You are on page 1of 80

ASKEP DIABETES MELLITUS

I. KONSEP DASAR A. PENGERTIAN. Adalah suatu penyakit kronik yang komplek disertai berbagai kelainan metabolik akibat gangguan hormonal, yang menimbulkan berbagai komplikasi kronik pada mata, ginjal, saraf dan pembuluh darah disertai lesi pada membran basalis dalam pemeriksaan dengan membran elektron. B. ETIOLOGI. Insulin Dependent Diabetes Melitus ( IDDM ) atau Diabetes Melitus Tergantung Insulin ( DMTI ) disebabkan oleh destruksi sel B pulau langerhans akibat proses autoimun. Sedangkan Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus ( NIDDM ) atau Diabetes Melitus Tidak Tergantung Insulin ( DMTTI ) disebabkan kegagalan relatif sel B dan resistensi insulin. Resistensi insulin adalah turunnya kemampuan insulin untuk merangsang pengambilan glukosa oleh jaringan perifer dan untuk menghambat produksi glukosa oleh hati. Sel B tidak mampu mengimbangi resistensi insulin ini sepenuhnya, artinya terjadi defesiensi relatif insulin. Ketidakmampuan ini terlihat dari berkurangnya sekresi insulin pada rangsangan glukosa, maupun pada rangsangan glukosa bersama bahan perangsang sekresi insulin lain. Berarti sel B pankreas mengalami desensitisasi terhadap glukosa. C. PATOFISIOLOGI. Dalam proses pencernaan yang normal, karbohidrat dari makanan diubah menjadi glukosa, yang berguna sebagai bahan bakar atau energi bagi tubuh manusia. Hormon insulin mengubah glukosa dalam darah menjadi energi yang digunakan sel. Jika kebutuhan energi telah mencukupi, kebutuhan glukosa disimpan dalam bentuk glukogen dalam hati dan otot yang nantinya bisa digunakan lagi sebagai energi setelah direkonvensi menjadi glukosa lagi. Proses penyimpanan dan rekonvensi ini membutuhkan insulin. Insulin adalah hormon yang dihasilkan oleh kelenjar pankreas yang mengurangi dan mengontrol kadar gula darah sampai pada batas tertentu. DM terjadi akibat produksi insulin tubuh kurang jumlahnya atau kurang daya kerjanya, walaupun jumlah insulin sendiri normal bahkan mungkin berlebihan akibat kurangnya jumlah atau daya kerja insulin. Glukosa yang tidak dapat dimanfaatkan oleh sel hanya terakumulasi di dalam darah dan beredar ke seluruh tubuh. Gula yang tidak dikonvensi berhamburan di dalam darah, kadar glukosa yang tinggi di dalam darah akan dikeluarkan lewat urin, tingginya glukosa dalam urin membuat penderita banyak kencing ( polyuria ), akibatnya muncul gejala kehausan dan keinginan minum yang terus menerus ( polydipsi ) dan gejala banyak makan (polypasia), walaupun kadar glukosa dalam darah cukup tinggi. Glukosa dalam darah jadi mubazir karena tidak bisa dimasukkan ke dalam sel sel tubuh. D. TANDA DAN GEJALA. Gejala sering baru timbul beberapa bulan atau beberapa tahun sesudah mengindap penyakit ini. Gejala yang sering muncul adalah : 1. Sering buang air kecil terutama pada malam hari. 2. Gatal gatal terutama pada alat kelamin bagian luar. 3. Kesemutan dan kram.

4. Cepat merasa lapar dan kehausan. 5. Gairah sex menurun. 6. Cepat merasa lelah dan mengantuk. 7. BB menurun, nafsu makan bertambah. 8. Penglihatan kabur. 9. Mudah timbul abses dan kesembuhan yang lama. 10. Ibu melahirkan bayi lebih dari 4 kg. 11. Ibu sering mengalami keguguran atau melahirkan bayi mati. E. KOMPLIKASI. 1. Kardiovaskuler : hipertensi, infak miokard. 2. Mata : retinopati, katarak. 3. Syaraf : neuropati. 4. Paru paru : TBC. 5. Kulit : gangren, ulkus. 6. Hati : sirosis hepatis. F. PENATALAKSANAAN. Dalam jangka pendek penatalaksanaan DM bertujuan untuk menghilangkan keluhan atau gejala DM. Sedangkan tujuan jangka panjangnya adalah untuk mencegah komplikasi. Tujuan tersebut dilaksanakan dengan cara menormalkan kadar glukosa, lipid dan insulin. Untuk mempermudah tercapainya tujuan tersebut kegiatan dilaksanakan dalam bentuk pengelolaan pasien secara holistik dan mengajarkan kegiatan mandiri. Kerangka utama penatalaksanaan DM yaitu perencanaan : makanan ( diet ). Latihan jasmani. Obat obatan.

II. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN DIABETES MELLITUS 1. Pengkajian. Mengumpulkan data pasien DM baik dengan pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang, wawancara, observasi dan dokumentasi secara biopsikososial dan spiritual. a. Identitas klien. Meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, agama, suku bangsa, status perkawinan, alamat, tanggal masuk rumah sakit, no.register RS, Diagnosa medis, penanggung jawab. Keluhan utama. Biasanya pasien datang dengan keluhan : pusing, lemah, letih, luka yang tidak sembuh. b. Riwayat penyakit sekarang. perubahan pola berkemih. Pusing. Mual, muntah. Apa ada diberi obat sebelum masuk RS. c. Riwayat penyakit dahulu.

Apakah pasien punya penyakit DM sebelumnya. d. Riwayat penyakit keluarga. Tanyakan pada pasien apa ada keluarga yang menderita penyakit keturunan seperti yang di derita pasien. e. Pemeriksaan fisik. Keadaan umum : penampilan, tanda vital, kesadaran, TB, BB. Kulit : keadaan kulit, warnanya, turgor,edema, lesi, memar. Kepala : keadaan rambut, warna rambut, apa ada massa. Mata : bagaimana pupilnya, warna sklera, kunjungtiva, bagaimana reaksi pupil terhadap cahaya, apakah menggunakan alat bantal. Hidung : strukturnya, apa ada polip, peradangan, fungsi penciuman. Telinga : strukturnya, apa ada cairan keluar dari telinga, peradangan, nyeri. Mulut : keadaan mulut, gigi, mukosa mulut dan bibir, apa ada gangguan menelan. Leher : keadaan leher, kelenjar tiroid. Dada/pernapasan/sirkulasi : bentuk dada, frekuensi napas, apa ada bunyi tambahan, gerakan dinding dada. Abdomen : struktur, kebersihan, apa ada asites, kembung, bising usus, apa ada nyeri tekan. f. Kebutuhan biologis. Nutrisi : pola kebiasaan makanan, jenis makanan / minuman. Eliminasi : pola, frekuensi, jumlah, warna, bau, konsistensi (BAK/BAB ). Istirahat / tidur : kebiasaan tidur selama di rumah dan RS. Aktivitas : Apakah terganggu atau terbatas, faktor yang memperingan atau memperberat, riwayat pekerjaan. g. Riwayat psikologis. Bagaimana pola pemecahan masalah pasien terhadap masalahnya demikian juga keluarga. h. Riwayat sosial. Kebiasaan hidup, konsep diri terhadap masalah kesehatan, hubungan dengan keluarga, tetangga, dokter, perawat. 2. DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG SERING MUNCUL PADA DIABETES MELLITUS. 1. Gangguan mobilisasi fisik berhubungan dengan kelemahan anggota tubuh ditandai, pasien mengelih badan terasa lemah, berjalan dengan di bantu. Tujuan : mobilisasi fisik terpenuhi. Intervensi : 1. Kaji tingkat kelemahan 2. Diskusikan dengan pasien pentingnya aktivitas 3. Berikan partisipasi pasien dalam ADL 4. Dekatkan peralatan yang dibutukan pasien 5. Monitor tanda vital setelah dan sebelum melakukan aktiovitas ringan 6. Bantu pasien melakukan aktipitas ringan. 2. Resiko tinggi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan peningkatan kadar gula darah ditandai Pasien mengatakan ia sering ingin buang air kecil, kadar gula sewaktu dan kadar gula darah puasa. Tujuan : Tidak terjadi kerusakan integritas kulit:

Intervensi : 1. Kaji perubahan warna kulit 2. Anjurkan pasien berhati-hati dalam melakukan aktifitas (kekamar kecil) 3. Beritahu pasien untuk tidak mengkonsumsi makanan yang banyak mengandung pemanis. 4. Beritahu atau beri penjelasan tentang hal yang berhubungan dengan penyakitnya. 3. Risiko hipoglikemia berhubungan dengan terlalu banyak insulin, makan sedikit, gula darah terlalu drastis turun ditandai kulit pucat, lembab, takikardi, diaforesis, gugup. Tujuan : Mengatasi dan meminimalkan episode abnormal gula darah dan komplikasi vaskuler. Intervensi : 1. Pantau tanda dan gejala hipoglikemi : a. Glukosa darah < 70 mg/dl b. Kulit dingin, pucat, lembab c. Takikardia, diaforesis d. Gugup, gelisah e. Inkoordinasi f. Cenderung tidur g. Ketidaksadaran tentang Hipoglikemia.

ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN DIABETES MELLITUS DI RUANG PENYAKIT DALAM PRIA RSUD H DAMANHURI BARABAI I. DATA DEMOGRAPI Tanggal wawancara : 4 Maret 2003 Tanggal MRS : 3 Maret 2003 No. RMK : 46 04 87 Nama : Tn. R Umur : 52 tahun

Jenis kelamin : Laki-laki Suku/Bangsa : Banjar/Indonesia Agama : Islam Pendidikan : SMP Pekerjaan : Swasta Status Perkawinan : Kawin Alamat : Jl Pasar I Barabai Penanggung Jawab : Tn. R II. POLA FUNGSIONAL 1. persepsi Kesehatan dan Penanganan kesehatan Keluhan Utama / Kesehatan Umum : Luka Pada ibu jari kaki kanan, nafsu makan kurang dan badan terasa lemah. Riwayat Penyakit sekarang (Pola PQRST) : Pasien mengatakan sejak 2 bulan yang lalu pada ibu jari klien luka lecet (sering terkena air) dan sebulan terkhir ini jadilah borok pada sela ibu kaki kanan, keluhan lain yang menyertai nafsu makan kurang, dan BB menurun, badan terasa lemah. Penggunaan Obat sekarang : - Aspilet 1x1 tab, Tramal 3x1 tab - Captropil 2x1 amp - HCT 1-0-0 - Inj. Cepotoxin 2x1 gr (pagi dan sore) IV, Insulin SC - IVFD RL 5% 16 tetes/menit. Riwayat Penyakit Dahulu : Pasien pernah masuk RS dengan keluhan panas dingin, kepala pusing. Upaya pencegahan : membeli obat diwarung/toko obat dan bila tidak sembuh berobat kepuskesmas terdekat. Prosedur bedah tidak pernah. Penyakit masa anak-anak batuk pilek. Imunisasi tidak lengkap. Kebiasaan : Tembakau : berhenti sejak 5 tahun yang lalu Alkohol : Tidak pernah Obat-oabt terlarang tidak pernah. Riwayat penyakit keluarga : Diantara anggota keluarga tidak ada yang menderita penyakit yang sama seperti klien. Riwayat penyakit sosial : Selama di rumah sakit pasien di tunggu suami dan sering dikunjungi teman-temannya, pasien dapat bekerjasama dengan tenaga kesehatan. 2. Pola Nutrisi Metabolik Masukan nutrisi sebelum sakit : Pagi : Nasi biasa ,ikan, sayur, 1 piring-2 piring. Siang : Nasi, ikan, sayur, 1 piring-2 piring Sore : Nasi, ikan, , 1 piring Makanan Pantangan tidak ada Kudapan sore minum teh dan kue.

Saat sakit : Pagi : Nasi biasa, ikan, tidak dihabiskan.(1/2 porsi yang disajikan) dan minum air putih/teh Siang: Nasi, ikan, sayur, tidak dihabiskan. (1/2 porsi yang disajikan) Sore : Nasi, ikan, sayur, tidak dihabiskan. (1/2 porsi yang disajikan) Nafsu makan menurun. Kesulitan menelan ( disfagia ) : parsial, tidak menggunakan protesa Fluktuasi BB 6 bulan terakhir turun 5 kg (dari 64 kg menjadi 59 kg) Pemeriksaan fisik : Tanda vital : Tb : 161 cm, BB : 59 kg Kulit : Warna : sawo matang Suhu : 36 0c Turgor : Baik ( kalau dicubit kembali dalam 1-2 detik ) Edema : tidak ada Lesi : pada ibu jari kaki kanan Memar : Tidak ada Mulut : Hygiene: Bersih Gusi : Normal Gigi : ada caries Lidah : Bersih Mucosa : Normal Tonsil : Normal ( tidak ada peradangan ) Wicara : Normal ( mampu berkomunikasi dengan baik ) Rambut dan kulit kepala : Keadaan kulit kepala : Kering dan rambutnya tipis Warna Rambut : hitam campur uban Abdomen : Tidak ada nyeri tekan dan kembung tidak ada. 3. Pola Eleminasi Faecesi Kebiasaan defekasi : selama di rawat di RS pasien BAB 1 kali/hari. Pemeriksaan Fisik :i - Abdomen : Struktur Simetris Distensi : tidak - Frekuensi BU 8kali/menit (N=8-12 kali/menut). Urine : Kebiasaan miksi : Normal, frekuensi 5 x/ harii Pemeriksaan Fisiki Ginjal Tidak teraba , tidak ada nyeri ketuk, distensi tidak ada, uretra normal. Laboratorium : Tanggal 4 Juli 2002 :i Urin : Warna kuning muda

Kejernihan: jernih PH 5,3 BJ 1020 Albumin (++) Reduksi (-) urobilin (-), Bilirubin (-), aceton (-), leukosit 4-8/lpb, erytrosit (-)/lpb, kristal (-). Kristal (-) Nitrtit (+) 4. Pola Aktivitas dan Latihan Kemampuan Perawatan Diri : Mandi dibantu orang lain, Berpakaian dibantu orang lain, Toileting dibantu orang lain, Mobilitas di TT mandiri, Ambulasi bisa dilakukan sendiri. Pemeriksaan Fisik :i a. Penafasan / Sirkulasi Tanda Vital :Z - Tekanan Darah : 110 / 80 mmHg - Nadi : 76 x / menit - respirasi : 20 x / menit Kualitasnya NormalZ Batuk Tidak adaZ Bunyi nafas NormalZ Kelainan tidak ditemukan.Z

- Hasil laboratorium tanggal 4 juli 2002 - GDP 145,10 - GD 2 jam PP 286,20 - HB 11,7 gr % - Leukosit 9.600/mm3 - LED 73 mm/jam I, 99 mm/jam II - Trombosit 448.000 mm3 b. Muskuloskletal Rentang gerak : NormalZ Keseimbangan dan cara berjalan : tidak tegapZ Genggaman tangan : sama lemah antara kanan dan kiriZ

Otot kaki : sama lemah antara kanan dan kiriZ 5. Pola Istirahat dan Tidur Kebiasaan tidur 9 jam / hari, Jumlahnya siang hanya 2 jam dan padaZ malam hari 6-7 jam Dalam tidur tidak ada masalahZ Pemeriksaan Fisik :Z - Pemampilan umum lemah - Mata : Normal - Lingkaran hitam disekitar mata : tidak ada 6. Pola Kognitif Konseptual Pendengaran : Normal dan tidak mengguanakan alat bantuZ Penglihatan : Menggunakan kaca mataZ Vertigo ; tidak adaZ Nyeri : nyeri pada lukaZ Pemeriksaan fisikZ Mata - Pupil : Isokor - Reflek terhadap cahaya : kanan dan kiri baik Status mental : kesadaran Compos mentis GCS 4-5-6 Bicara : normal Skala nyeri : 2 dari 0-5 / sedang 7. Pola Persepsi Diri / Konsep Diri Masalah Utama mengenai perawatan di RS/Penyakit : tidak ada masalah Keadaan Emosional ; Stabil Kemampuan Adaptasi : Tidak ada gangguan Konsep Diri : Tidak ada Gangguan. 8. Pola Koping Toleransi Stress Kemampuan daptasi ; baikU Cara mengambil keputusan : dibantu istriU Koping strees terhadap masalah : BaikU 9. Pola Nilai Kepercayaan Pembatasan religius : Selama dirawat pasien hanya bisa berdoa, sejakU dirawat pasien tidak sholat. Klien tidak meminta kunjungan pemuka agamaU ANALISA DATA Nama : Tn. R Rumah Sakit : H Damanhuri Barabai Umur : 46 tahun Ruang : PDP

DX Medis : DIABETES MELLITUS NO. RMK : 46-04-87 No Data Subyektif / Obyektif Etiologi Masalah 1. S O Klien menyatakan sakit pada luka/ ibu jari kaki kanan Klien tampak meringis Skala nyeri 2 dari skala 0-5, terdapat luka pada ibu jari kanan. Trauma Jaringan Nyeri 2. S O

Pasien mengatakan tidak ada selera makanan Berat Badan turun 5 kg (dari 64 kg menjadi 59 kg), makanan yang disediakan tidak habis ( hanya 1/2 porsi) Perubahan metabolisme glukosa, penurunan masukan oral. Nutrisi kurang dari kebutuhan

3S O Klien mengatakan luka pada ibu jari masih keluar nanah. Luka / ganggren pada ibu jari kanan, terdapat pus dan agak kehitaman. Interupsi mekanis pada kulit/ jaringan Kerusakan integritas kulit 4.

