You are on page 1of 42

Apakah sinusitis itu? Sinusitis adalah peradangan yang terjadi pada rongga sinus.

Sinusitis banyak ditemukan pada penderita hay fever yang mana pada penderita ini terjadi pilek menahun akibat dari alergi terhadap debu dan sari bunga. Sinusitis juga dapat disebabkan oleh bahan bahan iritan seperti bahan kimia yang terdapat pada semprotan hidung serta bahan bahan kimia lainnya yang masuk melalui hidung. Jangan dilupakan kalau sinusitis juga bisa disebabkan oleh infeksi virus atau bakteri. Tulisan kali ini lebih menitikberatkan pembahasan pada sinusitis yang disebabkan oleh infeksi. Apakah sinus itu? Sinus atau sering pula disebut dengan sinus paranasalis adalah rongga udara yang terdapat pada bagian padat dari tulang tenggkorak di sekitar wajah, yang berfungsi untuk memperingan tulang tenggkorak. Rongga ini berjumlah empat pasang kiri dan kanan. Sinus frontalis terletak di bagian dahi, sedangkan sinus maksilaris terletak di belakang pipi. Sementara itu, sinus sphenoid dan sinus ethmoid terletak agak lebih dalam di belakang rongga mata dan di belakang sinus maksilaris. Dinding sinus terutama dibentuk oleh sel sel penghasil cairan mukus. Udara masuk ke dalam sinus melalui sebuah lubang kecil yang menghubungkan antara rongga sinus dengan rongga hidung yang disebut dengan ostia. Jika oleh karena suatu sebab lubang ini buntu maka udara tidak akan bisa keluar masuk dan cairan mukus yang diproduksi di dalam sinus tidak akan bisa dikeluarkan. Apa yang menyebabkan sinusitis? Sinusitis dapat terjadi bila terdapat gangguan pengaliran udara dari dan ke rongga sinus serta adanya gangguan pengeluaran cairan mukus. Adanya demam, flu, alergi dan bahan bahan iritan dapat menyebabkan terjadinya pembengkakan pada ostia sehingga lubang drainase ini menjadi buntu dan mengganggu aliran udara sinus serta pengeluaran cairan mukus. Penyebab lain dari buntunya ostia adalah tumor dan trauma. Drainase cairan mukus keluar dari rongga sinus juga bisa terhambat oleh pengentalan cairan mukus itu sendiri. Pengentalan ini terjadi akibat pemberiaan obat antihistamin, penyakit fibro kistik dan lain lain. Sel penghasil mukus memiliki rambut halus (silia) yang selalu bergerak untuk mendorong cairan mukus keluar dari rongga sinus. Asap rokok merupakan biang kerok dari rusaknya rambut halus ini sehingga pengeluaran cairan mukus menjadi terganggu. Cairan mukus yang terakumulasi di rongga sinus dalam jangka waktu yang lama merupakan tempat yang nyaman bagi hidupnya bakteri, virus dan jamur. Apa saja tipe sinusitis? Sinusitis dapat dibagi menjadi dua tipe besar yaitu berdasarkan lamanya penyakit (akut, subakut, khronis) dan berdasarkan jenis peradangan yang terjadi (infeksi dan non infeksi). Disebut sinusitis akut bila lamanya penyakit kurang dari 30 hari. Sinusitis subakut bila lamanya penyakit antara 1 bulan sampai 3 bulan, sedangkan sinusitis khronis bila penyakit diderita lebih dari 3 bulan. Sinusitis infeksi biasanya disebabkan oleh virus walau pada beberapa kasus ada pula yang disebabkan oleh bakteri. Sedangkan sinusitis non infeksi sebagian

besar disebabkan oleh karena alergi dan iritasi bahan bahan kimia. Sinusitis subakut dan khronis sering merupakan lanjutan dari sinusitis akut yang tidak mendapatkan pengobatan adekuat. Apa saja gejala sinusitis? Gejala sinusitis yang paling umum adalah sakit kepala, nyeri pada daerah wajah, serta demam. Hampir 25% dari pasien sinusitis akan mengalami demam yang berhubungan dengan sinusitis yang diderita. Gejala lainnya berupa wajah pucat, perubahan warna pada ingus, hidung tersumbat, nyeri menelan, dan batuk. Beberapa pasien akan merasakan sakit kepala bertambah hebat bila kepala ditundukan ke depan. Pada sinusitis karena alergi maka penderita juga akan mengalami gejala lain yang berhubungan dengan alerginya seperti gatal pada mata, dan bersin bersin. Bagaimana mendiagnosa sinusitis? Sinusitis sebagian besar sudah dapat didiagnosa hanya berdasarkan pada riwayat keluhan pasien serta pemeriksaan fisik yang dilakukan dokter. Hal ini juga disebabkan karena pemeriksaan menggunakan CT Scan dan MRI yang walaupun memberikan hasil lebih akurat namun biaya yang dikeluarkan cukup mahal. Pada pemeriksaan fisik akan ditemukan adanya kemerahan dan pembengkakan pada rongga hidung, ingus yang mirip nanah, serta pembengkakan disekitar mata dan dahi. Pemeriksaan menggunakan CT Scan dan MRI baru diperlukan bila sinusitis gagal disembuhkan dengan pengobatan awal. Rhinoskopi, sebuah cara untuk melihat langsung ke rongga hidung, diperlukan guna melihat lokasi sumbatan ostia. Terkadang diperlukan penyedotan cairan sinus dengan menggunakan jarum suntik untuk dilakukan pemeriksaan kuman. Pemeriksaan ini berguna untuk menentukan jenis infeksi yang terjadi. Bagaimana mengobati sinusitis? Untuk sinusitis yang disebabkan oleh karena virus maka tidak diperlukan pemberian antibiotika. Obat yang biasa diberikan untuk sinusitis virus adalah penghilang rasa nyeri seperti parasetamol dan dekongestan. Curiga telah terjadi sinusitis infeksi oleh bakteri bila terdapat gejala nyeri pada wajah, ingus yang bernanah, dan gejala yang timbul lebih dari seminggu. Sinusitis infeksi bakteri umumnya diobati dengan menggunakan antibiotika. Pemilihan antibiotika berdasarkan jenis bakteri yang paling sering menyerang sinus karena untuk mendapatkan antibiotika yang benar benar pas harus menunggu hasil dari biakan kuman yang memakan waktu lama. Lima jenis bakteri yang paling sering menginfeksi sinus adalah Streptococcus pneumoniae, Haemophilus influenzae, Moraxella catarrhalis, Staphylococcus aureus, dan Streptococcus pyogenes. Antibiotika yang dipilih harus dapat membunuh kelima jenis kuman ini. Beberapa pilihan antiobiotika antara lain amoxicillin, cefaclor, azithromycin, dan cotrimoxazole. Jika tidak terdapat perbaikan dalam lima hari maka perlu dipertimbangkan untuk memberikan amoxicillin plus asam klavulanat. Pemberian antibiotika dianjurkan minimal 10 sampai 14 hari. Pemberian dekongestan dan mukolitik dapat membantu untuk melancarkan drainase cairan mukus. Pada kasus kasus yang khronis, dapat dipertimbangkan

melakukan drainase cairan mukus dengan cara pembedahan. Apa komplikasi dari sinusitis? Komplikasi yang serius jarang terjadi, namun kemungkinan yang paling gawat adalah penyebaran infeksi ke otak yang dapat membahayakan kehidupan. Kesimpulan Sinusitis jika diobati secara dini dengan pengobatan yang tepat akan mampu sembuh dengan baik. Segeralah ke dokter jika anda menjumpai gejala gejala sinusitis. OSTEOMYELITIS_OLEH : ERFANDI Osteomyelitis adalah infeksi dari jaringan tulang yang mencakup sumsum dan atau korteks tulang dapat berupa exogenous (infeksi masuk dari luar tubuh) atau hematogenous (infeksi masuk dari dalam tubuh) (Reeves, 2001) B. Klasifikasi Pembagian Osteomyelitis yang lazim dipakai adalah : 1. Osteomyelitis primer yang disebabkan penyebaran secara hematogen dari fokus lain. Osteomyelitis primer dapat dibagi menjadi Osteomyelitis akut dan kronik 2. Osteomyelitis sekunder atau Osteomyelitis per kontinuitatum yang disebabkan penyebaran kuman dari sekitarnya, seperti bisul dan luka. C. Etiologi Osteomyelitis dapat disebabkan oleh karena bakteri, virus, jamur dan mikro organisme lain. Golongan / jenis patogen yang sering adalah Staphylococcus aureus menyebabkan 70%-80% infeksi tulang, Pneumococcus, Typhus bacil, Proteus, Psedomonas, Echerchia coli, Tuberculose bacil dan Spirochaeta. D. Patifisiologi Osteomyelitis eksogen terjadi oleh karena luka tusuk pada jaringan lunak atau tulang, akibat gigitan hewan, manusia atau penyuntikan intramuskulus. Pada mulanya terdapat suatu embolus bacteri yang umumnya terjadi dibagian metaphyse dari tulang. Bacteri yang bersarang pada metaphyse tadi berkembang biak. Jika daya tahan tubuh kuat maka berkembang biaknya bakteri tidak akan bertahan dan akhirnya akan ada keseimbangan diantara kekuatan bakteri dan kekuatan daya tahan tubuh. Sementara itu jaringan-jaringan dan bakteri telah musnah sehingga merupakan benda cair yang kita kenal sebagai nanah (pus), terletak di dalam lobang pada metaphyse tulang panjang. Dalam keadaan keseimbangan tadi kumpulan nanah dapat bertahun-tahun ada di tempat itu tanpa mengadakan perubahan-perubahan. Keadaan ini dikenal dengan nama Brodies abscess.

Jika daya tahan tubuh lemah, maka peradangan yang mula-mula ada di metaphyse tidak bertahan ditempat itu saja akan tetapi dapat segera menjalar ke lain tempat, diantaranya ia bisa melalui epiphyse menerobos ke dalam sendi di dekatnya sehingga menimbulkan peradangan sendi. Peradangan ini tidak hanya dapat menerobos pada sendi saja namun dapat menerobos pula pada diaphyse sehingga seluruh sumsung tulang akan terserang peradangan ini, menerobos periost sehingga terdapat periostitis, peradangan menerobos pada jaringanjaringan diatas tulang, peradangan juga dapat menerobos ke dalam pembuluh darah sehingga dapat menimbulkan sepsis. Peradangan dapat berjalan lama sehingga proses tersebut menjadi suatu proses kronis. Disamping itu dapat juga terjadi bahwa ada tulang-tulang yang terputus dari pembuluh darah sehingga mati karenanya. Tulang-tulang tadi merupakan sequestra (jaringan tulang yang mati) yang harus dikeluarkan (sequestrotomy) sebelum penyakit menjadi sembuh agar tidak mengganggu pertumbuhan tulang baru dan mempercepat proses penyembuhan itu sendiri. E. Gambaran Klinis ZInfeksi Hematogen : - Awitan mendadak, terjadi dengan menifestasi klinis septikemia - Menggigil, demam tinggi, nadi cepat, dan malaise umum - Ekstremitas menjadi sangat sakit, enggan menggerakkan anggota badan yang sakit, bengkak dan nyeri tekan - Pasien mungkin menggambarkan nyeri berdenyut yang konstan yang menguat dengan gerakan (akibat tekanan pus yang tertumpuk) - Infeksi saluran nafas, saluran kemih, telinga atau kulit sering mendahului osteomyelitis hematogen. ZInfeksi Berbatasan atau Kontaminasi Langsung : - Tidak terdapat gejala septikemia - Area tampak bengkak, hangat, sangat nyeri, dan nyeri tekan saat disentuh - Biasanya disertai tanda-tanda cedera dan peradangan ditempat nyeri. - Terjadi demam dan pembesaran kelenjar getah bening regional ZFase Akut : Fase akut ialah fase sejak terjadinya infeksi sampai 10-15 hari. Pada stadium akut dimana daya peradangan belum tertahan oleh daya tahan tubuh maka anak yang terserang osteomyelitis akan merasa sangat nyeri pada tulang-tulang yang terkena dan selanjutnya akan terdapat pula gejala-gejala panas tinggi dan syndroma yang menunjukkan bahwa anak sakit keras, seperti gelisah, pols tinggi dan cepat, leucocytosis yang hebat, dan mungkin anak tersebut tidak sadar. Anggota tubuh yang terdapat osteomyelitis tidak akan dapat digunakan/digerakkan karena sakit, nyeri tekan, kulit berwarna merah, bengkak lokal dan juga panas.

