You are on page 1of 48

BAB I PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG Pada Semester 4 Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran dan kesehatan Universitas Muhammadiyah, kami mendapatkan mata kuliah sistem Urogenital . Dalam Modul pertama pada Sistem Urogenital kami mempelajari konsep dasar penyakit-penyakit system urogenital yang memberikan gejala bengkak pada wajah dan perut. Dalam PBL Modul kedua ini yaitu mengenai Produksi kening menurun. kelompok kami Menjelaskan konsep dasar penyakit-penyakit sistem urogenital, Penyebab serta patomekanisme terjadinya penyakit, kelainan jaringan, gambaran klinis, cara diagnosis dimana dibutuhkan pemeriksaan lain pada penyakit yang memberikan gejala produksi kencing menurun sehingga dapat dilakukannya penganan yang adekuat dan melakukan pencegahan dini agar tidak mengalami penyakit-penyakit yang dapat menyebabkan produksi kencing menurun.

1.2 TUJUAN PENULISAN LAPORAN Mampu menguraikan struktur anatomi, histology dan histofisiologi dari system uropoietik Mampu menyebutkan fungsi masing-masing bagian dari nefron, fungsi sel-sel JGA dalam reninangiotensin sitem Mampu menjelaskan factor-faktor yang mempengaruhi GFR, pinsip hokum starling pada filtrasi ginjal serta proses reabsorbsi dan sekresi di ginjal Mampu menjelaskan perubahan biokimia urin dan kompensasi ginjal dalam keseimbangan asambasa Mampu menjelaskan penyakit-penyakit yang dapat memberikan gejala produksi kencing menurunbaik pada penderita anak-anak maupun dewasa Mampu menjelaskan patomekanisme timbulnya gejala produksi kencing menurun Mampu menjelaskan cara anamnesa, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang yang dibutuhkan untuk mendiagnosis banding beberapa penyakit yang mempunyai gejala produksi kencing menurun

Laporan PBL modul

Halaman 1

Mampu melakukan pemeriksaan laboratorium sedeerhana untuk pemeriksaan penyakit-penyakit system urogenital, terutama yang memberikan gejala produksi kencing menurun Mampu menganalisa hasil laboratorium dan pemeriksaan radiologic (BNO-IVP) pada penderita penyakit system urogenital, terutama yang memberikan gejala produksi kencing menurun Mampu menjelaskan penatalaksanaan penderita-penderita system urogenital, terutama yang memberikan gejala produksi kencing menurun Mampu menjelaskan asupan nutrisi yang sesuai untuk penyakit system urogenital, terutama penyakit dengan gejala produksi kencing menurun Mampu menjelaskan epidemiologi dan tindakan-tindakan pencegahan penyakit-penyakit sitem urogenital, terutama yang memberikan gejala produksi kencing menurun.

Bab II Pembahasan
2.1. Skenario : Produksi kencing menurun
Laporan PBL modul Halaman 2

Seorang pria 68 tahun, masuk rumah sakit dengan keluhan produksi kencing berkurang. Gejala ini disertai muntah-muntah, merasa sangat lemas dan malaise. Dua minggu sebelumnya penderita merasa sangat lemas dan sakit seluruh tubuh, terutama lengan dan kaki, dan penderita minum obat untuk mengurangi rasa sakit tersebut.

2.2. Kata sulit


Malaise : Perasaan yang tidak jelas dari ketidaknyamanan (kamus saku kedokteran Dorland).

2.3. Kata/kalimat kunci


Pria, 68 tahun Produksi kencing berkurang (oliguria) Muntah
Lemas dan malaise

2.4. Pertanyaan
1. Mengapa penderita pada scenario ini mengalami produksi kencing berkurang (oliguria)? 2. Apa penyebab, factor yang mempengaruhi oliguria? 3. Sebutkan penyakit apa saja yang menyebabkan oliguria! 4. Jelaskan hubungan riwayat minum obat pada penderita scenario ini dengan oliguria yang dialaminya! 5. Mengapa rasa sangat lemas dirasakan terutama pada bagian lengan dan tungkai? 6. Jelaskan proses pembentukan urin serta factor yang mempengaruhinya dan berapa volume urin normal pada dewasa dan anak? 7. Jelaskan patomekanisme muntah, lemas, malaise serta hubungannya dengan oliguria! 8. Jelaskan anatomi, histology, histopatologi dari ginjal pada scenario ini? 9. Jelaskan keseimbangan asam-basa yang terjadi di ginjal!
10. Jelaskan Definisi, etiologi, epdemiologi, patomekanisme, manifestasi klinik, langkah

diagnostic, penatalaksanaan, komplikasi, prognosis serta profilaksis dari gagal ginjal akut (Diagnosa banding 1) 11. Jelaskan Definisi, etiologi, epdemiologi, patomekanisme, manifestasi klinik, langkah diagnostic, penatalaksanaan, komplikasi, prognosis serta profilaksis dari gagal ginjal kronik (Diagnosa banding 2)
Laporan PBL modul Halaman 3

12. Jelaskan Definisi, etiologi, epdemiologi, patomekanisme, manifestasi klinik, langkah diagnostic, penatalaksanaan, komplikasi, prognosis serta profilaksis dari glomerulonefritis akut (Diagnosa banding 3)

2.5. Analisa masalah


1. Mengapa penderita pada scenario ini mengalami produksi kencing berkurang (oliguria)? Patomekanisme Oliguria pada skenario Pre Renal

Gagal jantung Hipovolemi hipotensi aktifasi saraf simpatis angitensin II vasokonstriksi arteriol afferen aliran darah ke ginjal berkurang GFR menurun Oliguria Renal

Glomerulonefritis fungsi glomerulus terganggu GFR menurun Oliguria Post Renal

Obstruksi tractus urinarius = hiperplasia prostat uterta tertekan urin sulit keluar Oliguria Penurunan Aliran Darah ke Ginjal

a. Hipovolemihemorage, dehidrasi, diare atau muntah.

Hipovolemi Aliran darah ke ginjal menurun Penurunan GFR Penurunan pengeluaran air dan zat terlarut Oliguria b. Obstruksi dan Stenosis pada Arteri Aferen Obstruksi atau stenosis Aliran darah ke glomerulus menurun GFR menurun Oliguria Peningkatan ADH

Laporan PBL modul

Halaman 4

Meningkatnya osmolaritas ekstraseluler (yang secara praktis meningkatkan Na plasma) merangsang osmoreseptor di Hipofisis posterior ADH dalam plasma meningkat Permeabilitas H2O di Tubulus Distal dan Duktus Koligents pun akan meningkat reabsorpsi H2O dan menurunnya ekskresi H2O Oliguria Akibat Obat Kortikosteroid Meningkatkan reabsopsi Na dan ekresi K+H+ di Tubuli Distal Biasanya reabsopsi Na disertai reabsopsi air Oliguria

Nacl yang menurun Menurunnya NaCl Rangsangan renin (vasokontriktor anterior) Vasokontriktor arterior di glomerulus Menurunnya tekanan darah kapiler glomerulus Menurunnya GFR (Laju Filtrat Glomerulus) Vol urin menurun Oliguria

2. Apa penyebab, factor yang mempengaruhi oliguria? Penyebab oliguria : 1. Pra-renal 1. Hipovolemia, disebabkan oleh : a. Kehilangan darah/ plasma : perdarahan , luka bakar. b. Kehilangan cairan melalui gastrointestinal, kulit, ginjal (diuretik, penyakit ginjal lainnya), pernafasan, pembedahan. c. Redistribusi cairan tubuh : pankreatitis, peritonitis, edema, asites. 2. Vasodilatasi sistemik : a. Sepsis. b. Sirosis hati. c. Anestesia/ blokade ganglion.
Laporan PBL modul Halaman 5

d. Reaksi anafilaksis. e. Vasodilatasi oleh obat. 3. Penurunan curah jantung/kegagalan pompa jantung : a. Renjatan kardiogenik, infark jantung. b. Gagal jantung kongestif (disfungsi miokard, katub jantung). c. Tamponade jantung. d. Disritmia. e. Emboli paru. 2. Renal Kelainan glomeroulus Reaksi imun Hipertensi maligna Kelainan tubulus Kelainan interstisial Kelainan vaskuler

3. Post-renal 1. Obstruksi intra renal : a. Instrinsik : asam urat, bekuan darah, kristal asam jengkol. b. Pelvis renalis : striktur, batu, neoplasma. 2. Obstruksi ekstra renal : a. Intra ureter : batu, bekuan darah. b. Dinding ureter : neoplasma, infeksi (TBC).

