersebut. Penghematan biaya diperhitungkan setelah pajak. Penghematan biaya yang terjadi setiap tahun (karena biaya bunga dibayarkan tiap tahun) kemudian dipresent value-kan dengan menggunakan tingkat bunga obligasi baru sebagai discount factor. Perusahaan lebih baik melakukan pendanaan ulang obligasi jika nilai sekarang (present value) dari penghematan melebihi biaya pendanaan ulang. Contoh Soal. PT Artha Finance, Tbk pada tahun 2000 mengeluarkan 1.000 lembar obligasi berumur 20 tahun dengan coupon rate 15% per tahun, nilai nominal Rp200.000,00/lembar dan laku dijual pada tingkat 98%. Pada saat emisi, perusahaan mengeluarkan biaya emisi Rp 10.000.000,00 dan akan diamortisasi dengan dasar garis lurus selama umur obligasi. Pada tahun 2005, perusahaan mempertimbangkan untuk menarik obligasi tersebut karena dalam beberapa tahun mendatang

diprediksikan obligasi sejenis memiliki market rate yang lebih rendah dibandingkan obligasi yang dikeluarkan PT Artha Finance, Tbk. Obligasi lama ditarik dengan call premium 10% (atau sebesar 10% x Rp 200.000,00 = Rp 20.000,00) per lembar obligasi. Untuk mengganti obligasi lama, perusahaan akan mengeluarkan obligasi baru dengan nilai pari dan jumlah lembar yang dikeluarkan sama dengan obligasi lama. Akan tetapi, tingkat bunga (coupon rate) obligasi baru adalah 10% dengan umur 15 tahun (sisa umur obligasi lama). Biaya emisi atas penerbitan obligasi baru sebesar Rp 12.000.000,00. Manajemen memperhitungkan proses penarikan obligasi lama membutuhkan waktu 3 bulan, sehingga akan terjadi overlap interest selama 3 bulan. Tingkat pajak perusahaan adalah 30%. Dengan informasi tersebut di atas, Anda diminta untuk menganalisa apakah keputusan bond refunding menguntungkan bagi perusahaan atau tidak. Jawab : Obligasi lama dijual pada kurs 98%, jadi diskon yang ditanggung perusahaan adalah 2% atau sebesar 2% x Rp 200.000,00 x 1.000 lbr = Rp 4.000.000,00. Biaya diskon ini harus diamortisasi atau disusutkan selama umur obligasi supaya dapat diakui sebagai biaya pada setiap tahunnya. Jadi pengakuan biaya diskon setiap tahun adalah Rp 4.000.000,00/20 th = Rp 200.000,00/th. Dengan cara yang sama, biaya emisi obligasi lama juga harus diamortisasi agar setiap tahunnya dapat diperhitungkan besarnya biaya emisi yang dibebankan pada tahun tersebut. Untuk obligasi baru: Amortisasi biaya emisi adalah = Rp 12,000,000.00/15 thn = Rp 800,000.00/thn. Artinya setiap tahun (selama 15 tahun) perusahaan mengakui sebesar Rp 800,000.00 sebagai biaya emisi. Dengan cara yang sama biaya diskon juga diamortisasi = diskon Rp 250.00 per lembar x 1,000 lbr = Rp 250,000.00, sehingga amortisasi per tahun adalah Rp 250,000.00/15 thn = Rp 16,666.67. Jadi biaya diskon per tahun yang dibebankan setiap tahun adalah Rp 16,666.67. Berikut tahap perhitungan kelayakan bond refunding.

