You are on page 1of 19

A. KONSEP DASAR PENYAKIT 1.

Definisi/pengertian Stroke hemoragik terjadi apabila pembuluh darah di otak pecah sehingga menyebabkan iskemia ( penurunan aliran darah) dan hipoksia di hilir (Corwin, 2009). Menurut Sylvia, 2006 Stroke hemoragik dapat terjadi apabila lesi vaskular intraserebrum mengalami ruptur sehingga terjadi perdarahan ke dalam ruang subaraknoid atau langsung ke dalam jaringan otak.

2. Epidemiologi/ insiden Status Insiden stroke meningkat secara eksponensial dari 30 tahun, dan etiologi bervariasi menurut usia. Peningkatan usia adalah salah satu faktor paling signifikan. 95% dari stroke terjadi pada orang usia 45 tahun dan lebih tua, dan dua-pertiga dari stroke terjadi pada orang-orang di atas usia 65. Namun, stroke dapat terjadi pada semua usia, termasuk pada janin. Pria 25% lebih besar kemungkinannya untuk menderita stroke daripada wanita.

3. Penyebab/ Faktor Predisposisi 1. Infark otak (80%) Emboli


a.

Emboli kardiogenik : Fibrilasi atrium atau aritmia lain,

Trombus mural ventrikel kiri, Endokarditis (infeksi atau non-infeksi) b. c. Emboli paradoksal (foramen ovale paten) Emboli arkus aorta

Aterotrombotik (penyakit pembuluh darah sedang-besar)


a. Penyakit ekstrakranial : Arteri karotis interna, Arteri vertebralis

b. Penyakit intracranial : Arteri karotis interna, Arteri serebri media, Arteri

basilaris, Lakuner (oklusi arteri perforans kecil) 2. Perdarahan intraserebral (15%)


Hipertensif, Malformasi arteri-vena, Angiopati amiloid

3. Perdarahan subaraknoid (5 %) 4. Penyebab lain (dapat menimbulkan infark atau perdarahan) a. Thrombosis sinus dura b. Diseksi arteri karotis atau vertebralis c. Vaskulitis sistem saraf pusat
d. Penyakit moya-moya (oklusi arteri besar intracranial yang progresif)

(Mansjoer, 2000: 17)

4. Patofisiologi Mekanisme patofisilogi umum Gangguan pasokan aliran darah otak dapat terjadi dimana saja di dalam arteriarteri yang membentuk sirkulus Willisi : arteria karotis interna dan sistem vertebrobasilar atau semua cabang-cabangnya. Secara umum, apabila aliran darah ke jaringan otak terputus selama 15-20 menit maka akan terjadi infark atau kematian jaringan. Akan tetapi dalam hal ini tidak semua oklusi di suatu arteri menyebabkan infark di daerah otak yang diperdarahi oleh arteri tersebut. Alasannya adalah bahwa mungkin terdapat sirkulasi kolateral yang memadai di daerah tersebut. Proses patologik yang paling mendasari mungkin salah satu dari berbagai proses yang terjadi di dalam pembuluh darah yang memperdarahi otak. Patologinya dapat berupa: keadaan penyakit pada pembuluh darah itu sendiri seperti aterosklerosis dan trombosis atau robeknya dinding pembuluh darah dan terjadi peradangan, berkurangnya perfusi akibat gangguan status aliran darah misalnya syok atau hiperviskositas darah, gangguan aliran darah akibat bekuan

atau infeksi pembuluh ektrakranium dan ruptur vaskular dalam jaringan otak. (Sylvia A. Price dan Wilson, 2006)

5. Klasifikasi Stroke hemoragik adalah disfungsi neurologis fokal yang akut dan disebabkan oleh perdarahan primer substansi ,otak yang terjadi secara spontan bukan oleh karena trauma kapitis, disebabkan oleh karena pecahnya pembuluh arteri, vena, dan kapiler (Djoenaidi Widjaja et. al,1994). Perdarahan otak dibagi dua, yaitu a. Perdarahan Intraserebri (PIS) Pecahnya pembuluh darah (mikroaneurisma) terutama karena hipertensi mengakibatkan darah masuk ke dalam jaringan otak, membentuk massa yang menekan jaringan otak dan menimbulkan edema otak. b. Perdarahan Subarakhnoid (PSA) Perdarahan ini berasal dari pecahnya aneurisma berry atau AVM. Aneurisma yang pecah ini berasal dari pembuluh darah sirkulasi Willisi dan cabang cabangnya yang terdapat diluar parenkim otak (Juwono, 1993).(muttaqin, 2008;237;239) Berdasarkan menurut perjalanan penyakit atau stadiumnya :
a.