Laporan PBL modul

Halaman 6

c. Ekstra ureter : tumor cavum pelvis. d. Vesika urinaria : neoplasma, hipertrofi prostat. e. Uretra : striktur uretra, batu, blader diabetik, paraparesis. Faktor yang mempengaruhi oliguria : Umur dan jenis kelamin Pekerjaan Riwayat kebiasaan seperti banyak minum Riwayat trauma Riwayat penyakit dahulu seperti gagal jantung kongestif Riwayat minum obat jangka panjang serta riwayat alergi

3. Penyakit apa saja yang menyebabkan oliguria Jawab : a. Glomeruloefriti akut : peradangan glomerulus secara mendadak. Peradangan akut glomerulus terjadi akibat pengendapan kompleks antigen-antibodi di kapilerkapiler gomerulus. b. Sindrom uremik hemolitik : suatu keadaan cedera sel-sel endotel glomerulus akibat infeksi virus, riketsia atau bakteri, infeksi tersering disebabkan oleh bakteri E.Coli. c. Gagal ginjal akut : seluruh atau hamper seluruh kerja ginjal tiba-tiba berhenti tetapi pada akirnya dapat membaik mendekati fungsi normal d. Gagal ginjal kronik : destruksi struktur ginjal yang progresif dan terus menerus e. Batu ginjal : batu yang terdapat dimana saja di saluran kemih . komponen tersering ialah Kristal-kristal kalsium.

4. Jelaskan hubungan riwayat minum obat pada penderita scenario ini dengan oliguria yang dialaminya!
Laporan PBL modul Halaman 7

Hubungan obat nyeri dengan oliguria AINS merupakan salah satu obat yang digunakan untuk mengontroL nyeri tingkat sedang pada beberapa gangguan muskoloskeletal, aktivitas AINS menghambat biosintesis prostaglandin, yang bekerja menghibisi enzim siklooksigenase (COX). Salah satu fungsi prostaglandin ialah bekerja pada messengial sel dalam glomerulus dari ginjal untuk meningkatkan laju filtrasi glomerulus, apabila pasien ini mengonsumsi AINS dalam waktu yang lama maka laju filtrasi glomerulus akan menurun yang dapat menyebabkan oliguria.

5. Mengapa rasa sangat lemas dirasakan terutama pada bagian lengan dan tungkai? Beberapa jaringan seperti otak dan eritrosit selalu membutuhkan pemasukan glukosa. Pengaturan aliran darah balik ginjal Aliran darah ginjal harus ttetap adekuat agar ginjal dapat bertahan serta untuk mengontrol volume plasma dan elektrolit. Perubahan tekanan darah ginjal dapat menyebabkan meningkat atau menurunkan tekanan hidrostatik glomerulus yang memengaruhi GFR.

Terdapat 2 mekanisme aliran darah ginjal : 1. 2. Intrarenal : pembuluh darah aferen dan eferen (otoregulasi) Ekstrarenal : efek langsung penurunan dan peningkatan arteri dan efek susunan saraf. Saat terjadi penurunan tekanan darah, maka sel JG melepaskan rennin, yang pada gilirannya menyebabkan peningkatan AII. AII menyebabkan konstriksi arteriol di seluruh tubuh , termasuk arteriol aferen dan eferen. Konstriksi yang ditimbulkan oleh AII menigkatkan resitensi perifer total dan pemulihan tekanan darah ke tingkat normal. Naliran darah ginjal berkurang menyebabkan produksi urin berkurang Pada gagal ginjal kronis . saat fungsi ginjal sangat meurun terdapat pembentukan anion dari asam lemah dalam cairan tubuh yang tidak di eksresikan oleh ginjal. Selain itu penurunan laju filtrasi glomerulus mengurangi eksresi fosfat dan NH4+ yang mengurangi jumlah bikarbonat
Laporan PBL modul Halaman 8

yang ditambahkan kembali ke dalam cairan tubuh, jadi gagal ginjal kronis dpaat dihubungkan dengan asidosis metabolic berat JIKA, memuntahkan isi lambung dapat menyebabkan alkalosis metabolic. Sintesis baru glukosa berlangsung terutama di dalam hati , SEL TUBULUS GINJAL juga mempunyai aktivitas glukoneogenesis yang tinggi, karena massa dari sel-sel nya lebih kecil maka pembentukan baru glukosa di dalam ginjal hanya kurang lebih 10 % dari keseluruhan sintesis. Prekusor yang penting dalam proses glukoneogenesis ( Asam amino dari jaringan otot dan Laktat yang terbentuk dalam eritrosit dan dalam keadaan kekurangan O2 di otot. ( Melalui Glukoneogenesis, Manusia dapat membentuk beberapa ratus glukosa setiap harinya ) Homeostasis darah menjaga persediaan air didalam sistem pembuluh darah, sel-sel

(ruang intraselular) dan daerah ekstraselular agar selalu berada dalam seimbang. Keseimbangan asam basa diatur juga oleh darah. , bekerja sama dengan paru, hati dan ginjal. Ginjal juga menghasilkan hormone polipeptida yaitu eritropoetin . disamping juga oleh hati. Hormon ini bekerja sama dengan faktor lain. Yang terkenal sebagai faktor yang menstimulasi koloni (colony stimulating factor/CSF). Mengatur differensiasi sel-sel induk sumsum tulang. Sekresi eritropoetin distimulasi melalui hipoksi (pO2 menurun). Dalam waktu beberapa jam, eritropoetin kemudian mengurus suatu perubaha di dalam sumsum tulang dari sel awal eritrosit menjadi eritrosit. Sehingga konsentrasi eritrosit dalam darh meningkat. Kerusakan ginjal menyebabkan suatu sekresi eritropoetin berkurang sehingga terjadi anemia Urin mempunyai ph asam (kira-kira 5,8) , bersamaan dengan urin juga dieksresikan air dan senyawa-senyawa yang larut dalam air. Di urin terkandung kreatin merupakan metabolism otot, urea dari protein dan asam amino, hipurat yaitu derivate asam amino, asam urat hasil katabolisme purin, kreatinin dari keratin. Asam amino terutama dipecahkan didalam hati. Hasil ddari proses tersebut adalah pelepasan amoniak, pemecahan purin dan pirimidinjuga menghasilkan amoniak. AMONIAK suatu basa berkekuatan sedang adalah suatu racun sel (mitokondria). Dalam konsentrasi yang lebih tinggi lagi , amoniak terutama merusak sel saraf . untuk menginaktivasi dan meneksresikan amoniak pada manusia hal ini terjadi terutama melalui pembentukan urea. Juga hanya sedikit dikeluarkan melalui urin . bagian terbesar amoniak sebelum di eksresikan diubah menjadi urea.
Laporan PBL modul Halaman 9

6. Jelaskan proses pembentukan urin serta factor yang mempengaruhinya dan berapa volume urin normal pada dewasa dan anak? Proses terbentuknya urin melalui empat tahapan : 1. 2. 3. 4. Filtrasi Absorpsi Reabsorpsi Augmentasi