ZPada Osteomyelitis kronik : Biasanya rasa sakit tidak begitu berat, anggota tubuh yang terkena merah dan bengkak atau disertai terjadinya fistel. F. Differential diagnosis 1. Arthritis rheumatica acuta 2. Pyiogenic arthritis G. Komplikasi Fraktur patologik terjadi sebagai komplikasi dari osteomielitis H. Kelompok Resiko 1. Nutrisi buruk 2. Lansia 3. Obesitas 4. Diabetes 5. Pernah menjalani terapi kortikosteroid jangka panjang 6. Bedah sendi/ortopedik 7. Sepsis bersamaan I. Komplikasi Terjadinya fraktur patologik J. Pemeriksaan Penunjang 1. Pemeriksaan laboratorium Pada fase akut ditemukan CRP yang meningi, LED yang meninggi dan leukositosis 2. Pemeriksaan radiologik Rongent dini menunjukkan hanya jaringan lunak yang mengalami pembengkakan. Pada osteomyelitis kronik ditemukan hasil rongent tulang menunjukkan rongga besar tak teratur, kenaikan periosteum, dan ditemukan suatu involukrum serta sequester. 3. Pemeriksaan Scan tulang Pada pemeriksaan Scan tulang dengan menggunakan nukleotida berlabel radioaktif dapat memperlihatkan peradangan di tulang K. Penatalaksanaan dan Treatment - Perawatan di rumah sakit - Pada stadium akut sudah tentu yang pokok adalah pemberian antibiotik spektrum luas yang efektif terhadap gram positif maupun gram negatif dan diberikan langsung tanpa menunggu hasil biakan darah secara parenteral selama 3-6 minggu. Kemudian daya tahan tubuh perlu diperkuat misalnya memberikan vitamin, obat-obat menahan sakit. - Imobilisasi anggota gerak yang terkena, bisa dengan pemasangan gips yang diberi jendela. - Tindakan pembedahan, dengan indikasi : adanya abces, rasa sakit yang hebat,

adanya sequester dan bila mencurigakan adanya perubahan ke arah keganasan (karsinoma epidermoid) - Pada stadium kronik disamping antibiotik maka tulang yang jelas sudah mati dan terlepas perlu diambil dengan jalan operasi - Untuk drainage peradangan yang sudah kronis dapat pula dibuat luang-lubang pada tulang. L. Prognose : Dulu sebelum ada obat-obatan antibiotika yang baik maka prognose penyakit ini sangat jelek, terutama anak-anak kecil banyak yang tidak tertolong. Sekarang dengan adanya obat antibiotik yang sangat baik, maka prognose menjadi baik pula. Sunday, 03 August 2008 Atresia ani atau anus imperforata disebut sebagai malformasi anorektal, adalah suatu kelainan kongenital tanpa anus atau dengan anus tidak sempurna, termasuk Agenesis ani, Agenesis rekti dan Atresia rekti. Insiden 1:5000 kelahiran yang dapat muncul sebagai penyakit tersering yang merupakan syndrom VACTRERL ( Vertebra, Anal, Cardial, Esofageal, Renal, Limb). Soper 1975 memberikan terminologi untuk atresia anorektal meliputi sebagian besar malformasi kongenital dari daerah anorektal. Kanalis anal adalah merupakan bagian yang paling sempit tetapi normal dari ampula rekti. Menurut definisi ini maka sambungan anorektal terletak pada permukaan atas dasar pelvis yang dikelilingi muskulus sfingter ani eksternus. 2/3 bagian atas kanal ini derivat hindgut, sedang 1/3 bawah berkembang dari anal pit. Penggabungan dari epitilium disini adalah derivat ectoderm dari anal pit dan endoderm dari hindgut dan disinilah letak linea dentate. Garis ini adalah tempat anal membrana dan disini terjadi perubahan epitelium columner ke stratified squamous cell. Pada bayi normal, susunan otot serang lintang yang berfungsi membentuk bangunan seperti cerobong yang melekat pada os pubis, bagian bawah sacrum dan bagian tengah pelvis. Kearah medial otot-otot ini membentuk diafragma yang melingkari rectum, menyusun kebawah sampai kulit perineum. Bagian atas bangunan cerobong ini dikenal sebagai m levator dan bagian terbawah adalah m sfingter externus. Pembagian secara lebih rinci, dari struktur cerobong ini adalah: m. ischiococcygeus, illeococcygeus, pubococcygeus, puborectalis, deep external spincter externus dan superficial external sfingter. M sfingter externus merupakan serabut otot para sagital yang saling bertemu didepan dan dibelakang anus. Bagian diantara m. levator dan sfingter externus disebut muscle complex atau vertikal fiber Kanal anal dan rectum mendapat vaskularisasi dari arteria hemoroidalis superior, a hemoroidalis media dan a hemoroidalis inferior. Arteri hemoroidalis superior merupakan akhir dari arteria mesenterika inferior dan melalui dinding posterior dari rectum dan mensuplai dinding posterior, juga ke kanan dan ke kiri dinding pada bagian tengah rectum, kemudian turun ke pectinate line. Arteria hemoroidalis media merupakan cabang dari arteria illiaca interna. Arteria hemoroidalis inferior cabang dari arteri pudenda interna, ia berjalan di medial

dan vertical untuk mensuplai kanalis anal di bagian distal dari pectinate line. Inervasi para simpatis berasal dari nervus sacralis III, V yang kemudian membentuk N Epiganti, memberikan cabang ke rectum dan berhubungan dengan pleksus Auerbach. Saraf ini berfungsi sebagai motor dinding usus dan inhibitor sfingter serta sensor distensi rectum. Persarafan simpatis berasal dari ganglion Lumbalis II, III, V dan pleksus para aurticus, kemudian membentuk pleksus hipogastricus kemudian turun sebagai N pre sacralis. Saraf ini berfungsi sebagai inhibitor dinding usus dan motor spingter internus. Inervasi somatic dari m levator ani dan muscle complex berasal dari radix anterior N sacralis III, V. Embriologi Secara embriologis, saluran pencernaan berasal dari Foregut, Midgut dan Hindgut. Forgut akan membentuk faring, sistem pernafasan bagian bawah, esofagus, lambung sebagian duodenum, hati dan sistem bilier serta pancreas. Mid gut membentuk usus halus, sebagian duodenum, sekum, appendik, kolon ascenden sampai pertengahan kolon transversum. Hindgut meluas dari midgut hingga ke membrana kloaka, membrana ini tersusun dari endoderm kloaka, dan ectoderm dari protoderm / analpit . Usus terbentuk mulai minggu keempat disebut sebagai primitif gut. Kegagalan perkembangan yang lengkap dari septum urorektalis menghasilkan anomali letak tinggi atau supra levator. Sedangkan anomali letak rendah atau infra levator berasal dari defek perkembangan proktoderm dan lipatan genital. Pada anomali letak tinggi, otot levator ani perkembangannya tidak normal. Sedangkan otot sfingter eksternus dan internus dapat tidak ada atau rudimenter . Patofisiologi Atresia ani terjadi akibat kegagalan penurunan septum anorektal pada kehidupan embrional. Manifestasi klinis diakibatkan adanya obstruksi dan adanya fistula. Obstruksi ini mengakibatkan distensi abdomen, sekuestrasi cairan, muntah dengan segala akibatnya. Apabila urin mengalir melalui fistel menuju rektum, maka urin akan diabsorbsi sehingga terjadi asidosis hiperchloremia, sebaliknya fese mengalir kearah traktus urinarius menyebabkan infeksi berulang. Pada keadaan ini biasanya akan terbentuk fistula antara rectum dengan organ sekitarnya. Pada wanita 90% dengan fistula ke vagina (rektovagina) atau perineum (rektovestibuler). Pada laki2 biasanya letak tinggi , umumnya fistula menuju ke vesika urinaria atau ke prostate. (rektovesika) . pada letak rendah fistula menuju ke urethra (rektourethralis) Klasifikasi MELBOURNE membagi berdasarkan garis pubocoxigeus dan garis yang melewati ischii kelainan disebut : rectum berakir diatas m.levator ani (m.pubo coxigeus) Letak tinggi

akiran rectum terletak di m.levator ani Letak intermediet akhiran rectum berakhir bawah m.levator ani Letak rendah Etiologi Atresia anorectal terjadi karena ketidaksempurnaan dalam proses pemisahan. Secara embriologis hindgut dari apparatus genitourinarius yang terletak di depannya atau mekanisme pemisahan struktur yang melakukan penetrasi sampai perineum. Pada atresia letak tinggi atau supra levator, septum urorectal turun secara tidak sempurna atau berhenti pada suatu tempat jalan penurunannya Diagnosisis Bayi cepat kembung antara 4-8 jam setelah lahir Tidak ditemukan anus, kemungkinan ada fistula Bila ada fistula pada perineum(mekoneum +) kemungkinan letak rendah Untuk menegakkan diagnosis Atresia Ani adalah dengan anamnesis dan pemeriksaan perineum yang teliti . PENA menggunakan cara sebagai berikut: Bayi LAKI-LAKI dilakukan pemeriksaan perineum dan urine bila : Minimal PSARP tanpa kolostomi Fistel perianal (+) , bucket handle, anal stenosis atau anal membran berarti atresia letak rendah dilakukan kolostomi terlebih dahulu dan 8 minggu kemudian dilakukan tindakan definitive. atresia letak tinggi Mekoneum (+) Apabila pemeriksaan diatas meragukan dilakukan invertrogram .Bila Akhiran rectum 1 cm disebut letak tinggi Pada laki-laki fistel dapat berupa rectovesikalis, rektourethralis dan rektoperinealis. Pada bayi perempuan 90 % atresia ani disertai dengan fistel. Bila ditemukan minimal PSARP tanpa kolostomi. Fistel perineal (+) kolostomi terlebih dahulu. Fistel rektovaginal atau rektovestibuler invertrogram : Fistel (-) - Akhiran 1 cm dari kulit dilakukan kolostomi terlebih dahulu Letak tinggi atau rendah Letak rendah . Bila Pada pemeriksaan Fistel (-) LEAPE (1987) menyatakan bila mekonium didadapatkan pada perineum, vestibulum atau fistel perianal bertujuan agar udara berkumpul didaerah paling distal. Bila terdapat fistula lakukan fistulografi.Pemeriksaan foto abdomen setelah 18-24 jam setelah lahir agar ususterisis udara, dengan cara Wangenstein Reis (kedua kaki dipegang posisi badan vertical dengan kepala dibawah) atau knee chest position (sujud) Penatalaksanaan Penatalaksanaan atresia ani tergantung klasifikasinya. Pada atresia ani letak

