You are on page 1of 35

PEMAHAMAN PEDAGANG KECIL DI PASAR KEBAYORAN LAMA TERHADAP

PEMBIAYAAN MUDHARABAH BMT AL-FATH IKMI


JAKARTA SELATAN



PRPOPSAL SKRIPSI
Diajukan dalam rangka menyelesaikan Tugas Metodelogi Penelitian
Sebagai tugas akhir mata kuliah
Oleh
Nama : Muhamad Ihsan Hadzami
NIM :107084003269
Jurusan : Ilmu Ekonomi Studi Pembangunan


FAKULTAS EKONOMI DAN ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
2010



BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Perkembangan ekonomi Indonesia yang semakin memprihatinkan dan tuntutan
masyarakat terhadap perbaikan sistem ekonomi dirasakan perlu adanya sumber-sumber
keuangan untuk penyediaan dana guna membiayai usaha masyarakat. Kesulitan yang
dihadapi oleh para pedagang kecil dalam mengembangkan usahanya antara lain
keterbatasan modal usaha, dikarenakan sumber dana dari luar yang bisa membantu
mengatasi kekurangan permodalan tidak mudah diperoleh. Bank menyediakan jasa
perkreditan untuk mengatasi masalah keterbatasan modal usaha para pedagang kecil.
Sektor perkreditan bagi bank sendiri merupakan salah satu usaha yang sangat penting
karena pendapatan bunga dari kredit sebagai komponen yang dominan dibandingkan
dengan jasa-jasa perbankan lainnya, dalam pemberian kredit kepada masyarakat pihak
bank akan selalu dihadapkan pada risiko yang cukup besar seperti apakah dana bantuan
kredit yang dipinjamkan tersebut akan dapat diterima kembali sesuai dengan yang telah
disepakati atau tidak. Bank meminta jaminan kepada nasabah sebagai pengaman apabila
debitur tidak mampu melunasi kreditnya. Penyediaan jaminan untuk memperoleh kredit
menjadi pembatas bagi pedagang kecil untuk bisa memanfaatkan jasa perkreditan
dikarenakan tidak semua pedagang kecil mampu menyediakan jaminan yang
dipersyaratkan oleh bank.



Bank syariah menurut Sumitro (1996:20) adalah lembaga keuangan perbankan yang
operasional dan produknya sesuai dengan prinsip-prinsip syariah. Karakteristik bank
syariah dalam segi teknis mempunyai perbedaan yang mendasar dengan bank umum
diantaranya:
1. Beban biaya yang disepakati bersama waktu akad perjanjian diwujudkan dalam
bentuk jumlah nominal, yang penentuan besarnya dilakukan dengan kebebasan tawar-
menawar dalam batas wajar.
2. Penggunaan persentase dalam hal kewajiban untuk melakukan pembayaran selalu
dihindari, karena persentase bersifat melekat pada sisa utang meskipun batas waktu
perjanjian telah berakhir.
3. Bank syariah tidak menerapkan perhitungan berdasarkan keuntungan yang pasti di
dalam kontrak-kontrak pembiayaan proyek.
4. Pengerahan dana masyrakat dalam bentuk deposito tabungan oleh penyimpan
dianggap sebagai titipan sedangkan bagi bank dianggap sebagai titipan yang
diamanatkan sebagai penyertaan dana pada proyek-proyek yang dibiayai bank yang
beroperasi sesuai dengan prinsip syariah.
5. Dewan pengawas syariah (DPS) bertugas untuk mengawasi operasionalisasi bank dari
sudut syariahnya.
6. Fungsi kelembagaan bank syariah selain menjembatani antara pihak pemilik modal
dengan pihak yang membutuhkan dana juga berkewajiban menjaga dan bertanggung
jawab atas keamanan dana yang disimpan dan siap sewaktu-waktu apabila dana
diambil oleh pemiliknya.


Dalam praktek perbankan menurut Irmayanto (1998:72) bank syariah memiliki
perbedaan dengan bank konvensional,diantaranya:
1. Bank konvensional menaikkan tingkat suku bunga simpanan yang akan diikuti dengan
suku bunga pinjamannya.
2. Pada bank syariah, pengurangan uang beredar akan menekan laju inflasi dan
menurunkan biaya produksi pada investasi debitur sehingga debitur akan memperoleh
tambahan keuntungan yang akan dibagihasilkan kepada bank. Tambahan keuntungan
pada bank akan dibagihasilkan kepada nasabah penyimpan dana untuk mempercepat
kegiatan ekonomi.
Baitul Maal Wattamwil (BMT) merupakan bagian dari bank syariah atau semacam
LSM yang beroperasi seperti bank koperasi dengan pengecualian ukurannya yang kecil
dan tidak mempunyai akses ke pasar uang. Baitul Maal Wattamwil menurut Ilmi
(2002:65) terdiri dari dua istilah yaitu baitul maal dan baitut tamwil. Baitul maal adalah
lembaga keuangan umat islam yang mengelola dana umat islam yang bersifat sosial dan
sumber dana baitul mal berasal dari zakat, infaq, sodaqoh, hibah dan lain-lain sedangkan
baitut tamwil adalah lembaga keuangan yang mengelola dana umat yang sifatnya
komersial yang sesuai dengan syariat islam. Baitul Maal Wattamwil (BMT) berfungsi
menghimpun dan menyalurkan dana kepada masyarakat sebagaimana bank atau lembaga
keuangan yang lain. Baitul Maal Wattamwil (BMT) berdiri dengan gagasan fleksibilitas
dalam menjangkau masyarakat kalangan bawah yaitu lembaga ekonomi rakyat kecil
karena kebanyakan dari mereka adalah pedagang kecil yang tidak bisa memanfaatkan
fasilitas kredit dari bank konvensional untuk mengembangkan usaha, hal ini disebabkan
prosedur bank konvensional yang sulit serta kelemahan yang dimiliki oleh pedagang
kecil dan pengusaha kecil dalam hal manajemen, pemasaran dan jaminan yang
merupakan factor-faktor penting bagi penilaian bank.