TIA. Gangguan neurologis lokal yang terjadi selama beberapa menit

sampai beberapa jam saja. Gejala yang timbul akan hilang dengan spontan dan sempurna dalam waktu kurang dari 24 jam.
b.

Stroke Involusi. Stroke yang terjadi masih terus berkembang,

gangguan neurologis terlihat semakin berat dan bertambah buruk. Proses dapat berjalan 24 jam atau beberapa hari.
c.

Stroke Komplet. Gangguan neurologis yang timbul sudah menetap

atau permanen. Sesuai dengan istilahnya stroke komplet dapat diawali oleh serangan TIA berulang. (muttaqin, 2008 ;240).

6. Gejala klinis

Menurut WHO, dalam International Statistical Classification of Diseases and Related Health Problem 10th Revision, stroke hemoragik dibagi atas: 1. Perdarahan intraserebral (PIS) 2. Perdarahan subaraknoid (PSA) Stroke akibat PIS mempunyai gejala prodromal yang tidak jelas, kecuali nyeri kepala karena hipertensi. Serangan seringkali siang hari, saat aktivitas atau emosi/marah. Sifat nyeri kepalanya hebat sekali. Mual dan muntah sering terdapat pada permulaan serangan. Hemiparesis/hemiplegic biasa terjadi sejak permulaan serangan. Kesadaran biasanya menurun dan cepat masuk koma (65% terjadi kurang dari setengah jam, 23% antara s.d.2 jam, dan 12% terjadi setelah 2 jam, sampai 19 hari).

Gejala neurologis yang timbul bergantung pada berat ringannya gangguan pembuluh darah dan lokasinya. Manifestasi klinis stroke akut dapat berupa: Kelumpuhan wajah atau anggota badan (biasanya hemiparesis) yang timbul

mendadak Gangguan sensibilitas pada satu atau lebih anggota badan (gangguan

hemisensorik) Perubahan mendadak status mental (konfusi, delirium, letargi, stupor, atau

koma) Afasia (bicara tidak lancar, kurangnya ucapan, atau kesulitan memahami

ucapan) Disartria (vbicara pelo atau cadel) Gangguan penglihatan (hemianopia atau monokuler) atau diplopia Ataksia (trunkal atau anggota badan) Vertigo, mual dan muntah, atau nyeri kepala (Mansjoer, 2000: 17-18)

7. Pemeriksaan fisik a) Keadaan umum (1) Kesadaran : umumnya mengelami penurunan kesadaran (2) Suara bicara : kadang mengalami gangguan yaitu sukar dimengerti, kadang tidak bisa bicara (3) Tanda-tanda vital : tekanan darah meningkat, denyut nadi bervariasi b) Pemeriksaan integumen (1) Kulit : jika klien kekurangan O2 kulit akan tampak pucat dan jika kekurangan cairan maka turgor kulit kan jelek. Di samping itu perlu juga dikaji tanda-tanda dekubitus terutama pada daerah yang menonjol karena klien stroke hemoragik harus bed rest 2-3 minggu (2) Kuku : perlu dilihat adanya clubbing finger, cyanosis (3) Rambut : umumnya tidak ada kelainan c) Pemeriksaan kepala dan leher (1) Kepala : bentuk normocephalik (2) Muka : umumnya tidak simetris yaitu mencong ke salah satu sisi (3) Leher : kaku kuduk jarang terjadi d) Pemeriksaan dada Pada pernafasan kadang didapatkan suara nafas terdengar ronchi, wheezing ataupun suara nafas tambahan, pernafasan tidak teratur akibat penurunan refleks batuk dan menelan. e) Pemeriksaan abdomen

