You are on page 1of 10

Tangisan Karbala adalah Sunnah Rasul saw

(Dalam Pandangan Ahlussunah Wal Jamaah)

Pendahuluan Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan nikmat yang besar bagi manusia, nikmat yang tak terbatas dan tak bisa dihitung dalam batas pengetahuan manusia. Kenikmatan itu meliputi berbagai macam dimensi di dalam kehidupan manusia baik itu yang berupa materi maupun ruhani. luapan perasaan, baik itu sedih dan senang serta cinta merupakan bagian yang tak bisa dipisahkan dari kenikmatan tersebut. Betapa indahnya kita bisa merasakan kesenangan ketika kita mendapatkan berita yang memberikan bunga di taman hati , begitu juga betapa indahnya ketika hati hanyut dalam kesedihan dikarenakan telah datang berita yang menyayat hati dan sanubari. Tak bisa kita bayangkan apabila kita sedikitpun tidak bisa merasakan kesedihan. Mungkin hati kita seperti batu yang tak bisa merasakan kesedihan dan mata kita seperti padang tandus yang tak bisa mencucurkan air mata. Sungguh Tuhan telah memberikan kenikmatan ini untuk sekalian manusia, bukanlah maksud tuhan memberikan kenikmatan tersebut untuk sesuatu yang tidak berfaedah, tetapi tentunya kenikmatan diciptakan untuk faedah bagi manusia, baik itu faedah psikologi manusia maupun faedah yang lainnya misalnya tumbuhnya rasa simpatik dan kebersamaan diantara manusia yang bisa merasakan bagaimana sedih dan pedih, apalagi kita bersedih meratapi manusia yang mulia. Sehingga dengan merasakan sifat kemanusiaan yang sama di setiap zaman dan masa kita bisa menemukan titik persamaan yang tidak terbatas atau dibatasi dengan sekat keyakinan atau mazhab tertentu. Pembantaian Karbala bukanlah khabar yang baru kita dengar. Peristiwa tersebut selalu menyayat hati seluruh manusia yang memiliki kepedulian akan kemuliaan, penghormatan akan kesucian, dan kecintaan akan kerasulan. Kesedihan terhadap peristiwa di padang Karbala bukan hanya musibah bagi kaum syiah - dimana memiliki perhatian yang khusus dan serius terhadap Karbala sebagai salah satu corong pembuka kebenaran dan menerangi keyakinan akidah, serta ajaran mereka- akan tetapi sebenarnya ini juga merupakan musibah bagi seluruh manusia di dunia khususnya kaum muslim. Tak ada seorangpun-yang memiliki akal sehat- membenarkan pembantaian yang tak berprikemanusiaan kepada orang lain yang tak berdosa. Kita bisa ambil contoh tak ada seorangpun yang tega menelantarkan bahkan membiarkan cucu kita terbunuh dan dihinakan oleh orang lain, apalagi kita sebagai umat Islam tak mungkin kita rela dan acuh-tak acuh melihat dan mendengar peristiwa pembantai cucu dari rasulullah saw. Tak ada satupun dalil akliah, naqliah yang membenarkan pembantaian tersebut bahkan perasaan kitapun bisa menyalahkan perlakuan keji tersebut. Dalil-dalil mengenai tangisan dan anjuran padanya untuk Al-Husein sebagai bukti kesedihan kita terdapat dalam berbagai sumber kitab hadits dan tarikh yang ada, baik di kalangan suni ataupun di syiah. Dan disini saya mencoba menguraikan bagaimana rasulullah saw melaksanakan majelis

karbala tersebut khusus dalam kitab-kitab ahlussunnah. Sehingga diharapkan majelis Karbala menjadi pengingat akan peristiwa kesedihan umat Islam pada umumnya dan menjadi pemersatu bagi umat Islam dalam membela kebenaran seperti yang dilakukan oleh Imam Husein- dan melawan segala kezaliman. Serta majelis karbala bisa menjadi momen bersama dalam mempelajari sejarah dan menegakkan kebenaran sebagai bagian dari tugas bersama umat Islam tanpa dibatasi oleh sekat-sekat kemazhaban.