Prinsip Operasi Baitul Maal Wat Tamwil menurut Sudarsono (2005:101- 102) terdiri
dari:
1. Prinsip bagi hasil
2. Sistem Jual Beli
Sistem ini merupakan suatu tata cara jual beli yang dalam pelaksanaanya BMT
mengangkat nasabah sebagai agen yang diberi kuasa melakukan pembelian barang
atas nama BMT, kemudian bertindak sebagai penjual dan menjual barang yang
telah dibelinya tersebut bengan ditambah mark-up.
3. Sistem non-profit
Sistem yang sering disebut sebagai pembiayaan kebijakan ini merupakan
pembiayaan yang bersifat sosial dan non komersial, nasabah cukup
mengembalikan pokoknya saja.
4. Akad Bersyarikat
Akad bersyarikat adalah kerjasama antara dua pihak atau lebih dan masing-masing
pihak mengikutsertakan modal (dalam berbagai bentuk) dengan perjanjian
pembagian keuntungan/kerugian yang disepakati
5. Produk Pembiayaan
Penyediaan uang dan tagihan berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-
meminjam diantara BMT dengan pihak lain yang mewajibkan pihak meminjam
untuk melunasi utangnya beserta bagi hasil setelah jangka waktu tertentu.
Bagi hasil dikenal juga dengan istilah profit sharing. Bagi hasil menurut Ridwan
(2005:120-121) yaitu distribusi beberapa bagian laba pada para pegawai dari suatu
perusahaan. Penentuan tingkat bagi hasil dihitung setiap bulan atau setiap periode
tertentu sesuai dengan periode perhitungan pendapatan usaha sesuai dengan nisbah
yang ditentukan dimuka. Nisbah merupakan proporsi pembagian bagi hasil dan
biasanya ditentukan dengan suatu perbandingan.
Tabel 1. Tabel Pembiayaan Mudharabah pada BMT AL-FATH IKMI Jakarta Selatan
No Tahun Jumlah Nasabah Jumlah Pembiayaan
1 2009 509 Rp. 468.000.300
2 2010 1738 Rp. 1.995.094.000

Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa jumlah nasabah pembiayaan
mudharabah pada AL-FATH IKMI Jakarta Selatan mengalami peningkatan sebanyak
4,2 kali lipat. Peningkatan pembiayaan mudharabah pada AL-FATH IKMI Jakarta
Selatan diduga karena AL-FATH IKMI Jakarta Selatan berprinsip syariah dengan
sistem bagi hasil sesuai dengan harapan nasabah. Apabila usaha nasabah merugi maka
nasabah cukup mengembalikan pokoknya saja. Metode perhitungan bagi hasil pada
waktu akad yang digunakan oleh AL-FATH IKMI Jakarta Selatan adalah profit
sharing yaitu perhitungan bagi hasil yang mendasarkan pada laba dari pengelola
dana. Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi peningkatan pembiayaan pada
AL-FATH IKMI Jakarta Selatan diantaranya adalah alasan keuangan, alasan
perluasan jenis barang dan alasan perbaikan tempat usaha. Berdasarkan permasalahan
di atas, maka menarik untuk dilakukan suatu penelitian dengan judul Analisis
Pemahaman Pedagang Kecil Di Pasar Kebayoran Lama Terhadap Pemanfaatan
Pembiayaan Mudharabah BMT AL-FATH IKMI Jakarta Selatan





1.2 Permasalahan
Adapun permasalahan dalam penelitian ini adalah:
1. Bagaimana pemahaman pedagang kecil di pasar Kebayoran Lama terhadap
pemanfaatan pembiayaan mudharabah di BMT AL-FATH IKMI Jakarta Selatan?
2. Seberapa besar pengaruh pemahaman pedagang kecil di pasar Kebayoran Lama
terhadap pemanfaatan pembiayaan mudharabah di BMT AL-FATH IKMI Jakarta
Selatan?

1.3 Tujuan dan Kegunaan Penelitian
1.3.1 Tujuan penelitian ini adalah:
a. Mengetahui Pemahaman pedagang kecil terhadap pemanfaatan pembiayaan
mudharabah BMT AL-FATH IKMI Jakarta Selatan.
b. Mengetahui pengaruh persepsi pedagang kecil terhadap pemanfaatan pembiayaan
mudharabah BMT AL-FATH IKMI Jakarta Selatan.

1.3.2 Kegunaan penelitian ini adalah:
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan berbagai macam kegunaan diantaranya:
a. Bagi Perkembangan Ilmu Pengetahuan
Penelitian ini diharapkan memberikan informasi dan wawasan serta menambah
khasanah kepustakaan khususnya di Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial Jurusan
Ilmu Ekonomi Studi Pembangunan.
b. Bagi Perusahaan
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan yang berguna bagi pihak
BMT dalam rangka pembinaan kepada usaha kecil dan menengah.


c. Bagi Penulis
Penelitian ini diharapkan dapat menerapkan ilmu pengetahuan yang penulis
dapatkan di bangku kuliah ke dalam kondisi praktis yang ada di masyarakat.

1.4 Penilitian Terdahulu
1. Anik Suryanti
Rahman melakukan penelitian baitul maal wa tamwil (BMT) (Studi Tentang Aspek
Kelembagaan Di BMT SUMBER USAHA
Tengaran, Semarang).
2. Muhammad Bardaini
Rahman melakukan penelitian tentang hubungan kredit usaha baitul maal
wattamwil (BMT) dengan pendapatan usaha mikro di Kabupaten Tegal.

1.5 Sistematika Penulisan Skripsi
Sistematika penulisan skripsi merupakan garis besar penyusunan skripsi yang
bertujuan untuk memudahkan jalan pikiran dalam memahami secara keseluruhan isi
skripsi. Sistematika penulisan skripsi dibagi menjadi tiga bagian pokok.

I. Bagian Awal terdiri dari Judul Skripsi, Abstrak, Pengesahan, Motto dan Persembahan,
Kata Pengantar, Daftar Isi, Daftar Tabel, dan Daftar Lampiran.
II. Bagian Isi, terdiri dari



BAB I PENDAHULUAN
Diuraikan tentang Alasan Pemilihan Judul, Permasalahan, Tujuan Penelitian dan
Kegunaan, Sistematika Penulisan Skripsi.

BAB II LANDASAN TEORI
Diuraikan mengenai teori-yeori yang digunakan sebagai dasar pembahasan selanjutnya,
meliputi: Persepsi Pedagang Kecil, Pembiayaan Mudharabah dan Baitul Mal Wattamwil.

BAB III METODE PENELITIAN
Diuraikan tentang Populasi dan Sampel Penelitian, Variabel Penelitian, Metode
Pengumpulan Data, Analisis Data.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
Bagian ini merupakan pelaporan hasil penelitian serta pembahasan Dari Hasil Penelitian.
BAB V PENUTUP
Diuraikan tentang kesimpulan dari penelitian yang dilakukan.

