You are on page 1of 20

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH

Setiap orang memiliki filsafat walaupun ia mungkin tidak sadar akan hal tersebut. Kita semua mempunyai ide-ide tentang benda-benda, tentang sejarah, arti kehidupan, mati, Tuhan, benar atau salah, keindahan atau kejelekan dan sebagainya. 1) Filsafat adalah sekumpulan sikap dan kepercayaan terhadap kehidupan dan alam yang biasanya diterima secara tidak kritis. Definisi tersebut

menunjukkan arti sebagai informal. 2) Filsafat adalah suatu proses kritik atau pemikiran terhadap kepercayaan yang sikap yang sangat kita junjung tinggi. Ini adalah arti yang formal. 3) Filsafat adalah usaha untuk mendapatkan gambaran keseluruhan. 4) Filsafat adalah sebagai analisa logis dari bahasa serta penjelasan tentang arti kata dan konsep. 5) Filsafat adalah sekumpulan problema-problema yang langsung yang mendapat perhatian dari manusia dan yang dicarikan jawabannya oleh ahli-ahli filsafat.

Dari beberapa definisi tadi bahwasanya semua jawaban yang ada difilsafat tadi hanyalah buah pemikiran dari ahli filsafat saja secara rasio. Banyak orang termenung pada suatu waktu. Kadang-kadang karena ada kejadian yang membingungkan dan kadang-kadang hanya karena ingin tahu, dan berfikir sungguh-sungguh tentang soal-soal yang pokok. Apakah kehidupan itu, dan mengapa aku berada disini? Mengapa ada sesuatu? Apakah kedudukan kehidupan dalam alam yang besar ini ? Apakah alam itu bersahabat atau bermusuhan ? apakah yang terjadi itu telah terjadi secara kebetulan

? atau karena mekanisme, atau karena ada rencana, ataukah ada maksud dan fikiran didalam benda .

Semua soal tadi adalah falsafi, usaha untuk mendapatkan jawaban atau pemecahan terhadapnya telah menimbulkan teori-teori dan sistem pemikiran seperti idealisme, realisme, pragmatisme. Oleh karena itu filsafat dimulai oleh rasa heran, bertanya dan memikir tentang asumsi-asumsi kita yang fundamental (mendasar), maka kita perlukan untuk meneliti bagaimana filsafat itu menjawabnya.

B. Pengertian Filsafat pendidikan Islam

Secara harfiah, kata filsafat berasal dari kata Philo yang berarti cinta, dan kata Sophos yang berarti ilmu atau hikmah. Dengan demikian, filsafat berarti cinta cinta terhadap ilmu atau hikmah. Terhadap pengertian seperti ini al-Syaibani mengatakan bahwa filsafat

bukanlah hikmah itu sendiri, melainkan cinta terhadap hikmah dan berusaha mendapatkannya, memusatkan perhatian padanya dan menciptakan sikap positif terhadapnya. Selanjutnya ia

menambahkan bahwa filsafat dapat pula berarti mencari hakikat sesuatu, berusaha menautkan sebab dan akibat, dan berusaha menafsirkan pengalaman-pengalaman manusia. Selain itu terdapat pula teori lain yang mengatakan bahwa filsafat berasal dari kata Arab falsafah, yang berasal dari bahasa Yunani, Philosophia: philos berarti cinta, suka (loving), dan sophia yang berarti pengetahuan, hikmah (wisdom).

Jadi, Philosophia berarti cinta kepada kebijaksanaan atau cinta kepada kebenaran atau lazimnya disebut Pholosopher yang dalam bahasa Arab disebut failasuf.

Sementara itu, A. Hanafi, M.A. mengatakan bahwa pengertian filsafat telah mengalami perubahan-perubahan sepanjang masanya.

Pitagoras (481-411 SM), yang dikenal sebagai orang yang pertama yang menggunakan perkataan tersebut.

Dari beberapa kutipan di atas dapat diketahui bahwa pengertian fisafat dar segi kebahsan atau semantik adalah cinta terhadap pengetahuan atau kebijaksanaan. Dengan demikian filsafat adalah suatu kegiatan atau aktivitas yang menempatkan pengetahuan atau kebikasanaan sebagai sasaran utamanya. Filsafat juga memilki pengertian dari segi istilah atau kesepakatan yang lazim digunakan oleh para ahli, atau pengertian dari segi praktis.

