You are on page 1of 8

Teknik Identifikasi Masalah dalam Penelitian

Identifikasi masalah adalah salah satu proses penelitan yang boleh dikatakan paling penting diantara proses lain. Masalah penelitian akan menentukan kualitas dari penelitian, bahkan juga menentukan apakah sebuah kegiatan bisa disebut penelitian atau tidak. Masalah penelitian secara umum bisa kita temukan lewat studi literatur atau lewat pengamatan lapangan (observasi, survey, dsb). Skripsi untuk level S1 seharusnya didesain untuk memecahkan masalah yang lebih riil dan sifatnya applied. Mahasiswa cukup fokus ke masalah yang ada di sekitarnya. Kalau jurusan kita di computing, kita lakukan saja observasi di lingkungan kita. Misalnya universitas, dosen, dan mahasiswa itu punya masalah apa yang kira-kira bisa kita pecahkan dengan teknologi informasi dan aplikasinya. Intinya kita harus kejar terus masalah penelitian ini, dan jangan lupa bahwa masalah yang kita identifikasi tersebut benar-benar menjadi masalah yang harus dipecahkan, bukan masalah yang kita ada-adakan. Masih agak bingung? Ok saya coba jelaskan secara detail dan pelan-pelan bagaimana proses identifikasi masalah ini. Masalah penelitian bisa didefinisikan sebagai pernyataan yang mempermasalahkan suatu variabel atau hubungan antara variabel pada suatu fenomena. Sedangkan variabel itu sendiri dapat didefinisikan sebagai pembeda antara sesuatu dengan yang lain. Ketika kita mengambil topik penelitian untuk membedakan raut muka mahasiswa yang lagi bokek dan mahasiswa yang lagi banyak uang, kita punya variabel "raut muka dan variabel "keadaan keuangan. Nah kita ingin tahu hubungan dua variabel ini, jadilah itu sebuah masalah penelitian ;) Lha terus sumber masalahnya dari mana datangnya? Sumber masalah penelitian bisa muncul dari tiga hal (Ranjit Kumar, 1996): 1. Masalah Yang Ada di Manusianya Sendiri (People and Problem) Kita harus hati-hati supaya tidak terjebak ke masalah di sekitar manusia yang bukan penelitian. Tapi juga jangan "saklek, karena masalah manusia yang tadinya bukan masalah penelitian bisa kita "goyang sedikit" menjadi masalah penelitian. Contoh, mahasiswa punya masalah pokok yaitu "kekurangan uang". Ini bisa kita "konversi" menjadi masalah penelitian misalnya menjadi : o Mendeteksi raut muka mahasiswa bokek dengan face recognition system o Model bisnis di Internet dengan modal kecil untuk mahasiswa

2. Masalah di Cara, Teknik dan Struktur Kerja (Program) Teknik dan struktur kerja yang bermasalah tentu juga bisa menjadi masalah penelitian. Contoh, dosen-dosen saking sibuknya ternyata kesulitan

menemukan satu waktu yang pas untuk meeting bulanan di universitas. Nah ini jadi masalah penelitian, approachnya nanti kita bisa kembangkan satu aplikasi scheduling dengan sedikit sistem pakar didalamnya yang secara otomatis memberikan beberapa alternatif waktu meeting yang pas untuk semua. Masalah lain misalnya, sistem informasi manajemen di universitas kita ada masalah. Nggak bisa online bekerjanya dan nggak sesuai dengan business process sebenarnya yang dilakukan oleh para staff dalam mengelola administrasi sekolah. Nah software dan sistem ini kita perbaiki supaya sesuai dengan yang dibutuhkan. Sistem parkir di Mal yang tidak bisa mendeteksi mana area parkir yang kosong, bisa jadi masalah penelitian yang menarik juga. 3. Fenomena yang Terjadi (Phenomenon) Fenomena yang ada di sekitar kita juga bisa menjadi masalah penelitian yang menarik. Contoh, fenomena bahwa situs portal yang dikembangkan di perusahaan-perusahaan ternyata sepi pengunjung. Nah ini adalah sebuah fenomena, untuk meningkatkan traffic, misalnya bisa dengan memainkan bebrapa teknik supaya search engine mau menengok situs kita, ini sering disebut dengan Search Engine Optimization. Nah dari sini kita sudah dapat judul: "Mengembangkan situs portal traffic tinggi dengan teknik Search Engine Optimization (SEO). Fenomena lain lagi, proses pendeteksian golongan darah untuk skala besar (massal) misalnya untuk seluruh mahasiswa universitas yang mencapai 5000 orang ternyata memakan waktu yang sangat lama. Ini sebuah fenomena, kita beri solusi dengan software sistem yang menggunakan beberapa teknik artificial intelligence yang memungkinkan pendeteksian golongan darah ini. Sehingga 5000 orang bisa kita proses dalam beberapa jam misalnya.