III. Bagian akhir terdiri dari Daftar Pustaka, Lampiran







BAB II
LANDASAN TEORI DAN HIPOTESIS
2.1 Landasan Teori
2.1.1 Pembiayaan
Pembiayaan menurut Hendry (1999:25) adalah kerjasama antara lembaga dan
nasabah dimana lembaga sebagai pemilik modal (shahibul maal) dan nasabah
sebagai fungsi untuk menghasilkan usahanya. Pembiayaan menurut Undang-
Undang Perbankan No. 7 tahun 1992 kemudian direvisi menjadi Undang-Undang
Perbankan No. 10 tahun 1998 dalam Wibowo (2005:35) Pasal 1 ayat 12
menyatakan pembiayaan berdasarkan prinsip syariah adalah penyediaan uang atau
tagihan yang dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan
antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai untuk
mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan
imbalan atau bagi hasil. Pasal 1 ayat 13 berbunyi prinsip syariah adalah aturan
perjanjian berdasarkan hukum Islam antara bank dengan pihak lain untuk
menyimpan dana dan pembiayaan kegiatan usaha, atau kegiatan lainnya yang
dinyatakan sesuai dengan syariah, antara lain pembiayaan berdasarkan prinsip
bagi hasil (mudharabah), pembiayaan berdasarkan prinsip penyertaan modal
(musharakah),prinsip jual beli barang dengan memperoleh keuntungan
(murabahah), pembiayaan barang modal berdasarkan prinsip sewa murni tanpa
pilihan (ijarah), atau dengan adanya pilihan pemindahan kepemilikan atas barang
yang disewa dari pihak bank oleh pihak lain.
Dari pengertian pembiayaan diatas dapat disimpulkan bahwa pembiayaan
adalah suatu pemberian pinjaman berdasarkan prinsip kepercayaan dan persetujuan
pinjam-meminjam antara pemilik modal dan nasabah sebagai fungsi untuk
menghasilkan usahanya dimana nasabah berkewajiban mengembalikan hutangnya
sesuai dengan persetujuan yang disepakati.
Secara umum tujuan pembiayaan menurut Muhammad (2005:17-18)
dibedakan menjadi dua kelompok yaitu: tujuan pembiayaan untuk tingkat makro
dan tujuan pembiayaan untuk tingkat mikro.
Secara makro pembiayaan bertujuan untuk:
a. Peningkatan ekonomi umat, artinya: masyarakat yang tidak dapat akses secara
ekonomi, dengan adanya pembiayaan mereka dapat melakukan akses
ekonomi. Dengan demikian dapat meningkatkan taraf ekonominya.
b. Tersedianya dana bagi peningkatan usaha, artinya: untuk pengembangan usaha
membutuhkan dana tambahan. Dana tambahan ini dapat diperoleh dengan
melakukan aktivitas pembiayaan. Pihak yang surplus dana menyalurkan
kepada pihak yang minus dana, sehingga dapat tergulirkan
c. Meningkatkan produktivitas, artinya: adanya pembiayaan memberikan
peluang bagi masyarakat usaha mampu meningkatkan daya produksinya.
Sebab upaya produksi tidak akan jalan tanpa adanya dana.
d. Membuka lapangan kerja baru, artinya: dengan dibukanya sektor-sektor usaha
melalui penambahan dana pembiayaan maka sektor usaha tersebut akan
menyerap tenaga kerja. Hal ini berarti menambah atau membuka lapangan
kerja baru.
e. Terjadi distribusi pendapatan, artinya: masyarakat usaha produktif mampu
melakukan aktivitas kerja berarti mereka akan memperoleh pendapatan dari
hasil usahanya. Penghasilan merupakan bagian dari pendapatan masyarakat.
Jika ini terjadi maka akan terdistribusi pendapatan.

Secara mikro pembiayaan diberikan dalam rangka untuk:
a. Upaya memaksimalkan laba, artinya: setiap usaha yang dibuka memiliki
tujuan yaitu menghasilkan laba usaha. Untuk dapat menghasilkan laba yang
maksimal maka mereka perlu dukungan dana yang cukup.
b. Upaya meminimalkan risiko, artinya: usaha yang dilakukan agar mampu
menghasilkan laba maksimal maka pengusaha harus mampu meminimalkan
risiko yang mungkin timbul. Risiko kekurangan modal usaha dapat diperoleh
melalui tindakan pembiayaan.
c. Pendayagunaan sumber ekonomi, artinya: sumber daya ekonomi dapat
dikembangkan dengan melakukan mixing antara sumber daya alam dengan
sumber daya manusia serta sumber daya modal. Dengan demikian pembiayaan
pada dasarnya dapat meningkatkan daya guna sumber-sumber daya ekonomi.
d. Penyaluran kelebihan dana, artinya: dalam kaitannya masalah dana maka
mekanisme pembiayaan dapat menjadi jembatan dalam penyeimbangan dan
penyaluran kelebihan dana dari pihak yang kelebihan (surplus) kepada pihak
yang kekurangan (minus) dana.

Fungsi pembiayaan di dalam perekonomian atau perdagangan dan keuntungan
dalam garis besarnya menurut Muhammad (2005:17-21) adalah:
1. Meningkatkan daya guna uang Para penabung menyimpan uangnya di bank
dalam bentuk giro, tabungan dan deposito. Uang tersebut dalam persentase
tertentu ditingkatkan kegunaannya oleh bank guna suatu usaha peningkatan
produktivitas.


2. Meningkatkan daya guna barang
Produsen dengan bantuan pembiayaan bank dapat memindahkan barang dari
suatu tempat ke tempat yang kegunaanya kurang ke tempat yang lebih
bermanfaat. Pemindahan barang-barang tersebut tidaklah dapat diatasi oleh
keuangan para distributor aja dan oleh karenanya mereka memerlukan bantuan
permodalan dari bank berupa pembiayaan.
3. Meningkatkan peredaran uang.
Melalui pembiayaan peredaran uang kartal maupun uang giral akan lebih
berkembang karena pembiayaan menciptakan suatu kegairahan berusaha
sehingga penggunaan uang akan bertambah baik secara kualitatif maupun
kuantitatif.
4. Menimbulkan kegairahan berusaha
Setiap manusia adalah makhluk yang selalu berusaha memenuhi kebutuhanya.
Kegiatan usaha sesuai dengan dinamikanya akan selalu meningkat, akan tetapi
peningkatan usaha tidaklah selalu diimbangi dengan peningkatan
kemampuannya yang berhubungan dengan manusia lain yang mempunyai
kemampuan. Karena itulah maka pengusaha akan selalu berhubungan dengan
bank untuk memperoleh bantuan permodalan guna peningkatan usahanya.
5. Stabilitas ekonomi
Dalam keadaan ekonomi kurang sehat, langkah-langkah stabilitas pada
dasarnya diarahkan pada usaha-usaha untuk antara lain :
a. Pengendalian inflasi.
b. Peningkatan ekspor.
c. Rehabilitasi prasarana.
d. Pemenuhan kebutuhan-kebutuhan pokok.
6. Sebagai jembatan untuk peningkatan pendapatan nasional Syarat-syarat
Pembiayaan Perbankan Bagi UMKM :
1. Usia Minimum 17 tahun.
2. Menyerahkan fotokopi kartu keluarga.
3. Menyerahkan fotokopi KTP suami istri.
4. Menyerahkan foto suami istri.
5. Menyerahkan fotokopi surat nikah suami istri.
6. Apabila belum menikah melampirkan fotokopi KTP orangtua dan surat
persetujuan orangtua untuk mengambil kredit.
7. Menyerahkan jaminan sertifikat rumah atau BPKB.