Didapatkan penurunan peristaltik usus akibat bed rest yang lama, dan kadang terdapat kembung. f) Pemeriksaan inguinal, genetalia, anus Kadang terdapat incontinensia atau retensio urine g) Pemeriksaan ekstremitas Sering didapatkan kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh. h) Pemeriksaan neurologi (1) Pemeriksaan nervus cranialis. Umumnya terdapat gangguan nervus cranialis VII dan XII central. (2) Pemeriksaan motorik. Hampir selalu terjadi kelumpuhan/kelemahan pada salah satu sisi tubuh. (3) Pemeriksaan sensorik. Dapat terjadi hemihipestesi. (4) Pemeriksaan refleks Pada fase akut reflek fisiologis sisi yang lumpuh akan menghilang. Setelah beberapa hari refleks fisiologis akan muncul kembali didahuli dengan refleks patologis. 8. Pemeriksaan diagnostic/Penunjang

Diagnose stroke yang cepat sangat penting untuk meminimalkan kerusakan. CT scan adalah metode pilihan untuk pengkajian tanda akut stroke. CT sangat sensitive terhadap hemoragi, suatu pertimbangan penting karena ada perbedaan vital pada terapi stroke iskemik versus stroke hemoragik. CT scan juga mudah diakses, bahkan pada rumah sakit kecil atau rumah sakit penunjang.(Corwin,2009:252)

9. Terapi/Tindakan Penanganan

Pada pasien yang strokenya dapat diidentifikasi bersifat iskemik, agens trombolitik, seperti aktivator plasminogen jaringan (tissues plasminogen activator,TPA), dapat diberikan. TPA harus diberikan sedini mungkin (minimal dalam 3 jam pertama serangan) agar lebih efektif dalam mencegah kerusakan jangka panjang. Akan tetapi, akan berbahaya jika mengatasi stroke hemoragik dengan trombolitik karena agens ini meningkatkan perdarahan dan memperburuk hasil.

Terapi fisik, bicara dan okupasional sering kali diperlukan (Corwin, 2009: 252-253).

10. Komplikasi

Individu yang mengalami stroke mayor pada bagian otak yang mengontrol respons pernapasan atau kardiovaskular dapat meninggal. Destruksi area ekspresif kesulitan atau reseptif pada otak akibat hipoksia dapat menyebabkan komunikasi. Hipoksia pada area motorik otak dapat

menyebabkan paresis. Perubahan emosional dapat terjadi pada kerusakan korteks, yang mencangkup system limbik. (Corwin,2009:252)

B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN I. 1) PENGKAJIAN. Identitas klien

Pengkajian data dasar Meliputi nama, umur, jenis kelamin. Selain itu perlu juga di kaji pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam MRS, nomor register, diagnose medis klien. 2) Keluhan utama Keluhan yang merupakan alasan klien masuk rumah sakit. Misalnya hemiparese pada ekstremitas. 3) Riwayat penyakit sekarang

Kondisi klien saat ini. Misalnya, klien lemah, dan mengalami hemiparese ekstrimitas. 4) 5) Riwayat penyakit dahulu Riwayat penyakit keluarga Riwayat penyakit sebelumnya seperti pernah menderita stroke sebelumnya. Biasanya adanya riwayat keluarga yang menderita hipertensi, kelainan jantung dan diabetes mellitus. Sering juga terdapat riwayat keluarga yang menderita kelainan pembuluh darah seperti artera vehol malformasi, asma bronchial dan penyakit paru obtruksi menahun (PPOM). Pengkajian pola fungsi kesehatan a. Aktivitas/istirahat Gejala: klien kesulitan untuk melakukan aktivitas karena kelemahan, hemiplegia, dan lambat dalam merespon Tanda: terjadi kelemahan umum, gangguan tingkat kesadaran, klien tidak mampu menggerakkan ekstremitas kanan. b. Sirkulasi Tanda: TD : 140/90 mmHg N : frekuensi dapat bervariasi karena efek stroke pada pusat vasomotor. S : 36,7O C c. Integritas Ego Tidak dapat dikaji karena klien dalam keadaan tidak sadar
d. Eliminasi

Klien terpasang kateter urine e. Makanan/cairan Gejala: nafsu makan hilang, mual muntah karena peningkatan TIK, kehilangan sensasi/rasa kecap Tanda: kesulitan menelan f. Neurosensori Gejala: sinkope/pusing, sakit kepala, kelemahan/kesemutan, penglihatan menurun/penglihatan ganda, hilangnya rangsangan sensorik kontralateral, gangguan rasa pengecepan dan penciuman

