You are on page 1of 30

KAPITALISME Pemikiran Kapitalisme adl sebuah sistem ekonomi yg filsafat sosial dan politiknya didasarkan kepada azas pengembangan

hak milik pribadi dan pemeliharaannya serta perluasan faham kebebasan. Sistem ini telah banyak melahirkan malapetaka terhadap dunia. Tetapi ia terus melakukan tekanan-tekanannya dan campur tangan politis sosial dan kultural terhadap bangsabangsa di dunia. SEJARAH BERDIRI DAN TOKOH-TOKOHNYA Eropa pernah diperintah kerajaan Romawi yg telah mewariskan sistem feodalistik. Dalam rentang waktu antara abad ke-14 sampai abad ke-16 muncul apa yg disebut kelas bourgeois mengiring tahap feodal dimana keduanya saling mengisi. Kemudian sejak awal abad ke-16 secara bertahap fase borjuis disusul dgn fase kapitalisme. Maka yg pertama kali muncul ialah seruan kebebasan menyusul seruan-seruan nasionalisme sekuler dan penciutan dominasi spiritual Paus. Di Perancis kemudian muncul aliran bebas pada pertengahan abad ke-18 yg melahirkan kaum naturalis . Para propagandisnya yg terkenal antara lain Francois Quesnay . Lahir di Versailes Perancis dan bekerja sebagai dokter di istana Louis XV. Tetapi ia lbh mengutamakan bidang ekonomi dan mendirikan aliran lesphisiocrates. Tahun 1756 ia menerbitkan dua buah makalah tentang para petani dari selatan. Pada tahun 1758 ia menerbitkan tabel ekonomi yg disebut La Tableau Economique yang di dalamnya digambarkan peredaran uang di dalam masyarakat sebagai peredaran darah. Tentang tabel tersebut Mirabeau berkata Di dunia ini terdapat tiga penemuan besar yaitu tulisan mata uang dan tabel ekonomi. John Locke meramu teori naturalisme liberal. Tentang hak milik ia berkata Hak milik pribadi adl salah satu hak alam dan instink yg tumbuh bersama pertumbuhan manusia. Karena itu tak ada seorangpun yg mengingkari instink ini. Adam Smith adl penganut aliran klasik terkenal. Ia lahir di kota Kirkcaldy Scotlandia. Belajar filsafat dan pernah menjadi guru besar logika di Universitas Glasgow. Tahun 1766 ia pergi ke Perancis dan bertemu dgn para penganut liberalisme. Tahun 1776 ia menerbitkan Penelitian Alam dan Sebab-sebab Kekayaan Manusia. Buku inilah yg dikatakan kritikus Edmund Burke sebagai karya tulis teragung yg pernah ditulis manusia. David Ricardo yg membahas hukum pembagian hasil percapita dalam ekonomi kapitalisme. Teorinya yg terkenal ialah Hukum Pengurangan Penghasilan. Kata orang ia berorientasi falsafi yg bercampur dgn dorongan moral. Hal ini didasarkan kepada ucapannya Segala

perbuatan dipandang menghilangkan moral jika bukan keluar dari perasaan cinta kepada orang lain. Robert Malhus seorang ekonom Inggris klasik yg dikenal pesimistis. Ia penemu teori kependudukan yg populer bahwa jumlah penduduk berkembang menurut deret ukur sedangkan produksi pertanian berkembang menurut deret hitung. John Stuart Mill yg dipandang sebagai penghubung aliran individualisme dgn aliran sosialisme. Tahun 1836 ia menerbitkan buku yg berjudul Prinsip-prinsip Ekonomi Politik. Lord Keynes teorinya berkisar tentang pengangguran dan lapangan kerja. Teori ini telah melampaui teori-teori yg lain. Karena itu dialah yg berjasa dalam menciptakan lapangan kerja secara utuh bagi suatu kekutan aktif di masyarakat kapitalis. Teori-teorinya itu disebut dalam bukunya yg berjudul Teori Umum Tentang Lapangan Kerja Bursa dan Mata Uang. Buku ini beredar pada tahun 1930. David Hume penemu teori pragmatisme yg integratif. Ia mengatakan Hak milik khusus adl tradisi yg dianut masyarakat yg harus diikuti. Sebab disanalah manfaat mereka. Prinsip-prinsip Kapitalisme
y y

y y

Mencari keuntungan dgn berbagai cara dan sarana kecuali yg terang-terangan dilarang negara krn merusak masyarakat seperti heroin dan semacamnya. Mendewakan hak milik pribadi dgn membuka jalan selebar-lebarnya agar tiap orang mengerahkan kemampuan dan potensi yg ada utk meningkatkan kekayaan dan memeliharanya serta tidak ada yg menjahatinya. Karena itu dibuatlah peraturan-peraturan yg cocok utk meningkatkan dan melancarkan usaha dan tidak ada campur tangan negara dalam kehidupan ekonomi kecuali dalam batas-batas yg yg sangat diperlukan oleh peraturan umum dalam rangka mengokohkan keamanan. Perfect Competition . Price system sesuai dgn tuntutan permintaan dan kebutuhan dan bersandar pada peraturan harga yg diturunkan dalam rangka mengendalikan komoditas dan penjualannya.

Bentuk Kapitalisme
y

Kapitalisme perdagangan yg muncul pada abad ke-16 setelah dihapusnya sistem feodal. Dalam sistem ini seorang pengusaha mengangkat hasil produksinya dari satu tempat ke tempat lain sesuai dgn kebutuhan pasar. Dengan demikian ia berfungsi sebagai perantara antara produsen dan konsumen Kapitalisme industri yg lahir krn ditopang oleh kemajuan industri dgn penemuan mesin uap oleh James Watt tahun 1765 dan mesin tenun tahun 1733. Semua itu telah membangkitkan revolusi industri di Inggris dan Eropa menjelang abad ke-19. Kapitalisme industri ini tegak di atas dasar pemisahan antara modal dan buruh yakni antara manusia dan mesin.

Sistem Kartel yaitu kesepakatan perusahaan-perusahaan besar dalam membagi pasaran internasional. Sistem ini memberi kesempatan utk memonopoli pasar dan pemerasan seluas-luasnya. Aliran ini tersebvar di Jerman dan Jepang. Sistem Trust yaitu sebuah sistem yg membentuk satu perusahaan dari berbagai perusahaan yg bersaing agar perusahaan tersebut lbh mampu berproduksi dan lbh kuat utk mengontrol dan menguasai pasar.

Pemikiran dan Keyakinan-keyakinan lainnya Aliran naturalisme yg merupakan dasar kapitalisme ini sebenarnya menyerukan hal-hal sebagai berikut :
y

Kehidupan ekonomi yg tunduk kepada sistem natur yg bukan buatan manusia. Dengan sifat seperti itu akan mampu mewujudkan pengembangan hidup dan kemajuan secara simultan. Tidak ada campur tangan negara dalam kehidupan ekonomi dan membatasi tugasnya hanya utk melindungi pribadi-pribadi dan kekayaan serta menjaga keamanan dan membela negara. Kebebasan ekonomi bagi tiap individu di mana ia mempunyai hak utk menekuni dan memilih pekerjaan yg sesuai dgn kemauannya. Tentang kebebasan seperti ini diungkapkan dalam sebuah prinsip yg sangat masyur dgn semboyan Biarkan ia bekerja dan biarkan ia berlalu. Kepercayaan kapitalisme terhadap kebebasan yg tiada batas telah membawa kekacauan keyakinan dan perilaku. Ini melahirkan berbagai konflik di Barat yg kemudian melanda dunia sebagai akibat dari kehampaan pemikiran dan kekosongan ruhani. Rendahnya upah dan tuntutan yg tinggi mendorong tiap anggota keluarga bekerja. Akibvatnya tali kekeluargaan putus dan sendi-sendi sosial di kalangan mereka runtuh.

Pendapat Adam Smith yg paling penting ialah tentang ketergantungan peningkatan perekonomian kemajuan dan kemakmuran kepada kebebasan ekonomi yg tercermin pada Kebebasan individu yg memberikan seseorang bebas memilih pekerjaannya sesuai dgn kemampuannya yg dapat mewujudkan penghasilan yg dapat memenuhi kebutuhan dirinya. Kebebasan berdagang di mana produktivitas peredaran produksi dan distribusinya berlangsung dalam iklim persaingan bebas. Kaum kapitalis memandang kebebasan adl suatu kebutuhan bagi individu utk menciptakan keserasian antara dirinya dan masyarakat. Sebab kebebasan itu adl suatu kekuatan pendorong bagi produksi krn ia benar-benar menjadi hak manusia yg menggambarkan kehormatan kemanusiaan. Segi-segi Negatif Kapitalisme
y

Sitem buatan manusia.Sekelompok kecil pribadi mendominasi pasar utk mencapai kepentingan sendiri tanpa menghargai kebutuhan masyarakat dan menghormati kepentingan umum. Egoistik.Dalam sistem kapitalisme individu dan sekelompok kecil pribadi mendominasi pasar utk mencapai kepentingan sendiri tanpa menghargai kebutuhan masyarakat dan menghormati kepentingan umum.

y y

y y

Monopolostik.Dalam sistem kapitalisme seorang kapitalis memonopoli komoditas dan menimbunnya. Apabila barang tersebut habis di pasar ia mengeluarkannya utk dijual dgn harga mahal yg berlipat ganda mencekik konsumen dan orang-orang lemah. Terlalu berpihak kepada hak milik pribadi.Kapitalisme terlalu mengagungkan hak milik pribadi. Sedangkan komunisme malah menghilangkan hak milik pribadi. Persaingan.Sistem dasar kapitalisme membuat kehidupan menjadi arena perlombaan harga. Semua orang berlomba mencari kemenangan. Sehingga kehidupan dalam sistem kapitalisme berubah menjadi riba di mana yg kuat menerkam yg lemah. Hal ini sering menimbulkan kebangkrutan pabrik atau perusahaan tertentu. Perampasan tenaga produktif.Kapitalisme membuat para tenaga kerja sebagai barang komoditas yg harus tunduk kepada hukum permintaan dan kebutuhan yg menjadikan dia sebagai barang yg dapat ditawarkan tiap saat. Pekerja ini bisa jadi sewaktu-waktu diganti dgn orang lain yg upahnya lbh rendah dan mampu bekerja lbh banyak dan pengabdiannya lbh baik. Pengangguran.Suatu fenomena umum dalam masyarakat kapitalis ialah munculnya pengangguran yg mendorong pemilik perusahaan utk menambah tenaga yg akan memberatkannya. Kehidupan yg penuh gejolak.Ini adl akibat logis dari persaingan yg berlangsung antara dua kelas. Yang satu mementingkan pengumpulan uang dgn segala cara. Sedangkan yg satu lagi tidak diberi kesempatan mencari sendiri kebutuhan pokok hidupnya tanpa kenal belas kasihan. Penjajahan.Karena didorong mencari bahan baku dan mencari pasar baru utk memasarkan hasil produksinya kapitalisme memasuki petualangan penjajahan terhadap semua bangsa. Pada mulanya dalam bentuk penjajahan ekonomi pola pikir politik dan kebudayaan. Kemudian memperbudak semua bangsa dan mengeksploitasi tenaga-tenaga produktif demi kepentingan penjajahan. Peperangan dan malapetaka.Ummat manusia telah menyaksikan berbagai bentuk pembunuhan dan pembantaian luar biasa biadabnya. Itu terjadi sebagai akibat logis dari sebuah penjajahan yg menimpa ummat manusia di bumi yg melahirkan bencana paling keji dan kejam. Didominasi hawa nafsu.Orang kapitalisme berpegang kepada prinsip demokrasi politik dan pemerintahan. Pada umumnya demokrasi yg mereka gembar-gemborkan dibarengi dgn hawa nafsu yg mendominasi dan jauh dari kebenaran dan keadilan. Riba.Sistem kapitalisme tegak di atas landasan riba. Sedangkan riba merupakan akar penyakit yg membuat seluruh dunia menderita. Tidak bermoral.Kapitalisme memandang manusia sebagai benda materi. Karena itu manusia dijauhkan dari kecenderungan ruhani dan akhlaknya. Bahkan dalam sistem kapitalisme antara ekonomi dan moral dipisahkan jauh-jauh. Kejam.Kapitalisme sering memusnahkan begitu saja komoditas yg lebih dgn cara dibakar atau dibuang ke laut krn khawatir harga akan jatuh disebabkan banyaknya penawaran. Mereka berani melakukan itu padahal masih banyak bangsa-bangsa yg menjerit kelaparean. Boros.Orang-orang kapitalisme memproduksi barang-barang mewah disertai iklan besarbesaran tanpa peduli kebutuhan-kebutuhan pokok masyarakat. Sebab yg mereka cari keuntungan belaka.

