You are on page 1of 43

I. PENDAHULUAN Kebijakan pendidikan yang ditetapkan berdasarkan SK Mendiknas No. 11/U/2002 tentang penghapusan EBTANAS SD dan SK Mendiknas No.

012/U/2002 tentang penggantian EBTANAS SD dengan Ujian Akhir Sekolah (UAS) menyebabkan siswa pada masa transisi SD ke SMP harus melewati beberapa kali ujian dan seleksi. Selama kebijakan Evaluasi Belajar Tahap Akhir Nasional (EBTANAS) berlaku, siswa SD hanya cukup menempuh ujian dua kali yaitu ujian pra EBTA dan EBTANAS. Setelah kebijakan EBTANAS diganti dengan kebijakan Ujian Akhir Sekolah (UAS), siswa SD harus mengalami beberapa kali ujian yaitu ujian pra UAS, UAS, dan ujian seleksi masuk ke SMP. Kebijakan UAS diterapkan karena EBTANAS dipandang memiliki beberapa kelemahan. Menurut hasil penelitian Djemari Mardapi (1999: 79-80) beberapa kelemahan yang ditemukan dalam EBTANAS adalah: (1) secara kuantitas EBTANAS cenderung memacu guru untuk menyelesaikan kegiatan belajar mengajar berdasarkan kurikulum mata pelajaran yang di EBTANASkan tetapi tidak demikian untuk mata pelajaran lain; (2) EBTANAS berhasil merintis baku mutu untuk SMP namun belum bisa untuk SD dan SMU; (3) NEM merupakan alat seleksi siswa baru yang efisien dan obyektif namun karakteristik tes prestasi berbeda dengan tes seleksi; dan (4) validitas prediktif NEM cukup rendah. Setelah dua tahun penghapusan kebijakan EBTANAS dilaksanakan, Pusat Penelitian Kebijakan (Puslitjak) melakukan evaluasi penyelenggaraan Penerimaan Siswa Baru (PSB) SMP. Beberapa dampak negatif yang ditemukan dalam sistem PSB antara lain: (1) SMP Negeri favorit kebanjiran calon siswa, sedangkan SMP Negeri yang kurang favorit kekurangan siswa; (2) nilai UAS yang tinggi belum menjamin siswa dapat masuk ke sekolah negeri; (3) Secara tidak langsung, sistem PSB telah menimbulkan dampak psikologis bagi orang tua, guru, dan siswa yang nilai UAS nya tinggi namun tidak lulus dalam PSB (Ajisukmo dkk, 2004: 2). Model evaluasi keberlanjutan SD ke SMP dalam rangka wajib belajar 9 tahun.
Oleh: Dr. Endang Mulyatiningsih

Halaman 1

Berdasarkan beberapa kelemahan di atas, maka ujian kelulusan pada tingkat SD dan sistem seleksi masuk ke SMP dikelola oleh masing-masing daerah sesuai dengan konteks desentralisasi pendidikan. Dinas Pendidikan Propinsi DIY pada tahun 2006 menerapkan kebijakan Ujian Sekolah Daerah (USD) yang hasilnya digunakan sebagai salah satu alat seleksi masuk ke SMP. Setelah sistem keberlanjutan SD ke SMP dilakukan dengan berbagai cara, maka perlu ada evaluasi untuk memperoleh informasi yang diperlukan dalam pengambilan keputusan kebijakan yang menyangkut keberlanjutan layanan wajib belajar 9 tahun. Evaluasi keberlanjutan SD ke SMP termasuk dalam lingkup kebijakan pemerataan dan perluasan akses pendidikan. Dalam layanan wajib belajar 9 tahun diharapkan semua anak usia sekolah, khususnya anak perempuan yang berada dalam keadaan sulit dan kelompok etnik minoritas, mempunyai akses dan dapat menyelesaikan pendidikan dasar yang bebas, wajib dan berkualitas baik. Wajib belajar pendidikan dasar menjamin dampak belajar dapat dicapai oleh semua penduduk, khususnya dalam buta aksara, buta angka/menghitung dan keterampilan hidup (life skills) esensial (Unesco, 2003 : 8). Model evaluasi keberlanjutan SD ke SMP dalam rangka wajib belajar 9 tahun bertujuan untuk: (1) menguji model pengukuran kapabilitas siswa SD untuk belajar ke SMP; (2) menguji model struktural alat keberlanjutan SD ke SMP; dan (3) mengevaluasi sistem keberlanjutan SD ke SMP dari aspek: (a) input alat seleksi PSB dan kemampuan awal siswa; (b) proses PSB dan layanan belajar setelah siswa diterima di SMP; (c) produk belajar yang berupa standar kompetensi yang ingin dan telah dicapai sekolah Pemecahan masalah penelitian ini dilakukan dengan menggunakan model evaluasi responsif dari Stake dan CIPP (context, input, process and product) dari Stufflebeam. Data penelitian terdiri dari data kuantitatif dan kualitatif yang diambil secara cross sectional. Sampel diambil menurut strata mutu sekolah dengan ukuran 8 orang kepala SMP, 134 siswa SD kelas VI

Model evaluasi keberlanjutan SD ke SMP dalam rangka wajib belajar 9 tahun.


Oleh: Dr. Endang Mulyatiningsih

Halaman 2

tahun 2005/2006, 764 siswa SMP kelas IX tahun 2005/2006 dan 630 siswa SMP kelas VII tahun 2006/2007. Data penelitian dikumpulkan dengan metode: tes, dokumentasi, observasi, kuesioner dan focus group discussion. Tes terdiri dari tes prestasi belajar dan tes potensi belajar. Dokumen prestasi siswa meliputi nilai rapor siswa sejak kelas 4 SD, nilai USD, nilai tes seleksi SMP, nilai Ujian Nasional SMP dan nilai tes standarisasi mutu SMP. Observasi dilakukan untuk mengamati motivasi belajar dan kuesioner digunakan untuk mengetahui potensi ekonomi sebagai pendukung kapabilitas siswa SD untuk belajar di SMP. Focus group discussion dilaksanakan untuk mengevaluasi sistem keberlanjutan SD ke SMP berdasarkan respon Kepala Sekolah sebagai responden evaluasi responsif. Analisis data model evaluasi keberlanjutan SD ke SMP dilakukan melalui beberapa tahap. Pada tahap awal, analisis data dilakukan menggunakan Chi Square, regresi linier, dan Greenhouse-Geisser untuk menguji asumsi analisis sebelum penggunaan statistik inferensial. Analisis data utama menggunakan Structural Equation Modeling (SEM) untuk menguji model pengukuran dan model struktural evaluasi kapabilitas siswa SD untuk belajar ke SMP dan evaluasi alat keberlanjutan SD ke SMP. One factor repeated-measures analysis of varian digunakan untuk menguji stabilitas prestasi siswa selama tujuh semester (dari SD kelas IV sampai SMP kelas VII semester 1). Pada tahap akhir, dilakukan analisis post hoc anova menggunakan metode Bonferroni untuk mengetahui perbedaan masing-masing nilai yang diulang setelah hipotesis alternatif didukung data Analisis data kualitatif dilakukan dengan membandingkan antara kondisi yang ada dengan yang diharapkan kemudian dibandingkan lagi dengan standar yang sudah ditetapkan. Proses pengambilan judgment sistem keberlanjutan SD ke SMP dapat dilihat pada Gambar 1

Model evaluasi keberlanjutan SD ke SMP dalam rangka wajib belajar 9 tahun.


Oleh: Dr. Endang Mulyatiningsih

Halaman 3

Perbandingan dengan standar mutlak Data nyata dan yang diharapkan Anteseden Transaksi Outcome Perbandingan dengan standar relatif Deskripsi data Program keberlanjutan SD ke SMP Standar absolut

J U D G M E N T

Deskripsi data program keberlanjutan jenjang sekolah lain

Gambar 2. Cara Pengambilan Judgment Evaluasi II. KAJIAN TEORI Evaluasi mempunyai arti yang sangat luas dan bukan merupakan konsep baru. Semua program kegiatan menggunakan evaluasi untuk melihat tingkat keberhasilan program yang telah dicapai, mengetahui efektivitas dan efisiensi program yang sedang berjalan dan memperoleh informasi untuk penetapan kegiatan berikutnya. Baumgartner (1973), menjelaskan bahwa evaluasi merupakan sebuah proses pengambilan keputusan dinamik yang difokuskan pada perubahan yang telah dibuat. Proses evaluasi melibatkan pengumpulan data pengukuran yang sesuai, pertimbangan nilai menurut standar yang ditetapkan dan membuat keputusan yang berbasis pada data. Evaluasi berfungsi untuk memfasilitasi keputusan yang rasional dan objektif. Griffin (1991: 5) menjelaskan bahwa secara umum, evaluasi dilibatkan dalam pembuatan pertimbangan berharga.

Model evaluasi keberlanjutan SD ke SMP dalam rangka wajib belajar 9 tahun.


Oleh: Dr. Endang Mulyatiningsih

Halaman 4

Evaluasi keberlanjutan (sustainability evaluation) merupakan bagian dari evaluasi produk yang berada dalam lingkup model evaluasi CIPP (contexs, input, procces, product). Evaluasi produk itu sendiri terdiri dari empat jenis yaitu impact, effectiveness, sustainability dan transportability. Sustainability evaluation assesses the extent to which a program,s constributions are successfully institutionalized and continued over time (Stufflebeam, 2002: 12). Apabila konsep sustainability evaluation diadopsi dalam program pendidikan dapat bermakna penilaian sebuah program pendidikan yang mampu memberi kontribusi pada kesuksesan pendidikan dan keberlangsungannya dari waktu ke waktu. Bamberger (1993: 7) memberi penjelasan bahwa sustainability adalah kemampuan sebuah proyek untuk mempertahankan aliran keuntungan dari waktu ke waktu. Dalam evaluasi pendidikan, konsep sustainability yang dikemukakan oleh Bamberger tersebut memberi makna evaluasi kinerja hasil pendidikan pada saat sekarang namun hasilnya masih memberi aliran manfaat pada masa-masa yang akan datang. Sustainability mengandung makna yang lebih dalam dari stability. Ridaura (2002: 8) menjelaskan bahwa sustainability evaluation menuntut kemungkinan perubahan dimasa yang akan datang sudah dapat diprediksi mulai dari sekarang. Stability hanya mengacu pada kemungkinan perubahan. Berdasarkan konteks tersebut, periode waktu merupakan indikasi penting yang menunjukkan adanya keberlanjutan. Dalam periode waktu yang jelas, keberlanjutan dipercaya telah diukur apabila stabilitas sistem dan stabilitas hasil minimal dapat dipertahankan bahkan dapat lebih ditingkatkan. Ridaura (2002: 5) menjelaskan bahwa ada lima pilar sustainability evaluation yaitu productivity, security, protection, viability, dan acceptability. Lebih lanjut dapat dijelaskan bahwa: (1) productivity atau mampu memelihara dan meningkatkan produksi alat/pelayanan evaluasi; (2) security atau aman dan mempunyai tingkat resiko yang paling kecil pada saat digunakan untuk Model evaluasi keberlanjutan SD ke SMP dalam rangka wajib belajar 9 tahun.
Oleh: Dr. Endang Mulyatiningsih

Halaman 5

penentuan keputusan; (3) protection atau terlindung dari sumber-sumber yang menyebabkan hasil evaluasi menurun keakuratannya; (4) viability atau alat evaluasi tersebut terjangkau oleh semua lapisan sehingga menjamin kelangsungan penggunaannya, dan (5) acceptability atau alat evaluasi tersebut dapat diterima secara sosial. Evaluasi keberlanjutan SD ke SMP yang dimaksud dalam penelitian ini adalah evaluasi yang digunakan untuk memprediksi kemampuan siswa dan menetapkan keberlangsungan pelayanan siswa pada studi tahap berikutnya sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya. Prediksi keberlanjutan kemampuan siswa ditetapkan setelah siswa menunjukkan kemampuan yang stabil meskipun diukur menggunakan alat ukur yang berbeda secara berkesinambungan dan komprehensip. Penilaian berkesinambungan yaitu materi yang dinilai sesuai tingkat kompetensi yang harus dimiliki pada tiap tiap jenjang kelas atau semester. Penilaian secara komprehensip yaitu penilaian yang menggunakan alat pengukuran ganda. Seorang siswa yang akan memasuki tugas belajar baru mempunyai sejarah khusus pengembangan belajar sebelumnya. Prerequisite belajar diperlukan agar kemampuan siswa setara untuk memasuki tugas belajar baru. Cognitive entry behavior merupakan istilah lain untuk menjelaskan tipe-tipe prerequisite pengetahuan, keterampilan dan kompetensi yang esensial untuk belajar pada tugas-tugas baru. Dalam responsive evaluation, entry behavior termasuk dalam klasifikasi data antecedent yang dapat berupa status seorang siswa sebelum mengikuti pelajaran seperti: bakat, pengalaman sebelumnya, minat dan kemauan. Bloom (1976) yang dikutip oleh Roid and Haladyna (1982: 16) menjelaskan bahwa prestasi yang diukur dengan tes acuan kriteria mempunyai fungsi untuk menetapkan cognitive entry characteristics, affective entry characteristics dan kualitas pembelajaran. Model linier yang digambarkan oleh Bloom untuk menjelaskan tentang pencapaian prestasi adalah sebagai berikut: Model evaluasi keberlanjutan SD ke SMP dalam rangka wajib belajar 9 tahun.
Oleh: Dr. Endang Mulyatiningsih