1. Hitung arus kas keluar (Initial cash outlay) - Biaya penarikan obligasi lama Nominal obligasi lama Rp 200.000 x 1.000 lbr = Rp200,000,000.00 Call premium 10% x Rp 200.000.000 = 20,000,000.00 Call price = Rp220,000,000.00 - Biaya penerbitan obligasi baru = Rp 12,000,000.00 - Interest Overlap 3/12 x 15% x Rp 200.000 x 1.000 lbr = 7,500,000.00 Arus kas keluar = Rp239,500,000.00

2. Hitung arus kas masuk/penghematan (Initial cash inflow) Penjualan obligasi baru (Rp 200.000,00 - Rp. 250) x 1.000 lbr = Rp199.750.000,00 Penghematan pajak dari biaya-biaya: - Call premium 10% x Rp 200.000.000 = Rp 20.000.000 - Amortisasi diskon (obligasi lama) = 3.000.000 15/20 x 2% x Rp 200.000 x 1.000 lbr - Amortisasi biaya emisi (obligasi lama) = 7.500.000 15/20 x 2% x Rp 10.000.000 - Interest overlap (obligasi lama) = 7.500.000 3/12 x 15% x Rp 200.000 x 1.000 lbr Total penghematan pajak = Rp 38.000.000 Dikalikan tingkat pajak 30% x 0,3

Penghematan pajak 11.400.000,00 Arus kas masuk Rp211.150.000,00

= =

Rp

3. Hitung arus kas keluar bersih (Net Initial Cash Outlay) Arus kas keluar Arus kas masuk Arus kas keluar bersih = = = Rp 239.500.000,00 211.150.000,00 Rp 28.350.000,00

4. Hitung penghematan biaya per tahun Obligasi lama Biaya bunga 15% x Rp200.000 x 1.000 lbr = Rp30.000.000 Dikurangi : - Biaya bunga = Rp30.000.000 - Amortisasi diskon = 200.000 (2% x Rp 200.000 x 1000 lbr)/20th - Amortisasi biaya emisi = 500.000 Rp 10.000.000/20th = Rp 30.700.000 Dikalikan tingkat pajak 30% x 0,3 Penghematan pajak = Rp 9.210.000 Penghematan (karena ada biaya) setelah pajak per tahun =Rp 20.790.000

Obligasi baru Biaya bunga 10% x Rp 200.000 x 1.000 lbr 20.000.000 Dikurangi : - Biaya bunga = Rp 20.000.000 - Amortisasi diskon = 16.667 (Rp250 x 1.000 lbr)/15 th - Amortisasi biaya emisi = 800.000

= Rp

Rp 12.000.000/15 th

= Dikalikan tingkat pajak 30% Penghematan pajak = Rp 6.245.000 Penghematan (karena ada biaya) setelah pajak per tahun = Rp 13.755.000 Penghematan biaya setelah penarikan obligasi lama) Obligasi lama Obligasi baru Penghematan dengan obligasi baru pajak/tahun (dengan

20.816.667 x 0,3

= Rp 20.790.000 = Rp 13.755.000 = Rp 7.035.000

5. Perhitungan NPV Cost of debt setelah pajak = 10% (1-0,3) = 7%. Inilah yang digunakan sebagai discount factor untuk menghitung present value penghematan biaya dengan obligasi baru. NPV = PV penghematan biaya (dengan obligasi baru) arus kas keluar setelah pajak = Rp 7.035.000 x PVIFA 7%, 5th Rp 28.350.000 = Rp 64.074.175, 03 - Rp 28.350.000 = Rp 35.724.175,03 Jadi bond refunding dapat dilaksanakan karena nilai NPV penghematan biaya setelah pajak dengan penggunakan obligasi baru bernilai positif.