Tanda: pada tingkat kesadaran biasanya terjadi koma, letargi, gangguan fungsi kognitif seperti penurunan memori terjadi kelemahan/paralisis pada ekstremitas, afasia, kehilangan kemampuan untuk mengenali masuknya rangsangan visual dan pendengaran, kehilangan kemampuan motorik (apraksia), ukuran/reaksi pupil tidak sama
g. Nyeri/kenyamanan

Gejala: sakit kepala dengan intensitas yang berbeda-beda Tanda: gelisah, ketegangan pada otot/fasia. h. Pernapasan Gejala:keluarga klien mengatakan klien kesulitan bernapas dan terdengar suara grok-grok saat bernapas Tanda: terdengar suara napas tambahan (ronchi), ketidakmampuan untuk mengeluarkan sputum, memakai alat bantu oksigen, Napas irregular, RR>20x/menit i. Keamanan Tanda: masalah penglihatan, perubahan persepsi terhadap orientasi tempat tubuh, tidak mampu mengenali objek, warna, kata dan wajah yang peranah dikenalnya dengan baik, gangguan berespon terhadap panas/dingin, kesulitan menelan j. Pola hubungan dan peran Gejala: keluarga klien mengatakan klien mengalami kesukaran untuk berkomunikasi akibat gangguan bicara. k. Pola persepsi dan konsep diri Tidak dapat dikaji karena klien dalam keadaan tidak sadar l. Pola reproduksi seksual Gejala: penurunan gairah seksual akibat dari beberapa pengobatan stroke, seperti obat anti kejang, anti hipertensi, antagonis histamin yang diberikan sebelumnya. Pemeriksaan fisik a) dengan GCS). Keadaan umum : umumnya mengalami penurunan kesadaran (dapat diukur Kesadaran

Tanda-tanda vital

: tekanan darah meningkat, denyut nadi bervariasi

tergantung dari mekanisme kompensasi sistem konduksi jantung dan pengaruh sistem saraf otonom, respiratory rate biasanya terdapat suara ronchi, dan pengukuran suhu. b) Pemeriksaan integumen Kulit : kulit akan tampak pucat karena kekurangan oksigen dan turgor kulit akan buruk karean kekurangan cairan. dikaji adanya tanda-tanda dekubitus terutama pada daerah yang menonjol karena klien stroke hemoragik harus bed rest selama 2-3 minggu. c) Pemeriksaan kepala dan leher Kepala : bentuk normocephalik. Muka : umumnya tidak simetris yaitu mencong ke salah satu sisi. Leher : kaku kuduk jarang terjadi. d) Pemeriksaan dada Pada pernafasan kadang didapatkan suara nafas terdengar ronchi, wheezing ataupun suara nafas tambahan, pernafasan tidak teratur akibat penurunan refleks batuk dan menelan. e) Pemeriksaan abdomen Didapatkan penurunan peristaltik usus akibat bed rest yang lama, dan kadang terdapat kembung. f) g) h) Pemeriksaan inguinal, genetalia, anus Pemeriksaan ekstremitas Pemeriksaan neurologi Kadang terdapat incontinensia atau retensi urine. Sering didapatkan kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh. Pemeriksaan nervus cranialis : Umumnya terdapat gangguan nervus cranialis VII dan XII central. Pemeriksaan motorik salah satu sisi tubuh. Pemeriksaan sensorik Pemeriksaan refleks : Dapat terjadi hemihipestesi. : Pada fase akut reflek fisiologis sisi yang : sering terjadi kelumpuhan/kelemahan pada

lumpuh akan menghilang. Setelah beberapa hari refleks fisiologis akan muncul kembali didahuli dengan refleks patologis. (Doenges, 1999)

II. ANALISA DATA No Analisis data Etiologi 1 S: keluarga klien mengatakan Penurunan tingkat klien sulit bernapas dan kesaadaran dari apatiskoma alat bantu Lidah menutupi jalan napas dan Reflex batuk menurun. Penumpukan kotoran/benda asing di sputum batuk jalan napas Bersihan jalan napas tidak efektif terddengan suara grok-grok ketika bernapas O:

Masalah keperawatan Bersihan jalan napas tidak efektif

memakai oksigen

pola napas irregular RR= 24x/menit Suara napas ronchi Ketidakmampuan mengeluarkan karena hilang reflek

S:O:

Gangguan fungsi motorik Klien Hemiparese mengalami sehingga Kelemahan anggota gerak Hemiplagie/hemiparesis paraplagie tetraplagie

Defisit perawatan diri

tidak mampu memenuhi kebutuhan perawatan diri Tubuh klien terlihat kotor

Tidak mampu memenuhi kebutuhan perawatan diri Defisit perawatan diri 3. S:O:

Gangguan fungsi motorik Tampak hemiparese ekstremitas kanan. Klien dalam keadaan tidak sadar terjadi pada Kelemahan anggota gerak Hemiplagie/hemiparesis paraplagie tetraplagie Gangguan mobilitas fisik

Gangguan mobilitas fisik

III. DIAGNOSA YANG SERING MUNCUL PADA PENDERITA STROKE


1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan faktor fisiologis: disfungsi

neuromuscular ditandai dengan suara napas ronchi (+), napas irreguler, dan memakai alat bantu oksigen. 2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan neuromuskular ditandai dengan terjadi hemiperase pada ekstremitas kanan
3. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kerusakan neuromuskuler ditandai

dengan Klien mengalami Hemiparese sehingga tidak mampu memenuhi kebutuhan perawatan diri, Tubuh klien terlihat kotor

RENCANA PERAWATAN

1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan faktor fisiologis: disfungsi

neuromuscular ditandai dengan suara napas ronchi (+), napas irreguler, dan memakai alat bantu oksigen. Tujuan : Setelah diberikan askep selama x 24 jam, diharapkan bersihan jalan nafas efektif, dengan criteria hasil : Klien mampu batuk dan mengeluarkan sputum dengan efektif. Ronchi (-) Frekuensi, irama, dan kedalaman pernapasan normal dengan RR : 12-20 Pola napas reguler x/menit. INTERVENSI Mandiri : a. Auskultasi suara napas klien Rasional : Mengetahui suara napas klien, untuk tindakan keperawatan selanjutnya. b. Kaji status pernafasan meliputi respiratory rate, penggunaan otot bantu nafas, warna kulit. Rasional : Tachipnea, pernafasan dangkal, dan gerakan otot dada tidak simetris sering terjadi karena ketidak nyamanan gerakan dinding dada/cairan paru. c. Berikan cairan (khususnya yang hangat) sedikitnya 2500 ml/hari. Rasional : Cairan (khususnya yang hangat) dapat memobilisasi dan mencairkan sekret. d. Lakukan suction jika terdapat sekret di jalan nafas Rasional : Merangsang batuk atau pembersihan jalan nafas secara mekanik pada klien yang tak mampu melakukan karena batuk tak efektif atau penurunan tingkat kesadaran. e. Posisikan kepala lebih tinggi Rasional : Posisi kepala yang lebih tinggi memungkinkan upaya nafas lebih dalam dan lebih kuat. Tindakan ini meningkatkan inspirasi maksimal, meningkatkan pengeluaran secret untuk memperbaiki ventilasi.
f. Bantu klien mempelajari melakukan batuk yang efektif, misalnya menekan

dada dan batuk efektif sementara posisi duduk tinggi.

Rasional : Nafas dalam memudahkan ekspansi maksimum paru-paru. Batuk adalah pembersihan jalan nafas alami, membantu silia untuk mempertahankan jalan nafas paten. Penekanan menurunkan ketidaknyamanan dada dan posisi duduk memungkinkan upaya nafas lebih dalam dan lebih kuat. Kolaborasi: a. Kolaborasi dengan fisiotherapist untuk melakukan fisiotherapi dada Rasional : Memudahkan pengenceran dan pembuangan sekret. Koordinasi pengobatan/jadwal dan masukan oral menurunkan muntah karena batuk, pengeluaran sputum. b. Berikan obat sesuai indikasi : mukolitik, ekspektoran, bronkodilator, analgesik. Rasional : Alat untuk menurunkan spasme broncus dengan mobilisasi sekret. Analgesik diberikan untuk memperbaiki batuk dengan menurunkan ketidaknyamanan tetapi harus digunakan secara hati-hati, karena dapat menekan upaya pernafasan.

2. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kerusakan neuromuskuler ditandai

dengan Klien mengalami Hemiparese sehingga tidak mampu memenuhi kebutuhan perawatan diri, Tubuh klien terlihat kotor Tujuan : Setelah diberikan askep selama x 24 jam, diharapkan Kebutuhan perawatan diri klien terpenuhi dengan kriteria hasil : - Klien dapat melakukan aktivitas perawatan diri sesuai dengan kemampuan klien - tubuh klien terlihat bersih dan rapi INTERVENSI Mandiri : a. Tentukan kemampuan dan tingkat kekurangan dalam melakukan perawatan diri Rasional : Membantu dalam mengantisipasi/merencanakan pemenuhan kebutuhan secara individual

b. Beri motivasi kepada klien untuk tetap melakukan aktivitas dan beri bantuan dengan sikap sungguh Rasional : Meningkatkan harga diri dan semangat untuk berusaha terus-menerus c. Hindari melakukan sesuatu untuk klien yang dapat dilakukan klien sendiri, tetapi berikan bantuan sesuai kebutuhan Rasional : Klien mungkin menjadi sangat ketakutan dan sangat tergantung dan meskipun bantuan yang diberikan bermanfaat dalam mencegah frustasi, adalah penting bagi klien untuk melakukan sebanyak mungkin untuk diri-sendiri untuk mepertahankan harga diri dan meningkatkan pemulihan d. Berikan umpan balik yang positif untuk setiap usaha yang dilakukannya atau keberhasilannya Rasional : Meningkatkan perasaan makna diri dan kemandirian serta mendorong klien untuk berusaha secara kontinyu Kolaborasi : a. Kolaborasi dengan ahli fisioterapi/okupasi Rasional : Memberikan bantuan yang mantap untuk mengembangkan rencana terapi dan mengidentifikasi kebutuhan alat penyokong khusus 3. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan neuromuskular ditandai dengan terjadi hemiperase pada ekstremitas kanan Tujuan: Setelah diberikan askep ....x 24 jam diharapkan mobilisasi klien mengalami peningkatan, dengan kriteria hasil: - mempertahankan posisi optimal, - mempertahankan/meningkatkan kekuatan dan fungsi bagian tubuh yang terserang hemiparesis dan hemiplagia. - mempertahankan perilaku yang memungkinkan adanya aktivitas. Intervensi Mandiri:

a. Kaji kemampuan secara fungsional/luasnya kerusakan awal dan dengan cara yang teratur. Rasional : Mengidentifikasi kekuatan/kelemahan dan dapat memberikan informasi mengenai pemulihan. Bantu dalam pemilihan terhadap intervensi sebab teknik yang berbeda digunakan untuk paralisis spastik dengan flaksid. b. Ubah posisi minimal setiap 2 jam (telentang,miring) dan sebagainya dan jika memungkinkan bisa lebih sering jika diletakkan dalam posisi bagian yang terganggu. Rasional : Menurunkan risiko terjadinya trauma/iskemia jaringan. Daerah yang terkena mengalami perburukan/sirkulasi yang lebih jelek dan menurunkan sensasii dan lebih besar menimbulkan kerusakan pada kulit/ dekubitus.
c. Letakkan pada posisi telungkup satu kali atau dua kali sekali jika klien dapat

mentoleransinya. Rasional : Membantu mempertahankan ekstensi pinggul fungsional;tetapi kemungkinan akan meningkatkan ansietas terutama mengenai kemampuan klien untuk bernapas. d. Mulailah melakukan latihan rentang gerak aktif dan pasif pada semua ekstremitas saat masuk. Anjurkan melakukan latihan sepeti latihan quadrisep/gluteal, meremas bola karet, melebarkan jari-jari kaki/telapak. Rasional : Meminimalkan atrofi otot, meningkatkan sirkulasi, membantu mencegah kontraktur. Menurunkan risiko terjadinya hiperkalsiuria dan osteoporosis jika masalah utamanya adalah perdarahan. Catatan: Stimulasi yang berlebihan dapat menjadi pencetus adanya perdarahan berulang. e. Sokong ekstremitas dalam posisi fungsionalnya, gunakan papan kaki (foot board) seelama periode paralisis flaksid. Pertahankan posisi kepala netral. Rasional : Mencegah kontraktur/footdrop dan memfasilitasi kegunaannya jika berfungsi kembali. Paralisis flaksid dapat mengganggu kemampuannya untuk menyangga kepala, dilain pihak paralisis spastik dapat meengarah pada deviasi kepala ke salah satu sisi. f. Tempatkan bantal di bawah aksila untuk melakukan abduksi pada tangan. Rasional : Mencegah adduksi bahu dan fleksi siku. g. Tempatkan handroll keras pada teelapak tangan dengan jari jari dan ibu jari saling berhadapan.