Ginjal mendapat suplai darah dari arteri renalis,yang kemudian dari arteri renalis bercabang menjadi arteri arteri kecil yang disebut arteriol aferen,dari sini darah masuk ke glomerulus,di glomerulus mengalami tahap pertama yakni filtrasi,terjadinya filtrasi dikarenakan adanya perbedaan tekanan hidrostatik darah dalam kapiler dan tekanan oncotik dari cairan dalam bowman space.Terjadinya filtrasi ini bertujuan untuk menahan molekul-molekul berukuran besar seperti protein agar tidak lolos dalam pemebentukan urin. Dari glomerulus hanya sekitar 20% darah yang masuk ke tubulus.80% masuk ke arteriol eferen.20% darah yang masuk tadi kemudian menembus kapiler, dari kapiler ke ruang intrestisium.lalu ke kapsul bowman.Dari sini dihasilkannya urin primer.Kemudian masuk ke tubulus proksimal.Di tubulus ini mengalami tahap kedua yakni absorpsi,adanya penyerapan secara besar-besaran dari filtrate solute glomerulus.Kemudian melewati ansa henle,disini terjadi pemekatan serta pengenceran,lalu menuju ke macula densa.dari macula densa ke tubulus distal.Di tubulus distal ini terjadi tahap ke tiga dan ke empat yakni reabsorpsi bahan-bahan yang masih digunakan secara aktif.Contohnya glukosa dan asam amino seta air.Selain terjadi reabsorpsi juga terjadi augmentasi yakni penambahan zat-zat sisa seperti urea.Dan dihasilkannya urin sekunder.Urine sekunder ini kemudian melanjutkan perjalanannya ke tubulus renalis arkuatus,tubulus koligentes kortikal,duktus koligentes kortikal,duktus koligentes medulla sebagai penampung.Dari sini lalu berjalan melalui saluran urogenital sampai ke urethra. Faktor yang mempengaruhi pembentukan urin : 1. Jumlah air yang diminum

Laporan PBL modul

Halaman 10

Banyaknya air yang diminum menyebabkan konsentrasi protein darah menurun,akibatnya darah menjadi encer,karena encer sekresi hormone ADH terhalang,sehingga menyebabkan penyerapan air di dinding tubulus kurang efektif,akhirnya produksi urin meningkat.Begitu juga sebaliknya. 2. 3. Hormon anti diuretic (ADH) Suhu

Bila suhu naik secara tidak langsung banyak juga keringat yang di keluarkan,sehingga konsentrasi air dalam darah menurun,di kompensasi dengan meningkatnya sekresi hormone ADH,reabsorpsi air meningakat,dan urin yang dihasilkan sedikit,begitu pula sebaliknya. 4. 5. 6. 7. Diabetes insipidus Gagal ginjal akut Gagal ginjal kronik Glomeruo Nefritis akut

7. Jelaskan patomekanisme muntah, lemas, malaise serta hubungannya dengan oliguria! Muntah : adalah cara traktus gastrointestinal membersihkan dirinya sendiri dan isinya ketika hamper semua bagian atas traktus gastrointestinal teriritasi secara luas. Distensi / iritasi yang berlebihan dari duodenum menyebabkan rangsangan yang kuat untuk muntah. Sinyal sensoris dari faring, esophagus, lambung dan bagian atas usus halus lalu ditransmisikan oleh saraf Aferen Vagal maupun aferen simpatis keberbagai nucleus (pusat muntah) lalu impuls saraf motorik di transmisikan keberbegai saraf cranial, V, VII, IX, X dan XII atau dari pusat muntah ke saraf vagus dan simpatis ketraktus lebih bawah. Atau dari pusat munta ke spinalis lalu ke diafragma. Iritasi gastrointestinal atiperistaltik (gerakan kearah atas traktus pencernaan) ileum mundur naik ke usus halus mendorong isi usus halus keduodenum duodenum meregang muntah. Aksi muntahnya berupa 1. Bernapas dalam
Laporan PBL modul Halaman 11

2. Naik tulang lidah dan laring untuk menarik sfingter esophagus bagian atas yang terbuka 3. Penutupan glottis untuk mencegah masuknya muntah ke dalam paru 4. Pengangkatan palatum molle untuk menutupi nares posterior Zona Pencetus Kemoresptor untuk muntah Pemakaian obat-obatan apomorfin, morfin dan derifat digitalis merangsang zona pencetus kemoreseptor muntah Hubungan Muntah dengan oliguria Oliguria zat-zat yang seharusnya dibuang jadi di simpan dalam darah menumpuk didarah Azotemia merangsang Kemoreseptor Trigger Zone reflex muntah. Malaise Pada keadan malaise akan terjadi hipoksia yang akan menyebabkan ATP menurun, dan

menyebabkan aktivitas ATP ase terganggu menurunnya cadangan energy sel lemas dan malaise Hubungan malaise dengan oliguria Gangguan pada ginjal menyebabkan produksi urin menurun, terjadi gangguan keseimbangan cairas dan elektrolit, lalu tubuh kehilangan elektrolit, dehidrasi, dan lemas cepat lelah dan malaise. 8. Jelaskan anatomi, histology, histopatologi dari ginjal pada scenario ini? Anatomi Ginjal Ginjal adalah sepasang organ saluran kemih yang terletak di rongga retroperitoneal bagian atas. Bentuknya menyerupai kacang dengan sisi cekungnya menghadap ke medial. Ginjal kanan lebih rendah daripada ginjal kiri karena adanya hati.

Ginjal dibungkus oleh jaringan fibrus tipis dan mengkilat yang disebut kapsula fibrosa ginjal dan di luar kapsul ini terdapat jaringan lemak perirenal (perinefrik).
Laporan PBL modul Halaman 12

Di sebelah kranial ginjal terdapat glandula adrenal/suprarenal. Kelenjar adrenal bersama-sama ginjal dan lemak perinefrikdibungkus oleh fasia perinefrik. Struktur ginjal ini terdiri dari cortex dan medula yang masing-masing berbeda warna dan bentuk. Cortex berwarna pucat dan permukaanya kasar. Sedangkan medula terdiri atas piramidpiramid yang berjumlah sekitar 12-20 buah, warna dari medula ini agak gelap. Antara satu piramid dengan piramid yang lainnya terdapat jaringan cortex berbentuk collum yang disebut Columna Renalis Bertini. Apex dari piramid disebut papila. Pada setiap papila bermuara 10-40 duktus pengumpul yang mengalirkan urin ke kaliks minor, kaliks mayor, pelvis ginjal dan dialirkan ke ureter. setiap ginjal secara anatomis dibagi menjadi bagian korteks disebelah luar yang mengandung semua kapiler glomerulus dan sebagian segmen tubulus pendek, dan bagian medula di sebelah dalam tempat sebagian besar segmen tubulus berada. Perkembangan segmen-segmen tubulus dari glomerulus ke tubulus proximal, kemudian sampai di tubulus distal dan akhirnya hingga ke duktus pengumpul. Sistem Vaskularisasi Ginjal Aliran darah ke ginjal berlangsung melalui arteri renalis, satu untuk setiap ginjal. Arteri renalis ini berasal dari aorta. Arteri renalis bercabang menjadi arteri interlobaris, arteri interlobularis, arteri arcuata, arteri carticalis radiata, arteriola glomerularis afferens, kapiler glomerulus, arteriola glomerularis efferens, kemudian menjadi kapiler peritubulus yang mengelilingi dan menunjang tubulus nefron. Dan yang mengelilingi lengkung henle disebut vasa rekta. Dan kapiler peritubulus ini langsung bermuara ke vena cava.