Tangisan Adalah Sunnah Rasul saw Sedih dan bersedih serta meratapi orang-orang dekat dan mulia merupakan perbuatan yang dicontohkan oleh Rasulullah saw, seperti yang ditulis di berbagai kitab hadits (suni maupun syiah). Seperti halnya Rasulullah saw menangisi dan meratapi putranya Ibrahim, seperti yang diriwayatkan oleh Abdurrahman bin Auf , dia berkata : Dan Anda Ya.. Rasulullah ? dan bersabda : Wahai Ibn Auf sesungguhnya (tangisan itu) adalah rahmah dalam sabda lainnya beliau menjelaskan : Sesungguhnya mata itu mencucurkan air mata, dan hati bersedih, dan kita tidak mengatakan (memerintahkan/meyakini) kecuali apa-apa yang menjadi keridhoan Allah, dan sesungguhnya aku adalah orang yang bersedih dikarenakan perpisahanku dengan Ibrahim (putraku).1 Di dalam hadits tersebut bisa kita pahami bahwa bahwa tangisan untuk orang yang dikasihinya adalah sebuah kebaikan dan rahmah. Dan juga ketika meninggalnya salah satu dari putri kesayangan beliau, rasul saw meluapkan isi hatinya dengan menangis seperti yang ditulis dalam Bukhari dan muslim2 . Ketika itu rasulullah saw mencucurkan air matanya dan berkatalah Saad padanya : Apakah itu Ya.. Rasulullah? Air mata ini adalah rahmah, Allah telah menjadikan di dalam hati hambanya (kesedihan), dan sesungguhnya Allah merahmati kasih sayang pada hambanya. Meratapi kesedihan orang-orang mulia bukan hanya fitrah manusia akan tetapi anjuran juga dari pihak rasulullah saw bagi mukminin dan mukminat seperti yang tertulis dalam musnad Ahmad bin Hanbal3 , bahwa ketika kembalinya rasulullah saw dari perang uhud dan beliau melihat para wanita Anshar menangisi suaminya yang terbunuh di perang Uhud, lalu bersabdalah Rasulullah saw : [ Akan tetapi tak ada (seorangpun) tangisan bagi hamzah(paman rasul saww yang setia dalam setiap perjuangan)] setelah itu mereka terdiam kemudian mereka menangis lagi, dan tangisan itu adalah untuk meratapi hamzah (bukan yang lainnya). Kalimat mengandung arti lain jangan lupa juga menangisi Hamzah dan disini

mengandung makna anjuran untuk menangisi pahlawan Islam serta celaan bagi yang meninggalkannya. Seperti halnya tangisan Sayyidah Zahra ra atas kematian Jafar ra (manusia mulia) , sehingga nabi saww bersabda4 : Disini kita bisa melihat kemuliaan Jafar sehingga Sayyidah Zahra ra menangisinya. putri rasulpun

Bisa kita lihat juga pada Musnad Ahmad , dimana pada saat itu para wanita menangisi kematian putri rasulullah saw Raqiah , kemudian datanglah Umar bin Khatab dan memukul mereka dengan cemeti lalu rasul melarangnya dan mengusirnya setelah itu rasul saw bersabda : Dan Apa-apa yang terjadi (gejolak) pada hati dan mata hal itu adalah rahmat dari Allah SWT (maka janganlah dilarang kesedihan mereka) setelah itu Nabi saw pun mengusap air mata Fatimah ra (dengan baju sucinya) sebagai rahmah baginya.5 Seperti yang kita tahu bahwa tangisan bukanlah hanya terjadi pada manusia biasa, akan tetapi terjadi pula pada rasul saw, dan keluarganya, bahkan para nabi-nabi sebelumnya. Bisa kita lihat pada kisah tangisan Nabi Yaqub as ketika hilangnya putra kesayangannya Nabi yusuf as6 bahkan dalam tafsir Al-Kasysyaaf disebutkan bahwa menangisnya nabi Yaqub as selama 80 tahun lamanya, dan air matanya sampai kering7, sampai menjadi buta.