tinggi harus dilakukan kolostomi terlebih dahulu. Pada beberapa waktu lalu penanganan atresia ani menggunakan prosedur abdominoperineal pullthrough, tapi metode ini banyak menimbulkan inkontinen feses dan prolaps mukosa usus yang lebih tinggi. Pena dan Defries pada tahun 1982 memperkenalkan metode operasi dengan pendekatan postero sagital anorectoplasty, yaitu dengan cara membelah muskulus sfingter eksternus dan muskulus levator ani untuk memudahkan mobilisasi kantong rectum dan pemotongan fistel . Keberhasilan penatalaksanaan atresia ani dinilai dari fungsinya secara jangka panjang, meliputi anatomisnya, fungsi fisiologisnya, bentuk kosmetik serta antisipasi trauma psikis. Sebagai Goalnya adalah defekasi secara teratur dan konsistensinya baik. Untuk menangani secara tepat, harus ditentukankan ketinggian akhiran rectum yang dapat ditentukan dengan berbagai cara antara lain dengan pemeriksaan fisik, radiologis dan USG. Komplikasi yang terjadi pasca operasi banyak disebabkan oleh karena kegagalan menentukan letak kolostomi, persiapan operasi yang tidak adekuat, keterbatasan pengetahuan anatomi, serta ketrampilan operator yang kurang serta perawatan post operasi yang buruk. Dari berbagai klasifikasi penatalaksanaannya berbeda tergantung pada letak ketinggian akhiran rectum dan ada tidaknya fistula. Leape(1987) menganjurkan pada : Atresia letak tinggi & sigmoid kolostomi atau TCD dahulu, setelah 6 12 bulan baru dikerjakan tindakan definitive (PSARP)intermediet perineal anoplasti, dimana sebelumnya dilakukan tes provokasi dengan stimulator otot untukidentifikasi batas otot sfingter ani ekternus, Atresia letak rendah cut back incicion Bila terdapat fistula Stenosis ani cukup dilakukan dilatasi rutin , berbeda dengan Pena dimana dikerjakan minimal PSARP tanpa kolostomi. dilakukan kolostomi terlebih dahulu untuk dekompresi dan diversi. Operasi definitive setelah 4 8 minggu. Saat ini tehnik yang paling banyak dipakai adalah posterosagital anorectoplasti, baik minimal, limited atau full postero sagital anorektoplastiPena secara tegas menjelaskan bahwa Atresia ani letak tinggi dan intermediet Teknik Operasi Dilakukan dengan general anestesi , dengan endotrakeal intubasi , dengan posisi pasien tengkurap dan pelvis ditinggikan Stimulasi perineum dengan alat Pena Muscle Stimulator untuk identifikasi anal dimple. Incisi bagian tengah sacrum kearah bawah melewati pusat spingter dan berhenti 2 cm didepanya Dibelah jaringan subkutis , lemak, parasagital fiber dan muscle complek. Os Coxigeus dibelah sampai tampak muskulus levator , dan muskulus levator

dibelah tampak dinding belakang rectum Rektum dibebas dari jaringan sekitarnya . Rektum ditarik melewati levator , muscle complek dan parasagital fiber Dilakukan anoplasti dan dijaga jangan sampai tension. Perawatan Pasca Operasi PSARP Antibiotik intra vena diberikan selama 3 hari ,salep antibiotik diberikan selama 8- 10 hari. 2 minggu pasca operasi dilakukan anal dilatasi dengan heger dilatation, 2x sehari dan tiap minggu dilakukan anal dilatasi dengan anal dilator yang dinaikan sampai mencapai ukuran ynag sesuai dengan umurnya . Businasi dihentikan bila busi nomor 13-14 mudah masuk UMUR UKURAN 1 4 Bulan # 12 4 12 bulan # 13 8 12 bulan # 14 1-3 tahun (file:///H:/JUMAT,%2026-1110/osteomyelitis/tugas%20asuhan%20keperawatan%20ostemyelitis%20%20V asko_edo_minter_gultoms%20Weblog.htm)

Definisi Osteomyelitis Osteomyelitis adalah infeksi pada tulang. Osteomyelitis dapat terjadi pada bayibayi, anak-anak, dan kaum dewasa. Tipe-tipe yang berbeda dari bakteri-bakteri secara khas mempengaruhi kelompok-kelompok umur yang berbeda. Pada anak-anak, osteomyelitis paling umum terjadi pada ujung-ujung dari tulangtulang yang panjang dari lengan-lengan dan tungkai-tungkai, mempengaruhi pinggul-pinggul, lutut-lutut, pundak-pundak, dan pergelangan-pergelangan tangan. Pada kaum dewasa, adalah lebih umum pada tulang-tulang dari spine (vertebrae) atau pada pelvis. Penyebab Osteomyelitis Ada beberapa cara-cara yang berbeda untuk mengembangkan osteomyelitis. Yang pertama adalah bakteri berpergian melalui aliran darah (bacteremia) dan menyebar ke tulang, menyebabkan infeksi. Ini paling sering terjadi ketika pasien mempunyai infkesi ditempat lain di tubuh, seperti pneumonia atau

infeksi sitim kencing (urinary tract infection), yang menyebar melalui darah ke tulang. Luka yang terbuka diatas tulang dapat menjurus pada osteomyelitis. Patah tulang yang terbuka dimana tulang menusuk melalui kulit juga adalah penyebab yang berpotensi. Operasi atau suntikan baru-baru ini sekitar tulang dapat juga memaparkan tulang pada bakteri-bakteri dan menjurus pada osteomyelitis. Pasien-pasien dengan kondisi-kondisi atau mengkonsumsi obat-obat yang memperlemah sistim imun mereka berada pada risiko yang lebih tinggi mengembangkan osteomyelitis. Ini termasuk pasien-pasien dengan kanker, penggunaan steroid yang kronis, penyakit sel sabit, human immunodeficiency virus (HIV), diabetes, hemodialysis, pengguna-pengguna obat intravena, dan kaum tua. Gejala-Gejala Dan Tanda-Tanda Dari Osteomyelitis Gejala-gejala dari osteomyelitis dapat bervariasi sangat besar. Pada anak-anak, osteomyelitis paling sering terjadi lebih cepat. Mereka mengembangkan nyeri atau kepekaan pada tulang yang terpengaruh, dan mereka mungkin mempunyai kesulitan atau ketidakmampuan untuk menggunakan anggota tubuh yang terpengaruh atau membawa beban atau berjalan yang disebabkan oleh nyeri yang parah. Pada kaum dewasa, gejala-gejala sering berkembang lebih secara berangsurangsur. Gejala-gejala lain termasuk demam, kedinginan, keiritasian, pembengkakan atau kemerahan diatas tulang yang terpengaruh, kekakuan, dan mual. Mendiagnosa Osteomyelitis Diagnosis dari osteomyelitis mulai dengan sejarah medis dan pemeriksaan fisik sepenuhnya. Sewaktu sejarah medis, dokter mungkin menanyakan pertanyaanpertanyaan tentang infeksi-infeksi baru-baru ini ditempat lain di tubuh, sejarah medis yang lalu, penggunaan obat, dan sejarah medis keluarga. Pemeriksaan fisik akan mencari area-area kepekaan, kemerahan,

pembengkakan, batasan gerakan yang berkurang atau yang menyakitkan, dan luka-luka terbuka. Dokter anda mungkin kemudian memerintahkan beragam tes-tes untuk membantu mendiagnosa osteomyelitis. Beberapa tes-tes darah dapat digunakan untuk membantu menentukan apakah anda mempunyai infeksi dalam tubuh anda. Ini termasuk complete blood count (CBC), erythrocyte sedimentation rate (ESR), C-reactive protein (CRP), dan pembiakan-pembiakan darah. Tidak satupun dari ini adalah spesifik untuk osteomyelitis namun agaknya mereka dapat menyarankan bahwa mungkin ada beberapa infeksi dakam tubuh. Studi-studi pencitraan (imaging) mungkin diperoleh dari tulang-tulang yang terlibat. Ini dapat termasuk radiographs (X-rays) sederhana, scans tulang, computed tomography (CT) scans, magnetic resonance imaging (MRIs), dan ultrasounds. Studi-studi pencitraan ini dapat membantu mengidentifikasi perubahan-perubahan pada tulang-tulang yang terjadi dengan osteomyelitis. Setelah area dari tulang diidentifikasi dengan kemungkinan osteomyelitis, biopsi dari tulang mungkin diperoleh untuk membantu menentukan secara tepat bakteri apa yang terlibat, dan pembiakan dari ini dapat mengindikasikan pilihan yang terbaik untuk perawatan antibiotik. Perawatan Untuk Osteomyelitis Pada banyak kasus-kasus, osteomyelitis dapat dirawat secara efektif dengan antibiotik-antibiotik dan obat-obat nyeri. Jika biopsi diperoleh, ini dapat membantu memandu pilihan dari antibiotik yang terbaik. Pada beberapa kasuskasus, area yang terpengaruh akan dilumpuhkan dengan brace untuk mengurangi nyeri dan mempercepat perawatan. Adakalanya, operasi mungkin diperlukan. Jika ada area dari bakteri yang dilokalisir (nanah), ini mungkin perlu dibuka, dibersihkan, dan dialirkan. Jika ada jaringan lunak atau tulang yang rusak, ini mungkin perlu dikeluarkan. Jika tulang perlu dikeluarkan, ia mungkin perlu diganti dengan cangkokan tulang atau distabilkan selama operasi. Prognosis (Ramalan) Untuk Osteomyelitis Dengan diagnosis dan perawatan awal yang tepat, prognosis untuk osteomyelitis

adalah baik. Jika ada penundaan yang lama pada diagnosis atau perawatan, dapat terjadi kerusakan yang parah pada tulang atau jaringan lunak sekelilingnya yang dapat menjurus pada defisit-defisit yang permanen. Umumnya, pasien-pasien dapat membuat kesembuhan sepenuhnya tanpa komplikasi-komplikasi yang berkepanjangan. (file:///H:/JUMAT,%2026-1110/osteomyelitis/Osteomyelitis%20(Infeksi%20Tulang)%20_%20Forum%20Sa ins.htm)

( http://googleads.g.doubleclick.net/pagead/ads?client=ca-pub-)

Osteomyelitis adalah merupakan infeksi tulang dan sumsum tulang yang disebabkan bakteri pyogen dimana mikroorganisme berasal dari fokus di tempat lain dan beredar melalui sirkulasi darah. Osteomyelitis hematogen akut Merupakan infeksi tulang dan sumsum tulang akut yang disebabkan bakteri pyogen dimana mikroorganisme berasal dari fokus di tempat lain dan beredar melalui sirkulasi darah. Sering ditemukan pada anak-anak dan sangat jarang pada orang dewasa. Diagnosis yang dini sangat penting, oleh karena prognosis tergantung dari pengobatan yang tepat dan segera. Etiologi Faktor predisposisi 1. Umur, terutama mengenai bayi dan anak-anak 2. Jenis kelamin; lebih sering pada laki-laki 3. Trauma; hematoma akibat trauma pada daerah metafisis 4. Lokasi; pada daerah metafisis, karena merupakan daerah aktif terjadinya pertumbuhan tulang 5. Nutrisi; lingkungan dan imunitas yang buruk serta adanya fokus infeksi sebelumnya Osteomyelitis hematogen akut dapat disebabkan oleh : 1. Staphylococcus aureus -hemolyticus

2. Haemophylus influenzae, pada anak dibawah umur 4 tahun 3. Organisme lain, seperti E. coli, Pseudomonas aeruginosa, proteus mirabilis dan lain-lain. Patologi dan patogenesis Penyebaran osteomyelitis terjadi melalui dua cara, yaitu : 1. Penyebaran umum Melalui sirkulasi darah berupa bakteriemi dan septikemi, Melalui embolus infeksi yang menyebabkan infeksi multifokal pada daerah lain. 2. Penyebaran local
y y y y

Subperiosteal abses akibat penerobosan abses melalui periosteum, Selulitis akibat abses subperiosteal menembus sampai dibawah kulit, Penyebaran ke dalam sendi sehingga terjadi arthritis septic. Penyebaran ke medulla tulang sekitarnya sehingga system sirkulasi dalam tulang terganggu. Hal ini menyebabkan kematian tulang local dengan terbentuknya tulang mati (sekuester)

Teori terjadinya infeksi pada daerah metafisis yaitu : 1. Teori vascular (Trueta) Pembuluh darah pada daerah metafisis berkelok-kelok, membentuk sinussinus dengan akibat aliran darah menjadi lebih lambat. Aliran ini akan menyebabkan mudahnya bakteri untuk berkembang biak. 2. Teori fagositosis (Rang) Daerah metafisis merupakan daerah pembentukan RES. Bila terjadi infeksi, bakteri akan difagosit oleh sel-sel fagosit matur di tempat ini. Meskipun demikian, di daerah ini terdapat juga sel-sel fagosit immatur yang tidak dapat memfagosit bakteri, sehingga beberapa bakteri tidak difagositer dan berkembang biak di daerah ini. 3. Teori trauma Bila trauma artificial dilakukan pada binatang percobaan maka akan terjadi hematoma pada daerah lempeng epifisis. Dengan penyuntkkan bakteri secara intravena, akan terjadi infeksi pada daerah hematoma tersebut..