2.1.2 Mudharabah
Mudharabah menurut At-Tariqi (2004:147) adalah transaksi dimana seseorang
membayar kepada orang lain untuk dipergunakan dalam perdagangan dan
keuntungan yang diperoleh dibagi berdasarkan kesepakatan bersama. Mudharabah
menurut Muhammad (2005:102) adalah kerjasama usaha antara dua pihak dimana
pihak pertama sebagai pemilik dana (shahibul maal) menyediakan seluruh dana
sedangkan pihak lainnya (mudharib) mengelola usaha dengan keuntungan usaha
dibagi menurut kesepakatan bersama yang dituangkan dalam kontrak, sedangkan
apabila usaha rugi bukan akibat kelalaian pengelola usaha maka kerugian
ditanggung oleh pemilik dana (shahibul maal).




Gambar 1. Mudharabah








Unsur- unsur yang terdapat dalam pembiayaan mudharabah menurut
Muhammad (2005:102-105) adalah :
1. Ijab dan Qabul
Ijab dan qabul antara kedua pihak memiliki syarat-syarat yaitu harus jelas
menunjukan maksud untuk melakukan kegiatan mudharabah dan harus
dertemu antara kedua belah pihak agar dicapai kesepakatan.
2. Adanya dua pihak (pihak penyedia dana dan pengusaha)
Para pihak disyaratkan cakap bertindak secara syarI artinya penyedia dana
memiliki kapasitas untuk menjadi pemodal dan pengusaha memiliki
kapasitas menjadi pengelola.
3. Adanya modal.
Adapun syarat-syarat modal adalah modal harus jelas jumlah dan jenisnya
dan diketahui oleh kedua belah pihak pada waktu dibuatnya akad
mudharabah sehingga tidak menimbulkan sengketa dalam pembagian
keuntungan karena ketidakjelasan jumlah dan modal harus berupa uang
bukan barang.
Perjanjian
Bagi Hasil
Nasabah Lembaga
Keuangan
Modal
Proyek Usaha
Pembagian
Keuntungan
4. Adanya Usaha (al-aml)
Jenis usaha yang diperbolehkan adalah semua jenis usaha tentusaja tidak
hanya menguntungkan tetapi juga harus sesuai dengan syariah sehingga
merupakan usaha yang halal. Dalam usaha ini penyedia dana tidak boleh
ikut campur dalam teknis operasional dan manajemen usaha dan tidak boleh
membatasi usaha sedemikian rupa sehingga mengakibatkan upaya
pemerolehan keuntungan maksimal tidak tercapai.
5. Adanya keuntungan
Keuntungan disyaratkan bahwa keuntungan tidak boleh di hitung
berdasarkan persentase dari jumlah modal yang diinvestasikan, melainkan
hanya keuntungannya saja setelah dipotong besarnya modal, keuntungan
untuk masing-masing pihak tidak ditentukan dalam jumlah nominal dan
nisbah pembagian keuntungan ditentukan dengan persentase.

Karakteristik transaksi mudharabah dalam Harahap (2005:72) adalah
sebagai berikut:
1. Dana Mudharabah
Dana mudharabah yang dihimpun harus dalam bentuk uang tunai dan bukan
piutang serta dinyatakan dengan jelas jumlahnya dan harus diserahkan
kepada mudharib untuk memungkinkannya melakukan usaha.
2. Keuntungan
Pembagian keuntungan harus didasarkan sesuai dengan nisbah yang
disepakati pada awal dan dituangkan dalam akad. Apabila ditetapkan bahwa
semua keuntungan untuk satu pihak saja, atau sejumlah uang masuk untuk
salah satu pisak saja tanpa persen pembagian maka muamalat tersebut tidak
sah. Nisbah keuntungan berdasarkan perjanjian yang disetujui pada awal
kontrak dan tidak ada jaminan kepada shahibul maal bahwa shahibul maal
akan memperoleh keuntungan. Dalam hal usaha yang dijalankan
mengalami kerugian dan kerugian tersebut bukan kesalahan atau kelalaian
mudharib maka kerugian tersebut sepenuhnya ditanggung oleh shahibul
maal. Mudharib hanya akan menanggung kerugian dari segi waktu dan
tenaga saja.
3. Peranan Bank Islam dalam hal pencampuran harta dan benda mudharabah
dengan pihak ketiga merupakan hal penting dalam bidang operasinya.
Karena bank adalah badan perantara antara unit kelebihan dan unit
kekurangan dimana dalam perantaraan itu amat diperlukan pandangan
bahwa hubungan langsung antara kedua unit itu amat sukar diwujudkan
tanpa perantaraan bank karena sebab-sebab tertentu antara lain kemampuan
beberapa unit kelebihan yang tidak mencukupi untuk menampung
keperluan unit kekurangan yang memerlukan biaya berjuta-juta rupiah, tapi
melalui tabung yang dikendalikan bank maka keperluan itu dapat diatasi.

Jenis-jenis mudharabah menurut Harahap (2005:71) adalah sebagai berikut:
1. Mudharabah Muthlaqah (Investasi Tidak Terikat)
Mudharabah mutlaqah adalah pemilik dana memberikan kebebasan kepada
pengelola dana untuk menjalankan proyek tanpa larangan/gangguan apapun
yang berkaitan dengan proyek itu dan tidak terikat dengan waktu,tempat,
jenis perusahaan dan pelanggan.
Investasi tidak terikat pada usaha perbankan syariah diaplikasikan pada
tabungan dan deposito.
2. Mudharabah Muqayyadah (Investasi Terikat)
Mudharabah muqayyadah adalah pemilik dana membatasi atau memberi
syarat batasan kepada pengelola dana mengenai tempat, cara dan obyek
investasi.
Kedudukan bank pada investasi terikat pada prinsipnya sebagai agen saja, dan
atas kegiatannya tersebut bank menerima imbalan berupa fee. Pola dalam
investasi terikat dapat dilakukan dengan cara:
a. Chanelling, apabila semua resiko ditanggung oleh pemilik dana, bank
sebagai agen tidak menanggung resiko apapun.
b. Executing, apabila semua risiko ditanggung oleh pemilik dana, bank
sebagai agen juga menanggung risiko.