Tidak berperikemanusiaan.Orang kapitalis sering mengusir begitu saja seorang buruh krn alasan tenaganya kurang produktif. Tetapi kekejaman ini mulai diperingan akhirakhir ini dgn adanya perbaikan dalam tubuh kapitalisme.

Perbaikan-perbikan Kapitalisme Inggris sampai tahun 1875 merupakan negara kapitalis terbesar dan termaju. Tetapi pada perempat akhir abad ke-19 muncul Amerika Serikat dan Jerman. Menyusul Jepang setelah perang dunia ke-2. Pada tahun 1932 di Inggris negara mulai langsung melakukan campur tangan secara basarbesaran. Di Amerika campur tangan negara mulai ditingkatkan sejak tahun 1933. Di Jerman campur tangan negara dimulai sejak Hitler. Tujuannya tidak lain hanyalah memelihara kesinmbungan kapitalisme. Campur tangan negara ini terutama dalam bidang perhubungan pengajaran dan perlindungan terhadap hak-hak warga negara dan masa peraturan yg bersifat sosial seperti asuransi sosial dan orang-orang jompo pengangguran orang lemah pemeliharaan kesehatan perbaikan pelayanan dan peningkatan taraf hidup. Kapitalisme mulai berorientasi kepada perbikan sektoral disebabkan munculnya kaum buruh sebagai kekuatan produktif di negara-negara demokrasi tekanan dari komite hak-hak azasi manusia dan utk membendung ekspansi komunisme yg berpura-pura menolong kaum buruh dan mengklaim sebagai pembelanya. AKAR PEMIKIRAN DAN KEYAKINANNYA Akar kapitalisme dalam beberapa hal bersumber dari fisafat Romawi Kuno. Hal itu muncul pada ambisinya utk memiliki kekuatan dan meluaskan pengaruh serta kekuasaan. Kapitalisme berkembang secara bertahap dari feodalisme bourgeoisme sampai kepada kapitalisme. Selama proses itu berlangsung telah berkembang berbagai pemikiran dan idiologi yg melanda dalam arus yg mengarah kepada pengukuhan hak milik pribadi dan seruan kebebasan. Pada dasarnya kapitalisme tegak di atas pemikiran aliran bebas dan aliran klasik. Kapitalisme pada dasarnya memerangi agama. Pada mulanya bersifat pembangkangan. Terhadap kekuasaan gereja. Akhirnya membangkang tiap peraturan yg mengandung moral. Kapitalisme tidak mementingkan peraturan bermoral kecuali menimbulkan manfaat pada dirinya khususnya dari segi ekonomi. Pemikiran dan pandangan yg muncul akibat revolusi industri di Eropa berperan menonjol dalam membatasi gejala-gejala kapitalisme. Kapitalisme menyeru dan membela liberalisme. Tetapi kebebasan politik telah berubah menjadi kebabasan moral dan sosial. Selanjutnya berubah menjadi permisifisme.

TERSIAR DAN KAWASAN PENGARUHNYA Kapitalisme tumbuh subur di Inggris Perancis Jepang Amerika Serikat dan sebaian besar dunia Barat. Banyak negar-negara yg hidup dalam iklim membebek baik kepada sitem komunisme ataupun sistem kapitalisme. Tingkat keterikatan mereka berbeda-beda antara campur tangan langsung atau dgn bersandar kepada keduanya baik dalam urusan politik ataupun sikap-sikap internasionalnya. Sistem kapitalisme dalam bersikap sama dgn sistem komunisme. Keduanya berdiri di belakang Israel dalam bentuk dukungan langsung ataupun tidak langsung. Al-Islam Pusat Komunikasi dan Informasi Islam Indonesia sumber file al_islam.chm Edmund Burke salah seorang pembela hak milik pribadi atas dasar teori historisme atau teori preskripsi hak milik. PEMIKIRAN DAN DOKTRIN-DOKTRINNYA

Sistem Tata Ekonomi Kapitalisme, Sosialisme dan Komunisme - Definisi, Pengertian, Arti & Penjelasan Sejarah Teori Ilmu Ekonomi
Thu, 07/09/2006 - 8:17pm godam64 1. Sistem Perekonomian / Tata Ekonomi Kapitalisme Kapitalisme adalah sistem perekonomian yang memberikan kebebasan secara penuh kepada setiap orang untuk melaksanakan kegiatan perekonomian seperti memproduksi baang, manjual barang, menyalurkan barang dan lain sebagainya. Dalam sistem ini pemerintah bisa turut ambil bagian untuk memastikan kelancaran dan keberlangsungan kegiatan perekonomian yang berjalan, tetapi bisa juga pemerintah tidak ikut campur dalam ekonomi. Dalam perekonomian kapitalis setiap warga dapat mengatur nasibnya sendiri sesuai dengan kemampuannya. Semua orang bebas bersaing dalam bisnis untuk memperoleh laba sebesarbesarnya. Semua orang bebas malakukan kompetisi untuk memenangkan persaingan bebas dengan berbagai cara. 2. Sistem Perekonomian / Tata Ekonomi Sosialisme Sosialisme adalah suatu sistem perekonomian yang memberikan kebebasan yang cukup besar kepada setiap orang untuk melaksanakan kegiatan ekonomi tetapi dengan campur tangan pemerintah. Pemerintah masuk ke dalam perekonomian untuk mengatur tata kehidupan perekonomian negara serta jenis-jenis perekonomian yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara seperti air, listrik, telekomunikasi, gas lng, dan lain sebagainya. Dalam sistem ekonomi sosialisme atau sosialis, mekanisme pasar dalam hal permintaan dan penawaran terhadap harga dan kuantitas masih berlaku. Pemerintah mengatur berbagai hal dalam ekonomi untuk menjamin kesejahteraan seluruh masyarakat. 3. Sistem Perekonomian / Tata Ekonomi Komunisme Komunisme adalah suatu sistem perekonomian di mana peran pemerintah sebagai pengatur seluruh sumber-sumber kegiatan perekonomian. Setiap orang tidak diperbolehkan memiliki kekayaan pribadi, sehingga nasib seseorang bisa ditentukan oleh pemerintah. Semua unit bisnis mulai dari yang kecil hingga yang besar dimiliki oleh pemerintah dengan tujuan pemerataan ekonomi dan kebersamaan. Namun tujuan sistem komunis tersebut belum pernah sampai ke tahap yang maju, sehingga banyak negara yang meninggalkan sistem komunisme tersebut.

Kapitalisme: Sebuah Modus Eksistensi*


Oleh: Husain Heriyanto

Indeks Islam | Indeks Artikel

ISNET Homepage | MEDIA Homepage | Program Kerja | Koleksi | Anggota

Yth. kawan-kawan sekalian, Ini ada artikel yang cukup menarik mengenai kapitalisme sebagai suatu bentuk "cara mengada" manusia, berarti dia sudah menembus kesadaran individual yang paling dalam. Suatu kritik terhadap penulis ini dari saya, adalah pemisahan yang dilakukan si penulis di antara cara mengada secara subyektif dengan praxis, keterlibatan manusia dengan lingkungan sosialnya. Itulah kenapa akhirnya dia ingin merubah modus eksistensi dengan suatu "rancangan" sehingga seakan-akan modus eksistensi bisa dirubah tanpa adanya perubahan pada praxis. Si penulis nampaknya memiliki asumsi bahwa modus eksistensi manusia itu "murni" bersifat subyektif, padahal menurut pendapat saya, modus eksistensi manusia itu walaupun bersifat "subyektif" tapi juga sekaligus bersifat "sosial", manusia tidak mengada secara sendirian, tapi selalu "mengada bersama dunia, termasuk dunia sosialnya". Dengan demikian pembangunan "modus eksitensi" baru, menurut saya, dimulai tidak melalui "rancangan" tetapi melalui "dialektika di antara praxis dengan refleksi, atau refleksi dengan praxis." Adapun artikel ini berasal dari Short-Course Kajian Ideologi, Peradaban dan Agama HMI Cab. Depok dan FIKI-UI. Mungkin bisa didiskusikan. Selamat meyimak.
Salam, Zaki Subject: [hikmah] Kapitalisme: Sebuah Modus Eksistensi, bagian I Date: Tue, 19 Dec 2000 04:48:49 +0700 From: Mohamad Zaki Hussein <zaki@centrin.net.id> To: hikmah@isnet.org

Kapitalisme: Sebuah Modus Eksistensi*

Oleh: Husain Heriyanto PENGANTAR

Saat ini tidak ada yang bisa membantah kedigdayaan rezim kapitalisme mendominasi peradaban dunia global. Berakhirnya Perang Dingin menyusul ambruknya komunisme-sosialisme Uni Soviet beserta negara-negara satelitnya sering diinterpretasikan sebagai kemenangan kapitalisme. Hampir dalam setiap sektor kehidupan, logika dan budaya kapitalisme hadir menggerakkan aktivitas. Kritik-kritik yang ditujukan terhadap kapitalisme justru bermuara kepada terkooptasinya kritik-kritik tersebut untuk lebih mengukuhkan kapitalisme. Muncul pertanyaan lain, ke arah mana peradaban manusia akan dibawa oleh kapitalisme. Apakah gerangan yang menyebabkan ideologi ini tetap bertahan, dan bahkan, kian mendominasi dunia? Apakah hegemoni kapitalisme ini merupakan akhir sejarah umat manusia atau sebagai satusatunya alternatif yang mesti diterima sebagaimana yang diperkirakan oleh Francis Fukuyama dalam The End of History? Masih berpeluangkah proyek emansipasi manusia dari dominasi kapital dan fetisisme komditas? Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan di atas, diperlukan pemahaman yang tepat mengenai pengertian hakiki apa itu sesungguhnya kapitalisme.
I. PENGERTIAN DAN PERKEMBANGAN KAPITALISME I.1. Pengertian Kapitalisme

Kapitalisme adalah sistem perekonomian yang menekankan peran kapital (modal), yakni kekayaan dalam segala jenisnya, termasuk barang-barang yang digunakan dalam produksi barang lainnya (Bagus, 1996). Ebenstein (1990) menyebut kapitalisme sebagai sistem sosial yang menyeluruh, lebih dari sekedar sistem perekonomian. Ia mengaitkan perkembangan kapitalisme sebagai bagian dari gerakan individualisme. Sedangkan Hayek (1978) memandang kapitalisme sebagai perwujudan liberalisme dalam ekonomi. Menurut Ayn Rand (1970), kapitalisme adalah "a social system based on the recognition of individual rights, including property rights, in which all property is privately owned". (Suatu sistem sosial yang berbasiskan pada pengakuan atas hak-hak individu, termasuk hak milik di mana semua pemilikan adalah milik privat). Heilbroner (1991) secara dinamis menyebut kapitalisme sebagai formasi sosial yang memiliki hakekat tertentu dan logika yang historis-unik. Logika formasi sosial yang dimaksud mengacu pada gerakan-gerakan dan perubahan-perubahan dalam proses-proses kehidupan dan konfigurasi-konfigurasi kelembagaan dari suatu masyarakat. Istilah "formasi sosial" yang diperkenalkan oleh Karl Marx ini juga dipakai oleh Jurgen Habermas. Dalam Legitimation Crisis (1988), Habermas menyebut kapitalisme sebagai salah satu empat formasi sosial (primitif, tradisional, kapitalisme, post-kapitalisme).