Supaya masalah penelitian yang kita pilih benar-benar tepat, biasanya masalah perlu dievaluasi. Evaluasi masalah penelitian biasanya berdasarkan beberapa parameter dibawah (Ronny Kountur, 2007) (Moh. Nazir, 2003): 1. Menarik. Masalah yang menarik membuat kita termotivasi untuk melakukan penelitian dengan serius. 2. Bermanfaat. Penelitian harus membawa manfaat baik untuk ilmu pengetahuan maupun peningkatan kesejahteraan dan kualitas kehidupan manusia. Penelitian juga diharapakan membawa manfaat bagi masyarakat dalam skala besar (secara nasional maupun internasional), maupun secara khusus di komunitas kita (kampus, sekolah, kelurahan, dsb). Hindari penelitian yang tidak membawa manfaat kepada masyarakat. 3. Hal Yang Baru. Ini hal yang cukup penting dalam penelitian, bahwa penelitian yang kita

4.

5.

6.

7.

lakukan adalah hal baru, solusi yang kita berikan adalah solusi baru yang apabila kita komparasi dengan solusi lain, bisa dikatakan lebih efektif, murah, cepat, dsb. Bisa juga kebaruan ini diwujudkan dengan perbaikan dari sistem dan mekanisme kerja yang sudah ada. Hindari redundant research, meneliti hal yang sama persis dengan yang dilakukan oleh orang lain. Ya ini namanya nyontek alias plagiasi skripsi. Dapat Diuji (Diukur). Ini biasanya hal yang terlupakan, supaya proses penelitian kita sempurna, masalah penelitian beserta variabel-variablenya harus merupakan sesuatu yang bisa diuji dan diukur secara empiris. Kalau kita melakukan penelitian korelasi, nah korelasi antara beberapa variabel yang kita teliti juga harus diuji secara ilmiah dengan beberapa parameter. Dapat Dilaksanakan. Nah ini juga faktor penting. Masalah yang bagus berkualitas, jadi lucu dan naif kalau akhirnya secara teknik penelitian tidak bisa dilakukan. Dapat dilakukan ini berkaitan erat dengan keahlian, ketersediaan data, kecukupan waktu dan dana. Hindari research impossible ;) Merupakan Masalah Yang Penting. Ini agak sulit mengukurnya, tapi paling tidak ada gambaran di kita bahwa jangan sampai melakukan penelitian terhadap suatu masalah yang tidak penting. Tidak Melanggar Etika. Yang terakhir adalah masalah etika. Penelitian harus dilakukan dengan kejujuran metodologi, prosedur harus dijelaskan kepada obyek penelitian, tidak melanggar privacy, publikasi harus dengan persetujuan obyek penelitian, tidak boleh melakukan penipuan dalam pengambilan data maupun pengolahan data.

Bagaimana, sudah ada bayangan kira-kira masalah apa yang akan diteliti? Kalau sudah ok dan mantab dengan masalah penelitian, kita lanjutkan ke seri artikel berikutnya. Intinya konsep seri tulisan tentang penelitian ini memberi opini bahwa penelitian dan tugas akhir itu hal yang mudah, tidak bikin takut, apalagi bikin stress, kita tinggal jalankan saja sesuai dengan tahapan penelitian. Nikmati permasalahan yang muncul, tekuni solusi dan eksperimen yang kita rencanakan, dan jreng jreng jreng . Insya Allah tugas akhir kita akan selesai sesuai dengan waktu yang ditetapkan, tanpa nyontek, tanpa membeli dari penjual skripsi dan tanpa kutukan dosa dari yang Diatas :) Written By : Romi Satria Wahono Dikirim oleh Admin Tanggal 2008-10-07 Jam 15:41:09