Dalil Penolakan atas Pelarangan Ratapan Sebagian dalil kitab-kitab hadits ahlussunnah pun menyebutkan akan pelarangan tangisan untuk orang mati atau ratapan padanya seperti di dalam shahih bukhari dan muslim yaitu : sebagian mengatakan , , , , yang artinya Sesungguhna Mayyit akan disiksa dengan tangisan keluarganya. , akan tetapi hal ini tertolak dengan berbagai macam dalil Akli maupun naqli : 1. Al-Fadhil Annawawi dalam syarah Shahih Muslim8 mengatakan bahwa semua riwayat atas pelarangan tangisan terhadap orang mati adalah bersumber dari Umar bin Khatab dan putranya Abdullah (bukan bersumber dari rasul). Begitu juga beliau mengatakan bahwa Aisyah istri nabipun menolak terhadap mereka berdua (Umar dan putranya) mengenai pelarangan tangisan terhadap orang mati dan menisbatkan kepada mereka dengan kekeliruan dan kesalahan dalam

menyebutkan hadits. Aisyah juga mengatakan bahwa tak ada hubungannya antara tangisan dan dosa sang mayyit, dan dia berdalil dengan ayat Al-Quran Al-Anam ayat 164 : , artinya dan seorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain 9 2. Di dalam Tarikh Tabhari disanadkan dari Said dikatakan bahwa 10: Ketika wafatnya khalifah pertama Abu Bakar, Aisyah meratapi dan menangisi kepergian ayahnya itu, setelah itu datanglah khaliah kedua Umar bin Khatab dan melarang mereka (para wanita) yang ikut menangisi kewafatan Abu Bakar. Mereka tidak mempedulikannya lalu mereka berhenti, lalu berkatala Umar kepada Hisyam Ibnu Al-Walid : Masuklah (Ibnu Hisyam) dan keluarlah (mengadapku) Putri Abi Qahafah. Dan Aisyah Berkata terhadap Hisyam setelah mendengar ucapan Umar :Sesugguhnya saya melarang kamu memasuki rumahku, Lalu berkata Umar kepada Hisyam Masuklah saya mengizinkanmu (untuk masuk), lalu masuklah Hisyam dan keluarlah Ummu Farwah saudara Abu Bakar menuju Umar, dan memukulnya, berkali-kali, dan tercerai-berailah orang-orang yang menangisinya itu. Dan hal ini bertolakbelakang dengan taqrir nabi saw ketika wanita Anshar menangisi para suaminya yang syahid di perang Uhud dan rasul saw bersabda : dan ketika meninggalnya Jafar ra serta menangisnya para wanita termasuk sayyidah Zahra ra dengan sabdanya : disertai dengan ketika meninggalnya salah satu putri kesayangannya. 3. Jikalau ratapan terhadap mayit dikatakan haram, maka kenapa Umar bin Khatab membolehkan wanita-wanita bani Makhzum untuk meratapi dan menangisi Khalid ibnu Al-Walid?11 Dan juga ketika wafatnya Numan , Umar meletakkan tangannya tiatas kepalanya dan menangisinya.12