Patologi yang terjadi pada osteomyelitis hematogen akut tergantung pada factor predisposisi. Infeksi terjadi melalui sirkulasi dari focus di tempat lain dalam tubuh pada fase bakteriemi dan dapat menimbulkan septicemia. Embolus infeksi kemudian masuk kedalam juksta epifisis pada daerah metafisis tulang panjang. Fase selanjutnya terjadi hyperemia dan edema di daerah metafisis disertai pembentukkan pus. Terbentuknya pus dalam tulang dimana jaringan tulang tidak dapat berekspansi akan menyebabkan tekanan dalam tulang bertambahsehingga akan mengakibatkan terganggunya sirkulasi dan timbul trombosis pada sirkulasi tulang yang akhirnya menyebabkan nekrosis tulang. Disamping proses yang itu, pembentukkan tulang baru yang ekstensif terjadi pada bagian dalam periosteum sepanjang diafisis (terutama pada anak-anak) sehingga terbentuk suatu lingkungan tulang seperti peti mayat yang disebut involucrum dengan jaringan sekuestrum didalamnya. Proses ini terlihat pada akhir minggu ke dua. Apabila pus menembus tulang maka terjadi pengaliran pus dari involucrum melalui lubang yang disebut kloaka/sinus jaringan lunak dan kulit. Pada tahap selanjutnya, penyakit akan berkembang menjadi osteomyelitis kronis. Pada daerah tulang kanselosa, infeksi dapat terlokalisir serta diliputi oleh jaringan fibrosa yang membentuk abses tulang kronis (abses Brodie). Bedasarkan umur dan pola vaskularisasi pada daerah metafisis dan epifisis,trueta membagi proses patologi pada osteomyelitis hematogen akut atas tiga jenis : 1. Bayi Adanya pola vaskularisasi foetal menyebabkan penyebaran infeksi dari metafisis dan epifisis dengan masuk kedalam sendi, sehingga seluruh tulang termasuk sendi dapat terkena.lempeng epifisis biasanya lebih resisten terhadap infeksi. 2. Anak Dengan terbentuknya lempeng epifisis serta osifikasi yang sempurna, resiko infeksi pada epifisis berkurang karena lempeng epifisis merupakan barier terhadap infeksi. Selain itu, tidak ada hubungan vaskularisasi yang berarti antara metafisis dan epifisis. Infeksi pada sendi hanya dapat terjadi bila ada infeksi intraartikular. 3. Dewasa Osteomyelitis hematogen akut sangat jarang terjadi karena lempeng epifisis telah hilang. Walaupun infeksi dapat menyebar ke epifisis, namun infeksi intraartikuler sangat terjadi. Abses subperiosteal juga sulit terjadi karena periosteum melekat erat dengan korteks.

Gambaran Klinis Gambaran klinis osteomielitis hematogen tergantung dari stadium patogenesis dari penyakit. Osteomielitis hematogen akut berkembang secara progresif/cepat. Pada keadaan ini mungkin dapat ditemukan adanya infeksi bacterial pada kulit dan saluran nafas bagian atas.Gejala dapat berupa nyeri yang konstan pada daerah infeksi, nyeri tekan dan terdapat gangguam anggota gerak yang bersangkutan. Gejala umum timbul akibat bakteremia dan septicemia, berupa : Panas tinggi, Nafsu makan berkurang. Pada pemeriksaan fisik ditemukan : Nyeri tekan Gangguan pergerakan sendi oleh karena pembengkakan sendi dan gangguan akan bertambah berat jika terjadi spasme local. Gangguan sendi juga dapat disebabkan oleh efusi sendi atau infeksi sendi (arthritis septic) Pada orang dewasa lokalisasi infeksi biasanya pada daerah vertebra torakolumbal yang terjadi akibat torakosintesis atau akibat prosedur urologis dan dapat ditemukan adanya riwayat kencing manis, malnutrisi, adiksi obat-obatan atau pengobatan dengan imuno supresif. Pemeriksaan Laboratorium : 1. Pemeriksaan Darah Sel darah putih meningkat sampai 30.000 disertai peningkatan LED. Pemeriksaan titer antibody anti stafilokokus. Pemeriksaan Kultur darah untuk menentukan jenis bakterinya (50% positif) dan diikuti dengan uji sensitivitas. Juga harus diperiksa adanya penyakit anemia sel sabit yang merupakan jenis osteomielitis yang jarang. 2. Pemeriksaan feses Pemeriksaan feses untuk kultur dilakukan apabila terdapat kecurigaan infeksi oleh bakteri salmonella. 3. Pemeriksaan biopsy

Dilakukan pada tempat yang dicurigai . 4. Pemeriksaan Ultrasound Pemeriksaan ini dapat memperlihatkan adanya efusi pada sendi. 5. Pemeriksaan radiologist Pemeriksaan foto polos dalam 10 hari pertama, tidak ditemukan kelainan radiologist yang berarti dan mungkin hanya ditemukan pembengkakan jaringan lunak. Gambaran destruksi tulang dapat terlihat setelah 10 hari berupa rarefraksi tulang yang bersifat difus pada daerah metafisis dan pembentukan tulang baru dibawah periosteum yang terangkat. Komplikasi : 1. 2. 3. 4. 5. Septikemia Infeksi yang bersifat metastatik Artritis supuratif Gangguan pertumbuhan Osteomielitis kronis

Diagnosa Banding : 1. 2. 3. 4. 5. 6. Selulitis Artritis supuratif akut Demam reumatik Krisis sel sabit Penyakit gaucher Tumor Ewing.

Pengobatan : 1. 2. 3. 4. Istirahat dan pemberian analgesic Pemberian cairan intravena dan kalau perlu transfuse darah Istirahat local dengan bidai atau traksi Pemberian Antibiotik secepatnya sesuai dengan penyebab utama yaitu Stafilokokus aureus, sambil menunggu hasil biakan kuman. Antibiotic diberikan 3-6 minggu, Antibiotik tetap diberikan 2 minggu setelah LED normal. 5. Drainase Bedah, dilakukan apabila setelah 24 jam pengobatan local dan sistemik antibiotic gagal (tidak ada perbaikan KU), drainase dilakukan selama beberapa hari dengan menggunakan cairan NaCl dan dengan antibiotic.

Osteomyelitis Hematogen Subacute

Gejala Osteomyelitis hematogen subacute lebih ringan oleh karena organisme yang menyebabkan kurang purulen dan penderita lebih resisten Etiologi Osteomyelitis hematogen subacute biasanya disebabkan oleh staphylococcus aureus dan umumnya berlokasi dibagian distal femur dan proksimal tibia. Patologi Biasanya terdapat cavitas dengan batas tegas pada tulang kanselosa dan mengandung cairan semipurulen. Kavitas dilingkari oleh jaringan granulasi yang terdiri dari sel-sel inflamasi acute dan kronik dan biasanya terdapat penebalan trabekula Gambaran Klinis
y y y y y y

Atrofi otot Nyeri local Sedikit pembengkakan Dan dapat pula penderita menjadi pincang Terdapat rasa nyeri pada daerah sekitar sendi selama beberapa minggu atau mungkin berbulan-bulan. Suhu tubuh penderita biasanya normal

Diagnosis Foto roentgen biasanya ditemukan kavitas berdiameter 1-2 cm, terutama pada daerah metafisis dari tibia dan femur atau kadang-kadang pada daerah diafisis tulang panjang. Pemeriksaan labratorium
y y

Leukosit normal LED meningkat

Pengobatan Pengobatan yang diberikan berupa pemberian antibiotic yang adekuat selam 6 minggu, apabila diagnosis ragu-ragu, maka dapat dilakukan biopsy dan kuretase. Osteomyelitis Sklerosing/Garre Adalah suatu osteomyelitis subacute dan terdapat kavitas yang dikelilingi jaringan sclerotic pada daerah metafisis, dan diaphisis tulang panjang. Penderita

biasanya remaja dan orang dewasa, terdapat rasa nyeri dan sedikit pembengkakan pada tulang Pemeriksaan radiologist Terlihat adanya kavitas yang dilingkari jaringan sklerotis dan tidak ditemukan kavitas yang sentral, hanya berupa suatu cavitas yang difus. Pengobatan Eksisi Kuretase Osteomyelitis Pasca Trauma Osteomyelitis akibat fraktur terbuka merupakan osteomylitis yang paling sering ditemukan pada orang dewasa. Pada suatu fraktur terbuka dapat ditemukan kerusakan jaringan, kerusakan pembuluh darah, edema, hematoma dan hubungan antara fraktur dan dunia luar. Sehingga pada fraktur terbuka umumnya menjadi infeksi, Etiologi Staphylokokus aureus, E. Colli, pseudomonas dan kadang-kadang oleh bakteri anaerobic, seperti clostridium, streptococcus anaerob atau bakteriodes. Gambaran Klinis Demam Nyeri Pembengkakan pada daerah fraktur Dan sekresi pus pada luka Laboratorium Pada fraktur terbuka perlu dilakukan pemeriksaan biakan kuman guna menentukan kuman penyebabnya, pada pemeriksaan darah ditemukan leukositosis dan peningkatan LED. Pengobatan

Prinsip penanganan pada kelainan ini sama dengan osteomyelitis lainnya, pada fraktur terbuka sebaiknya dilakukan pencegahan infeksi melalui pembersihan dan debridement luka. Luka dibiarkan terbuka dan diberikan antibiotic adekuat. Osteomyelitis Pasca Operasi Osteomyelitis jenis ini terjadi setelah suatu operasi tulang (terutama pada operasi yang menggunakan implant), dimana invasi bakteri disebabkan oleh lingkungan bedah. Gejala infeksi dapat timbul segera setelah operasi atau beberapa bulan kemudian Osteomyelitis pasca operasi yang paling ditakuti adalah osteomyelitis setelah suatu operasi artoplasty. Pada keadaan ini pencegahan lebih penting dari pada pegobatan. Pengobatan Pada operasi tanpa implant : pengobatannya sama dengan ostemyelitis post trauma dengan kerusakan jaringan yang sedikit. Pada fraktur yang difiksasi internal : Antibiotik IV dengan dosis besar, bila ada abses harus didrainase dan luka dibiarkan terbuka sampai bersih, jika gagal eksisi bagiang yang infeksi dan nekrosis, dan diirigasi dengan antibiotic secara intermitten dan suction drainasse mungkin dapat mengontrol infeksi dan mencegah terjadinya osteomyelitis kronis. Osteomyelitis Kronis Osteomyelitis kronis umumnya merupakan lanjutan dari osteomyelitis akut yang tidak terdiagnosis, atau tidak diobati dengan baik. Osteomyelitis kronis dapat juga terjadi setelah fraktur terbuka atau setelah operasi pada tulang Etiologi Bakteri penyebab osteomyelitis kronis terutama oleh staphylokokus aureus atau E. Colli, proteus, pseudomonas. Staphylokokus epidermidis merupakan penyebab utama osteomyelitis kronis pada operasi-operasi orthopedic yang menggunakan implant. Patologi dan Patogeneses Infeksi tulang dapat menyebabkan terjadinya sekuestrum yang menghambat terjadinya resolusi dan penyembuhan spontan yang normal pada tulang. Sekustrum ini merupakan benda asing bagi tulang dan mencegah terjadinya penutupan kloaka (pada tulang) dan sinus (pada kulita) sekuetrum diselimuti oleh involucrum yang tidak dapat keluar atau dibersihkan dari medulla tulang

kecuali dengan tindakan operasi. Proses selanjutnya terjadi destruksi dan sclerosis tulang yang dapat ditunjukanan melalui foto roentgen. Gambaran klinis
y y y y

Keluarnya cairan dari luka atau sinus setelah operasi, yang bersifat menahun. Demam Nyeri local yang hilang timbul didaerah anggota gerak tertentu Pada Pemeriksaan Fisik : adanya sinus, fistel, atau sikatrik bekas operasi dengan nyeri tekan, mungkin dapat ditemukan sekuestrum yang menonjol keluar melalui kulit. Biasanya terdapat riwayat fraktur terbuka atau osteomyelitis pada penderita

Laboratorium
y y y y

Peningkatan LED Leukositosis Peningkatan titer antibody anti staphylococcus Pemeriksaan kultur dan uji sensitifitas diperlukan untuk menentukan organisme penyebabnya

Pemeriksaan radiologist
y y y

Foto polos : ditemukan tanda-tanda porosis dan sclerosis tulang, penebalan periost, elevasi periosteum dan mungkin adanya sekuetrum Radiology scanning : membantu menegakkan diagnosis osteomyelitis kronis. CT Scan dan MRI : bermanfaat untuk membuat rencana pengobatan serta untuk melihat sejauh mana kerusakan tulang yang terjadi.