2.1.3 Metode Bagi Hasil
Bagi hasil dikenal juga dengan istilah profit sharing dalam Ridwan (2005:120-
121) yaitu distribusi beberapa bagian laba pada para pegawai dari suatu
perusahaan. Penentuan tingkat bagi hasil dihitung setiap bulan atau setiap periode
tertentu sesuai dengan periode perhitungan pendapatan usaha sesuai dengan nisbah
yang ditentukan dimuka. Nisbah merupakan proporsi pembagian bagi hasil dan
biasanya ditentukan dengan suatu perbandingan. Konsep bagi hasil pada bank
syariah yang terdapat pada IBI (2003:265) adalah:
1. Pemilik dana menginvestasikan dananya melalui lembaga keuangan bank yang
bertindak sebagai pengelola dana.
2. Pengelola/bank syariah mengelola dana tersebut dalam system pool of fund,
selanjutnya bank akan menginvestasikan dana tersebut ke dalam proyek/usaha
yang layak dan menguntungkan serta memenuhi aspek syariah.
3. Kedua belah pihak menandatangani akad yang berisi ruang lingkup kerjasama,
nominal, nisbah, dan jangka waktu berlakunya kesepakatan tersebut.
Mekanisme perhitungan bagi hasil dapat didasarkan pada dua cara (Wiyono
2005:57-58) yaitu:
1. Profit Sharing (bagi laba)
Perhitungan bagi hasil menurut profit sharing adalah perhitungan bagi hasil
yang mendasarkan pada laba dari pengelola dana, yaitu pendapatan usaha
dikurangi dengan beban usaha untuk mendapatkan pendapatan usaha tersebut.
Kelebihan pada perhitungan bagi hasil menurut profit sharing adalah semua
pihak yang terlibat dalam akad akan mendapatkan bagi hasil sesuai dengan laba
yang diperoleh atau tidak akan mendapatkan laba apabila pengelola dana
mengalami kerugian yang normal. Kelemahan dari perhitungan bagi hasil
menurut profit sharing adalah pemilik dana tidak akan mendapatkan bagi hasil
apabila pengelola dana menderita kerugian.
2. Revenue Sharing (bagi pendapatan)
Perhitungan bagi hasil menurut revenue sharing adalah perhitungan bagi hasil
yang mendasarkan pada revenue (pendapatan) dari pengelola dana, yaitu
pendapatan usaha sebelum dikurangi dengan beban usaha untuk mendapatkan
pendapatan usaha tersebut. Kelebihan pada perhitungan bagi hasil menurut
revenue sharing adalah kedua belah pihak akan selalu mendapatkan bagi hasil
karena bagi hasil dihitung dari pendapatan pengelola dana. Kelemahan dari bagi
hasil menurut revenue sharing adalah pemilik dana akan memperoleh bagi hasil
walaupun pengelola dana mengalami kerugian.


Faktor-faktor yang mempengaruhi bagi hasil (Ridwan 2005:123-124) adalah:
1. Faktor langsung (direct factor) yang dapat mempengaruhi tingkat bagi hasil
meliputi:
a. Investment rate, merupakan prosentase aktual dana yang dapat
diinvestasikan dari total dana yang terhimpun.
b. Jumlah dana yang tersedia untuk diinvestasikan merupakan jumlah dana
dari berbagai sumber yang dapat diinvestasikan.
c. Nisbah (profit sharing) merupakan proporsi pembagian hasil usaha.

2. Faktor tidak langsung yang dapat mempengaruhi tingkat bagi hasil meliputi :
a. Penentuan biaya dan pendapatan.
Pemilik dana dan pengelola usaha akan melakukan share baik dalam
pendapatan maupun biaya. Jika semua biaya ditanggung oleh pemilik dana
maka hal ini disebut revenue sahring.
b. Kebijakan akuntansi.
c. Bagi hasil akan dibayarkan sesuai dengan kebijakan akuntansinya.
Perbedaan penerapan metode bunga pada bank konvensional dan metode bagi hasil
pada bank syariah seperti pada tabel 3.
Tabel 2. Perbedaan Metode Bunga dengan Metode Bagi Hasil
Metode Bunga Metode Bagi Hasil
Penentuan bunga dibuat pada waktu akad
dengan tanpa berpedoman pada untungrugi.
Penentuan besarnya rasio bagi hasil
dibuat pada waktu akad dengan
berpedoman pada kemungkinan untung
rugi.
Besarnya presentase berdasarkan pada
uang (modal) yang dipinjamkan
Besarnya rasio bagi hasil berdasarkan
pada keuntungan yang diperoleh


Pembayaran bunga tetap seperti
dijanjikan tanpa pertimbangan apakah
proyek yang akan dijalankan oleh
untung atau rugi.
Bagi hasil bergantung pada keuntungan
proyek yang dijalankan. bila usaha
merugi, kerugian akan ditanggung
bersama oleh kedua belah pihak.
pembayaran bunga tidak meningkat
sekalipun keuntungan berlipat
pembagian laba meningkat sesuai
dengan peningkatan pendapatan
Eksistensi bunga diragukan. Tidak ada yang meragukan keabsahan
bagi hasil.
Sumber: Antonio (2001:16)

2.1.4 Pemahaman
Pemahaman menurut Krehtner (2005:202-213) adalah proses interpretasi
seseorang akan lingkungannya. Pemahaman sosial meliputi empat tahap proses
informasi, yaitu:
1. Tahap pertama adalah perhatian yang selektif dan pemahaman. Pada fase ini
terjadi proses untuk menyadari sesuatu atau orang.
2. Tahap kedua adalah pengkodean dan penyederhanaan. Pada fase ini penerima
pesan memberikan informasi-informasi dalam kategori kognitif. Kategori
kognitif yaitu gambaran mental atas suatu peristiwa atau objek..
3. Tahap ketiga adalah penyimpanan. Pada fase ini penerima pesan memasukkan
informasi ke dalam ingatan jangka panjang yang tersusun dalam tiga ruangan
yaitu informasi tentang peristiwa khusus dan umum, semantik yaitu ruangan
yang menunjukkan pada pengetahuan umum tentang dunia, individu yaitu
ruangan yang berisikan tentang individu tunggal atau kelompok-kelompok
organisasi.
4. Tahap keempat adalah tanggapan, penilaian dan keputusan. Pada fase ini
keputusan didasarkan pada penafsiran dan perpaduan antara informasi kategori
yang disimpan dalam ingatan jangka panjang.