Rasional : Alas/dasar yang keras menurunkan stimulasi fleksi jari-jari, mempertahankan jari-jari dan ibu jari pada posisi normal (posisi anatomis). h. Posisikan lutut dan panggul dalam posisi ekstensi. Rasional : Mempertahankan posisi fungsional.
i.

Bantu untuk mengembangkan keseimbangan duduk (seperti meninggikan bagian kepala tempat tidur, bantu untuk duduk di sisi tempat tidur, biarkan klien menggunakan kekuatan tangan untuk menyokong berta badan dan kaki yang kuat untuk memindahkan kaki yang sakit; meningkatkan waktu duduk) dan keseimbangan dalam berdiri (seperti letakkan sepatu yang datar;sokong bagian belakang bawah klien dengan tangan sambil meletakkan lutut penolong diluar lutut klien;bantu menggunakan alat pegangan paralel dan walker). Rasional : Membantu dalam melatih kembali jaras saraf, meningkatkan respon proprioseptik dan motorik.

j.

Anjurkan klien untuk membantu pergerakan dan latihan dengan menggunakan ekstremitas yang tidak sakit untuk menyokong/ menggerakkan daerah tubuh yang mengalami kelemahan. Rasional : Mungkin diperlukan untuk menghilangkan spastisitas pada ekstremitas yang terganggu.

Kolaborasi
a. Konsultasikan dengan ahli fisioterapi secara aktif, latiahn resistif, dan

ambualsi klien. b. Bantulah dengan stimulasi elektrik, seperi TENS sesuai indikasi.
c. Berikan obat relaksan otot, antispasmodik sesuai indikasi seperti baklofen dan

trolen. EVALUASI No dx 1 Implementasi dinyatakan berhasil jika dalam waktux 24 jam, diharapkan bersihan jalan nafas efektif, dengan criteria hasil : Bersihan jalan nafas efektif : Klien mampu batuk dan mengeluarkan sputum dengan efektif. Ronchi (-) Evaluasi

Frekuensi, irama, dan kedalaman pernapasan normal dengan RR :

12-20 x/menit. 2 - Pola napas regular Implementasi dinyatakan berhasil jika dalam waktu x 24 jam diharapkan perawatan diri klien terpenuhi dengan kriteria hasil : - Klien dapat melakukan aktivitas perawatan diri sesuai dengan kemampuan klien - tubuh klien terlihat bersih dan rapi 3 Implementasi dinyatakan berhasil jika dalam waktu ....x 24 jam diharapkan mobilisasi klien mengalami peningkatan, dengan kriteria hasil: Mobilisasi klien mengalami peningkatan, dengan kriteria hasil: - mempertahankan posisi optimal, - mempertahankan/meningkatkan kekuatan dan fungsi bagian tubuh yang terserang hemiparesis dan hemiplagia. - mempertahankan perilaku yang memungkinkan adanya aktivitas.

DAFTAR PUSTAKA Corwin, Elizabeth. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta : EGC Doengoes, M. E, 1999, Rencana Asuham Keperawatan Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Klien. Edisi 3. Jakarta ; EGC Mansjoer, Arif, dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Edisi Ketiga Jilid 2. Jakarta : Media Aesculapius Muttaqin, Arif. 2008. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Persarafan. Jakarta : Salemba Medika Price, Sylvi A. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Dasar Penyakit. Jakarta ; EGC Santosa, Budi. 2005. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005 -2006. Jakarta; Prima Medika.

Smeltzer, C. Suzane. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 8 Vol. 3 . Jakarta : EGC.

You might also like