Karbala di Zaman Rasulullah saww Rasulullah bukan hanya menangisi putra, putri atau orang-orang yang mulia akan tetapi rasul saww juga menangisi cucu kesayangannya Al-Husein ra. Dan tangisan ini merupakan perkara yang khusus, dikarenakan khabar kesyahidan Al-Husein ra -belum terjadi pada zaman rasul saww hidup- disampaikan langsung oleh Jibrail as, dan pada saat itu rasul, keluarganya serta sabahat-sahabatnya ikut menangis meratapi kesyahidan cucu nabi yang belum terjadi. Dan hal ini bisa kita katakan sebagai tangisan yang mengandung makna yang khusus bagi umat setelahnya. Karena tangisan itu dilakukan sendiri oleh nabi saw, keluarga dan sahabatnya. Bisa kita lihat dalam kitab-kita ahlussunnah, misalnya Ahmad bin Hambal13 dari hadits Imam Ali karamallahuwajhah yang disanadkan sampai ke Abdullah Ibnu Nujayin dari ayahnya, dan dia bersama Imam Ali kw, ketika itu dihadapan Imam Ali kw adalah nainawa (Karbala) dan Imam kw sedang menuju ke tepi sungai furat , Imam mengatakan :

, Bersabarlah Aba Abdillah -Al-Husein - bersabarlah Aba Abdillah di tepi sungai Furat, berkata perawi : aku berkata : Apakah itu ?berkata Imam kw : Di suatu hari aku menemui rasulullah saw dan rasul saw mencucurkan air matanya, aku -Imam Ali kw- bertanya, Wahai Nabi Allah, Apa yang menyebabkan cucuran air matamu ? bersabda nabi saw : bersabda Jibrail kepadaku, bahwa putraku Al-Husein akan terbunuh di tepi sungai Furat, lalu bertanya Rasul saw : Apakah engkau mencium tanahnya(karbala)? Menjawab Imam Ali kw : betul, lalu tangannya memenggam tanah(karbala) dan memberikannya kepadaku lalu aku tak pernah menangis seperti pada waktu itu.13 Dengan hadits yang serupa ditulis pada kitab Shawaiq Al-Muhriqah liibni Hajar, fashl ke-3 bab ke-12. Dan ketika Imam Ali kw melewati kuburan Al-Husein, berkata : Disinilah tempat berhentinya pengendara (rombongan Al-Husein dan keluarga serta sahabatnya), dan disinipulalah tempat meningggalnya (syahidnya mereka), dan disinipulalah tempat memancar dan mengalirnya darah-darah mereka, dan para pemuda dari keluarga Muhammad saw, terbunuh di padang ini , dan menangislah seluruh langit dan bumi14 Meriwayatkan pula As-Syafii di dalam bab indzar An-nabi saw dan selanjutnya di dalam kitabnya alaamu an-nubuwwah dari urwah dari aisyah berkata : ketika itu Al-Husein menemui kakeknya rasul saw dan datang Jibrail menyampaikan khabar kepada rasul saw : sesungguhnya ummatmu akan tercerai berai setelahmu dan mereka akan membunuh putramu yang ini (AlHusein) peristiwa tersebut akan terjadi setelah engkau meninggal dunia, kemudian Jibrail as menjulurkan tangannya dan memberikan tanah putih, dan malaikat bersabda : di tanah ini lah akan terbunuh putramu (Al-Husein).15 Dan nama tanah itu adalah tanah ( Karbala yakni di tepi sungai). Setelah itu Aisyah ra melanjutkan : setelah Jibrail as pergi lalu keluarlah rasul saw menuju sahabat-sahabatnya dengan membawa tanah di tangannya, pada saat itu yang hadir Abu Bakar, Umar, Ali, Hudzaifah, Utsman, Abu Dzar, dan rasulullan saw dalam keadaan menangis, dan bertanyalah para sahabat : Apa yang kau tangisi wahai rasulullah saw? , dan bersabda Rasul : Jibrail telah mengkhabarkan kepadaku bahwa putraku Al-Husein akna terbunuh setelah kewafatanku dengan tanah yang bernama ( Karbala-yakni di tepi sungai), dan Jibrail datang memberiku tanah ini dan mengkhabarkanku bahwa kejadian itu di dekat muara sungai. Bahkan di halaman setelahnya diceritakan bahwa Rasul mengisyaratkan kepada Aisyah ketika terbunuhnya Al-Husein di karbala maka tanah itu akan memerah16 At-Tirmidzi juga menuliskan hadits tersebut dalam sunannya17 bahwa pada saat itu Ummu Salamah ra melihat Nabi saw menangis dalam keadaan tidur dimana pada kepala dan jenggotnya terdapat tanah dan berkata : Al-Husein akan terbunuh mengenaskan yang tak ada kejadian sebelumnya18

