You are on page 1of 4

PERMASALAHAN DALAM PENGEMBANGAN RUMAH SUSUN

1. Latar Belakang

Urbanisasi memang sudah menjadi momok di sejumlah kota besar di negeri ini. Tingkat perpindahan penduduk atau laju urbanisasi berkisar 1% - 1,5% per tahun, sehingga diperkirakan dalam kurun waktu 20 hingga 25 tahun lagi, jumlah penduduk perkotaan di Indonesia akan mencapai 65%. Pada 2010 kehidupan masyarakat Indonesia sebagian besar berada di kota, kisarannya sekitar 52%. Dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) Nasional pada tahun 2025, jumlah penduduk Indonesia yang diperkirakan mencapai 274 juta jiwa, sekitar 60%-nya menetap di perkotaan. Dan ini tidak hanya terjadi di Indonesia, juga di sejumlah negara lain, terutama negara berkembang.

Perumahan dan permukiman merupakan hak dasar bagi setiap Warga Negara Indonesia sebagaimana diamanatkan dalam Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 28 H ayat (1) bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayan kesehatan. Selain itu, rumah juga merupakan kebutuhan dasar manusia dalam meningkatkan mutu kehidupan dan penghidupan, serta sebagai pencerminan jatidiri dalam upaya peningkatan taraf hidup, serta membentuk watak dan jatidiri bangsa. Namun demikian pemenuhan akan hak dasar atas perumahan tersebut pada saat ini masih belum sepenuhnya terpenuhi. Salah satu penyebabnya adalah adanya kesenjangan pemenuhan kebutuhan perumahan (backlog) yang relatif masih besar. Hal tersebut terjadi antara lain karena masih kurangnya kemampuan daya beli masyarakat khususnya kelompok Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) dalam memenuhi kebutuhan perumahannya.

Urbanisasi merupakan fenomena global yang berdampak pada ketimpangan penyediaan perumahan dan pemukiman di perkotaan. Rumah merupakan kebutuhan dasar dari umat manusia selain sandang dan pangan.

Undang-undang Republik Indonesia No. 16 Tahun 1985, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 4 Tahun 1988 tentang Rumah Susun dan Undang-undang RI No. 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Pemukiman telah memuat Pengaturan dan Pembinaan Rusun: Mendukung konsepsi tata ruang yang dikaitkan dengan pengembangan pembangunan daerah perkotaan ke arah vertikal dan untuk meremajakan daerah-daerah kumuh; meningkatkan optimasi penggunaan sumber daya tanah perkotaan; mendorong pembangunan pemukiman berkepadatan tinggi.

2. Permasalahan Ide membangun rusun berawal dari keinginan pemerintah untuk menata ruang pemukiman dan perkotaan, terutama ditujukan untuk masyarakat berpenghasilan menengah ke bawah. Pengembangan Rusun di seluruh Indonesia masuk dalam salah satu program pemerintah pusat yang dikenal dengan nama Program Seribu Tower. Program ini merupakan kebijakan yang strategis dan tepat karena melihat pertumbuhan penduduk Indonesia yang cukup pesat per tahunnya, menurut ahli demografi rata-rata pertumbuhan penduduk Indonesia 2,5 % per tahun sampai tahun 2025. Semakin bertambahnya penduduk maka semakin bertambahnya lahan yang dijadikan pemukiman atau hunian. . Karena itu diperlukan perencanaan jangka panjang ke depan untuk mengantisipasi kebutuhan penduduk akan pemukiman atau hunian. Pertanyaan Penelitian 1. Apa saja kendala yang dihadapi dalam pengembangan rumah susun? 2. Bagaimana upaya pemerintah dalam mengatasi kendala tersebut? Pembahasan Pembangunan rumah susun untuk meremajakan perkampungan kumuh di Jakarta berlansung lambat. Banyak hambatan sosial dan ekonomi insentif
sudah diberikan pemerintah