Baca Juga Artikel Tentang Penelitian dan Skripsi, Tugas Akhir, Teknik, Identifikasi Masalah Lainnya : Tips Teknik Penulisan Karya Ilmiah dengan Metode Mengikat Makna

"Anda harus menulis dan menyingkirkan sekian banyak materi sampah sebelum Anda akhirnya merasakan suasana yang nyaman." Ray Bradbury Ketika sesi tanya-jawab di acara Seminar Nasional "Menjadi Kaya dengan Menulis" berlangsung, ada dua pertanyaan menarik yang ditujukan kepada saya. Gara-gara saya dipanelkan dengan pembicara lain yang membahas bagaimana menulis karya ilmiah, materi yang saya presentasikan menjadi seperti bertentangan dengan materi yang disampaikan oleh pembicara lain tersebut. Dikarenakan tampak bertentangan itulah, akhirnya, muncul dua pertanyaan menarik tersebut. Pertanyaan pertama terkait dengan judul tulisan saya ini. "Apakah kiat-kiat menulis yang saya tawarkan dapat digunakan untuk menulis karya ilmiah?" Saya memahami sekali pertanyaan ini karena kiat-kiat saya seperti tak memiliki kerangka disiplin yang jelas, sementara menulis karya ilmiah perlu kerangka formal yang benar-benar sangat jelas. Pertanyaan kedua masih nyambung dengan pertanyaan pertama, meski tak langsung, yaitu tentang terkesannya materi yang saya sampaikan bertentangan dengan materi pembicara kedua yang sepanel dengan saya. Saya menganjurkan menulis bebas, sementara pembicara keduakarena menjelaskan bagaimana menulis karya ilmiahsebaliknya, yaitu menganjurkan menulis karya ilmiah dengan beberapa aturan yang sudah disepakati oleh kalangan akademisi. Apa Sih Menulis Itu? Saya menegaskan bahwa materi yang saya sampaikan tidak bertentangan dengan materi yang disampaikan oleh pembicara kedua. Ketika ada dua orang sedang menjalankan kegiatan menulisyang satu menulis karya ilmiah, sementara yang satunya menulis bukan karya ilmiahkondisinya sama. Artinya, kedua orang itu sama-sama menggunakan alat-alat tulis yang tidak berbeda, seperti komputer (laptop), mesin ketik, atau alat-alat tulis lain. Kemudian, pada intinya, menulis itu sekali lagi apa pun jenis tulisan yang ditulis seseorangadalah kegiatan merangkai huruf menjadi kata, kalimat, paragraf yang terstruktur dan punya makna.

Kiat-kiat yang saya susun dan tawarkan kepada publik berangkat dari sini. Bahkan ketika saya menawarkan konsep "brain-based writing", meskipun dua orang yang sedang menulis itu menjalankan kegiatan menulis dengan materi yang ditulisnya berbeda, saya tetap menganggap bahwa kedua orang itu tetap menggunakan komponen-komponen otak yang sama saat menulis. Benar bahwa tulisan yang dihasilkan itu punya kadar yang berbeda. Namun, sekali lagi, ketika keduanya sedang menjalani kegiatan menulis, ya kondisi dirinya sama, tidak berbeda. Nah, buku-buku saya yang membicarakan kiat-kiat menulis, sesungguhnya menampung semacam riset kecil-kecilan saya terkait dengan hal-hal mendasar ihwal menulis. Saya menemukan bahwa ada dua ruang untuk menulis. Dua ruang itu bernama "ruang privat" dan "ruang publik". "Ruang privat" sifatnya sangat pribadi dan hanya individu yang menulis itulah yang eksis, sementara "ruang publik" adalah ruang di mana individu itu harus mengikuti aturan pihak lain ketika menulis. "Ruang privat" ini sifatnya subjektif, dan "ruang publik" itu objektif. Dua ruang itu sangat logis. Ketika saya belum tahu dan belum membedakan secara sangat tegas kedua ruang untuk menulis itu, saya mencampur dua ruang tersebut. Efeknya luar biasa. Saya tidak nyaman dalam menulis. Kadang, bahkan, saya tersiksa ketika menulis. Yang membuat saya frustrasi adalah saya kemudian seperti terbebani ketika menulis karena dua ruang itu saya campur. "Berat sekali ya menulis itu?" Demikianlah. Hal ini dikarenakan saya tidak dapat bebas menulis dan senantiasa cemas apakah tulisan saya sudah objektif (memenuhi kaidah) atau belum. Ternyata, setelah saya mendengar riset Roger Sperry yang membuktikan manusia punya dua belahan otakkiri dan kanandan masing-masing belahan itu berfungsi secara sangat berbeda, dua ruang yang saya ciptakan itu ternyata sesuai dengan masing-masing fungsi belahan otak. Otak kiri, yang suka mengoreksi, berpikir secara rasional, tertib, dan satu-satu. Otak kanan, sebaliknya, suka dengan kebebasan, berpikir menyeluruh, dan loncat-loncat. Alangkah klopnya jika, pada saat awal menulis, kita menggunakan otak kanan dan mempersepsi sedang menulis di "ruang privat" di mana subjektivitas kita sangat menonjol. Jadi, ketika kita mengawali menulis, kita bebaskan lebih dulu diri kita dari jeratan aturan menulis yang telah ada di benak kita. Dalam menjalani kegiatan menulis, kita benar-benar melibatkan keinginan, harapan, dan kemampuan kita. Kegiatan menulis ini tidak datang dari luar, tetapi dari dalam. Jadi, ketika kita menulis di "ruang privat", kita mengendalikan semua hal yang ingin kita tulis dan kita menggunakan cara-cara yang memang sesuai dengan kemampuan kita. Saya yakin, jika kita dapat mengawali menulis seperti ini, kita tentu bisa menikmati kegiatan menulis. Sekali lagi, di "ruang privat", kita bebas menulis apa saja. Setelah menghasilkan tulisan, tulisan yang sudah jadi itu pun tidak buru-buru kita koreksi. Karena, ingat, menulis di "ruang privat" adalah menulis dengan otak kanan yang bebas, yang