I.2. Sejarah Perkembangan Kapitalisme

Robert E. Lerner dalam Western Civilization (1988) menyebutkan bahwa revolusi komersial dan industri pada dunia modern awal dipengaruhi oleh asumsi-asumsi kapitalisme dan merkantilisme. Direduksi kepada pengertian yang sederhana, kapitalisme adalah sebuah sistem produksi, distribusi, dan pertukaran di mana kekayaan yang terakumulasi diinvestasikan kembali oleh pemilik pribadi untuk memperoleh keuntungan. Kapitalisme adalah sebuah sistem yang didisain untuk mendorong ekspansi komersial melewati batas-batas lokal menuju skala nasional dan internasional. Pengusaha kapitalis mempelajari pola-pola perdagangan internasional, di mana pasar berada dan bagamana memanipulasi pasar untuk keuntungan mereka. Penjelasan Robert Learner ini paralel dengan tudingan Karl Marx bahwa imperialisme adalah kepanjangan tangan dari kapitalisme. Sistem kapitalisme, menurut Ebenstein (1990), mulai berkembang di Inggris pada abad 18 M dan kemudian menyebar luas ke kawasan Eropa Barat laut dan Amerika Utara. Risalah terkenal Adam Smith, yaitu The Wealth of Nations (1776), diakui sebagai tonggak utama kapitalisme klasik yang mengekspresikan gagasan "laissez faire"1) dalam ekonomi. Bertentangan sekali dengan merkantilisme yaitu adanya intervensi pemerintah dalam urusan negara. Smith berpendapat bahwa jalan yang terbaik untuk memperoleh kemakmuran adalah dengan membiarkan individu-individu mengejar kepentingan-kepentingan mereka sendiri tanpa keterlibatan perusahaan-perusahaan negara (Robert Lerner, 1988). Awal abad 20 kapitalisme harus menghadapi berbagai tekanan dan ketegangan yang tidak diperkirakan sebelumnya. Munculnya kerajaan-kerajaan industri yang cenderung menjadi birokratis uniform dan terjadinya konsentrasinya pemilikan saham oleh segelintir individu kapitalis memaksa pemerintah (Barat) mengintervensi mekanisme pasar melalui kebijakankebijakan seperti undang-undang anti-monopoli, sistem perpajakan, dan jaminan kesejahteraan. Fenomena intervensi negara terhadap sistem pasar dan meningkatnya tanggungjawab pemerintah dalam masalah kesejahteraan sosial dan ekonomi merupakan indikasi terjadinya transformasi kapitalisme. Transformasi ini, menurut Ebenstein, dilakukan agar kapitalisme dapat menyesuaikan diri dengan berbagai perubahan ekonomi dan sosial. Lahirlah konsep negara kemakmuran (welfare state) yang oleh Ebenstein disebut sebagai "perekonomian campuran" (mixed economy) yang mengkombinasikan inisiatif dan milik swasta dengan tanggungjawab negara untuk kemakmuran sosial. Habermas memandang transformasi itu sebagai peralihan dari kapitalisme liberal kepada kapitalisme lanjut (late capitalism. organized capitalism, advanced capitalism). Dalam Legitimation Crisis (1988), Habermas menyebutkan bahwa state regulated capitalism (nama lain kapitalisme lanjut) mengacu kepada dua fenomena: (a) terjadinya proses konsentrasi ekonomi seperti korporasi-korporasi nasional dan internasional yang menciptakan struktur pasar oligopolistik, dan (b) intervensi negara dalam pasar. Untuk melegitimasi intervensi negara yang secara esensial kontradiktif dengan kapitalisme liberal, maka menurut Habermas, dilakukan repolitisasi massa, sebagai kebalikan dari depolitisasi massa dalam masyarakat kapitalis liberal. Upaya ini terwujud dalam sistem demokrasi formal.

II. PRINSIP-PRINSIP DASAR KAPITALISME II.1. Tiga Asumsi Kapitalisme Menurut Ayn Rand

Ayn Rand dalam Capitalism (1970) menyebutkan tiga asumsi dasar kapitalisme, yaitu: (a) kebebasan individu, (b) kepentingan diri (selfishness), dan (c) pasar bebas. Menurut Rand, kebebasan individu merupakan tiang pokok kapitalisme, karena dengan pengakuan hak alami tersebut individu bebas berpikir, berkarya dan berproduksi untuk keberlangsungan hidupnya. Pada gilirannya, pengakuan institusi hak individu memungkinkan individu untuk memenuhi kepentingan dirinya. Menurut Rand, manusia hidup pertama-tama untuk dirinya sendiri, bukan untuk kesejahteraan orang lain. Rand menolak keras kolektivisme, altruisme, mistisisme. Konsep dasar bebas Rand merupakan aplikasi sosial dan pandangan epistemologisnya yang natural mekanistik. Terpengaruh oleh gagasan "the invisible hand" dari Smith, pasar bebas dilihat oleh Rand sebagai proses yang senantiasa berkembang dan selalu menuntut yang terbaik atau paling rasional. Smith pernah berkata: "...free marker forces is allowed to balance equitably the distribution of wealth". (Robert Lerner, 1988).
II.2. Akumulasi Kapital

Heilbroner (1991) menelaah secara mendalam pengertian hakiki dari kapital. Apa yang dimaksud dengan kapital sehingga dapat menjelaskan formasi sosial tempat kita hidup sekarang adalah kapitalisme? Heilbroner menolak memperlakukan kapital hanya dalam kategori hal-hal yang material berupa barang atau uang. Menurutnya, jika kapital hanya berupa barang-barang produksi atau uang yang diperlukan guna membeli material dan kerja, maka kapital akan sama tuanya dengan peradaban. Menurut Heilbroner, kapital adalah faktor yang mnggerakkan suatu pross transformasi berlanjut atas kapital-sebagai-uang menjadi kapital-sebagai-komoditi, diikuti oleh suatu transformasi dari kapital-sebagai-komoditi menjadi kapital-sebagai uang yang bertambah. Inilah rumusan M-C-M yang diperkenalkan Marx. Proses yang berulang dan ekspansif ini memang diarahkan untuk membuat barang-barang dan jasa-jasa dengan pengorganisasian niaga dan produksi. Eksistensi fisik benda dan jasa itu merupakan suatu rintangan yang harus diatasi dengan mengubah komoditi menjadi uang kembali. Bahkan kalau hal itu terjadi, bila sudah terjual, maka uang itu pada gilirannya tidak dianggap sebagai produk akhir dari pencarian tetapi hanya sebagai suatu tahap dalam lingkaran yang tak berakhir. Karena itu, menurut Heilbroner, kapital bukanlah suatu benda material melainkan suatu proses yang memakai benda-benda material sebagai tahap-tahap dalam eksistensi dinamiknya yang berkelanjutnya. Kapital adalah suatu proses sosial, bukan proses fisik. Kapital memang mengambil bentuk fisik, tetapi maknanya hanya bisa dipahami jika kita memandang bahwa benda-benda material ini mewujudkan dan menyimbolkan suatu totalitas yang meluas.

Rumusan M-C-M (Money-Commodity-Money) yang diskemakan Marx atas metamorfosis yang berulang dan meluas yang dijalani kapital merupakan penemuan Marx terhadap esensi kapitalisme, yaitu akumulasi modal. Dalam pertukaran M-C-M tersebut uang bukan lagi alat tukar, tetapi sebagai komoditas itu sndiri dan menjadi tujuan pertukaran.
II.3. Dorongan Untuk Mengakumulasi Kapital (Heilbroner)

Analisis kapital sebagai suatu proses ekspansif seperti yang diuraikan di muka, ditelaah lebih dalam lagi oleh Heilbroner melalui pendekatan psikoanalisis, antropologis, dan sosiologis. Menurut Heilbroner, gagasan kapital sebagai suatu hubungan sosial menyingkapkan inti hubungan itu, yaitu dominasi. Hubungan dominasi memiliki dua kutub. Pertama, ketergantungan sosial kaum yang tak berpunya kepada pemilik kapital di mana tanpa ketergantungan itu kapital tidak memiliki pengaruh apa-apa. Kedua, dorongan tanpa henti dan tanpa puas untuk mengakumulasi kapital. Heilbroner melontarkan pertanyaan: Apakah alasan pembenaran dari proses tanpa henti ini? Ia menyebutkan bahwa dorongan ini digerakkan oleh keinginan untuk prestise dan kemenonjolan (realisasi diri)2. Dalam bahasa Abraham Maslow, dorongan mengakumulasi kekayaan yang tidak puas-puas ini merupakan manifestasi aktualisasi diri. Namun, Heilbroner mengingatkan bahwa kebutuhan afektif ini hanyalah suatu kondisi yang perlu (necessary condition) namun belum menjadi syarat cukup (sufficient condition) untuk dorongan mengejar kekayaan. Lalu Heilbroner menemukan bahwa kekayaan memberikan pemiliknya kemampuan untuk mengarahkan dan memobilisasikan kegiatan-kegiatan masyarakat. Ini adalah kekuasaan. Kekayaan adalah suatu kategori sosial yang tidak terpisahkan dari kekuasaan. Dengan demikian, hakekat kapitalisme menurut Heilbroner, adalah dorongan tiada henti dan tanpa puas untuk mengakumulasi kapital sebagai sublimasi dorongan bawah sadar manusia untuk merealisasi diri, mendominasi, berkuasa. Karena dorongan ini berakar pada jati diri manusia, maka kapitalisme lebih merupakan salah satu modus eksistensi manusia. Mungkin inilah sebabnya mengapa kapitalisme mampu bertahan dan malah menjadi hegemoni peradaban global.
III. TINJAUAN KRITIS

Tinjauan kritis ini dibuat dengan asumsi bahwa analisis sosial memiliki keterbatasanketerbatasan skematisasi dinamika kehidupan sosial. Tinjauan tentang kekuatan dan kelemahan kapitalisme lebih merupakan hipotesa.
III.1. Kekuatan Kapitalisme

Unsur-unsur apa yang dikandung kapitalisme sehingga ia saat ini tetap tangguh? Terdapat beberapa kekuatan yang memungkinkan kapitalisme masih bertahan hingga kini melalui berbagai kritikan tajam dan rintangan. Pertama, daya adaptasi dan transformasi kapitalisme yang sangat tinggi, sehingga ia mampu menyerap dan memodifikasi setiap kritik dan rintangan untuk memperkuat eksistensinya.