Histologi Ginjal Corpus Renal/Corpus Malpighi, terdiri dari : 1. Glomerulus yaitu gulungan kapiler yang berasal dari percabangan arteriol afferens efferens. dan keluar sebagai vas

Laporan PBL modul

Halaman 13

2. Kapsula bowman, terdiri dari dua lapis, yaitu yang paling luar disebut pars parietalis, yang terdapat epitel selapis gepeng. Pars parietalis ini berlanjut menjadi dinding tubulus proximal. Dan lapisan yang paling luar disebut pars visceralis yang terdiri dari podocyte melapisi endotel. Dan diantara kedua lapisan ini terdapat urinary space. 3. Polus vascularis yaitu masuknya pembuluh darah ke kapsul bowman. 4. Polus urinarius yaitu keluar dari kapsul bowman ke tubulus proksimal. Apparatus Juxtaglomerular yang merupakan struktur yang terdiri dari 3 jenis sel utama ; 1. Sel Makula Densa Bagian dari tubulus distal yang berjalan diantara vas afferens dan vas efferens yang menempel ke corpus renal. Sel dinding tubulus distal pada sisi yang menempel pada corpus renal, menjadi lebih tinggi dan tersusun lebih rapat yang disebut sel makula densa. 2. Sel Messangial Sel ini terletak diantara pembuluh darah-pembuluh darah dan kapiler-kapiler glomerulus. Sel ini berasal dari jaringan mesenkim. 3. Sel Granular Merupakan perubahan sel otot polos tunica media dinding arteriole afferens dan effrens yang berubah menjadi sel sekretorik besar begranula yang mengandung renin.

9. Jelaskan keseimbangan asam-basa yang terjadi pada ginjal!

Pengaturan Keseimbangan Asam Basa oleh Ginjal


Ginjal mengatur keseinbangan asam basa dengan mengekskresikan urin yang asam atau basa. Pengeluaran urin asam akan mengurangi jumlah asam dalam cairan ekstrasel, sedangkan pengeluaran urin basa berarti menghilangkan basa dari cairan ekstrasel. Keseluruhan mekanisme ekskresi urin asam atau basa oleh ginjal adalah sebagai berikut. Sejumlah besar HCO difiltrasi secara terus menerus ke dalam tubulus, dan bila HCO ini diekskresikan kedalam urin, keadaan ini menghilangkan basa dari darah. Sejumlah besar H juga disekresikan kedalam lumen tubulus oleh sel epitel tubulus sehingga menghilangkan asam dari
Laporan PBL modul Halaman 14

darah. Bila lebih banyak H yang disekresikan daripada HCO yang difiltrasi, akan terjadi kehilangan asam dari cairan ekstrasel. Sebaliknya apabila lebih banya HCO yang difiltrasi daripada H yang disekresikan, akan terjadi kehilangan basa. Setiap hari tubuh menghasilkan sekitar 80 miliekuivalen asam non-volatil, terutama dari metabolisme protein. Asam-asam ini disebut non-volatil karena asam tersebut bukan HCO, karena itu tidak dapat diekskresikan oleh paru. Mekanisme primer untuk mengeluarkan asam ini dari tubuh adalah melalui ekskresi ginjal. Ginjal juga harus mencegah kehilangan bikarbonat dalam urin, suatu tugas yang secara kuantitatif lebih penting daripada ekskresi asam non-volatil. Setiap hari ginjal memfiltrasi sekitar 4320 miliekuivalen bikarbonat (180 L/hari x 24 mEq/L), dan dalam kondisi normal hampr semuanya direabsorpsi dari tubulus, sehingga mempertahankan sistem dapar utama cairan ekstrasel. Reabsorpsi bikarbonat dan ekskresi H, dicapai melalui proses sekresi H oleh tubulus. Karena HCO harus bereaksi dengan satu H yang disekresikan untuk membentuk HCO sebelum dapat direabsorpsi, 4320 miliekuivalen H harus disekresikan setiap hari hanya untuk mereabsorpsi bikarbonat yang difiltrasi. Kemudian penambahan 80 miliekuivalen H harus disekresikan untuk menghilangkan asam non volatil yang diproduksi oleh tubuh setiap hari, sehingga total 4400 miliekuivalen H disekresikan kedalam cairan tubulus setiap harinya. Bila terdapat pengurangan konsentrasi H cairan ekstrasel (alkalosis), ginjal gagal mereabsorpsi semua bokarbonat yang difiltrasi, sehingga meningkatkan ekskresi bikarbonat. Karena HCO normalnya mendapat hidrogen dalam cairan ekstrasel, kehilangan bikarbonat ini sama saja dengan penambahan satu H kedalam cairan ekstrasel. Oleh karena itu, pada alkalosis, pengeluaran HCO akan meningkatkan konsentrasi H cairan ekstrasel kembali menuju normal. Pada asidosis, ginjal tidak mengekskresikan bikarbonat kedalam urin tetapi mereabsorpsi semua bikarbonat yang difiltrasi dan menghasilkan bikarbonat baru, yang ditambahkan kembali kedalam cairan ekstrasel. Hal ini mengurangi konsentrasi H cairan ekstrasel kembali menuju normal. Jadi, ginjal mengatur konsentrasi H cairan ekstrasel melalui tiga mekanisme dasar
1. Sekresi ion H

Laporan PBL modul

Halaman 15

2. Reabsorpsi HCO yang difiltrasi 3. Produksi HCO baru.

Semua proses ini dicapai melalui mekanisme dasar yang sama. Nilai normal : PCO2 : 35 45 mmHg PO2 pH : 75 100 mmHg : 7.35 7.45

HCO3 : 22 26 mEq/L

10. Jelaskan Definisi, etiologi, epdemiologi, patomekanisme, manifestasi klinik, langkah diagnostic, penatalaksanaan, komplikasi, prognosis serta profilaksis dari gagal ginjal akut (Diagnosa banding 1) GGA adalah suatu penyakit tidak menular yang merupakan suatu sindrom klinis yang ditandai dengan penurunan mendadak (dalam beberapa jam sampai beberapa hari) laju filtrasi glomerulus (LFG), disertai sisa metabolisme (ureum dan kreatinin). GGA merupakan suatu sindrom klinis oleh karena dapat disebabkan oleh berbagai keadaan dengan patofisiologi yang berbeda-beda. 1. Umur dan jenis kelamin Usia penderita GGA berkisar antara 40-50 tahun, tetapi hampir semua usia dapat terkena penyakit ini. Menurut penelitian Orfeas Liangos dkk (2001), dari 558.032 penderita GGA, 51,8% adalah laki-laki, sedangkan perempuan sebesar 48,2%. 2. Pekerjaan Orang-orang yang pekerjaannya berhubungan dengan bahan-bahan kimia akan dapat mempengaruhi kesehatan ginjal. Bahan-bahan kimia yang berbahaya jika terpapar dan masuk

Laporan PBL modul

Halaman 16

kedalam tubuh dapat menyebabkan penyakit ginjal. Misalnya pada pekerja di pabrik atau industri.