Selanjutnya pendidikan

bagaimanakah dalam arti yang

pandangan lazim

para

ahli dalam

mengenai praktek

digunakan

pendidikan. Dalam hubungan ini dijumpai berbagai rumusan yang berbeda-beda. Ahmad D. Marimba, misalnya mengatakan bahwa pendidikan adalah bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh si pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani si menuju terbentuknya kepribadian yang utama. terdidik

Berdasarkan rumusannya ini, Marimba menyebutkan ada lima unsur utama dalam pendidikan, yaitu: (1) Usaha (kegiatan) yang bersifat bimbingan, pimpinan atau pertolongan yang dilakukan secara sadar; (2) Ada pendidik, pembimbing atau penolong; (3) Ada yang di didik

atau si terdidik; dan (4) Adanya dasar dan tujuan dalam bimbingan tersebut, dan. 5) Dalam usaha tentu ada alat-alat yang

dipergunakan.

Sebagai suatu agama, Islam memiliki ajaran yang diakui lebih sempurna dan kompherhensif dibandingkan dengan agama-agama lainnya yang pernah diturunkan Tuhan sebelumnya. Sebagai agama yang paling sempurna ia dipersiapkan untuk menjadi pedoman hidup sepanjang zaman atau hingga hari akhir. Islam tidak hanya mengatur cara mendapatkan kebahagiaan hidup di akhirat, ibadah dan penyerahan diri kepada Allah saja, melainkan juga mengatur cara mendapatkan kebahagiaan hidup di dunia termasuk di dalamnya mengatur masalah pendidikan. Sumber untuk mengatur masalah pendidikan. Sumber untuk mengatur kehidupan dunia dan akhirat tersebut adalah al Quran dan al Sunnah.

Sebagai sumber ajaran, al Quran sebagaimana telah dibuktikan oleh para peneliti ternyata menaruh perhatian yang besar terhadap masalah pendidikan dan pengajaran. Demikian pula dengan al Hadist, sebagai sumber ajaran Islam, di akui memberikan perhatian yang amat besar terhadap masalah pendidikan. Nabi Muhammad SAW, telah mencanangkan program pendidikan seumur hidup.

Dari uraian diatas, terlihat bahwa Islam sebagai agama yang ajaranajarannya bersumber pada al- Quran dan al Hadist sejak awal telah menancapkan revolusi di bidang pendidikan dan pengajaran.

Langkah yang ditempuh al Quran ini ternyata amat strategis dalam upaya mengangkat martabat kehidupan manusia.

Kini di akui dengan jelas bahwa pendidikan merupakan jembatan yang menyeberangkan dan dari orang dari keterbelakangan kemuliaan, dan menuju dari

kemajuan,

kehinaan menuju merdeka,

serta

ketertindasan

menjadi

seterusnya.

Dasar pelaksanaan Pendidikan Islam terutama adalah al Quran dan al Hadist

Firman Allah : Dan demikian kami wahyukan kepadamu wahyu (al Quran) dengan perintah kami. Sebelumnya kamu tidaklah

mengetahui apakah iman itu, tetapi kami menjadikan al Quran itu cahaya yang kami kehendaki diantara hamba-hamba kami. Dan sesungguhnya kamu benar-benarbenar memberi petunjuk kepada jalan yang benar ( QS. Asy-Syura : 52 ) Dan Hadis dari Nabi SAW : Sesungguhnya orang mumin yang paling dicintai oleh Allah ialah orang yang senantiasa tegak taat kepada-Nya dan memberikan nasihat kepada hamba-Nya, sempurna akal pikirannya, serta

mengamalkan ajaran-Nya selama hayatnya, maka beruntung dan memperoleh kemenangan ia (al Ghazali, Ihya Ulumuddin hal. 90)

Dari ayat dan hadis di atas tadi dapat diambil kesimpulan :

1. Bahwa al Quran diturunkan kepada umat manusia untuk memberi petunjuk kearah jalan hidup yang lurus dalam arti memberi bimbingan dan petunjuk kearah jalan yang diridloi Allah SWT. 2. Menurut Hadist Nabi, bahwa diantara sifat orang mukmin ialah saling menasihati untuk mengamalkan ajaran Allah, yang dapat diformulasikan sebagai usaha atau dalam bentuk pendidikan Islam.

3. Al Quran dan Hadist tersebut menerangkan bahwa nabi adalah benar-benar pemberi petunjuk kepada jalan yang lurus, sehingga beliau memerintahkan kepada umatnya agar saling memberi petunjuk, memberikan bimbingan, penyuluhan, dan pendidikan Islam.

Bagi umat Islam maka dasar agama Islam merupakan fondasi utama keharusan berlangsungnya pendidikan. Karena ajaran Islam bersifat universal yang kandungannya sudah tercakup seluruh aspek kehidupan ini.