Halaman 6

Y = F(X1, X2, X3) Dimana Y adalah prestasi yang diukur dengan test acuan kriteria, X1 adalah cognitive entry characteristics, X2 adalah affective entry characteristics seperti sikap dan kepribadian, dan X3 adalah kualitas pembelajaran. Blooms menganalisis tiga konstruk yang berhubungan dengan belajar yaitu cognitive entry characteristics menyumbang varian 50%, affective entry characterictic menyumbang 25%, sedangkan sisanya dipengaruhi oleh kualitas pembelajaran sekitar 25%. Apabila semua faktor tersebut dijumlahkan sedikitnya ada 90% untuk semua varian, 10% sisanya adalah sejarah keluarga, lingkungan rumah, latar belakang lain yang berpengaruh pada pada belajar siswa. Cognitive dan affective entry characteristics bekerja secara unik dan bersama-sama membentuk basis kapabilitas siswa. Substansi kapabilitas dapat dijumlahkan dalam dua konstruk yaitu bakat untuk belajar dan motivasi. Secara singkat, konstruk belajar dapat dijelaskan pada Gambar 2. Student characteristics as affected by the learning history and home environment Cognitive entry characteristics Affective entry characteristics Quality of instruction Instruction Learning outcome

Learning unit

Level and types of achievement. Rate of learning. Affective Outcomes (e.g., positive attitudes)

Gambar 2: Pengaruh Karakteristik Masuk dan Kualitas Pembelajaran pada Outcome Konstruk belajar dari Bloom menjadi dasar teori dalam penelitian ini. Asumsi yang menjadi pedoman dalam konsep keberlanjutan adalah hasil belajar dibangun dari berbagai dimensi yaitu kemampuan akademik, sikap dan kualitas pembelajaran. Apabila salah satu dimensi tidak terpenuhi secara sempurna maka dimensi yang lain perlu ditingkatkan. Dalam rangka wajib Model evaluasi keberlanjutan SD ke SMP dalam rangka wajib belajar 9 tahun.
Oleh: Dr. Endang Mulyatiningsih

Halaman 7

belajar 9 tahun, layanan pendidikan perlu memperhatikan karakteristik input yang tidak hanya diukur dari aspek kognitif saja tetapi juga perlu mempertimbangkan aspek afektif. Untuk memperoleh hasil pendidikan yang lebih bermakna, anak-anak yang mempunyai kemampuan kognitif rendah perlu dilayani dengan pembelajaran yang berkualitas baik supaya mencapai hasil belajar yang optimal. Keberlanjutan pendidikan dari suatu jenjang pendidikan menuju ke jenjang pendidikan berikutnya banyak menggunakan alat seleksi. Berikut ini dikutip beberapa hasil penelitian yang mendalami prediksi alat seleksi penerimaan siswa/mahasiswa baru. Hasil penelitian Soetarlinah (1997: 46) menemukan skor tes bakat sekolah (TBS) dapat memprediksi nilai rapor. Pada siswa SMU, TBS mempunyai koefisien korelasi sebesar 0,35 terhadap nilai rata-rata dua mata pelajaran yaitu matematika dan bahasa Indonesia. Pada siswa SMK, TBS berkorelasi positif terhadap mata pelajaran bahasa Indonesia sebesar 0,44. Heri Widodo (2004: 87) meneliti daya prediksi TPA terhadap Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) mahasiswa Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Secara umum skor komposit TPA berkorelasi positif dengan IPK pada sembilan jurusan dari sepuluh jurusan yang diteliti. Friedenberg, (1995: 303) menulis ada empat dampak yang mungkin terjadi ketika sebuah keputusan dibuat melalui studi efisiensi seleksi dalam evaluasi keberlanjutan yaitu: (1) seseorang akan diterima pada basis skor prediktor dan berpenampilan baik sesuai kriteria (sebuah prediksi akurat atau hit, dinamakan true positive); (2) seseorang akan diterima pada basis skor prediktor dan berpenampilan di bawah kriteria (sebuah prediksi tidak akurat atau miss, dinamakan false positive); (3) seseorang akan ditolak pada basis skor prediktor dan secara potensial mempunyai penampilan baik pada kriteria (sebuah prediksi tidak akurat atau miss, dinamakan false negative); (4) seseorang akan ditolak pada basis skor prediktor dan secara potensial mempunyai penampilan lebih rendah dari kriteria (sebuah prediksi akurat atau miss, dinamakan true negative). Model evaluasi keberlanjutan SD ke SMP dalam rangka wajib belajar 9 tahun.
Oleh: Dr. Endang Mulyatiningsih

Halaman 8

III. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Pengukuran Kapabilitas Siswa SD untuk Belajar ke SMP Kapabilitas siswa SD yang akan belajar ke SMP dievaluasi dari tiga variabel laten eksogen yaitu nilai rerata rapor (RAPOR), tes potensi belajar (TPB), dan potensi pendukung (PENDK). Variabel laten endogen kapabilitas belajar adalah nilai Ujian Sekolah Daerah (USD) yang terdiri dari mata pelajaran Bahasa Indonesia (BIND), Matematika (MAT), IPA dan UAS IPS. Nilai rerata rapor (RAPOR) terdiri dari empat variabel manifes yaitu Bahasa Indonesia (BIND), Matematika (MAT), Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) dan Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS). Tes Potensi Belajar (TPB) dibangun dari tiga variabel manifes yaitu tes verbal (VERBAL), kuantitatif (KUANT) dan gambar (GAMBAR). Potensi pendukung terdiri dari dua variabel manifes yaitu motivasi belajar (MOT) dan potensi ekonomi (EK). Pengukuran kapabilitas belajar dilaksanakan terhadap 134 siswa SD kelas VI tahun ajaran 2005/2006 yang berasal dari 4 sekolah. Hasil analisis model pengukuran kapabilitas belajar dapat disimak pada Gambar 3 berikut ini:
0.21

BIND
0.89 0.91

0.18

MAT

BIND RAPOR
0.81 0.49

0.34

0.15

IPA

0.92 0.91

0.17

IPS TPB
0.62 0.84 0.89 -0.17

USD

0.79

MAT

0.37

0.30

VERBAL

0.83

0.21

KUANT

0.61

0.85

IPA

0.32

PENDK
0.63

GAMBAR
0.87 0.31

IPS

0.27

0.25

MOT

0.91

EK

Chi-Square=163.79, df=59, P-value=0.00000, RMSEA=0.116

Gambar 3: Model Pengukuran Kapabilitas Siswa SD untuk Belajar ke SMP

Kapabilitas siswa SD untuk belajar di SMP yang ditetapkan dengan nilai USD dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu nilai rerata rapor dan Model evaluasi keberlanjutan SD ke SMP dalam rangka wajib belajar 9 tahun.
Oleh: Dr. Endang Mulyatiningsih

Halaman 9

potensi belajar. Hasil analisis model pengukuran menunjukkan variabel laten potensi pendukung (ekonomi dan motivasi) berkorelasi negatif dengan USD, meskipun secara terpisah, motivasi belajar siswa menjadi indikator yang baik pada variabel laten pendukung. Hasil analisis model pengukuran kapabilitas belajar menunjukkan variabel manifes tes gambar dan potensi ekonomi memiliki muatan faktor yang rendah yaitu < 0,7. Hal ini menunjukkan bahwa dua variabel manifes tersebut kurang baik sebagai indikator pada variabel laten Tes Potensi Belajar (TPB) dan potensi pendukung (PENDK). Analisis Maximum Likelihood dengan program LISREL memperoleh model persamaan struktural sebagai berikut: 1 = 11 1 + 12 2 + 13 3 + 1 atau USD = 0,62*TPB + 0,49*Rapor 0,17*PENDK + 0,077. Model persamaan struktural tersebut bermakna TPB mempunyai pengaruh yang lebih kuat terhadap USD (0,62) daripada pengaruh nilai rapor terhadap USD (0,49). Variabel laten pendukung (PENDK) berpengaruh negatif (-0,17) terhadap USD tetapi berpengaruh positif terhadap TPB (0,73) dan RAPOR (0,79). TPB dan RAPOR juga mempunyai hubungan yang sangat kuat yaitu 0,91. Hasil analisis Goodness of Fit Statistic menunjukkan model dinyatakan fit atau didukung data berdasarkan kriteria Normed Fit Index (NFI) = 0,90, Comparative Fit Index (CFI) = 0,94 dan Incremental Fit Index (IFI) = 0,94 yang lebih besar atau sama dengan kriteria model fit 0,9. 2. Model Keberlanjutan SD ke SMP Model keberlanjutan SD ke SMP disusun dari model struktural alat seleksi Penerimaan Siswa Baru (PSB) terhadap prestasi belajar SMP. Alat PSB menjadi variabel laten eksogen yang terdiri dari nilai rerata rapor SD (RAPOR) dan gabungan nilai Ujian Sekolah Daerah (USD). Prestasi belajar SMP menjadi variabel laten endogen yang ditetapkan pada nilai tes standar mutu SMP (TSMP) semester 1. Alat-alat seleksi PSB yang tidak tergabung dalam model struktural dianalisis dengan cara lain yaitu menggunakan korelasi intersection test. Hasil analisis model struktural prediksi nilai rerata Model evaluasi keberlanjutan SD ke SMP dalam rangka wajib belajar 9 tahun.
Oleh: Dr. Endang Mulyatiningsih

Halaman 10

rapor SD dan nilai USD terhadap nilai tes standar mutu SMP dapat ditampilkan pada Gambar 4.

1.00

RAPOR
0.61

TSMP
0.79 0.19 1.00

0.40

USD

Gambar 4: Model Struktural Prediksi Nilai Rerata Rapor SD dan Nilai USD terhadap Tes Standar Mutu SMP Hasil analisis model struktural pada Gambar 4 dapat ditulis dengan menggunakan model persamaan matematis sebagai berikut: 1 = 11 1 + 12 2 + 1 atau TSMP = 0,61Rapor + 0,19USD + 0,40. Setelah model ditambah 73,3% data longitudinal dari sampel yang sama terjadi perubahan menjadi TSMP = 0,59Rapor + 0,23USD + 0,37. Hasil analisis model struktural menunjukkan rerata nilai rapor SD selama lima semester (RAPOR) mempunyai prediksi yang lebih tinggi (11 = 0,61) terhadap nilai tes standarisasi mutu SMP kelas VII semester 1 (TSMP) sedangkan prediksi nilai USD terhadap nilai tes standarisasi mutu SMP sebesar (12 = 0,19). Setelah 73,3% data longitudinal disertakan dalam analisis, koefisien 12 meningkat 0,04 sehingga menjadi 0,23 dan 11 menurun 0,02 sehingga menjadi 0,59. Beberapa perubahan menyolok terjadi setelah penambahan data longitudinal adalah: (1) peningkatan loading factor pada variabel manifes nilai tes standarisasi mutu SMP mata pelajaran Bahasa Indonesia dari 0,42 menjadi 0,55; (2) Penurunan loading factor pada variabel manifes nilai tes standarisasi mutu SMP mata pelajaran IPA yaitu dari 0,70 menjadi 0,57. Hasil analisis Goodness of Fit Statistic menunjukkan Normed Fit Index (NFI) = 0,93, Comparative Fit Index (CFI) = 0,93 dan Incremental Fit Index (IFI) = Model evaluasi keberlanjutan SD ke SMP dalam rangka wajib belajar 9 tahun.
Oleh: Dr. Endang Mulyatiningsih