Sebagai contoh, bagaimana ancaman pemberontakan kaum buruh yang diramalkan Marx tidak terwujud, karena di satu sisi, kaum buruh mengalami pembekuan kesadaran kritis (reifikasi), dan di lain sisi, kelas borjuasi kapital melalui negara memberikan "kebaikan hati" kepada kaum buruh dengan konsep "welfare state". Pada gilirannya, kaum kapitalis memperoleh persetujuan (consent) untuk mendominasi masyarakat melalui apa yang disebut Gramsci sebagai hegemoni ekonomi, politik, budaya; atau seperti yang disebutkan Heilbroner bahwa rezim kapital memiliki kemampuan untuk memperoleh kepatuhan massa dengan memunculkan "patriotisme" ekonomik. Kedua, berkaitan dengan yang pertama, tingginya kemampuan adaptasi kapitalisme dapat dilacak kepada waktu inheren pada hakekat kapitalisme, yaitu dorongan untuk berkuasa dan perwujudan diri melalui kekayaan. Atas dasar itulah diantaranya, maka Peter Berger dalam Revolusi Kapitalis (1990) berani bertaruh bahwa masa depan ekonomi dunia berada dalam genggaman kapitalisme. Ketiga, kreativitas budaya kapitalisme dan kapasitasnya menyerap ide-ide serta toleransi terhadap berbagai pemikiran. Menurut Rand, kebebasan dan hak individu memberi ruang gerak manusia dalam berinovasi dan berkarya demi tercapainya keberlangsungan hidup dan kebahagiaan. Dengan dasar pemikiran ini, Bernard Murchland dalam Humanisme dan Kapitalisme (1992) dengan penuh keyakinan menaruh harapan bahwa kapitalisme demokratis adalah humanisme yang dapat menyelamatkan peradaban manusia di masa depan.
III.2. Kelemahan Kapitalisme

Mengacu kepada asumsi-asumsi dasar kapitalisme, klaim-klaim pendukung kapitalisme dan praktek kapitalisme, terdapat beberapa kelemahan mendasar kapitalisme. Pertama, pandangan epistemologinya yang positivistik mekanistik. Positivisme yang memisahkan fakta dan nilai, bahkan hanya terpaku pada apa yang disebut fenomena fakta dan mengabaikan nilai, terbukti sudah ketidakmampuannya menjelaskan perkembangan sains modern dan kritikan dari fenomenologi hermeneutik (human sciences). Pola pikir positivistik hanya satu dimensi, yaitu dialektika positif, yang pada gilirannya mereduksi kemampuan refleksi kritis manusia untuk menari makna-makna tersembunyi di balik fenomena-fenomena. Herbert Marcuse dalam One Dimensional Man (1991) berkata: "... Kapitalisme, yang didorng oleh teknologi, telah mengembang untuk mengisi semua ruang sosial kita; telah menjadi suatu semesta politis selain psikologis. Kekuasaan totalitarian ini mempertahankan hegemoninya dengan merampas fungsi kritisnya dari semua oposisi, yaitu kemampuannya berpikir negatif mengenai sistem, dan dengan memaksakan kebutuhan-kebutuhan palsu melalui iklan, kendali pasar, dan media. Maka, kebebasan itu sendiri menjadi alat dominasi, dan akal menyembunyikan sisi gelap irasionalitas..." Kedua, berkaitan dengan yang pertama, asumsi antropologis yang dianut kapitalisme adalah pandangan reduksionis satu dimensi manusia yang berasal dari rasionalisme Aufklarung. Temuan alam bawa sadar psikoanalisis menunjukkan bahwa banyak perilaku manusia tidak didorong oleh kesadaran atau rasionalitas, melainkan oleh ketidaksadaran dan irasionalitas. Asumsi kapitalisme yang mengandaikan bahwa distribusi kekayaan akan terjadi dengan sendirinya bila masyarakat telah makmur (contoh: konsep trickle down effect) melupakan aspek

irasionalitas manusia yang serakah dan keji. Dorongan yang tidak pernah puas menumpukkan kapital sebagai watak khas kapitalisme merupakan bentuk patologis megalomania dan narsisisme. Ketiga, keserakahan mengakumulai kapital berakibat pada eksploitasi yang melampau batas terhadap alam dan sesama manusia, yang pada gilirannya masing-masing menimbulkan krisis ekonologis dan dehumanisasi. Habermas (1988) menyebutkan kapitalisme lanjut menimbulkan ketidakseimbangan ekologis, ketidakseimbangan antropologis (gangguan sistem personaliti), dan ketidakseimbangan internasional. Keempat, problem moral. Bernard Murchland (1992), seorang pembela gigih kapitalisme, mengakui bahwa masalah yang paling serius yang dihadapi kapitalisme demokratis adalah pengikisan basis moral. Ia lalu menoleh ke negara-negara Timur yang kaya dengan komponen moral kultural. Atas dasar problem etis inilah, maka Mangunwijaya (1998) dengan lantang berkata: "... ternyatalah, bahwa sistem liberal kapitalis, biar sudah direvisi, diadaptasi baru dan diperlunak sekalipun, dibolak-balik diargumentasi dengan fasih ilmiah seribu kepala botak, ternyata hanya dapat berfungsi dengan tumbal-tumbal sekian milyar rakyat dina lemah miskin di seluruh duia, termasuk dan teristimewa Indonesia...." Kelima, implikasi dari praktek mengkomoditikan segenap ide-ide dan kegiatan-kegiatan sosial budaya, maka terjadilah krisis makna yang pada gilirannya menimbulkan krisis motivasi. Habermas (1988) mengatakan bahwa pada tataran sistem politik, krisis motivasii ni menimbulkan krisis legitimasi, atau menurut istilah Heilbroner (1991) dengan krisis intervensi.
IV. KESIMPULAN

Analisis Heilbroner di muka, jika dikembangkan lebih lanjut secara filosofis, akan membawa kita untuk berkesimpulan bahwa kapitalisme lebih daripada sekedar sistem ekonomi atau sistem sosial. Sebagai peradaban, kapitalisme dapat kita katakan sebagai suatu cara berada manusia, suatu modus eksistensi. Seorang kapitalis adalah orang yang melalui harta kekayaannya ia mewujudkan diri, menyingkap eksistensi diri. Ia mengaktualkan dirinya dengan dan untuk kapital. Dengan kapital, ia berharap memperoleh kekuasaan dan dominasi. Memiliki kapital berarti menguasai dunia. Sains, teknologi, seni, dan agama menjadi subordinasi dan pelayan atau pelegitimasi kapital. Itulah modus eksistensi kapitalisme. Atas dasar pemikiran di atas, kita dapat memahami mengapa ideologi-ideologi seperti sosialisme, Marxisme, komunisme, humanisme, dan bahkan eksistensialisme-sekuler gagal menghadapi kapitalisme. Kaum sosialis telah gagal memahami kapitalisme sebagai modus eksistensi. Ini dimulai dari Karl Marx sendiri yang melihat kapital hanya sebagai "cara produksi" (modus produksi), konsep sentral yang digunakannya dalam Das Kapital. Akibatnya, banyak analiss dan ramalan Marx yang melenceng. Bahkan sosialisme akhirnya terkooptasi oleh kapitalisme. Konsep "welfare state" yang diterapkan di negara kapitalis adalah salah satu contoh upaya adaptasi kapitalisme merangkul semangat sosialisme ke dalam pangkuannya. Ideologiideologi sekuler dunia lainnya sekarang ini hanyalah ibarat anak-anak kapitalisme atau subordinasi kapitalisme global, kapitalisme konsumeris.

Kaum Mazhab Frankfurt sebagai pewaris semangat kritisi sosial Marx yang pada mulanya mencanangkan proyek pembebasan masyarakat dari hegemoni kapitalisme akhirnya juga jatuh kepada pesimisme. Mereka seakan-akan tidak melihat lagi adanya peluang untuk menciptakan dunia alternatif selain dunia ciptaan kapital. Mereka menganggap manusia modern telah kehilangan rasionalitas dan kesadaran kritis. Kini mereka seakan tak mampu lagi bersuara lantang menentang kapitalisme sebagaimana pendahulu mereka, katakanlah misalnya Herbert Marcuse yang menulis One Dimensional Man. Para pendukung teori kritis inipun seakan tidak bereaksi ketika Perter Berger, seorang pembela kapitalisme, dengan arogan mengatakan sosialisme adalah mitos, sedang kapitalisme adalah masa depan manusia. Sementara itu, analisis Max Weber yang mengaitkan perkembangan kapitalisme dengan etos kerja Protestan kini juga bermuara kepada proses sekulerisasi yang tidak diperkirakan sebelumnya. Pada mulanya, motif religius menggerakkan orang untuk kerja keras, tekun, efisien, dan berprestasi karena perolehan kesuksusan duniawi diartikan sebagai tanda keselamatan ilahi. Namun, proses sekulerisasi terjadi sedemikian rupa sehingga Tuhan dan akhirat perlahan-lahan hilang dari kesadaran manusia. Aktivitas duniawi sama sekali tidak lagi digerakkan oleh motivasi agama, namun semata-mata oleh motif materialistik. Berger menyebutkan Protestanisme sebagai manifestasi yang paling sempurna dari proses dialektik di mana orientasi agama yang bersifat inner-worldly itu "menggali kubur" untuk dirinya sendiri. Luar biasa memang pesona materi itu sehingga motivasi agama pun akhirnya juga terkooptasi oleh motivasi materialistik.
V. SARAN

Dengan menelaah secara tajam hakekat kapitalisme, kita dapat melihat kekuatan dan kelemahannya secara obyektif. Ini diperlukan agar proyek besar pembebasan manusia dari hegemoni kapitalisme - tentu saja yang berminat - dapat mengkonstruksi ideologi atau peradaban alternatif yang sungguh-sungguh antitesis kapitalisme secara mendasar, radikal dan menyeluruh. Persoalannya, bagaimana kita merancang antitesis itu? Adakah modus eksistensi alternatif yang dapat menaklukkan kapitalisme menjadi sekedar metode atau manajemen bisnis? Perlukah lebih dahulu kita merombak secara revolusioner pandangan dunia (worldview) kita tentang antropologi, kosmologi, teologi?
Catatan:

* Makalah sesi kedua Short-Course kajian Ideologi, Peradaban dan Agama - HMI Cabang Depok dan FIKI-UI di PKTTI-UI Depok, 21 Des. 1999. 1) Istilah "Laissez Faire" berasal dari bahasa Perancis laissez faire la nature (let nature take its course); dapat diartikan sebagai sikap pembiaran kebebasan semaunya tanpa pengaturan dan kontrol. 2) Heilbroner mengutip pernyataan Adam Smith sendiri dalam Theory of Moral Sentiments (1976): "Orang kaya berbangga dalam kekayaan-kekayaan mereka, karena dia merasa bahwa

kekayaan-kekayaan itu membuatnya diperhatikan dunia. Memikirkan hal ini membuat dia berbesar hati dan membuatnya makin mencintai kekayaannya."
REFERENSI 1. 2. 3. 4. 5. Bagus, L., Kamus Filsafat, Gramedia, Jakarta, 1996. Berger, P., Revolusi Kapitalis, (terjemahan), LP3ES, Jakarta 1990. Ebenstein, W., Isme-Isme Dewasa Ini, (terjemahan), Erlangga, Jakarta, 1990. Habermas, J., Letigimation Crisis, Polity Press, Cambridge Oxford, 1988. Hayek, F.A., The Prinsiples of A Liberal Social Order, dalam Anthony de Crespigny and Jeremy Cronin, Ideologies of Politics, Oxford University Press, London, 1978. 6. Heilbroner, R.L., Hakikat dan Logika Kapitalisme, (terjemahan), LP3ES, Jakarta, 1991. 7. Lerner, R.E., Western Civilization, Volume 2, W.W. Norton & Company, Ney YorkLondon, 1988. 8. Mangunwijaya, Y.B., Mencari Landasan Sendiri, Esei Pada Harian Kompas 1 September 1998, Jakarta. 9. Marcuse, H., One Dimensional Man, Beacon Press, Boston, 1991. 10. Murchland, B., Humanisme dan Kapitalisme, (terjemahan), Tiara Wacana, Yogyakarta, 1992. 11. Rand, A., Capitalism: The Unknown Ideal, A Signet Book, New York, 1970.

