You are on page 1of 21

ETIKA KOMUNIKASI

M Badri MSi

Etika
Etika: Ethos (Yunani) = kebiasaan, adat, akhlak, perasaan, cara berpikir. Etika (Filsafat)= ilmu tentang apa yang biasa dilakukan atau ilmu tentang adat kebiasaan. Etika (KBBI)= ilmu pengetahuan tentang azas-azas akhlak

Tiga Pengertian Pokok Etika


Ilmu tentang apa yang baik dan kewajiban moral. Kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak. Nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat.

Tugas Etika
Mempersoalkan norma yang dianggap berlaku. Mengajukan pertanyaan tentang legitimasinya. Memersoalkan hak setiap lembaga. Memberi bekal untuk bersikap rasional terhadap semua norma. Menjadi alat pemikiran yang rasional dan bertanggungjawab.

Etika
Cara yang harus dilakukan Tidak memerhatikan orang lain atau tidak Lebih bersifat mutlak Menyangkut aspek internal manusia Tidak bisa bersifat kontradiktif

Etiket
Menunjukkan cara yang tepat Hanya berlaku dalam pergaulan sosial Bersifat relatif Menyangkut segi lahiriah Orang bisa munafik

Etika
Titik berat pada baik atau buruk, benar atau tidaknya tindakan manusia Berkaitan dengan apa yang menjadi dasar bahwa tindakan manusia baik atau buruk, benar atau salah

Estetika
Mempermasalahkan seni atau keindahan yang diproduksi manusia Estetika deskriptif (menjelaskan dan melukiskan fenomena keindahan) Estetika normatif (menyelidiki hakikat, dasar, dan ukuran pengalaman keindahan) Imitasi atau reproduksi realitas. Seni sebagai ekspresi sosial/ personal atas suatu realitas

Etika terapan menjadi fokus perhatian: etika profesi, kode etik, etika politik, etika lingkungan, dll.

Etika
Berdasarkan pada argumentasi rasional

Agama
Menuntut seseorang untuk mendasarkan diri pada wakyu Tuhan dan ajaran agama Dalam agama ada etika Keberagamaan memerlukan etika yang berlaku

Agama merupakan salah satu norma dalam etika Seseorang akan dikatakan memiliki etika, jika memerhatikan etika yang ada

Etika
Condong ke arah ilmu baik atau buruk

Moral
Sifat moral atau keseluruhan asas/ nilai tentang baik atau buruk Dua kaidah dasar moral: - Kaidah sikap baik - Kaidah keadilan

Moral
Norma bersifat subjektif

Hukum

Bersifat objektif karena disusun dalam kitab UU Menyangkut batin seseorang Membatasi ruang lingkup pada lahiriah manusia Sanksi moral pada kenyataan hati nuraninya tidak tenang Moralitas tidak dapat diubah oleh masyarakat Sanksi hukum dapat dipaksakan Sanksi hukum berdasarkan kehendak masyarakat

Beberapa Isme dalam Etika


Egoisme = Pemikiran etis bahwa tindakan yang paling baik adalah memberikan manfaat bagi diri sendiri dalam jangka waktu tertentu
Hedonisme Perolehan kesenangan (Manusia menggunakan waktu dan kesempatan untuk bersenang-senang) Kebahagiaan Kebahagiaan etik berangkat dari kemampuan manusia untuk merealisasikan bakat dan kesenangan diri

Deontologisme = Pemikiran etis yang menyatakan bahwa baik buruknya tindakan tidak diukur dari akibat yang ditimbulkan, tetapi berdasarkan sifat tertentu dari hasil yang dicapainya.

Deontologisme Tindakan Baik dan b uruknya tindakan dapat dirumuskan atau diputuskan dalam dan untuk situasi tertentu dan sama sekali tidak ada peraturan umum

Deontologisme Aturan Kaidah moral dan tindakan baik-buruk diukur dari aturan yang berlaku secara universal, bersifat mutlak, dan tidak dilihat dari baik-buruknya tindakan tersebut

Utilitarianisme = Pemikiran etika yang melihat bahwa kaidah moral dan baik buruknya tindakan diukur dari akibat yang ditimbulkannya. Pragmatisme = Pemikiran etis yang menyatakan bahwa perbuatan etis berhubungan dengan soal pengetahuan praktis yang dilakukan demi kemajuan masyarakat dan dunia. Mengutamakan tindakan daripada ajaran). Perbuatan baik adalah yang dapat dilaksanakan , dipraktikkan dan mendatangkan hal positif pada masy. Berkontribusi menyeimbangkan antara kata dan perbuatan, teori dan praktik.