5.

S O

S O Pasien mengatakan hanya bisa berdoa, Pasien tidak bisa melaksanakan ibadah sholat.

- Penurunan kemauan/ kemampuan sekunder terhadap penyakit. Insufiensi pengetahuan tentang kondisi, pembatasan diet. Distres spiritual (sholat)

Risiko terhadap inefektif penatalaksaan regimen/ aturan terapeutik

DAFTAR MASALAH Nama : Tn. R Rumah Sakit : H Damanhuri Barabai Umur : 46 tahun Ruang : PDP DX Medis : DIABETES MELLITUS NO. RMK : 46-04-87 No Dx. keperawatan Tgl. Muncul Tgl. Teratasi 1 Nyeri sehubungan dengan Trauma Jaringan ditandai dengan Klien menyatakan sakit pada luka/ ibu jari kaki kanan, Klien tampak meringis Skala nyeri 2 dari skala 0-5, terdapat luka pada ibu jari kanan 4 Maret 2003 2. Nutrisi kurang dari kebutuhan sehubungan dengan Perubahan metabolisme glukosa, penurunan masukan oral ditandai Pasien mengatakan tidak ada selera makanan Berat Badan turun 5 kg (dari 64 kg menjadi 59 kg), makanan yang disediakan tidak habis ( hanya 1/2 porsi). 4 Maret 2003

Kerusakan integritas kulit s/d Interupsi mekanis pada kulit/ jaringan ditandai dengan Klien mengatakan luka pada ibu jari masih keluar nanah, Luka / ganggren pada ibu jari kanan, terdapat pus dan agak kehitaman. 4 Maret 2003

4.

5.

Distres spiritual (sholat) sehubungan dengan Penurunan kemauan/ kemampuan sekunder terhadap penyakit di tandai dengan Pasien mengatakan hanya bisa berdoa, tidak bisa melaksanakan ibadah sholat, Pasien tidak melaksanakan sholat .

Risiko terhadap inefektif penatalaksaan regimen/ aturan terapeutik sehubungan dengan Insufiensi pengetahuan tentang kondisi, pembatasan diet. 4 Maret 2003

4 Maret 2003

ASUHAN KEPERAWATAN Nama : Tn. H Rumah Sakit Umum Daerah BAnjarbaru Umur : 58 tahun Ruang : Kasuari DX Medis : DIABETES MELLITUS NO. RMK : 03 07 76 No Diagnosa Keperawatan R e n c a n a Implementasi Tujuan Intervensi Rasional 1 Nyeri sehubungan dengan Trauma Jaringan ditandai dengan Klien menyatakan sakit pada luka/ ibu jari kaki kanan, Klien tampak meringis Skala nyeri 2 dari skala 0-5, terdapat luka pada ibu jari kanan - Nyeri teratasi dengan kriteria : - Klien nampak rileks/ tidak meringis, skala nyeri 0 dari skala 0-5 1. Dorong klien untuk melaporkan adanya nyeri 2. Kaji ulang faktor-faktor yang menghilangkan atau meningkatkan nyeri.

3. Beri tindakan nyaman dengan mengompres luka dan mengeluarkan pus.

4. Kolaborasi :beri obat sesuai indikasi 1. Mencoba untuk mentoleransi nyeri 2. Dapat menunjukan dengan tepat pencetus atau faktor yang memperberat nyeri . 3. Meningkatkan relaksasi dan memfokuskan kemabali perhatian serta meningkatkan kemampuan koping

4. Nyeri bervariasi dari yang ringan sampai yang berat dan perlu penanganan untuk memper mudahkan istirahat dan penyembuhan. 1. Menganjurkann klien untuk melaporkan bila serangan nyeri datang. 2. Mengkaji ulang faktor yang mengurangi atau memperberat nyeri

3. Mengompres luka dengan rivanol dan mengeluarkan pus agar tidak terjadi distensi jaringan setempat yang menimbulkan nyeri, kemudian luka ditutup untuk mencegah perluasan infeksi.

4. Memberikan obat analgetik (tramal 1 tab) dan antibiotik/ inj. Cepotoxin 1 gr/iv.

2 Nutrisi kurang dari kebutuhan sehubungan dengan Perubahan metabolisme glukosa, penurunan masukan oral ditandai Pasien mengatakan tidak ada selera makanan Berat Badan turun 5 kg (dari 64 kg menjadi 59 kg), makanan yang disediakan tidak habis (hanya 1/2 porsi). Menunjukan jumlah kalori atau nutrien yang tepat. 1. Timbang BB setiap hari/sesuai indikasi.

2. Tentukan program diet dan pola makanan yang dapat dihabiskan. 3. Beri makan cair yang mengandung zat makanan (nutrien) dan elektrolit dengan segera jika pasien sudah mentoleransinya melalui pemberian cairan melalui oral. 4. Identifikasi makanan yang disukai/dikehendaki pasien.

5. Libatkan keluarga pasien pada perencanaan makan ini sesuai dengan indikasi.

6. Kolaborasi : pantau pemeriksaan gula darah,pH.

7. Kolaborasi: beri Insulin secara teratur.

8. Kolaborasi : Lakukan konsultasi dengan ahli diet. 1. Mengkaji pemasukan makanan yang adekuat. 2. Mengidentifikasi kekurangan dan penyimpangan dari kebutuhan terapeutik. 3. Pemberian makanan melalui oral lebih baik jika pasien sadar dan fungsi gastrointestinal baik.

4. Jika makanan yang disukai pasien dapat dimasukan dalam perencanaan makan, kerja sama ini dapat diupayakan setelah pulang. 5. Meningkatkan rasa keterlibatannya, memberikan informasi pada keluarga untuk memahami kebutuhan nutrisi pasien. 6. Gula darah akan menurun perlahan dengan penggantian cairan dan terapi insulin terkontrol. Pemberian insulin dosis optimal, glukosa dapat masuk dalam sel dan digunakan untuk sumber kalori. 7. Insulin reguler memiliki awitan cepat dan karenanya dengan cepat pula dapat membantu meminimalkan glukosa kedalam sel. 8. sangat bermanfaat dalam perhitungan dan penyesuaian diat untuk memenuhi kebutuhan nutrisi pasien. 1. Menimbang BB hasil 59 kg.

2. Menentukan program diet dan pola makanan yang dapat dihabiskan pasien. 3. Memberikan makan, cairan dan elekrolit melaui oral.

4. Mengidentifikasi makanan yang disukai/ dikehendaki pasien sesuai indikasi.

5. Melibatkan keluarga pasien pada perencanaan makanan sesuai indikasi.

6. Kolaborasi : Memantau pemeriksaan kadar gula darah puasa 145,10, pH urin 5,3.

7. Kolaborasi: Memberikan inj. Insulin sesuai indikasi dan terapi dokter.

8. Kolaborasi : Melakukan konsultasi dengan bagian/ahli gizi.

3. Kerusakan integritas kulit s/d Interupsi mekanis pada kulit/ jaringan ditandai dengan Klien

mengatakan luka pada ibu jari masih keluar nanah, Luka / ganggren pada ibu jari kanan, terdapat pus dan agak kehitaman. . Mencapai penyembuhan luka / ganggren dan mencegah komplikasi. 1. Beri penguat pada balutan awal/ pengganti sesuai indikasi. Gunakan teknik aseptik yang ketat.

2. Secara hati-hati lepaskan perekat dan pembalut pada waktu mengganti. 3. Lakukan nekrotomi pada jaringan yang mati

4. Kaji jumlah dan karakteristik cairan luka.

5. Ingatkan pada pasien untuk tidak memegang daerah luka 1. Lindungi luka dari perlukaan mekanis dan kontaminasi. Mencegah akumulasi cairan yang dapat menyebabkan eksskoriasi. 2. Mengurangi risiko trauma kulit dan gangguan pada luka. 3. Agar tidak menyebar kejaringan yang sehat. 4. Menurunnya cairan menandakan adanya evolusi dari proses penyembuhan. 5. Mencegah kontaminasi luka. 1. Memberi penguat pada balutan awal/ pengganti sesuai indikasi. Gunakan teknik aseptik yang ketat.

2. Secara hati-hati lepaskan perekat dan pembalut pada waktu mengganti. 3. Melakukan nekrotomi pada jaringan yang mati.

4. Mengkaji jumlah dan karakteristik cairan luka

5. Mengingatkan pada pasien untuk tidak memegang daerah luka 4.

5.

Pembatasan spiritual (sholat) sehubungan dengan Penurunan kemauan/ kemampuan sekunder terhadap penyakit di tandai dengan Pasien mengatakan hanya bisa berdoa, tidak bisa melaksanakan ibadah sholat, Pasien tidak melaksanakan sholat .

Risiko terhadap inefektif penatalaksaan regimen/ aturan terapeutik sehubungan dengan Insufiensi pengetahuan tentang kondisi, pembatasan diet.

Tidak ada pembatasan dalam melakukan ibadah sholat.

Menunjukan kriteria hasil yang berkaitan dengan perencanaan pulang.

1. Motivasi untuk tetap melakukan ibadah.

2. Motivasi pada keluarga untuk memberikan dorongan moril. 3. Motivasi untuk melakukan ibadah sesuai dengan kondisi orang sakit.

1. Kaji pengetahuan dan pemahaman pasien mengenai kebutuhan pengobatan dan juga konsekuensi pengobatan

2. Kaji sistim pendukung yang tersedia bagi pasien.

3. Diskusikan terapi obat-obatan meliputi penggunaan resep dan obat analgetik yang dijual bebas.

4. Ulangi pentingnya diet nutrisi dan pemasukan cairan yang adekuat.

5. Berikan penyuluhan kesehata tentang nutrisi dan faktor pencetus yangn bisa menimbulkan kekambuhan 1. Dorongan dari luar (petugas) mungkin membantu dalam memotivasi pasien untuk melakukan ibadah, 2. Dorongan moril dari orang terdekat (suami) mungkin sangat membantu pasien. 3. Mungkin membantu pasien dalam memenuhi kegiatan spiritual/ ibadah. 1. Memberikan kesempatan untuk menjelaskan sudut pandang memastikan bahwa pasien memiliki informasi yang akurat untuk membuat pilihan. 2. Adanya keluarga atau orang terdekat yang memperhatikan atau peduli dapat membantu pasien dalam proses penyembuhan. 3. Meningkatkan kerja sama dan regimen, mengurangi risiko reaks atau efek yang merugikan 4. Sediakan elemen yang dibutuhkan untuk penyembuhan dan mendukung perpusi jaringan dan fungsi organ 5. Membantu agar pasien dapat meningkatkan kesehatan serta mencegah agar tidak terjadi kekambuhan. 1. Memotivasi untuk tetap melakukan ibadah.

2. Memotivasi pada keluarga untuk memberikan dorongan moril. 3. Memotivasi untuk melakukan ibadah sesuai dengan kondisi orang sakit

1. mengkaji pengetahuan dan pemahaman pasien mengenai kebutuhan pengobatan dan juga konsekuensi pengobatan

2. Mengkaji sistim pendukung yang tersedia bagi pasien.

3. Mendiskusikan terapi obat-obatan meliputi penggunaan resep dan obat analgetik yang dijual bebas.

4. Mengulangi pentingnya diet nutrisi dan pemasukan cairan yang adekuat.

5. Memberikan penyuluhan kesehata tentang nutrisi dan faktor pencetus yangn bisa menimbulkan kekambuhan.

DATA PERKEMBANGAN Nama : Tn. H Rumah Sakit : RSUD BB Umur : 58 tahun Ruang : Kasuari DX Medis : DIABETES MELLITUS NO. RMK : 00 37 76 NO TGL/ JAM DIAGNOSA KEPERAWATAN PERKEMBANGAN 1

2.

3.

4.

5.

6.

7.

8. 4 Maret 2003

Jam 18:00 wita

4 Maret 2003 Jam 18:00 wita

4 Maret 2003 Jam 18:00 wita

4 Maret 2003 Jam 18:00 wita

4 Maret 2003 jam 18.45

4 Maret 2003 jam 18.45

5-5-2004 jam 18.45

5-5-2004 jam 18.45

II

III

IV

III

IV

S O

A P I

A P I

S O A

P I

O A P I

S O A P I E

S O A P I

S O A P I

O A P I

Kien mengatakan sakit pada luka mulai berkurang. Skala nyeri 1 dari 0-5, kadang-kadang masih terlihat meringis saat menggerakan kaki kanan. Masalah teratasi sebagian Lanjutkan Intervensi 1,2,3,4. 1. Menganjurkann klien untuk melaporkan bila serangan nyeri datang. 2. Mengkaji ulang faktor yang mengurangi atau memperberat nyeri 3. Mengompres luka dengan rivanol dan mengeluarkan pus agar tidak terjadi distensi jaringan setempat yang menimbulkan nyeri, kemudian luka ditutup untuk mencegah perluasan infeksi. 4. Memberikan obat analgetik (tramal 1 tab) dan antibiotik (amoxsan 1 tab) Pasien mengatakan nyeri agak berkurang. Pasien mengatakan sudah bisa menghabiskan porsi makan yang diberikan oleh RS dan kue / roti tawar. Makan yang disajikan sisa porsi.

Masalah teratasi sebagian Intervensi diteruskan

1. Menimbang BB hasil 59 kg. 2. Menentukan program diet dan pola makanan yang dapat dihabiskan pasien. 3. Memberikan makan, cairan dan elekrolit melaui oral. 4. Mengidentifikasi makanan yang disukai/ dikehendaki pasien sesuai indikasi. 5. Melibatkan keluarga pasien pada perencanaan makanan sesuai indikasi. 6. Kolaborasi : Memantau pemeriksaan kadar gula darah, aseton, pH. 7. Kolaborasi: Memberikan inj. Insulin sesui indikasi dan terapi dokter. 8. Kolaborasi : Melakukan konsultasi dengan bagian/ahli gizi. Pasien mengatakan nafsu makannya mulai membaik.

Luka/ ganggren pada tibu jari kanan, luka agak kehitaman dan terdapat pus Masalah belum teratasi Pertahankan intervensi 1. Memberi penguat pada balutan awal/ pengganti sesuai indikasi. Gunakan teknik aseptik yang ketat.

2. Secara hati-hati lepaskan perekat dan pembalut pada waktu mengganti, lakukan penekanan pada daerah luka untuk mengeluarkan pus. 3. Melakukan nekrotomi pada jaringan yang mati. 4. Mengkaji jumlah dan karakteristik cairan luka/pus yang keluar. 5. Mengingatkan pada pasien untuk tidak memegang daerah luka Kerusakan integritas kulit tidak meluas.

Pasien mengatakan dirinya tidak mampu melaksanakan ibadah sholat karena merasa lemah dan merasa dirinya kurang bersih. Pasien belum melaksanakan sholat Masalah belum teratasi Pertahankan intervensi 1. Memotivasi untuk tetap melakukan ibadah. 2. Memotivasi pada keluarga (suami) untuk memberikan dorongan moril. 3. Memotivasi untuk melakukan ibadah sesuai dengan kondisi orang sakit Klien mengatakan akan mencoba melaksanakan ibadah sholat sesuai kemampuannya.

Klien mengatakan luka tidak lagi terasa nyeri. Ekspresi klien tampak tenang. Skala nyeri 0 dari 0-5 Masalah teratasi Tujuan berhasil

Klien mengatakan dapat menghabiskan dari porsi makanan yang disajikan. Makanan yang disajikan tinggal sedikit. Masalah teratasi sebagian. Lanjutkan intervensi 1,4,5 - Menimbang BB hasil 64 kg. - Mengidentifikasi makanan yang disukai/ dikehendaki pasien sesuai indikasi. - Melibatkan keluarga pasien pada perencanaan makanan sesuai indikasi Klien mau makan makanan yang dibawa dari rumah sesuai anjuran perawat.

Luka/ ganggren pada ibu jari kanan, luka terlihat kering dan pus berkurang. Masalah teratasi sebagian Pertahankan intervensi 1. Memberi penguat pada balutan awal/ pengganti sesuai indikasi. Gunakan teknik aseptik yang ketat. 2. Secara hati-hati lepaskan perekat dan pembalut pada waktu mengganti, lakukan penekanan pada daerah luka untuk mengeluarkan pus. 3. Melakukan nekrotomi pada jaringan yang mati. 4. Mengkaji jumlah dan karakteristik cairan luka/pus yang keluar. 5. Mengingatkan pada pasien untuk tidak memegang daerah luka Kerusakan integritas kulit tidak meluas.

Klien mengatakan dapat melaksanakan sholat walaupun tidak tunai 5 waktu (hanya sholat ashar dan magrib). Klien melaksanakan sholat ashar dan magrib dengan cara duduk. Masalah teratasi sebagian. Lanjutkan intervensi 1. Memotivasi untuk tetap melakukan ibadah. 2. Memotivasi pada keluarga (suami) untuk memberikan dorongan moril. 3. Memotivasi untuk melakukan ibadah sesuai dengan kondisi orang sakit Klien melaksanakan sholat ashar dan magrib dengan cara duduk.

