You are on page 1of 6

MAL PRAKTEK

Pendahuluan Hari demi hari pengaduan kasus mal praktek di RS terus bermunculan. Hal ini dipicu oleh kualitas pelayanan kesehatan yang dirasa semakin merugikan pasien. Menurut catatan LBH kesehatan Jakarta setiap tahun sedikitnya sepuluh orang melakukan pengaduan kepada LBH karena tindakan dokter atau petugas kesehatan yang merugikan yang mengakibatkan kecacatan atau kematian pasien (28 januari 2003). Menurut iskandar sitorus ketua LBH kesehatan kasus-kasus tersebut tidak semuanya diselesaikan ditingkat penyidikan atau laporan polisi. Kebanyakan Rumah Sakit mau brtanggung jawab setelah pasien mendapatkan advokasi hukum( tarik ulur RUU praktek kedokteran.Loc.cit). Definisi Mal Praktek Sebenarnya apa sih mal praktek itu? Dalam kamus besar bahasa Indonesia berarti praktek kedokteran yang dilakukan tidak tepat, menyalahi undang-undang atau kode etik. Dalam UU RI No 23 tahun 1992 tentang kesehatan dan UU RI No 29 tahun 2004 tentang praktek kedokteran tidak didapatkan definisi tentang mal praktek. Prof dr M Jusuf Hanafiah, Spog(k) memberikan pengertian tentang mal praktek medik yaitu kelalaian seorang dokter untuk mempergunakan tingkat ketrampilan dan ilmu pengetahuan yang lazim digunakan dalam mengobati pasien menurut ukuran dilingkungan yang sama. Yang dimaksud kelalaian disini adalah sikap kurang hati-hati melakukannya dengan wajar atau sebaliknya melakukan apa yang seseorang dengan sikap hati-hati tidak akan melakukannya dalam situasi tersebut. Kelalaian diartikan pula dengan melakukan tindakan kedokteran dibawah standart pelayanan medik. Seseorang dapat dikatakan melakukan mal praktek apabila dokter kurang menguasai ilmu kedokteran yang berlaku umum, memberikan pelayanan di bawah standart, melakukan kelalaian berat atau melakukan tindakan medik bertentangan dengan hukum.

Hak dan Kewajiban Dokter dan Pasien Dalam UU No 29 tahun 2004 tentang mal praktek kedokteran pasal 51 menyebutkan kewajiban dokter juga dokter gigi : 1. Memberikan pelayanan medis sesuai dengan standart profesi dan standart prosedur operasional serta kebutuhan medis pasien. 2. Merujuk pasien ke dokter atau dokter gigi lain yang mempunyai keahlian atau kemampuan yang lebih baik, apabila tidak mampu melakukan pemeriksaan atau pengobatan. 3. Merahasiakan segala sesuatu yang diketahui tentang pasien. 4. Melakukan pertolongan darurat atas dasar perikemanusiaan, kecuali bila ia yakin ada orang lain yang bertugas dan mampu melakukannya. 5. Menambah ilmu pengetahuan dan mengikuti perkembangan ilmu kedokteran atau kedokteran gigi. Dalam pasal 50 disebutkan pula hak seorang dokter juga dokter gigi : 1. Memperoleh perlindungan hukum sepanjang melakukan tugas sesuai dengan standart profesi dan standart prosedur operasional. 2. Memberikan pelayanan medis menurut standart profesi dan standart prosedur profesional. 3. Memperoleh informasi yang lengkap dan jujur dari pasien dan keluarganya. 4. Menerima imbalan jasa.

Dalam pasal 52 menyebutkan hak pasien : 1. Mendapatkan penjelasan secara lengkap tentang tindakan medis.