2. Sifat-Sifat Dasar Sistem Kapitalis


Dalam sebuah perjuangan, kita harus tahu siapa kawan dan siapa lawan. Musuh kita adalah kapitalisme. Tetapi apakah kapitalisme itu? Jawabannya mungkin tampak sederhana. Kapitalisme bukankah sebuah sistem dimana sejumlah individu yang kaya memiliki pabrik-prabrik dan perusahaan lainnya? Bukankah para kapitalis ini bersaing pada sebuah pasar bebas, tanpa perencanaan yang terpusat, dengan hasil bahwa sistem perekonomian sering jadi kacau dan acapkali mengalami krisis? Jawaban untuk menghindari keadaan seperti itu juga tampaknya jelas, ialah menyita industri dari para individu itu (nasionalisasi), dan membiarkan negara untuk merencanakan ekonominya. Menurut kebanyakan orang yang berhaluan kiri, hal-hal diatas dianggap merupakan inti dari ajaran Marxisme. Tetapi dewasa ini permasalahan-permasalahan diatas tidak dapat dilihat sesederhana itu. Pada satu sisi, banyak perusahaan di bawah sistim kapitalis dewasa ini tidak lagi dikontrol oleh para individu. Secara formal perusahaan-perusahaan itu dimiliki oleh para pemegang saham, tapi kenyataannya perusahaan-perusahaan raksasa seperti General Motors dijalankan oleh para pejabat perusahaan. Sedangkan bentuk perusahaan-perusahaan lainnya adalah perusahaan negara seperti BUMN di Indonesia. Namun kaum buruh juga dieksploitasi dalam perusahaan tersebut. Di sisi yang lain, masyarakat yang telah meninggalkan kepemilikan swasta dan memilih rencanarencana ekonomi yang terpusat tidak tampak menarik lagi saat ini. Negara-negara seperti di bekas Uni Soviet telah menteror kelas buruhnya, sedangkan para birokrat yang mengelola pabrik-pabrik. Dan pada akhirnya masyarakat itu juga mengalami krisis ekonomi dan politik. Saat ini Cina mencoba mengambil alih beberapa aspek pasar bebas ke dalam kebijakan ekonomi mereka, karena takut tidak mampu untuk tetap bersaing dengan negara-negara kapitalis barat. Jadi keseluruhan arti kapitalisme dan sosialisme, dan perbedaan-perbedaan diantara kedua sistem itu, perlu dikaji ulang untuk disesuaikan dengan perkembangan ekonomi dewasa ini. Disini, ide-ide Karl Marx sangatlah penting. Dia sama sekali tidak menganggap kepemilikan alat-alat produksi oleh individu swasta merupakan masalah utama kapitalisme. Yang ia tolak adalah sebuah situasi dimana alat produksi dikontrol oleh minoritas -- dalam berbagai bentuk -untuk mengeksploitasi mayoritas. Eksploitasi semacam ini mengambil bentuk dalam hubungan sosial di tempat kerja. Yakni para pekerja yang tidak memiliki perangkat produksi, dan tidak memiliki komoditi untuk dijual sehingga mereka harus menjual tenaga kerjanya untuk gaji (wage labour system). Ini berarti mereka tidak memiliki kontrol dari hasil kerjanya. Dalam sebuah sistem ekonomi seperti ini, tidak ada kemungkinan untuk merencanakan perekonomian demi kepentingan masyarakat luas. Justru sebaliknya, setiap kapitalis akan didorong oleh kompetisi untuk membangun usaha dengan mengorbankan orang lain. Seperti yang dikatakan Marx, 'Akumulasi! Akumulasi! itu adalah

nabi-nabi baginya'. Ini berarti yang kuat memakan yang lemah, dan sistemnya akan turun secara drastis sampai mengalami krisis ekonomi. Marx, menyebut kondisi seperti ini keterasingan (atau alienasi) pekerja, dan salah satu slogannya yang sangat terkenal adalah 'penghapusan sistem wage labour". Di dunia moderen, modal memiliki bentuk yang bermacam-macam. Di mancanegara terjadi swastanisasi perusahaan-perusahan milik negara. Negara-negara lain seperti Swedia atau Italia masih memiliki sektor negara yang besar, sedangkan di Cina dan Kuba perencanaan ekonominya masih dilakukan secara terpusat. Tetapi di semua negara itu analisa fundamental Marx masih sangat relevan. Alat-alat produksi masih dikontrol oleh minoritas -- meskipun komposisinya sangat bermacam-macam dari para pengusaha individu melalui sektor swasta dan birokrat yang bekerja di sektor publik. Para pekerja menjual tenaga mereka untuk mendapatkan gaji, dan tidak memiliki kontrol terhadap proses produksi atau barang-barang yang mereka hasilkan. Produksi dilaksanakan dengan jalan kompetisi, baik dalam skop kecil, persaingan antar perusahaan maupun dalam skop besar atau nasional, antar negara, yang dipimpin oleh aparatus negara. Kompetisi antar negara juga memiliki bentuk yang lain yaitu kompetisi militer. Bekas negara Uni Soviet selalu mendorong ekonominya berjalan secara efisien, karena harus bersaing dengan Amerika Serikat dalam hal persenjataan. Kaum buruh di Uni Soviet dihisap oleh birokrasi yang tengah berkuasa guna kompetisi militer tersebut. Kami menyebut bentuk ekonomi yang dijalankan oleh rezim Soviet itu "Kapitalisme Negara". Apapun bentuk kompetisi itu, hasilnya selalu sama: "Akumulasi! Akumulasi! itulah nabinabinya!" Sedangkan para pekerja adalah korbannya. Jadi apa yang perlu dilakukan? Jawabannya ada pada sistem sosialis yang sejati, yang berarti pekerja sendiri yang harus mengontrol proses produksi, dan memproduksi untuk kebutuhan manusia, bukan untuk kebutuhan kompetisi. Kontrol pekerja terhadap produksi -- yang berkaitan erat dengan kontrol mereka secara demokratis terhadap negara -- dapat diterapkan di sebuah negara secara sementara. Namun seperti yang kita lihat, tekanan kompetisi berlangsung secara internasional. Maka untuk jangka panjang, sosialisme mesti diciptakan di tingkat internasional.

Perkembangan kapitalisme di indo

Konsepsi materialis tentang sejarah dimulai dari proposisi bahwa produksi kebutuhankebutuhan untuk mendukung kehidupan manusia dan, di samping produksi, pertukaran barangbarang yang diproduksi, merupakan dasar dari semua struktur masyarakat; bahwa dalam setiap masyarakat yang telah muncul dalam sejarah, cara kekayaan didistribusi dan cara masyarakat dibagi ke dalam kelas-kelas atau tatanan-tatanan bergantung pada apa yang diproduksi, bagaimana itu diproduksi, dan bagaimana produk-produk itu dipertukarkan. Dari sudut pandang ini, sebab-sebab akhir dari semua perubahan sosial dan revolusi-revolusi politis mesti dicari, tidak dalam benak-benak manusia, tidak dalam wawasan manusia yang lebih baik akan kebenaran dan keadilan abadi, tetapi di dalam perubahan-perubahan dalam cara-cara produksi dan pertukaran. Itu semua mesti dicari, tidak dalam filsafat tetapi di dalam perekonomian satu epos tertentu. (Engels, Anti-Duhring) Sejarah Indonesia dan perubahan-perubahan sosial di dalamnya tidak dapat dipahami sepenuhnya tanpa melihat ke dalam perubahan-perubahan ekonomi yang telah dilaluinya di setiap tahapan. Sejarah Indonesia adalah satu sejarah yang terhubungkan secara dekat dengan perkembangan kapitalisme semenjak kelahirannya di abad ke-16. Oleh karena itu, untuk memahami kapitalisme di Indonesia sekarang ini, kita harus kembali sejauh jaman kolonial Belanda. Secara umum, kita dapat membagi tahapan sejarah Indonesia seperti berikut: koloni Belanda (1600-1945), perjuangan kemerdekaan (1945-1949), Orde Lama (1949-1965), Orde Baru (1965-1998), dan Reformasi 1998 dan sesudahnya (1998-sekarang) Indonesia dan Kolonialisme Belanda Sampai awal abad ke-20, tidak ada yang namanya Indonesia seperti dalam pengertian sekarang. Yang ada adalah sekelompok pulau antara sub-benua India dan Australia yang tersatukan secara longgar oleh ikatan kolonialisme Belanda. Kata Indonesia pertama kali digunakan sekitar tahun 1850 oleh para peneliti Inggris yang menganjurkan penggunaannya sebagai penamaan geografi, dan bukan sebagai rujukan bangsa-negara. Hanya pada awal tahun 1920an nama Indonesia mendapatkan arti politik. Sebelumnya, seluruh daerah yang mencakup Indonesia masa kini disebut sebagai Hindia Timur Belanda. Semenjak penjajahan Belanda terhadap Indonesia, nasib Indonesia telah terhubungkan dengan perkembangan kapitalisme dunia. Oleh karena itu kita perlu menggunakan periode ini sebagai titik tolak analisa kita. 350 tahun kekuasaan Belanda atas Indonesia dapat dibagi menjadi tahapan-tahapan ekonomi sebagai berikut: a. Periode V.O.C (1600-1800) b. Periode Kekacauan dan Ketidakpastian (1800-1830) c. Sistem Tanam Paksa (Cultuurstelsel) (1830-1870) d. Periode Liberal (1870-1900)

e. Tahun-tahun Etis (1900-1930) f. Depresi Hebat (1930-1940) Tahapan-tahapan ini bersesuaian dengan perubahan-perubahan administratif, sosial, dan politik di Indonesia, Belanda, dan seluruh dunia. Oleh karena itu mustahil untuk mempelajari perkembangan ekonomi dan politik Indonesia terpisah dari Belanda dan Eropa. Pecahnya revolusi di Eropa (Pemberontakan Belanda, Revolusi Inggris, Revolusi Prancis, dan lalu Revolusi Rusia) mengubah jalannya sejarah di Indonesia. Indonesia dan Revolusi Belanda Sejarah kolonialisme di Indonesia adalah sejarah eksploitasi kapitalis imperialis. Bahkan yang lebih penting untuk dimengerti adalah bahwa penjajahan di Indonesia adalah yang pertama kali dilakukan oleh kaum borjuasi. Tidak dikenal dan dilupakan oleh kebanyakan kaum Marxis, revolusi borjuis yang pertama terjadi di Belanda dan bukan Inggris. Pemberontakan Belanda pada abad ke 16 (1568-1609) mungkin adalah revolusi borjuis klasik yang paling terabaikan. Walaupun Marx dan Engels hanya menulis beberapa kalimat yang terpencar-pencar mengenai Pemberontakan Belanda, jelas bahwa mereka mengakuinya sebagai salah satu momen penting dalam kebangkitan borjuis yang historis. Pada tahun 1848, Marx menulis Model dari revolusi 1789 [Prancis] adalah revolusi 1648 [Inggris]; dan model untuk revolusi 1648 hanyalah pemberontakan Belanda melawan Spanyol [Pemberontakan Belanda].[1] Lagi di volume pertama Kapital, Marx menulis: Sejarah administrasi koloni Belanda dan Belanda adalah model negara kapitalis di abad ke17 adalah salah satu sistem pengkhianatan, penyuapan, pembantaian, dan kekejaman yang paling hebat. Tidak ada yang lebih karakteristik daripada sistem penculikan mereka, guna mendapatkan budak-budak dari Jawa. Para penculik dilatih untuk ini. Sang pencuri, penerjemah, dan penjual, adalah agen-agen utama dalam perdagangan ini, sang pangeran-pangeran pribumi sebagai penjual utama. Orang-orang muda diculik, dijebloskan ke penjara-penjara rahasia di Sulawesi, sampai mereka siap untuk dikirim ke kapal-kapal budak ... Dimanapun mereka memijakkan kaki, kehancuran dan penyusutan penduduk menyusul. Banyuwangi, sebuah propinsi di Jawa, pada tahun 1750 berpenduduk lebih dari 80.000 orang, pada tahun 1811 hanya 18.000. Perdagangan yang manis![2] [Penekanan dari penulis] Marx menjelaskan bahwa awal penaklukan dan penjarahan Hindia Timur ... menandai fajar indah dari era produksi kapitalis. Aktivitas ini adalah momentum utama dari akumulasi primitif.[3] Merebut perdagangan Asia dari tangan Spanyol dan Portugal yang telah menguasai samudera selama lebih dari satu abad membutuhkan sebuah investasi yang besar. Bagaimana Belanda yang saat itu penduduknya kurang dari satu juta mampu mengumpulkan kapital yang diperlukan? Solusi dari masalah ini melibatkan sebuah konsep organisasi bisnis yang baru: perusahaan saham-gabungan (joint-stock company), dan di sinilah kapitalisme moderen pertama kali menemukan aplikasinya.