Pendidikan dalam arti umum mencakup segala usaha dan perbuatan dari generasi tua untuk mengalihkan serta pengalamannya, kepada fungsi

pengetahuannya, generasi muda

kecakapannya, untuk

keterampilannya melakukan

memungkinkannya

hidupnya dalam pergaulan bersama, dengan sebaik-baiknya. Corak pendidikan itu erat hubungannya dengan corak penghidupan, karenanya jika corak penghidupan itu berubah, berubah pulalah corak pendidikannya, agar si anak siap untuk memasuki lapangan penghidupan itu. Pendidikan itu memang suatu usaha yang sangat sulit dan rumit, dan memakan waktu yang cukup banyak dan lama, terutama sekali dimasa modern dewasa ini. Pendidikan menghendaki berbagai macam teori dan pemikiran dari para ahli pendidik dan juga ahli dari filsafat, guna melancarkan jalan dan memudahkan caracara bagi para guru dan pendidik dalam menyampaikan ilmu pengetahuan dan pengajaran kepada para peserta didik. Kalau teori pendidikan hanyalah semata-mata teknologi, dia harus meneliti asumsi-asumsi utama tentang sifat manusia dan masyarakat yang menjadi landasan praktek pendidikan yang melaksanakan studi

seperti itu sampai batas tersebut bersifat dan mengandung unsur filsafat. Memang ada resiko yang mungkin timbul dari setiap dua tendensi itu, teknologi mungkin terjerumus, tanpa dipikirkan buat memperoleh beberapa hasil konkrit yang telah dipertimbangkan sebelumnya didalam sistem pendidikan, hanya untuk membuktikan bahwa mereka dapat menyempurnakan suatu hasil dengan sukses, yang ada pada hakikatnya belum dipertimbangkan dengan hati-hati sebelumnya.

Sedangkan para ahli filsafat pendidikan, sebaiknya mungkin tersesat dalam abstraksi yang tinggi yang penuh dengan debat tiada berkeputusan,akan tetapi tanpa adanya gagasan jelas buat

menyelesaikan pekerjaan-pekerjaan yang ideal. Tidak ada satupun dari permasalahan kita mendesak dapat dipecahkan dengan cepat atau dengan mengulang-ulang dengan gigih kata-kata yang hampa. Tidak dapat dihindari, bahwa orang-orang yang memperdapatkan masalah ini, apabila mereka terus berpikir,yang lebih baik daripada mengadakan reaksi, mereka tentu akan menyadari bahwa mereka itu telah membicarakan masalah yang sangat mendasar.

Sebagai ajaran (doktrin) Islam mengandung sistem nilai diatas mana proses pendidikan Islam berlangsung dan dikembangkan secara konsisten menuju tujuannya. Sejalan dengan pemikiran ilmiah dan filosofis dari pemikir-pemikir sesepuh muslim, maka sistem nilai-nilai itu kemudian dijadikan dasar bangunan (struktur) pendidikan islam yang memiliki daya lentur normatif menurut kebutuhan dan kemajuan.

Pendidikan Islam mengidentifikasi sasarannya yang digali dari sumber ajarannya yaitu Al Quran dan Hadist, meliputi empat pengembangan fungsi manusia : 1. Menyadarkan secara individual pada posisi dan fungsinya ditengah-tengah makhluk lain serta tanggung jawab dalam kehidupannya. 2. Menyadarkan fungsi manusia dalam hubungannya dengan masyarakat, serta tanggung jawabnya terhadap ketertiban masyarakatnya. 3. Menyadarkan manusia terhadap pencipta alam dan mendorongnya untuk beribadah kepada Nya 4. Menyadarkan manusia tentang kedudukannya terhadap makhluk lain dan membawanya agar memahami hikmah tuhan menciptakan makhluk lain, serta memberikan kemungkinan kepada manusia untuk mengambil manfaatnya

Setelah mengikuti uraian diatas kiranya dapat diketahui bahwa Filsafat Pendidikan Islam itu merupakan suatu kajian secara filosofis mengenai masalah yang terdapat dalam kegiatan pendidikan yang didasarkan pada al Quran dan al Hadist sebagai sumber primer, dan pendapat para ahli, khususnya para filosof Muslim, sebagai sumber sekunder.

Dengan demikian, filsafat pendidikan Islam secara singkat dapat dikatakan adalah filsafat pendidikan yang berdasarkan ajaran Islam atau filsafat pendidikan yang dijiwai oleh ajaran Islam, jadi ia bukan filsafat yang bercorak liberal, bebas, tanpa batas etika sebagaimana dijumpai dalam pemikiran filsafat pada umumnya.