3. Perilaku minum Air merupakan cairan yang sangat penting di dalam tubuh. Lebih kurang 68% berat tubuh terdiri dari air. Minum air putih dalam jumlah cukup setiap hari adalah cara perawatan tubuh terbaik. Air ini sebagai simpanan cairan dalam tubuh. Sebab bila tubuh tidak menerima air dalam jumlah yang cukup tubuh akan mengalami dehidrasi. Di mulai dengan simpanan mengalami penurunan yang mengakibatkan gangguan kesehatan. 4. Riwayat penyakit sebelumnya. Beberapa penyakit yang dapat menyebabkan penyakit GGA, yaitu : a. Penyebab penyakit GGA Prarenal, yaitu : 1. Hipovolemia, disebabkan oleh : a. Kehilangan darah/ plasma : perdarahan , luka bakar. b. Kehilangan cairan melalui gastrointestinal, kulit, ginjal (diuretik, penyakit ginjal lainnya), pernafasan, pembedahan. c. Redistribusi cairan tubuh : pankreatitis, peritonitis, edema, asites. 2. Vasodilatasi sistemik : a. Sepsis. b. Sirosis hati. c. Anestesia/ blokade ganglion. d. Reaksi anafilaksis. e. Vasodilatasi oleh obat. 3. Penurunan curah jantung/kegagalan pompa jantung :
Laporan PBL modul Halaman 17

air tubuh yang

a. Renjatan kardiogenik, infark jantung. b. Gagal jantung kongestif (disfungsi miokard, katub jantung). c. Tamponade jantung. d. Disritmia. e. Emboli paru. b. Penyebab penyakit GGA renal, yaitu : 1. Kelainan glomerulus a. Glomerulonefritis akut adalah salah satu jenis GGA renal yang biasanya disebabkan oleh kelainan reaksi imun yang merusak glomeruli. Sekitar 95% dari pasien, GGA dapat terjadi satu sampai tiga minggu setelah mengalami infeksi dibagian lain dalam tubuh, biasanya disebabkan oleh jenis tertentu dari streptokokus beta grup A. Infeksi dapat berupa radang tenggorokan streptokokal, tonsilitis streptokokal, atau bahkan infeksi kulit streptokokal. b. Penyakit kompleks autoimun c. Hipertensi maligna 2. Kelainan tubulus a. Nekrosis Tubular Akut (NTA) akibat iskemia. Tipe iskemia merupakan kelanjutan dari GGA prarenal yang tidak teratasi. Iskemia ginjal berat dapat diakibatkan oleh syok sirkulasi atau gangguan lain apapun yang sangat menurunkan suplai darah ke ginjal. Jika iskemia berlangsung cukup berat sampai menyebabkan penurunan yang serius terhadap pengangkutan zat makanan dan oksigen ke sel-sel epitel tubulus ginjal dan jika gangguan ini terus berlanjut, kerusakan atau penghancuran sel-sel epitel dapat terjadi. Jika hal ini terjadi, sel-sel tubulus hancur terlepas dan menempel pada banyak nefron, sehingga tidak terdapat pengeluaran urin dari nefron yang tersumbat, nefron yang terpengaruh sering gagal mengekskresi urin bahkan ketika aliran darah ginjal kembali pulih normal, selama tubulus masih baik.

Laporan PBL modul

Halaman 18

Beberapa gangguan yang menyebabkan iskemia ginjal, yaitu : 1. Hipovolemia : misalnya dehidrasi, perdarahan, pengumpulan cairan pada luka bakar, atau asites. 2. Insufisiensi sirkulasi : misalnya tamponade. b. Nekrosis Tubular Akut (NTA) akibat toksin Tipe NTA yang kedua yaitu terjadi akibat menelan zat-zat nefrotoksik. Zat-zat yang bersifat nefrotoksik yang khas terhadap sel epitel tubulus ginjal menyebabkan kematian pada banyak sel. Sebagai akibatnya sel-sel epitel hancur terlepas dari membran basal dan menempel menutupi atau menyumbat tubulus. Beberapa keadaan membran basal juga rusak, tetapi sel epitel yang baru biasanya tumbuh sepanjang permukaan membran sehingga terjadi perbaikan tubulus dalam waktu sepuluh sampai dua puluh hari. Gejala-gejala yang dapat terjadi pada NTA ini, antara lain : 1. Makroskopis ginjal membesar, permukaan irisan tampak gembung akibat sembab. Khas pada daerah perbatasan kortiko medular tampak daerah yang pucat. 2. Histopatologi dikenal 2 macam bentuk kelainan, yaitu lesi nefrotoksik dan lesi iskemik. 3. Kelainan interstisial a. Nefritis interstisial akut Nefritis interstisial akut merupakan salah satu penyebab GGA renal, yang merupakan kelainan pada interstisial. Nefritis interstisial akut dapat terjadi akibat infeksi yang berat dan dapat juga disebabkan oleh obat-obatan. b. Pielonefritis akut Pielonefritis akut adalah suatu proses infeksi dan peradangan yang biasanya mulai di dalam pelvis ginjal tetapi meluas secara progresif ke dalam parenkim ginjal. Infeksi tersebut dapat disebabkan oleh berbagai jenis bakteri, tetapi terutama dari basil kolon yang berasal dari kontaminasi traktus urinarius dengan feses. 4. Kelainan vaskular syok, payah jantung yang berat, aritmi jantung, dan

Laporan PBL modul

Halaman 19

a. Trombosis arteri atau vena renalis b. Vaskulitis. c. Penyebab penyakit GGA postrenal, yaitu : 1. Obstruksi intra renal : a. Instrinsik : asam urat, bekuan darah, kristal asam jengkol. b. Pelvis renalis : striktur, batu, neoplasma. 2. Obstruksi ekstra renal : a. Intra ureter : batu, bekuan darah. b. Dinding ureter : neoplasma, infeksi (TBC). c. Ekstra ureter : tumor cavum pelvis. d. Vesika urinaria : neoplasma, hipertrofi prostat. e. Uretra : striktur uretra, batu, blader diabetik, paraparesis. b. Agent Agent dalam penyakit GGA adalah jenis obat-obatan. NTA akibat toksik terjadi akibat menelan zat-zat nefrotoksik. Ada banyak sekali zat atau obat-obat yang dapat merusak epitel tubulus dan menyebabkan GGA, yaitu seperti : a. Antibiotik : aminoglikosoid, penisilin, tetrasiklin, amfotersisin B, sulfonamida, dan lainlainnya. b. Obat-obat dan zat kimia lain : fenilbutazon, zat-zat anestetik, fungisida, pestisida, dan kalsium natrium adetat. c. Pelarut organik : karbon tetraklorida, etilon glikol, fenol, dan metil alkohol. d. Logam berat : Hg, arsen, bismut, kadmium, emas, timah, talium, dan uranium. e. Pigmen heme : Hemoglobin dan mioglobin.
Laporan PBL modul Halaman 20

c. Environment Cuaca panas dapat mempengaruhi terjadinya penyakit GGA. Jika seseorang bekerja di dalam ruangan yang bersuhu panas, hal ini dapat mempengaruhi kesehatan ginjalnya. Yang terjadi adalah berkurangnya aliran atau peredaran darah ke ginjal dengan akibat gangguan penyediaan zat-zat yang diperlukan oleh ginjal, dan pada ginjal yang rusak hal ini akan membahayakan. 2.5. Klasifikasi GGA Klasifikasi GGA dapat dibagi dalam tiga katagori utama, yaitu : 2.5.1. GGA Prarenal GGA Prarenal adalah terjadinya Filtrasi Glomerulus (LFG). Keadaan ini umumnya ringan yang dengan cepat dapat reversibel apabila perfusi ginjal segera diperbaiki. Pada GGA prarenal aliran darah ginjal walaupun berkurang masih dapat memberikan oksigen dan substrat metabolik yang cukup kepada sel-sel tubulus. Apabila hipoperfusi ginjal tidak segera diperbaiki, akan mengakibatkan NTA. GGA prarenal merupakan kelainan fungsional, tanpa adanya kelainan histologik atau morfologi pada nefron. 2.5.2. GGA Renal GGA renal yaitu kelainan yang berasal dari dalam ginjal dan yang secara tibatiba menurunkan pengeluaran urin. Katagori GGA ini selanjutnya dapat dibagi menjadi : a. Keadaan yang mencederai kapiler glomerulus atau pembuluh darah kecil ginjal lainnya b. Keadaan yang merusak epitel tubulus ginjal, c. Keadaan yang menyebabkan kerusakan interstisium ginjal. Tubulus ginjal merupakan tempat utama penggunaan energi pada ginjal, yang mudah mengalami kerusakan bila terjadi iskemia atau oleh obat nefrotoksik, oleh karena itu kelainan tubulus yang disebut Nekrosis Tubular Akut (NTA) merupakan penyebab terbanyak GGA renal. 2.5.3. GGA Postrenal
Laporan PBL modul Halaman 21

penurunan aliran darah ginjal

(renal hypoperfusion) yang

mengakibatkan penurunan tekanan filtrasi glomerulus dan kemudian diikuti oleh penurunan Laju

GGA postrenal adalah suatu keadaan dimana pembentukan urin cukup, namun alirannya dalam saluran kemih terhambat. Penyebab tersering adalah obstruksi. Obstruksi aliran urin ini akan mengakibatkan kegagalan filtrasi glomerulus dan transpor tubulus sehingga dapat mengakibatkan kerusakan yang permanen, tergantung berat dan lamanya obstruksi.