Tidak hanya disitu di dalam kitab ahlussunnahpun diceritakan waktu kejadian yang lebih detail seperti yang ditulis dalam kitab As-Sawaiq dari Ibnu Abbas.19 Oleh sebab itu hadits mengenai kejadian Karbala dan ratapan ataupun tangisan rasulullah saw merupakan hadits mutawatir dalam berbagai macam kitab hadits, baik itu tangisan rasulullah ketika
hari kelahiran Al-Husein, hari ke-7 dari kelahirannya, setelahnya di rumah Fatimah Az-Zahra ra, di kamarnya, di minbar, di sebagian safarnya, kadang-kadang menagis dalam kesendirian, kadang kala pula bersertanya Jibrail, Imam Ali kw dan Fatimah ra, dan juga sahabat nabi. Sering nabi mencium Al-Husein di dada atasnya lalu menangis, dan menciumnya di kedua bibirnya lalu menangis, ketika melihat AlHusein bergembira rasul saww menangis, dan ketika melihat Al-Husein bersedih rasulpun menangis. Begitu bersedihnya rasululullah pada masa itu seakan-akan hari Asyura dan peristiwa karbala telah terjadi. Dari sinilah kita bisa melihat bahwa menangisi Al-Husein di hari-hari Asyura merupakan sunnah Nabi yang dianjurkan.20

Mengapa Harus Menangisi Al-Husein?

Kita sudah melihat sekilas bahwa Nabi saw pun untuk yang pertama kalinya mengadakan upacara kesedihan atas kesyahidan cucunya Al-Husein. Tentunya tangisan nabi bukanlah sembarang tangisan, bukan pula tangisan rasul saw disebabkan hanya hubungan nasab dan darah dengan Al-Husein sebagai cucu tersayangnya akan tetapi mengandung makna yang lebih tinggi dari sekedar tangisan tersebut. Sebab seperti yang telah kita ketahui bahwa Nabi tidaklah pernah melaksanakan sesuatu baik itu ucapan, apa yang dilihat dan dilakukannya serta yang didengarnya salahsatunya tangisan ataupun kegembiraan selain dari pada izin dan keridhoan Allah SWT, seperti yang difirmankan Allah SWT : dan dia tidak berbicara menurut kemauan hawa nafsunya21 Ucapannya itu tidak lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya)22 Hatinya (yang bersih) tidak mendustakan apa yang telah dilihatnya23 Sesungguhnya pada (diri) Rasulullah itu terdapat suri teladan yang

24 baik bagimu

Oleh sebab itu tangisan rasul saw terhadap Al-Husein memiliki nilai lain yang lebih tinggi dari hanya sekedar hubungan keluarga kakek dan cucu, tetapi tangisan yang mengandung nilai risalah untuk agama Islam untuk masa yang akan datang. Risalah tersebut bisa kita sandingkan kepada tangisan rasulullas saw terhadap Al-Husein disebabkan posisi Al-Husein yang memiliki kedudukan yang tinggi di hadapan Allah, rasul-Nya dan umatnya. Hal ini bisa kita kaji dalam beberapa sumber kitab ahlussunnah :