bagi pembangunan aparte men rakyat antara lain pembebasan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) melalu SK i Menkeu No 31/2007 khusus tipe 21-36 m2 dengan harga maksimal Rp144 juta. Juga pembebasan PPN jasa konstruksi rusunami untuk bangunan dengan luas maksimal 21 m2 dan dijual dengan harga paling tinggi Rp75 juta per unit seperti tertuang pada SK Menkeu No 36/2007, Peraturan Menteri Negara Perumahan Rakyat No 7/2007 mengenai subsidi selisih bunga serta ketentuan bantuan uang muka lengkap dengan jumlah yang dialokasikan. Sementara insentif lainnya masih ditunggu para pengembang. Dengan pemberian insentif kepada developer dan konsumen, demand terhadap rusuna akan terus meningkat karena pada

dasarnya demand rusuna sama besar nya dengan RSH, kata Tulus. Kalau pengembang terus saja me nung gu insen tif lain, rakyat juga lah yang akhir nya mene rima akibatnya, terus bermimpi untuk bisa tinggal di apartemen murah

Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan

Guna mendongrak daya beli masyarakat terhadap properti hunian pemerintah kerap memberikan kemudahan serta bantuan bagi masyarakat berpenghasilan rendah agar dapat memiliki tempat tinggal ataupun hunian yang layak, salah satunya dengan memberikan KPR bersubsidi. Langkah ini dianggap efektif untuk menggenjot daya beli masyarakat terhadap rumah atau hunian. Namun dalam pelaksanaannya justru penyaluran KPR bersubsidi kerap tersendat sehingga target penyerapan hunianpun melenceng jauh. Akhirnya, pemerintah perlu segera memberlakukan Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Rumah (FLPP). karena sejak awal tahun 2010 perbankan menghentikan penyaluran kredit menunggu pemberlakuan FLPP. Penerima FLPP adalah mereka yang mempunyai penghasilan maksimal Rp 4,5 juta per bulan bagi MBM dan maksimal Rp 2,5 juta per bulan bagi MBR. Agar tepat sasaran, masyarakat penerima manfaat FLPP diwajibkan memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) PPh orang pribadi. Kebijakan FLPP tidak mengatur harga rumah tapi mengatur maksimum KPR dengan prinsip keadilan. Adapun kepemilikan rumah susun, pemerintah memfasilitasi MBM dengan maksimum KPR sejahtera susun seharga Rp 135 juta per unit. Jika KPR rumah susun mencapai Rp 135 juta per unit, bunga yang dikenai 9,95 % per tahun. pola subsidi yang baru lewat
fasilitas likuiditas lebih menguntungkan dibandingkan pola lama. Hal tersebut karena jumlah unit yang dibiayai lebih besar yaitu antara 316 ribu hingga 530 ribu unit. Jumlah dana yang harus disediakan perbankan juga lebih kecil yaitu antara Rp 12 triliun hingga Rp 14,22 triliun. "Masyarakat berpenghasilan rendah bisa menikmati KPR dengan suku bunga relatif rendah selama jangka waktu kredit. Jadi bukan hanya untuk empat hingga enam tahun,"

Berdasarkan hasil simulasi Kemenpera, bantuan pembiayaan melalui KPR sejahtera susun. Apabila MBR
Dua hal yang menyebabkan rusun belum terisi hingga kini, Pertama, sebagian besar rusun yang dibangun pemerintah pusat belum diserahkan pada pemda. Pemda belum dapat berbuat apa -apa karena belum diserahkan pemerintah pusat, padahal jumlahnya cukup banyak, sekitar 2.600 unit yang dibangun oleh pemerintah pusat, Kedua, belum tersedia fasilitas air dan listrik karena warga yang berminat menempati rusun suatu lokasi karena belum mencapai 100 orang. Kalau peminat rusun di suatu lokasi sudah mencapai 100 orang atau lebih, Pemda baru akan menyediakan air PAM dan listrik. Pemerintah akan berupaya secepatnya menyediakan fasilitas-fasilitas yang diperlukan bila jumlah peminat rusun sudah sesuai dengan rencana, yakni satu lokasi sebanyak lebih dari 100 orang.

Sejumlah pengembang besar belum melihat proyek 1000 menara rusun sebagai proyek yang feasible

You might also like