Gambar 2.2 Klasifikasi GGA

2.6. Perjalanan Klinis GGA Perjalanan klinis GGA di bagi menjadi 3 stadium, yaitu : 2.6.1. Stadium Oliguria Stadium oliguria biasanya timbul dalam waktu 24 sampai 48 jam sesudah terjadinya trauma pada ginjal. Produksi urin normal adalah 1-2 liter/24jam. Pada fase ini pertama-tama terjadi penurunan produksi urin sampai kurang dari 400cc/24 jam. Tidak jarang produksi urin sampai kurang dari 100cc/24 jam, keadaan ini disebut dengan anuria. Pada fase ini penderita mulai memperlihatkan keluhan-keluhan yang diakibatkan oleh penumpukan air dan metabolit-metabolit yang seharusnya diekskresikan oleh tubuh, seperti mual, muntah, lemah, sakit kepala, kejang dan lain sebagainya. Perubahan pada urin menjadi semakin kompleks, yaitu penurunan kadar urea dan kreatinin. Di dalam plasma terjadi perubahan biokimiawi berupa peningkatan konsentrasi serum urea, kreatinin, elektrolit (terutama K dan Na). 2.6.2. Stadium Diuresis Stadium diuresis dimulai bila pengeluran kemih meningkat sampai lebih dari 400 ml/hari, kadang-kadang dapat mencapai 4 liter/24 jam. Stadium ini berlangsung 2 sampai 3 minggu.
Laporan PBL modul Halaman 22

Volume kemih yang tinggi pada stadium ini diakibatkan karena tingginya konsentrasi serum urea, dan juga disebabkan karena masih belum pulihnya kemampuan tubulus yang sedang dalam masa penyembuhan untuk mempertahankan garam dan air yang difiltrasi. Selama stadium dini diuresi, kadar urea darah dapat terus meningkat, terutama karena bersihan urea tak dapat mengimbangi produksi urea endogen. Tetapi dengan berlanjutnya diuresis, azotemia sedikit demi sedikit menghilang, dan pasien mengalami kemajuan klinis yang benar. 2.6.3. Stadium Penyembuhan Stadium penyembuhan GGA berlangsung sampai satu tahun, dan selama masa itu, produksi urin perlahanlahan kembali normal dan fungsi ginjal membaik secara bertahap, anemia dan kemampuan pemekatan ginjal sedikit demi sedikit membaik, tetapi pada beberapa pasien tetap menderita penurunan glomerular filtration rate (GFR) yang permanen. 2.7. Gejala-Gejala GGA Gejala klinis yang terjadi pada penderita GGA, yaitu : a. Penderita tampak sangat menderita dan letargi disertai mual, muntah, diare, pucat (anemia), dan hipertensi. b. Nokturia (buang air kecil di malam hari). c. Pembengkakan tungkai, kaki atau pergelangan kaki. Pembengkakan yang menyeluruh (karena terjadi penimbunan cairan). d. Berkurangnya rasa, terutama di tangan atau kaki. e. Tremor tangan. f. Kulit dari membran mukosa kering akibat dehidrasi. g. Nafas mungkin berbau urin (foto pneumonia uremik. h. Manisfestasi sistem saraf (lemah, sakit kepala, kedutan otot, dan kejang). i. Perubahan pengeluaran produksi urine (sedikit, dapat mengandung darah, berat jenis sedikit rendah, yaitu 1.010 gr/ml)
Laporan PBL modul Halaman 23

uremik), dan kadang-kadang dapat dijumpai adanya

j. Peningkatan konsentrasi serum urea (tetap), kadar kreatinin, dan laju endap darah (LED) tergantung katabolisme (pemecahan protein), perfusi renal, serta asupan protein, serum kreatinin meningkat pada kerusakan glomerulus. k. Pada kasus yang datang terlambat gejala komplikasi GGA ditemukan lebih menonjol yaitu gejala kelebihan cairan berupa gagal jantung kongestif, edema paru, perdarahan gastrointestinal berupa hematemesis, kejang-kejang dan kesadaran menurun sampai koma.

2.8. Pencegahan 2.8.1. Pencegahan Primer Pencegahan Primer adalah langkah yang harus dilakukan untuk menghindari diri dari berbagai faktor resiko. Beberapa pencegahan yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya GGA, antara lain : a. Setiap orang harus memiliki gaya hidup sehat dengan menjaga pola makan dan olahraga teratur. b. Membiasakan meminum air dalam jumlah yang cukup merupakan hal yang harus dilakukan setiap orang sehingga faktor resiko untuk mengalami gangguan ginjal dapat dikurangi. c. Rehidrasi cairan elektrolit yang adekuat pada penderita-penderita gastroenteritis akut. d. Transfusi darah atau pemberian cairan yang adekuat selama pembedahan, dan pada traumatrauma kecelakaan atau luka bakar. e. Mengusahakan hidrasi yang cukup pada penderita-penderita diabetes melitus yang akan dilakukan pemeriksaan dengan zat kontras radiografik. f. Pengelolaan yang optimal untuk mengatasi syok kardiogenik maupun septik. g. Hindari pemakaian obat-obat atau zat-zat yang bersifat nefrotoksik. Monitoring fungsi ginjal yang teliti pada saat pemakaian obat-obat yang diketahui nefrotoksik. h. Cegah hipotensi dalam jangka panjang.

Laporan PBL modul

Halaman 24

i. Penyebab hipoperfusi ginjal hendaknya diperbaiki. 2.8.2. Pencegahan Sekunder

dihindari dan bila sudah terjadi harus segera

Pencegahan sekunder adalah langkah yang dilakukan untuk mendeteksi secara dini suatu penyakit. Pencegahan dimulai dengan mengidentifikasi pasien yang berisiko GGA. Mengatasi penyakit yang menjadi penyebab timbulnya penyakit GGA. Jika ditemukan pasien yang menderita penyakit yang dapat menimbulkan GGA seperti glomerulonefritis akut maka harus mendapat perhatian khusus dan harus segera diatasi. GGA prarenal jika tidak diatasi sampai sembuh akan memacu timbulnya GGA renal untuk itu jika sudah dipastikan bahwa penderita menderita GGA prarenal, maka sebaiknya harus segera diatasi sampai benar-benar sembuh, untuk mencegah kejadian yang lebih parah atau mencegah kecenderungan untuk terkena GGA renal. 2.8.3. Pencegahan Tersier Pencegahan tersier adalah langkah yang biasa dilakukan untuk mencegah terjadinya komplikasi yang lebih berat, kecacatan dan kematian. Pada kasus GGA yang sangat parah timbul anuria lengkap. Pasien akan meninggal dalam waktu 8 sampai 14 hari. Maka untuk mencegah buangan terjadinya kematian maka fungsi ginjal harus segera diperbaiki atau dapat digunakan ginjal buatan untuk membersihkan tubuh dari kelebihan air, elektrolit, dan produk metabolisme yang bertahan dalam jumlah berlebihan. Hindari atau cegah terjadinya infeksi. Semua tindakan yang memberikan risiko infeksi harus dihindari dan pemeriksaan untuk menemukan adanya infeksi harus dilakukan sedini mungkin. Hal ini perlu diperhatikan karena infeksi merupakan komplikasi dan penyebab kematian paling sering pada gagal ginjal oligurik. Penyakit GGA jika segera diatasi kemungkinan sembuhnya besar, tetapi penderita yang sudah sembuh juga harus tetap memperhatikan kesehatannya dan memiliki gaya hidup sehat dengan menjaga pola makan, olahraga teratur, dan tetap melakukan pemeriksaan kesehatan (medical check-up) setiap tahunnya, sehingga jika ditemukan kelainan pada ginjal dapat segera diketahui dan diobati. 2.9. Pengobatan
Laporan PBL modul Halaman 25

