You are on page 1of 15

MEMAHAMI PERBEDAAN ILMU PENGETAHUAN ALAM KLASIK DAN ILMU PENGETAHUAN MODERN SERTA PERKEMBANGAN DAYA ABSTRAKSI MANUSIA

Perkembangan Ilmu Pengetahuan Alam dari Deskriptif dan Kualitatif hingga Simulatif dan Kuantitatif
Tahap Deskriptif dan Kualitatif
 Kegiatan IPA dimulai dengan observasi dan pencatatan atas gejala-gejala alam yang diamati. Dari pengumpulan gejaladiamati. hasil observasi ini dapat dilihat kesamaan-kesamaan atau kesamaanperbedaan-perbedaan. perbedaan-perbedaan. Kemudian timbul kebutuhan untuk menyederhanakan dengan proses klasifikasi dan stematisasi sehingga diperoleh prinsip-prinsip yang lebih prinsipmendasar dan bersifat umum. umum.

Klasifikasi adalah proses untuk mengubah data yang terpisah menjadi data yang lebih fungsional. fungsional. Klasifikasi menyatakan kedudukan objek tertentu dalam sebuah kelas. kelas. Di samping klasifikasi sederhana terdapat pula system klasifikasi yang lebih kompleks. kompleks. Dalam sejarah perkembangan IPA, contoh klasifikasi yang berhasil adalah klasifikasi tumbuhan dan hewan yang membedakan spesies, spesies, genus, dan familia. Dalam kimia terdapat klasifikasi familia. unsure yang berupa system periodic unsure yang disusun pertama kali oleh Demiri Mendelejef (1869 Rusia). Rusia).

Setelah pengetahuan yang terkumpul berdasarkan klasifikasi telah cukup banyak, timbul kebutuhan untuk membandingkan. banyak, membandingkan. Konsep perbandingan ini merupakan konsep yang lebih tinggi dan lebih efektif. efektif. Dalam sejarah perkembangan Ilmu Kimia penggunaan metode kualitatif ini pernah menghasilkan suatu teori pembakaran yang dikenal dengan nama teori flogiston (abad ke-18). Menurut teori keini dikatakan bahwa suatu zat dapat terbakar karena zat itu mengandung zat api atau flogiston . Makin banyak suatu zat mengandung flogiston makin mudah terbakar. Arang dianggap terbakar. sebagai sepenuhnya berisi flogiston. flogiston. Pada peristiwa pembakaran logam dapat diterangkan secara kualitatif sebagai berikut: berikut: 1. Logam dibakar = kapur logam + flogiston 2. Arang = flogiston 3. Kapur logam + arang = logam (flogiston). flogiston).

Sejumlah peristiwa yang lain yang berhubungan dengan pembakaran dapat diterangkan teori flogiston ini. Namun beberapa kelemahan terdapat dalam teori flogiston ini, di antaranya: 1. Flogiston adalah suatu zat hipotesis sebab tidak dapat dirasa dan diraba. 2. Massa logam bertambah setelah pembakaran menyatakan bahwa flogiston bermassa negative. Kelemahan itu tidak mampu menumbangkan teori flogiston, bahkan masih dapat bertahan lama sekali. Ini disebabkan karena metode penelitian pada waktu itu tekanannya secara kuantitatif sehingga hasil-hasil yang ditunjukkan secara kuantitatif seringkali diabaikan.

Pernyataan yang bersifat kualitatif ini kadang-kadang kadangsudah merupakan pengetahuan yang memadai dan bermanfaat terutama untuk bidang di mana metode kuantitatif belum dapat berkembang. Sebagai contoh berkembang. kaidahkaidah-kaidah dalam ilmu social kebanyakan masih berupa pernyataan yang bersifat kualitatif. Ini kualitatif. disebabkan karena kesulitan dalam teknik pengukuran terhadap gejala social. Namun sedikit demi sedikit kesulitan ini dapat diatasi, sehingga ahli-ahli dalam diatasi, ahliilmu social dewasa ini telah memasuki tahap yang bersifat kuantitatif. kuantitatif.

Tahap Simulatif dan Kuantitatif




Misalkan pada tahap kuantitatif kita telah menemukan prinsip bahwa semua logam jika dipanasi akan bertambah panjang. Pernyataan panjang. semacam ini memang telah cukup bermanfaat. bermanfaat. Tetapi kita masih berusaha untuk mengetahui seberapa banyak bertambah panjangnya. Dengan panjangnya. kata lain timbul kebutuhan untuk mengkuantifikasikan data sehingga dapat diperoleh pengukuran yang lebih teliti dengan tujuan agar kesimpulan yang diperoleh lebih mendekati kebenaran. kebenaran.

Untuk memperoleh pengukuran yang saksama dilakukan proses simulasi, yaitu dengan menirukan atau mengulangi peristiwa alam dengan jalan melakukan percobaan-percobaan. Pada contoh di atas tadi, setelah dilakukan percobaan dari beberapa logam diperoleh hubungan sebagai berikut: Lt = L0 (1 + 4t) di mana: Lt = panjang logam pada suhu t L0 = panjang logam pada suhu t0 = koefisien mulai panjang. t = perbedaan suhu (selisih antara t dan t0). Dari persamaan di atas dapat memberikan keterangan yang lebih jelas dan lebih eksak, sebab menunjukkan seberapa bertambah panjangnya logam, yang disebabkan oleh kenaikan suhu tertentu.