A. Tafsir Quran Ulama Ahlusunnah 1. Al-Husein merupakan salah satu ahlul bait nabi yang disucikan sehingga jauh daripadanya kenistaan, kekotoran dan dosa: Ayat Al-Tathir, Qs 33:33, Sesungguhnya Allah bermaksud menghilangkan (segala) kenistaan daripadamu, hai ahlulbait, dan mensucikan kamu sebersih-bersihnya, Ketika ayat itu turun rasul memasukkan Ali, Fatimah, Hasan dan Huhsein ke dalam jubahnya, terkenal pula dengan hadits Kisa yaitu doa nabi kapada ahlul bait. Jadi yang dimaksud ahlulbait itu adalah Ali, Fatimah, Hasan, Husein.25 2. Al-Husein adalah salah satu Al-Qurba (Keluarga dekat) yang dimana Allah dan rasul saw sendiri yang mewajibkan kecintaan terhadap mereka seperti yang tertulis pada firman Tuhan. Ayat al-Muwaddah: Qs:26:23: Katakanlah: Aku tidak meminta kepadamu suatu upahpun atas seruanku kecuali kasih sayang dalam kerabat(ku)(Qurba). Yang dimaksud Qurba disini adalah Ali, Fatimah, Hasan Husein. al-Zamakhshari menyatakan; Telah diriwayatkan bahwa selepas turun ayat di atas ada seseorang berkata; Wahai Rasulullah saw siapakah qarabat kamu yang diwajibkan ke atas kami untuk mengasihi mereka, Rasulullah saw menjawab: Ali, Fatimah, dan kedua-dua anak mereka (yakni Al-Hasan dan Al-Husein).26 3. Al-Husein disebut sebagi putra-putranya rasulullah saw, sebagai orang-orang yang terdepan dalam mewakili ummat nabi, dalam bermubahalah dengan para pendeta kaum Najran yang tidak menerima kenabian Muhammad saw. Ayat Mubahilah : Qs:3:61 Barang siapa yang membantahmu tentang kisah Isa sesudah datang ilmu (yang menyakinkan kamu) maka katakanlah (kepadanya) marilah kita memanggil anakanak kami(Abnaana) dan anak-anak kamu, isteri-isteri kami(nisaana) dan isteri-isteri kamu, diri kami (anfusna) dan diri kamu, kemudian marilah kita bermubahilah kepada Allah dan kita minta supaya laknat Allah ditimpakan kepada orang-orang yang dusta. (Ali Imran: 61) Imam Kazhim a.s. bersabda: Pada peristiwa mubahalah dengan para Uskup Kristen Najran, Rasulullah saww hanya membawa Ali bin Abi Thalib, Fathimah, Hasan dan Husein. Ini berarti, diri (anfusana) berarti Ali bin Abi Thalib, wanita (nisa`ana) berarti Fathimah, dan anak-anak (abnaana) berarti Hasan dan Husein yang telah dinyatakan oleh Allah sebagai putra-putra Rasulullah saw sendiri.27 4. Al-Husein merupakan salah satu Ahlul Bait Nabi yang memiliki akhlaq yang mulia sebagai pemimpin ummat yang mendahulukan kepentingan umatnya diatas kepentingan pribadinya. Surat Al Insan : 5-23 Mengenai pengorbanan Ahlulbait dalam menolong faqir miskin dan yang membutuhkan termasuk didalamnya Al-Husein. bahwa ketika al-Hasan dan al-Husein sakit, Lalu Imam Ali dan Sayyidah Zahra ra bernazar diikutipula oleh seorang hamba bernama Fiddah, bernazar jika keduanya (al-Hasan dan al-Husein sembuh mereka akan berpuasa tiga hari.