BAB III KASUS

Perusahaan memiliki berbagai alternatif sumber pendanaan, baik yang berasal dari dalam maupun dari luar perusahaan. Alternatif pendanaan dari dalam perusahaan, umumnya dengan menggunakan laba yang ditahan perusahaan. Sedangkan alternatif pendanaan dari luar perusahaan dapat berasal dari kreditur berupa hutang, pembiayaan bentuk lain, atau dengan penerbitan surat-surat utang, maupun pendanaan yang bersifat penyertaan dalam bentuk saham. Pasar modal sebagai suatu lembaga pembiayaan yang dapat dimanfaatkan oleh perusahaan-perusahaan public melalui penawaran umum yang dilakukannya. Dikatakan demikian karena melalui lembaga pasar modal ini, perusahaan public dapat menghimpun dana dari masyarakat dengan cara melakukan penawaran umum. Pendanaan melalui mekanisme penyertaan umumnya dilakukan dengan menjual saham perusahaan kepada masyarakat atau sering dikenal dengan go public. Untuk go public, perusahaan perlu melakukan persiapan internal dan persiapan dokumentasi sesuai dengan persyaratan untuk go public atau penawaran umum, serta memenuhi semua persyaratan yang ditetapkan Bapepam-LK. Manfaat Dengan menjadi perusahaan perusahaan diantaranya: publik, manfaat yang dapat diperoleh

1. Memperoleh Sumber Pendanaan Baru Dana untuk pengembangan, baik untuk penambahan modal kerja maupun untuk ekspansi usaha, adalah faktor yang sering menjadi kendala banyak perusahaan. Dengan menjadi perusahaan public, kendala pendanaan tersebut akan lebih mudah diselesaikan, yaitu: a) Perolehan dana melalui hasil penjualan saham kepada public. Dengan cara ini, perusahaan dapat memperoleh dana dalam jumlah yang besar dan diterima sekaligus dengan cost of found yang relatif lebih kecil dibandingkan perolehan dana melalui perbankan. Selain itu di masa mendatang, dengan telah menjadi perusahaan public, perusahaan juga dapat melakukan secondary offering tanpa batas. b) Mempermudah akses kepada perbankan. Dengan menjadi perusahaan public yang sahamnya diperdagangkan di Bursa, kalangan perbankan akan dapat lebih mengenal dan percaya kepada perusahaan. Hal tersebut tidak berlebihan mengingat setiap saat perbankan dapat mengetahui kondisi keuangan perusahaan melalui berbagai

keterbukaan informasi yang diumumkan perusahaan melalui Bursa. Dengan kondisi demikian, tidak hanya proses pemberian pinjaman baru akan lebih mudah dibandingkan pemberian pinjaman kepada perusahaan yang belum dikenal, namun tingkat bunga yang dikenakan juga mungkin akan lebih rendah mengingat credit risk perusahaan terbuka relatif lebih kecil dibandingkan credit risk pada perusahaan tertutup. c) Mempermudah akses perusahaan untuk masuk ke pasar uang melalui penerbitan surat hutang, baik jangka pendek maupun jangka panjang. Umumnya pembeli surat hutang tentunya akan lebih menyukai jika perusahaan yang menerbitkan surat hutang tersebut sudah menjadi perusahaan public. Dengan menjadi perusahaan public, citra dan nama perusahaan dengan status Tbk (terbuka) akan lebih dikenal di komunitas keuangan. Kondisi demikian umumnya tidak hanya akan sangat membantu permudah penerbitan surat hutang, tetapi juga memungkinkan perusahaan untuk menerbitkan surat hutang dengan tingkat bunga yang lebih bersaing karena tingkat kepercayaan pasar terhadap bond issuer yang sudah go public lebih tinggi dibandingkan bond issuer yang belum go public. 2. Memberikan Competitive Advantage Untuk Pengembangan Usaha. Dengan menjadi perusahaan public, perusahaan akan memperoleh banyak competitive advantages untuk pengembangan usaha di masa yang akan datang, yaitu antara lain: a) Melalui penjualan saham kepada public, perusahaan berkesempatan untuk mengajak para partner kerjanya seperti pemasok dan pembeli untuk turut menjadi pemegang saham perusahaan. Dengan demikian, hubungan yang akan terjadi tidak hanya sebatas hubungan bisnis tetapi berkembang menjadi hubungan yang lebih tinggi tingkat kualitas dan loyalitasnya. Hal tersebut disebabkan karena mereka sebagai salah satu pemegang saham akan memberikan komitmen yang lebih tinggi untuk turut serta membantu pengembangan perusahaan di masa depan. b) Dengan menjadi perusahaan public, perusahaan dituntut oleh banyak pihak untuk dapat selalu meningkatkan kualitas kerja operasionalnya, seperti dalam hal pelayanan kepada pelanggan ataupun kepada para stakeholders lainnya, sistem pelaporan, dan aspek pengawasan. Dengan demikian akan tercipta suatu kondis yang senantiasa memacu