Prinsip pengobatan GGA adalah sebagai berikut : 2.9.1. Pengobatan Penyakit Dasar Sekalipun GGA sudah terjadi (menetap), setiap faktor prarenal harus dikoreksi dengan maksud memperbaiki sirkulasi dan mencegah keterlambatan penyembuhan faal ginjal. Defisit volume sirkulasi oleh sebab apapun harus segera diatasi. Sebagai parameter dapat digunakan pengukuran tekanan vena sentralis jika fasilitas ada, dengan demikian over hidrasi bisa dicegah. Terhadap infeksi sebagai penyakit dasar harus diberikan pengobatan yang spesifik sesuai dengan penyebabnya, jika obat-obatan, misalnya antibiotika diduga menjadi penyebabnya, maka pemakaian obat-obatan ini harus segera dihentikan. Terhadap GGA akibat nefrotoksin harus segera diberikan antidotumnya, sedangkan zat-zat yang dapat dialisis harus dilakukan dialisis secepatnya. 2.9.2. Pengelolaan Terhadap GGA a. Pengaturan Diet Selama 48-72 jam pertama fase oligurik terjadi peningkatan urea darah akibat pemecahan jaringan yang hebat. Selama periode ini pemberian protein dari luar harus dihindarkan. Umumnya untuk mengurangi katabolisme, diet paling sedikit harus mengandung 100 gram karbohidrat per hari. Seratus gram glukosa dapat menekan katabolisme protein endogen sebanyak kira-kira 50%. Setelah 3-4 hari oligurik, kecepatan katabolisme jaringan berkurang dan pemberian protein dalam diet dapat segera dimulai. Dianjurkan pemberian 20-40 gram protein per hari yang mempunyai nilai biologis yang tinggi (mengandung asam amino esensial) seperti telur, susu dan daging. Pada saat ini pemberian kalori harus dinaikkan menjadi 2000-2500 kalori per hari, disertai dengan multivitamin. Batasi makanan yang mengandung kalium dan fosfat (pisang, jeruk dan kopi). Pemberian garam dibatasi yaitu, 0,5 gram per hari. b. Pengaturan kebutuhan cairan dan keseimbangan elektrolit 1. Air (H2O)

Laporan PBL modul

Halaman 26

Pada GGA kehilangan air disebabkan oleh diuresis, komplikasi-komplikasi (diare, muntah). Produksi air endogen berasal dari pembakaran karbohidrat, lemak, dan protein yang banyak kirakira 300-400 ml per hari. Kebutuhan cairan perhari adalah 400-500 ml ditambah pengeluaran selama 24 jam.

2. Natrium (Na) Selama fase oligurik asupan natrium harus dibatasi sampai 500 mg per 24 jam. Natrium yang banyak hilang akibat diare, atau muntah-muntah harus segera diganti. c. Dialisis Tindakan pengelolaan penderita GGA disamping secara konservatif, juga memerlukan dialisis, baik dialisis peritoneal maupun hemodialisis. Tindakan ini dilaksanakan atas indikasi-indikasi tertentu. Pemilihan tindakan dialisis peritonial atau hemodialisis didasarkan atas pertimbanganpertimbangan indivual penderita. d. Operasi Pengelolaan GGA postrenal adalah dialisis terlebih dahulu. tindakan pembedahan untuk dapat menhilangkan

obstruksinya. Kadang-kadang untuk dapat dilakukan operasi diperlukan persiapan tindakan

11. Jelaskan Definisi, etiologi, epdemiologi, patomekanisme, manifestasi klinik, langkah diagnostic, penatalaksanaan, komplikasi, prognosis serta profilaksis dari gagal ginjal kronik (Diagnosa banding 2)

Laporan PBL modul

Halaman 27

Gagal Ginjal Kronik (penyakit ginjal kronik) Definisi Gagal ginjal kronik ( menahun ) merupakan kerusakan ginjal yang progresif dan ireversibel karena suatu penyakit. (National Kidney Foundation) Destruksi struktur ginjal yang progresif dan terus-menerus (buku saku patofisiologi) Klasifikasi Klasifikasi Penyakit Ginjal Kronik Stadium 1 Kelainan ginjal yang ditandai dengan albuminuria persisten dan LFG (Laju Filtrasi Glomerulus) yang masih normal >90ml/menit Stadium 2 Kelainan ginjal dengan albuminuria persisten dan LFG antara 6089 ml/menit Stadium 3 Stadium 4 Stadium 5 Kelainan ginjal dengan LFG antara 30-59 ml/menit Kelainan ginjal dengan LFG antara 15-29 ml/menit Kelainan ginjal dengan LFG antara 15 ml/menit

Epidemiologi Di Amerika Serikat, data tahun 1995-1999 menyatakan insiden penyakit ginjal kronik diperkirakan 100 kasus perjuta penduduk pertahun dan angka ini meningkat sekitar 8% setiap tahunnya. di Malaysia dengan populasi 18 juta, diperkirakan terdapat 1800 kasus baru gagal ginjal pertahunnya. Di negara-negara berkembang lainnya, insiden ini diperkirakan sekitar 40-60 kasus perjuta penduduk pertahun Etiologi Etiologi penyakit ginjal kronik sangat bervariasi antara satu negara dengan yang lain. Tabel 4 menunjukan penyebab utama dan insiden penyakit gunjal kronik di Amerika serikat. Sedangkan

Laporan PBL modul

Halaman 28

Perhimpunan Nefrologi Indonesia (Pernefri) tahun 2000 mencatat penyebab gagal ginjal yang menjalani hemodialisis di Indonesia, seperti pada tabel 5. Dikelompokan pada sebab lain diantaranya, nefritis lupus, nefropati urat, intoksikasi obat, penyakit ginjal bawaan, tumor ginjal dan penyakit ginjal yang tidak diketahui. penyebab Diabetes Melitus Tipe 1 Tipe 2 Hipertensi dan penyakit pembuluh darah besar Glomerulonefritis Nefritis Interstitialis Kista dan penyakit bawaan lain Penyakit sistemik (lupus dan vaskulitis) neoplasma Tidak diketahui Penyakit lain Insiden 44% 7% 37% 27% 10% 4% 3% 2% 2% 4% 4%
Tabel 4. Penyebab utama penyakit ginjal kronik di Amerika Serikat (1995-1999)

penyebab Glomerulonefritis Diabetes Melitus Obstruksi dan Infeksi Hipertensi Sebab Lain

insiden 46,39% 18,65% 12,85% 8,46% 13,65%

Tabel 5. Penyebab gagal ginjal yang menjalani hemodialisis di Indonesia pada tahun 2000