Seorang ahli sejarah Belanda, George Masselman, menulis: Ekonomi zaman pertengahan tidak membutuhkan kapital, seperti yang dicontohkan oleh gilda-gilda pedagang yang menghambat inisiatif pribadi dan kompetisi. Belanda yang sedang bangkit mengambil pandangan yang berbeda: mereka menginginkan perdagangan sebanyak mungkin ... Satu-satunya hal yang dapat menghambat seorang pedagang adalah kekurangan kapital. Tentu saya dia dapat bekerja sama dengan pedagang lainnya dan melakukan perdagangan bersama; atau dia dapat membujuk orang luar untuk menaruh uang kepadanya, menawarkan kepada mereka sebagian dari laba.[4] Inilah awal dari perusahaan saham-gabungan kapitalis moderen. Contoh utamanya adalah VOC (Vereenigde Oost-Indische Compagnie atau Perserikatan Perusahaan Hindia Timur) yang dibentuk pada tahun 1602 dengan kapital sekitar 6,5 juta guilders.[5] VOC dibentuk ketika pemerintah Belanda memberikannya sebuah monopoli untuk melakukan aktivitas kolonial di Asia. Ini adalah perusahaan saham-gabungan multinasional pertama yang mengeluarkan saham publik. Pada pembentukannya, VOC membuka bursa saham pertama dunia, Bursa Saham Amsterdam, untuk memperdagangkan saham dan surat obligasinya. VOC memiliki otoritas quasi-pemerintah dimana ia mampu melakukan peperangan, merundingkan perjanjian perdamaian, mencetak uang, dan membentuk koloni. Secara efektif, Hindia Timur selama dua abad tidaklah dijajah oleh Republik Belanda melainkan oleh sebuah perusahaan saham-gabungan, VOC. Cukup indikatif bahwa selama periode tersebut rakyat Hindia Timur menyebut penjajah mereka kompeni (dari nama VOC, Compagnie). Selama 2 abad selanjutnya, VOC menjadi perusahaan dagang yang paling penting di Eropa. Ia menciptakan monopoli di perdagangan rempah-rempah, terutama lada, kayu manis, dan cengkeh. Selama 90 tahun pertamanya, VOC meraup dividen sebesar 18,7% setiap tahunnya.[6 Pemberontakan Belanda menandai kebangkitan historis kaum borjuasi dan kolonialisasi Hindia Timur oleh VOC adalah basis dari akumulasi kapital primitif dari apa yang bisa kita sebut sebagai masyarakat borjuis pertama. Hasilnya jelas. Pada abad ke-17 Belanda adalah negara paling maju di Eropa. Marx menulis di Kapital: Belanda, yang pertama kali mengembangkan sistem kolonial, pada tahun 1748 telah berdiri di puncak keagungan komersialnya ... Total kapital dari Republik [Belanda] barangkali lebih besar daripada total keseluruhan kapital di benua Eropa.[7] VOC memasuki periode kemunduran pada tahun 1692 dan akhirnya dibubarkan pada tahun 1798. Republik Belanda menanggung utang VOC, sebesar 134 juta guilders, dengan syarat bahwa VOC harus menyerahkan semua asetnya di Hindia. Dengan ini, Republik Belanda memperoleh sebuah koloni di Asia pada tahun 1798.[8] Kemunduran VOC adalah manifestasi dari kemunduran Republik Belanda pada abad ke-18. Ini seperti yang ditulis oleh Marx: Sejarah kemunduran Belanda sebagai negara komersial yang berkuasa adalah sejarah ketaklukan kapital perdagangan terhadap kapital industri.[9] Pada abad ke-18, Belanda menyerahkan posisi hegemoninya ke Inggris. Pada awal abad ke-18, manufaktur Belanda telah kalah. Belanda berhenti menjadi negara utama dalam perdagangan dan industri.[10] Namun, perannya sebagai pedagang uang tetap penting sampai abad ke-19, dimana Belanda meminjamkan kapital yang sangat besar untuk Inggris. Kapital yang telah diakumulasi oleh Belanda melalui perdagangan berfungsi sebagai basis kebangkitan industri manufaktur di

Inggris, seperti yang ditulis oleh Marx: Salah satu usaha bisnis utamanya, oleh karena itu, dari tahun 1701-1775, adalah meminjamkan kapital yang sangat besar, terutama kepada musuh besarnya Inggris. Hal yang sama sekarang terjadi antara Inggris dan Amerika Serikat. Kapital yang besar, yang timbul hari ini di Amerika Serikat tanpa akta kelahiran sama sekali, kemarin ada di Inggris yang dikucurkan dari darah anak-anak.[11] Jadi, kebangkitan yang cepat dan pendek dari Belanda sebagai sebuah negara pedagang kapitalis pada abad ke-17 adalah dasar untuk kebangkitan negara industri kapitalis, terutama Inggris. Tahun-tahun Kekacauan dan Ketidakpastian (1800-1830) Revolusi Hebat Prancis pada tahun 1789 melempar seluruh Eropa ke dalam satu kekacauan. Seluruh penduduk Republik Beladan terjangkiti semangat Revolusi Prancis, dan pada tahun 1795 sebuah revolusi popular pecah dan menyerukan pembentukan Republik Batavia yang pendek umurnya (1795-1806). Selama periode yang pendek ini, semangat Revolusi Prancis juga menjangkiti kebijakan kolonial dengan banyak gagasan, yang berdasarkan kebebasan berusaha dan liberalisme, bermaksud membawa semangat libert, galit, fraternit (kebebasan, kesamarataan, persaudaraan) ke rakyat pribumi Hindia Timur Belanda. Akan tetapi, semua ocehan dan rencana untuk memajukan rakyat pribumi, untuk membawa logika (reason) ke Hindia Timur yang primitf, tidak lain adalah sebuah kerajaan borjuis yang ideal. Republik Batavia berakhir ketika Napoleon Bonaparte memasang sepupunya, Louis Bonaparte, sebagai Raja Belanda pada tahun 1806. Tahun 1815, Napoleon jatuh dan Belanda memperoleh kembali kemerdekaannya. Inggris, yang memegang kendali Hindia Timur di bawah Raffles tahun 1811, mengembalikannya ke Belanda pada tahun 1815. Di dalam periode kekacauan dan ketidakpastian ini, administrasi kolonial secara perlahan-lahan mengkooptasi elit-elit penguasa lokal ke dalam administrasi. Dimana sebelumnya selama periode kekuasaan VOC para elit lokal dibiarkan mengontrol subyek mereka sesuka hati mereka, di bawah pretensi untuk melindungi rakyat Hindia dari perlakukan semena-mena (untuk membangun masyarakat berhukum dan tertib) sebuah mesin negara yang lebih ketat diimplementasikan di Hindia Timur Belanda dimana penguasa-penguasa lokal secara efektif adalah karyawan bayaran dan dipilih oleh pemerintah kolonial. Pemerintahan desa, vergadering, prinsip yang sama menguasai yang sama (memasukkan kelas penguasa lokal ke dalam pemerintah kolonial), semua ini didesain sesuai dengan kebutuhan ekonomi karena sistem tanam paksa membutuhkan sebuah pemerintah yang kuat. Sistem Tanam Paksa Setelah Perang Jawa 1825-1830 yang berakhir dengan menyerahnya kerajaan Mataram, yang menandai penaklukan penuh pulau Jawa, Belanda memperkenalkan sebuah sistem tanam paksa. Berbeda dari sistem transaksi rempah-rempah sebelumnya, sistem Tanam Paksa , dimana pemerintah kolonial mengorganisasi sebuah sistem produksi hasil bumi (cash-crop) untuk ekspor, membawa evolusi industri perkebunan yang membentuk sejarah Indonesia sebagai sebuah negara eksportis bahan mentah untuk abad selanjutnya. Dari menjadi sumber bahan mentah untuk kapitalisme perdagangan, Hindia Timur perlahan-lahan menjadi sumber bahan mentah untuk kapitalisme industrial.

Sistem Tanam Paksa sebuah sistem dimana Belanda memaksa petani Indonesia untuk menanam hasil bumi untuk eskpor adalah sebuah sistem yang memberikan basis untuk kemajuan ekonomi di Belanda. Sistem ini adalah sebuah eksploitasi kolonial yang klasik. Tujuan utamanya untuk meningkatkan kapasitas produksi pertanian (terutama di pulau Jawa) guna kepentingan penbendaharaan Belanda. Sistem ini adalah satu kesuksesan yang besar dari sudut pandang kapitalisme Belanda, menghasilkan produk ekspor tropikal yang sangat besar jumlahnya, dimana penjualannya di Eropa memajukan Belanda. Dengan kopi dan gula sebagai hasil bumi utama, seluruh periode Sistem Tanam Paksa menghasilkan keuntungan sebesar kirakira 300 juta guilder dari tahun 1840-59. Kapitalis Belanda sama sekali tidak tertarik untuk mengembangkan kapasitas produksi pertanian. Otoritas kolonial menyediakan sedikit sekali kapital investasi, dengan hampir tidak ada perkembangan dalam teknik produksi dan manufaktur. Kaum tani dipaksa berjalan berkilo-kilometer dari desa mereka ke tempat perkebunan kopi, dan kadang-kadang harus meninggalkan desa selama berbulan-bulan, hidup di tempat penampungan sementara dekat dengan area perkebunan kopi. Untuk perkebunan tebu, para petani dipaksa mengubah ladang padi mereka (dan irigasi mereka) menjadi ladang tebu. Para petani tidak hanya diharuskan mempersiapkan ladang, menanam, dan menjaga perkebunan tersebut, mereka juga harus menuainya dan mengangkutnya ke pabrik dengan cara dipanggul di atas pundak mereka karena kurangnya alat transportasi dan binatang, dan kondisi jalanan yang tidak baik. Mereka juga sekaligus bekerja di pabrik. Sistem Tanam Paksa juga menyita sejumlah besar tenaga kerja dari para petani untuk membangun infrastruktur yang dibutuhkan untuk operasi sistem tanam paksa, termasuk membangun jalan dan jembatan untuk transportasi hasil bumi, pengembangan fasilitas pelabuhan, konstruksi perumahan untuk para pejabat, membangun pabrik dan gudang-gudang untuk hasil bumi, membangun dam dan irigasi, dan bahkan benteng pertahanan.[13] Eksploitasi dari sistem ini tidak ada presedennya dalam sejarah penjajahan Belanda. Satu pejabat senior mengatakan bahwa di bawah Sistem Tanam Paksa para petani dipaksa untuk melakukan 4 atau 5 kali lebih banyak kerja daripada yang biasanya dituntut sebelum 1830.[14] Kebanyakan petani harus bekejra selama lebih dari 150 hari dalam setahun untuk cultuurstelsel. Pembayaran yang diterima oleh petani sangatlah kecil dan mereka dipajak sangat tinggi. Gubernur Jendral pada saat itu (1845-1851), Jan Jacob Rochussen, memperkirakan pada tahun 1857 bahwa sekitar 2/3 pembayaran yang diterima oleh petani diterima kembali oleh Pemerintah melalui berbagai macam pajak.[15] Kapitalisme di Belanda dan Eropa sungguh bangkit dari keringat dan darah jutaan petani di Hindia Timur. Industri gula dikembangkan oleh pemerintah koloni Belanda dengan bantuan kontraktor swasta Belanda dan para priyayi, kepala desa (lurah), dan elit-elit lokal. Kecepatan pertumbuhan laba gula (lihat Tabel I) cukup untuk menunjukkan cepatnya pertumbuhan industri ini dan bagaimana ia mempengaruhi periode selanjutnya. Fabriek (pabrik) gula menjadi pemandangan umum dari daerah pedesaan. Sekitar 100 pabrik milik Eropa memproduksi lebih dari 130 ribu ton gula pertahun. Tebu-tebu ini ditanam oleh lebih dari 100 ribu petani yang mengerjakan sekitar 12 ribu hektar tanah.[16]