Kemudian keduanya sembuh, tetapi mereka tidak mempunyai apa-apa pun, lalu Ali meminjam dari Syamaun seorang Yahudi Khaibar sebanyak tiga aswa gandum (syair). Fatimah menggiling satu sau an dibuat 5 roti sebanyak bilangan mereka (Ali, Fatimah, Hasan dan Husein dan jariah). Kesemua roti itu diletakkan di hadapan mereka untuk berbuka puasa, tibatiba muncul di hadapan mereka seseorang pengemis dan berkata: As-salamu-alaikum Ahlul Bait: berilah aku makan nescaya Allah akan memberi kamu makan daripada hidangan syurga. Maka mereka mengutamakan pengemis tersebut lalu mereka tidur dan tidak makan kecuali air dan besoknya mereka berpuasa lagi, ketika sampai waktu petang dan tangan mereka sedang memegang makanan tiba-tiba muncul seorang yatim berdiri di hadapan mereka, mereka pun memberikan makanan tersebut, dan pada hari yang ketiga datang seorang tawanan memintaminta makanan, mereka pun memberikan kepadanya seperti hari-hari sebelumnya. Maka pada keesokan harinya, Ali dengan memegang tangan al-Hasan dan al-Husein untuk menemui Rasulullah saw dan ketika Rasul saw melihat mereka dalam keadaan gemetaran dan menggigil kelaparan, Rasul saw bersabda bersabda: apakah yang telah terjadi yang menyebabkanku sedih melihat kalian, lalu rasul saww pun bangun dan pergi bersama-sama mereka dan melihat Fatimah di mihrabnya duduk kelaparan berbongkok sampai bertemu bagian atasnya dengan perutnya dan mencurahkan air matanya, maka keadaaan ini membuat sedih rasulullah saww, kemudian Malaikat Jibrail turun dan berkata: Wahai Muhammad ambillah dia (Fatimah), Allah memberikan tahniah pada Ahlul Bait kamu lalu Jibrail pun membacakan Surah (al-Insaan) 28 5. dan lain-lainnya di sini hanya beberapa saja yang disebutkan B. Di dalam kitab Hadits Ahlussunnah diantaranya adalah 1.Di dalam kitab Al-Mujam Al-Kabir, Rasulullah saw telah bersabda:


Husein dariku dan aku pula dari Husein, Allah mencintai siapa saja yang mencintai al-Husein adapun al-Husein adalah keturunanku putera puteriku (az-Zahra).29 2. Dan Al-Husein merupakan salah satu imam (pemimpin dunia akhirat) dan wasyi (Wakil) nabi setelahnya bisa dilihat di dalam salah satu kitab aqidah ahlusunnah wal jamaah30 Betapa tingginya Kedudukan Al-Husein, sehingga tangisan rasul saww sebanding dengan kemuliaannya. Seperti halnya Nabi-nabi sebelumnya yang menangisi putra penerus kenabiannya yang menangisinya ketika kehilangan putra-putra mereka seperti kisah nabi Yakub as. Dimana posisi nabi Yusuf as pada saat itu adalah sebagai putra dan penerus risalah ayahnya. Begitu juga Al-Husein dimana dia sebagai cucu kesayangannya dan sebagai penerus risalahnya, sehingga apabila datang khabar bencana yang akan menimpanya maka sudah sepantasnyalah menangisi Al-Husein sebagaimana Nabi kita saw menangisinya pula.

Penutup Peristiwa memilukan Karbala dan menangisi serta meratapi Al-Husein adalah sesuatu yang dianjurkan oleh Rasul saw sendiri. Tangisan ini membawa pengaruh yang besar bagi ajaran nabi saw, dan hari-hari Asyura merupakan hari-hari duka bagi seluruh manusia khususnya kaum muslim tanpa sekat mazhab. Sebab rasul saw sendirilah yang melakukannya. Dengan menjadikan Asyura sebagai duka bersama kaum Muslim disini kita akan menemukan titik persamaan ajaran nabi saw dan juga nilai-nilai kemanusiaan yang bisa diambil daripadanya. Bersama-sama merenungi hikmah dibalik karbala merupakan tugas bersama bagi kaum muslimin, sebab bagaimana mungkin Al-Husein sebagai junjungan dan pemimpin umat yang harusnya dimuliakan dan dilindungi terbunuh secara keji di padang karbala.Mudah-mudahan Majelis Asyura menjadi subur di sepanjang zaman tanpa sekat-sekat mazhab dan keyakinan.