Contoh lain mengenai keberhasilan metode kuantitatif ini adalah penemuan hukum ketetapan massa oleh Antoine Laurent Lavoirsier (1743-1794). Hukum ini menyatakan bahwa massa zat sebelum dan setelah reaksi senantiasa sama. Hukum ketetapan massa ini dapat menumbuhkan teori flogiston dan menggantinya dengan teori oksidasi. Suatu zat dapat terbakar bukan karena melepaskan flogiston tetapi karena zat itu mengikat oksigen. Sehingga bertambah massanya kapur logam (oksida logam) setelah reaksi bukan karena flogiston bermassa negative, tetapi karena logam mengikat oksigen. Di sini berlaku bahwa massa logam ditambah oksigen sama dengan massa kapur logam atau oksida logam.

Metode kuantitatif berkembang sebagai akibat penggunaan matematika dalam IPA sifat kuantitatif ini dapat meningkatkan daya control dan daya ramal dari ilmu serta dapat memberikan jawaban yang lebih eksak. Dengan demikian akan menghasilkan pemecahan masalah sehingga menjadi lebih saksama, cermat, tepat, dan hasilnya lebih mendekati kebenaran. Dengan kata lain pengetahuan yang diperoleh melalui metode kuantitatif menjadi lebih dapat diandalkan.

Dinamika Ilmu Pengetahuan Alam




Telah dikemukakan bahwa kegiatan IPA berawal dari pengamatan dan pencatatan baik terhadap gejala-gejala alam pada umumnya maupun dalam percobaan-percoban yang dilakukan dalam laboratorium. Dari hasil pengamatan atau observasi ini manusia berusaha untuk merumuskan konsep-konsep, prinsip-prinsip, hukum, dan teori. Jika dilihat dari arah prosesnya maka dalam hal ini eksperimen mendahului teori. Proses IPA tidak berhenti di sini tetapi dari hasil IPA yang berupa konsep, hukum, dan teori ini masih terbuka kesempatan untuk diuji kebenarannya. Demikian proses IPA berlangsung terus sehingga selalu terdapat mekanisme control, bersifat terbuka untuk selalu diuji kembali dan bersifat kumulatif. Pengetahuan yang diperoleh selalu bertumpu di atas dasar-dasar sebelumnya dalam kerangka yang bersifat kumulatif, sehingga karenanya bersifat konsisten dan sistematis. Dengan kata lain IPA berkembang secara dinamis.

Jadi, proses IPA yang dinamis ini oleh karena menggunakan metode keilmuan di mana peranan teori dan eksperimen saling memperkuat. IPA modern lebih menekankan teori yang mendahului eksperimen. Sebagai contoh teori relativitas Eintein (1905) yang menyatukan hubungan kesetaraan antara massa dengan energi, disusun lebih dahulu baru kemudian diciptakan eksperimen sehingga diketemukan tenaga nuklir. Keuntungan dari IPA yang dinamis ini adalah perkembangan IPA yang pesat sehingga dalam jangka waktu 10 - 15 tahun pengetahuan IPA telah menjadi lipat dua. Kemajuan IPA ini mendukung perkembangan teknologi yang pada gilirannya dapat menaikkan kesejahteraan manusia.

Namun demikian hasil IPA yang banyak ini bila tidak diarahkan pemanfaatannya justru akan merugikan manusia, bahkan dapat menghancurkan peradaban manusia itu sendiri. Beberapa penemuan yang dapat merugikan misalnya senjata nuklir, senjata kimiawi dan biologis serta timbulnya pencemaran udara dan air. Jadi perkembangan IPA yang dinamis ini di samping banyak memberikan keuntungan juga membawa risiko. Agar risiko sekecil-kecilnya maka arah perkembangan IPA dan pemanfaatan hasil IPA harus dilandasi oleh nilainilai kemanusiaan yang luhur.

Peranan Matematika dan Perkembangan Ilmu Pengetahuan Alam Modern Mengembangkan metode kuantitatif, meningkatkan daya control dan daya ramal dari ilmu serta dapat memberikan jawaban yang lebih eksak. Menghasilkan pemecahan masalah sehingga menjadi lebih saksama, cermat, tepat, dan hasilnya lebih mendekati kebenaran.

Peranan Matematika dan IPA dalam Peningkatan Daya Abstraksi Manusia




Dampak atau efek dari ilmu alamiah dan teknologi yang telah dikembangkan manusia dalam rangka memenuhi kebutuhannya sehingga lebih mudah dan menyenangkan dapat bersifat positif artinya benarbenar bermanfaat, dan dapat juga bersifat negative, karena menimbulkan akibat sampingan. Akibat negative itu bila dibiarkan akan membawa malapetaka. Karena itu, manusia setelah mengetahui beberapa hasil ilmu alamiah dan teknologi, mencoba mengatasi juga dengan ilmu alamiah dan teknologi yang baru.

You might also like