2. Meminta pendapat dokter atau dokter gigi lain. 3. Mendapatkan pelayanan sesuai dengan kebutuhan medis. 4. Menolak tindakan medis. 5. Mendapatkan isi rekam medis. Dalam pasal 53 disebutkan tentang kewajiban pasien : 1. Memberikan informasi yang lengkap dan jujur tentang masalah kesehatannya. 2. Mematuhi nasehat dan petunjuk dokter atau dokter gigi. 3. Mematuhi ketentuan yang berlaku disarana pelayanan kesehatan. 4. Memberikan imbalan jasa atas pelayanan yang diterima. Dengan penjelasan hak dan kewajiban dokter maupun pasien sebagaimana yang diatur dalam UU diatas, maka akan jelas juga bahwa hubungan antara pasien dan dokter menurut hukum merupakan hubungan perjanjian berusaha ( inspanningverbintenis). Artinya dokter akan berusaha sebaik mungkin dalam memberikan jasa pengobatan kepada penderita, tetapi dokter tidak menjamin akan selalu berhasil dalam memberikan pengobatan. Jika terjadi penuntutan, maka sang pasien seorang dokter telah melakukan wanprestasi. Menurut M. Jusuf Hanafiah, untuk dapat menuntut, penuntut harus dapat membuktikan adanya 4 unsur berikut : 1. Adanya kewajiban bagi dokter terhadap pasien. 2. Dokter telah melanggar standart pelayanan medik yang lazim. 3. Penggugat telah menderita kerugian yang dapat dimintakan ganti ruginya. 4. Secara faktual kerugian itu disebabkan oleh tindakan dibawah standart. harus membuktikan bahwa

Standart Profesi Medis Secara umum standart profesi medis pada tiap negara berdasarkan proporsional dan subsidair dan locality rule yang artinya mengikuti ketentuan yang berlaku setempat (berdasarkan tradisi adat, kebiasaan dan kesepakatan yang mengikat). Hal ini berarti bahwa kemampuan dokter tersebut setaraf atau setingkat dengan rata-rata dokter, dengan kategori keahlian medik yang sama, dalam situasi dan kondisi yang sama dan dengan sarana upaya yang berbanding wajar untuk tujuan tindakan medik yang konkrit tersebut (proporsional dan subsidair). Jadi standart profesi antara dokter umum dan dokter spesialis tidak sama. Demikian juga standart profesi spesialis bedah dan standart profesi spesialis penyakit dalam tidak sama. Dalam UU No 29 tahun 2004 tentang praktik kedoteran juga mengatur tentang standart pelayanan dalam pasal 44 sebagai berikut : 1. dokter atau dokter gigi dalam menyelenggarakan praktik kedokteran wajib mengikuti standart pelayanan kedokteran gigi. 2. standart pelayanan sebagaimana yang dimaksud pada ayat 1 dibedakan menurut jenis dan strata sarana pelayanan kesehatan. 3. Standart pelayanan untuk dokter dan dokter gigi sebagaimana yang dimaksud ayat 1 dan 2 diatur dengan peraturan menteri. Misalnya standart pelayanan medis di RS diatur dalam KepMnKes.

No.436/MENKES/VI/1993.

Beberapa Ketentuan Hukum

Sesuai pasal 66 ayat 3 UU praktek kedokteran, bahwa pengaduan pelanggaran disiplin tidak menghilangkan hak untuk melaporkan tindakan pidana ataupun gugatan perdata. Ketentuan dalam hukum pidana yang terkait mal praktek dalam KUHP : 1. Menipu pasien ( KUHP pasal 378 ). 2. Membuat surat keterangan palsu ( KUHP pasal 263,267 ). 3. Pelanggaran kesusilaan ( KUHP pasal 285,286,290,294 ). 4. Abortus Provokatus Kriminalis (KUHP pasal 299,348,349,350 ). 5. Melakukan kealpaan sehingga mengakibatkan orang luka atau mematikan (KUHP pasal 359,360,361). 6. Membocorkan rahasia pasien yang diadukan penderita (KUHP pasal 322). 7. Tidak menolong orang yang berada dalam keadaan maut (KUHP pasal 351). 8. Memberikan atau menjual obat palsu (KUHP pasal 386). 9. Euthanasia (KUHP pasal 344). Sedangkan dalam ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata : 1. Melakukan Wanprestasi atau ingkar janji (pasal 1239). 2. Melakukan perbuatan melanggar hukum (pasal 1365). 3. Melakukan kelalaian sehingga menyebabkan kerugian (pasal 1366). 4. Melalaikan pekerjaan sebagai penanggung jawab (pasal 1367). Sedangkan dalam lapangan hukum administrative dokter dapat dijatuhi hukuman bila antara lain : 1. Melakukan praktek kedokteran tanpa ijin yang sah dan masih berlaku (PP No 26 tahun 1964 ). 2. Melanggar wajib simpan rahasia kedokteran yang tidak dapat dikenakan KUHP (PP No 10 tahun 1966).

Disamping ketentuan-ketentuan hukum, seorang dokter juga dilandasi etik kedokterannya antara lain lafal sumpah dokter Indonesia dan kode etik kedokteran Indonesia yang mengatur tindakan-tindakan yang selayaknya tidak dilakukan oleh seorang dokter dalam menjalankan profesinya.

You might also like