Etika Komunikasi
Perspektif politik = menumbuhkan sikap adil, memilih atas dasar kebebasan, mengutamakan motivasi, menanamkan penghargaan atas perbedaan. Perspektif sifat manusia = kemampuan berfikir dan kemampuan menggunakan simbol. Perspektif dialogis = proses transaksi dialogal dua arah. Sifat partisipan komunikasi yang ditandai oleh kualitas keutamaan: keterbukaan, kejujuran, kerukunan, intensitas, dll. Perspektif Situasional = relevansi bagi setiap penilaian moral. Etika memperhatikan peran dan fungsi komunikator, standar khalayak, derajat kesadaran, tingkat urgensi, tujuan dan nilai khalayak, standar khalayak untuk komunikasi etis

Perspektif religius = kitab suci atau habit religius dapat dipakai sebagai standar mengevaluasi etika komunikasi. Pendekatan kitab suci dalam agama membantu menusia menemukan pedoman yang kurang lebih pasti dalam setiap tindakan manusia. Perspektif utilitarian= standar utilitarian untuk mengevaluasi cara dan tujuan komunikasi dapat dilihat dari adanya kegunaan, kesenangan, dan kegembiraan. Perspektif legal = perilaku komunikasi yang legal, sangat disesuaikan dengan peraturan yang berlaku dan dianggap sebagai perilaku yang etis.

Mengapa Perlu Etika Komunikasi?


1. Informasi sebagai komoditi dan mimetisme Dalam cara berpikir industri informasi dianggap sebagai barang dagangan. Ciri komersial ini menjadi lebih penting dari daripada misi utama media, yaitu klarifikasi dan memperkaya debat demokrasi. Logika pasar informasi pertama-tama adalah mencari keuntungan. Persaingan industri media, selain menodorong kreatifitas, di sisi lain diikuti mimetisme (gairah untuk bergegas meliput kejadian karena media lain, terutama yang menjadi acuan, menganggap penting).

2. Media mengubah integrasi sosial, reproduksi budaya dan partisipasi politik Media tidak hanya menyebarkan ide pembebasan, tetapi juga nilai-nilai hedonis sehingga mempengaruhi integrasi sosial. Dalam reproduksi budaya atau tepatnya produksi budaya, tekanannya adalah harus selalu bergerak, selalu berubah bukan untuk tujuan utopis tertentu, tetapi karena diarahkan untuk efektivitas dan tuntutan untuk dapat bertahan hidup. Kultus teknologi mengalahkan idealisme, teknik presentasi mengalahkan isi pesan. Iklan adalah titik strategis proses simulasi, tempat bernaungnya kejadian semu. Media berperan besar dalam penciptaan kebutuhan palsu, serta sikap pasif yang terhanyut dalam konsumerisme. Dalam hal partisipasi politik, individu tidak tertarik pada ideologi politik. Ideologi politik tidak lagi mampu memberi janji, bahkan proyek sejarahnya tidak mampu lagi memobilisasi pengikut. Revolusi teknologi informasi melahirkan logika waktu pendek.

3. Dilema media massa Logika waktu pendek menempatkan media pada situasi dilematis: antara fungsi pendidikan dan kontrol sosial dengan pragmatisme ekonomi. Sindrom yang menyertai logika waktu pendek ialah dorongan untuk memberi informasi cepat saji. Media diharapkan akan meningkatkan mutu debat publik, tetapi justru mengubah politik menjadi tontonan. Dalam media terutama televisi, beroperasi sejumlah mekanisme kekerasan simbolik. Hal ini sangat merugikan upaya pencerdasan publik dan pendidikan kritis masyarakat. Dalam rangka menarik banyak pemirsa/pembaca/pendengar berbagai teknik dipakai, bahkan sering membuat orang tidak lagi bisa membedakan yang benar, palsu, simulasi, dll.

4. Pentingya pencitraan Buah dari logika waktu pendek adalah cara berpikir semakin dibentuk oleh konsumsi dan mengikuti model rayuan informasi. Muncul masyarakat ringan yang tidak lagi memaksakan norma melalui disiplin, tetapi melalui pilihan dan rayuan. Pencitraan mendiskualifikasi kategori kebenaran sehingga tidak bisa lagi dibedakan antara realitas, representasi, simulasi, kepalsuan dan hiperrealitas. Bila media mengandalkan operasinya pada pencitraan, akhirnya informasi hanya menjadi simulasi.

5. Tak ada perlawanan teroganisir dalam bentuk baru sensor Menghadapi kapitalisme global, komersialisasi dan individualisme yang tak terkontrol, tak ada perlawanan terorganisir yang didukung struktur kuat dan ideologi yang serius. Bahkan agama semakin dipinggirkan karena arena sosial semakin dikosongkan dari yang transenden. Perjuangan untuk mendapat informasi yang benar agar masyarakat makin memiliki sikap kritis, kemandirian dan kedalaman berpikir, tidak bisa lepas dari perjuangan menagakkan etika komunikasi. Dalam masyarakat demokratis, penguasa tidak lagi melarang wartawan memberitakan sesuatu.

Mengapa Penerapan Etika Komunikasi Semakin Mendesak?


Media mempunyai kekuasaan dan efek yang dahsyat terhadap publik. Etika komunikasi merupakan upaya untuk menjaga keseimbangan antara kebebasan berekspresi dan tanggungjawab. Mencoba menghindari dampak negatif logika instrumental. Logika ini cenderung mengabaikan nilai dan makna, yang penting hanyalah mempertahankan kredibilitas pers di depan publik, tujuan media sebagai instrumen pencerahan kurang mendapat perhatian.

Bersambung

You might also like