Pengobatan 1. Pemberian antibiotic : untuk mencegah terjadinya penyebaran infeksi pada tulang sehat lainnya, mengontrol eksaserbasi akut 2. Tindakan opertif : dilakukan bila fase eksaserbasi akut telah reda, setelah pemberian antibotik yang adekuat, operasi yang dilakukan bertujuan untuk mengeluarkan seluruh jaringan nekrotik, baik jaringan lunak maupun jaringan tulang (sekuestrum) sampai jaringan sehat sekitarnya. Selanjutnya dilakukan drainasse kemudian irigasi secara kontinu selama beberapa hari. Adakalanya diperlukan penanaman rantai antibiotic didalam bagian tulang yang infeksi. Sebagai dekompresi pada tulang dan memudahkan antibiotik mencapai sasaran dan mencegah penyebaran osteomyelitis lebih lanjut.

Komplikasi 1. Kontraktur sendi 2. Penyakit ameloid 3. Fraktur patologis 4. Perubahan menjadi ganas pada jaringan epidermis 5. Kerusakan epiphisis sehingga terjadi gangguan pertumbuhan. INFEKSI TUBERKULOSA Tuberkolosis Tulang dan Sendi Faktor predisposisi tuberculosis adalah : - Nutrisi dan sanitasi yang jelek - Ras ; banyak ditemukan pada orang Asia, Meksiko, Indian dan Negro - Trauma pada tulang dapat merupakan lokus minoris - Umur ; terutama ditemukan setelah umur satu tahun, paling sering pada umur 2-10 tahun. - Penyakit sebelumnya, seperti morbili dan varisela dapat memprovokasi kuman. - Masa kehamilan dan pubertas dapat mengaktifkan tuberculosis. Patologi : 1. Primer kompleks Lesi primer biasanya pada paru-paru, faring atau usus dan kemudian pada saluran limfe menyebar ke limfonodus regional dan disebut sebagai kompleks primer 2. Penyebaran Sekunder Bila daya tahan tubuh penderita menurun, maka terjadi penyebaran melalui sirkulasi darah menghasilkan tuberculosis milier dan meningitis. Keadaan ini dapat terjadi setelah beberapa bulan atau beberapa tahun kemudian dan bakteri dideposit pada jaringan ekstra-pulmoner. 3. Lesi tersier

Tulang dan sendi merupakan tempat lesi tersier dan sebanyak 5 % dari tuberculosis paru akan menyebar dan berakhir sebagai tuberculosis sendi dan tulang. Pada saat ini kasus-kasus tuberculosis paru masih tinggi dan kasus tuberculosis tulang dan sendi juga diperkirakan masih tinggi. Osteomyelitis Tuberkulosa. Osteomyelitis tuberkulosa selalu merupakan penyebaran sekunder dari kelainan tuberkulosa dari tempat lain terutama dari paru-paru.Seperti pada osteomyelitis hematogen akut, penyebaran infeksi juga terjadi secara hematogen dan biasanya mengenai anak-anak.Perbedaannya, osteomyelitis hematogen akut umumnya terdapat pada daerah metafisis sementara osteomyelitis tuberkulosa terutama mengenai daerah tulang belakang. Spondilitis Tuberkulosa (Penyakit Pott) Tuberkulosis tulang belakang atau dikenal juga dengan spondilitis tuberkulosa merupakan peradangan granulomatosa yang bersifat kronik destruktif oleh mikobakterium tuberkulosa. Tuberkulosis tulang belakang selalu merupakan infeksi sekunder dari focus di tempat lain dalam tubuh. Percivall Pott ( 1793) adalah penulis pertama tentang penyakit ini dan menyatakan terdapat hubungan antara penyakit ini dengan deformitas tulang belakang yang terjadi, sehingga penyakit ini disebut juga penyakit Pott. Insidens Spondilitis tuberkulosa mrupakan 50% dari seluruh tuberkulosis tulang dan sendi yang terjadi. Spondilitis tuberkulosa terutama ditemukan pada kelompok umur 2-10 tahun engan perbandingan yang sama antara wanita dan pria. Etiologi Tuberkulosis tulang belakang merupakan infeksi sekunder dari tuberculosis di tempat lain dari tubuh.90-95 % disebabkan oleh M.tuberculosis typik, 5-10 % oleh M.tuberkulosis atypik. Lokalisasi spondilitis tuberkulosa terutama pada daerah vertebra torakal bawah dan lumbal atas, sehingga diduga adanya infeksi sekunder dari suatu tuberkulosa traktus urinarius, yang penyebabnya melalui vena paravertebralis. Patofisiologi Penyakit ini pada umumnya mengenai lebih dari satu vertebra. Infeksi berawal dari bagian sentral bagian depan atau daerah epifisial corpus vertebra. Kemudian terjadi hiperemi dan eksudasi yang menyebabkan osteoporosis dan perlunakan corpus. Selanjutnya terjadi kerusakan pada kortek epifisis, discus

intervertebralis dan vertebra sekitarnya. Kerusakan pada bagian depan corpus ini akan menyebabkan kifosis. Kemudian eksudat (yang terdiri atas serum, leukosit, caseosa, tulang yang fibrosis serta basil tuberkulosa) menyebar ke depan, di bawah ligamentum longitudinal anterior. Eksudat ini dapat menembus ligamentum dan berekspansi. Gambaran Klinis Riwayat sakit lama (tulang belakang ) Cold abces, paresthesia, weakness, gangguan vegetatif Pemeriksaan Fisik Look : deformitas berupa gibbus adanya abses ( cold abcess ) Feel : Teraba tnjolan di tulang belakang Adanya fluktuasi abses Gangguan sensoris Move : Terbatasnya gerak tulang Berkurangnya kekuatan otot Pemeriksaan Penunjang
   

LED meningkat Mantoux test (+) Biopsi jarum PCR

Radiologis
o o o o

Adanya destruksi corpus vertebra Angulasi ke posterior (gibbus) Paravertebral abses Penyempitan disus intervertebralis

Penatalaksanaan Tujuan : - Eradikasi

- Perbaiki deformitas - Cegah komplikasi Konservatif


y y y y

Bed rest Perbaiki KU Pemasangan brace Obat TB : Rifampicin : Dosis oral10mg/KgBB per hari

Pirazinamid : maximal dose 1500 mg INH : Dosis oral 5 mg/KgBB per hari. Etambutol : Dosis oral 15-25 mg/KgBB per hari Standar pengobatan terbagi dua kategori, yaitu : 1. Kategori I Untuk penderita baru BTA (+) dan BTA (-)/Rontgen (+), diberikan dalam dua tahap, yakni : Tahap I : Diberikan Rifampicin 450 mg, Etambutol 750 mg, INH 300 mg dan Pirazinamid 1500 mg. Obat diberikan setiap hari selama dua bulan pertama (60 kali) Tahap II : Diberikan Rifampicin 450 mg, INH 600 mg. Obat diberikan tiga kali seminggu (intermiten) selama empat bulan (54 kali) 2. Kategori II Untuk penderita baru BTA (+) yang sudah pernah minum obat selama lebih dari sebulan, termasuk penderita dengan BTA (+) yang kambuh/gagal, yang diberikan dalam dua tahap, yaitu : Tahap I : Diberikan Streptomycin 750 mg (injeksi), INH 300 mg, Rifampisin 450 mg, Pirazinamid 1500 mg dan Etambutol 750 mg. Obat diberikan setiap hari, Streptomycin injeksi hanya dua bulan pertama, dan obat lainnya selama tiga bulan (90 kali) Tahap II : Diberikan INH 600 mg, Rifampisin 450 mg dan Etambutol 1250 mg. Obat diberikan tiga kali seminggu (intermiten) selama lima bulan (66 kali)

Kriteria penghentian penggunaan obat dilakukan apabila : 1. Keadaan Umum penderita bertambah baik. 2. LED menurun 3. Gejala klinis berupa nyeri dan spasme berkurang 4. Gambaran radiologis ditemukan adanya union pada vertebrae yang terserang. Syarat Konservatif : Tidak ada abses Tidak adadefisit neurologis Tidak ada kifosis Operatif Anterior dan posterior fusi Dilanjutkan pemakaian brace Diagnosa Banding Tumor metastase : pada tumor metastase terdapat discus intact Komplikasi PARAPLEGI ( Potts paraplegia ) DAFTAR PUSTAKA - Rasjad, Chairudin Prof., Ortopedi,Makassar:2000 Ph.D., Pengantar Ilmu Bedah 6 bln

- Apley AG, Solomon, Louis, et.al. Apleys System of Orthopaedics and Fractures, Ed. 8, Arnold, London:2001

Osteomyelitis (Infeksi Tulang)

Definisi Osteomyelitis Osteomyelitis adalah infeksi pada tulang. Osteomyelitis dapat terjadi pada bayibayi, anak-anak, dan kaum dewasa. Tipe-tipe yang berbeda dari bakteri-bakteri secara khas mempengaruhi kelompok-kelompok umur yang berbeda. Pada anak-anak, osteomyelitis paling umum terjadi pada ujung-ujung dari tulangtulang yang panjang dari lengan-lengan dan tungkai-tungkai, mempengaruhi pinggul-pinggul, lutut-lutut, pundak-pundak, dan pergelangan-pergelangan tangan. Pada kaum dewasa, adalah lebih umum pada tulang-tulang dari spine (vertebrae) atau pada pelvis. Penyebab Osteomyelitis Ada beberapa cara-cara yang berbeda untuk mengembangkan osteomyelitis. Yang pertama adalah bakteri berpergian melalui aliran darah (bacteremia) dan menyebar ke tulang, menyebabkan infeksi. Ini paling sering terjadi ketika pasien mempunyai infkesi ditempat lain di tubuh, seperti pneumonia atau infeksi sitim kencing (urinary tract infection), yang menyebar melalui darah ke tulang. Luka yang terbuka diatas tulang dapat menjurus pada osteomyelitis. Patah tulang yang terbuka dimana tulang menusuk melalui kulit juga adalah penyebab yang berpotensi. Operasi atau suntikan baru-baru ini sekitar tulang dapat juga memaparkan tulang pada bakteri-bakteri dan menjurus pada osteomyelitis. Pasien-pasien dengan kondisi-kondisi atau mengkonsumsi obat-obat yang memperlemah sistim imun mereka berada pada risiko yang lebih tinggi mengembangkan osteomyelitis. Ini termasuk pasien-pasien dengan kanker, penggunaan steroid yang kronis, penyakit sel sabit, human immunodeficiency virus (HIV), diabetes, hemodialysis, pengguna-pengguna obat intravena, dan kaum tua. Gejala-Gejala Dan Tanda-Tanda Dari Osteomyelitis Gejala-gejala dari osteomyelitis dapat bervariasi sangat besar. Pada anak-anak, osteomyelitis paling sering terjadi lebih cepat. Mereka mengembangkan nyeri atau kepekaan pada tulang yang terpengaruh, dan mereka mungkin mempunyai kesulitan atau ketidakmampuan untuk menggunakan anggota tubuh yang terpengaruh atau membawa beban atau berjalan yang disebabkan oleh nyeri yang parah. Pada kaum dewasa, gejala-gejala sering berkembang lebih secara berangsurangsur. Gejala-gejala lain termasuk demam, kedinginan, keiritasian, pembengkakan atau kemerahan diatas tulang yang terpengaruh, kekakuan, dan mual.