perusahaan dan seluruh karyawannya untuk dapat selalu memberikan hasil yang terbaik kepada para stakeholdersnya. Bila kondisi ini tercapai, maka perusahaan dari waktu ke waktu akan menjadi lebih baik dalam menyajikan produknya sehingga akan membuka peluang untuk pengembangan operasi selanjutnya. Banyak perusahaan yang mampu mempertahankan kelangsungan usahanya dalam waktu yang sangat panjang dengan menjadi perusahaan public. 3. Melakukan Merger Atau Akuisisi Perusahaan Lain Dengan Pembiayaan Melalui Penerbitan Saham Baru. Pengembangan usaha melalui merger atau akuisisi merupakan salah satu cara yang cukup banyak diminati untuk mempercepat pengembangan skala usaha perusahaan. Saham perusahaan public yang diperdagangkan di bursa memiliki nilai pasar tertentu. Dengan demikian, bagi perusahaan public yang sahamnya diperdagangkan di bursa, pembiayaan untuk merger atau akuisisi dapat lebih mudah dilakukan yaitu melalui penerbitan saham baru sebagai alat merger atau akuisisi tersebut. 4. Peningkatan Kemampuan Going Concern. Kemampuan going concern bagi perusahaan adalah kemampuan untuk tetap dapat bertahan dalam kondisi apapun termasuk dalam kondisi yang dapat mengakibatkan bangkrutnya perusahaan, seperti terjadinya kegagalan pembayaran hutang kepada pihak ketiga, perpecahan di antara pemegang saham pendiri, atau bahkan karena adanya perubahan dinamika pasar yang dapat mempengaruhi kemampuan perusahaan untuk tetap dapat bertahan di bidang usahanya. Dengan menjadi perusahaan public, kemampuan perusahaan untuk dapat mempertahankan kelangsungan hidupnya akan jauh lebih baik dibandingkan dengan perusahaan tertutup seperti pada contoh berikut ini: a) Bagi perusahaan-perusahaan yang dimiliki oleh keluarga, hingga suatu tahap pengembangan tertentu sering terjadinya perbedaan cara pandang di antara pendiri yang dapat menimbulkan perpecahan di antara mereka. Dengan menjadi perusahaan public, hal tersebut dapat diselesaikan tanpa mengakibatkan perusahaan harus dilikuidasi terlebih dahulu. Hal tersebut menjadi mudah karena dengan menjadi perusahaan yang sahamnya diperdagangkan di Bursa, setiap saat pihak pendiri dapat menjual seluruh atau sebagian porsi kepemilikan