BAB II PEMBAHASAN

A. Periode Awal Perkembangan Islam

Sejarah Islam pada awal perkembangannya sangat terkait dengan kondisi pra Islam di tanah Arab, namun sejarah bangsa Arab kuno sendiri hampir tidak dikenal sama sekali, hal ini terjadi diantaranya karena dua faktor penyebabnya yaitu : pertama karena mereka hidup secara nomade yang tersebar diberbagai penjuru , saling berseteru dan bermusuhan serta tidak punya raja yang kuat dan yang mampu menyatukan sebagai kesatuan politik, Kedua karena mereka lebih menghargai dan mengutamakan tradisi hafalan dibanding tulisan sehingga tidak ada pemberitaan dalam bentuk tulisan tentang peristiwa yang terjadi dan yang mereka alami. Dengan demikian, untuk mengetahui secara mendalam informasi sejarah perjalanan dan warisan asli penduduk jazirah Arab pra Islam adalah dengan mengarahkan perhatian pada tradisi lisan, yang pertama disebut dengan al Ayyam, yang arti semantiknya adalah hari-hari penting, yaitu hari-hari dimana telah terjadi

peperangan/konflik antar kabilah karena perebutan sumber air, padang rumput dan perselisihan mencapai kepemimpinan. Kedua disebut dengan al Ansab, jamak dari nasab artinya silsilah, yaitu pengetahuan yang harus dihapal oleh setiap kabilah tentang asal usul dan anggota keluarganya agar tetap murni, karena nasab adalah yang dibanggakan terhadap kabilah-kabilah lain. Kedua hal itulah yang memungkinkan sejarawan mengetahui masa itu tentang Arab pra Islam meskipun tidak seluruhnya menggambarkan kenyataan dan berita itu bertolak dari realitas.

Penulisan sejarah Islam berkembang seiring dengan perkembangan peradaban Islam. Paling tidak ada dua faktor pendukung utama berkembangnya penulisan sejarah dalam sejarah Islam yaitu : 1. Al Quran, kitab suci umat Islam memerintahkan kepada umatnya untuk memperhatikan sejarah, diantaranya dalam surat 30 : 9, 59 : 18 2. Hadis, ajaran Islam yang terkandung dalam al Quran yang berkenaan dengan masalah Muamalah bersifat umum dan hanya garis-garis besarnya. Dan tugas Nabi menjabarkan dan menerangkan hal-hal yang masih dalam garis besarnya, menerangkan yang masih bersifat umum dan samar dan bahkan menetapkan hukum-hukum yang belum terdapat di dalam al Quran. Oleh karena itu diawal masa perkembangan Islam, ilmu ini sangat diperlukan oleh umat Islam, sehingga mendorong para ulama bepergian dari satu kota ke kota lain hanya untuk mencari beberapa hadis dan meriwayatkannya. Setelah itu muncullah beberapa kitab hadis. Dari penulisan Hadis inilah dapat dikatakan sebagai cikal bakal perintisan jalan menuju perkembangan ilmu sejarah, bahkan dalam rangka menyeleksi hadis yang benar dari yang salah maka muncullah ilmu kritik hadis, baik dari segi periwayatannya maupun dari segi matan atau materinya. Ilmu kritik hadis ini pula yang dijadikan metode kritik penulisan sejarah yang paling awal.

B. PERKEMBANGAN ISLAM PADA PERIODE KLASIK

1. Fase Ekspansi Dalam fase ekspansi ini kehadiran telah cukup banyak mendapat perhatian dan telah para pemikir dan sejarawan dari berbagai kalangan. Berbagai pendapat dan teori yang membincang persoalan tersebut membuktikan bahwa tema Islam memang menarik untuk dikaji terlebih dinegeri yang dikenal mayoritas penduduknya muslim.

Terkait teori yang menyatakan bahwa Islam di Indonesia berasal dari anak benua India, misalnya, ternyata sejarawan tidak satu kata mengenai wilayah Gujarat. Pendapat Pijnappel yang juga disokong oleh C. Snouck Hurgronje, J.P Moquette, E.O. Winstedt, B.J.O Schrieke, dan lain-lainnya tersebut ternyata berbeda dengan yang dikemukakan oleh S.Q Fatimi dan G.E Morison. Fatimi menyatakan bahwa bukti epigrafis berupa nisan yang dipercaya diimpor dari Cambay-Gujarat sebenarnya bentuk dan gayanya justru lebih mirip dengan nisan yang berasal dari Bengal. Sementara Morison lebih mempercayai bahwa islam di Indonesia bermula dari Pantai Coromandel. Sebab menurutnya pada masa Islamisasi kerajaan samudera dimana raja pertamanya (Malik Al-saleh) wafat tahun 1297 M.

Saat itu Gujarat masih merupakan kerajaan Hindu. Baru setahun kemudian kekuasaan Islam menaklukkan Gujarat. Jika Islam berasal dari sana tentunya Islam telah menjadi agama yang mapan dan berkembang ditempat itu.