Halaman 11

0,93 yang lebih besar dengan kriteria model fit (> 0,9). Pengecekan hasil analisis SEM dilakukan dengan metode analisis regresi dan korelasi intersection test. Hasil analisis regresi dapat disimak pada Tabel 1. Tabel 1 Hasil Analisis Regresi Prediksi Rerata Nilai Rapor dan USD terhadap Tes Standar Mutu SMP Model 1 R 0,578a R Square 0,334 Adjusted R Std. Error of Square the Estimate 0,332 2,11339

a. Prediktor: (Constant). USD, RAPORSD Hasil analisis regresi menunjukkan prediksi USD dan rapor SD secara bersama-sama sebesar 0,578 atau berada pada kategori korelasi sedang. Hasil analisis regresi menunjukkan koefisien determinasi (R2) sebesar 0,334 atau dengan kata lain 33,4% prediksi nilai tes standar mutu SMP ditentukan oleh nilai rerata rapor dan USD. Hasil analisis ini menunjukkan pula bahwa 66,6% prediksi nilai tes standar mutu SMP ditentukan oleh faktor lain yang tidak diteliti. Selanjutnya, konsistensi hasil analisis dibuktikan dengan korelasi intersection test alat-alat pengukur prestasi siswa menggunakan program SPSS. Hasil analisis dilaporkan di Tabel 2. Tabel 2 Validitas Prediksi Intersection Test Pengukur Prestasi Siswa Variabel n Kasus Variabel yang Dijelaskan Penjelas Rerata UN USD Tes SMP Sem 1 Tes Seleksi 763 0,639 Rapor SD 626 0,70 0,546 USD 626 1 0,44 TPB 134 0,761 Rapor SD 134 0,811 Hasil analisis korelasi intersection test memberi gambaran yang menyeluruh terhadap alat seleksi yang digunakan di SMP. Menurut hasil analisis korelasi intersection test tersebut, tes potensi belajar (TPB) dan nilai rapor SD mempunyai korelasi tinggi sebagai prediksi USD, sedangkan USD mempunyai korelasi rendah sebagai prediksi tes standarisasi mutu SMP

Model evaluasi keberlanjutan SD ke SMP dalam rangka wajib belajar 9 tahun.


Oleh: Dr. Endang Mulyatiningsih

Halaman 12

semester 1. Rerata rapor SD cukup konsisten sebagai prediksi TPB, USD dan tes standarisasi mutu SMP walaupun jumlah kasus yang digunakan berbeda. Prediksi keberlanjutan sekolah dapat dimonitor dari stabilitas kemampuan atau prestasi belajar. Hasil analisis General Linear Model (GLM) multivariat repeated-measure GLM memperoleh mean tiap pengulangan pengukuran seperti pada Tabel 3. Tabel 3 Repeated Nilai Rerata Rapor per Mata Pelajaran
Waktu Pengukuran (dalam dokumen nilai) Mata Pelajaran B. Indonesia Matematika IPA IPS Kelas 4 Sem 1 7,282 7,034 7,084 6,899 Sem 2 7,419 7,233 7,244 7,066 Kelas 5 Sem 1 7,197 6,884 7,204 6,952 Sem 2 7,578 7,042 7,530 7,217 Kelas 6 Sem 1 7,585 7,131 7,657 7,300 USD 7,162 6,853 7,869 Kelas 7 Sem 1 6,474 5,669 7,005 6,999

Data pada Tabel 3 menunjukkan pola-pola penilaian yang diberikan guru pada semester ganjil lebih rendah dari pada nilai semester genap. Analisis multivariat dilakukan untuk menguji hipotesis nol yaitu tidak ada perbedaan rerata nilai tiap-tiap pengulangan pengukuran. Rangkuman hasil analisis repeated measure menggunakan metode Sphericity Assumed terhadap 4 mata pelajaran yang menjadi indikator prestasi belajar siswa dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4 Hasil Test of Within-Subject Effect Measure: MEASURES_1 Sphericity Assumed Source Type III SS df MS F B.Indonesia 542,442 6 90,407 236,565 Matematika 1064,991 6 177,498 265,164 IPA 298,887 6 49,814 129,269 IPS 77,252 5 15,45 38,238

Sig. 0,00 0,00 0,00 0,00

Menurut hasil analisis Sphericity Assumed pada 4 mata pelajaran yang dilakukan pengulangan pengukuran diperoleh informasi bahwa prestasi nilai siswa kelas 7 SMP tidak stabil yang terbukti dari penerimaan Ha dengan Sig. Model evaluasi keberlanjutan SD ke SMP dalam rangka wajib belajar 9 tahun.
Oleh: Dr. Endang Mulyatiningsih

Halaman 13

< 0,05. Prestasi siswa yang paling tidak stabil terdapat pada mata pelajaran matematika dengan F paling tinggi yaitu 265,164. Penyebab perbedaan prestasi pada tiap-tiap pengukuran untuk mengetahui rerata kelompok nilai repeated yang berbeda dilakukan dengan metode Bonferroni. Analisis kasus terhadap kelompok nilai yang tidak berbeda secara nyata pada taraf signifikansi 5% dapat dirangkum dalam bentuk matrik pada Tabel 5. Tabel 5 Matrix Pair wise Comparison pada Kasus Khusus Sig. > 0,05 Mata Rapor Level Penilaian Pelajaran Kelas R 51 R 52 R 61 USD R 71 B. Indonesia R 41 0,27 Matematika R 41 1 0,195 0,024 R 42 0,1 R 51 1 R 52 0,97 IPA R 41 0,527 IPS R 41 1 0,175 R 42 1 R 51 1 R 52 0,170 Keterangan R 41 = Rapor Kelas 4 semester 1, dst Data pada matrik di Tabel 8 menunjukkan bahwa nilai IPS kelas 7 SMP semester 1 tidak menunjukkan perbedaan nyata dengan nilai rapor kelas 4 dan kelas 5 semester 1 (Sig. 0,175 > 0,05). Hasil analisis pair wise comparison tersebut secara umum menunjukkan bahwa prestasi siswa kelas 4 SD tidak berbeda nyata dengan prestasi kelas berikutnya dalam beberapa kali pengulangan pengukuran. 3. Evaluasi Sistem Keberlanjutan SD ke SMP Sistem penerimaan siswa baru (PSB) yang diterapkan SMP mulai tahun 2000 sampai dengan 2006 telah mengalami tiga kali perubahan. Sebelum tahun 2001, alat PSB menggunakan Nilai Ebtanas Murni (NEM) yang merupakan hasil ujian akhir Sekolah Dasar. Pada tahun 2002 sampai tahun 2005, PSB SMP menggunakan tes seleksi dan ujian akhir Sekolah Dasar dibebaskan dari ujian standar. Tahun 2006 ujian akhir SD dan alat PSB Model evaluasi keberlanjutan SD ke SMP dalam rangka wajib belajar 9 tahun.
Oleh: Dr. Endang Mulyatiningsih

Halaman 14

kembali menggunakan nilai ujian standar (USD) tingkat propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Sistem PSB di SMP kota Yogyakarta menggunakan cara Real Time Online (RTO). SMP andalan mempunyai kewenangan khusus untuk menerima calon siswa dengan cara menjaring bibit unggul SD yang mempunyai ranking pertama. Sistem PSB menggunakan Real Time Online (RTO) banyak memberi kemudahan tetapi juga mengandung beberapa kelemahan. Kelebihan penggunaan sistem RTO antara lain pendaftar lebih cepat mendapat informasi tentang hasil seleksi secara tranparan dan objektif. Cara memperoleh informasi hasil seleksi lebih mudah karena setiap saat bisa diakses melalui internet. Kelemahan penggunaan sistem RTO adalah penyebaran input siswa kurang merata ke semua sekolah karena penyaringan calon siswa dilakukan berdasarkan ranking nilai ujian standar. Calon siswa yang ranking nilainya berada di luar quota daya tampung SMP, secara otomatis akan gugur dan dialihkan ke sekolah lain yang mempunyai peringkat mutu lebih rendah. Cara RTO membutuhkan fasilitas internet sehingga penggunaannya masih terbatas di kota besar. Proyeksi sistem PSB yang layak untuk diterapkan di masa depan adalah sistem PSB berbasis komputer. Sistem tes berbasis komputer ini baru diterapkan di beberapa perguruan tinggi swasta di Indonesia. Kelebihan PSB menggunakan komputer adalah skor tes dan peringkat siswa langsung dapat dilihat di komputer sesaat setelah peserta tes selesai ujian. Perangkat tes dapat dihemat karena semua data sudah terekam dalam komputer. Beberapa kendala yang dapat ditemui adalah fasilitas penyelenggaraan tes membutuhkan biaya besar apabila tes dilaksanakan bersamaan karena setiap peserta harus disediakan komputer. Apabila butir soal yang digunakan sebagai alat seleksi sudah valid dan akses komputer merata ke kalangan bawah, sistem PSB menggunakan komputer dapat memenuhi azas obyektif, transparan, akuntabel, tidak diskriminatif dan kompetitif.

Model evaluasi keberlanjutan SD ke SMP dalam rangka wajib belajar 9 tahun.


Oleh: Dr. Endang Mulyatiningsih

Halaman 15

Evaluasi sistem keberlanjutan SD ke SMP secara konseptual dilakukan dengan model evaluasi responsif. Deskripsi data hasil penelitian dipaparkan dengan cara membandingkan antara kondisi yang diharapkan (intent) dengan yang diamati (observasi) pada komponen rasional, input, proses dan produk dan keberlanjutan. Judgment diputuskan dengan membandingkan data yang telah dideskripsikan dengan standar (bila ada) menurut respon dari Kepala Sekolah. Hasil evaluasi responsif terhadap model keberlanjutan SD ke SMP dapat dipaparkan sebagai berikut: a. Rasional Rasional keberlanjutan SD ke SMP dievaluasi menggunakan studi literatur dan direspon oleh Kepala Sekolah SMP. Menurut keputusan Mendiknas Nomor 051/U/2002 tanggal 10 April 2002, tentang Penerimaan Siswa pada Taman Kanak-kanak dan Sekolah, keberlanjutan pendidikan dari satu jenjang sekolah ke jenjang sekolah berikutnya membutuhkan sebuah sistem penerimaan siswa baru yang dapat memenuhi azas obyektif, transparan, akuntabel, tidak diskriminatif dan kompetitif. Obyektif, artinya bahwa PSB untuk siswa baru maupun pindahan harus memenuhi ketentuan umum yang telah ditetapkan. Transparan, artinya PSB bersifat terbuka dan dapat diketahui oleh masyarakat termasuk orang tua siswa, untuk menghindari penyimpangan-penyimpangan yang mungkin terjadi. Akuntabel, artinya PSB dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat baik prosedur maupun hasilnya. Tidak diskriminatif, artinya tidak membedakan suku, agama, dan golongan. Kompetitif, artinya PSB dilakukan melalui seleksi berdasarkan nilai ujian standar yang dapat membedakan kemampuan antar siswa yang pandai dan kurang pandai. Penerimaan Siswa Baru (PSB) menggunakan sistem seleksi diperlukan oleh sekolah yang mempunyai animo pendaftar melebihi kapasitas lembaga. Seleksi PSB SMP yang ketat pada umumnya hanya terjadi di sekolah favorit dan unggulan. PSB SMP tidak banyak menimbulkan masalah di kota kecil karena hampir semua lulusan SD yang Model evaluasi keberlanjutan SD ke SMP dalam rangka wajib belajar 9 tahun.
Oleh: Dr. Endang Mulyatiningsih