Daftar Pustaka 1. Shahih Bukhari Bab Janaiz no 1303 (Shamilah), atau Shahih Bukhari jilid II, hal 85 Darul Fikr, Beirut. 2. Shahih Bukhari Bab Janaiz no. 1284 (Shamila), Bab Baka alal mait no. 11 Shahih Muslim, atau shahih bukhari hal.147 juz I dan Shahih Muslim jilid 3, hal ke-39 Darul Fikr. 3. Musnad Ahmad no. 4984 (Shamila), Atau Musnad Ahmad jilid ke-2 hal ke-40, Darul Fikri, Beirut. 4. Istiiab fi Marifat Al-Ashhab jilid ke-1, hal. 243. 5. Musnad Ahmad bin Hanbal no. 3158 (Shamila) 6. Qs : Yusuf : 84 7. Tafsir Al-Kasysyaf jilid II, hal. 339 8. Syarah Shahih Muslim An-Nawawi Juz III, hal. 339 (Shamila) , juz VI hal. 228. Dar Al-Kitab Al-Arabi. 9. Qs: Al-Anam :164 10. Tarikh Tabhari, hal 348-349, juz 2 (Shamila), atau juz2, hal 614 (Zikr Wafat Abu Bakar), beirut Al-Alami. 11. Al-Istiiab Fi Marifati Al-Ashhab jilid II, hal. 431 12. Al-Istiiab Fi Marifati Al-Ashhab jilid IV, hal. 1507

13. Musnad Ahmad Juz II, hal 119 (Shamila) hadits ke-613, atau Musnad Ahmad, jilid I, hal.85, Dar Shadr; Majma Az-Zawaid Lilhaitami, jilid IX hal 187, Dar Al-Kutub Al-Ilmiah, tahun 1408; Musnad Abi Yali Al-Maushuli jilid I, hal.298, Al-Mujam Al-Kabir Lithabarani jilid 3, hal.105, hadits ke-2811, Kanz Al-Umal jilid 13, hal. 655 hadits 37663. 14. As-Sawaiq Al-Muhriqah hal 193 15. Alam An-Nubuwwah,bab ke-12, hal. 23. 16. Mujam Al-Kabir jilid III, hal. 107, hadits ke-2814 dan 2815 (Shamila), Al-Haisyami di dalam Majma Az-Zawaid jilid 9, hal. 188. 18. Sunan At-Tirmidzi, Jilid 5, hal 223, hadits ke-3860; Al-Bukhari dalam Tarikh Al-Kabir jilid III hal. 324, hadits 1098; Al-Mustadrak Al-Hakim jilid IV, hal. 19 19. Musnad Ahmad juz I , hal. 283 20. Al-Khashaish Al-Huseiniyyah, hal. 105-232 21. Qs: An-Najm:3 22. Qs: An-Najm:4 23. Qs: An-Najm:11 24. Qs: Al-Ahzab :21
25. lihat kitab sumber riwayat Ummu salamah : al-Dur- al-Manthur karangan al-Suyuti, hadis dikeluarkan oleh al-Tabrni daripada Umm Salamah, jilid 5 hlm 198-199; Sahih tirmidzi, jilid 13, hlm 246; Musnad Ahmad, jilid 6, hlm. 306, Sahih Muslim, jilid 7, hlm. 120, dan lain-lain 26. Zamaksyari dalam tafsir al-kasysyaf 27. Imam Fakhruddin Ar-Razi di dalam At-Tafsirul Kabirnya 28. Al-Zamakhshari dari Ibn Abbas rd 29. Al-Mujam Al-Kabir juz 22, hal 274, hadits ke-702 30. Yanabi Al-Mawaddatah lidzawil Qurba juz III hal. 353.

Penyusun : Muhammad Habri Zen S.Si

You might also like