Sedangkan tentang teori Islam Indonesia berasal langsung dari Makkah (yang antara lain dikemukakan oleh T.W Arnold dan

Crawford) lebih didasarkan pada beberapa fakta tertulis dari beberapa pengembara Cina sekitar abad ke-7 M, dimana kala itu kekuatan Islam telah menjadi dominan dalam perdagangan BaratTimur, Bahwa ternyata dipesisir pantai Sumatera telah ada

komunitas Muslim yang terdiri dari pedagang asal Arab yang diantaranya melakukan pernikahan dengan perempuan-perempuan local. Terdapat juga sebuah kitab Ajaib al-Hind yang ditulis alRamhurmuzi sekitar tahun 1000 M.

2. Fase Disintregasi Jika menengok sejarah agama-agama, dengan mudah akan dapat diketemukan fakta yang menunjukkan bahwa banyak agama mengalami persebaran hingga keluar jauh dari wilayah asal pertumbuhannya. Bahkan tak jarang, suatu agama justru dapat berkembang dengan jumlah pengikut yang lebih besar di wilayah lain di luar wilayah asalnya. Proses persebaran ini, dapat mengambil pola-pola sebagai berikut:

Pertama, ekspansi, baik melalui kontak langsung maupun hirarkis ; Kedua, pola relokasi. Bersamaan dengan aliran persebaran tersebut, terjadilah proses perubahan dari segi pemahaman maupun praktek yang menunjukkan perbedaan karena faktor lokalitas dan tokohnya. Artinya, banyak agama mengalami perubahan dari aslinya ketika berkembang di wilayah lain. Faktor budaya dan kebiasaan lokal kerap memberi pengaruh terhadap bentuk kepercayaan dan perilaku keberagamaan sehingga muncul fenomena aliran-aliran. Fenomena ini tak terkecuali berlangsung juga dalam tradisi dan komunitas

muslim.

Pada periode klasik (650-1250 M), Islam mengalami dua fase penting: Fase ekspansi, integrasi dan puncak kemajuan (650-1000 M). Di fase inilah Islam di bawah kepemimpinan para khalifah mengalami perluasan pengaruh yang sangat signifikan, kearah Barat melalui Afrika Utara Islam mencapai Spanyol dan kearah Timur melalui Persia Islam sampai ke India. Masa ini juga ditandai dengan perkembangan ilmu pengetahuan (di bidang agama maupun non agama) dan kebudayaan. Dalam bidang hukum dikenal para imam mazhab seperti Malik, Abu Hanifah, Syafii, dan Ibn Hanbal. Di bidang teologi dikenal tokoh-tokoh seperti Abu Hasan al-Asyari, alMaturidi, Wasil ibn Atha al-Mutazili, Abu al-Huzail, al-Nazzam dan al-Jubai. Di bidang ketasawwufan dikenal Dzunnun al-Misri, Abu Yazid al-Bustami, al-Hallaj dan lainnya lagi. Sementara dalam bidang filsafat dan ilmu pengetahuan kita mengenal al-Kindi, al-Farabi, Ibn Sina, Ibn Miskawaih, Ibn al-Haytsam, Ibn Hayyan, al-Khawarizmi, alMasudi dan al-Razi;

Fase disintegrasi (1000-1250 M) yang ditandai dengan perpecahan dan kemunduran politik umat Islam hingga berpuncak pada terenggutnya Baghdad oleh bala tentara Hulagu di tahun 1258 M.

Periode pertengahan (1250-1800 M) dapat dibaca juga dalam dua fase penting: Fase kemunduran (1250-1500 M) yang penuh diwarnai perselisihan yang terus meningkat dengan sentiman mazhabiyah (antara Sunni dan Syiah) maupun sentimen etnis (antara Arab dan Persia). Pada masa inilah dunia Islam terbelah yang kemudian diperparah dengan

meluasnya pandangan bahwa pintu ijtihad telah tertutup. Sementara perhatian terhadap dunia ilmu pengetahuan melemah, kekuatan Kristen (dimana Perang Salib telah dimaklumatkan oleh Paus Urbanus II sejak dalam Konsili Clermont tahun 1095 M) justru kian menekan dunia Islam;

Fase tiga kerajaan besar (1500-1800 M). Pada masa kejayaannya, masing-masing kerajaan ini memiliki keunggulan khas di bidang literatur dan arsitektur sebagaimana terlihat melalui keindahan masjid-masjid dan bangunan lainnya yang lahir ketika itu.