Periode Liberal (1870-1900) Sistem Tanam Paksa menyediakan basis untuk periode ekonomi selanjutnya, yang disebut periode Liberal. Selama periode sebelumnya, pemerintah menyuntik kapital yang besar untuk membangun perkebunan hasil-bumi dan fasilitas-fasilitasnya, terutama gula dan kopi, dan juga memastikan penyediaan tenaga kerja murah melalui kerja paksa. Sistem Tanam Paksa sangatlah menguntungkan. Namun, sistem Cultuurstelsel yang dijalankan pemerintah ini dipenuhi dengan nepotisme, dimana kontraktor pemerintah, pengusaha penanam swasta, perusahaan eksporimpor, dan pegawai negeri Belanda semua mempunyai hubungan keluarga. Ini membawa kegusaran kapitalis Belanda (dan kapitalis asing lainnya) yang berada di luar klik Jawa ini, yang melihat keuntungan besar dari bisnis ini dan ingin sepotong darinya. Inilah alasan sebenarnya mengapa Sistem Tanam Paksa dihentikan pada tahun 1870, bukan karena kekhawatiran moral kaum imperialis Belanda terhadap kesengsaraan yang dihadapi oleh kaum tani Indonesia akibat sistem eksploitatif ini. Kita dapat melihat ini dengan jelas di dalam nilai ekspor setelah Sistem Tanam Paksa, yang tumbuh bahkan dengan kecepatan yang lebih pesat dan tidak lain menandakan sebuah eksploitasi yang lebih ganas terhadap rakyat Hindia Timur Belanda. Banyak dari loncatan nilai ekspor dan produktivitas ini adalah karena peningkatan teknologi yang mengijinkan transportasi yang lebih baik dan pemrosesan yang lebih efisien. Beberapa orang akan berargumen bahwa periode Liberal adalah tidak lebih eksploitatif daripada Sistem Tanam Paksa karena para petani diperlakukan lebih manusiawi dan pada saat yang sama produktivitas mereka dibuat lebih tinggi. Namun kita kaum Marxis bukanlah kaum moralis kacangan. Kita melihat eksploitasi dari sudut pandang nilai surplus yang disedot oleh kaum kapitalis dari kaum buruh dan tani, bukan hanya besarnya kesengsaraan yang mereka alami. Walaupun tentu saja kesengsaraan yang dialami oleh buruh dan tani Hindia Timur sangatlah keji dan memuakkan. Oleh karena itu, dari sudut pandang ini, selama periode Liberal penindasan rakyat Hindia Timur adalah lebih parah seperti yang ditunjukkan oleh statistik. * Data ekspor dari pulau Jawa dan Madura. Catatan pemerintah kolonial untuk seluruh Hindia Timur hanya dimulai pada tahun 1874. Sebelumnya, informasi hanya tersedia untuk Jawa dan Madura. ** Total nilai ekspor termasuk produk-produk lain seperti rempah-rempah, beras, teh, nila, tembaga, timah, dsb.

Dengan dihapuskannya Sistem Tanam Paksa yang ditandai dengan disetujuinya Peraturan Gula 1870 aktor utama dalam perkembangan industri perkebunan bergeser lebih ke perusahaan swasta dan kapital luar. Kapitalis swasta dan kapitalis petualang masuk ke dalam industri perkebunan Hindia Timur Belanda. Tahun 1925, sudah ada 121 perusahaan gula (suikerondernemingen) yang beroperasi di Hindia Timur Belanda, dan jumlah total pabrik gula (suikerfabrieken) yang dimiliki atau dikelola oleh perusahaan ini adalah 195.[18] Pada tahun 1896, aliansi industri gula diperkuat dengan dibentuknya Sindikat Pemilik Pabrik Gula di Hindia Belanda (Algemeene Syndicaat van Suikerfabricanten in Nederlandsch Indie)

yang mengikutsertakan hampir semua perusahaan gula di koloni. Jadi, di dalam industri perkebunan gula di Hindia Timur Belanda kita dapat menyaksikan evolusi kapitalisme dari kompetisi bebas ke kapitalisme kartel. Mari kita lihat apa yang ditulis oleh Lenin mengenai proses ini dalam bukunya yang terpenting Imperialisme: Tahapan Tertinggi Kapitalisme: Tahapan utama dalam sejarah monopoli adalah sebagai berikut: (1) 1860-1870, tahapan tertinggi, puncak dari perkembangan kompetisi bebas; monopoli masihlah dalam tahapan embrionik yang hampir tak terlihat. (2) Setelah krisis tahun 1873, sebuah periode perkembangan kartel yang panjang; tetapi mereka masihlah pengecualian. Kartel-kartel ini belumlah bertahan lama. Mereka masih merupakan fenomena transisi. (3) Boom ekonomi pada akhir abad ke-19 dan krisis 1900-1903. Kartel-kartel menjadi salah satu fondasi dari seluruh kehidupan ekonomi. Kapitalisme telah bertransformasi menjadi imperialisme.[19] Dan benarlah, awal Periode Liberal pada tahun 1870 menyaksikan puncak kompetisi bebas dalam industri perkebunan dimana kapital swasta masuk membanjiri setelah dihapuskannya Sistem Tanam Paksa. Pada akhir abad ke-19, kebanyakan perusahaan gula telah bersatu ke dalam satu sindikat dimana sindikat ini mencapai persetujuan dalam hal penjualan, tanggal pembayaran, dll. Mereka membagi pasar di antara mereka sendiri. Mereka menetapkan jumlah barang yang akan diproduksi. Mereka membagi laba di antara berbagai perusahaan, dsb.[20] Kebanyakan perusahaan yang beroperasi di Hindia Timur diorganisasi sebagai perusahaan saham-gabungan, dimana mayoritas dari mereka berafiliasi dengan sebuah institusi finansial yang unik yang bernama cultuurbanken, sebuah kapital finans yang dibentuk untuk menyediakan investasi kapital bagi industri perkebunan di Hindia Timur Belanda. Dominasi kapital finansial adalah karakter umum dari kapitalisme di tahapan ini, dimana kepemilikan kapital terpisahkan dari aplikasi kapital dalam produksi, dimana uang kapital terpisahkan dari kapital industrial atau produktif, dan dimana peminjam uang yang hidup sepenuhnya dari pendapatan yang diperolehnya dari uang kapital terpisahkan dari para pengusaha dan dari semua yang terlibat langsung dengan manajemen kapital. Imperialisme, atau dominasi finans kapital, adalah tahapan tertinggi kapitalisme dimana pemisahan ini mencapai proporsi yang luas.[21] Pada saat yang sama, kita juga menyaksikan industri minyak dan karet masuk ke pulau-pulau di luar Jawa pada awal tahun 1870. Ekspansi kontrol Belanda atas pulau-pulau luar-Jawa terjadi bersamaan dengan kepentingan perkebunan tembakau, karet, teh, kopi, dan kelapa di Borneo, Sulawesi, dan Sumatra Utara; tetapi daerah utama untuk aktivitas perkebunan di luar Jawa adalah Pantai Timur Sumatra, yang berubah dari hutan belantara yang tidak ada akhirnya pada tahun 1860an menjadi salah satu daerah perkebunan utama di dunia pada tahun 1920an. Sampai pada tahun 1870an, 80 hingga 90 persen dari total nilai ekspor Hindia Timur Belanda ditujukan ke Belanda.[22] Ini adalah hasil dari Sistem Tanam Paksa dimana pemerintahan Belanda bermaksud memperluas produksi ekspor di Jawa dan mengorientasikan ini secara eksklusif ke Belanda. Produksi dan ekspor di koloni ada di bawah kontrol ketat pemerintah. Dengan berakhirnya Sistem Tanam Paksa dimana aktor utama dalam perkembangan industri perkebunan semakin bergeser ke perusahaan swasta, dan juga dengan pembebasan tarif, bagian ekspor ke Belanda jatuh secara signifikan sedangkan ekspor intra-Asia meningkat. Pada permulaan abad ke-20, porsi ekspor ke Belanda telah jatuh ke 30% sedangkan pada periode yang

sama porsi ekspor ke Asia (terutama Singapura, diikuti oleh Cina/Hong Kong, India, dan Jepang) meningkat dari 13% pada awal 1870 ke 47% pada tahun 1908.[23] Sebagai pelabuhan entri untuk perdagangan bebas, Singapura mengirim kebanyakan ekspor Hindia Timur Belanda yang mendarat di pelabuhannya ke tujuan final di tempat lain, terutama ke Amerika Serikat. Perkembangan pesat dari industri perkebunan bergerak bersamaan dengan perkembangan dominasi kolonial atas daerah Asia Tenggara oleh Inggris (di Malaya dan Burma), Prancis (Indochina: Vietnam, Laos, Kamboja), AS (Filipina), dan Belanda (Indonesia). Kemajuan dalam transportasi dan komunikasi antara Asia Tenggara dan Eropa juga berkontribusi pada perkembangan ini, terutama dibukanya Kanal Suez pada tahun 1869 dan diletakkannya kabel bawah laut untuk telekomunikasi telegraf antara Eropa dan Asia pada tahun 1860an dan 1870an. Ekonomi koloni Asia Tenggara moderen mencapai pertumbuhan yang tidak ada preseden antara tahun 1870an hingga 1920an, bersamaan dengan periode boom kapitalis. Setelah kekuasaan penuh kolonial telah diamankan di daerah tersebut, kekuatan-kekuatan Eropa (Inggris, Prancis, AS, Belanda) mengkonsolidasikan dua pilar ekonomi, yakni industri perkebunan di Asia Tenggara Insular (Indonesia, Malaysia, dan Filipina), dan daerah penghasil beras di Daratan Utama Asia Tenggara (Mekong di Indochina, Chao Phraya di Thailand, dan Ayeyardwady di Burma) yang menyediakan bahan makanan nasi untuk Asia Tenggara Insular dimana nasi tidak cukup karena perkebunan yang meluas dan populasi yang meningkat. Secara singkat, perkembangan ini dicapai di bawah sebuah sistem perdagangan dan finansial internasional yang berpusat di Inggris pada saat itu. Periode Etis (1900-1930) dan Kebangkitan Nasionalisme Indonesia Di senja abad ke-20, kaum moralis dari borjuasi Belanda hati nuraninya sangat terusik dengan kemiskinan rakyat pribumi Hindia Timur akibat eksploitasi kolonial Belanda, sehingga mereka meminta peningkatan kesejahteraan moral dan material untuk rakyat Hindia Timur. Akan tetapi, kebijakan etis sebenarnya hanyalah satu ekspresi dari kebutuhan ekonomi, dan bukan karena kebaikan hati dari kaum borjuasi Belanda. Keperluan untuk semakin menyedot sumber daya alam Indonesia untuk memenuhi selera besar dari kapitalisme yang sedang meledak di Eropa dan AS memaksa para penindas untuk menciptakan basis dasar untuk ini. Mereka tidak bisa lagi hanya mengandalkan ekspatriat untuk menjalankan koloni dengan industri perkebunan, ekonomi, dan pemerintah yang semakin membesar. Makin banyak sekolah dibangun untuk rakyat pribumi guna melatih mereka untuk menjadi buruh kereta api, dokter, kasir, guru, dan administrator lokal, dsb. Kita sedang menyaksikan pembentukan embrio kaum intelektual dan proletariat Indonesia. Di tingkatan dunia, periode ini ditandai dengan Perang Dunia Pertama dan Depresi Hebat. Karakter unik dari periode ini adalah kontraksi impor dan ekspor ke Belanda dan Inggris, dan ekspansi ekspor dan impor dengan AS dan Jepang. Ini menandai menurunnya kapitalisme Inggris dan Belanda, dan bangkitnya kekuatan adidaya AS dan Jepang. Seperti yang kita lihat di Tabel 2 di atas, ekspor karet dan minyak menanjak selama periode ini dan mencapai puncaknya pada pertengahan 1920an, bersamaan dengan permintaan besar dari

