You are on page 1of 8

Tugas Hukum Pidana Lanjutan

GUGURNYA HAK MENUNTUT PIDANA

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS UDAYANA 2010


1

Gugurnya hak menuntut Pidana


Ketentuan mengenai hal-hal yang dapat menyebabkan gugrnya hak menuntut pidana, diatur dalam KUHP dan di luar KUHP. Ynag diatur dalam KUHP : 1. Tidak adanya pengaduan pada delik aduan (Pasal 166, 221 ayat (2) KUHP) Delik aduan adalah delik yang hanya dapat dituntut apabila ada pengaduan dari yang berhak mengadukannya. Delik aduan ini ditentukan secara khussus dalam beberapa Pasal KUHP. Misalnya Perzinahan (Pasal 284 KUHP). 2. Ne Bis In Idem (Pasal 76 KUHP) Perumusan ketentuan mengenai ne bis in idem tercantum dalam : Pasal 76 ayat (1) Kecuali dalam hal putusan hukum masih dapat dimintakan peninjauan kembali (herziening), seseorang tidak boleh dituntut dua kali karena tindakan (feit) yang oleh hukum Indonesia telah diadili dengan putusan yang sudah mempunyai kekuatan yang tetap (kracht van jewijsde) terhadap dirinya. Pasal 76 ayat (2) Jika putusan yang sudah mempunyai kekuatan yang tetap itu berasal dari hukum lain, maka terhadap orang itu dan karena tindakan itu tidak boleh diadakan penuntutan bagi dalam hal: Ke1 Putusan berupa pembebasan dari dakwaan (Vrijspraak) atau pelepasan dari tuntutan hukum (Ontslag Van Rechtvervolging). Ke-2 Putusan berupa pemanduan yang seluruhnya telah dilaksanakan, grasi atau yang telah dalawarsa pelaksanaan pidana tersebut. Ne bis in idem berarti tidak melakukan pemeriksaan untuk kedua kalinya mengenai tindakan (feit) yang sama. Ketentuan ini disahkan pada pertimbangan, bahwa 2

pada suatu saat (nantinya) harus ada akhir dari pemeriksaan/penuntutan dan akhir dari baliknya ketetuan pidana terhadap suatu delik tertentu. Azas ini merupakan pegangan agar tidak lagi mengadakan pemeriksaan/penuntutan terhadap pelaku yang sama dari suatu tindakan pidana yang sudah mendapat putusan hukum yang tetap. Dengan maksud untuk menghindari dua putusan terhadap pelaku dan tindakan yang sama juga untuk menghindari usaha penyidikan/penuntutan terhadap perlakuan delik yang sama, yang sebelumnya telah pernah ada putusan yang mempunyai kekuatan yang tetap. Tujuan dari azas ini ialah agar kewibawaan negara tetap dijunjung tinggi yang berarti juga menjamin kewibawaan hakim serta agar terpelihara perasaan kepastian hukum dalam masyarkat. Kuota putusan dikatakan sudah mempunyai kekuatan hukum yang tetap apabila upaya hukum yang biasa yaitu perlawanan, banding, kasasi tidak dapat lagi digunakan baik karena lewat waktu, atau pun karena tidak dimanfaatkan atau putusan diterima oleh pihak-pihak. Agar supaya suatu perkara tidak dapat diperiksa untuk kedua kalinya apabila: Perbuatan yang didakwakan (untuk kedua kalinya) adalah sama dengan yang didakwakan terdahulu. Pelaku yang didakwa (untuk kedua kalinya) adalah sama. Untuk putusan yang pertama terhadap tindakan yang sama itu telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap. Belakangan dasar Ne bis in idem Itu digantungkan kepada hal, bahwa terhadap seseorang itu juga mengenai peristiwa yang tertentu telah diambil keputusan oleh hakim dengan vonis yang tidak diubah lagi. Putusan ini berisi: a) Penjatuhan hukuman (veroordeling). Dalam hal ini oleh hakim diputuskan, bahwa terdakwa terang salah telah melakukan peristiwa pidana yang dijatuhkan kepadanya; atau b) Pembebasan dari penuntutan hukum (outslag van rechisvervolging). Dalam hal ini hakim memutuskan, bahwa peristiwa yang dituduhkan kepada terdakwa itu dibuktikan dengan cukup terang, akan tetapi peristiwa itu ternyata bukan

peristiwa pidana, atau terdakwanya kedapatan tidak dapat dihukum, karena tidak dapat dipertanggung jawabkan atas perbuatannya itu, atau c) Putusan bebas (vrijspraak). Putusan ini berarti, bahwa kesalahan terdakwa atas peristiwa yang dituduhkan kepadanya tidak cukup buktinya.