Sedangkan perhatian pada riset ilmu pengetahuan masih terbilang sangat kurang sehingga turut memberi kontribusi pada menurunnya kekuatan militer sekaligus politik umat Islam. Sisi lain, dunia Kristen dengan kekayaan yang terus berlimpah yang diangkut dari Amerika dan Timur Jauh semakin maju baik dalam bidang ilmu pengetahuan dan kekuatan militernya.

C. Perkembangan Islam Pada Masa Modern

Islam merupakan agama yang sangat mendukung kemajuan ilmu pengetahuan. Oleh karena itu, Islam menghendaki manusia menjalankan kehidupan yang didasarkanpada rasioanlitas atau akal dan iman. Ayat-ayat Al Quran banyak memberi tempat yang lebih tinggi kepada orang yang memiliki ilmu pengetahuan, Islam pun menganjurkan agar manusia jangan pernah merasa puas dengan ilmu yang telah dimilikinya karena berapapun ilmu dan pengetahuan yang dimiliki itu, masih belum cukup untuk dapat menjawab pertanyaan atau masalah yang ada di dunia ini. Firman Allah SWT( lihat Al_quran onlines di google) Artinya : Dan seandainya pohon-pohon di bumi menjadi pena dan laut (menjadi tinta), ditambahkan kepada tujuh laut (lagi) sesudah (kering)nya, niscaya tidak akan habis-habisnya (dituliskan) kalimat

Allah. Sesungguhnya Allah maha perkasa lagi maha bijaksana. (QS luqman : 27) Ajaran Islam tersebut mendapat respon yang positif dari para pemikir Islam sejak zaman klasik (650-1250 M), zaman pertengahan (1250-1800 M) hingga periode modern (1800 m dan seterusnya). Masa pembaruan merupakan zaman kebangkitan umat Islam. Jatuhnya mesir ke tangan barat menynadarkan umat Islam bahwa di barat telah timbul peradaban baru yang lebih tinggi dan merupakan ancaman bagi Islam. Raja-raja dan pemuka-pemuka Islam mulai memikirkan cara untul meningkatkan mutu dan kekuatan umat Islam. Pemikiran dan usaha pembaruan antara lain sebagai berikut. a. Praperiode modern (1250-1800 M) Sebenarnya pembaruan dan perkembangan ilmu pengetahuan telah dimulai sjak periode pertengahan, terutama pada masa kerajaan usmani. Pada abad ke-17, mulai terjadi kemunduran khusunya ditandai oleh kekalahan-kekalahan yang dialami melalui peperangan melawan negara-negara Eropa. Peristiwa tersebut diawali dengan terpukul mundurnya tentara usmani ketika dikirm untuk menguasai wina pada tahun 1683. kerajaan usmani menyerahkan Hungaria kepada Austria, daerah Podolia kepada Polandia, dan Azov kepada Rusia dengan perjanjian Carlowiz yang ditandatangani tahun 1699 Kekalahan yang menyakitkan ini mendorong raja-raja dan pemuka-pemuka kerajaan usmani mengadakan berbagai penelitian untuk menyelidiki sebab-sebab kekalahan mereka dan rahasia keunggulan lawan. Mereka mulai memperhatikan kemajuan Eropa, terutama Prancis sebagai negara yang terkemuka pada waktu itu. Negara Eropa mulai mempunyai arti yang penting bagi cendikiawan atau pemuka-pemuka usmani. Orang-orang Eropa yang selama ini dipandang sebagai kafir dan rendah mulai dihargai. Bahkan, dutadutapun dikirim ke Eropa untuk mempelajari kemajuan berbagai disiplin ilmu serta suasana dari dekat Pada tahun 1720, Celebi Mehmed diangkat subagai duta di Paris dengan tugas khusu mengunjungi pabrik-pabrik, bentengbenteng pertahanan, dan institusi-institusi lainnya serta memberi laporan tentang kemajuan tekhnik, organisasi angkatan perang modern, rumah sakit, observatorium, peraturan, karantina, kebun binatang, adat istiadat dan lain sebagainya seperti ia lihat di