Mendiagnosa Osteomyelitis Diagnosis dari osteomyelitis mulai dengan sejarah medis dan pemeriksaan fisik sepenuhnya. Sewaktu sejarah medis, dokter mungkin menanyakan pertanyaanpertanyaan tentang infeksi-infeksi baru-baru ini ditempat lain di tubuh, sejarah medis yang lalu, penggunaan obat, dan sejarah medis keluarga. Pemeriksaan fisik akan mencari area-area kepekaan, kemerahan, pembengkakan, batasan gerakan yang berkurang atau yang menyakitkan, dan luka-luka terbuka. Dokter anda mungkin kemudian memerintahkan beragam tes-tes untuk membantu mendiagnosa osteomyelitis. Beberapa tes-tes darah dapat digunakan untuk membantu menentukan apakah anda mempunyai infeksi dalam tubuh anda. Ini termasuk complete blood count (CBC), erythrocyte sedimentation rate (ESR), C-reactive protein (CRP), dan pembiakan-pembiakan darah. Tidak satupun dari ini adalah spesifik untuk osteomyelitis namun agaknya mereka dapat menyarankan bahwa mungkin ada beberapa infeksi dakam tubuh. Studi-studi pencitraan (imaging) mungkin diperoleh dari tulang-tulang yang terlibat. Ini dapat termasuk radiographs (X-rays) sederhana, scans tulang, computed tomography (CT) scans, magnetic resonance imaging (MRIs), dan ultrasounds. Studi-studi pencitraan ini dapat membantu mengidentifikasi perubahan-perubahan pada tulang-tulang yang terjadi dengan osteomyelitis. Setelah area dari tulang diidentifikasi dengan kemungkinan osteomyelitis, biopsi dari tulang mungkin diperoleh untuk membantu menentukan secara tepat bakteri apa yang terlibat, dan pembiakan dari ini dapat mengindikasikan pilihan yang terbaik untuk perawatan antibiotik. Perawatan Untuk Osteomyelitis Pada banyak kasus-kasus, osteomyelitis dapat dirawat secara efektif dengan antibiotik-antibiotik dan obat-obat nyeri. Jika biopsi diperoleh, ini dapat membantu memandu pilihan dari antibiotik yang terbaik. Pada beberapa kasuskasus, area yang terpengaruh akan dilumpuhkan dengan brace untuk mengurangi nyeri dan mempercepat perawatan. Adakalanya, operasi mungkin diperlukan. Jika ada area dari bakteri yang dilokalisir (nanah), ini mungkin perlu dibuka, dibersihkan, dan dialirkan. Jika ada jaringan lunak atau tulang yang rusak, ini mungkin perlu dikeluarkan. Jika tulang perlu dikeluarkan, ia mungkin perlu diganti dengan cangkokan tulang atau distabilkan selama operasi. Prognosis (Ramalan) Untuk Osteomyelitis Dengan diagnosis dan perawatan awal yang tepat, prognosis untuk osteomyelitis adalah baik. Jika ada penundaan yang lama pada diagnosis atau perawatan, dapat terjadi kerusakan yang parah pada tulang atau jaringan lunak sekelilingnya yang dapat menjurus pada defisit-defisit yang permanen.

Umumnya, pasien-pasien dapat membuat kesembuhan sepenuhnya tanpa komplikasi-komplikasi yang berkepanjangan. (TotalKesehatanAnda.com)

Musim hujan sedang berada pada kondisi puncak. Suhu udara menjadi dingin. Dalam kondisi itu, bayi dan anak-anak mudah mengalami batuk, pilek, atau influenza. Meski batuk dan pilek biasa, orang tua seharusnya tak meremehkan penyakit tersebut. Jika tak segera diobati, penyakit lain bisa muncul. Salah satunya, osteomyelitis atau infeksi pada tulang. "Penyakit ini disebabkan bakteri yang berasal dari saluran pernapasan. Namanya Staphylococcus aureus," kata dr Tri Wahyu Martanto SpOT. Staf Departemen Ortopedi dan Traumatologi FK Unair itu menjelaskan, bakteri tersebut bisa masuk ke peredaran darah anak. Kalau sudah begitu, bakteri tersebut bisa nyanthol di tulang. "Bakteri berkembang dengan baik jika kondisi anak menurun dan kurang gizi," paparnya. Gejala osteomyelitis, kata Tri, muncul 1-2 minggu setelah anak sembuh dari pilek dan batuk. Tandanya, demam tanpa disertai pilek dan batuk. Biasanya, anak juga mengalami nyeri pada bagian tulang tertentu, misalnya tangan. Anak jadi malas menggerakkan tangan. "Orang tua perlu mewaspadai gejala itu," ungkapnya. Gejala lain, ada bengkak di daerah yang sakit. Menurut dia, kondisi itu disebut accute osteomyelitis. Bila langsung diobati, infeksi dapat sembuh total dan tidak berdampak banyak pada perkembangan tulang anak. Lain halnya jika telah memasuki tahap chronic osteomyelitis. Meski bisa sembuh, Tri menuturkan, suatu saat infeksi dapat kambuh. "Kondisi tubuh yang menurun dapat memicu kambuhnya penyakit tersebut. Sebab, bakteri tidak bisa dihilangkan 100 persen," katanya. Gejala osteomyelitis kronis, antara lain, nanah keluar dari tulang yang bengkak. Kondisi tersebut menyebabkan tulang mati (dead bone). Untuk mengatasinya, tulang itu harus dibuang. "Jika luas infeksi kecil, tidak ada masalah. Sebab, tulang bisa terbentuk kembali. Tapi, bila daerah yang terinfeksi sangat luas, dampaknya mengganggu gerakan seseoang. Misalnya, tulang tangan jadi tidak lurus lagi. Sebab, sebagian besar tulang diambil," jelasnya. Apa yang terjadi jika tulang yang mati tidak dibuang? Menurut Tri, nanah bakal terus keluar sehingga bau tidak sedap terus menempel di tubuh anak. "Kalau diterapi, kondisi itu tidak terjadi lagi," katanya.

Dia mengingatkan, penyakit tersebut cukup banyak ditemukan di Indonesia. Menurut dia, di RSU dr Soetomo, dalam sebulan, minimal dua penderita osteomyelitis baru harus dirawat. Sayang, mereka biasanya datang ketika kondisi telanjur kronis. "Meski tidak membahayakan si anak, penyakit ini dapat mengurangi mobilitas," paparnya. Tri menjelaskan, kondisi itu menunjukkan bahwa masih banyak orang tua yang meremehkan penyakit yang berawal dari influenza, pilek, dan batuk tersebut. "Padahal, jika tidak segera diatasi, dapat membahayakan," tuturnya. Infeski tulang itu 50 persen lebih menyerang anak-anak. Jarang sekali ditemukan kasus tersebut pada orang dewasa. Sebab, daya tahan tubuh mereka lebih baik. Struktur tulang orang dewasa juga beda. "Vaskularisasi tulang pada anak masih kaya pembuluh darah," tegasnya. (dio)

Laen Askep Osteomielitis

2.1. Definisi Osteomeylitis adalah suatu proses peradangan akut atau kronik dari tulang dan struktur-strukturnya, sekunder terhadap infeksi dari organisme pyogenik.1 Osteomyelitis merupakan infeksi pada tulang dan sumsum tulang yang dapat disebabkan oleh bakteri, virus atau proses spesifik ( m. tuberkulosa, jamur).5

2.2. Klasifikasi Osteomyelitis dapat diklasifikasikan menurut menurut patogenesisnya direct/ eksogen dan hematogen, dan menurut perjalanan penyakitnya sebagai akut, subakut, dan kronis; tiap tipe didasarkan pada lamanya waktu dari onset timbulnya penyakit (terjadinya infeksi atau luka). Osteomyelitis akut berkembang antara dua minggu setelah onset penyakit, osteomyelitis subakut antara satu sampai beberapa bulan dan osteomyelitis kronik setelah beberapa bulan. 1 Osteomyelitis hematogen merupakan infeksi yang disebabkan oleh penyebaran bakteri melalui darah. Osteomyelitis direct/ eksogen disebabkan oleh kontak langsung jaringan dan bakteri selama trauma atau pembedahan.4 2.3. Etiologi Agen penginfeksi osteomyelitis hematogen meliputi S aureus, organisme Enterobacteriaceae, group A dan B Streptococcus, dan H influenzae. Agen penginfeksi osteomyelitis direct/eksogen; meliputi S aureus, coliform bacilli, dan Pseudomonas aeruginosa.4 2.4. Faktor predisposisi Status penyakit diketahui sebagai faktor predisposisi pasien terhadap

osteomyelitis meliputi diabetes mellitus, penyakit sickle cell, AIDS, penyalahgunaan obat-obatan secara i.v., alkoholik, penggunaan steroid jangka panjang, penurunan kekebalan tubuh, dan penyakit sendi kronik. Sebagai tambahan, implant prosthetik dalam ortopedik dapat merupakan faktor resiko terjadinya osteomyelitis pada pembedahan ortopedik atau fraktur terbuka.4 2.5. Patogenesis Infeksi dalam sistem muskuloskletal bisa berkembang dalam satu dari dua cara. Bakteri ditularkan melalui darah dari fokus infeksi yang telah ada sebelumnya (infeksi saluran pernafasan atas, infeksi genitourinarius, furunkel) bisa tersangkut di dalam tulang, sinovium atau jaringan lunak ekstremitas serta membentuk abses. Bakteri bisa juga mencapai sistem muskuloskletal dari lingkungan luar (luka penetrasi, insisi bedah, fraktur terbuka). Infeksi hematogen lebih lazim ditemukan dalam masa kanak-kanak, sedangkan infeksi eksogen lebih sering ditemukan pada dewasa yang terpapar trauma.2 Osteomyelitis akut lebih sering terjadi anak-anak dan sering disebarkan secara hematogen. Pada dewasa, osteomyelitis umumnya berupa infeksi subakut atau kronik yang merupakan infeksi sekunder dari luka terbuka pada tulang dan sekitar jaringan lunak.1 Pada osteomyelitis hematogen akut tulang yang sering terkena adalah tulang panjang dan tersering femur, diikuti oleh tibia, humerus radius, ulna, dan fibula bagian tulang yang terkena adalah bagian metafisis dan penyebab tersering adalah staphylococcus aureus.7 Predisposisi untuk infeksi pada metafisis dianggap berhubungan dengan pola aliran darah setinggi sambungan lempeng fiseal metafisis. Aliran darah yang lamban melalui vena eferen pada tingkat ini memberikan tempat untuk penyebaran bakteri. Epifisis tulang panjang mempunyai suplai aliran darah terpisah dan jarang terlibat osteomyelitis akut. Dengan maturasi, ada osifikasi total lempeng fiseal dan ciri aliran darah yang lamban dihilangkan. Sehingga osteomyelitis hematogen pada orang dewasa merupakan suatu kejadian yang tak lazim.2 Pada osteomyelitis, bakteri mencapai daerah metafisis tulang melalui darah dan tempat infeksi di bagian tubuh yang lain seperti pioderma atau infeksi saluran nafas atas. Trauma ringan yang menyebabkan terbentuknya hematoma diduga berperan dalam menentukan timbulnya infeksi didaerah metafisis yang kaya akan pembuluh darah. Hematoma tersebut merupakan media yang baik bagi pertumbuhan bakteri yang mencapai tulang melalui aliran darah. Di daerah