Halaman 16

ingin melanjutkan ke SMP mempunyai peluang untuk diterima. Kebijakan PSB SMP di daerah terpencil lebih diprioritaskan untuk pencapaian perluasan dan pemerataan akses pendidikan. Sesuai dengan Renstra Depdiknas tahun 2005-2009, keberlanjutan SD ke SMP bagi daerah terpencil yang berpenduduk jarang dan terpencar dilakukan dalam bentuk SD-SMP Satu Atap. Kebijakan ini dilaksanakan dengan cara menambahkan ruang belajar SMP di SD untuk menyelenggarakan program pendidikan SMP bagi lulusan SD setempat. Penjelasan yang diutarakan di atas mengisyaratkan bahwa sistem PSB SMP menggunakan seleksi perlu dilakukan oleh sekolah di wilayah kota dan tidak perlu dilakukan oleh sekolah di wilayah terpencil. Beberapa alasan rasional yang dipertimbangkan untuk mendukung sistem PSB SMP menggunakan alat seleksi menurut respon Kepala Sekolah antara lain: 1) SMP mengharapkan input siswa yang diterima cukup baik sesuai dengan keinginan dan kondisi sekolah. 2) Daya tampung SMP kurang memadai untuk menerima semua lulusan Sekolah Dasar. 3) SMP membutuhkan prasyarat belajar (entry behaviour) yang harus dipenuhi siswa untuk dapat mengikuti pendidikan agar kurikulum yang dibebankan ke SMP dapat dicapai. 4) SMP perlu mengetahui kondisi input siswa untuk menetapkan program keberlanjutan layanan pendidikan yang sesuai terutama bagi siswa yang belum memenuhi prasyarat belajar. b. Anteseden/input Evaluasi anteseden/input program keberlanjutan SD ke SMP terdiri dari evaluasi input potensi siswa dan alat pengukur potensi siswa. Program keberlanjutan SD ke SMP menggunakan input tes prestasi belajar. PSB berdasarkan tes seleksi tersusun dari skor komposit lima mata pelajaran yaitu: PPKn, Bahasa Indonesia, Matematika, IPA dan IPS. PSB berdasarkan USD menggunakan skor komposit tiga mata pelajaran yaitu Model evaluasi keberlanjutan SD ke SMP dalam rangka wajib belajar 9 tahun.
Oleh: Dr. Endang Mulyatiningsih

Halaman 17

Bahasa Indonesia, Matematika dan IPA. Keterbatasan data dokumen input tes seleksi tahun 2003/2004 menyebabkan data yang dapat dilaporkan hanya berupa skor kompositnya sedangkan data USD dapat dilaporkan secara lebih rinci per-mata pelajaran. Hasil studi cross sectional diperoleh data input potensi siswa dalam PSB yang menggunakan tes seleksi sebanyak 763 siswa dan USD berjumlah 626 siswa. Input potensi siswa dibagi menjadi lima kategori kemampuan awal yaitu: A = sangat mampu, B = mampu, C = cukup mampu, D = kurang mampu dan E = tidak mampu. Rincian jumlah input potensi siswa menurut kategori tersebut dapat disimak pada Tabel 6. Tabel 6 Karakteristik Kemampuan Siswa Baru SMP
Input Seleksi Tes Seleksi (2003) USD B. Indonesia USD Matematika USD IPA Jumlah % A (> 85) 10 20 105 11 146 5,5 Kategori Kemampuan B C D (71-85) (56-70) (41-55) 304 315 119 361 208 35 185 201 95 265 298 49 1115 1022 298 42,2 38,7 11,3 Jumlah E (40) 15 2 40 3 60 2,3 763 626 626 626 2641 100

Data pada Tabel 6 menunjukkan kemampuan awal siswa SMP yang berada pada kategori tidak mampu (E) atau tidak memenuhi prasyarat belajar SMP sebanyak 2,3%. Meskipun SMP telah menetapkan PSB dengan sistem seleksi, namun karena daya tampung masih mencukupi maka siswa yang berada di bawah kemampuan standar masih dapat diterima di SMP yang berperingkat rendah. Proporsi prasyarat belajar yang tidak dapat dipenuhi paling banyak ditemukan pada mata pelajaran matematika. Kebijakan wajib belajar 9 tahun menuntut sekolah untuk menampung semua kebutuhan belajar siswa sampai ke SMP termasuk membelajarkan siswa yang berkesulitan (learning difficulty). Evaluasi anteseden berdasarkan respon Kepala Sekolah dilaporkan sebagai berikut:

Model evaluasi keberlanjutan SD ke SMP dalam rangka wajib belajar 9 tahun.


Oleh: Dr. Endang Mulyatiningsih

Halaman 18

1) Anteseden/input yang diharapkan a) Input kemampuan siswa yang diharapkan adalah siswa mempunyai prestasi belajar paling rendah pada nilai 5. b) Input alat PSB yang diharapkan adalah menggunakan kombinasi beberapa macam alat ukur prestasi. 2) Anteseden/input yang diobservasi a) Hasil observasi menemukan 6,39% siswa tidak mampu belajar matematika atau berada pada kategori kemampuan E pada proses seleksi menggunakan nilai USD b) Hasil observasi menemukan alat seleksi PSB menggunakan satu alat pengukuran dan satu kali pengujian. Alat PSB menggunakan tes seleksi dan rerata nilai rapor memiliki prediksi lebih tinggi dari pada USD. 3) Anteseden/input yang standar a) Input standar, siswa dikatakan mampu belajar di SMP apabila sudah menguasai minimal 50% materi pelajaran yang diajarkan. b) Alat ukur standar untuk memprediksi kemampuan siswa pada materi yang akan dipelajari adalah menggunakan tes potensi belajar dan alat ukur standar untuk mengevaluasi hasil belajar adalah menggunakan tes prestasi belajar. Alat yang standar untuk memprediksi kemampuan belajar adalah tes prestasi belajar karena dimensi yang diukur sama. 3) Judgment anteseden/input a) Input kemampuan paling rendah sebagai prasyarat belajar di SMP adalah nilai 6. Apabila siswa tidak mampu memenuhi prasyarat belajar maka mereka perlu mengikuti program matrikulasi/pendalaman materi untuk menyetarakan kemampuannya dengan siswa lain. b) SMP yang mempunyai animo pendaftar tinggi perlu mendampingi alat PSB menggunakan tes prestasi belajar dengan tes potensi belajar. c) SMP yang mempunyai jumlah pendaftar kurang, dapat menggunakan nilai rapor SD selama tiga tahun terakhir sebagai alat PSB.

Model evaluasi keberlanjutan SD ke SMP dalam rangka wajib belajar 9 tahun.


Oleh: Dr. Endang Mulyatiningsih

Halaman 19

c. Evaluasi Transaksi/Proses Evaluasi transaksi/proses keberlanjutan SD ke SMP ditetapkan pada dua kegiatan yaitu proses penerimaan siswa baru dan proses keberlanjutan layanan pendidikan. Proses penerimaan siswa baru diatur oleh Dinas Pendidikan Kabupaten sehingga tatalaksana penyelenggaraan PSB seragam. Keberlanjutan layanan pendidikan masing-masing sekolah cukup bervariasi. Evaluasi proses keberlanjutan SD ke SMP menurut respon Kepala Sekolah dapat dipaparkan pada kolom rangkuman hasil diskusi di bawah ini: 1) Transaksi/Proses yang diharapkan: a) Proses penerimaan siswa baru (PSB) yang diharapkan dilakukan serentak tetapi beberapa sekolah khusus (peringkat atas dan bawah) diberi keleluasaan untuk menentukan kriteria bagi calon siswa yang akan diterima. Khusus bagi SMP andalan, proses penerimaan siswa baru dapat dilakukan lebih awal dengan menggunakan beberapa macam alat seleksi. Sebaliknya, bagi sekolah yang berperingkat rendah, proses PSB dapat lebih diperpanjang dengan membuka kesempatan pendaftaran gelombang ke 2 bagi siswa yang gagal masuk ke sekolah pilihan pertamanya. b) Siswa yang sudah diterima di SMP wajib mendapatkan pelayanan pendidikan yang sesuai dengan kemampuannya supaya siswa terdorong untuk berprestasi lebih baik. Proses pelayanan pendidikan yang diharapkan adalah dapat memenuhi tiga kebutuhan layanan pembelajaran yaitu pembelajaran remedial untuk siswa yang kurang mampu, tracking sesuai kemampuan pada jam belajar tambahan (les) untuk meningkatkan sikap kompetitif antar siswa, dan cooperatif learning pada jam belajar reguler untuk memupuk sikap kebersamaan. 2) Transaksi/proses yang diobservasi a) Proses penerimaan siswa baru yang sudah dilaksanakan dibuat serentak dalam satu waktu sehingga calon siswa yang tidak Model evaluasi keberlanjutan SD ke SMP dalam rangka wajib belajar 9 tahun.
Oleh: Dr. Endang Mulyatiningsih

Halaman 20

tertampung di SMP negeri harus rela masuk ke SMP swasta. Sistem penerimaan siswa baru menggunakan sistem Real Time Online berdampak terhadap kesenjangan peringkat mutu sekolah semakin lebar. b) Pelayanan pendidikan di sekolah andalan berbeda dengan sekolah umum/biasa. Sekolah andalan sudah menerapkan beberapa perlakuan pelayanan pembelajaran sesuai dengan harapan yaitu menggunakan beberapa model pembelajaran. Pembelajaran koopereatif diterapkan pada kegiatan belajar reguler untuk memperpendek kesenjangan kemampuan antara siswa yang pandai dan kurang pandai. Sistem kompetitif diterapkan dengan cara evaluasi mingguan untuk placement siswa sesuai kemampuan pada kegiatan belajar tambahan. Perbaikan belajar dilakukan untuk anak-anak yang belum dapat mencapai standar melalui pendalaman materi khusus yang belum dikuasai. 3) Transaksi/Proses Standar a) Proses PSB diatur pemerintah dan didukung SK Dinas Pendidikan Propinsi/Kabupaten. b) Pelayanan pendidikan ditetapkan sesuai dengan standar nasional pendidikan yang terdiri atas standar isi, proses, kompetensi lulusan, tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan, pembiayaan, dan penilaian pendidikan. 4) Judgment Transaksi/Proses a) Proses penerimaan siswa baru menggunakan jalur umum dan jalur khusus. Bagi sekolah yang kekurangan murid dapat membuka penerimaan siswa baru menggunakan standar ganda (dua gelombang). Bagi sekolah favorit dapat membuka pendaftaran siswa baru dan seleksi lebih awal. b) SMP yang mempunyai peringkat sedang dapat menyelenggarakan Model evaluasi keberlanjutan SD ke SMP dalam rangka wajib belajar 9 tahun.
Oleh: Dr. Endang Mulyatiningsih

Halaman 21

PSB bersama-sama menggunakan alat yang sama sesuai dengan ketentuan yang telah diatur pemerintah. SMP yang ingin mengetahui krakteristik entry behaviour siswa yang diterima perlu mengadakan penelusuran dokumen prestasi selama di SD. c) Proses pelayanan dilakukan dalam beberapa bentuk yaitu: matrikulasi bagi siswa kurang mampu, grouping atau tracking sesuai kemampuan pada kegiatan belajar tambahan dan cooperatif learning pada kegiatan belajar reguler.
d. Evaluasi Outcome/Produk Evaluasi produk dilakukan terhadap hasil belajar siswa, alat dan cara evaluasi hasil belajar siswa yang digunakan dan keberlanjutan sistem evaluasi masa transisi sekolah. Gambaran umum hasil belajar siswa setelah mendapat pelayanan pendidikan di SMP dapat dijelaskan pada Tabel 50. Tabel 50 Karakteristik Output Kemampuan Siswa SMP.
Komponen Output Nilai SMP Siswa B. Indonesia kelas Matematika VII IPA 2007 IPS n = 626 % dari Total Siswa B. Indonesia kelas IX B. Inggris 2006 Matematika n = 763 % dari Total A 8.5810 2 12 0 14 28 1,11 314 121 268 703 30,71 Kategori Kemampuan B C D 7.148.57 5.77.13 4.255.69 119 412 86 72 221 263 295 313 17 273 318 19 769 1264 385 30,31 50,48 15,38 364 75 9 250 190 123 184 149 127 798 414 259 34,86 18,09 11,31 E < 4.25 7 58 1 2 68 2,72 1 79 35 115 5,02

Hasil analisis deskriptif terhadap prestasi belajar siswa SMP menunjukkan 5,02% siswa tidak dapat memenuhi standar kelulusan dengan nilai UN. Penyebab kegagalan terbesar ditemukan pada mata pelajaran Bahasa Inggris. Nilai output mata pelajaran matematika sedikit bergeser dari nilai inputnya. Evaluasi produk secara kualitatif dirangkum dari hasil diskusi dengan Kepala Sekolah ditampilkan dalam bentuk rangkuman di bawah ini:

Model evaluasi keberlanjutan SD ke SMP dalam rangka wajib belajar 9 tahun.