Askep Diabetes Melitus (DM)


Posted on 7 Juli 2009 by hidayat2

20 Votes

ASKEP DIABETES MELLITUS


1. Definisi

Diabetes Mellitus ( DM ) adalah penyakit metabolik yang kebanyakan herediter, demham tanda tanda hiperglikemia dan glukosuria, disertai dengan atau tidak adanya gejala klinik akut ataupun kronik, sebagai akibat dari kuranganya insulin efektif di dalam tubuh, gangguan primer terletak pada metabolisme karbohidrat yang biasanya disertai juga gangguan metabolisme lemak dan protein. ( Askandar, 2000 ). Gangren adalah proses atau keadaan yang ditandai dengan adanya jaringan mati atau nekrosis, namun secara mikrobiologis adalah proses nekrosis yang disebabkan oleh infeksi. ( Askandar, 2001 ). Gangren Kaki Diabetik adalah luka pada kaki yang merah kehitam-hitaman dan berbau busuk akibat sumbatan yang terjadi di pembuluh darah sedang atau besar di tungkai. ( Askandar, 2001).
1. Anatomi Fisiologi

Pankreas merupakan sekumpulan kelenjar yang panjangnya kira kira 15 cm, lebar 5 cm, mulai dari duodenum sampai ke limpa dan beratnya rata rata 60 90 gram. Terbentang pada vertebrata lumbalis 1 dan 2 di belakang lambung. Pankreas merupakan kelenjar endokrin terbesar yang terdapat di dalam tubuh baik hewan maupun manusia. Bagian depan ( kepala ) kelenjar pankreas terletak pada lekukan yang dibentuk oleh duodenum dan bagian pilorus dari lambung. Bagian badan yang merupakan bagian utama dari organ ini merentang ke arah limpa dengan bagian ekornya menyentuh atau terletak pada alat ini. Dari segi perkembangan embriologis, kelenjar pankreas terbentuk dari epitel yang berasal dari lapisan epitel yang membentuk usus. Pankreas terdiri dari dua jaringan utama, yaitu : (1). Asini sekresi getah pencernaan ke dalam duodenum.

(2). Pulau Langerhans yang tidak tidak mengeluarkan sekretnya keluar, tetapi menyekresi insulin dan glukagon langsung ke darah. Pulau pulau Langerhans yang menjadi sistem endokrinologis dari pamkreas tersebar di seluruh pankreas dengan berat hanya 1 3 % dari berat total pankreas. Pulau langerhans berbentuk ovoid dengan besar masing-masing pulau berbeda. Besar pulau langerhans yang terkecil adalah 50 m, sedangkan yang terbesar 300 m, terbanyak adalah yang besarnya 100 225 m. Jumlah semua pulau langerhans di pankreas diperkirakan antara 1 2 juta. Pulau langerhans manusia, mengandung tiga jenis sel utama, yaitu : (1). Sel sel A ( alpha ), jumlahnya sekitar 20 40 % ; memproduksi glikagon yang manjadi faktor hiperglikemik, suatu hormon yang mempunyai anti insulin like activity . (2). Sel sel B ( betha ), jumlahnya sekitar 60 80 % , membuat insulin. (3). Sel sel D ( delta ), jumlahnya sekitar 5 15 %, membuat somatostatin. Masing masing sel tersebut, dapat dibedakan berdasarkan struktur dan sifat pewarnaan. Di bawah mikroskop pulau-pulau langerhans ini nampak berwarna pucat dan banyak mengandung pembuluh darah kapiler. Pada penderita DM, sel beha sering ada tetapi berbeda dengan sel beta yang normal dimana sel beta tidak menunjukkan reaksi pewarnaan untuk insulin sehingga dianggap tidak berfungsi. Insulin merupakan protein kecil dengan berat molekul 5808 untuk insulin manusia. Molekul insulin terdiri dari dua rantai polipeptida yang tidak sama, yaitu rantai A dan B. Kedua rantai ini dihubungkan oleh dua jembatan ( perangkai ), yang terdiri dari disulfida. Rantai A terdiri dari 21 asam amino dan rantai B terdiri dari 30 asam amino. Insulin dapat larut pada pH 4 7 dengan titik isoelektrik pada 5,3. Sebelum insulin dapat berfungsi, ia harus berikatan dengan protein reseptor yang besar di dalam membrana sel. Insulin di sintesis sel beta pankreas dari proinsulin dan di simpan dalam butiran berselaput yang berasal dari kompleks Golgi. Pengaturan sekresi insulin dipengaruhi efek umpan balik kadar glukosa darah pada pankreas. Bila kadar glukosa darah meningkat diatas 100 mg/100ml darah, sekresi insulin meningkat cepat. Bila kadar glukosa normal atau rendah, produksi insulin akan menurun. Selain kadar glukosa darah, faktor lain seperti asam amino, asam lemak, dan hormon gastrointestina merangsang sekresi insulin dalam derajat berbeda-beda. Fungsi metabolisme utama insulin untuk meningkatkan kecepatan transport glukosa melalui membran sel ke jaringan terutama sel sel otot, fibroblas dan sel lemak.
1. Etiologi 1. Diabetes Melitus

DM mempunyai etiologi yang heterogen, dimana berbagai lesi dapat menyebabkan insufisiensi insulin, tetapi determinan genetik biasanya memegang peranan penting pada mayoritas DM. Faktor lain yang dianggap sebagai kemungkinan etiologi DM yaitu :
1. Kelainan sel beta pankreas, berkisar dari hilangnya sel beta sampai kegagalan sel beta melepas insulin. 2. Faktor faktor lingkungan yang mengubah fungsi sel beta, antara lain agen yang dapat menimbulkan infeksi, diet dimana pemasukan karbohidrat dan gula yang diproses secara berlebihan, obesitas dan kehamilan. 3. Gangguan sistem imunitas. Sistem ini dapat dilakukan oleh autoimunitas yang disertai pembentukan sel sel antibodi antipankreatik dan mengakibatkan kerusakan sel sel penyekresi insulin, kemudian peningkatan kepekaan sel beta oleh virus. 4. Kelainan insulin. Pada pasien obesitas, terjadi gangguan kepekaan jaringan terhadap insulin akibat kurangnya reseptor insulin yang terdapat pada membran sel yang responsir terhadap insulin. 1. Gangren Kaki Diabetik

Faktor faktor yang berpengaruh atas terjadinya gangren kaki diabetik dibagi menjadi endogen dan faktor eksogen. Faktor endogen : a. Genetik, metabolik b. Angiopati diabetik c. Neuropati diabetik Faktor eksogen : a. Trauma b. Infeksi c. Obat 4. Patofisiologis a. Diabetes Melitus Sebagian besar gambaran patologik dari DM dapat dihubungkan dengan salah satu efek utama akibat kurangnya insulin berikut:
1. Berkurangnya pemakaian glukosa oleh sel sel tubuh yang mengakibatkan naiknya konsentrasi glukosa darah setinggi 300 1200 mg/dl. 2. Peningkatan mobilisasi lemak dari daerah penyimpanan lemak yang menyebabkan terjadinya metabolisme lemak yang abnormal disertai dengan endapan kolestrol pada dinding pembuluh darah. 3. Berkurangnya protein dalam jaringan tubuh.

Pasien pasien yang mengalami defisiensi insulin tidak dapat mempertahankan kadar glukosa plasma puasa yang normal atau toleransi sesudah makan. Pada hiperglikemia yng parah yang melebihi ambang ginjal normal ( konsentrasi glukosa darah sebesar 160 180 mg/100 ml ), akan timbul glikosuria karena tubulus tubulus renalis tidak dapat menyerap kembali semua glukosa. Glukosuria ini akan mengakibatkan diuresis osmotik yang menyebabkan poliuri disertai kehilangan sodium, klorida, potasium, dan pospat. Adanya poliuri menyebabkan dehidrasi dan timbul polidipsi. Akibat glukosa yang keluar bersama urine maka pasien akan mengalami keseimbangan protein negatif dan berat badan menurun serta cenderung terjadi polifagi. Akibat yang lain adalah astenia atau kekurangan energi sehingga pasien menjadi cepat telah dan mengantuk yang disebabkan oleh berkurangnya atau hilangnya protein tubuh dan juga berkurangnya penggunaan karbohidrat untuk energi. Hiperglikemia yang lama akan menyebabkan arterosklerosis, penebalan membran basalis dan perubahan pada saraf perifer. Ini akan memudahkan terjadinya gangren. b. Gangren Kaki Diabetik Ada dua teori utama mengenai terjadinya komplikasi kronik DM akibat hiperglikemia, yaitu teori sorbitol dan teori glikosilasi.
1. Teori Sorbitol

Hiperglikemia akan menyebabkan penumpukan kadar glukosa pada sel dan jaringan tertentu dan dapat mentransport glukosa tanpa insulin. Glukosa yang berlebihan ini tidak akan termetabolisasi habis secara normal melalui glikolisis, tetapi sebagian dengan perantaraan enzim aldose reduktase akan diubah menjadi sorbitol. Sorbitol akan tertumpuk dalam sel / jaringan tersebut dan menyebabkan kerusakan dan perubahan fungsi. 2. Teori Glikosilasi Akibat hiperglikemia akan menyebabkan terjadinya glikosilasi pada semua protein, terutama yang mengandung senyawa lisin. Terjadinya proses glikosilasi pada protein membran basal dapat menjelaskan semua komplikasi baik makro maupun mikro vaskular. Terjadinya Kaki Diabetik (KD) sendiri disebabkan oleh faktor faktor disebutkan dalam etiologi. Faktor utama yang berperan timbulnya KD adalah angiopati, neuropati dan infeksi. Neuropati merupakan faktor penting untuk terjadinya KD. Adanya neuropati perifer akan menyebabkan terjadinya gangguan sensorik maupun motorik. Gangguan sensorik akan menyebabkan hilang atau menurunnya sensasi nyeri pada kaki, sehingga akan mengalami trauma tanpa terasa yang mengakibatkan terjadinya ulkus pada kaki gangguan motorik juga akan mengakibatkan terjadinya atrofi otot kaki, sehingga merubah titik tumpu yang menyebabkan ulsetrasi pada kaki pasien. Angiopati akan menyebabkan terganggunya aliran darah ke kaki. Apabila sumbatan darah terjadi pada pembuluh darah yang lebih besar maka penderita akan merasa sakit tungkainya sesudah ia berjalan pada jarak tertentu. Manifestasi gangguan pembuluh darah yang lain dapat berupa : ujung kaki terasa dingin, nyeri kaki di malam hari, denyut arteri hilang, kaki menjadi pucat bila dinaikkan. Adanya angiopati tersebut akan menyebabkan

terjadinya penurunan asupan nutrisi, oksigen (zat asam) serta antibiotika sehingga menyebabkan luka sulit sembuh (Levin,1993). Infeksi sering merupakan komplikasi yang menyertai KD akibat berkurangnya aliran darah atau neuropati, sehingga faktor angiopati dan infeksi berpengaruh terhdap penyembuhan atau pengobatan dari KD. 5. Klasifikasi Wagner (1983) membagi gangren kaki diabetik menjadi enam tingkatan , yaitu : Derajat 0 : Tidak ada lesi terbuka, kulit masih utuh dengan kemungkinan

disertai kelainan bentuk kaki seperti claw,callus . Derajat I Derajat II Derajat III : Ulkus superfisial terbatas pada kulit. : Ulkus dalam menembus tendon dan tulang. : Abses dalam, dengan atau tanpa osteomielitis.

Derajat IV : Gangren jari kaki atau bagian distal kaki dengan atau tanpa selulitis. Derajat V : Gangren seluruh kaki atau sebagian tungkai.

Sedangkan Brand (1986) dan Ward (1987) membagi gangren kaki menjadi dua golongan :
1. Kaki Diabetik akibat Iskemia ( KDI )

Disebabkan penurunan aliran darah ke tungkai akibat adanya makroangiopati ( arterosklerosis ) dari pembuluh darah besar ditungkai, terutama di daerah betis. Gambaran klinis KDI : - Penderita mengeluh nyeri waktu istirahat. - Pada perabaan terasa dingin. - Pulsasi pembuluh darah kurang kuat. - Didapatkan ulkus sampai gangren.
1. Kaki Diabetik akibat Neuropati ( KDN )

Terjadi kerusakan syaraf somatik dan otonomik, tidak ada gangguan dari sirkulasi. Klinis di jumpai kaki yang kering, hangat, kesemutan, mati rasa, oedem kaki, dengan pulsasi pembuluh darah kaki teraba baik.

6. Dampak masalah Adanya penyakit gangren kaki diabetik akan mempengaruhi kehidupan individu dan keluarga. Adapun dampak masalah yang bisa terjadi meliputi :
1. Pada Individu

Pola dan gaya hidup penderita akan berubah dengan adanya penyakit ini, Gordon telah mengembangkan 11 pola fungsi kesehatan yang dapat digunakan untuk mengetahui perubahan tersebut.
1. Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat

Pada pasien gangren kaki diabetik terjadi perubahan persepsi dan tata laksana hidup sehat karena kurangnya pengetahuan tentang dampak gangren kaki diabetuk sehingga menimbulkan persepsi yang negatif terhadap dirinya dan kecenderungan untuk tidak mematuhi prosedur pengobatan dan perawatan yang lama, oleh karena itu perlu adanya penjelasan yang benar dan mudah dimengerti pasien.
1. Pola nutrisi dan metabolisme

Akibat produksi insulin tidak adekuat atau adanya defisiensi insulin maka kadar gula darah tidak dapat dipertahankan sehingga menimbulkan keluhan sering kencing, banyak makan, banyak minum, berat badan menurun dan mudah lelah. Keadaan tersebut dapat mengakibatkan terjadinya gangguan nutrisi dan metabolisme yang dapat mempengaruhi status kesehatan penderita.
1. Pola eliminasi

Adanya hiperglikemia menyebabkan terjadinya diuresis osmotik yang menyebabkan pasien sering kencing (poliuri) dan pengeluaran glukosa pada urine ( glukosuria ). Pada eliminasi alvi relatif tidak ada gangguan.
1. Pola tidur dan istirahat

Adanya poliuri, nyeri pada kaki yang luka dan situasi rumah sakit yang ramai akan mempengaruhi waktu tidur dan istirahat penderita, sehingga pola tidur dan waktu tidur penderita mengalami perubahan.
1. Pola aktivitas dan latihan

Adanya luka gangren dan kelemahan otot otot pada tungkai bawah menyebabkan penderita tidak mampu melaksanakan aktivitas sehari-hari secara maksimal, penderita mudah mengalami kelelahan.
1. Pola hubungan dan peran

Luka gangren yang sukar sembuh dan berbau menyebabkan penderita malu dan menarik diri dari pergaulan.
1. Pola sensori dan kognitif

Pasien dengan gangren cenderung mengalami neuropati / mati rasa pada luka sehingga tidak peka terhadap adanya trauma.
1. Pola persepsi dan konsep diri

Adanya perubahan fungsi dan struktur tubuh akan menyebabkan penderita mengalami gangguan pada gambaran diri. Luka yang sukar sembuh, lamanya perawatan, banyaknya biaya perawatan dan pengobatan menyebabkan pasien mengalami kecemasan dan gangguan peran pada keluarga ( self esteem ).
1. Pola seksual dan reproduksi

Angiopati dapat terjadi pada sistem pembuluh darah di organ reproduksi sehingga menyebabkan gangguan potensi sek, gangguan kualitas maupun ereksi, serta memberi dampak pada proses ejakulasi serta orgasme. 10. Pola mekanisme stres dan koping Lamanya waktu perawatan, perjalanan penyakit yang kronik, perasaan tidak berdaya karena ketergantungan menyebabkan reaksi psikologis yang negatif berupa marah, kecemasan, mudah tersinggung dan lain lain, dapat menyebabkan penderita tidak mampu menggunakan mekanisme koping yang konstruktif / adaptif. 11. Pola tata nilai dan kepercayaan Adanya perubahan status kesehatan dan penurunan fungsi tubuh serta luka pada kaki tidak menghambat penderita dalam melaksanakan ibadah tetapi mempengaruhi pola ibadah penderita.
1. Dampak pada keluarga

Dengan adanya salah satu anggota keluarga yang sakit dan dirawat di rumah sakit akan muncul bermacam macam reaksi psikologis dari kelurga, karena masalah kesehatan yang dialami oleh seorang anggota keluarga akan mempengaruhi seluruh anggota keluarga. Waktu perawatan yang lama dan biaya yang banyak akan mempengaruhi keadaan ekonomi keluarga dan perubahan peran pada keluarga karena salah satu anggota keluarga tidak dapat menjalankan perannya. ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DM Dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien gangren kaki diabetik hendaknya dilakukan secara komperhensif dengan menggunakan proses keperawatan.