hematoma tersebut terbentuk suatu fokus kecil infeksi bakteri sehingga terjadi hyperemia dan edema. Tulang merupakan jaringan yang kaku dan tertutup sehingga tidak dapat menyesuaikan diri dengan pembengkakan yang terjadi akibat edema dan oleh karena itu, edema akibat peradangan tersebut menyebabkan kenaikan tekanan intraseus secara nyata dan menimbulkan rasa nyeri yang hebat dan menetap, kemudian terbentuk pus, yang semakin meningkatkan tekanan intraseus didaerah infeksi dengan akibat timbulnya gangguan aliran darah. Gangguan aliran darah ini dapat mengakibatkan terjadinya trombosis vaskuler dan kematian jaringan tulang.3 Mula-mula terdapat fokus infeksi di daerah metafisis, lalu terjadi hiperemia dan udem. Karena tulang bukan jaringan yang bisa berekspansi maka tekanan dalam tulang yang hebat ini menyebabkan nyeri lokal yang hebat. Biasanya osteomyelitis akut disertai dengan gejala septikemia seperti febris, malaise, dan anoreksia. Infeksi dapat pecah ke periost, kemudian menembus subkutis dan menyebar menjadi selulitis, atau menjalar melelui rongga subperiost ke diafisis. Infeksi juga dapat pecah ke bagian tulang diafisis melalui kanalis medularis. Penjalaran subperiostal ke arah diafisis, sehingga menyebabkan nekrosis tulang yang disebut sekuester. Periost akan membentuk tulang baru yang menyelubungi tulang mati tersebut. Tulang baru yang menyelubungi tulang mati disebut involukrum.7 Osteomyelitis selalu dimulai dari daerah metafisis karena pada daerah tersebut peredaran darahnya lambat dan banyak mengandung sinusoid. Penyebaran osteomyelitis dapat terjadi; (1) penyebaran ke arah kortek, membentuk abses subperiosteal dan sellulitis pada jaringan sekitarnya; (2) penyebaran menembus periosteum membentuk abses jaringan lunak. Abses dapat menembus kulit melalui suatu sinus dan menimbulkan fistel. Abses dapat menyumbat atau menekan aliran darah ke tulang dan mengakibatkan kematian jaringan tulangg (sekuester); (3) penyebaran ke arah medula; dan (4) penyebaran ke persendian, terutama bila lempeng pertumbuhannya intraartikuler misalnya sendi panggul pada anak-anak. Penetrasi ke epifisis jarang terjadi.5 Tanpa pengobatan, infeksi selanjutnya dapat menyebar ketempat lain. Penyebaran lokal terjadi melalui struktur trabekula yang porus ke kortek metafisis yang tipis, sehingga melalui tulang kompakta. Infeksi meluas melalui periosteum melalui kanal atau saluran haver dan menyebabkan periosteum, yang tidak melekat erat ke tulang pada anak-anak, mudah terangkat sehingga

terbentuk abses subperiosteum, terangkatnya periosteum akan menyebabkan terputusnnya aliran darah kekortek dibawah periosteum tersebut dan hal ini semakin memperluas daerah tulang yang mengalami nekrosis. Penyebaran infeksi kearah kavum medular juga akan menggangu aliran darah kebagian dalam kortek tulang. Gangguan aliran darah dari 2 arah ini yaitu dari kavum medulare dan periosteum mengakibatkan bagian kortek tulang menjadi mati serta terpisah dari jaringan tulang yang hidup, dan dikenal sebagai sekuestrum. Sekuestrum adalah awal dari stadium kronik. Infeksi didaerah subperiosteum kemudian dapat menjalar kejaringan lunak menyebabkan sellulitis dan kemudian abses pada jaringan lemak. Pus akhirnya akan keluar menuju ke permukaan kulit melalui suatu fistel.3 Pada tempat-tempat tertentu, infeksi didaerah metafisis juga dapat meluas ke rongga sendi dan mengakibatkan timbulnya arthritis septik, keadaan semacam ini dapat terjadi pada sendi-sendi dengan tempat metafisis tulang yang terdapat di dalam rongga sendi, seperti pada ujung atas femur dan ujung atas radius, sehingga penyebaran melalui periosteum mengakibatkan infeksi tulang kedalam sendi tesebut. Jika bagian metafisis tidak terdapat di dalam sendi, namun sangat dekat dengan sendi maka biasanya tidak terjadi arthritis septic dan lebih sering berupa efusi sendi steril.3 Penyebaran infeksi melalui pembuluh darah yang rusak akan menyebabkan septikemia dengan manifestasi berupa malaise, penurunan nafsu makan dan demam.septicemia merupakan ancaman bagi nyawa penderita dan dimasa lalu merupakan penyebab kematian yang lazim.3 Pada infeksi yang berlangsung kronik terangkatnya periosteum menyebabkan timbulnya reaksi pembentukan tulang baru yang di dalamnya terdapat sekuestrum dan disebut involukrum. Reaksi ini terutama terjadi pada anak-anak, sehingga disepanjang daerah diafisis dapat terbentuk tulang baru dari lapisan terdalam periosteum. Tulang yang baru terbentuk ini dapat menpertahankan kontinuitas tulang, meskipun sebagian besar bagian tulang yang terinfeksi telah mati dan menjadi sekuestrum.3 Pada bayi, dapat mengenai seluruh tulang dan sendi di dekatnya. Karena masih adanya hubungan aliran darah antara metefisis dan epifisis melintasi gwoth plate, sehingga infeksi dapat meluas dari metafisis ke epifisis serta kemudian kedalam sendi. Pada anak-anak biasanya infeksi tidak meluas ke daerah epifisis karena growth plate dapat bertindak sebagai barier yang elektif, disamping

sudah tidak terdapat hubungan aliran darah langsung antara metafisis dan epifisis. Sementara pada orang dewasa growth plate yang menjadi penghalang perluasan infeksi telah menghilang sehingga epifisis dapat terserang, namun jarang terjadi abses subperiosteum, karena periosteum pada orang dewasa telah merekat erat dengan kortek tulang. Infeksi yang luas menyebabkan kerusakan growth plate akan menyebabkan gangguan pertumbuhan yang serius di kemudian hari.3 2.5. Manifestasi Klinis Perjalanan klinis osteomielitis biasanya dimulai dengan nyeri lokal serta timbul dengan cepat, malaese generalisata, demam dan kedinginan. Riwayat infeksi sebelumnya di dapat dalam sekitar 50% pasien. Pembengkakan generalisata dal;am daerah infeksi biasanya disertai dengan eritema. Pembesaran kelenjar limfe proksimal bisa ada. Pemeriksaan laboratorium menunjukkan lekositosis, anemia ringan sampai sedang dan peningkatan laju endap darah. Karena tandatanda radiografi osteomielitis tidak terbukti sekitar 10 hari, maka diagnosis dibuat atas dasar klinis saja dalam kasus akut.2 Pada awal penyakit, gejala sistemik seperti febris, anoreksia, dan malaise menonjol, sedangkan gejala lokal seperti pembengkakan atau selulitis belum tampak. Pada masa ini dapat terjadi salah diagnosis sebagai demam tifoid. Nyeri spontan lokal yang mungkin disertai nyeri tekan dan sedikit pembengkakan serta kesukaran gerak dari ektremitas yang terkena, merupakan gejala osteomyelitis hematogen akut. Pada saat ini diagnosis harus ditentukan berdasarkan gejala klinis, untuk memberikan pengobatan yang adekuat. Diagnosis menjadi lebih jelas bila didapatkan sellulitis subkutis.7 Biakan darah harus didapatkan dan akan positif dalam sekitar 50% pasien. Staphylococcus aureus merupakan organisme penyerang paling sering. Dalam bayi dan neonatus, streptococcus bisa menghasilkan gambaran klinis yang sama. Organisme gram negatif juga bisa bersifat etiologi, walaupun umumnya menimbulkan perjalanan yang kurang fulminan dibandingkan yang diuraikan. Secara khusus, osteomielitis salmonella yang melibatkan diafisis tulang panjang, bisa merupakan komplikasi anemia sel sabit.2 Osteomyelitis eksogen sering mengikuti fraktur terbuka terkontaminasi. Organisme manapun bisa terlibat.Biasanya infeksi terbatas pada tempat cidera dan biasanya karena periosteum telah putus, Maka elevasi periosteum dan perluasan infeksi tidak terlihat. Jika lika telah tertutup, maka multiplikasi bakteri tetap bisa menyebabkan dehisasi spontan dengan drainase purulenta.2

2.7. Osteomyelitis akut Dua kategori primer dari osteomyelitis akut yaitu osteomyelitis hematogen dan osteomyelitis direct/ eksogen.4 Osteomyelitis hematogen merupakan infeksi yang disebabkan oleh penyebaran bakteri melalui darah. Osteomyelitis direct disebabkan oleh kontak langsung jaringan dan bakteri selama trauma atau pembedahan. Manifestasi klinis osteomyelitis direct lebih terlokalisasi daripada osteomyelitis hematogen dan terdiri dari berbagai macam organisme.4 2.7.1. Diagnosis Diagnosis osteomyelitis akut dapat di tegakkan berdasarkan beberapa penemuan klinik yang spesifik. 2 dari 4 tanda dibawah ini harus dipenuhi untuk menegakkan diagnosis osteomyelitis akut; (1) adanya materi purulen/ pus pada aspirasi tulang yang teinfeksi; (2) kultur bakteri dari tulang atau darah menunjukkan hasil positif; (3) ditemukannya tanda-tanda klasik lokal berupa nyeri tekan pada tulang , dengan jaringan lunak yang eritem atau udem; (4) pemeriksaan radiologi menunjukkan hasil yang positif, berupa gambaran udem pada jaringan lunak diatas tulang setelah 3-5 hari terinfeksi.1,4 Pada minggu kedua gambaran radiologi mulai menunjukkan destruksi tulang dan reaksi periosteal pembentukan tulang baru.7

2.7.2. Diagnosis Banding Diagnosis banding pada masa akut adalah demam reumatik dan sellulitis. Setelah minggu pertama terutama bila manifestasi sistemik tertutup oleh antibiotik dan pada foto roentgen didapati gambaran rarefaksi di daerah metafisis dan reaksi pembentukan tulang subperiosteal, maka granuloma eosinofilik, tumor Ewing, dan osteosarkoma merupakan diagnosis banding.7 Penyakit lain bisa menyerupai osteomyelitis akut. Artritis reumatoid juvenilis akut, demam reumatik akut, lekemia, artritis septik akut, scurvy dan sarkoma Ewing, semuanya bisa menampilkan gambaran klinis serupa. Pemeriksaan cermat pada ekstremitas diperlukan untuk melokalisasi nyeri pada tingkat metafisis dibandingkan sendi dalam membedakan osteomyelitis metafisis dengan artritis piogenik akut. Demam reumatik akut dan artritis reumatoid juvenilis bisa melibatkan beberapa sendi. Osteomyelitis hematogen dalam dewasa tak lazim terjadi dan menimbulkan gambaran klinis osteomyelitis yang kurang dramatik.2 2.7.3. Komplikasi Komplikasi yang terjadi dapat berupa kekambuhan yang dapat mencapai 20%, cacat berupa destruksi sendi, fraktur, abses tulang, sellulitis, gangguan pertumbuhan karena kerusakan cakram epifisis, pelepasan implant buatan, timbulnya saluran sinus pada jaringan lunak dan osteomyelitis kronik.4,7 2.7.4. Penatalaksanaan