kepada pihak lain melalui Bursa. Selain itu, basis harga penawarannya juga dapat dengan mudah diperoleh karena harga pasar saham setiap saat dapat diperoleh di Bursa. b) Dengan menjadi perusahaan public, berbagai kendala dan permasalahan yang dihadapi perusahaan untuk bertahan dan berkembang tidak lagi semata hanya menjadi persoalan pendiri perusahaan tetapi juga menjadi permasalahan banyak pihak yang menjadi pemegang saham perusahaan. Banyak pihak yang akan turut memikirkan solusi-solusi terbaik agar perusahaan dapat terus berkembang. c) Dalam hal terjadi kegagalan pembayaran hutang kepada pihak ketiga sehingga diperlukan suatu restrukturisasi tertentu, dengan menjadi perusahaan public, maka proses restrukturisasi dapat menjadi lebih mudah. Hal tersebut dimungkinkan karena dengan menjadi perusahaan terbuka yang sahamnya diperdangkan di Bursa, akan tersedia jalan keluar bagi kreditur melalui konversi hutang menjadi saham di mana saham tersebut selanjutnya dapat dijual kepada public melalui mekanisme perdagangan saham di Bursa. 5. Meningkatkan Citra Perusahaan. Dengan go public suatu perusahaan akan selalu mendapat perhatian media dan komnunitas keuangan. Hal ini berarti bahwa perusahaan tersebut mendapat publikasi secara Cuma-Cuma, sehingga dapat meningkatkan citranya. Peningkatan citra tersebut tentunya akan memberikan dampak positif bagi pengembangan usaha di masa depan. Hal ini sangat dirasakan oleh banyak perusahaan yang berskala kecil menengah karena dengan menjadi perusahaan public yang sahamnya diperdagangkan di Bursa, citra mereka menjadi setara dengan banyak perusahaan besar yang telah memiliki skala bisnis yang besar dan pengalaman historis yang lama. 6. Meningkatkan Nilai Perusahaan. Dengan menjadi perusahaan public yang sahamnya diperdagangkan di Bursa, setiap saat dapat diperoleh valuasi terhadap nilai perusahaan. Setiap peningkatan kinerja operasional dan kinerja keuangan umumnya akan mempunyai dampak terhadap harga saham di Bursa, yang pada akhirnya meningkatkan nilai perusahaan secara keseluruhan. Konsekuensi

1. Berbagi Kepemilikan Hal ini dapat diartikan bahwa prosentase kepemilikan akan berkurang. Banyak perusahaan yang hendak go public merasa enggan karena khawatir akan kehilangan kendali perusahaan. Sebenarnya hal itu tidak perlu dikhawatirkan karena jumlah minimum saham yang dipersyaratkan untuk dijual kepada public melalui proses Penawaran Umum (IPO) tidak akan mengurangi kemampuan pemegang saham pendiri untuk tetap dapat mempertahankan kendali perusahaan. 2. Mematuhi Peraturan Pasar Modal Yang Berlaku Pasar modal memang menerbitkan berbagai peraturan. Namun semua ketentuan tersebut pada dasarnya justru akan membantu perusahaan untuk dapat berkembang dengan cara yang baik di masa mendatang. Para pemegang saham, pendiri, dan manajemen perusahaan tidak perlu khawatir dengan berbagai pemenuhan peraturan tersebut karena cukup banyak pihak professional yang dapat dimanfaatkan jasanya untuk membantu. Proses Menjadi Perusahaan Publik Ketentuan yang berlaku memang mensyaratkan beberapa persyaratan untuk dapat menjadi perusahaan public, namun pada dasarnya persyaratanpersyaratan tersebut bukanlah hal yang sulit untuk dipenuhi bahkan oleh perusahaan kecil sekalipun. Secara keseluruhan, setiap Perseroan Terbatas (PT) yang telah beroperasi sekurang-kurangnya 12 bulan, memiliki Aktiva Bersih Berwujud sekurang-kurangnya Rp. 5.000.000,- (lima miliar rupiah) dengan Laporan Keuangan Auditan tahun buku terakhir memperoleh opini Wajar Tanpa Pengecualian dari akuntan public yang terdaftar di Bapepam, menjual sekurang-kurangnya 50.000.000 (lima puluh juta) saham atau 35 (tiga puluh lima) persen dari jumlah saham yang diterbitkan (mana yang lebih kecil) dan jumlah pemegang saham public sekurang-kurangnya 500 (lima ratus) pihak, dapat menjadi perusahaan public yang sahamnya diperdagangkan di Bursa. Untuk membantu kelancaran penyiapan berbagai dokumen yang diperlukan, termasuk proses penawaran umum saham kepada public, calon perusahaan public menunjuk Penjamin Emisi yang bertugas membantu semua persiapan yang diperlukan hingga saham perusahaan dapat diperdagangkan di Bursa. Calon perusahaan terbuka dapat memilih satu atau lebih Penjamin Emisi untuk menunjang proses go public.