Proses keperawatan adalah suatu metode sistematik untuk mengkaji respon manusia terhadap masalah-masalah dan membuat rencana keperawatan yang bertujuan untuk mengatasi masalah masalah tersebut. Masalah-masalah kesehatan dapat berhubungan dengan klien keluarga juga orang terdekat atau masyarakat. Proses keperawatan mendokumentasikan kontribusi perawat dalam mengurangi / mengatasi masalah-masalah kesehatan. Proses keperawatan terdiri dari lima tahapan, yaitu : pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi.
1. Pengkajian

Pengkajian merupakan langkah utama dan dasar utama dari proses keperawatan yang mempunyai dua kegiatan pokok, yaitu :
1. Pengumpulan data

Pengumpulan data yang akurat dan sistematis akan membantu dalam menentukan status kesehatan dan pola pertahanan penderita , mengidentifikasikan, kekuatan dan kebutuhan penderita yang dapt diperoleh melalui anamnese, pemeriksaan fisik, pemerikasaan laboratorium serta pemeriksaan penunjang lainnya.
1. Anamnese 1. Identitas penderita

Meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan, alamat, status perkawinan, suku bangsa, nomor register, tanggal masuk rumah sakit dan diagnosa medis.
1. Keluhan Utama

Adanya rasa kesemutan pada kaki / tungkai bawah, rasa raba yang menurun, adanya luka yang tidak sembuh sembuh dan berbau, adanya nyeri pada luka.
1. Riwayat kesehatan sekarang

Berisi tentang kapan terjadinya luka, penyebab terjadinya luka serta upaya yang telah dilakukan oleh penderita untuk mengatasinya.
1. Riwayat kesehatan dahulu

Adanya riwayat penyakit DM atau penyakit penyakit lain yang ada kaitannya dengan defisiensi insulin misalnya penyakit pankreas. Adanya riwayat penyakit jantung, obesitas, maupun arterosklerosis, tindakan medis yang pernah di dapat maupun obat-obatan yang biasa digunakan oleh penderita.
1. Riwayat kesehatan keluarga

Dari genogram keluarga biasanya terdapat salah satu anggota keluarga yang juga menderita DM atau penyakit keturunan yang dapat menyebabkan terjadinya defisiensi insulin misal hipertensi, jantung.
1. Riwayat psikososial

Meliputi informasi mengenai prilaku, perasaan dan emosi yang dialami penderita sehubungan dengan penyakitnya serta tanggapan keluarga terhadap penyakit penderita.
1. Pemeriksaan fisik 1. Status kesehatan umum

Meliputi keadaan penderita, kesadaran, suara bicara, tinggi badan, berat badan dan tanda tanda vital.
1. Kepala dan leher

Kaji bentuk kepala, keadaan rambut, adakah pembesaran pada leher, telinga kadang-kadang berdenging, adakah gangguan pendengaran, lidah sering terasa tebal, ludah menjadi lebih kental, gigi mudah goyah, gusi mudah bengkak dan berdarah, apakah penglihatan kabur / ganda, diplopia, lensa mata keruh.
1. Sistem integumen

Turgor kulit menurun, adanya luka atau warna kehitaman bekas luka, kelembaban dan shu kulit di daerah sekitar ulkus dan gangren, kemerahan pada kulit sekitar luka, tekstur rambut dan kuku.
1. Sistem pernafasan

Adakah sesak nafas, batuk, sputum, nyeri dada. Pada penderita DM mudah terjadi infeksi.
1. Sistem kardiovaskuler

Perfusi jaringan menurun, nadi perifer lemah atau berkurang, takikardi/bradikardi, hipertensi/ hipotensi, aritmia, kardiomegalis.
1. Sistem gastrointestinal

Terdapat polifagi, polidipsi, mual, muntah, diare, konstipasi, dehidrase, perubahan berat badan, peningkatan lingkar abdomen, obesitas.
1. Sistem urinary

Poliuri, retensio urine, inkontinensia urine, rasa panas atau sakit saat berkemih.
1. Sistem muskuloskeletal

Penyebaran lemak, penyebaran masa otot, perubahn tinggi badan, cepat lelah, lemah dan nyeri, adanya gangren di ekstrimitas.
1. Sistem neurologis

Terjadi penurunan sensoris, parasthesia, anastesia, letargi, mengantuk, reflek lambat, kacau mental, disorientasi.
1. Pemeriksaan laboratorium

Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan adalah :


1. Pemeriksaan darah

Pemeriksaan darah meliputi : GDS > 200 mg/dl, gula darah puasa >120 mg/dl dan dua jam post prandial > 200 mg/dl.
1. Urine

Pemeriksaan didapatkan adanya glukosa dalam urine. Pemeriksaan dilakukan dengan cara Benedict ( reduksi ). Hasil dapat dilihat melalui perubahan warna pada urine : hijau ( + ), kuning ( ++ ), merah ( +++ ), dan merah bata ( ++++ ).
1. Kultur pus

Mengetahui jenis kuman pada luka dan memberikan antibiotik yang sesuai dengan jenis kuman.
1. Analisa Data

Data yang sudah terkumpul selanjutnya dikelompokan dan dilakukan analisa serta sintesa data. Dalam mengelompokan data dibedakan atas data subyektif dan data obyektif dan berpedoman pada teori Abraham Maslow yang terdiri dari :
1. 2. 3. 4. 5. Kebutuhan dasar atau fisiologis Kebutuhan rasa aman Kebutuhan cinta dan kasih sayang Kebutuhan harga diri Kebutuhan aktualisasi diri

Data yang telah dikelompokkan tadi di analisa sehingga dapat diambil kesimpulan tentang masalah keperawatan dan kemungkinan penyebab, yang dapat dirumuskan dalam bentuk diagnosa keperawatan meliputi aktual, potensial, dan kemungkinan.
1. Diagnosa keperawatan

Diagnosa keperawatan adalah penilaian klinis tentang respon individu, keluarga atau komunitas terhadap proses kehidupan/ masalah kesehatan. Aktual atau potensial dan kemungkinan dan membutuhkan tindakan keperawatan untuk memecahkan masalah tersebut. Adapun diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien gangren kaki diabetik adalah sebagai berikut :
1. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan melemahnya / menurunnya aliran darah ke daerah gangren akibat adanya obstruksi pembuluh darah. 2. Gangguan integritas jaringan berhubungan dengan adanya gangren pada ekstrimitas. 3. Gangguan rasa nyaman ( nyeri ) berhubungan dengan iskemik jaringan. 4. Keterbatasan mobilitas fisik berhubungan dengan rasa nyeri pada luka. 5. Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake makanan yang kurang. 6. Potensial terjadinya penyebaran infeksi ( sepsis ) berhubungan dengan tingginya kadar gula darah. 7. Cemas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang penyakitnya. 8. Kurangnya pengetahuan tentang proses penyakit, diet, perawatan dan pengobatan berhubungan dengan kurangnya informasi. 9. Gangguan gambaran diri berhubungan dengan perubahan bentuk salah satu anggota tubuh.

10. Ganguan pola tidur berhubungan dengan rasa nyeri pada luka di kaki.
1. Perencanaan

Setelah merumuskan diagnosa keperawatan, maka intervensi dan aktivitas keperawatan perlu ditetapkan untuk mengurangi, menghilangkan, dan mencegah masalah keperawatan penderita. Tahapan ini disebut perencanaan keperawatan yang meliputi penentuan prioritas, diagnosa keperawatan, menetapkan sasaran dan tujuan, menetapkan kriteria evaluasi dan merumuskan intervensi dan aktivitas keperawatan.
1. Diagnosa no. 1

Gangguan perfusi berhubungan dengan melemahnya/menurunnya aliran darah ke daerah gangren akibat adanya obstruksi pembuluh darah. Tujuan : mempertahankan sirkulasi perifer tetap normal. Kriteria Hasil : Denyut nadi perifer teraba kuat dan reguler - Warna kulit sekitar luka tidak pucat/sianosis - Kulit sekitar luka teraba hangat. - Oedema tidak terjadi dan luka tidak bertambah parah. - Sensorik dan motorik membaik

Rencana tindakan :
1. Ajarkan pasien untuk melakukan mobilisasi

Rasional : dengan mobilisasi meningkatkan sirkulasi darah.


1. Ajarkan tentang faktor-faktor yang dapat meningkatkan aliran darah :

Tinggikan kaki sedikit lebih rendah dari jantung ( posisi elevasi pada waktu istirahat ), hindari penyilangkan kaki, hindari balutan ketat, hindari penggunaan bantal, di belakang lutut dan sebagainya. Rasional : meningkatkan melancarkan aliran darah balik sehingga tidak terjadi oedema.
1. Ajarkan tentang modifikasi faktor-faktor resiko berupa :

Hindari diet tinggi kolestrol, teknik relaksasi, menghentikan kebiasaan merokok, dan penggunaan obat vasokontriksi. Rasional : kolestrol tinggi dapat mempercepat terjadinya arterosklerosis, merokok dapat menyebabkan terjadinya vasokontriksi pembuluh darah, relaksasi untuk mengurangi efek dari stres.
1. Kerja sama dengan tim kesehatan lain dalam pemberian vasodilator, pemeriksaan gula darah secara rutin dan terapi oksigen ( HBO ).

Rasional : pemberian vasodilator akan meningkatkan dilatasi pembuluh darah sehingga perfusi jaringan dapat diperbaiki, sedangkan pemeriksaan gula darah secara rutin dapat mengetahui perkembangan dan keadaan pasien, HBO untuk memperbaiki oksigenasi daerah ulkus/gangren.
1. Diagnosa no. 2

Ganguan integritas jaringan berhubungan dengan adanya gangren pada ekstrimitas. Tujuan : Tercapainya proses penyembuhan luka. Kriteria hasil : 1.Berkurangnya oedema sekitar luka.

2. pus dan jaringan berkurang 3. Adanya jaringan granulasi. 4. Bau busuk luka berkurang. Rencana tindakan :

1. Kaji luas dan keadaan luka serta proses penyembuhan.

Rasional : Pengkajian yang tepat terhadap luka dan proses penyembuhan akan membantu dalam menentukan tindakan selanjutnya.
1. Rawat luka dengan baik dan benar : membersihkan luka secara abseptik menggunakan larutan yang tidak iritatif, angkat sisa balutan yang menempel pada luka dan nekrotomi jaringan yang mati.

Rasional : merawat luka dengan teknik aseptik, dapat menjaga kontaminasi luka dan larutan yang iritatif akan merusak jaringan granulasi tyang timbul, sisa balutan jaringan nekrosis dapat menghambat proses granulasi.
1. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian insulin, pemeriksaan kultur pus pemeriksaan gula darah pemberian anti biotik.

Rasional : insulin akan menurunkan kadar gula darah, pemeriksaan kultur pus untuk mengetahui jenis kuman dan anti biotik yang tepat untuk pengobatan, pemeriksaan kadar gula darahuntuk mengetahui perkembangan penyakit.
1. Diagnosa no. 3

Ganguan rasa nyaman ( nyeri ) berhubungan dengan iskemik jaringan. Tujuan : rasa nyeri hilang/berkurang Kriteria hasil : 1.Penderita secara verbal mengatakan nyeri berkurang/hilang . 2. Penderita dapat melakukan metode atau tindakan untuk mengatasi atau mengurangi nyeri . 3. Pergerakan penderita bertambah luas. 4. Tidak ada keringat dingin, tanda vital dalam batas normal.( S : 36 37,5 0C, N: 60 80 x /menit, T : 100 130 mmHg, RR : 18 20 x /menit ). Rencana tindakan :
1. Kaji tingkat, frekuensi, dan reaksi nyeri yang dialami pasien.

Rasional : untuk mengetahui berapa berat nyeri yang dialami pasien.


1. Jelaskan pada pasien tentang sebab-sebab timbulnya nyeri.

Rasional : pemahaman pasien tentang penyebab nyeri yang terjadi akan mengurangi ketegangan pasien dan memudahkan pasien untuk diajak bekerjasama dalam melakukan tindakan.

1. Ciptakan lingkungan yang tenang.

Rasional : Rangasanga yang berlebihan dari lingkungan akan memperberat rasa nyeri.
1. Ajarkan teknik distraksi dan relaksasi.

Rasional : Teknik distraksi dan relaksasi dapat mengurangi rasa nyeri yang dirasakan pasien.
1. Atur posisi pasien senyaman mungkin sesuai keinginan pasien.

Rasional : Posisi yang nyaman akan membantu memberikan kesempatan pada otot untuk relaksasi seoptimal mungkin.
1. Lakukan massage dan kompres luka dengan BWC saat rawat luka.

Rasional : massage dapat meningkatkan vaskulerisasi dan pengeluaran pus sedangkan BWC sebagai desinfektan yang dapat memberikan rasa nyaman.
1. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian analgesik.

Rasional : Obat obat analgesik dapat membantu mengurangi nyeri pasien.


1. Diagnosa no. 4

Keterbatasan mobilitas fisik berhubungan dengan rasa nyeri pada luka di kaki. Tujuan : Pasien dapat mencapai tingkat kemampuan aktivitas yang optimal. Kriteria Hasil : 1. Pergerakan paien bertambah luas 2. Pasien dapat melaksanakan aktivitas sesuai dengan kemampuan ( duduk, berdiri, berjalan ). 3. Rasa nyeri berkurang. 4. Pasien dapat memenuhi kebutuhan sendiri secara bertahap sesuai dengan kemampuan. Rencana tindakan :
1. Kaji dan identifikasi tingkat kekuatan otot pada kaki pasien.

Rasional : Untuk mengetahui derajat kekuatan otot-otot kaki pasien.


1. Beri penjelasan tentang pentingnya melakukan aktivitas untuk menjaga kadar gula darah dalam keadaan normal.

Rasional : Pasien mengerti pentingnya aktivitas sehingga dapat kooperatif dalam tindakan keperawatan.
1. Anjurkan pasien untuk menggerakkan/mengangkat ekstrimitas bawah sesui kemampuan.

Rasional : Untuk melatih otot otot kaki sehingg berfungsi dengan baik.
1. Bantu pasien dalam memenuhi kebutuhannya.

Rasional : Agar kebutuhan pasien tetap dapat terpenuhi.


1. Kerja sama dengan tim kesehatan lain : dokter ( pemberian analgesik ) dan tenaga fisioterapi.

Rasional : Analgesik dapat membantu mengurangi rasa nyeri, fisioterapi untuk melatih pasien melakukan aktivitas secara bertahap dan benar.
1. Diagnosa no. 5

Gangguan pemenuhan nutrisi ( kurang dari ) kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake makanan yang kurang. Tujuan : Kebutuhan nutrisi dapat terpenuhi Kriteria hasil : 1. Berat badan dan tinggi badan ideal.

2. Pasien mematuhi dietnya. 3. Kadar gula darah dalam batas normal. 4. Tidak ada tanda-tanda hiperglikemia/hipoglikemia. Rencana Tindakan :
1. Kaji status nutrisi dan kebiasaan makan.

Rasional : Untuk mengetahui tentang keadaan dan kebutuhan nutrisi pasien sehingga dapat diberikan tindakan dan pengaturan diet yang adekuat.
1. Anjurkan pasien untuk mematuhi diet yang telah diprogramkan.

Rasional : Kepatuhan terhadap diet dapat mencegah komplikasi terjadinya hipoglikemia/hiperglikemia.


1. Timbang berat badan setiap seminggu sekali.

Rasional : Mengetahui perkembangan berat badan pasien ( berat badan merupakan salah satu indikasi untuk menentukan diet ).
1. Identifikasi perubahan pola makan.

Rasional : Mengetahui apakah pasien telah melaksanakan program diet yang ditetapkan.
1. Kerja sama dengan tim kesehatan lain untuk pemberian insulin dan diet diabetik.

Rasional : Pemberian insulin akan meningkatkan pemasukan glukosa ke dalam jaringan sehingga gula darah menurun,pemberian diet yang sesuai dapat mempercepat penurunan gula darah dan mencegah komplikasi.
1. Diagnosa no. 6

Potensial terjadinya penyebaran infeksi ( sepsis) berhubungan dengan tinggi kadar gula darah. Tujuan : Tidak terjadi penyebaran infeksi (sepsis). Kriteria Hasil : 1. Tanda-tanda infeksi tidak ada. 2. Tanda-tanda vital dalam batas normal ( S : 36 37,5 0C ) 3. Keadaan luka baik dan kadar gula darah normal. Rencana tindakan :
1. Kaji adanya tanda-tanda penyebaran infeksi pada luka.

Rasional : Pengkajian yang tepat tentang tanda-tanda penyebaran infeksi dapat membantu menentukan tindakan selanjutnya.
1. Anjurkan kepada pasien dan keluarga untuk selalu menjaga kebersihan diri selama perawatan.

Rasional : Kebersihan diri yang baik merupakan salah satu cara untuk mencegah infeksi kuman.
1. Lakukan perawatan luka secara aseptik.

Rasional : untuk mencegah kontaminasi luka dan penyebaran infeksi.


1. Anjurkan pada pasien agar menaati diet, latihan fisik, pengobatan yang ditetapkan.

Rasional : Diet yang tepat, latihan fisik yang cukup dapat meningkatkan daya tahan tubuh, pengobatan yang tepat, mempercepat penyembuhan sehingga memperkecil kemungkinan terjadi penyebaran infeksi.

1. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian antibiotika dan insulin.

Rasional : Antibiotika dapat menbunuh kuman, pemberian insulin akan menurunkan kadar gula dalam darah sehingga proses penyembuhan.
1. Diagnosa no. 7

Cemas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang penyakitnya. Tujuan : rasa cemas berkurang/hilang. Kriteria Hasil : 1. Pasien dapat mengidentifikasikan sebab kecemasan. 2. Emosi stabil., pasien tenang. 3. Istirahat cukup. Rencana tindakan :
1. Kaji tingkat kecemasan yang dialami oleh pasien.

Rasional : Untuk menentukan tingkat kecemasan yang dialami pasien sehingga perawat bisa memberikan intervensi yang cepat dan tepat.
1. Beri kesempatan pada pasien untuk mengungkapkan rasa cemasnya.

Rasional : Dapat meringankan beban pikiran pasien.