3. Matinya Terdakwa (Pasal 77 KUHP) Ketentuan ini diatur dalam Pasal 77 KUHP. Pasal 77 Kewenangan menuntut pidana hapus jika terdakwa meninggal dunia. Apabila seorang terdakwa meninggal dunia sebelum ada putusan terakhir dari pengadilan maka hak menuntut gugur. Jika hal ini terjadi dalam taraf pengusutan, maka pengusutan itu dihentikan. Jika penuntut telah dimajukan, maka penuntut umum harus oleh pengadilan dinyatkaan tidak dapat diterima dengan tentunya (niet-outvanhelijk verklaard). Umumnya demikia apabila pengadilan banding atau pengadilan kasasi masih harus memutuskan perkaranya. Dalam pasal 77 KUHP terletak suatu prinsip, bahwa penuntutan hukum itu harus ditujukan kepada diri pribadi orang. Jika orang yang dimaksud telah melakukan peristiwa pidana itu meninggal dunia, maka tuntutan atas peristiwa itu habis sampai demikian saja artinya tidak dapat tuntutan itu lalu diarahkan kepada ahli warisnya. Pengecualiannya diatur dalam pasal 361 dan 363 H.I. R yang menerangkan bahwa dalam hal menuntut denda, ongkos perkara atau merampas barang barang yang tertentu mengenai pelanggaran tentang penghasilan negara dan cukai, tuntutan itu dapat dilakukan kepada ahli waris orang yang bersalah. Oleh karena sifat individual hukum acara pidana, maka baik wewenang penuntut umum untuk menuntut pidana seseorang yang disangka melakukan delik, maupun wewenang untuk mengeksekusi pidana hapus karena kematian terdakwa atau terpidana.

4. Daluwarsa (Pasal 78 KUHP) Daluwarsa adalah pengaruh lampau waktu yang diberikan oleh Undang-undang untuk menuntut seseorang tertuduh dalam perbuatan pidana. Yang menjadi dasar atau alasan pembuat KUHP menerima lembaga lewat waktu (daluwarsa) adalah : a) Sesudah lewatnya beberapa waktu, apalagi waktu yang lewat itu cukup panjang, maka ingatan orang tentang peristiwa telah berkurang bahkan tidak jarang hampir hilang. b) Kepada individu harus diberi kepastian hukum (rechtsverligheid) terutama apabila individu terpaksa tinggal di luar negeri dan dengan demikian untuk sementara waktu merasa kehilangan atau dikurangi kemerdekaannya. c) Untuk berhasilnya tuntutan pidana maka sukarlah mendapatkan bukti sesudah lewatnya waktu yang agak lama. Dalam Pasal 79 KUHP ditentukan bahwa sebagai saat mulai berjalannya jangka waktu daluwarsa dalam tuntutan pidana adalah keesokan harinya sesudah perbuatan dilakukan. Pembuat KUHP juga menentukan saat istimewa mulai berjalannya lewat waktunya tuntutan pidana dalam tiga hal yaitu : a) Dalam hal memalsu atau meniru uang logam atau kertas atau uang kertas bank, maka jangka lewat waktunya tuntutan pidana mulai berjalan pada hari sesudah hari uang palsu itu dipakai b) jangka c) Dalam hal salah satu kejahatan yang tercantum dalam Pasal-pasal 328 lewat waktunya tuntutan pidana mulai berjalan sesudah hari KUHP (Penculikan), 329 KUHP, Pasal 330 KUHP, dan Pasal 333 KUHP, maka dibebaskannya atau meninggal dunianya korban. Dalam hal pelannggaran peraturan-peraturan Pencatatan Sipil (Pasal 556558 a KUHP) maka jangka lewat waktunya tuntutan pidana muali berjalan pada hari sesudah hari daftar-daftar yang bersangkutan telah diserahkan kepada Panitia Pengadilan tersebut.