Oleh: Dr. Endang Mulyatiningsih

Halaman 22

1) Outcome/produk yang diharapkan a) Produk (prestasi) akhir hasil belajar yang diharapkan, siswa dapat mencapai standar kompetensi lulusan tetapi nilai standar tersebut tidak digunakan sebagai syarat kelulusan. b) Evaluasi menggunakan tes standar dilakukan setiap semester supaya dapat membangkitkan motivasi belajar siswa. Hasil evaluasi formatif turut dipertimbangkan sebagai syarat kelulusan. Hasil ujian standar digunakan sebagai alat penilaian kinerja sekolah dalam akreditasi. c) Keberlanjutan prestasi siswa diharapkan selalu meningkat. Keberlanjutan prestasi/kemampuan siswa tidak hanya ditingkatkan dari alat ukur prestasi siswa tetapi juga ditingkatkan mulai dari proses penerimaan siswa baru, proses pelayanan pembelajaran dan proses asesmennya. Sistem evaluasi hasil belajar selalu disempurnakan dengan memperhatikan beberapa dampak kebijakan yang akan muncul dan mempertimbangkan aspirasi dari bawah supaya dapat memberi manfaat yang tinggi bagi peningkatan mutu pendidikan. 2) Outcome/produk yang diobservasi a) Prestasi belajar siswa 5,02% belum mencapai standar nilai kelulusan Ujian Nasional sehingga siswa dinyatakan tidak lulus. b) Evaluasi menggunakan tes standar (Ujian Nasional) digunakan untuk syarat kelulusan dan seleksi ke sekolah berikutnya. Evaluasi dengan tes standar hanya dilakukan satu kali yaitu pada saat akhir sekolah. Evaluasi formatif tidak berpengaruh pada kelulusan dan hanya digunakan untuk pengambilan keputusan intern sekolah. c) Keberlanjutan prestasi siswa masih labil, posisi peringkat prestasi kelas sering berubah sehingga sulit diprediksi. Siswa yang menduduki peringkat tinggi pada awal masuk tidak selalu dapat mempertahankan prestasinya. Keberlanjutan kemampuan hanya ditemukan pada siswa yang sangat mampu dan siswa yang sangat tidak mampu. Mereka sama-sama dapat bertahan sesuai karakteristik awal masuk sekolah. 3) Outcome/produk standar a) Prestasi siswa diakui sebagai syarat kelulusan pada standar nilai 4,25 (tahun 2006).

Model evaluasi keberlanjutan SD ke SMP dalam rangka wajib belajar 9 tahun.


Oleh: Dr. Endang Mulyatiningsih

Halaman 23

b) Evaluasi dengan tes standar hanya dilakukan pada akhir sekolah. c) a) Keberlanjutan prestasi belajar belum ditetapkan dengan standar. Standar kelulusan dengan nilai ujian nasional tidak diberlakukan secara umum. Beberapa bentuk sekolah alternatif memiliki standar yang berbeda untuk menentukan kelulusan. Siswa yang mengalami kesulitan belajar (learning difficulty) sejak dini yang tidak mungkin dapat mencapai nilai standar perlu dipertimbangkan untuk diluluskan karena apabila standar yang sama digunakan untuk penentu kelulusan dapat menyebabkan anak menjadi siswa yang abadi di SMP tersebut. Beberapa siswa yang tidak mampu belajar pada salah satu bidang studi tetapi mempunyai nilai tinggi pada bidang studi lain perlu dipertimbangkan untuk diluluskan supaya tidak bertentangan dengan kebijakan wajib belajar 9 tahun. Apabila siswa yang tidak memenuhi standar tersebut akan melanjutkan studi, maka mereka perlu mengikuti tes seleksi sesuai dengan persyaratan belajar khusus. Misalnya, SMK dapat membuat alat seleksi keterampilan motorik untuk menyaring calon siswa yang tidak mencapai nilai standar Ujian Nasional. Ujian standar sebagai syarat kelulusan dapat diterapkan apabila input siswa baru yang diterima SMP juga ditetapkan dengan nilai standar. Kebijakan wajib belajar berdampak pada semua anak usia sekolah wajib mendapat pelayanan belajar sehingga siswa yang tidak memenuhi prasyarat belajar juga dilayani. Input siswa yang tidak memenuhi standar prasyarat belajar pada umumnya sulit ditingkatkan prestasi belajarnya. b) Evaluasi dengan tes standar dilakukan lebih sering dan hasil evaluasi dipertimbangkan sebagai syarat kelulusan. Hasil evaluasi standar ditetapkan sebagai indikator kinerja sekolah untuk kepentingan akreditasi sekolah. Hasil-hasil pengukuran input dan tes formatif digunakan sebagai alat evaluasi untuk mengambil tindakan perbaikan pembelajaran. c) Keberlanjutan hasil belajar diarahkan sesuai minat dan bakat siswa. Sekolah yang menampung siswa dengan nilai di bawah standar prasyarat belajar dapat mengembangkan potensi siswa melalui jalur non akademik dan kecakapan hidup. Sekolah andalan yang menampung siswa berprestasi tinggi mengembangkan potensi siswa melalui jalur akademik. 4) Judgment outcome/produk

Model evaluasi keberlanjutan SD ke SMP dalam rangka wajib belajar 9 tahun.


Oleh: Dr. Endang Mulyatiningsih

Halaman 24

e. Evaluasi Keberlanjutan Evaluasi keberlanjutan (sustainability evaluation) ditetapkan dengan lima indikator yaitu: productivity, security, protection, viability, and acceptability. Hasil analisis kebijakan yang didiskusikan bersama kepala sekolah menyepakati: 1) Productivity Produktivitas perangkat evaluasi sistem transisi SD ke SMP tidak menjadi masalah karena kegiatan evaluasi sudah masuk dalam kegiatan dan anggaran rutin Dinas Pendidikan. Produktivitas perangkat evaluasi telah didukung oleh Dinas Pendidikan dengan cara mengumpulkan soalsoal ujian setiap tahun. 2) Security Produk alat evaluasi masa transisi SD ke SMP dapat memenuhi indikator keamanan apabila tidak ada unsur kecurangan selama proses evaluasi berlangsung. Perangkat evaluasi yang aman dan terkendali dapat memberikan hasil evaluasi yang objektif. Upaya pengamanan perangkat evaluasi masa transisi sekolah sudah dilaksanakan melalui prosedur yang baku. Dalam petunjuk teknis penyelenggaraan ujian sekolah tahun 2006 telah diatur tata cara penyusunan kisi-kisi, penulisan soal, telaah dan revisi soal, pengetikan naskah, penggandaan naskah soal, pengaturan ruang ujian, pelaksanaan ujian, sistem pengawasan, pemeriksaan dan penilaian. Semua tahap perancangan alat pengukuran prestasi dan pelaksanaannya tidak memberi peluang untuk melakukan tindak kecurangan. Produk kebijakan sistem evaluasi masa transisi sekolah dinyatakan aman selama tidak menimbulkan polemik dan didukung oleh masyarakat. Sistem evaluasi keberlanjutan SD ke SMP menggunakan alat USD belum mendatangkan polemik dan dinyatakan aman untuk dilanjutkan. Menurut Kepala Dinas Pendidikan Propinsi DIY, pelayanan dalam sistem PSB di

Model evaluasi keberlanjutan SD ke SMP dalam rangka wajib belajar 9 tahun.


Oleh: Dr. Endang Mulyatiningsih

Halaman 25

masa yang datang akan selalu ditingkatkan agar dapat memuaskan semua pihak yang berkepentingan. 3) Protection Sistem evaluasi masa transisi sekolah dapat berlanjut apabila ada perlindungan hukum yang memadai. Legalitas langsung produk kebijakan evaluasi keberlanjutan SD ke SMP ditetapkan menggunakan Keputusan Kepala Dinas Pendidikan Propinsi DIY Nomor 044 Tahun 2006 tanggal 21 Maret 2006 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Ujian Sekolah bagi Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah di Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun Pelajaran 2005/2006. Pada Lampiran 1 disebutkan bahwa Ujian sekolah tahun 2005/2006 terdiri dari ujian sekolah daerah (USD) dan ujian sekolah. USD berfungsi: (1) sebagai alat untuk mengukur daya serap kurikulum pada tingkat propinsi DIY; (2) dapat digunakan sebagai salah satu syarat penentuan kelulusan; (3) dapat digunakan sebagai alat penerimaan siswa baru pada jenjang SMP/MTs. 4) Viability Keberlangsungan sistem evaluasi masa transisi SD ke SMP dinyatakan layak untuk digunakan apabila dapat memberi benefit yang tinggi bagi stakeholder sistem PSB yaitu pemerintah, sekolah, siswa dan komite sekolah. Produk kebijakan sistem PSB menggunakan USD dapat memberi manfaat bagi siswa karena secara umum siswa lebih mudah menetapkan pilihan sekolah yang sesuai dengan standar kemampuan yang dapat dicapai. USD tidak memberi peluang bagi siswa yang secara kebetulan memiliki nilai rendah untuk memilih sekolah unggulan. Biaya penyelenggaraan PSB bisa ditekan karena penyaringan calon siswa cukup menggunakan ranking nilai USD. Penyelenggaraan ujian pada masa transisi sekolah cukup diselenggarakan satu kali selama siswa masih duduk di bangku SD.

Model evaluasi keberlanjutan SD ke SMP dalam rangka wajib belajar 9 tahun.


Oleh: Dr. Endang Mulyatiningsih

Halaman 26

Nilai rapor selama tiga tahun terakhir mempunyai kelayakan untuk digunakan sebagai alat PSB, selama nilai rapor tersebut diberikan dengan jujur atau tidak dimanipulasi. 5) Acceptability Keberlanjutan sebuah produk dapat diprediksi dari daya terima produk tersebut di masyarakat. Setara dengan security, produk kebijakan yang tidak merugikan masyarakat dapat diterima untuk dilanjutkan. Menurut tanggapan dari Kepala Sekolah, model evaluasi keberlanjutan SD ke SMP menggunakan nilai USD dapat diterima dengan beberapa permintaan tambahan yaitu: (1) sekolah diperkenankan menentukan kriteria terhadap calon siswa yang akan diterima; (2) sekolah diperkenankan menerima sekitar 10% calon siswa menggunakan jalur khusus misalnya menggunakan penelusuran bibit unggul dari ranking peringkat pertama sampai ketiga berdasarkan nilai rapor sekolah; (3) sekolah favorit diperbolehkan menggunakan tes potensi belajar dan penelusuran bakat untuk mendampingi tes prestasi belajar sebagai alat seleksi. B. Pembahasan 1. Kapabilitas Siswa SD untuk Belajar ke SMP Analisis model pengukuran kapabilitas belajar menggunakan program LISREL menemukan hasil TPB mempunyai koefisien gamma ( = 0,62) dan nilai rapor mempunyai koefisien gamma ( = 0,49) sedangkan potensi pendukung hanya berperan kecil yaitu ( = 0,17). Hasil penelitian ini didukung oleh Tritjahjo (2004: 70) yang meneliti tentang pengaruh IQ dan status sosial ekonomi (SSE) terhadap prestasi belajar siswa kelas V SD. Hasil penelitian ini menemukan bahwa IQ mempunyai korelasi yang lebih tinggi daripada SSE. Hasil analisis dengan menggunakan 246 sampel menemukan koefisien korelasi (r) IQ dengan prestasi belajar mata pelajaran bahasa Indonesia sebesar 0,452, matematika (0,433), IPA (0,379)

Model evaluasi keberlanjutan SD ke SMP dalam rangka wajib belajar 9 tahun.