1. Gunakan komunikasi terapeutik.

Rasional : Agar terbina rasa saling percaya antar perawat-pasien sehingga pasien kooperatif dalam tindakan keperawatan.
1. Beri informasi yang akurat tentang proses penyakit dan anjurkan pasien untuk ikut serta dalam tindakan keperawatan.

Rasional : Informasi yang akurat tentang penyakitnya dan keikutsertaan pasien dalam melakukan tindakan dapat mengurangi beban pikiran pasien.
1. Berikan keyakinan pada pasien bahwa perawat, dokter, dan tim kesehatan lain selalu berusaha memberikan pertolongan yang terbaik dan seoptimal mungkin.

Rasional : Sikap positif dari timkesehatan akan membantu menurunkan kecemasan yang dirasakan pasien.
1. Berikan kesempatan pada keluarga untuk mendampingi pasien secara bergantian.

Rasional : Pasien akan merasa lebih tenang bila ada anggota keluarga yang menunggu.
1. Ciptakan lingkungan yang tenang dan nyaman.

Rasional : lingkung yang tenang dan nyaman dapat membantu mengurangi rasa cemas pasien.
1. Diagnosa no. 8

Kurangnya pengetahuan tentang proses penyakit, diet, perawatan, dan pengobatan berhubungan dengan kurangnya informasi. Tujuan : Pasien memperoleh informasi yang jelas dan benar tentang penyakitnya. Kriteria Hasil : 1. Pasien mengetahui tentang proses penyakit, diet, perawatan dan pengobatannya dan dapat menjelaskan kembali bila ditanya. 2. Pasien dapat melakukan perawatan diri sendiri berdasarkan pengetahuan yang diperoleh. Rencana Tindakan :
1. Kaji tingkat pengetahuan pasien/keluarga tentang penyakit DM dan gangren.

Rasional : Untuk memberikan informasi pada pasien/keluarga, perawat perlu mengetahui sejauh mana informasi atau pengetahuan yang diketahui pasien/keluarga.
1. Kaji latar belakang pendidikan pasien.

Rasional : Agar perawat dapat memberikan penjelasan dengan menggunakan kata-kata dan kalimat yang dapat dimengerti pasien sesuai tingkat pendidikan pasien.
1. Jelaskan tentang proses penyakit, diet, perawatan dan pengobatan pada pasien dengan bahasa dan kata-kata yang mudah dimengerti.

Rasional : Agar informasi dapat diterima dengan mudah dan tepat sehingga tidak menimbulkan kesalahpahaman.
1. Jelasakan prosedur yang kan dilakukan, manfaatnya bagi pasien dan libatkan pasien didalamnya.

Rasional : Dengan penjelasdan yang ada dan ikut secra langsung dalam tindakan yang dilakukan, pasien akan lebih kooperatif dan cemasnya berkurang.
1. Gunakan gambar-gambar dalam memberikan penjelasan ( jika ada / memungkinkan).

Rasional : gambar-gambar dapat membantu mengingat penjelasan yang telah diberikan.


1. Diagnosa no. 9

Gangguan gambaran diri berhubungan dengan perubahan bentuk salah satu anggota tubuh. Tujuan : Pasien dapat menerima perubahan bentuk salah satu anggota tubuhnya secar positif. Kriteria Hasil : - Pasien mau berinteraksi dan beradaptasi dengan lingkungan. Tanpa rasa malu dan rendah diri. - Pasien yakin akan kemampuan yang dimiliki. Rencana tindakan :
1. Kaji perasaan/persepsi pasien tentang perubahan gambaran diri berhubungan dengan keadaan anggota tubuhnya yang kurang berfungsi secara normal.

Rasional : Mengetahui adanya rasa negatif pasien terhadap dirinya.


1. Lakukan pendekatan dan bina hubungan saling percaya dengan pasien.

Rasional : Memudahkan dalm menggali permasalahan pasien.


1. Tunjukkan rasa empati, perhatian dan penerimaan pada pasien.

Rasional : Pasien akan merasa dirinya di hargai.


1. Bantu pasien untuk mengadakan hubungan dengan orang lain.

Rasional : dapat meningkatkan kemampuan dalam mengadakan hubungan dengan orang lain dan menghilangkan perasaan terisolasi.
1. Beri kesempatan kepada pasien untuk mengekspresikan perasaan kehilangan.

Rasional : Untuk mendapatkan dukungan dalam proses berkabung yang normal.


1. Beri dorongan pasien untuk berpartisipasi dalam perawatan diri dan hargai pemecahan masalah yang konstruktif dari pasien.

Rasional : Untuk meningkatkan perilaku yang adiktif dari pasien.


1. Diagnosa no.10

Gangguan pola tidur berhubungan dengan rasa nyeri pada luka di kaki. Tujuan : Gangguan pola tidur pasien akan teratasi. Kriteria hasil : 1. Pasien mudah tidur dalam waktu 30 40 menit.

2. Pasien tenang dan wajah segar. 3. Pasien mengungkapkan dapat beristirahat dengan cukup. Rencana tindakan :
1. Ciptakan lingkungan yang nyaman dan tenang.

Rasional : Lingkungan yang nyaman dapat membantu meningkatkan tidur/istirahat.


1. Kaji tentang kebiasaan tidur pasien di rumah.

Rasional : mengetahui perubahan dari hal-hal yang merupakan kebiasaan pasien ketika tidur akan mempengaruhi pola tidur pasien.
1. Kaji adanya faktor penyebab gangguan pola tidur yang lain seperti cemas, efek obat-obatan dan suasana ramai.

Rasional : Mengetahui faktor penyebab gangguan pola tidur yang lain dialami dan dirasakan pasien.
1. Anjurkan pasien untuk menggunakan pengantar tidur dan teknik relaksasi .

Rasional : Pengantar tidur akan memudahkan pasien dalam jatuh dalam tidur, teknik relaksasi akan mengurangi ketegangan dan rasa nyeri.
1. Kaji tanda-tanda kurangnya pemenuhan kebutuhan tidur pasien.

Rasional : Untuk mengetahui terpenuhi atau tidaknya kebutuhan tidur pasien akibat gangguan pola tidur sehingga dapat diambil tindakan yang tepat.
1. Pelaksanaan

Pelaksanaan adalah tahap pelaksananan terhadap rencana tindakan keperawatan yang telah ditetapkan untuk perawat bersama pasien. Implementasi dilaksanakan sesuai dengan rencana setelah dilakukan validasi, disamping itu juga dibutuhkan ketrampilan interpersonal, intelektual, teknikal yang dilakukan dengan cermat dan efisien pada situasi yang tepat dengan selalu memperhatikan keamanan fisik dan psikologis. Setelah selesai implementasi, dilakukan dokumentasi yang meliputi intervensi yang sudah dilakukan dan bagaimana respon pasien. 5. Evaluasi Evaluasi merupakan tahap terakhir dari proses keperawatan. Kegiatan evaluasi ini adalah membandingkan hasil yang telah dicapai setelah implementasi keperawatan dengan tujuan yang diharapkan dalam perencanaan.

Perawat mempunyai tiga alternatif dalam menentukan sejauh mana tujuan tercapai:
1. Berhasil : prilaku pasien sesuai pernyatan tujuan dalam waktu atau tanggal yang ditetapkan di tujuan. 2. Tercapai sebagian : pasien menunujukan prilaku tetapi tidak sebaik yang ditentukan dalam pernyataan tujuan. 3. Belum tercapai. : pasien tidak mampu sama sekali menunjukkan prilaku yang diharapakan sesuai dengan pernyataan tujuan.

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN HIV-AIDS Konsep Dasar I.Pengertian AIDS adalah sindroma yang menunjukkan defisiensi imun seluler pada seseorang tanpa adanya penyebab yang diketahui untuk dapat menerangkan tejadinya defisiensi, tersebut seperti keganasan, obat-obat supresi imun, penyakit infeksi yang sudah dikenal dan sebagainya. II.Etiologi Penyebab adalah golongan virus retro yang disebut human immunodeficiency virus (HIV). HIV pertama kali ditemukan pada tahun 1983 sebagai retrovirus dan disebut HIV-1. Pada tahun 1986 di Afrika ditemukan lagi retrovirus baru yang diberi nama HIV-2. HIV-2 dianggap sebagai virus kurang pathogen dibandingkaan dengan HIV-1. Maka untuk memudahkan keduanya disebut HIV. Transmisi infeksi HIV dan AIDS terdiri dari lima fase yaitu : 1.Periode jendela. Lamanya 4 minggu sampai 6 bulan setelah infeksi. Tidak ada gejala. 2.Fase infeksi HIV primer akut. Lamanya 1-2 minggu dengan gejala flu likes illness. 3.Infeksi asimtomatik. Lamanya 1-15 atau lebih tahun dengan gejala tidak ada. 4.Supresi imun simtomatik. Diatas 3 tahun dengan gejala demam, keringat malam hari, B menurun, diare, neuropati, lemah, rash, limfadenopati, lesi mulut. 5.AIDS. Lamanya bervariasi antara 1-5 tahun dari kondisi AIDS pertama kali ditegakkan. Didapatkan infeksi oportunis berat dan tumor pada berbagai system tubuh, dan manifestasi neurologist. AIDS dapat menyerang semua golongan umur, termasuk bayi, pria maupun wanita. Yang termasuk kelompok resiko tinggi adalah : 1.Lelaki homoseksual atau biseks. 5. Bayi dari ibu/bapak terinfeksi. 2.Orang yang ketagian obat intravena 3.Partner seks dari penderita AIDS 4.Penerima darah atau produk darah (transfusi). III.Patofisiologi :

IV.Pemeriksaan Diagnostik 1.Tes untuk diagnosa infeksi HIV : ELISA Western blot P24 antigen test Kultur HIV 2.Tes untuk deteksi gangguan system imun. Hematokrit. LED CD4 limfosit Rasio CD4/CD limfosit Serum mikroglobulin B2 Hemoglobulin

Asuhan Keperawatan I.Pengkajian. 3.Riwayat : tes HIV positif, riwayat perilaku beresiko tinggi, menggunakan obat-obat. 4.Penampilan umum : pucat, kelaparan. 5.Gejala subyektif : demam kronik, dengan atau tanpa menggigil, keringat malam hari berulang kali, lemah, lelah, anoreksia, BB menurun, nyeri, sulit tidur. 6.Psikososial : kehilangan pekerjaan dan penghasilan, perubahan pola hidup, ungkapkan perasaan takut, cemas, meringis. 7.Status mental : marah atau pasrah, depresi, ide bunuh diri, apati, withdrawl, hilang interest pada lingkungan sekitar, gangguan prooses piker, hilang memori, gangguan atensi dan konsentrasi, halusinasi dan delusi. 8.HEENT : nyeri periorbital, fotophobia, sakit kepala, edem muka, tinitus, ulser pada bibir atau mulut, mulut kering, suara berubah, disfagia, epsitaksis. 9.Neurologis :gangguan refleks pupil, nystagmus, vertigo, ketidakseimbangan , kaku kuduk, kejang, paraplegia. 10.Muskuloskletal : focal motor deifisit, lemah, tidak mampu melakukan ADL. 11.Kardiovaskuler ; takikardi, sianosis, hipotensi, edem perifer, dizziness. 12.Pernapasan : dyspnea, takipnea, sianosis, SOB, menggunakan otot Bantu pernapasan, batuk produktif atau non produktif. 13.GI : intake makan dan minum menurun, mual, muntah, BB menurun, diare, inkontinensia, perut kram, hepatosplenomegali, kuning. 14.Gu : lesi atau eksudat pada genital, 15.Integument : kering, gatal, rash atau lesi, turgor jelek, petekie positif. II.Diagnosa keperawatan

1.Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan imunosupresi, malnutrisi dan pola hidup yang beresiko. 2.Resiko tinggi infeksi (kontak pasien) berhubungan dengan infeksi HIV, adanya infeksi nonopportunisitik yang dapat ditransmisikan. 3.Intolerans aktivitas berhubungan dengan kelemahan, pertukaran oksigen, malnutrisi, kelelahan. 4.Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang kurang, meningkatnya kebutuhan metabolic, dan menurunnya absorbsi zat gizi. 5.Diare berhubungan dengan infeksi GI 6.Tidak efektif koping keluarga berhubungan dengan cemas tentang keadaan yang orang dicintai. III.Perencanaan keperawatan. Diagnosa Keperawatan Perencanaan Keperawatan Tujuan dan criteria hasil Intervensi Rasional Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan imunosupresi, malnutrisi dan pola hidup yang beresiko. Pasien akan bebas infeksi oportunistik dan komplikasinya dengan kriteria tak ada tanda-tanda infeksi baru, lab tidak ada infeksi oportunis, tanda vital dalam batas normal, tidak ada luka atau eksudat. 1.Monitor tanda-tanda infeksi baru. 2.gunakan teknik aseptik pada setiap tindakan invasif. Cuci tangan sebelum meberikan tindakan. 3.Anjurkan pasien metoda mencegah terpapar terhadap lingkungan yang patogen. 4.Kumpulkan spesimen untuk tes lab sesuai order. 5.Atur pemberian antiinfeksi sesuai order Untuk pengobatan dini Mencegah pasien terpapar oleh kuman patogen yang diperoleh di rumah sakit. Mencegah bertambahnya infeksi

Meyakinkan diagnosis akurat dan pengobatan Mempertahankan kadar darah yang terapeutik Resiko tinggi infeksi (kontak pasien) berhubungan dengan infeksi HIV, adanya infeksi nonopportunisitik yang dapat ditransmisikan. Infeksi HIV tidak ditransmisikan, tim kesehatan memperhatikan universal precautions dengan kriteriaa kontak pasien dan tim kesehatan tidak terpapar HIV, tidak terinfeksi patogen lain seperti TBC. 1.Anjurkan pasien atau orang penting lainnya metode mencegah transmisi HIV dan kuman patogen lainnya. 2.Gunakan darah dan cairan tubuh precaution bial merawat pasien. Gunakan masker bila perlu.

Pasien dan keluarga mau dan memerlukan informasikan ini Mencegah transimisi infeksi HIV ke orang lain Intolerans aktivitas berhubungan dengan kelemahan, pertukaran oksigen, malnutrisi, kelelahan. Pasien berpartisipasi dalam kegiatan, dengan kriteria bebas dyspnea dan takikardi selama aktivitas. 1.Monitor respon fisiologis terhadap aktivitas 2.Berikan bantuan perawatan yang pasien sendiri tidak mampu 3.Jadwalkan perawatan pasien sehingga tidak mengganggu isitirahat. Respon bervariasi dari hari ke hari Mengurangi kebutuhan energi Ekstra istirahat perlu jika karena meningkatkan kebutuhan metabolik Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang kurang, meningkatnya kebutuhan metabolic, dan menurunnya absorbsi zat gizi. Pasien mempunyai intake kalori dan protein yang adekuat untuk memenuhi kebutuhan metaboliknya dengan kriteria mual dan muntah dikontrol, pasien makan TKTP, serum albumin dan protein dalam batas n ormal, BB mendekati seperti sebelum sakit. 1.Monitor kemampuan mengunyah dan menelan. 2.Monitor BB, intake dan ouput 3.Atur antiemetik sesuai order 4.Rencanakan diet dengan pasien dan orang penting lainnya. Intake menurun dihubungkan dengan nyeri tenggorokan dan mulut Menentukan data dasar Mengurangi muntah Meyakinkan bahwa makanan sesuai dengan keinginan pasien Diare berhubungan dengan infeksi GI Pasien merasa nyaman dan mengnontrol diare, komplikasi minimal dengan kriteria perut lunak, tidak tegang, feses lunak dan warna normal, kram perut hilang, 1.Kaji konsistensi dan frekuensi feses dan adanya darah. 2.Auskultasi bunyi usus 3.Atur agen antimotilitas dan psilium (Metamucil) sesuai order 4.Berikan ointment A dan D, vaselin atau zinc oside Mendeteksi adanya darah dalam feses

Hipermotiliti mumnya dengan diare Mengurangi motilitas usus, yang pelan, emperburuk perforasi pada intestinal Untuk menghilangkan distensi Tidak efektif koping keluarga berhubungan dengan cemas tentang keadaan yang orang dicintai. Keluarga atau orang penting lain mempertahankan suport sistem dan adaptasi terhadap perubahan akan kebutuhannya dengan kriteria pasien dan keluarga berinteraksi dengan cara yang konstruktif 1.Kaji koping keluarga terhadap sakit pasein dan perawatannya 2.Biarkan keluarga mengungkapkana perasaan secara verbal 3.Ajarkan kepada keluaraga tentang penyakit dan transmisinya. Memulai suatu hubungan dalam bekerja secara konstruktif dengan keluarga. Mereka tak menyadari bahwa mereka berbicara secara bebas Menghilangkan kecemasan tentang transmisi melalui kontak sederhana.