Daluwarsa (jangka lewat waktu) dapat dicegah (gestuit) atau dipertangguhkan (geschorst). Beda antara pencegahan dengan penangguhan adalah sebagai berikut : Dalam hal pencegahan, maka jangka lewat waktu yang telah dilalui hilang sama sekali, sedangkan dalam hal penangguhan jangka lewat waktu yang telah dilalui sebelum diadakannya pertangguhan itu dapat diperhitungkan terus. Pasal 80 KUHP mengatur pencegahan jangka lewat waktunya tuntutan pidana : tiap-tiap perbuatan penuntutan mencegah daluwarsa (lewat waktu) asal saja perbuatan itu diketahui oleh orang yang dituntut atau diberitahukan kepadanya menurut cara yang ditentukan oleh undnag-undang. Pasal 81 KUHP mengatur mengenai penangguhan lewat waktunya tuntutan pidana itu disebabakan oleh apa yang disebut question prefudictelleau judgement atau perselisihan pra yudiciil. Ini merupakan perselisihan menurut hukum perdata yang terlebih dahulu harus diselesaikan sebelum perkara pidananya dilanjutkan. 5. Penyelesaian di luar proses pengadilan (Pasal 82 KUHP) Hal ini diatur dalam Pasal 82 KUHP. Pasal 82 ayat (1) Hak menuntut hukum karena pelanggaran yang terancam hukuman utama tak lain dari pada denda, tidak berlaku lagi jika maksimum denda dibayar dengan kemauan sendiri dan demikian juga dibayar ongkos mereka, jika penilaian telah dilakukan, dengan izin amtenaar yang ditunjuk dalam undang-undang umum, dalam tempo yang ditetapkannya. Pasal 82 ayat (2) Jika perbuatan itu terencana selamanya denda juga benda yang patut dirampas itu atau dibayar harganya, yang ditaksir oleh amtenaar yang tersebut dalam ayat pertama. Pasal 82 ayat (3) Dalam hal hukuman itu ditambah diubahkan berulang-ulang membuat kesalahan, boleh juga tambahan itu dikehendaki jika hak menuntut hukuman sebeb pelanggaran yang dilakukan dulu telah gugur memenuhi ayat pertama dan kedua dari pasal itu.

Pasal 82 ayat (4) Ketentuan-ketentuan dalam pasal initidak berlaku bagi orang yang belum cukup umur yang pada saat melakukan perbuatan belum brumur enam belas tahun. Ketentuan ini memuat lembaga hukum pidana yang terkenal dengan nama afkoop yaitu penebusan tuntutan pidana karena pelanggaran. Jadi dalam hal kejahatan afkoop ini tidak mungkin, yang diatasnya tidak ditentukan, hukuman pokok lain dari pada denda, dengan membayar sukarela maksimum denda. Menurut Pasal 82 KUHP ada 2 macam syarat untuk dipenuhi agar seorang dapat lepas dari pidana yang harus dijalankan atas pelanggaran itu, yaitu : a) b) Dengan membayar secara sukarela denda tertinggi (maksimum) yang Dengan ijin dari pegawai yang ditunjuk undang-undang, misalnya Kepala diancamkan kepada pelanggaran ini Jawatan Pajak dalam hal orang yang melanggar peraturan di dalam hukum fiscal. Sedangkan yang diatur di luar KUHP : Abolisi dan Amnesti Abolisi dan Amnesti ini tidak tercantum dalam KUHP. Tetapi diatur dalam Undang-undang Darurat No. 11/954 tentang Manesti dan Abolisi, LN.1954 No.146. Abolisi adalah meniadakan wewenang dari Penuntut Umum untuk menuntut hukuman. Sedangkan Manesti adalah suatu wewenang yang lebih luas lagi, yaitu amnesty tidak hanya meniadakan wewenang untuk menuntut hukuman tetapi juga wewenang untuk mengeksekusi hukuman, baik dalam hal eksekusi itu belum dimulai maupun telah dimulai. Amnesty dan Abolisi ini diberikan oleh Presiden atas kepentinan Negara. Amnesty dan Abolisi ini diberikan setelah mendapat nasehat dari Mahkamah Agung.

Daftar Bacaan
Prodjodikoro, Wirjono.1989.Azas-azas Hukum Pidana di Indonesia.-:PT. Eresco Hamzal, Andi. 1985.Pengantar Hukum Acara Pidana Indonesia.-: Ghalia Indonesia

You might also like