Setelah penilaian awal, riwayat yang mendasari penyakit dan penentuan etiologi mikrobiologi dan kepekaannya, penatalaksanaan meliputi terapi antimikroba, debridemen, dan jika perlu stabilisasi tulang. Pada kebanyakan pasien dengan osteomyelitis, terapi antibiotik menunjukkan hasil yang maksimal. Antimikroba harus diberikan minimal 4 minggu (idealnya 6 minggu) untuk mencapai tingkat kesembuhan yang memadai. Untuk megurangi biaya pemberian antibiotik secara oral dapat dipertimbangkan. Pada Anak-anak dengan osteomyelitis akut harus diberi terapi antibiotik secara parenteral selama 2 minggu sebelum diberikan per oral.1 Osteomyelitis hematogen akut harus diterapi segera. Biakan darah didapatkan dan antibiotik intravena dimulai tanpa menunggu hasil biakan. Karena staphylococcus merupakan organisme penyerang tersering, maka antibiotik yang dipilih harus mempunyai spektrum antistafilokokus. Jika biakan darah kemudian negatif, maka aspirasi subperiosteaum atau aspirasi intramedula pada tulang yang terlibat bisa diperlukan. Pasien diberikan istirahat baring, keseimbangan cairan dan elektrolit dipertahankan, antipiretik diberikan untuk demam dan ektremitas dimobilisasi dalam gips dua katup, yang memungkinkan inspeksi harian. Perbaikan klinis biasanya terlihat dalam 24 jam setelah pemberian terapi antibiotik. Jika timbul kemunduran, maka diperlukan intervensi bedah.2 Indikasi untuk melakukan tindakan pembedahan meliputi; (a) adanya abses; (b) rasa sakit yang hebat; (c) adanya sekuester, dan ; (d) bila mencurigakan adanya perubahan ke arah keganasan (karsinoma epidermoid). Saat yang terbaik untuk melakukan pembedahan adalah bila involukrum telah cukup kuat untuk mencegah terjadinya fraktur pascabedah.5 Setelah kultur dilakukan, terapi empiris parenteral antibiotik regimen nafcillin dengan cefotaxime atau cefriaxone merupakan terapi awal klinik dari bakteri yang dicurigai. Setelah diketahui hasil kultur regimen antibiotik disesuaikan.1 Pada Osteomyelitis hematogen, agen penginfeksi meliputi S aureus, organisme Enterobacteriaceae, group A dan B Streptococcus, dan H influenzae. Terapi primer adalah kombinasi penicillin sintetik yang resisten terhadap penicillinase dan generasi ke-tiga cephalosporin. Terapi alternatif yaitu vancomycin atau clindamycin dan generasi ke-tiga cephalosporin.4 Terapi bedah osteomyelitis adalah insisi dan drainase. Pendekatan bedah tergantung pada lokasi dan luas infeksi serta harus memungkinkan untuk drainase selanjutnya bagi luka. Korteks di atas abses intramedula dilubangi serta

debris nekrotik disingkirkan dengan kuretase manual dan irigasi bilas pulsasi. Harus hati-hati untuk menghindari lempeng fiseal berdekatan. Luka dibalut terbuka untuk memungkinkaaan drainase dan ekstremitas dimobilisasi dalam gips. Antibiotik intravena diteruskan selama minimum 2 minggu dan bisa diperlukan selama 6 minggu, tergantung pada organisme dan kerentanannya terhadap antibiotik.2 Antimikroba harus diberikan minimal 4 minggu (idealnya 6 minggu) untuk mencapai tingkat kesembuhan yang memadai.1 Luka dibalut pada interval teratur dan dibiarkan sembuh dengan intensi sekunder atau ditutup dengan cangkok sebagian ketebalan kulit, bila jaringan granulasi adekuat telah berkembang. Bila proses akut telah dikendalikan, maka terapi fisik harian dalam rentang gerakan diberikan. Pemulaian aktivitas penuh tergantung pada jumlah tulang yang terlibat. Dalam infeksi luas, kelemahan nantinya akibat hilangnya tulang bisa menyebabkan fraktur patologi.2 Osteomyelitis direct/ eksogen akut diterapi sama seperti osteomyelitis hematogen akut. Organisme penyebab biasanya lebih dikenali dengan biakan luka daripada biakan darah. Debridemen luka yang adekuat diperlukan, seperti juga terapi antibiotik yang dipilih atas dasar sensitivitas bakteri. Dalam beberapa kasus, luas penyakit dan virulensi organisme yang terlibat menghalangi pembasmian akhir infeksi ini. Bisa timbul saluran sinus kronis, dan osteomyelitis kronis bisa menetap selama beberapa tahun.2 Pada pasien dengan osteomyelitis yang berhubungan dengan trauma, agen penginfeksi meliputi S aureus, coliform bacilli, dan Pseudomonas aeruginosa. Antibiotik yang utama adalah nafcillin and ciprofloxacin. Obat alternatif meliputi vancomycin dan generasi ke-tiga cephalosporin dengan aktivitas antipseudomonal.4 2.8. Osteomyelitis kronik Osteomyelitis akut yang tidak diterapi secara adekuat, akan berkembang menjadi osteomyelitis kronik.7 Osteomyelitis subakut dan kronik biasanya terjadi pada dewasa. Umumnya, infeksi tulang ini merupakan sekunder dari luka terbuka, sangat sering berupa luka terbuka pada tulang dan sekitar jaringan lunak.1 2.8.1. Diagnosa Nyeri tulang yang terlokalisir, eritem dan drainase sekitar daerah luka sering

tampak. Tanda-tanda utama (kardinal) dari osteomyelitis subakut dan kronik meliputi timbulnya saluran sinus, deformitas, instabilitas dan tanda lokal dari vaskularisasi yang rusak, keterbatasan gerak dan gangguan neurologis. Insidensi infeksi dalam muskuloskletal dari fraktur terbuka dilaporkan lebih dari 23 persen. Faktor pasien, seperti altered neutrophil defense, imunitas humoral dan sel penyedia imunitas, dapat meningkatkan resiko osteomyelitis.1 Pada foto didapat gambaran sekuester dan pembentukan tulang baru.7 Foto radiologi memperlihatkan gambaran osteolisis, reaksi periosteum dan sekuester (bagian tulang yang nekrosis yang terpisah dari tulang yang masih hidup oleh jaringan granulasi).1 Perubahan arsitektur tulang tergantung pada stadium, luasnya dan kecepatan kemajuan penyakit. Kerusakan tulang dapat menciptakan daerah radiolusen yang difus. Nekrosis tulang yang terlihat sebagai daerah dengan peningkatan densitas, sebagian disebabkan oleh meningkatnya absorbsi kalsium dari tulang yang mempunyai vaskularisasi didekatnya. Involukrum dan pembentukan tulang yang mempunyai respon penyembuhan dapat dikenali dibawah periosteum atau di dalam tulang tersebut. Tulang baru subperiosteal dapat terlihat sebagai suatu pola lamellar. Resobsi progresif dari tulang sklerotik dan penyembuhan kembali pola trabekular yang normal juga memberikan kesan adanya penyembuhan.3 2.8.2. Diagnosis Banding Osteomyelitis kronik harus dibedakan dari tumor benigna dan maligna, dari displasia bentuk-bentuk tulang, dari fatigue fraktur dan dari infeksi spesifik.3

2.8.3. Komplikasi Komplikasi tersering adalah terus berlangsungnya infeksi dengan eksaserbasi akut. Infeksi yang terus-menerus akan menyebabkan anemia, penurunan berat badan, kelemahan dan amiloidosis. Osteomyelitis kronik dapat menyebar ke organ-organ lain. Eksaserbasi akut dapat dipersulit oleh efusi hebat ke dalam sendi di dekatnya atau oleh arhtritis purulenta. Erosi terus-menerus dan kerusakan tulang yang progresif menyebabkan struktur tulang yang kadangkadang menyebabkan fraktur patologis. Sebelum penutupan epifiseal, osteomyelitis dapat menimbulkan pertumbuhan berlebihan dari tulang panjang akibat hiperemia kronis pada lempeng pertumbuhan. Destruksi fokal dari suatu lempeng epifiseal dapat menimbulkan pertumbuhan yang asimetrik. Jarang-

jarang setelah terjadi drainase selama bertahun-tahun pada jaringan yang terusmenerus terinfeksi timbul karsinoma sel skuamosa atau fibrosarkoma.3 2.8.4. Penatalaksanaan Osteomyelitis kronik lebih sukar diterapi, terapi umum meliputi pemberian antibiotik dan debridemen. Tergantung tipe osteomyelitis kronik, pasien mungkin diterapi dengan antibiotik parenteral selama 2 sampai 6 minggu. Meskipun, tanpa debridemen yang adekuat, osteomyelitis kronik tidak berespon terhadap kebanyakan regimen antibiotik, berapa lama pun terapi dilakukan.1 Pada osteomyelitis kronik dilakukan sekuestrasi dan debridemen serta pemberian antibiotik yang sesuai dengan hasil kultur dan tes resistensi. Debridemen berupa pengeluaran jaringan nekrotik di dinding ruang sekuester dan penyaliran.7 Debridemen pada pasien dengan osteomyelitis kronik membutuhkan teknik. Kualitas debridemen merupakan faktor penting dalam kesuksesan penanganan. Sesudah debridemen dengan eksisi tulang, perlu menutup dead-space yang dibentuk oleh jaringan yang diangkat. Managemen dead-space meliputi mioplasti lokal, transfer jaringan bebas dan penggunaan antibiotik yang dapat meresap.1 Pada fase pascaakut, subakut, atau kronik dini biasanya involukrum belum cukup kuat untuk menggantikan tulang asli yang menjadi sekuester. Karena itu ekstremitas yang terkena harus dilindungi dengan gips untuk mencegah patah tulang patologik, dan debridemen serta sekuestrektomi ditunda sampai involukrum menjadi kuat. Selama menunggu pembedahan dilakukan penyaliran nanah dan pembilasan.7 2.9. Pencegahan Osteomyelitis hematogen akut dapat dihindari dengan pencegahan dari kontaminasi bakteri pada tulang dari tempat yang jauh. Ini meliputi diagnosis yang sesuai dan terapi primer infeksi bakteri. Osteomyelitis direct/ eksogen dapat dicegah dengan manajemen luka yang baik dan pemberian antibiotik profilaksi pada saat terjadinya luka.4

2.10. Prognosis Prognosisnya bermacam-macam tetapi secara nyata diperbaiki dengan diagnosis dini dan terapi yang agresif.4 Pada osteomyelitis kronis kemungkinan kekambuhan infeksi masih besar. Ini biasanya disebabkan oleh tidak komplitnya pengeluaran semua daerah parut jaringan lunak yang terinfeksi atau tulang nekrotik yang tidak terpisah.3 DAFTAR PUSTAKA 1.Carek P.J., Dickerson L.M., dan Sack J.L., 2001, Diagnosis and Management of Osteomyelitis, American Academy of Family Physicians. 2.Sabiston D.C., 1994, Buku Ajar Bedah ,Bagian 2, Penerbit EGC, Jakarta. 3.Samiaji E., 2003, Osteomyelitis, Bagian Ilmu Bedah BRSD Wonosobo, Fakultas Kedokteran UMY. 4.King R., 2004, Osteomyelitis, eMedicine.com, Inc. 5.Mansjoer S., 2000, Kapita Selekta Kedokteran, Penerbit Media Aesculapius, Jakarta. 6.Sjamsuhidajat R., Jong W.D., 1998, Buku-Ajar Ilmu Bedah, edisi revisi, EGC, Jakarta. 7.Kisworo B., 1995, Majalah Kedokteran Indonesia, Vol. 45, No. 5. http://rachman-soleman.blogspot.com/2009/11/to-z-about-osteomielitis.html

You might also like