Daftar Pustaka Grimes, E.D, Grimes, R.M, and Hamelik, M, 1991, Infectious Diseases, Mosby Year Book, Toronto. Christine L. Mudge-Grout, 1992, Immunologic Disorders, Mosby Year Book, St. Louis. Rampengan dan Laurentz, 1995, Penyakit Infeksi Tropik Pada Anak, cetakan kedua, EGC, Jakarta. Lab/UPF Ilmu Penyakit Dalam, 1994, Pedoman Diagnosis dan Terapi, RSUD Dr. Soetomo Surabaya. Lyke, Merchant Evelyn, 1992, Assesing for Nursing Diagnosis ; A Human Needs Approach,J.B. Lippincott Company, London. Phipps, Wilma. et al, 1991, Medical Surgical Nursing : Concepts and Clinical Practice, 4th edition, Mosby Year Book, Toronto Doengoes, Marilynn, dkk, 2000, Rencana Asuhan Keperawatan ; Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, edisi 3, alih bahasa : I Made Kariasa dan Ni Made S, EGC, Jakarta

Posted by Ahmad Rapani on Selasa, Januari 26, 2010

SELENGKAPNYA DOWNLOAD DISINI


TINJAUAN TEORI A. KONSEP DASAR DIABETES MELITUS 1. Pengertian Diabetes Melitus (DM) merupakan sekelompk kelaianan heterogen yang ditandai oleh kelainan kadar glukosa dalam darah /hiperglikemi (Suzzane C. Smeltzer, 1996 : 1220) Diabetes Melitus (DM) adalah keadaan hiperglikemi kronik disertai berbagai kelainan metabolik akibat gangguan hormonal, yang menimbulkan berbagai komplikasi kronik pada mata, ginjal, neurologis dan pembuluh darah disertai lesi pada membran basalis dalam pemeriksaan dengan mikroskop elektron. (Arif Mansjoer, 1999 : 580) Diabetes Melitus (DM) adalah gangguan metabolisme yang secara genetis dan klinis termasuk heterogen dengan manifestasi berupa hilangnya toleransi karbohidrat (Sylvia A Price and Lorraiene M. Wilson, 1995 : 1111) Dari beberapa pengertian diatas dapat diambil kesimpulan bahwa Diabetes Melitus (DM) merupakan syndrom gangguan metabolisme secara genetis dan klinis termasuk heterogen akibat defisiensi sekresi insulin atau berkurangnya efektifitas dari insulin yang menimbulkan berbagai komplikasi kronik baik pada mata, ginjal, neurologis dan pembuluh darah.

2. Anatomi dan Fisiologi Pankreas Pankreas (Gambar 1.1) adalah suatu organ yang terbentang secara horizontal dari duodenum sampai limpa, pada Vertebra I dan II di belakang lambung, strukturnya sangat mirip dengan kelenjar ludah dan terletak retroperitoneal dalam abdomen bagian atas dengan panjang sekitar 10 - 20 cm dan lebar 2,5 - 5 cm, dengan berat rata-rata 60 90 gram. Pankreas terdiri dari 3 bagian, yaitu: a. Kepala Pankreas, terletak disebelah kanan rongga abdomen dan di dalam lengkungan duodenum yang melingkarinya b. Badan Pankreas, merupakan bagian utama dari organ ini yang terletak di belakang lambung dan di depan vertebra lumbalis pertama. c. Ekor pankreas, merupakan bagian yang runcing terletak disebelah kiri dan menyentuh limpa. d. Pankreas terdiri atas 2 jenis jaringan utama (Gambar 1.2), yaitu : a. Asini, yang mensekresi getah pencernaan ke dalam duodenum b. Pulau langerhans, yang tidak mengeluarkan getahnya namun mensekresi insulin dan glukagon langsung ke dalam darah. Pulau langerhans tersebar di seluruh pankreas dan mempunyai berat 1 3 % dari total berat pankreas. Pada orang dewasa pulau-pulau langerhans berjumlah 1 2 juta buah yang terdiri dari : - Sel-sel alfa (20-40 %) yang mensekresi glukagon - Sel-sel beta (60-80 %) yang mensekresi insulin - Sel-sel delta (5-15 %) yang mensekresi somatostatin

- Sel-sel F (1 %) yang mensekresi peptida pancreas Pankreas memiliki 2 fungsi penting yaitu : a. Fungsi eksokrin Pankreas berfungsi untuk mensekresi enzim-enzim pencernaan ketiga jenis makanan utama yaitu karbohidrat, lemak dan protein melalui saluran ke duodenum b. Fungsi Endokrin Pankreas berfungsi untuk mengatur sistem endokrin melalui mekanisme pengaturan gula darah. Pankreas menghasilkan 3 hormon (Insulin, Glukagon dan Somatostatin) dan satu enzim polipeptida pankreas. Insulin dan glukagon mempunyai fungsi penting dalan regulasi metabolisme karbohidrat, protein dan lemak. Insulin bersifat metabolik yang dapat meningkatkan penyimpanan glukosa, asam amino dan asam lemak. Glukagon bersifat katabolik yang dapat memobilisasi glukosa, asam lemak dan asam amino dari simpanannya kedalam aliran darah. Kelebihan insulin dapat menyebabkan hipoglikemi yang dapat menyebabkan kejang dan koma. Defisiensi insulin menyebabkan Diabetes Melitus (DM), defisiensi glukagon menyebabkan Diabetes Melitus memburuk. Glukagon Glukagon adalah suatu polipeptida rantai tunggal yang terdiri dari 29 asam amino dengan berat molekul 3485. Fungsi glukagon dirangsang oleh penurunan kadar glukosa darah dan peningkatan kadar asam amino darah. Karena kedekatan letaknya dengan pankreas maka hati merupakan organ sasaran utama dari glukagon. Glukagon bersifat glukogenilitik, glukoneogenetik, lipolitik dan ketogenik.(Guyton, 1996:1020) Insulin Insulin merupakan protein kecil dengan berat molekul 5808 yang dihasilkan oleh sel betha. Insulin mengandung dua rantai peptida (asam amino) yang dihubungkan oleh ikatan disulfida dan terdiri dari 51 asam amino. a. Prinsip kerja insulin Sebelum insulin dapat berfungsi, ia harus berkaitan dengan protein reseptor didalam membran sel. Insulin mempunyai riwayat mekanisme kerja tunggal yang mendasari segala macam efeknya pada metabolisme. b. Efek Metabolik Insulin Fungsi utama dari insulin adalah memudahkan penyimpanan zat-zat gizi. Berikut akan dibahas efek-efek insulin pada tiga jaringan utama yang mengkhususkan diri untuk penyimpanan zat-zat gizi, yaitu: hati, otot, dan lemak. 1) Hati Hati adalah organ pertama yang dicapai insulin melalui aliran darah. Insulin bekerja pada hati melalui dua jalur utama antara lain : a) Insulin membantu anabolisme Pada fungsi ini insulin membantu sintesis dan penyimpanan glikogen dan pada saat bersamaan mencegah pemecahannya, insulin meningkatkan sintesis protein, trigliserida dan VLDL di hati, insulin juga menghambat glukoneogenesis, dan membantu glikolisis. b) Insulin membantu katabolisme Insulin bekerja untuk menekan peristiwa katabolik pada fase post absorptive dengan menghambat glikogenolisis, ketogenesis, dan glukoneogenesis di hati. 2) Otot Insulin membantu sintesis protein di otot dengan meningkatkan transpor asam amino dan

merangsang sintesis protein ribosomal. Disamping itu, insulin juga membantu sintesis glikogen untuk menggantikan cadangan glikogen yang telah dihabiskan oleh aktivitas otot, meningkatkan transpor glukosa ke dalam sel otot, menurunkan katabolisme protein, menurunkan pelepasan asam amino glukoneogenik, meningkatkan ambilan keton, dan meningkatkan ambilan kalium. 3) Lemak Insulin bekerja membantu penyimpanan trigliserida dalam adiposity melalui sejumlah mekanisme yaitu: meningkatkan masuknya glukosa, meningkatkan sintesis asam lemak, meningkatkan sintesis gliserol fosfat, mengaktifkan lipoprotein lipase, menghambat lipase pekahormon, dan meningkatkan ambilan kalium. c. Pengaturan kerja insulin Sekresi insulin diatur oleh : 1) AMP siklik intrasel Rangsangan yang meningkatkan AMP siklik dalam sel B meningkatkan sekresi insulin dengan meningkatkan kalsium intrasel. Pada pelepasan epineprin, terjadi penurunan insulin disebabkan oleh karena epineprin menghambat AMP siklik intrasel. 2) Syaraf otonom Cabang nervus vagus dextra mempersarafi pulau Langerhans dan nervus vagus menyebabkan peningkatan sekresi insulin. Rangsangan saraf simpatis ke pankras menghambat sekresi insulin melalui pelepasan norepineprin. 3) Mekanisme umpan balik kadar glukosa darah Kenaikan kadar glukosa darah meningkatkan sekresi insulin dan selanjutnya insulin menyebabkan transpor glukosa kedalam sel sehingga mengurangi konsentrasi glukosa darah kembali ke nilai normal d. Aktivitas insulin pada target sel Insulin yang telah disekresi oleh pankreas akan menuju target sel. Pada target sel, insulin berikatan dengan reseptor protein spesifik pada membran sel. Reseptor protein merupakan senyawa glikoprotein. Jumlah atau afinitas reseptor protein dipengaruhi oleh insulin dan hormon lain. Pemaparan ke peningkatan jumlah insulin menurunkan konsentrasi reseptor dan pemaparan ke penurunan insulin meningkatkan afinitas reseptor. Afinitas reseptor ditingkatkan dalam insufisiensi adrenalin dan diturunkan oleh kelebihan glukokortikoid Somatostatin Hormon somatostatin disekresi oleh sel-sel delta Pulau Langerhans, dan merupakan senyawa polipeptida yang hanya terdiri dari 14 asam amino yang mempunyai paruh waktu yang sangat singkat (hanya 2 menit lamanya). Hampir semua faktor yang berhubungan dengan pencernaan makanan akan merangsang timbulnya sekresi Somatostatin. Faktor-faktor ini adalah : a. Naiknya kadar glukosa darah b. Naiknya kadar asam amino c. Naiknya kadar asam lemak d. Naiknya konsentrasi beberapa hormon pencernaan yang dilepaskan oleh bagian atas saluran cerna sebagai respon terhadap asupan makanan. Sebaliknya, somatostatin mempunyai efek penghambat multipel berikut ini : - Somatostatin bekerja secara lokal didalam pulau Langerhans sendiri guna menekan sekresi insulin dan glukagon - Somatostatin memperlambat gerakan lambung, duodenum dan kandung empedu - Somatostatin mengurangi sekresi dan absorbsi dalam saluran cerna

3. Etiologi, Berdasarkan kasus yang penulis bina yaitu DM type II, dimana penyakit tersebut pada umumnya disebabkan oleh kegagalan relatif sel beta yang tidak mampu mengimbangi resistensi insulin untuk merangsang pengambilan/transport glukosa pada jaringan perifer sehingga menghambat produksi glukosa oleh jaringan hati. Ketidakmampuan ini terlihat dari kurangnya sekresi insulin terhadap rangsangan glukosa, yang berarti sel Betha pankreas mengalami desentiasi terhadap glukosa. Adapun salah satu etiologi diabetes melitus (DM) dikarenakan oleh faktor nutrisi yang berlebihan pada seseorang yaitu obesitas. Kasus yang penulis bina merupakan contoh salah satu penderita DM yang disebabkan oleh kegemukan (obesitas) dimana faktor nutrisi yang berlebihan dianggap dapat mengurangi jumlah reseptor di target sel, menyebabkan resistensi terhadap insulin karena perubahan-perubahan pada post reseptor sehingga transport glukosa berkurang dan menghalangi metabolisme glukosa intraseluler. Obesitas menimbulkan faktor-faktor yang bertanggungjawab terhadap defek seluler berupa bertambahnya penimbunan lemak, komposisi diet dan inaktifitas fisik.. Selain itu factor stress neurologis juga dapat dimasukan sebagai factor presipitasi naiknya kadar gula darah seseorang. Hal ini disebabkan bila seeorang mengalami stress maka akan terjadi peningkatan sekresi ACTH dengan segera dan bermakna oleh kelenjar hipofisis anterior, disertai dengan peningkatan sekresi kortisol dari korteks adrenal (Guyton, 1997 : 1211) Kortisol merupakan salah satu hormon yang secara langsung dapat meningkatkan sekresi insulin atau dapat memperkuat rangsangan glukosa terhadap sekresi insulin. Efek perangsangan dari hormon-hormon ini adalah bahwa pemanjangan sekresi dari salah satu jenis hormon ini dalam jumlah besar kadang-kadang dapat mengakibatkan sel-sel Betha Pulau Langerhans menjadi kelelahan dan akibatnya timbul Diabetes (Guyton, 1997 : 1230) 4. Patofisiologi Diabetes Melitus Tipe II adalah suatu kondisi dimana sel-sel Betha pankreas relatif tidak mampu mempertahankan sekresi dan produksi insulin sehingga menyebabkan kekurangan insulin. Menurut Dona C Ignativius dalam bukunya Medical Surgical menyatakan bahwa Diabetes Melitus (DM) diakibatkan oleh 2 faktor utama, yaitu obesitas dan usia lanjut. Obesitas atau kegemukan merupakan suatu keadaan dimana intake kalori berlebihan dengan sebagian besar berbentuk lemak-lemak sehingga terjadi defisiensi hidrat arang. Hal ini menimbulkan penumpukan lemak pada membran sel sehingga mengganggu transport glukosa dan menimbulkan kerusakan atau defek selular yang kemudian menghambat metabolisme glukosa intrasel. Gangguan-gangguan tersebut terjadi pula pada post reseptor tempat insulin bekerja, jika gangguan ini terjadi pada sel-sel pankreas maka akan terjadi hambatan atau penurunan kemampuan menghasilkan insulin. Hal ini diperberat oleh bertambahnya usia yang mempengaruhi berkurangnya jumlah insulin dari sel-sel beta, lambatnya pelepasan insulin dan atau penurunan sensitifitas perifer terhadap insulin. Penurunan produksi insulin dan menurunnya sensitifitas insulin menyebabkan terjadinya NIDDM. Pada Diabetes Melitus (DM) type II atau NIDDM, terdapat kekurang pekaan dari sel beta dalam mekanisme perangsangan glukosa sedangkan pada pasien yang obesitas dengan NIDDM terdapat penurunan jumlah reseptor insulin pada membran sel otot dan lemak. Pasien yang obesitas mensekresi jumlah insulin yang berlebihan tetapi tidak efektif karena penurunan jumlah reseptor. Jika terdapat defisit insulin, terjadi 4 perubahan metabolik yang menyebabkan timbulnya

hipergikemik,yaitu : a. Transport glukosa yang melintasi membran sel-sel berkurang b. Glikogenesis berkurang dan tetap terdapat kelebihan glukosa dalam darah c. Glikolisis meningkat, sehingga cadangan glikogen berkurang dan glukosa hati dicurahkan ke dalam darah secara terus menerus melebihi kebutuhan. d. Glukoneogenesis meningkat dan lebih banyak lagi glukosa hati yang tercurah ke dalam darah dari hasil pemecahan asam amino dan lemak. Pada keadaan tertentu glukosa dapat meningkat sampai dengan 1200 mg/dl hal ini dapat menyebabkan dehidrasi pada sel yang disebabkan oleh ketidakmampuan glukosa berdifusi melalui membran sel, hal ini akan merangsang osmotik reseptor yang akan meningkatkan volume ekstrasel sehingga mengakibatkan peningkatan osmolalitas sel yang akan merangsang hypothalamus untuk mengsekresi ADH dan merangsang pusat haus di bagian lateral (Polidipsi). Penurunan volume cairan intrasel merangsang volume reseptor di hypothalamus menekan sekresi ADH sehingga terjadi diuresis osmosis yang akan mempercepat pengisian vesika urinaria dan akan merangsang keinginan berkemih (Poliuria). Penurunan transport glukosa kedalam sel menyebabkan sel kekurangan glukosa untuk proses metabolisme sehingga mengakibatkan starvasi sel. Penurunan penggunaan dan aktivitas glukosa dalam sel (glukosa sel) akan merangsang pusat makan di bagian lateral hypothalamus sehingga timbul peningkatan rasa lapar (Polipagi). Pada Diabetes Mellitus yang telah lama dan tidak terkontrol, bisa terjadi atherosklerosis pada arteri yang besar, penebalan membran kapiler di seluruh tubuh, dan perubahan degeneratif pada saraf perifer. Hal ini dapat mengarah pada komplikasi lain seperti thrombosis koroner, stroke, gangren pada kaki, kebutaan, gagal ginjal dan neuropati. 5. Manifestasi klinis Pada klien dengan DM sering ditemukan gejala-gejala : a. Kelainan kulit : gatal-gatal, bisul dan luka tidak sembuh b. Kelainan ginekologis : gatal-gatal sampai dengan keputihan c. Kesemutan dan baal-baal d. Lemah tubuh atau cepat lelah e. Trias gejala hyperglikemi (poliuri, polipagi, polidipsi) ditambah penurunan BB Sedangkan pada tahap awal klien dengan Diabetes Mellitus Tipe II/ NIDDM mungkin sama sekali tidak memperlihatkan gejala apapun dan diagnosis hanya dibuat berdasarkan pemeriksaan darah dan tes toleransi glukosa. Sedangkan pada tahap lanjut klien akan mengalami gejala yang sama dengan penderita Diabetes Mellitus Tipe I/ IDDM 6. Komplikasi Komplikasi DM dapat dibagi menjadi 2 kategori, yaitu komplikasi akut dan komplikasi menahun. a. Komplikasi Metabolik Akut 1) Ketoasidosis Diabetik Apabila kadar insulin sangat menurun, pasien mengalami hiperglikemi dan glukosuria berat, penurunan glikogenesis, peningkatan glikolisis, dan peningkatan oksidasi asam lemak bebas disertai penumpukkan benda keton, peningkatan keton dalam plasma mengakibatkan ketosis, peningkatan ion hidrogen dan asidosis metabolik. Glukosuria dan ketonuria juga mengakibatkan diuresis osmotik dengan hasil akhir dehidasi dan kehilangan elektrolit sehingga hipertensi dan