Perancis. Di tahun 1741 M anaknya, Said Mehmed dikirim pula ke paris Laporan-laporan kedua duta ini menarik perhatian Sultan Ahmad III (1703-1730 M) untuk memulai pembaruan di kerajaan Usmani. Pada tahun 1717 M, seorang perwira Perancis bernama De Rochefart datang ke Istanbul dengan usul membentuk suatu korps artileri tentara Usmani berdasarkan ilmu-ilmu kemiliteran modern. Di tahun 1729, datang lagi seorang Perancis yakni Comte De Bonneval yang kemudia masuk Islam dengan nama baru Humbaraci Pasya. Ia bertugas melatih tentara usmani untuk memakai alat-alat (meriam) modern. Untuk menjalankan tugas ini, ia dibantu oleh Macarthy dari Irlandia, Ramsay dari Skotlandia dan Mornai dari Perancis. Atas usaha ahli-ahli Eropa inilah, taktik dan teknik militer ,odern pun dimasukkan ke dalam angkatan perang usmani. Maka pada tahun 1734 M, dibuka sekolah teknik militer untuk pertama kalinya. Dalam bidang non militer, pemikiran dan usaha pembaruan dicetuskan oleh Ibrahim Mutafarrika (1670-1754 M). Ia memperkenalkan ilmu-ilmu pengetahuan modern dan kemajuan barat kepada masyarakat turki yang disertai pula oleh usha penerjemahan buku-buku barat ke dalam bahasa turki. Suatu badan penerjemah yang terdiri atas 25 orang anggota dibentuk pada tahun 1717 M Sarjana atau filsuf Islam yang termasyur, baik didunia Islam atau barat ialah Ibnu Sina (1031 M) dan Ibnu Rusyd (1198 M). Dalam bidang seni atau syair, penyair persia Umar Khayam (1031 M) dan penyair lirik Hafiz (1389 M) yang dijuluki Lisan Al Gaib atau suara dari dunia gaib, sangat dikenal luas saat itu b. Pembaruan pada periode modern (1800 M dan seterusnya) Kaum muslim memiliki banyak sekali tokoh tokoh pembaruan yang pokok -pokok pemikirannya maupun jasa-jasanya di berbagai bidang telah memberikan sumbangsih bagi uamt Islam di dunia. Beberapa tokoh yang terkenal dalam dunia ilmu pengetahuan atau pemikiran Islam tersebut antara lain sebagai berikut. 1) Jamaludin Al Afgani (Iran 1838 Turki 1897) Salah satu sumbangan terpenting di dunia Islam diberikan oleh sayid Jamaludin Al Afgani. Gagasannya mengilhami kaum muslim di

Turki, Iran, mesir dan India. Meskipun sangant anti imperialisme Eropa, ia mengagungkan pencapaian ilmu pengetahuan barat. Ia tidak melihat adanya kontradiksi antara Islam dan ilmu pengetahuan. Namun, gagasannya untuk mendirikan sebuah universitas yang khusus mengajarkan ilmu pengetahuan modern di Turki menghadapi tantangan kuat dari para ulama. Pada akhirnya ia diusir dari negara tersebut. 2) Muhammad Abduh (mesir 1849-1905) dan Muhammad Rasyd Rida (Suriah 1865-1935) Guru dan murid tersebut sempat mengunjungi beberapa negara Eropa dan amat terkesan dengan pengalaman mereka disana. Rasyd Rida mendapat pendidikan Islam tradisional dan menguasai bahasa asing (Perancis dan Turki) yang menjadi jalan masuknya untuk mempelajari ilmu pengetahuan secara umum. Oelh karena itu, tidak sulit bagi Rida untuk bergabung dengan gerakan pembaruan Al Afgani dan Muhammad Abduh di antaranya melalui penerbitan jurnal Al Urwah Al Wustha yang diterbitkan di paris dan disebarkan di Mesir. Muhammad Abduh sebagaimana Muhammad Abdul Wahab dan Jamaludin Al Afgani, berpendapat bahwa masuknya bermacam bidah ke dalam ajaran Islam membuat umat Islam lupa akan ajaranajaran Islam yang sebenarnya. Bidah itulah yang menjauhkan masyarakat Islam dari jalan yang sebenarnya.

3) Toha Husein (Mesir Selatan 1889-1973) Toha husein adalah seorang sejarawan dan filsuf yang amat mendukung gagasan Muhammad Ali Pasya. Ia merupakan pendukung modernisme yang gigih. Pengadopsian terhadap ilmu pengetahuan modern tidak hanya penting dari sudut nilai praktis (kegunan)nya saja, tetapi juga sebagai perwujudan suatu kebudayaan yang amat tinggi. Pandangannya dianggap sekularis karena mengunggulkan ilmu pengetahuan. 4) Sayid Qutub (Mesir 1906-1966) dan Yusuf Al Qardawi. Al qardawi menekankan perbedaan modernisasi dan pembaratan. Jika modernisasi yang dimaksud bukan berarti upaya pembaratan dan memiliki batasan pada pemanfaatan ilmu pengetahuan modern serta penerapan tekhnologinya, Islam tidak menolaknya bahkan mendukungnya. Pandangan al qardawi ini