industri mobil yang sedang meledak di AS. Produksi gula juga mencapai zaman keemasannya pada tahun 1920an dimana Jawa adalah produsen ketiga terbesar dari tebu gula setelah Kuba dan India.[24] Namun, di balik boom produksi karet dan gula tersirat masalah over-produksi yang pada akhirnya menyebabkan anjloknya harga karet dan sugar di dunia. Semenjak Depresi Hebat, gula sudah bukan lagi komoditas ekspor utama di Indonesia, dan diambil alih oleh karet dan minyak bumi. Karet tetap menjadi komoditas ekspor utama Indonesia hingga paruh pertama 1960an. Ekspor minyak adalah komoditas ekspor kedua setelah karet, tetapi porsi total ekspornya tetap kurang dari 20%, dan minyak tidak akan menjadi komoditas ekspor utama hingga pada akhir 1960an. Pergeseran dari gula ke karet sebagai komoditas ekspor utama negeri ini juga menandai sebuah pergeseran dalam pusat pendapatan valuta asing dari Jawa ke pulau-pulau luarJawa, terutama Sumatra dan diikuti oleh Kalimantan. Satu karakter unik lainnya dari periode ini adalah ekspansi ekspor ke AS setelah Perang Dunia Pertama, bukan hanya dari Hindia Timur Belanda, tetapi juga dari daerah-daerah perkebunan seluruh Asia Tenggara Insular (Filipina, Indonesia, dan Malaya). Dari akhir Perang Dunia Pertama sampai 1920an, porsi total ekspor ke AS meningkat sangat besar: di Filipina ini meningkat dari 37% pada tahun 1913 ke 75% tahun 1927, di Hindia Timur Belanda dari 2% pada tahun 1913 ke 13% tahun 1920, di Malaya dari 14% pada tahun 1913 ke 44% tahun 1927.[25] Selama periode yang sama, daerah ini juga meningkatkan impor dari AS. Ini menandakan satu periode restrukturisasi imperialisme, dimana AS bangkit sebagai sebuah negara super power yang baru dan Kerajaan Inggris Raya yang tua sedang menurun. Pada awal abad ke-20, kita melihat bangkitnya nasionalisme di kebanyakan koloni-koloni. Di satu pihak, kekuatan imperialis telah menciptakan pasar bersama (common market) dan mengukir perbatasan-perbatasan artifisial di koloni-koloni yang tidak punya perbatasan sebelumnya, dan oleh karenanya dengan paksaan mereka menciptakan kerangka untuk sebuah bangsa-negara; di pihak lain, identitas nasional diciptakan di antara rakyat yang terjajah melalui perjuangan bersama melawan sang penjajah. Hindia Timur, dengan 16 ribu pulaunya, 300 suku yang berbeda-beda, dan 740 bahasa dan dialek sebuah surga untuk antropologis disatukan oleh sebuah sejarah penjajahan oleh Belanda. Lapisan pertama yang mengartikulasikan nasionalisme Indonesia adalah kaum intelektual muda yang belajar di luar negeri yang membawa pulang dengan mereka semangat Revolusi Prancis, semangat libert, galit, fraternit, semangat revolusi borjuis-demokratik. Kekalahan pasukan Tsar Rusia oleh Jepang juga membantu melunturkan mitos keperkasaan Eropa. Rusia saat itu dianggap sebagai satu kekuatan Eropa yang dikalahkan oleh sebuah negara Asia yang sedang bangkit. Gagasan lain yang menggoncang dunia pada periode tersebut adalah Revolusi Rusia. Di tengah sturm und drang (topan dan badai) dari Perang Dunia Pertama, sebuah negeri yang mencakup 1/6 dunia melaksanakan Revolusi Proletariat yang pertama dan menjangkiti seluruh dunia, termasuk dunia koloni, dengan semangatnya. Partai Komunis Indonesia pada tahun 1920an adalah kekuatan utama dari perjuangan nasionalis, dimana ia berdiri jauh lebih tinggi, secara politik dan organisasional, dari elemen-elemen nasionalis lainnya. PKI menyatukan perjuangan untuk pembebasan nasional dan sosialisme, sampai pada kejatuhannya di pemberontakan 1926-27. Ketika PKI bangkit kembali, ia telah menjadi alat birokrasi Stalinis dan telah memisahkan perjuangan pembebasan nasional dan sosialisme dengan teori dua-tahapnya. Kemerdekaan Nasional

Sejak penghancuran PKI secara fisik pada tahun 1927, secara praktikal panggung gerakan nasionalis didominasi oleh elemen-elemen borjuis-nasionalis seperti Soekarno dan Mohammad Hatta. Kekalahan PKI pada tahun 1927 dan Depresi Hebat yang menyusul yang memukul Indonesia cukup keras karena ekonominya sangat tergantung pada ekonomi internasional (dimana populasi meningkat dari 61 juta pada tahun 1930 menjadi 70 juta pada tahun 1940, pendapatan nasional jatuh dari 3,5 milyar guilder ke 2 milyar guilder[26]) membuka satu periode semi-reaksi di Indonesia, dimana gerakan nasionalis terpukul mundur secara politik dan organisasional. Sekitar 13 ribu penangkapan terjadi dimana ribuan orang dikirim ke kamp konsentrasi Boven Digul yang terkenal itu, yakni Siberianya Indonesia. Gerakan nasionalis Indonesia hanya mendapatkan momentumnya kembali setelah kekalahan Belanda di tangan Jepang pada tahun 1942, menandai berakhirnya tiga-setengah-abad penjajahan Belanda dan awal dari tiga-setengah-tahun penjajahan Jepang. Namun jenis nasionalisme yang bangkit adalah nasionalisme borjuis yang secara ketat dikendalikan oleh Jepang dalam kerangka Kawasan Kemakmuran Bersama Asia Timur Raya dengan slogan Asia untuk Orang Asia. Jepang mengasuh di bawah sayap mereka pemimpin-pemimpin penting Indonesia, di antara mereka adalah Soekarno dan Hatta, guna mendapatkan dukungan dari rakyat Indonesia untuk mesin perang mereka dalam mempertahankan wilayah-wilayah yang sudah mereka taklukkan dari pasukan Sekutu. Pada saat yang sama, pemimpin-pemimpin lain yang menunjukkan kecenderungan sosialis ditindas dengan kejam. Hanya organisasi-organisasi yang disetujui oleh Jepang diperbolehkan eksis, seperti Putera dan Djawa Hokokai. Organisasi-organisasi ini tidak lain adalah instrumen pemaksa dan pengontrol Jepang. Di belakang janji Jepang untuk memberikan kemerdekaan kepada Indonesia adalah satu usaha untuk mengendalikan gerakan nasionalis, supaya bila Indonesia merdeka ia tetap akan berada di bawah kekuasaan langsung mereka. Macam pemimpin nasionalis yang diasuh oleh Jepang menunjukkan warna mereka yang sesungguhnya ketika momen-momen yang menentukan datang. Bahkan setelah menyerahnya Jepang pada tanggal 15 Agustus 1945, Soekarno dan Hatta takut memproklamirkan kemerdekaan Indonesia tanpa berkonsultasi terlebih dahulu dengan Jepang. Mereka harus dipaksa oleh kaum muda militan, yang tidak setuju kalau Indonesia mendapatkan kemerdekaannya sebagai sebuah hadiah dari Jepang. Terutama dengan penyerahan tanpa syarat dari Jepang, dimana ini berarti bahwa pasukan bersenjata Jepang di Indonesia akan bertindak sebagai perwakilan dari kekuatan Sekutu yang ingin mengembalikan koloni ini ke Belanda. Setelah banyak negosiasi dan keraguan, pada pagi hari 17 Agustus 1945, Soekarno memproklamirkan kemerdekaan Indonesia, dan mulailah babak baru dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia, yang diperjuangkan di lapangan militer melawan kekuatan Sekutu dan di lapangan politik antara kaum reformis dan kaum revolusioner. Kaum reformis, yang dipersonifikasi oleh Hatta dan Sjahrir, merasa cukup dengan kemerdekaan Indonesia di bawah jempol imperialisme, sedangkan kaum revolusioner, yang dipersonifikasi oleh Tan Malaka dan front persatuannya Persatuan Perjuangan, menuntut 100% Merdeka. Kaum revolusioner berjuang dengan berani melawan pasukan Sekutu dan juga melawan pemimpin nasionalis seperti Hatta yang ingin berkapitulasi pada kekuatan imperialis dan mengembalikan semua perusahaan dan perkebunan Belanda, yang nota-bene berarti penundukan ekonomi Indonesia terhadap Belanda. Kaum nasionalis borjuis ini mengirim pasukan mereka untuk melawan milisi rakyat yang sedang

berjuang mempertahankan negara mereka. Ribuan pejuang muda yang berani, yang dianggap terlalu revolusioner, diburu dan dibunuh oleh pasukan pemerintah, termasuk Tan Malaka pada tahun 1949. Pada tanggal 27 Desember 1949, setelah banyak pertempuran yang gagah berani, yang menewaskan lebih dari 200 ribu orang Indonesia, Belanda terpaksa mengakui kemerdekaan Indonesia. Namun, para pemimpin nasionalis telah menjual seluruh Indonesia dengan menyetujui pengembalian seluruh perusahaan, tanah perkebunan, dan tambang-tambang Belanda dan membayar 4,3 milyar guilder (atau senilai 10,1 milyar dollar pada tahun 2009) yang merupakan agresi militer Belanda di Indonesia selama 4 tahun. Ini menaruh ekonomi Indonesia di bawah jempol kaum imperialis dan program 100% Merdeka dikhianati. Orde Lama Ekonomi Indonesia digambarkan sebagai kemerosotan kronik oleh Benjamin Higgins, penulis buku terkemuka mengenai Ekonomi Perkembangan pada periode tersebut. Dia menyimpulkan bahwa Indonesia tentu harus dicatat sebagai kegagalan nomor satu di antara negara-negara kurang berkembang.[27] Sultan Hamengkubowono IX pada tahun 1966 menjelaskan situasi pada saat itu sebagai berikut: Setiap orang yang mengatakan bahwa masyarakat Indonesia sedang mengalami sebuah situasi ekonomi yang menguntungkan sungguh kurang melakukan studi yang intensif ... Bila kita membayar semua utang luarnegeri kita, kita tidak ada valuta asing tersisa untuk memenuhi kebutuhan rutin kita ... Pada tahun 1965 harga-harga secara umum naik lebih dari 500 persen ... pada tahun 1950an anggaran negara mengalami defisit sebesar 10 hingga 30 persen, dan pada tahun 1960an defisit ini meningkat hingga lebih dari 100 persen. Pada tahun 1965, ini bahkan mencapai 300 persen.[28] Kondisi sosial tidak lebih baik, dengan kontras antara yang kaya dan yang miskin semakin menajam pada saat itu, kendati pengumuman berulang-ulang dari pemerintah Soekarno mengenai cita-cita masyarakat adil dan makmur. Ini digarisbawahi oleh kutipan berikut ini dari seorang pengamat Indonesia selama pertengahan 1960an: ... jumlah konsumsi barang mewah di Jakarta tampak meningkat ... tajamnya peningkatan jumlah mobil, pada saat dimana transportasi publik semakin memburuk dengan serius, memberikan indikasi mengenai kesenjangan ini ... setiap kali selalu ada peraturan ekspor-impor baru untuk menghentikan impor barang-baran mewah, tetapi entah bagaimana mereka tetap masuk.[29]

You might also like