menyeluruh. Kita menumpahkan segalanya lebih dulu. Kita mengalirkan apa pun yang bisa kita alirkan. Kita harus benar-benar merasa plong atau lega ketika selesai mengalirkan semua yang ingin kita tulis. Inilah kegiatan menulis di "ruang privat". Dan itu bisa dijalankan siapa saja dan bisa untuk menulis materi apa saja termasuk materi yang berkadar karya ilmiah. Memang, menulis di "ruang privat" baru separo jalan. Sifatnya pun masih subjektif meski, kelebihannya, bahan yang ditulis benar-benar milik diri pribadi yang menulis. Masih ada separo jalan lagi, yaitu menulis di "ruang publik" atau menulis secara objektif, menulis yang disesuaikan dengan aturan yang diciptakan oleh orang atau lembaga lain. Namun, saya yakin, menulis di "ruang publik" akan jauh lebih mudah dan ringan jika diawali dengan menulis di "ruang privat". "Mengikat Makna" untuk Menulis Karya Ilmiah Apa yang saya jelaskan di atas merupakan bagian kecil dari kiat-kiat yang saya himpun di dalam konsep menulis yang saya namakan dengan "mengikat makna". Hukum utama "mengikat makna" adalah tidak memisahkan kegiatan membaca dengan menulis. Anda akan menjadi mudah dan ringan dalam menulisapa pun yang ingin Anda tulis, termasuk menulis karya ilmiahapabila memadukan kegiatan membaca dan menulis. Menulis memerlukan membaca dan membaca memerlukan menulis. Saya kira ini pasti sesuai dengan aturan objektif di dalam menulis karya ilmiah. "Mengikat makna", jika diikuti dengan benar, akan membuat seseorang yang sedang menulis karya ilmiah akan mampu menulis karya ilmiahnya dengan bahasa yang mengalir, tidak kaku, dan enak dibaca. Sebagaimana pernah saya ulas di buku saya, Langkah Mudah Membuat Buku yang Menggugah (MLC, 2005), ketika saya mendefinisikan buku-buku yang mengalir, yang saya rujuk, meski tak 100% buku ilmiah, adalah buku-buku yang ditulis dengan "semangat" ilmiah. Artinya, buku itu ditulis dengan bertanggung jawab dan referensinya sangat jelas. Menurut pengamatan saya, buku-buku yang dikategorikan buku ilmiah, menjadi sangat kaku, kering, dan kadang membosankan karena si penulis karya ilmiah itu tidak memiliki keterampilan menulis (jarang berlatih menulis bebas) dan miskin dalam kosakata (jarang membaca buku yang beragam). Saya yakin, jika si penulis karya ilmiah itu rajin berlatih menulis bebas, lantas menguasai persoalan yang dikajinya, dan kaya akan kata-kata, pastilah karya ilmiahnya bisa mengalir, enak dibaca, dan tidak membosankan. Saya menciptakan konsep-konsep dan kiat-kiat membaca dan menulis dengan tujuan agar sebuah bukutermasuk buku yang masuk kategori karya ilmiah atau buku pelajarandapat disajikan dalam bahasa yang mengalir dan enak dibaca. Jadi, "mengikat makna" ingin membantu siapa saja yang berniat menulis karya ilmiah agar karyanya itu berbeda dengan karya-karya sebelumnya. Karya