cukup mewakili pandangan mayoritas kaum muslimin. Secara umum, dunia Islam relatif terbuka untuk menerima ilmu pengetahuan dan tekhnologi sejauh memperhitungkan manfaat praktisnya. Pandangan ini kelak terbukti dan tetap bertahan hingga kini di kalangan muslim. Akan tetapi, dikalangan pemikir yang mempelajari sejarah dan filsafat ilmu pengetahuan, gagasan seperti ini tidak cukup memuaskan mereka. 5) Sir Sayid Ahmad Khan (india 1817-1898) Sir Sayid Ahmad Khan adalah pemikir yang menyerukan saintifikasi masyarakat muslim. Seperti halnya Al Afgani, ia menyerukan kaum muslim untuk meraih ilmu pengetahuan modern. Akan tetapi, berbeda dengan Al Afgani ia melihat adanya kekuatan yang membebaskan dalam ilmu pengetahuan dan tekhnologi modern. Kekuatan pembebas itu antara lain meliputi penjelasan mengenai suatu peristiwa dengan sebab-sebabnya yang bersifat fisik materiil. Di barat, nilai-nilai ini telah membebaskan orang dari tahayuldan cengkeraman kekuasaan gereja. Kini, dengan semangat yang sama, Ahmad Khan merasa wajib membebaskan kaum muslim dengan melenyapkan unsur yang tidak ilmiah dari pemahaman terhadap Al Quran. Ia amat serius dengan upayanya ini antara lain dengan menciptakan sendiri metode baru penafsiran Al Quran. Hasilnya adalah teologi yang memiliki karakter atau sifat ilmiah dalam tafsir Al Quran 6) Sir Muhammad Iqbal (Punjab 1873-1938) Generasi awal abad ke-20 adalah Sir Muhammad Iqbal yang merupakan salah seorang muslim pertama di anak benua India yang sempat mendalami pemikiran barat modern dan mempunyai latar belakang pendidikan yang bercorak tradisional Islam. Kedua hal ini muncul dari karya utamanya di tahun 1930 yang berjudul The Reconstruction of Religious Thought in Islam (Pembangunan Kembali Pemikiran Keagamaan dalam Islam). Melalui penggunaan istilah recontruction, ia mengungkapkan kembali pemikiran keagamaan Islam dalam bahasa modern untuk dikonsumsi generasi baru muslim yang telah berkenalan dengan perkembangan mutakhir ilmu pengetahuan dan filsafat barat abad ke-20

BAB III PENUTUP

Kesimpulan

Islam dengan sumber ajarannya al Quran dan al Hadist yang diperkaya oleh penafsiran para ulama ternyata telah menunjukkan dengan jelas dan tinggi terhadap berbagai masalah yang terdapat dalam bidang pendidikan. Karenanya tidak heran untuk kita katakan bahwa secara epistimologis Islam memilki konsep yang khas tentang pendidikan, yakni pendidikan Islam.

Demikian pula pemikiran filsafat Islam yang diwariskan para filosof Muslim sangat kaya dengan bahan-bahan yang dijadikan rujukan guna membangun filsafat pendidikan Islam. Konsep ini segera akan memberikan warna tersendiri terhadap dunia pendidikan jika diterapkan secara konsisten. Namun demikian adanya pandangan tersebut bukan berarti Islam bersikap ekslusif. Rumusan, ide dan gagasan mengenai kependidikan yang dari luar dapat saja diterima oleh Islam apabila mengandung persamaan dalam hal prinsip, atau paling kurang tidak bertentangan. Tugas kita selanjutnya adalah melanjutkan penggalian secara intensif terhadap apa yang telah dilakukan oleh para ahli, karena apa yang dirumuskan para ahli tidak lebih sebagai bahan perbangdingan, zaman sekarang berbeda dengan zaman mereka dahulu. Karena itu upaya penggalian masalah kependidikan ini tidak boleh terhenti, jika kita sepakat bahwa pendidikan Islam ingin eksis ditengah-tengah percaturan global.

DAFTAR KEPUSTAKAAN

Ahmad Hanafi, M.A., Pengantar Filsafat Islam, Cet. IV, Bulan Bintang, Jakarta, 1990. Prasetya, Drs., Filsafat Pendidikan, Cet. II, Pustaka Setia, Bandung, 2000 Titus, Smith, Nolan., Persoalan-persoalan Filsafat, Cet. I, Bulan Bintang, Jakarta, 1984. Ali Saifullah H.A., Drs., Antara Filsafat dan Pendidikan, Usaha Nasional, Surabaya, 1983. Zuhairini. Dra, dkk., Filsafat Pendidikan Islam, Cet.II, Bumi Aksara, Jakarta, 1995. Abuddin Nata, M.A., Filsafat Pendidikan Islam, Cet. I, Logos Wacana Ilmu, Jakarta, 1997 M. Ihsan Dacholfany adalah mahasiswa ISID 1997 Staf Pengajar PP Gontor Perpustakaan Darussalam)

You might also like