Oleh: Dr. Endang Mulyatiningsih

Halaman 27

dan IPS (0,33). Koefisien korelasi antara SSE dengan prestasi belajar cukup rendah yaitu pada mata pelajaran bahasa Indonesia (0,319), IPA (0,180), IPS (0,158) dan matematika (0,123). Korelasi bivariat antara TPB dan USD lebih rendah dari nilai rapor karena dimensi yang diukur dalam TPB berbeda. TPB mengukur potensi kemampuan umum pada materi yang tidak dilatih sebelumnya. Nilai rapor memiliki korelasi yang tinggi karena dimensi yang diukur sama. Prestasi belajar dari nilai rapor maupun USD sama-sama mengukur kemampuan yang sudah pernah diajarkan. Mengingat hasil model persamaan struktural TPB memiliki koefisien korelasi yang lebih tinggi dari nilai rapor maka TPB masih diperlukan untuk membuat prediksi kecakapan siswa dalam memecahkan masalah. Hasil pengukuran kapabilitas siswa belajar ke SMP menggunakan USD pada mata pelajaran Bahasa Indonesia menemukan nilai di bawah angka 5,6 hanya terdapat 2,2% dengan nilai rerata 7,09. Hasil analisis butir soal USD Bahasa Indonesia menemukan 60% butir soal mudah dan 30% butir soal memiliki daya pembeda rendah. Pada penyelenggaraan tes standar, kejadian ini sering ditemui karena materi tes dibuat sesuai kemampuan rata-rata siswa atau berada pada tingkat kesulitan sedang. Perilaku guru dan siswa berubah ketika menghadapi tes standar yang digunakan untuk beberapa pengambilan keputusan penting. Mereka lebih siap belajar, melakukan drill dan pendalaman materi yang lebih intensif sehingga pada saat pelaksanaan ujian siswa benar-benar sudah siap dapat mengerjakan soal dengan mudah. Hasil pengukuran kapabilitas siswa SD untuk belajar ke SMP pada mata pelajaran matematika menemukan rentangan kemampuan yang lebar dengan nilai terendah 2 dan tertinggi 10. Apabila nilai USD matematika digunakan sebagai standar kelulusan SD dan penetapan kapabilitas belajar ke SMP maka terdapat 16,42% yang belum memenuhi prasyarat belajar karena memperoleh nilai kurang dari 4 atau berada pada kategori E (tidak Model evaluasi keberlanjutan SD ke SMP dalam rangka wajib belajar 9 tahun.
Oleh: Dr. Endang Mulyatiningsih

Halaman 28

mampu). Hasil analisis butir soal USD matematika menemukan 63,3% butir soal berada pada tingkat kesulitan butir sedang. Kualitas butir soal cukup baik tetapi karena panjang soal terlalu pendek (30 butir) dapat menyebabkan materi yang diujikan menjadi kurang representatif. Data ini dapat memberi umpan balik bagi penyelenggara pendidikan untuk menetapkan model pelayanan pendidikan yang tepat. Menurut Blooms (1976: 75) kesulitan tugas belajar pertama yang tidak diperbaiki dapat menyebabkan kesulitan tugas belajar selanjutnya. Apabila SKL (Standar Kompetensi Lulusan) ditetapkan pada prestasi akademik matematika maka sekolah perlu memberi pelayanan tambahan melalui program penyetaraan kemampuan awal matematika. Hasil pengamatan prestasi belajar matematika menemukan prestasi siswa yang stabil terdapat pada dua kelompok kemampuan yaitu kelompok sangat mampu dan kelompok tidak mampu. Kelompok ini menunjukkan hasil konsisten meskipun diukur dengan alat ukur yang berbeda-beda. Bagi kelompok sangat mampu, stabilitas kemampuan sangat menguntungkan karena mereka dapat bertahan pada prestasi yang tinggi. Bagi kelompok yang tidak mampu, stabilitas kemampuan dapat menimbulkan masalah karena tindakan-tindakan perbaikan belajar tidak banyak berarti dalam meningkatkan prestasinya. Stabilitas kemampuan belajar matematika pada siswa SD masih kurang memuaskan. Manipulasi nilai rapor matematika terjadi dengan penambahan nilai maksimum 3,87. Analisis kasus penambahan nilai rapor terjadi pada siswa yang mendapat nilai rapor 5 dan 6 terutama pada nilai rapor semester genap. Kasus ini terjadi karena guru tidak ingin siswa yang tidak mampu belajar tersebut tinggal kelas. Hasil wawancara dengan guru SD yang menjadi responden penelitian terungkap bahwa mereka sudah berusaha memperbaiki tetapi selalu gagal. Apabila siswa yang tidak mampu kemudian dilepas ke kelas yang lebih tinggi maka tanggung jawab guru menjadi berkurang. Alasan yang dilontarkan guru cukup lugas yaitu Model evaluasi keberlanjutan SD ke SMP dalam rangka wajib belajar 9 tahun.
Oleh: Dr. Endang Mulyatiningsih

Halaman 29

biar mereka menjadi tanggungan kelas atau sekolah berikutnya yang lebih tinggi. Guru pada umumnya sudah berusaha melakukan perbaikan pembelajaran tetapi karena kemampuan siswa yang rendah maka hasil belajar sulit ditingkatkan. Potensi belajar diukur dengan seperangkat tes yang mengacu pada tes potensi akademik yaitu terdiri dari subtes verbal, kuantitatif, dan gambar. Rerata skor TPB secara umum lebih rendah dari nilai USD karena materi tes tidak dilatihkan sebelumnya dan siswa baru mengenal bentuk tes TPB. Sebaran skor mempunyai variasi tinggi dan cocok digunakan sebagai alat untuk menjaring calon siswa yang benar-benar potensial pada sekolah yang mempunyai jumlah pendaftar banyak. Tes verbal terdiri dari dimensi tes sinonim, antonim, analogi dan pemahaman bacaan. Reliabilitas tes pada koefisien Alpha 0,829 atau termasuk dalam kategori andal. Berdasarkan hasil analisis korelasi tes verbal dengan masing-masing mata pelajaran tersebut menunjukkan bahwa kemampuan verbal mendukung kemampuan belajar yang lain. Hubungan ini cukup kuat karena dalam tes verbal terdapat materi tes pemahaman bacaan yang sangat mendukung siswa untuk belajar memahami buku bacaan. Tes kuantitatif terdiri dari dimensi tes deret angka, soal cerita, penalaran dan logika. Hasil analisis reliabilitas butir memperoleh koefisien Alpha sebesar 0,907 atau berada pada kategori sangat handal. Hasil analisis korelasi bivariat antara tes kuantitatif dengan nilai mata pelajaran yang diujikan melalui USD menemukan semua koefisien korelasi yang cukup tinggi. Korelasi antara tes kuantitatif dengan matematika 0,663; Bahasa Indonesia 0,688 dan IPA 0,733. Korelasi yang paling rendah ditemukan pada hubungan antara tes kuantitatif dengan tes gambar yaitu 0,599. Hasil ini menunjukkan bahwa kemampuan penalaran yang terdapat pada tes kuantitatif dapat mendasari kemampuan akademik lainnya. Kemampuan kuantitatif menjadi prediktor yang lemah terhadap tes Model evaluasi keberlanjutan SD ke SMP dalam rangka wajib belajar 9 tahun.
Oleh: Dr. Endang Mulyatiningsih

Halaman 30

gambar. Hal ini bukan berarti siswa yang mempunyai kemampuan kuantitatif tinggi tidak dapat mengerjakan tes gambar namun lebih dijelaskan oleh siswa yang mempunyai kemampuan akademik rendah ternyata mampu mengerjakan tes gambar dengan lebih baik. Tes gambar digunakan untuk mengetahui potensi penguasaan ruang/spasial Tes gambar mempunyai dimensi tes pencarian gambar yang berbeda, gambar sama, bayangan cermin, analogi dan logika gambar yang belum ada. Reliabilitas butir memperoleh koefisien Alpha sebesar 0,827. Tes gambar mempunyai prediksi cukup lemah terhadap nilai USD. Berdasarkan hasil penelitian ini, siswa yang tidak mempunyai kemampuan akademik tinggi ternyata mampu mengerjakan dan tertarik dengan tes gambar. Kenyataan ini memberi petunjuk bahwa anak-anak yang lemah dalam bidang akademik mempunyai harapan untuk dilatih pada bidang non akademik. Mereka akan mendapat pendidikan yang lebih bermakna untuk hidup mandiri apabila diberi mata pelajaran keterampilan atau kecakapan hidup (life skills). Potensi pendukung dilihat dari dua dimensi yaitu motivasi belajar dan potensi ekonomi. Motivasi belajar tidak berpengaruh langsung terhadap prestasi, tetapi prestasi tinggi yang tidak didukung oleh motivasi dapat melemahkan hasil belajar. Motivasi belajar mempunyai korelasi tertinggi 0,663 dengan nilai rapor. Hal ini antara lain dipengaruhi oleh unsur subyektif guru dalam menilai sikap siswa sehingga siswa yang disukai cenderung diberi nilai yang lebih baik. Motivasi belajar berpengaruh pada TPB sebesar 0,566 dan terhadap USD 0,489. Korelasi motivasi terhadap TPB lebih tinggi dari USD menunjukkan siswa yang motivasi belajarnya tinggi lebih menyukai hal-hal baru yang penuh tantangan dari pada mempelajari sesuatu yang rutin. Hasil pengukuran potensi ekonomi menemukan 6 orang (4,48%) siswa yang orangtuanya merasa kurang mampu membiayai anak untuk belajar sampai ke SMP. Berdasarkan hasil analisis korelasi menunjukkan Model evaluasi keberlanjutan SD ke SMP dalam rangka wajib belajar 9 tahun.
Oleh: Dr. Endang Mulyatiningsih

Halaman 31

bahwa status ekonomi tidak berpengaruh tinggi terhadap prestasi belajar siswa di SD. Koefisien korelasi potensi ekonomi paling tinggi berpengaruh terhadap TPB yaitu 0,305 sedangkan pengaruh potensi ekonomi terhadap dimensi kapabilitas belajar yang lain cukup rendah yaitu antara 0,243 0,291. Berdasarkan pengamatan selama penelitian berlangsung, siswa yang mempunyai potensi ekonomi tinggi cenderung kurang mandiri dalam belajar. Mereka potensial tetapi manja, selalu minta pertolongan dan cepat menyerah ketika menghadapi kesulitan. Kapabilitas siswa untuk belajar ke SMP bagi 6 orang siswa yang mempunyai potensi ekonomi kurang mampu, cukup terancam. Dana BOS yang diberikan kepada siswa sebaiknya juga digunakan untuk menanggung semua komponen biaya sekolah siswa miskin termasuk pembiayaan tidak langsung seperti transport, buku pelajaran dan pakaian seragam. 2. Model Keberlanjutan SD ke SMP Hasil analisis model keberlanjutan SD ke SMP secara matematis menunjukkan koefisien hubungan nilai USD terhadap nilai standar mutu SMP semester 1 lebih rendah (0,19) daripada rerata nilai rapor selama lima semester (0,61). Hasil simulasi analisis yang dilakukan dengan cara menambah atau mengurangi jumlah sampel menunjukkan koefisien korelasi yang berubah-ubah namun gradasi korelasi tetap sama, yaitu prediksi nilai rapor selalu lebih tinggi dari nilai USD. Confidence interval nilai USD matematika dengan nilai awal 6 menemukan CI95 = 2,025 7,16 sedangkan nilai USD tiga mata pelajaran dengan nilai awal rata-rata 6 menemukan CI95 = 8,81 9,58. Hasil analisis interval kepercayaan kurang memadai untuk membuat rekomendasi kebijakan layanan belajar bagi siswa yang berada di bawah garis prediksi karena nilai di bawah interval kepercayaan tersebut tidak ditemukan. Siswa SMP yang memiliki nilai rapor matematika di atas 8,25 dan nilai USD matematika di atas 9 perlu mendapat pengayaan belajar.

Model evaluasi keberlanjutan SD ke SMP dalam rangka wajib belajar 9 tahun.