ilmiahnya menjadi karya yang menerobos, yang mengasyikkan jika dibaca, dan memberikan banyak sekali manfaat. Sayang kan jika kita sudah memiliki potensi untuk membuat karya ilmiah atau sudah menuntut ilmu hingga jenjang yang sangat tinggi, akhirnya, gara-gara terperangkap oleh aturan objektif menulis karya ilmiah yang sudah digariskan, kita (orang-orang yang sangat berpotensi) kemudian terkendala dalam membuat buku atau malah menjadi malas untuk menulis hal-hal yang sederhana. Nah, sebagai contoh kecil, cobalah ikuti saja saran saya dengan, pertama-tama, membuat dua ruang untuk menulis di dalam benak kita sebagaimana saya jelaskan di atas. Menulislah lebih dahulu secara sangat bebas di "ruang privat". Biasakan untuk "membuang" apa saja setiap hari, lewat menulis bebas, di "ruang privat". Hasil tulisan yang lahir di "ruang privat" ak usah buru-buru dikoreksi, yang penting buang sajaapa pun materi itu termasuk materi-materi yang berkategori ilmiah yang belum teruji benar. Kumpulkan semua bahan tulisan yang masih kasar itu dengan telaten hari demi hari, mingu demi minggu, bulan demi bulan. Menulislah dengan bebas secara mencicil. Menulis tidak bisa sekali jadi. Menulis untuk menghasilkan tulisan yang baik adalah dengan menulis mencicil. Nanti, kalau sudah cukup banyak, mulailah ditata dan masuklah ke "ruang publik". Baca kembali tulisan-tulisan yang masih berantakan itu dan kelompokkan. Gunakan otak kiri untuk menata dan mengoreksinya. Baca buku-buku referensi untuk membuat tulisan tersebut menjadi objektif. Bandingkan dengan tulisan atau bukubuku lain. Saya yakin, jika kegiatan menulis sebagaimana yang saya tawarkan dapat dijalankan secara perlahan dan sedikit demi sedikit, tentulah menulis itu dapat dinikmati dan tidak membebani. Itulah tujuan "mengikat makna" dan kiatkiat menulis yang saya ciptakan. Saya percaya bahwa ada materi yang termasuk karya ilmiah yang tidak bisa dijabarkan lewat kata-kata yang mengalir dan enak dibaca. Apalagi jika materi itu berisi data dengan tabel dan grafik yang banyak. Namun, sekali lagi, saya yakin bahwa semua itu bisa disiasati oleh para penulis yang memiliki keterampilan menulis dan kaya akan kata-kata. Saat ini telah banyak buku-buku yang bisa dikategorikan ilmiah tapi disajikan dengan bahasa tulis yang enak dinikmati. Buku karya Daniel Goleman, Emotional Intelligence, yang sarat dengan riset-riset ilmiah, ternyata bisa disajikan dengan gaya bercerita. Ada kemungkinan, buku Goleman ini tidak murni ilmiah, tapi masuk kategori ilmiah populer. Saya setuju saja jika buku Goleman dimasukkan dalam kategori tidak murni ilmiah, tapi semi ilmiah atau ilmiah populer. Tetapi, ayolah para sarjana dan cendekiawan Indonesia! Bergairahlah untuk menulis dan membuat buku-buku yang tidak usah ilmiah tetapi dapat dipertanggungjawabkan dan bermanfaat bagi masyarakat luas.[]

Written By : Hernowo di http://www.mizan.com

Dikirim oleh Admin Tanggal 2009-03-31 Jam 17:03:58

You might also like