2.1.5 Pedagang Kecil
Pedagang kecil atau pengecer (Swastha 2005:192) adalah sebuah lembaga
yang melakukan kegiatan usaha menjual barang kepada konsumen akhir untuk
keperluan pribadi. Pedagang dapat dibedakan atas tiga macam (Wardani 2003:18)
yaitu :
1. Pedagang besar, yaitu seseorang yang melaksanakan transaksi secara besar-
besaran, artinya orang tersebut membeli barang dalam partai besar dan
menjualnya kembali secara besar-besaran pula sehingga tidak melayani
pembelian secara eceran. Termasuk dalam kelompok pedagang besar adalah
grosir dan tengkulak.
2. Pedagang eceran, yaitu orang yang melakukan transaksi pembelian barang
secara besar-besaran dan menjualnya kembali secara eceran/kecil-kecilan.
3. Pedagang kecil, yaitu orang yang melakukan kegiatan pembelian barang secara
eceran/kecil-kecilan.
4. Pedagang kecil, yaitu orang yang melakukan kegiatan pembelian barang secara
kecil kecilan dan menjualnya kembali secara kecilkecilan pula.

Kriteria usaha kecil dalam Undang-undang no 9 tahun 1995 adalah :
1. Memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp.200.000.000 tidak termasuk tanah,
dan bangunan tempat usaha.
2. Milik warga negara Indonesia.
3. Berdiri sendiri bukan merupakan anak perusahaan yang
dimiliki/dikuasai/berafiliasi baik langsung maupun tidak langsung.
4. Berbentuk usaha orang perseorangan, badan usaha yang tidak berbadan hukum.

Karakteristik Usaha Kecil
Maltzman (1985), Hennesy (1984), CICA (1988) dalam Indriasari
(2001:83) mengkategorikan usaha kecil dalam primary dan secondary
characteristic.
Primary characteristic (karakteristik primer) yaitu konsentrasi kepemilikan, tidak
adanya pemisahan tugas yang jelas, operasinya sederhana dan tidak memiliki
dokumentasi yang formal. Secondary characteristic (karakteristik sekunder) yaitu
keterbatasan pengetahuan pekerja mengenai akuntansi, otoritas manajemen terpusat
serta pengambil kebijakan tidak aktif dan efektif.
Sektor usaha kecil yang didalamnya termasuk pedagang kecil mempunyai ciri-ciri
sebagai berikut :
1. Usaha yang dimiliki secara bebas, terkadang tidak berbadan hukum.
2. Operasinya tidak mempertimbangkan keunggulan yang mencolok.
3. Usaha yang dimiliki dan dikelola oleh satu orang.
4. Usaha tidak memiliki karyawan.
5. Modal dikumpulkan dari tabungan pemilik pribadi.
6. Wilayah pasarnya bersifat lokal dan tidak terlalu jauh dari pusat usahanya.

Masalah-masalah yang dihadapi oleh usaha kecil Sutojo (1994:25) dalam Wardani
(2003:19) mencakup hal-hal sebagai berikut:
1. Umumnya usaha kecil memulai usahanya dengan bermodalkan sedikit dana
dan keterampilan yang dimiliki.
2. Terbatasnya sumber-sumber dana yang dapat mereka manfaatkan untuk
membantu kelancaran usahanya, diantaranya dari kredit pemasok (suplier) dan
pinjaman bank. Itu pun dari bank yang mau melayani usaha kecil.
3. Kemampuan mereka untuk memperoleh pinjaman kredit dari bank relatif
rendah. Diantara penyebab-penyababnya adalah kekurang mampuan mereka
dalam menyediakan jaminan, proposal kredit yang lemah dan lain-lain.
4. Banyak diantara mereka yang tidak / belum mengerti dari pencatatan keuangan.
Setelah mengetahui ciri-ciri dari usaha kecil, maka hal-hal yang perlu diperhatikan
usaha kecil yang bergerak dibidang eceran atau toko :
1. Harus tahu siapa pembeli dan jumlah pembeli.
2. Berapa perusahaan yang berjualan bersama.
3. Apakah letak toko mudah dicapai.
4. Adakah keluhan pembeli tentang pelayanan, pembungkusan, harga yang lebih
mahal dari tempat lain dengan bahan yang sama.

Aspek-aspek diatas adalah bagian penting dari pemasaran yang harus bisa
dijawab dengan positif. Karena pada dasarnya, bagaimanapun kehebatan sebagai
pedagang apabila barang tidak terjual atau lambat terjual atau pembeli tidak
bertambah maka cepat atau lambat usaha yang sedang dikelola akan gagal.
Beberapa penggolongan pedagang kecil antara lain :
1. Pedagang daging dan ikan.
2. Pedagang tekstil dan pakaian.
3. Pedagang sayur dan rempah-rempah.
4. Pedagang kelontong.
5. Pedagang makanan dan minuman.
6. Penjual jasa.
7. Pedagang buah-buahan dan lain sebagainya

2.1.5 Kerangka Berpikir
Setiap pedagang baik besar maupun kecil selalu berusaha untuk dapat
mengembangkan usahanya. Salah satu kendala yang dihadapi oleh para pedagang
dalam mengembangkan usahanya antara lain keterbatasan modal usaha yang
dimiliki. Kredit atau pembiayaan merupakan salah satu jalan yang dapat diambil
oleh para pedagang dalam penambahan modal. Bank menyediakan jasa perkreditan
untuk mengatasi masalah kekurangan modal bagi para pedagang. Bank meminta
jaminan kepada nasabah sebagai pengaman apabila debitur tidak mampu melunasi
kreditnya. Penyediaan jaminan untuk memperoleh kredit menjadi pembatas bagi
pedagang kecil untuk bisa memanfaatkan jasa perkreditan dikarenakan tidak semua
pedagang kecil mampu menyediakan jaminan yang dipersyaratkan oleh bank.
Koperasi Jasa Keuangan Syariah BMT AL-FATH IKMI Jakarta Selatan.
menyediakan jasa pembiayaan untuk mengatasi masalah kekurangan modal bagi
pedagang kecil dengan sistem bagi hasil yaitu pembiayaan mudharabah. Beberapa
alasan para pedagang kecil mengambil pembiayaan mudharabah pada KJKS BMT
AL-FATH IKMI Jakarta Selatan. antara lain pandangan prosedur pembiayaan,
pandangan kesesuaian bagi hasil dan pandangan sarana dan pra sarana. Untuk
memperjelas pemahaman pedagang kecil di pasar Kebayoran lama terhadap
pembiayaan mudharabah, dapat ditunjukkan gambar sebagai berikut :


Gambar 2
Kerangka Berpikir






Pemahaman Pedagang Kecil Pembiayaan Mudharabah
2.2 HIPOTESIS
Hipotesis menurut Arikunto (2002:67) adalah suatu jawaban sementara
terhadap permasalahan penelitian sampai terbukti melalui data yang terkumpul. Jadi
hipotesis merupakan suatu kesimpulan atau jawaban sementara yang masih perlu
adanya pembuktian atas kebenaran.
Hipotesis dari penelitian ini adalah ada pengaruh pemahaman pedagang kecil
terhadap pembiayaan mudharabah BMT AL-FATH IKMI Jakarta Selatan.
Ho : = 0 Pedagang Kecil memahami pembiayaan Mudharabah.
Ha : 0 Pedagang Kecil tidak memahami pembiayaan Mudharabah.

















BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Populasi Penelitian
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pedagang kecil di pasar Kanjengan yang
mengambil pembiayaan mudharabah pada AL-FATH IKMI Jakarta Selatan tahun 2010
sebanyak 1738 orang dengan rincian sebagai berikut:

Tabel 3. Populasi Pembiayaan Mudharabah Tahun 2010
No Bulan Jumlah Nasabah Jumlah Pembiayaan
1 Januari 89 Rp. 86.550.000
2 Februari 100 Rp. 127.550.000
3 Maret 118 Rp. 112.100.000
4 April 160 Rp. 206.876.000
5 Mei 151 Rp. 176.650.000
6 Juni 169 Rp. 187.900.000
7 Juli 196 Rp. 205.950.000
8 Agustus 192 Rp. 244.150.000
9 September 201 Rp. 199.100.000
10 Oktober 168 Rp. 217.850.000
11 November 55 Rp. 74.378.000
12 Desember 139 Rp. 156.040.000
Jumlah 1738 Rp.1.995.094.000
(Sumber: Daftar Pembiayaan Pedagang Kecil thn 2010KJKS Cab.
Selatan)



3.2 Sampel Penelitian
Sampel menurut Narbucko (2005:107) adalah sebagian individu yang diselidiki dari
keseluruhan individu penelitian. Sampel dalam penelitian ini adalah sebagian pedagang
kecil di pasar Kebayoran lama yang mengambil pembiayaan mudharabah BMT AL-
FATH IKMI Jakarta Selatan..
Pengambilan besarnya sampel menurut Arikunto (2002:109,112) tergantung dari :
1. Kemampuan peneliti dilihat dari waktu, tenaga dan dana.
2. Sempit luasnya wilayah pengamatan dari setiap subjek, karena hal ini menyangkut
banyak sedikitnya dana.
3. Besar kecilnya resiko yang ditanggung oleh peneliti.
Pengambilan minimum ukuran sampel dalam Umar (2003:141) dapat
digunakan rumus slovin sebagai berikut:


dimana:
n = ukuran sampel
N = ukuran populasi
e = persen kelonggaran ketidaktelitian karena kesalahan pengambilan sampel yang masih
dapat ditolerir.
Persen kelonggaran ketidaktelitian karena kesalahan pengambilan sample dalam
penelitian ini sebesar 10% karena tingkat homogenitas sample yang tinggi.
Maka ukuran sampelnya adalah :


uibulatkan menjaui
Proporsi sampel dari tiap-tiap golongan populasi dihitung seperti di bawah ini :
Tabel 4. Proporsi Sampel Dari Tiap Golongan
Bulan Jumlah Nasabah Proporsi sampel Jumlah Sampel
Januari 89

x
5
Februari 100

x
5
Maret 118

x
6
April 160

x
9
Mei 151

x
8
Juni 169

x
9
Juli 196

x
11
Agustus 192

x
11
September 201

x
11
Oktober 168

x
9
November 55

x
3
Desember 139

x
8
Jumlah 1738 95

3.3 Variabel Penelitian
Untuk mempermudah dalam memahami dan menganalisis dalam penelitian ini maka
dikemukakan terlebih dahulu tentang variabel penelitian.
Variabel penelitian menurut Arikunto (2002:96) adalah objek penelitian atau apa yang
menjadi titik perhatian suatu penelitian. Adapun variabel penelitian ini meliputi:

1. Variabel Independent (X) menurut Narbucko (2005:119) yaitu variable yang secara
bebas berpengaruh terhadap variabel lain.
Variabel independen dalam penelitian ini adalah persepsi pedagang kecil di di pasar
Kebayoran Lama, Jakarta Selatan dengan indikator: pandangan prosedur pelayanan,
pandangan kesesuaian bagi hasil, pandangan sarana dan prasarana.

2. Variabel Dependent (Y) menurut Narbucko (2005:119) yaitu variable yang nilainya
dipengaruhi oleh variabel lain.
Variabel dependen dalam penelitian ini adalah pembiayaan mudharabah, dengan
indikator persediaan barang, pemenuhan kecukupan uang dan perbaikan perlengkapan
usaha.

3.4. Metode Pengumpulan Data
Untuk mendapatkan data yang dibutuhkan dalam penelitian ini maka peneliti
menggunakan metode angket dan wawancara.
1. Metode Angket (Kuesioner)
Metode angket digunakan sebagai cara untuk memperoleh data dengan memberikan
daftar pertanyaan yang telah dibuat sebelumnya kepada responden (nasabah yang
mengambil pembiayaan mudharabah di KJKS BMT AL-FATH IKMI Jakarta Selatan)
yang hasilnya berupa jawaban dari responden. Metode ini digunakan untuk
mengungkap persepsi para pedagang mengenai pembiayan mudharabah di KJKS
BMT AL-FATH IKMI Jakarta Selatan. Kuesioner yang digunakan dalam penelitian
ini termasuk dalam kuesioner langsung jenis pilihan artinya bahwa kuesioner itu
diberikan langsung kepada responden yang dimintai jawaban dan dikatakan jenis
pilihan karena kuesioner tersebut berisi pertanyaan yang disertai empat alternatif
jawaban yang telah disediakan sehingga dalam menjawab terikat kepada sejumlah
kemungkinan jawaban yang sudah disediakan tersebut.
Adapun ketentuan dari empat alternatif jawaban adalah :
a. Alternatif jawaban a diberi skor 4
b. Alternatif jawaban b diberi skor 3
c. Alternatif jawaban c diberi skor 2
d. Alternatif jawaban d diberi skor 1

2. Wawancara
Metode wawancara merupakan teknik komunikasi langsung, kepada pedagang kecil
di pasar kebayoran lama Jakarta Selatan maupun pihak BMT AL-FATH IKMI Jakarta
Selatan, untuk memperoleh kejelasan informasi yang berhubungan dengan data
dokumentasi maupun jawaban pengisian kuesioner dari responden.