Oleh: Dr. Endang Mulyatiningsih

Halaman 32

Hasil pengamatan selama penelitian di SD diperoleh beberapa temuan yang menarik ketika kebijakan USD ditetapkan sebagai alat seleksi PSB di SMP. Kebanyakan guru SD kelas VI melakukan kegiatan latihan mengerjakan soal-soal ujian pada waktu menjelang USD. Salah satu SD yang menjadi sampel penelitian mengaku bahwa selama semester genap, kegiatan belajar hanya diisi dengan mengerjakan soal-soal latihan, sedangkan jatah materi yang seharusnya ditempuh selama satu tahun telah diselesaikan pada semester ganjil. Cara-cara seperti ini kurang baik ditempuh karena ketika soal yang diujikan tidak sama, siswa tidak mampu lagi menerapkan pengetahuannya untuk mengerjakan soal dengan benar. Prediksi rerata nilai rapor lebih tinggi terhadap nilai standar mutu SMP. Hal ini berarti nilai rapor yang diberikan guru SD dapat digunakan sebagai alat penerimaan siswa baru di SMP. Nilai rapor merupakan gabungan dari beberapa nilai harian yang mempunyai rentangan waktu penilaian cukup panjang sehingga dapat menunjukkan kemampuan siswa yang sebenarnya sedangkan nilai USD hanya mencerminkan kemampuan siswa pada saat mengerjakan tes tersebut. Hasil penelitian ini didukung oleh Fishman dan Pasanella (1960), Hills (1964) dan Munday (1967) yang dikutip oleh Sumadi Suryabrata (1994). Hasil penelitian tersebut menemukan bahwa angka rapor di sekolah menengah merupakan prediktor tunggal terbaik bagi keberhasilan belajar di perguruan tinggi. Hal ini disebabkan karena kemampuan yang diukur memiliki banyak kesamaan. Dalam artikel tersebut, beliau menjelaskan apabila nilai rapor digunakan sebagai alat seleksi maka perlu dilakukan adjusment model untuk meniadakan kesenjangan nilai yang diberikan antara sekolah satu dengan sekolah yang lain. Hasil penelitian UN menemukan beberapa dampak positif dan negatif. Dampak positif bagi siswa yaitu 84% memperbanyak latihan soal, menurut pendapat guru 87% siswa SMP lebih semangat belajar. Dampak positif UN bagi guru SMP/MTs 82% guru lebih semangat mengajar Model evaluasi keberlanjutan SD ke SMP dalam rangka wajib belajar 9 tahun.
Oleh: Dr. Endang Mulyatiningsih

Halaman 33

sedangkan bagi sekolah, SMP/MTs menambah jam belajar dan memberi perhatian khusus pada pokok bahasan yang sulit. Dampak negatif UAN menurut Kasek adalah 91% orangtua siswa menjadi cemas. Mata pelajaran yang dianggap sulit menurut Kepala Sekolah 95% Bahasa Inggris dan 75% Matematika. Menurut siswa, mata pelajaran yang dianggap sulit adalah Matematika (Djemari Mardapi, 2004: 27-41) penyebab sulitnya mata ujian: 73% mata pelajaran sulit. Hasil analisis prediksi tes seleksi terhadap UN menemukan koefisien korelasi sebesar 0,649 atau berada di atas korelasi nilai rapor dan USD. Beberapa kelemahan penggunaan tes seleksi sebagai alat penerimaan siswa baru telah diteliti oleh Ajisukmo (2004). Hasil penelitian beliau antara lain menyebutkan bahwa tes seleksi memberi dampak psikologis bagi orangtua atau siswa yang memiliki nilai UAS tinggi tetapi tidak dapat diterima di sekolah negeri karena seleksi dilakukan pada waktu yang bersamaan. Penelitian sejenis yang pernah dilakukan oleh Yahya Umar (1994: 124) tentang Studi daya ramal UTUL, Sipenmaru, Ebtanas dan Rapor terhadap Prestasi Belajar di Pendidikan Tinggi menghasilkan beberapa temuan yang mendukung penelitian ini yaitu: (1) dengan menggunakan model struktural, ujian tulis (UTUL) pada jurusan IPA maupun IPS mempunyai prediksi yang lebih tinggi dari pada EBTANAS sebagai prediktor prestasi akademik di perguruan tinggi; (2) pada mahasiswa PMDK yang diseleksi menggunakan nilai rapor ternyata rapor terakhir mempunyai hubungan signifikan terhadap prestasi di UGM; (3) riwayat prestasi di sekolah menengah tidak menjadi peramal yang baik terhadap prestasi di perguruan tinggi; (4) prestasi awal yang baik, baik di SMU maupun di perguruan tinggi cenderung untuk bertahan lama. Hal ini dapat dijelaskan dari hasil analisis yang menunjukkan rapor yang satu hanya mempengaruhi rapor yang berikutnya begitu pula indek prestasi yang satu juga akan mempengaruhi indeks prestasi berikutnya.

Model evaluasi keberlanjutan SD ke SMP dalam rangka wajib belajar 9 tahun.


Oleh: Dr. Endang Mulyatiningsih

Halaman 34

Penelitian tentang prediksi alat seleksi terhadap prestasi belajar cukup sering dilakukan. Siswo Pratomo (1991: 523) mengambil beberapa kesimpulan penelitian sebagai berikut: (1) NEM SMA, TKU, dan ujian tulis Sipenmaru tahun 1988 merupakan prediktor yang meyakinkan terhadap prestasi belajar mahasiswa apabila digunakan sebagai prediktor tunggal; (2) STTB SMA bukan merupakan prediktor yang meyakinkan terhadap prestasi belajar mahasiswa; (3) sumbangan efektif masing-masing prediktor adalah ujian tulis Sipenmaru = 14,59%, NEM = 12,235%, TKU = 5,526% dan STTB = 2,96%; Hasil penelitian Sri Musrifah (1989: 796) mengambil beberapa kesimpulan yaitu: (1) intelegensi, kebiasaan belajar, pendidikan orangtua dan prestasi belajar mahasiswa non-PMDK lebih tinggi daripada mahasiswa PMDK; (2) tidak ada perbedaan prestasi belajar antara mahasiswa yang berasal dari sekolah swasta dan sekolah negeri; (3) sumbangan intelegensi, kebiasaan belajar, pendidikan orangtua terhadap prestasi belajar relatif kecil. IV. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan 1. Evaluasi Kapabilitas Siswa SD untuk Belajar ke SMP a. Kapabilitas siswa SD untuk belajar ke SMP berada pada kategori tidak mampu belajar (E < 40) pada mata pelajaran matematika sebesar 16,42%. b. Kapabilitas siswa untuk belajar ke SMP dipengaruhi oleh variabel eksogen Tes Potensi Belajar (0,62) dan rerata rapor (0,49). 2. Evaluasi Model Keberlanjutan SD ke SMP a. Kemampuan awal siswa yang diseleksi dengan USD sebesar 6,39% berada pada kategori tidak mampu belajar matematika (nilai < 4). b. Nilai tes standarisasi mutu SMP dapat diprediksi dari nilai USD sebesar

Model evaluasi keberlanjutan SD ke SMP dalam rangka wajib belajar 9 tahun.


Oleh: Dr. Endang Mulyatiningsih

Halaman 35

0,19 dan rerata nilai rapor SD 0,61. c. Hasil analisis korelasi intersection test menunjukkan nilai tes seleksi SMP memiliki prediksi 0,639 terhadap nilai Ujian Nasional. d. Hasil analisis prestasi siswa selama tujuh semester menunjukkan ada beda antar semua pengukuran yang diulang pada rentangan nilai F antara 38,238 sampai dengan 265,164. Hasil analisis post hoc anova menunjukkan nilai tes standar mutu SMP kelas 7 semester 1 tidak berbeda nyata dengan nilai rapor kelas 4 semester 1 pada mata pelajaran IPS (p = 0,175) dan IPA (p = 0,527). 2. Evaluasi Program Keberlanjutan SD ke SMP a. Rasional: SMP mendukung sistem PSB SMP menggunakan alat seleksi dengan pertimbangan: (1) SMP mengharapkan input siswa yang diterima cukup baik; (2) daya tampung SMP kurang memadai untuk menerima semua lulusan SD; (3) SMP membutuhkan prasyarat belajar (entry behaviour) yang harus dipenuhi. b. Anteseden (input) potensi awal yang diharapkan adalah siswa memiliki prestasi belajar minimal pada nilai 5 tetapi ada 6,39% siswa memiliki nilai matematika kurang dari 4. Judgment: menyetarakan kemampuan awal siswa yang belum memenuhi prasyarat belajar melalui kegiatan matrikulasi. c. Transaksi (proses) PSB SMP diharapkan bervariasi tetapi PSB yang diterapkan serentak dalam satu waktu. Judgment: (1) sekolah favorit membuka pendaftaran dan seleksi lebih awal; (2) SMP peringkat sedang membuka pendaftaran secara serentak; (3) SMP yang belum memperoleh siswa baru sesuai quota dapat memperpanjang waktu PSB. Layanan keberlanjutan belajar diharapkan mendukung peningkatan prestasi siswa secara terus menerus. Judgment: pembelajaran remidial bagi siswa yang kurang mampu, tracking pada kegiatan belajar tambahan, cooperatif pada kegiatan belajar reguler dan peer teaching pada kegiatan Model evaluasi keberlanjutan SD ke SMP dalam rangka wajib belajar 9 tahun.
Oleh: Dr. Endang Mulyatiningsih

Halaman 36

belajar di luar kelas. d. Produk belajar yang diharapkan adalah siswa dapat mencapai standar kompetensi lulusan tetapi 5,02% siswa belum mencapai standar nilai 4,25 (tahun 2006). Judgment: siswa yang tidak memenuhi standar kelulusan dapat mengikuti Ujian Nasional Pendidikan Kesetaraan (UNPK). e. Keberlanjutan sistem PSB SMP menggunakan seleksi nilai USD dapat memenuhi keberlanjutan dari beberapa unsur yaitu: Produktivitas (productivity) perangkat evaluasi telah didukung oleh ketersediaan kumpulan soal di tingkat Dinas Propinsi. Alat evaluasi masa transisi SD ke SMP memenuhi indikator keamanan (security) karena telah menggunakan prosedur pengamanan soal yang benar. Kebijakan evaluasi keberlanjutan SD ke SMP dilindungi (protection) oleh Keputusan Kepala Dinas Pendidikan Propinsi DIY. Kebijakan sistem PSB menggunakan USD memenuhi unsur viability karena lebih efisien dan dapat memberi manfaat tinggi bagi penggunanya. Model evaluasi keberlanjutan SD ke SMP menggunakan nilai USD dapat diterima (acceptability) dengan catatan sekolah diperkenankan menentukan kriteria lain terhadap calon siswa yang akan diterima. B. Saran 1. Dinas Pendidikan a. Menyempurnakan sistem keberlanjutan SD ke SMP yang dapat memenuhi azas obyektif, transparan, akuntabel, tidak diskriminatif dan kompetitif dengan menggunakan alat pengukuran ganda dan standar seleksi ganda pada sekolah-sekolah khusus. b. Dinas Pendidikan tidak menetapkan nilai USD sebagai alat seleksi tunggal pada SMP karena USD kekuatan prediksinya rendah. c. Menambah jumlah daya tampung siswa baru di SMP negeri dan memeratakan mutu pendidikan sampai ke wilayah desa supaya jumlah

Model evaluasi keberlanjutan SD ke SMP dalam rangka wajib belajar 9 tahun.


Oleh: Dr. Endang Mulyatiningsih

Halaman 37

pendaftar SMP menyebar ke seluruh sekolah. Nilai standar digunakan sebagai penentu kelulusan SMP bagi siswa yang mempunyai kemampuan normal sedangkan siswa yang mengalami kesulitan belajar (learning difficulty) sejak dini sebaiknya menggunakan standar kelulusan yang berbeda.

2. Sekolah a. SMP mempertimbangkan nilai rerata rapor SD selama tiga tahun terakhir sebagai persyaratan masuk dan evaluasi input siswa. b. Tidak semua siswa usia sekolah yang menjadi sasaran wajib belajar 9 tahun memiliki kapabilitas untuk belajar ke SMP, oleh sebab itu SMP negeri wajib melayani kebutuhan belajar siswa dari beragam kemampuan supaya semua peserta didik dapat survive belajar di SMP. SMP perlu menyetarakan kemampuan awal siswa yang belum memenuhi prasyarat belajar melalui kegiatan pendalaman materi, matrikulasi dan penyataraan kemampuan. SMP yang mempunyai animo pendaftar tinggi perlu mendampingi alat PSB yang menggunakan tes prestasi belajar dengan tes potensi belajar; SMP yang mempunyai jumlah pendaftar kurang, dapat menggunakan nilai rapor SD selama tiga tahun terakhir sebagai alat PSB. SMP dapat menerapkan empat model pembelajaran yaitu remedial learning bagi siswa kurang mampu, grouping atau tracking sesuai kemampuan pada kegiatan belajar tambahan, cooperatif learning pada kegiatan belajar reguler dan peer teaching pada kegiatan belajar kelompok. c. SMP perlu menyaring calon siswa untuk mengetahui karakteristik entry behaviour dan menggunakan data hasil seleksi penerimaan siswa baru untuk menetapkan keberlanjutan layanan belajar.

Model evaluasi keberlanjutan SD ke SMP dalam rangka wajib belajar 9 tahun.


Oleh: Dr. Endang Mulyatiningsih

Halaman 38

d.

Guru dapat meningkatkan ketelitian nilai rapor sampai dengan satu angka desimal di belakang koma supaya dapat membedakan kemampuan antar siswa.