mengalami syok yang akhirnya klien dapat koma dan meninggal 2) Hipoglikemi Seseorang yang memiliki Diabetes Mellitus dikatakan mengalami hipoglikemia jika kadar glukosa darah kurang dari 50 mg/dl. Hipoglikemia dapat terjadi akibat lupa atau terlambat makan sedangkan penderita mendapatkan therapi insulin, akibat latihan fisik yang lebih berat dari biasanya tanpa suplemen kalori tambahan, ataupun akibat penurunan dosis insulin. Hipoglikemia umumnya ditandai oleh pucat, takikardi, gelisah, lemah, lapar, palpitasi, berkeringat dingin, mata berkunang-kunang, tremor, pusing/sakit kepala yang disebabkan oleh pelepasan epinefrin, juga akibat kekurangan glukosa dalam otak akan menunjukkan gejala-gejala seperti tingkah laku aneh, sensorium yang tumpul, dan pada akhirnya terjadi penurunan kesadaran dan koma. b. Komplikasi Vaskular Jangka Panjang 1) Mikroangiopaty merupakan lesi spesifik diabetes yang menyerang kapiler dan arteriola retina (retinopaty diabetik), glomerulus ginjal (nefropatik diabetik), syaraf-syaraf perifer (neuropaty diabetik), otot-otot dan kulit. Manifestasi klinis retinopati berupa mikroaneurisma (pelebaran sakular yang kecil) dari arteriola retina. Akibat terjadi perdarahan, neovasklarisasi dan jaringan parut retina yang dapat mengakibatkan kebutaan. Manifestasi dini nefropaty berupa protein urin dan hipetensi jika hilangnya fungsi nefron terus berkelanjutan, pasien akan menderita insufisiensi ginjal dan uremia. Neuropaty dan katarak timbul sebagai akibat gangguan jalur poliol (glukosa sorbitolfruktosa) akibat kekurangan insulin. Penimbunan sorbitol dalam lensa mengakibatkan katarak dan kebutaan. Pada jaringan syaraf terjadi penimbunan sorbitol dan fruktosa dan penurunan kadar mioinositol yang menimbulkan neuropaty. Neuropaty dapat menyerang syarafsyaraf perifer, syaraf-syaraf kranial atau sistem syaraf otonom. 2) Makroangiopaty Gangguan-gangguan yang disebabkan oleh insufisiensi insulin dapat menjadi penyebab berbagai jenis penyakit vaskuler. Gangguan ini berupa : a) Penimbunan sorbitol dalam intima vaskular b) Hiperlipoproteinemia c) Kelainan pembekun darah Pada akhirnya makroangiopaty diabetik akan mengakibatkan penyumbatan vaskular jika mengenai arteria-arteria perifer maka dapat menyebabkan insufisiensi vaskular perifer yang disertai Klaudikasio intermiten dan gangren pada ekstremitas. Jika yang terkena adalah arteria koronaria, dan aorta maka dapat mengakibatkan angina pektoris dan infark miokardium. Komplikasi diabetik diatas dapat dicegah jika pengobatan diabetes cukup efektif untuk menormalkan metabolisme glukosa secara keseluruhan.

7. Pentalaksanaan Tujuan jangka pendek adalah menghilangkan keluhan atau gejala sedangkan tujuan jangka panjang adalah mencegah komplikasi, tujuan tersebut dilakukan dengan cara menormalkan kadar glukosa lipid, dan insulin. Untuk mempermudah tercapainya tujuan tersebut kegiatan dilaksanakan dalam bentuk pengelolaan pasien secara holistik dan mengajarkan kegiatan mandiri. Kegiatan utama penatalaksanaan Diabetes Melitus yaitu : a. Diet Penderita DM ditujukan untuk mengatur santapan dengan komposisi seimbang berupa karbohidrat (60-70 %) protein (10-15 %), dan lemak (20-25 %) yang dimakan setiap hari. Jumlah

kalori yang dianjurkan tergantung sekali terhadap pertumbuhan, status gizi, umur, stress akut dan kegiatan jasmani untuk mencapai BB ideal. Jumlah kandungan kolesterol <> 115 mg/dL) - Gula darah dua jam post prandial (PP) lebih dari 140 mg/dL. - Essei hemoglobin glikolisat diatas rentang normal (normal: 5-6%) - Urinalisis positif terhadap glukosa dan keton, berat jenis dan osmolalitas urin mungkin meningkat. - Kolesterol dan trigliserida serum dapat meningkat. - Elektrolit: mungkin normal, meningkat atau bahkan menurun. Natrium : mungkin normal, meningkat atau menurun Kalium : mungkin normal atau terjadi peningkatan semu akibat perpindahan seluler, selanjutnya akan menurun Fosfor : lebih sering menurun - Insulin darah: mungkin menurun/bahkan sampai tidak ada (pada tipe I) atau normal sampai tinggi (pada tipe II) yang mengindikasikan insufisiensi insulin/gangguan dalam penggunaannya. - Hb Glikolisat : kadarnya meningkat 2-4 kali lipat dari normal, yang mencerminkan kontrol DM yang kurang selama 4 bulan terakhir. - Trombosit darah/Ht : mungkin meningkat/dehidrasi atau normal, leukositosis hemokonsentrasi merupakan respon terhadap stress atau infeksi 9) Program dan Rencana Pengobatan Pada umumnya ada lima hal yang utama dalam pengobatan DM antara lain: a) Menjaga penderita DM tetap sehat dengan menghilangkan gejala dan keluhan akibat penyakit. b) Memberi kemampuan bagi penderita DM untuk menjalankan hidup senormal mungkin. c) Mengusahakan dan memelihara kontrol metabolik sebaik mungkin dengan mematuhi program diet, olah raga teratur, obat anti diabetik, pendidikan dan motivasi penderita DM. d) Melakukan upaya-upaya untuk menghindarkan diri dari komplikasi akut maupun kronis. e) Menyadarkan penderita bahwa cara hidup penderita DM ditentukan oleh penyakitnya. b. Analisa Data Analisa data adalah kemampuan mengkaitkan data dan menghubungkan data tersebut dengan konsep, teori dan prinsip yang relevan untuk membuat kesimpulan dalam menentukan masalah kesehatan dan keperawatan pasien. Data yang ada kemudian dikumpulkan dan dikelompokkan sesuai masalahnya untuk kemudian dianalisa sehingga menghasilkan suatu kesimpulan berupa masalah keperawatan yang pada akhirnya menjadi diagnosa keperawatan. c. Diagnosa Keperawatan Diagnosa keperawatan adalah respon individu pada masalah aktual dan potensial, yang dimaksud masalah aktual adalah masalah yang ditemukan pada saat dilakukan pengkajian, sedangkan masalah potensial adalah kemungkinan akan timbul kemudian. Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada klien dengan Diabetes Mellitus menurut Carpenitto, Doengoes, Sorensen dan Brunner and Suddart antara lain: 1) Gangguan pemenuhan nutrisi berhubungan dengan penurunan metabolisme karbohidrat akibat defisiensi insulin, intake tidak adekuat akibat adanya mual dan muntah. 2) Defisit volume cairan tubuh berhubungan dengan diuresis osmotic dari hiperglikemia, poliuria, berkurangnya intake cairan. 3) Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan berhubungan dengan ketidakcukupan insulin,

ketidakseimbangan intake makanan dengan aktivitas fisik, kebiasaan pola makan, dan kurangnya pengetahuan. 4) Gangguan integritas kulit berhubungan dengan penurunan sensasi sensori, gangguan sirkulasi, penurunan aktivitas/mobilisasi, kurangnya pengetahuan tentang perawatan kulit. 5) Gangguan pemenuhan aktivitas sehari-hari berhubungan dengan kelemahan akibat penurunan produksi energi. 6) Resiko tinggi injuri berhubungan dengan penurunan sensasi sensori (visual), kelemahan dan hipoglikemia. 7) Gangguan rasa aman : cemas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan (pengelolaan diabetes), kemampuan mengingat yang kurang, diagnosis atau cara pengobatan yang baru, keterbatasan kognitif. 8) Resiko terhadap ketidakefektifan penatalaksanaan aturan terapeutik di rumah berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang kondisi penatalaksanaan terapeutik, sistem pendukung yang kurang adekuat. 2. Perencanaan Perencanaan atau rencana asuhan keperawatan adalah petunjuk tertulis yang menggambarkan secara tepat mengenai rencana tindakan yang dilakukan terhadap pasien sesuai dengan kebutuhannya berdasarkan diagnosa keperawatan. Rencana asuhan keperawatan disusun dengan melibatkan pasien secara optimal agar dalam pelaksanaan asuhan keperawatan terjalin suatu kerjasama yang saling membantu dalam proses pencapaian tujuan keperawatan dalam memenuhi kebutuhan pasien. Dari diagnosa keperawatan diatas dapat disusun rencana asuhan keperawatan sebagai berikut: 1) Gangguan pemenuhan nutrisi berhubungan dengan penurunan metabolisme karbohidrat akibat defisiensi insulin, intake tidak adekuat akibat adanya mual dan muntah. Tujuan: Kebutuhan nutrisi klien terpenuhi dengan optimal. Kriteria evaluasi: - Nafsu makan meningkat ditandai dengan porsi makan klien habis. - Pemasukan kalori atau nutrisi adekuat sesuai program. - Berat badan mengarah ke normal sesuai dengan tinggi badan. - Kadar glukosa darah dalam batas normal dan tidak terjadi fluktuasi. Rencana:

ASKEP DIABETES MELLITUS


Posted on April 16, 2008 by harnawatiaj

1.Pengertian diabetes mellitus

- Diabetes mellitus adalah penyakit kronis yang kompleks yang mengakibatkan gangguan metabolisme karbohidrat, protein, lemak dan berkembang menjadi komplikasi makrovaskuler, mikrovaskuler dan neurologis. (Barbara C. Long) - Diabetes mellitus adalah suatu penyakit kronis yang menimbulkan gangguan multi sistem dan mempunyai karakteristik hyperglikemia yang disebabkan defisiensi insulin atau kerja insulin yang tidak adekuat. (Brunner dan Sudart) - Diabetes mellitus adalah keadaan hyperglikemia kronis yang disebabkan oleh faktor lingkungan dan keturunan secara bersama-sama, mempunyai karakteristik hyperglikemia kronis tidak dapat disembuhkan tetapi dapat dikontrol (WHO). - Diabetes mellitus adalah kumpulan gejala yang timbul pada seseorang akibat peningkatan kadar glukosa darah yang disebabkan oleh kekurangan insulin baik absolut maupun relatif (Suyono, 2002). 2.Etiologi

Etiologi dari diabetes mellitus tipe II sampai saat ini masih belum diketahui dengan pasti dari studi-studi eksperimental dan klinis kita mengetahui bahwa diabetes mellitus adalah merupakan suatu sindrom yang menyebabkan kelainan yang berbeda-beda dengan lebih satu penyebab yang mendasarinya.

Menurut banyak ahli beberapa faktor yang sering dianggap penyebab yaitu : a.Faktor genetik Riwayat keluarga dengan diabetes : Pincus dan White berpendapat perbandingan keluarga yang menderita diabetes mellitus dengan kesehatan keluarga sehat, ternyata angka kesakitan keluarga yang menderita diabetes mellitus mencapai 8, 33 % dan 5, 33 % bila dibandingkan dengan keluarga sehat yang memperlihatkan angka hanya 1, 96 %. b.Faktor non genetik 1.)Infeksi Virus dianggap sebagai trigger pada mereka yang sudah mempunyai predisposisi genetic terhadap diabetes mellitus. 2.)Nutrisi a.)Obesitas dianggap menyebabkan resistensi terhadap insulin. b.)Malnutrisi protein c.)Alkohol, dianggap menambah resiko terjadinya pankreatitis. 3.)Stres Stres berupa pembedahan, infark miokard, luka bakar dan emosi biasanya menyebabkan

hyperglikemia sementara. 4.)Hormonal Sindrom cushing karena konsentrasi hidrokortison dalam darah tinggi, akromegali karena jumlah somatotropin meninggi, feokromositoma karena konsentrasi glukagon dalam darah tinggi, feokromositoma karena kadar katekolamin meningkat

3.Klasifikasi

Berdasarkan klasifikasi dari WHO (1985) dibagi beberapa type yaitu : a.Diabetes mellitus type insulin, Insulin Dependen diabetes mellitus (IDDM) yang dahulu dikenal dengan nama Juvenil Onset diabetes (JOD), klien tergantung pada pemberian insulin untuk mencegah terjadinya ketoasidosis dan mempertahankan hidup. Biasanya pada anak-anak atau usia muda dapat disebabkan karena keturunan. b.Diabetes mellitus type II, Non Insulin Dependen diabetes mellitus (NIDDM), yang dahulu dikenal dengan nama Maturity Onset diabetes (MOD) terbagi dua yaitu : 1.)Non obesitas 2.)Obesitas Disebabkan karena kurangnya produksi insulin dari sel beta pankreas, tetapi biasanya resistensi aksi insulin pada jaringan perifer. Biasanya terjadi pada orang tua (umur lebih 40 tahun) atau anak dengan obesitas. c.Diabetes mellitus type lain 1.)diabetes oleh beberapa sebab seperti kelainan pankreas, kelainan hormonal, diabetes karena obat/zat kimia, kelainan reseptor insulin, kelainan genetik dan lain-lain. 2.)Obat-obat yang dapat menyebabkan huperglikemia antara lain : Furasemid, thyasida diuretic glukortikoid, dilanting dan asam hidotinik 3.)diabetes Gestasional (diabetes kehamilan) intoleransi glukosa selama kehamilan, tidak dikelompokkan kedalam NIDDM pada pertengahan kehamilan meningkat sekresi hormon pertumbuhan dan hormon chorionik somatomamotropin (HCS). Hormon ini meningkat untuk mensuplai asam amino dan glukosa ke fetus.

4.Patofisiologi

Sebagian besar patologi diabetes mellitus dapat dikaitkan dengan satu dari tiga efek utama kekurangan insulin sebagai berikut : (1) Pengurangan penggunaan glukosa oleh sel-sel tubuh, dengan akibat peningkatan konsentrasi glukosa darah setinggi 300 sampai 1200 mg/hari/100 ml. (2) Peningkatan mobilisasi lemak dari daerah-daerah penyimpanan lemak, menyebabkan kelainan metabolisme lemak maupun pengendapan lipid pada dinding vaskuler yang mengakibatkan aterosklerosis. (3) Pengurangan protein dalam jaringan tubuh. Akan tetapi selain itu terjadi beberapa masalah patofisiologi pada diabetes mellitus yang tidak mudah tampak yaitu kehilangan ke dalam urine klien diabetes mellitus. Bila jumlah glukosa yang masuk tubulus ginjal dan filtrasi glomerulus meningkat kira-kira diatas 225 mg.menit glukosa dalam jumlah bermakna mulai dibuang ke dalam urine. Jika jumlah filtrasi glomerulus yang terbentuk tiap menit tetap, maka luapan glukosa terjadi bila kadar glukosa meningkat melebihi

180 mg%. Asidosis pada diabetes, pergeseran dari metabolisme karbohidrat ke metabolisme telah dibicarakan. Bila tubuh menggantungkan hampir semua energinya pada lemak, kadar asam aseto asetat dan asam Bihidroksibutirat dalam cairan tubuh dapat meningkat dari 1 Meq/Liter sampai setinggi 10 Meq/Liter.