3.5 Validitas dan Reliabilitas
Data merupakan penggambaran variabel yang diteliti dan berfungsi sebagai alat
pembuktian hipotesis. Data sangat menentukan bermutu tidaknya hasil penelitian yang
tergantung dari baik tidaknya instrument pengumpul data. Instrumen yang baik harus
memiliki dua persyaratan penting yaitu valid dan reliabel.
1. Validitas
Validitas (Arikunto 200:160 adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat-tingkat
kevalidan atau kesahihan suatu instrumen. Instrumen dikatakan valid apabila dapat
mengungkapkan data dari variabel yang akan diteliti secara tepat. Suatu instrumen
yang valid atau shahih mempunyai validitas yang tinggi, sebaliknya instrumen yang
kurang valid mempunyai validitas yang rendah. Untuk mengetahui data yang
diperoleh maka dilakukan uji validitas dengan rumus korelasi product moment
sebagai berikut:


Keterangan :
r xy : Koefisien korelasi.
N : Jumlah responden.
X : Skor butir.
Y : Skor total.
Penentuan valid atau tidaknya indikator dapat ditentukan dengan
membandingkan antara r hitung dengan r yang terdapat pada tabel. Jika r hitung lebih
besar dari r tabel maka instrumen dinyatakan valid dan dapat digunakan untuk
mengambil data penelitian. Untuk memudahkan perhitungan dipergunakan alat bantu
berupa Program SPSS Versi 17. Uji validitas dilakukan terhadap 30 sampel sebagai
try out. Untuk jumlah N sebanyak 30, maka degree of freedom adalah sebesar 30 2
= 28. Berdasarkan tabel, untuk df 28 pada taraf signifikansi 0,05 diperoleh nilai r tabel
sebesar 0,374.
2. Reliabilitas
Reliabilitas menunjuk pada suatu pengertian bahwa sesuatu instrument cukup dapat
dipercaya untuk digunakan sebagai alat pengumpul data karena instrumen tersebut
sudah baik (Arikunto 2002:170). Reliabilitas sebagai alat ukur dimaksudkan untuk
mengetahui sejauh mana kebenaran alat ukur tersebut sesuai atau cocok digunakan
sebagai alatukur.



Keterangan :
r11 : reliabilitas instrumen.
K : banyaknya butir pertanyaan.
ab2 : jumlah varians butir.
2 : varians total.
Berikut adalah hasil uji reliabilitas dalam penelitian ini terhadap kedua variabel
penelitian:
Tabel 5. Uji Reliabilitas
Variabel R hitung R tabel keterangan
Persepsi Pedagang Kecil
0,7990 0,202 Reliabel
Pemanfaatan Pembiayaan
0,7077 0,202 Reliabel

Hasil perhitungan kemudian dikonsultasikan dengan r tabel product moment,
apabila r hitung > r tabel maka instrumen tersebut reliabel dan dapat digunakan untuk
mengambil data penelitian. Setelah diuji dan dianalisis, diperoleh koefisien reliabel
(r11 ) sebesar 0,7990 untuk variabel persepsi pedagang kecil dan 0,7077 untuk variabel
pemanfaatan pembiayaan mudharabah. Sedangkan nilai r tabel untuk taraf signifikansi
5% pada N= 95 adalah sebesar 0,202. Jadi kesimpulan yang diperoleh dari alat
pengumpul data adalah reliabel, sehingga instrumen tersebut dapat digunakan untuk
mengambil data dalam penelitian.

3.6 Metode Analisis Data
Metode analisis data adalah suatu metode yang digunakan untuk mengolah hasil
penelitian guna memperoleh suatu kesimpulan. Metode analisis data yang digunakan
adalah:
1. Analisis Deskriptif Persentase
Analisis ini digunakan untuk mendeskripsikan hasil data dari variable bebas yaitu
persepsi pedagang kecil di pasar Kanjengan kota Semarang beserta indikatornya dan
variabel terikat yaitu pembiayaan mudharabah beserta indikatornya.
2. Analisis Statistik
Penelitian ini hanya ada satu variabel bebas maka menggunakan model regresi
sederhana (Gujarati 2002:6), dengan spesifikasi model sebagai berikut :
Y = a + bX
Dimana:
Y = Pemanfaatan pembiayaan mudharabah
X = Persepsi pedagang kecil
a = Intersep kurva estimasi (konstanta)
b = koefisien regresi mengukur besarnya pengaruh X terhadap Y.

Pembuktian hipotesis dalam penelitian ini dilakukan denga menggunakan Uji F, yaitu
untuk mengetahui sejauh mana variable bebas yang digunakan mampu menjelaskan
variabel terikat. Jika Fhitung > Ftabel maka menolak hipotesis nol (Ho) dan menerima
hipotesis alternative (Ha), artinya variabel bebas berpengaruh terhadap variabel
terikat.
Selain melakukan pembuktian dengan uji F, dicari koefisien determinasi (R 2 )
keseluruhan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh variabel persepsi pedagang
kecil di pasar Kanjengan Semarang (X) terhadap pemanfaatan pembiayaan
mudharabah (Y).


DAFTAR PUSTAKA


Antonio, M Syafii. 2001. Bank Syariah Dari Teori ke Praktek. Jakarta: Gema
Insani.

Gozali, Ahmad.2005. Serba-Serbi Kredit Syariah. Jakarta: PT. Elex Media
Komputindo.

Harahap, Sofyan S., Wiroso, dan Muhammad Yusuf. 2005 Akuntansi Perbankan
Syariah. Jakarta: LPFE Usakti.

Hendry, Arrison. 1999. Perbankan Syariah. Jakarta: Muamalat Institute.
Ilmi, Makhalul. 2002. Teori dan Praktek Lembaga Mikro Keuangan Syariah.
Yogyakarta: UII Press.

Irmayanto, Juli. 1998. Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya. Jakarta: Media
Ekonomi Universitas Trisakti.

Muhammad. 2005. Manajemen Pembiayaan Bank Syariah. Yogyakarta: UPP
AMP YKPN.

Narbuko,Cholid & H.Abu Achmadi. 2005. Metodologi Penelitian. Jakarta: Bumi
Aksara.

Ridwan, Muhammad.2002. Manajemen Baitul Maal Wa Tamwil (BMT).
Yogyakarta: UII Press.

Sumiyanto, Ahmad. 2005. Problem dan Solusi Transaksi Mudharabah.
Yogyakarta: Magistra Insania Presss.

Sumitro, Warkum. 1996. Azas-Azas Perbankan Islam dan Lembaga-Lembaga
Terkait. Jakarta: PT. Grafindo Persada.

Wiroso. 2005. Penghimpunan Dana dan Distribusi Hasil Usaha Syariah. Jakarta:
PT.Grasindo

You might also like