Hal-hal yang harus dipersiapkan calon emiten dalam rangka penawaran umum 1. Persetujuan pemegang saham pendiri melalui Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). 2. Menunjuk Penjamin Emisi untuk membantu penyiapan semua dokumen yang diperlukan, termasuk upaya pemasaran agar penawaran umum tersebut sukses. Dengan koordinasi dengan penjamin emisi, perusahaan menyiapkan berbagai dokumen yang diperlukan seperti:
a. Laporan Keuangan yang diaudit oleh akuntan public yang terdaftar di

b. c. d. e. f.

Bapepam-LK Anggaran dasar berikut amandemennya yang disiapkan oleh notaries dan disahkan oleh instansi yang berwenang. Legal audit dari konsultan hukum yang terdaftar di Bapepam-LK Laporan penilai independen, jika ada Prospectus Penawaran Umum, dan Beberapa dokumen lain sebagaimana yang diatur dalam ketentuan yang berlaku.

Secara umum, prosedur penawaran umum di pasar modal dilakukan dalam tiga tahap yaitu: 1. Tahap Sebelum Emisi Tahap ini merupakan tahap awal atau tahap persiapan. Pada tahap inilah suatu perusahaan yang akan melakukan penawaran umum mempersiapkan diri dengan melengkapi semua persyaratan-persyaratan yang harus dipenuhi atas rencana penawaran umum tersebut. Tahap ini dibagi dua yaitu tahap persiapan intern perusahaan dan tahap proses di Bapepam. a. Persiapan Intern Perusahaan Menurut Isandar Z. Alwi (2003), hal-hal perusahaan dalam tahap ini antara lain: yang dilakukan oleh

1. Manajemen perusahaan harus membuat dan rencana untuk memperoleh dana melalui public.

memutuskan

2. Rencana ini harus diajukan dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) dan harus disetujui oleh RUPS tersebut. 3. Perusahaan yang bersangkutan harus melibatkan lembagalembaga pendukung pasar modal untuk membantu mereka dalam penyediaan dokumen-dokumen yang dibutuhkan, adalah sebagai berikut: a) Penjamin Emisi (Underwriter), merupakan pihak yang paling banyak keterlibatannya dalam membantu emiten dalam rangka penerbitan saham. Kegiatan yang dilakukan penjamin emisi antara lain menyiapkan berbagai dokumen, membantu menyiapkan prospectus, dan memberikan penjaminan atas penerbitan. b) Auditor Independen, bertugas untuk melakukan audit atau pemeriksaan atas Laporan Keuangan calon emiten. c) Penilai, bertugas untuk melakukan penilaian terhadap aktiva tetap perusahaan dan menentukan nilai wajar dari aktiva tetap tersebut. d) Konsultan Hukum, bertugas untuk memberikan pendapat dari segi hukum. e) Notaris, bertugas untuk membuat akta-akta perubahan Anggaran Dasar, akta perjanjian-perjanjian dalam rangka penawaran umum, dan juga notulen-notulen rapat. 4. Mempersiapkan semua dokumen dalam rangka penawaran umum. 5. Melakukan konfirmasi dengan agen penjual oleh penjamin emisi. 6. Mempersiapkan kontrak awal dengan bursa efek. 7. Menandatangani perjanjian-perjanjian yang berhubungan dengan rencana penawaran umum. 8. Mengumumkan kepada public. 9. Mengirimkan pernyataan registrasi pendukung lainnya ke Bapepam. dan dokumen-dokumen