5.Gambaran Klinik

Gejala yang lazim terjadi, pada diabetes mellitus sebagai berikut : Pada tahap awal sering ditemukan : a.Poliuri (banyak kencing) Hal ini disebabkan oleh karena kadar glukosa darah meningkat sampai melampaui daya serap ginjal terhadap glukosa sehingga terjadi osmotic diuresis yang mana gula banyak menarik cairan dan elektrolit sehingga klien mengeluh banyak kencing. b.Polidipsi (banyak minum) Hal ini disebabkan pembakaran terlalu banyak dan kehilangan cairan banyak karena poliuri, sehingga untuk mengimbangi klien lebih banyak minum. c.Polipagi (banyak makan) Hal ini disebabkan karena glukosa tidak sampai ke sel-sel mengalami starvasi (lapar). Sehingga untuk memenuhinya klien akan terus makan. Tetapi walaupun klien banyak makan, tetap saja makanan tersebut hanya akan berada sampai pada pembuluh darah. d.Berat badan menurun, lemas, lekas lelah, tenaga kurang. Hal ini disebabkan kehabisan glikogen yang telah dilebur jadi glukosa, maka tubuh berusama mendapat peleburan zat dari bahagian tubuh yang lain yaitu lemak dan protein, karena tubuh terus merasakan lapar, maka tubuh selanjutnya akan memecah cadangan makanan yang ada di tubuh termasuk yang berada di jaringan otot dan lemak sehingga klien dengan DM walaupun banyak makan akan tetap kurus e.Mata kabur Hal ini disebabkan oleh gangguan lintas polibi (glukosa sarbitol fruktasi) yang disebabkan karena insufisiensi insulin. Akibat terdapat penimbunan sarbitol dari lensa, sehingga menyebabkan pembentukan katarak. 6.Diagnosis

Diagnosis diabetes mellitus umumnya dipikirkan dengan adanya gejala khas diabetes mellitus berupa poliuria, polidipsi, poliphagia, lemas dan berat badan menurun. Jika keluhan dan gejala khas ditemukan dan pemeriksaan glukosa darah sewaktu yang lebih 216 mg/dl sudah cukup untuk menegakkan diagnosa

7.Penatalaksanaan

Tujuan utama penatalaksanaan klien dengan diabetes mellitus adalah untuk mengatur glukosa

darah dan mencegah timbulnya komplikasi acut dan kronik. Jika klien berhasil mengatasi diabetes yang dideritanya, ia akan terhindar dari hyperglikemia atau hypoglikemia. Penatalaksanaan diabetes tergantung pada ketepatan interaksi dari tiga faktor aktifitas fisik, diet dan intervensi farmakologi dengan preparat hyperglikemik oral dan insulin. Pada penderita dengan diabetes mellitus harus rantang gula dan makanan yang manis untuk selamanya. Tiga hal penting yang harus diperhatikan pada penderita diabetes mellitus adalah tiga J (jumlah, jadwal dan jenis makanan) yaitu : J I : jumlah kalori sesuai dengan resep dokter harus dihabiskan. J 2 : jadwal makanan harus diikuti sesuai dengan jam makan terdaftar. J 3 : jenis makanan harus diperhatikan (pantangan gula dan makanan manis). Diet pada penderitae diabetes mellitus dapat dibagi atas beberapa bagian antara lain : a.Diet A : terdiri dari makanan yang mengandung karbohidrat 50 %, lemak 30 %, protein 20 %. b.Diet B : terdiri dari karbohidrat 68 %, lemak 20 %, protein 12 %. c.Diet B1 : terdiri dari karbohidrat 60 %, lemak 20 %, protein 20 %. d.Diet B1 dan B2 diberikan untuk nefropati diabetik dengan gangguan faal ginjal. Indikasi diet A : Diberikan pada semua penderita diabetes mellitus pada umumnya. Indikasi diet B : Diberikan pada penderita diabetes terutama yang : a.Kurang tahan lapan dengan dietnya. b.Mempunyai hyperkolestonemia. c.Mempunyai penyulit mikroangiopati misalnya pernah mengalami cerobrovaskuler acident (cva) penyakit jantung koroner. d.Mempunyai penyulit mikroangiopati misalnya terdapat retinopati diabetik tetapi belum ada nefropati yang nyata. e.Telah menderita diabetes dari 15 tahun Indikasi diet B1 Diberikan pada penderita diabetes yang memerlukan diet protein tinggi, yaitu penderita diabetes terutama yang : a.Mampu atau kebiasaan makan tinggi protein tetapi normalip idemia. b.Kurus (underweight) dengan relatif body weight kurang dari 90 %. c.Masih muda perlu pertumbuhan. d.Mengalami patah tulang. e.Hamil dan menyusui. f.Menderita hepatitis kronis atau sirosis hepatitis. g.Menderita tuberkulosis paru. h.Menderita penyakit graves (morbus basedou). i.Menderita selulitis. j.Dalam keadaan pasca bedah. Indikasi tersebut di atas selama tidak ada kontra indikasi penggunaan protein kadar tinggi. Indikasi B2 dan B3 Diet B2 Diberikan pada penderita nefropati dengan gagal ginjal kronik yang klirens kreatininnya masih lebar dari 25 ml/mt. Sifat-sifat diet B2

a.Tinggi kalori (lebih dari 2000 kalori/hari tetapi mengandung protein kurang. b.Komposisi sama dengan diet B, (68 % hidrat arang, 12 % protein dan 20 % lemak) hanya saja diet B2 kaya asam amino esensial. c.Dalam praktek hanya terdapat diet B2 dengan diet 2100 2300 kalori / hari. Karena bila tidak maka jumlah perhari akan berubah. Diet B3 Diberikan pada penderita nefropati diabetik dengan gagal ginjal kronik yang klibers kreatininnya kurang dari 25 MI/mt Sifat diet B3 a.Tinggi kalori (lebih dari 2000 kalori/hari). b.Rendah protein tinggi asam amino esensial, jumlah protein 40 gram/hari. c.Karena alasan No 2 maka hanya dapat disusun diet B3 2100 kalori dan 2300 / hari. (bila tidak akan merubah jumlah protein). d.Tinggi karbohidrat dan rendah lemak. e.Dipilih lemak yang tidak jenuh. Semua penderita diabetes mellitus dianjurkan untuk latihan ringan yang dilaksanakan secara teratur tiap hari pada saat setengah jam sesudah makan. Juga dianjurkan untuk melakukan latihan ringan setiap hari, pagi dan sore hari dengan maksud untuk menurunkan BB. Penyuluhan kesehatan. Untuk meningkatkan pemahaman maka dilakukan penyuluhan melalui perorangan antara dokter dengan penderita yang datang. Selain itu juga dilakukan melalui media-media cetak dan elektronik. 8.Komplikasi

a.Akut 1.)Hypoglikemia 2.)Ketoasidosis 3.)Diabetik b.Kronik 1.)Makroangiopati, mengenai pembuluh darah besar, pembuluh darah jantung pembuluh darah tepi, pembuluh darah otak. 2.)Mikroangiopati mengenai pembuluh darah kecil retinopati diabetik, nefropati diabetic. 3.)Neuropati diabetic. B.Konsep Dasar Asuhan Keperawatan

Pemberian asuhan keperawatan merupakan proses terapeutik yang melibatkan hubungan kerja sama antara perawat dengan klien dan keluarga, untuk mencapai tingkat kesehatan yang optimal dalam melakukan proses terapeutik maka perawat melakukan metode ilmiah yaitu proses keperawatan. Proses keperawatan merupakan tindakan yang berurutan yang dilakukan secara sistematis dengan latar belakang pengetahuan komprehensif untuk mengkaji status kesehatan klien, mengidentifikasi masalah dan diagnosa, merencanakan intervensi mengimplementasikan rencana

dan mengevaluasi rencana sehubungan dengan proses keperawatan pada klien dengan gangguan sistem endokrin.

1.Pengkajian Pengkajian pada klien dengan gangguan sistem endokrin diabetes mellitus dilakukan mulai dari pengumpulan data yang meliputi : biodata, riwayat kesehatan, keluhan utama, sifat keluhan, riwayat kesehatan masa lalu, pemeriksaan fisik, pola kegiatan sehari-hari. Hal yang perlu dikaji pada klien degan diabetes mellitus : a.Aktivitas dan istirahat : Kelemahan, susah berjalan/bergerak, kram otot, gangguan istirahat dan tidur, tachicardi/tachipnea pada waktu melakukan aktivitas dan koma. b.Sirkulasi Riwayat hipertensi, penyakit jantung seperti IMA, nyeri, kesemutan pada ekstremitas bawah, luka yang sukar sembuh, kulit kering, merah, dan bola mata cekung. c.Eliminasi Poliuri,nocturi, nyeri, rasa terbakar, diare, perut kembung dan pucat. d.Nutrisi Nausea, vomitus, berat badan menurun, turgor kulit jelek, mual/muntah. e.Neurosensori Sakit kepala, menyatakan seperti mau muntah, kesemutan, lemah otot, disorientasi, letargi, koma dan bingung. f.Nyeri Pembengkakan perut, meringis. g.Respirasi Tachipnea, kussmaul, ronchi, wheezing dan sesak nafas. h.Keamanan Kulit rusak, lesi/ulkus, menurunnya kekuatan umum. i.Seksualitas Adanya peradangan pada daerah vagina, serta orgasme menurun dan terjadi impoten pada pria. 2.Diagnosa Keperawatan Berdasarkan pengkajian data keperawatan yang sering terjadi berdasarkan teori, maka diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada klien diabetes mellitus yaitu : a.Kekurangan volume cairan tubuh berhubungan dengan diuresis osmotik. b.Perubahan status nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidakcukupan insulin, penurunan masukan oral. c.Resiko infeksi berhubungan dengan hyperglikemia. d.Resiko tinggi terhadap perubahan persepsi sensori berhubungan dengan ketidakseimbangan glukosa/insulin dan atau elektrolit. e.Kelelahan berhubungan dengan penurunan produksi energi metabolik. f.Ketidakberdayaan berhubungan dengan penyakit jangka panjang/progresif yang tidak dapat diobati, ketergantungan pada orang lain. g.Kurang pengetahuan tentang penyakit, prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kurangnya pemajanan/mengingat, kesalahan interpretasi informasi.

3.Rencana Keperawatan a.Kekurangan volume cairan tubuh berhubungan dengan diuresis osmotik. Tujuan : Mendemonstrasikan hidrasi adekuat dibuktikan oleh tanda vital stabil, nadi perifer dapat diraba, turgor kulit dan pengisian kapiler baik, haluaran urine tepat secara individu, dan kadar elektrolit dalam batas normal. Intervensi : 1.)Pantau tanda-tanda vital. Rasional : Hypovolemia dapat dimanifestasikan oleh hipotensi dan takikardia. 2.)Kaji nadi perifer, pengisian kapiler, turgor kulit, dan membran mukosa. Rasional : Merupakan indikator dari tingkat dehidrasi, atau volume sirkulasi yang adekuat. 3.)Pantau masukan dan keluaran, catat berat jenis urine. Rasional : Memberikan perkiraan kebutuhan akan cairan pengganti, fungsi ginjal, dan keefektifan dari terapi yang diberikan. 4.)Timbang berat badan setiap hari. Rasional : Memberikan hasil pengkajian yang terbaik dari status cairan yang sedang berlangsung dan selanjutnya dalam memberikan cairan pengganti. 5.)Berikan terapi cairan sesuai indikasi. Rasional : Tipe dan jumlah dari cairan tergantung pada derajat kekurangan cairan dan respons pasien secara individual.

b.Perubahan status nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidakcukupan insulin, penurunan masukan oral. Tujuan : Mencerna jumlah kalori/nutrien yang tepat Menunjukkan tingkat energi biasanya Berat badan stabil atau bertambah. Intervensi : 1.)Tentukan program diet dan pola makan pasien dan bandingkan dengan makanan yang dapat dihabiskan oleh pasien. Rasional : Mengidentifikasi kekurangan dan penyimpangan dari kebutuhan terapeutik. 2.)Timbang berat badan setiap hari atau sesuai indikasi. Rasional : Mengkaji pemasukan makanan yang adekuat (termasuk absorbsi dan utilisasinya). 3.)Identifikasi makanan yang disukai/dikehendaki termasuk kebutuhan etnik/kultural. Rasional : Jika makanan yang disukai pasien dapat dimasukkan dalam perencanaan makan, kerjasama ini dapat diupayakan setelah pulang. 4.)Libatkan keluarga pasien pada perencanaan makan sesuai indikasi. Rasional : Meningkatkan rasa keterlibatannya; memberikan informasi pada keluarga untuk memahami nutrisi pasien. 5.)Berikan pengobatan insulin secara teratur sesuai indikasi. Rasional : Insulin reguler memiliki awitan cepat dan karenanya dengan cepat pula dapat membantu memindahkan glukosa ke dalam sel.

c.Resiko infeksi berhubungan dengan hyperglikemia.

Tujuan : Mengidentifikasi intervensi untuk mencegah/menurunkan resiko infeksi. Mendemonstrasikan teknik, perubahan gaya hidup untuk mencegah terjadinya infeksi. Intervensi : 1).Observasi tanda-tanda infeksi dan peradangan. Rasional : Pasien mungkin masuk dengan infeksi yang biasanya telah mencetuskan keadaan ketoasidosis atau dapat mengalami infeksi nosokomial. 2).Tingkatkan upaya untuk pencegahan dengan melakukan cuci tangan yang baik pada semua orang yang berhubungan dengan pasien termasuk pasiennya sendiri. Rasional : Mencegah timbulnya infeksi silang. 3).Pertahankan teknik aseptik pada prosedur invasif. Rasional : Kadar glukosa yang tinggi dalam darah akan menjadi media terbaik bagi pertumbuhan kuman. 4).Berikan perawatan kulit dengan teratur dan sungguh-sungguh. Rasional : Sirkulasi perifer bisa terganggu yang menempatkan pasien pada peningkatan resiko terjadinya kerusakan pada kulit/iritasi kulit dan infeksi. 5).Lakukan perubahan posisi, anjurkan batuk efektif dan nafas dalam. Rasional : Membantu dalam memventilasi semua daerah paru dan memobilisasi sekret.

d.Resiko tinggi terhadap perubahan persepsi sensori berhubungan dengan ketidakseimbangan glukosa/insulin dan atau elektrolit. Tujuan : Mempertahankan tingkat kesadaran/orientasi. Mengenali dan mengkompensasi adanya kerusakan sensori. Intervensi : 1.)Pantau tanda-tanda vital dan status mental. Rasional : Sebagai dasar untuk membandingkan temuan abnormal 2.)Panggil pasien dengan nama, orientasikan kembali sesuai dengan kebutuhannya. Rasional : Menurunkan kebingungan dan membantu untuk mempertahankan kontak dengan realitas. 3.)Pelihara aktivitas rutin pasien sekonsisten mungkin, dorong untuk melakukan kegiatan seharihari sesuai kemampuannya. Rasional : Membantu memelihara pasien tetap berhubungan dengan realitas dan mempertahankan orientasi pada lingkungannya. 4.)Selidiki adanya keluhan parestesia, nyeri atau kehilangan sensori pada paha/kaki. Rasional : Neuropati perifer dapat mengakibatkan rasa tidak nyaman yang berat, kehilangan sensasi sentuhan/distorsi yang mempunyai resiko tinggi terhadap kerusakan kulit dan gangguan keseimbangan.

e.Kelelahan berhubungan dengan penurunan produksi energi metabolik. Tujuan : Mengungkapkan peningkatan tingkat energi. Menunjukkan perbaikan kemampuan untuk berpartisipasi dalam aktivitas yang diinginkan. Intervensi :

1.)Diskusikan dengan pasien kebutuhan akan aktivitas. Rasional : Pendidikan dapat memberikan motivasi untuk meningkatkan tingkat aktivitas meskipun pasien mungkin sangat lemah. 2.)Berikan aktivitas alternatif dengan periode istirahat yang cukup. Rasional : Mencegah kelelahan yang berlebihan. 3.)Pantau nadi, frekuensi pernafasan dan tekanan darah sebelum/sesudah melakukan aktivitas. Rasional : Mengindikasikan tingkat aktivitas yang dapat ditoleransi secara fisiologis. 4.)Tingkatkan partisipasi pasien dalam melakukan aktivitas sehari-hari sesuai toleransi. Rasional : Meningkatkan kepercayaan diri/harga diri yang positif sesuai tingkat aktivitas yang dapat ditoleransi.

f.Ketidakberdayaan berhubungan dengan penyakit jangka panjang/progresif yang tidak dapat diobati, ketergantungan pada orang lain. Tujuan : Mengakui perasaan putus asa Mengidentifikasi cara-cara sehat untuk menghadapi perasaan. Membantu dalam merencanakan perawatannya sendiri dan secara mandiri mengambil tanggung jawab untuk aktivitas perawatan diri. Intervensi : 1.)Anjurkan pasien/keluarga untuk mengekspresikan perasaannya tentang perawatan di rumah sakit dan penyakitnya secara keseluruhan. Rasional : Mengidentifikasi area perhatiannya dan memudahkan cara pemecahan masalah. 2.)Tentukan tujuan/harapan dari pasien atau keluarga. Rasional : Harapan yang tidak realistis atau adanya tekanan dari orang lain atau diri sendiri dapat mengakibatkan perasaan frustasi.kehilangan kontrol diri dan mungkin mengganggu kemampuan koping. 3.)Berikan dukungan pada pasien untuk ikut berperan serta dalam perawatan diri sendiri dan berikan umpan balik positif sesuai dengan usaha yang dilakukannya. Rasional : Meningkatkan perasaan kontrol terhadap situasi. 4.)Berikan dukungan pada pasien untuk ikut berperan serta dalam perawatan diri sendiri. Rasional : Meningkatkan perasaan kontrol terhadap situasi.

g.Kurang pengetahuan tentang penyakit, prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kurangnya pemajanan/mengingat, keselahan interpretasi informasi. Tujuan : Mengungkapkan pemahaman tentang penyakit. Mengidentifikasi hubungan tanda/gejala dengan proses penyakit dan menghubungkan gejala dengan faktor penyebab. Dengan benar melakukan prosedur yang perlu dan menjelaskan rasional tindakan. Intervensi : 1.)Ciptakan lingkungan saling percaya Rasional : Menanggapai dan memperhatikan perlu diciptakan sebelum pasien bersedia mengambil bagian dalam proses belajar. 2.)Diskusikan dengan klien tentang penyakitnya.

Rasional : Memberikan pengetahuan dasar dimana pasien dapat membuat pertimbangan dalam memilih gaya hidup. 3.)Diskusikan tentang rencana diet, penggunaan makanan tinggi serat. Rasional : Kesadaran tentang pentingnya kontrol diet akan membantu pasien dalam merencanakan makan/mentaati program. 4.)Diskusikan pentingnya untuk melakukan evaluasi secara teratur dan jawab pertanyaan pasien/orang terdekat. Rasional : Membantu untuk mengontrol proses penyakit dengan lebih ketat.

You might also like