3. Kalangan Akademisi a. Hasil analisis model pengukuran menemukan sub tes gambar kurang baik sebagai indikator potensi belajar. Apabila ingin mengukur potensi belajar siswa sebaiknya menggunakan subtes kuantitatif. b. Peneliti lain dapat mengembangkan model struktural kapabilitas belajar dengan kombinasi beberapa macam variabel yang berbeda.

DAFTAR PUSTAKA Ajisukmo, dkk. (2004). Penyelenggaraan PSB SMP pasca penghapusan Ebtanas, Policy Research Info. Departemen Pendidikan Nasinal: Puslitjak Balitbang Depdiknas, No I/PUSLITJAK/2004. Bamberger, M. & Cheema, S. (1993). Case study of project sustainability-Implication for policy and operation from Asian nd experience (2 ). Washington DC: The World Bank. Baumgartner, T. A., & Jackson, A. S. (1995). Measurement for evaluation: In physical education and exercise science (5th ed.). Madison: WCB Bloom, B. S. (1976). Human characteristic and school learning, New York: McGraw-Hill book Company Friedenberg, L. (1995). Psychological testing, design, analysis and use. Boston: Allyn and Bacon. Griffin, P., & Peter, N. (1991). Educational assessment and reporting. Sidney: Harcourt Brace Javanovich Publisher. Heri, W. (2004). Kegunaan tes potensi akademik plus pada mahasiswa program studi Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sanata Dharma Angkatan 1999/2000. Jurnal Penelitian. No. 14, Mei 2004. Djemari Mardapi. (1999). Evaluasi pelaksanaan ebtanas. Laporan Penelitian. Puslitbangsisjian, Balitbang Dikbud Model evaluasi keberlanjutan SD ke SMP dalam rangka wajib belajar 9 tahun.
Oleh: Dr. Endang Mulyatiningsih

Halaman 39

------------. (2004). Dampak ujian akhir nasional. Laporan Penelitian. Jakarta: Puspendik Balitbang Diknas Ridaura, S. L., Leffelaar, P. A., Van Ittersum, et all. (2003). Sustainability evaluation: A systemic, multi-scale framework for design and evaluation of alternatives for peasant agriculture (versi elektronik). The Evaluation Exchange, Vol. 9, Number 3, Fall 2003. Publikasi oleh Harvard Family Research Project. Roid, G. H & Haladyna, T. M. (1982). A technology for test item writing. New York: Academic Press, Inc. Siswo Pratomo & Sumadi Suryabrata. (1991). Validitas prediktif NEM SMA, STTB SMA, TKU, dan nilai ujian tulis Sipenmaru tahun 1988 sebagai prediktor prestasi belajar mahasiswa Fakultas non eksakta Universitas Gajah Mada. Berkala penelitian Pasca Sarjana, UGM seri A: Kelompok Ilmu Pengetahuan Sosial dan Humaniora. Jilid 4, Nomor 3A. 1991. hlm 517 525 Stufflebeam, D. L. (2002). CIPP evaluation model checklist. Diambil pada tanggal 16 Maret 2005 dari http://www.wmich.edu/evalctr/checklists Sumadi, S. (1994). Seleksi calon mahasiswa baru di perguruan tinggi yang sekarang dan kemungkinannya untuk masa yang akan datang. Laporan Seminar Pengkajian Ujian Saringan Masuk ke Perguruan Tinggi. Jakarta: Depdikbud Puslitbangsisjian. Tritjahjo, D. S. (2004). Pengaruh IQ dan status sosial ekonomi terhadap prestasi belajar siswa kelas V SD di Salatiga. Jurnal Satya Widya, Vol. 17 No. 1, Juni 2004, pp 39-54 Yahya, U. (1994). Studi daya ramal UTUL, Sipenmaru, Ebtanas dan rapor terhadap prestasi belajar di Pendidikan tinggi: Suatu pendekatan dengan persamaan struktural. Laporan Seminar Pengkajian Ujian Saringan Masuk ke Perguruan Tinggi. Depdikbud, Puslitbangsisjian. Jakarta: 1994 Unesco. (2003). Global education digest 2003: Comparing education statistic across the world. Montreal: The UNESCO Institute for Statistics

Model evaluasi keberlanjutan SD ke SMP dalam rangka wajib belajar 9 tahun.


Oleh: Dr. Endang Mulyatiningsih

Halaman 40

CURRICULUM VITAE 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. Nama Jenis Kelamin Tempat /Tanggal Lahir Alamat Rumah Agama Status Kepegawaian Jabatan Alamat Kantor : : : : : : : : : Dr. Endang Mulyatiningsih Perempuan Banjarnegara, 11 Januari 1963 Griya Purwo Asri, Blok C 249, Purwomartani, Kalasan, Sleman, Yogyakarta Hp. 085868008025 Islam Pegawai Negeri Sipil (PNS) Dosen (Tenaga Pengajar) Jurusan PTBB, Fakultas Teknik, Kampus Karangmalang, Yogyakarta, Kode Pos 55281 Telp. (0274) 586168 psw. 278 Doktor, Program Penelitian dan Evaluasi Pendidikan UNY

9. Pendidikan terakhir

10. Riwayat Pendidikan No 1 2 3 4 5 Jenjang Bidang studi Pendidikan Penelitian dan S3 Evaluasi Pendidikan S2 Pend. Teknologi dan Kejuruan S1 Pend. Kesejahteraan Keluarga SPG SD SMP SD Nama PT/Sekolah Universitas Negeri Yogyakarta Universitas Negeri Yogyakarta IKIP Negeri Yogyakarta SPG N Banjarnegara SMP N I PurworejoKlampok SD N Kaliwinasuh Tahun Lulus 2008 1999 1988 1982 1979 1975

11. Penelitian 5 tahun terakhir


No Bidang Kajian/Penelitian Sumber Dana Keduduka n dalam Thn

Model evaluasi keberlanjutan SD ke SMP dalam rangka wajib belajar 9 tahun.


Oleh: Dr. Endang Mulyatiningsih

Halaman 41

1. 2. 3.

4.

5.

6. 7.

8. 9. 10.

Diagnosis Permasalahan Mahasiswa yang Mengalami Krisis Masa Studi, Evaluasi Pelaksanaan Kuliah di Fakultas Teknik UNY Model Pembelajaran Muatan Lokal PKK dengan ExperienceBased Career Education (EBCE), Hibah Pekerti Pengembangan Media Pembelajaran Video Interaktif Mata Kuliah Tata Hidang untuk Peningkatan Kompetensi Mahasiswa Tata Boga, Riset Unggulan UNY Pengembangan Media Pembelajaran Video Interaktif Mata Kuliah TPMK/TPMO Penelitian Hibah Bersaing Efektivitas Konstruktivisme dalam Pembelajaran Mulok PKK di SLTP Optimalisasi Peran LPMP dan PPPG dalam Peningkatan Mutu Tenaga Kependidikan (Kerjasama FT dan Balitbang Diknas) Studi Pengembangan Model Uji Kompetensi Guru SMP Uji Model Uji Kompetensi Guru SMP Studi Pendalaman Kompetensi Kewirausahaan melalui Magang Industri

FT, UNY FT, UNY DIKTI

Tim Ketua Anggota Anggota

2002 2002 2003 2004 2004

UNY

Anngota

DIKTI

Anggota

2005 2006 2005 2006

DIKTI Balitbang Depdiknas Balitbang Depdiknas Balitbang Depdiknas Hibah A3

Ketua Anggota

Anggota Anggota Ketua

2007 2007 2007

12. Pembawa Makalah


No 1. 2. 3. Nama Kegiatan Seminar Hasil Penelitian dan Pengembangan Pendidikan Seminar Nasional Pendidikan Teknik Boga dan Busana Seminar Nasional Penerapan Matematika dan Statistika pada Pengukuran Pendidikan Metodologi Penelitian Pelatihan Model Tahun 2007 2006 2005 Kedudukan Penyaji Pemakalah Pemakalah Tempat Balitbang, Depdiknas PTBB, UNY UPS Tegal

4. 5.

2005 2004

Penyaji Pemateri

FT UNY PTBB, UNY

Model evaluasi keberlanjutan SD ke SMP dalam rangka wajib belajar 9 tahun.


Oleh: Dr. Endang Mulyatiningsih

Halaman 42

Pembelajaran Experiencebased Career Education

13.
No 1.

Publikasi Karya Tulis


Judul Tulisan Pengaruh Penambahan Jumlah Yeast dan Lama Waktu Fermentasi terhadap Volume Donat, 2003 Model Pembelajaran Muatan Lokal PKK dengan Experience-Based Career Education (EBCE),. Experience-Based Career Education (EBCE), Alternatif Model Pembelajaran Keterampilan di SLTP, Diagnosis Permasalahan Mahasiswa yang Mengalami Krisis Masa Studi, Pengembangan Media Pembelajaran Interaktif Mata Kuliah Tata Hidang, Pengembangan Alat Pengukuran (Tes) berbasis Penelitian, UPS Tegal, Soft skill sebagai pendukung kompetensi profesional dosen masa depan. Optimalisasi Peran LPMP dan PPPG dalam Peningkatan Mutu Pendidikan Thn 2003 Kedudukan Penulis Utama Anngota Penulis Penulis Utama Penulis Utama Anggota Penulis Utama Penulis Utama Anggota Publikasi Jurnal Sainteks, Lembaga Penelitian UNY. Jurnal Kependidikan, Lembaga Penelitian UNY. Cakrawala Pendidikan, LPM UNY. Jurnal Paedagogia, FKIP UNS Jurnal Inotek, Prosiding Seminar Nasional UPS Tegal Prosiding Seminar Nasional UNY Balitbang Depdiknas

2.

2004

3.

2004

4. 5. 6.

2004 2005 2005

7. 8.

2006 2007

Model evaluasi keberlanjutan SD ke SMP dalam rangka wajib belajar 9 tahun.


Oleh: Dr. Endang Mulyatiningsih

Halaman 43

You might also like

  • Hasil Ujian Paket A Kota Kinabalu 1
    Hasil Ujian Paket A Kota Kinabalu 1
    Document26 pages
    Hasil Ujian Paket A Kota Kinabalu 1
    Al-Quran Landasan HidupKu
    No ratings yet
  • Data Siswa & Guru Non Carta
    Data Siswa & Guru Non Carta
    Document3 pages
    Data Siswa & Guru Non Carta
    Al-Quran Landasan HidupKu
    No ratings yet
  • Hasil Ujian Paket A Kota Kinabalu 1
    Hasil Ujian Paket A Kota Kinabalu 1
    Document26 pages
    Hasil Ujian Paket A Kota Kinabalu 1
    Al-Quran Landasan HidupKu
    No ratings yet
  • Des 2011
    Des 2011
    Document1 page
    Des 2011
    Al-Quran Landasan HidupKu
    No ratings yet
  • Oct 2011
    Oct 2011
    Document1 page
    Oct 2011
    Al-Quran Landasan HidupKu
    No ratings yet
  • Des 2011
    Des 2011
    Document1 page
    Des 2011
    Al-Quran Landasan HidupKu
    No ratings yet
  • Des 2011
    Des 2011
    Document1 page
    Des 2011
    Al-Quran Landasan HidupKu
    No ratings yet
  • Des 2011
    Des 2011
    Document1 page
    Des 2011
    Al-Quran Landasan HidupKu
    No ratings yet
  • Des 2011
    Des 2011
    Document1 page
    Des 2011
    Al-Quran Landasan HidupKu
    No ratings yet
  • Nov 2012
    Nov 2012
    Document1 page
    Nov 2012
    Al-Quran Landasan HidupKu
    No ratings yet
  • Daftar Siswa Dan Tenaga Pengajar
    Daftar Siswa Dan Tenaga Pengajar
    Document4 pages
    Daftar Siswa Dan Tenaga Pengajar
    Al-Quran Landasan HidupKu
    No ratings yet
  • Nov 2012
    Nov 2012
    Document1 page
    Nov 2012
    Al-Quran Landasan HidupKu
    No ratings yet
  • Oct 2011
    Oct 2011
    Document1 page
    Oct 2011
    Al-Quran Landasan HidupKu
    No ratings yet
  • Oct 2011
    Oct 2011
    Document1 page
    Oct 2011
    Al-Quran Landasan HidupKu
    No ratings yet
  • Nov 2012
    Nov 2012
    Document1 page
    Nov 2012
    Al-Quran Landasan HidupKu
    No ratings yet
  • Falsh 1
    Falsh 1
    Document3 pages
    Falsh 1
    Al-Quran Landasan HidupKu
    No ratings yet