b. Registrasi di Bapepam Adapun hal-hal yang harus dilakukan perusahaan pada tahap ini, antara lain: 1. Menyampaikan pernyataan pendaftaran dengan memenuhi semua persyaratan yang terkait dengan penawaran umum. 2. Setelah Bapepam menerima dokumen pendaftaran awal ini maka Bapepam melakukan penelaahan atas kelengkapan dokumen tersebut, khususnya menyangkut aspek hukum, keuangan, dan aspek keterbukaan lainnya. Kemudian Bapepam akan memberikan tanggapan atas dokumen pendaftaran tersebut dalam waktu 45 hari. 3. Setelah Bapepam memberikan pernyataan efektif atas pendaftaran tersebut maka perusahaan dimaksud dapat mempersiapkan langkah-langkah penawaran lebih lanjut dengan menyusun jadwal penawaran umum. 2. Tahap Emisi Menurut Irsan Nasarudin dan Indra Surya (2003), hal-hal yang dilakukan oleh suatu perusahaan yang go public dalam tahap ini antara lain: a. Penawaran oleh sindikasi penjamin emisi dan agen penjual di pasar primer. b. Penjatahan kepada pemodal oleh sindikasi penjamin emisi dan emiten di pasar primer. c. d. e. Penyerahan efek kepada pemodal di pasar primer. Emiten mencatatkan efeknya di pasar sekunder (Bursa). Perdagangan efek di pasar sekunder (Bursa).

Tahap ini merupakan masa dilakukannya penawaran umum hingga saham-saham yang telah ditawarkan akan dicatat di Bursa. a. Tahap di Pasar Perdana (Primary Market) Primary market atau pasar perdana ini adalah masa dilakukannya penawaran umum dimana penjamin emisi melakukan penawaran saham baik secara sendiri maupun bersama dengan agen penjual.

Dalam periode ini, penjamin emisi dan sindikasi melakukan promosi kepada calon pemodal (public expose). Setelah masa promosi ini, akan diikuti dengan penjualan dan penjatahan saham kepada masyarakat yang membeli saham. Bagi masyarakat atau pemodal yang mendapatkan penjatahan tersebut, penjamin emisi harus menyerahkan sahamnya sesuai dengan jadwal penyerahan yang ditetapkan. b. Tahap di Pasar Sekunder (Secondary Market) Tahap pasar sekunder adalah masa pencatatan saham di Bursa dan sekaligus saham tersebut diperdagangkan. Pada masa ini para pemilik saham yang telah membeli saham di pasar perdana dapat memperjualbelikan sahamnya dengan mekanisme perdagangan yang berlaku di Bursa. Pemilik saham atau pemodal dapat melakukan jual atau beli atas saham yang dimilikinya melalui perusahaan efek yang bergerak sebagai perantara pedagang efek atau pialang saham. Pada secondary market ini menjadi menarik karena saham perusahaan yang dijual oleh emiten tersebut akan diuji apakah saham ini memiliki prospek atau kinerja bagus atau tidak. Suatu saham yang memiliki kinerja baik, maka harga sahamnya akan memiliki kecenderungan naik karena diminati oleh pemodal. Sebaliknya, saham yang kurang baik akan memiliki kecenderungan harga menurun. 3. Tahap Sesudah Emisi Pada tahap ini perusahaan yang telah menjual sahamnya ke public atau masyarakat memiliki kewajiban untuk melakukan pelaporan tentang informasi dari perusahaan tersebut pada Bapepam secara kontinyu. Adapun bentuk laporan tersebut antara lain: a. Laporan Berkala, misalnya: Laporan Tahunan dan Laporan Tengah Tahunan b. Laporan Kejadian Penting dan Relevan, misalnya: Akuisisi, Pergantian Direksi, dan lain-lain

REFERENSI

Anoraga, Pandji dan Pakarti, Piji. 2006. Pengantar Pasar Modal. Jakarta : PT. Rineka Cipta. Nuzula, Nila Firdausi. Pendanaan Ulang Obligasi (Bond Refunding). Bahan ajar : Manajemen keuangan Bisnis II. Ross, Stephen A.; Westerfield, Randolph W.; Jordan, Bradford D. Alih bahasa : Ali Akbar Yulianto, Rafika Yuniasih, dan Christine. 2009. Pengantar Keuangan Perusahaan. Buku 1. Edisi 8. Jakarta : Salemba Empat.

You might also like