Manifestasi klinis
Laporan PBL modul Halaman 29

a. Kelainan hemopoeisis Anemia normokrom normositer dan normositer (MCV 78-94 CU), sering ditemukan pada pasien gagal ginjal kronik. Anemia yang terjadi sangat bervariasi bila ureum darah lebih dari 100 mg% atau bersihan kreatinin kurang dari 25 ml per menit. b. Kelainan saluran cerna Mual dan muntah sering merupakan keluhan utama dari sebagian pasien gagal ginjal kronik terutama pada stadium terminal. Patogenesis mual dam muntah masih belum jelas, diduga mempunyai hubungan dengan dekompresi oleh flora usus sehingga terbentuk amonia. Amonia inilah yang menyebabkan iritasi atau rangsangan mukosa lambung dan usus halus. Keluhan-keluhan saluran cerna ini akan segera mereda atau hilang setelah pembatasan diet protein dan antibiotika. c. Kelainan mata Visus hilang (azotemia amaurosis) hanya dijumpai pada sebagian kecil pasien gagal ginjal kronik. Gangguan visus cepat hilang setelah beberapa hari mendapat pengobatan gagal ginjal kronik yang adekuat, misalnya hemodialisis. Kelainan saraf mata menimbulkan gejala nistagmus, miosis dan pupil asimetris. Kelainan retina (retinopati) mungkin disebabkan hipertensi maupun anemia yang sering dijumpai pada pasien gagal ginjal kronik. Penimbunan atau deposit garam kalsium pada conjunctiva menyebabkan gejala red eye syndrome akibat iritasi dan hipervaskularisasi. Keratopati mungkin juga dijumpai pada beberapa pasien gagal ginjal kronik akibat penyulit hiperparatiroidisme sekunder atau tersier. d. Kelainan kulit Gatal sering mengganggu pasien, patogenesisnya masih belum jelas dan diduga berhubungan dengan hiperparatiroidisme sekunder. Keluhan gatal ini akan segera hilang setelah tindakan paratiroidektomi. Kulit biasanya kering dan bersisik, tidak jarang dijumpai timbunan kristal urea pada kulit muka dan dinamakan urea frost. e. Kelainan selaput serosa Kelainan selaput serosa seperti pleuritis dan perikarditis sering dijumpai pada gagal ginjal kronik terutama pada stadium terminal. Kelainan selaput serosa merupakan salah satu indikasi mutlak untuk segera dilakukan dialisis. f. Kelainan neuropsikiatri

Laporan PBL modul

Halaman 30

Beberapa kelainan mental ringan seperti emosi labil, dilusi, insomnia, dan depresi sering dijumpai pada pasien gagal ginjal kronik. Kelainan mental berat seperti konfusi, dilusi, dan tidak jarang dengan gejala psikosis juga sering dijumpai pada pasien GGK. Kelainan mental ringan atau berat ini sering dijumpai pada pasien dengan atau tanpa hemodialisis, dan tergantung dari dasar kepribadiannya (personalitas). g. Kelainan kardiovaskular Patogenesis gagal jantung kongestif (GJK) pada gagal ginjal kronik sangat kompleks. Beberapa faktor seperti anemia, hipertensi, aterosklerosis, kalsifikasi sistem vaskular, sering dijumpai pada pasien gagal ginjal kronik terutama pada stadium terminal dan dapat menyebabkan kegagalan faal jantung. Patofisiologi Penurunan fungsi ginjal yang progresif tetap berlangsung terus meskipun penyakit primernya telah diatasi atau telah terkontrol. Hal ini menunjukkan adanya mekanisme adaptasi sekunder yang sangat berperan pada kerusakan yang sedang berlangsung pada penyakit ginjal kronik. Bukti lain yang menguatkan adanya mekanisme tersebut adalah adanya gambaran histologik ginjal yang sama pada penyakit ginjal kronik yang disebabkan oleh penyakit primer apapun. Perubahan dan adaptasi nefron yang tersisa setelah kerusakan ginjal yang awal akan menyebabkan pembentukan jaringan ikat dan kerusakan nefron yang lebih lanjut. Demikian seterusnya keadaan ini berlanjut menyerupai suatu siklus yang berakhir dengan gagal ginjal terminal. Secara skematis penurunan fungsi ginjal bisa menyebabkan beberapa keadaan berikut

Langkah Diagnostik a. Anamnesis dan pemeriksaan fisik Anamnesis harus terarah dengan mengumpulkan semua keluhan yang berhubungan dengan retensi atau akumulasi toksin azotemia, etiologi GGK, perjalanan penyakit termasuk semua faktor yang dapat memperburuk faal ginjal (LFG). Gambaran klinik (keluhan subjektif dan objektif termasuk kelainan laboratorium) mempunyai spektrum klinik luas dan melibatkan banyak organ dan tergantung dari derajat penurunan faal ginjal.

Laporan PBL modul

Halaman 31

b. Pemeriksaan laboratorium Tujuan pemeriksaan laboratorium yaitu memastikan dan menentukan derajat penurunan faal ginjal (LFG), identifikasi etiologi dan menentukan perjalanan penyakit termasuk semua faktor pemburuk faal ginjal. 1) Pemeriksaan faal ginjal (LFG) Pemeriksaan ureum, kreatinin serum dan asam urat serum sudah cukup memadai sebagai uji saring untuk faal ginjal (LFG). 2) Etiologi gagal ginjal kronik (GGK) Analisis urin rutin, mikrobiologi urin, kimia darah, elektrolit dan imunodiagnosis. 3) Pemeriksaan laboratorium untuk perjalanan penyakit Progresivitas penurunan faal ginjal, hemopoiesis, elektrolit, endoktrin, dan pemeriksaan lain berdasarkan indikasi terutama faktor pemburuk faal ginjal (LFG). c. Pemeriksaan penunjang diagnosis Pemeriksaan penunjang diagnosis harus selektif sesuai dengan tujuannya, yaitu: 1) Diagnosis etiologi GGK Beberapa pemeriksaan penunjang diagnosis, yaitu foto polos perut, ultrasonografi (USG), nefrotomogram, pielografi retrograde, pielografi antegrade dan Micturating Cysto Urography (MCU). 2) Diagnosis pemburuk faal ginjal Pemeriksaan radiologi dan radionuklida (renogram) dan pemeriksaan ultrasonografi (USG). Penatalaksanaan a. Terapi konservatif Tujuan dari terapi konservatif adalah mencegah memburuknya faal ginjal secara progresif, meringankan keluhan-keluhan akibat akumulasi toksin azotemia, memperbaiki metabolisme secara optimal dan memelihara keseimbangan cairan dan elektrolit. 1) Peranan diet Terapi diet rendah protein (DRP) menguntungkan untuk mencegah atau mengurangi toksin azotemia, tetapi untuk jangka lama dapat merugikan terutama gangguan keseimbangan negatif nitrogen.
Laporan PBL modul Halaman 32

2) Kebutuhan jumlah kalori Kebutuhan jumlah kalori (sumber energi) untuk GGK harus adekuat dengan tujuan utama, yaitu mempertahankan keseimbangan positif nitrogen, memelihara status nutrisi dan memelihara status gizi. 3) Kebutuhan cairan Bila ureum serum > 150 mg% kebutuhan cairan harus adekuat supaya jumlah diuresis mencapai 2 L per hari. 4) Kebutuhan elektrolit dan mineral Kebutuhan jumlah mineral dan elektrolit bersifat individual tergantung dari LFG dan penyakit ginjal dasar (underlying renal disease). b. Terapi simtomatik 1) Asidosis metabolik Asidosis metabolik harus dikoreksi karena meningkatkan serum kalium (hiperkalemia). Untuk mencegah dan mengobati asidosis metabolik dapat diberikan suplemen alkali. Terapi alkali (sodium bicarbonat) harus segera diberikan intravena bila pH 7,35 atau serum bikarbonat 20 mEq/L. 2) Anemia Transfusi darah misalnya Paked Red Cell (PRC) merupakan salah satu pilihan terapi alternatif, murah, dan efektif. Terapi pemberian transfusi darah harus hati-hati karena dapat menyebabkan kematian mendadak. 3) Keluhan gastrointestinal Anoreksi, cegukan, mual dan muntah, merupakan keluhan yang sering dijumpai pada GGK. Keluhan gastrointestinal ini merupakan keluhan utama (chief complaint) dari GGK. Keluhan gastrointestinal yang lain adalah ulserasi mukosa mulai dari mulut sampai anus. Tindakan yang harus dilakukan yaitu program terapi dialisis adekuat dan obatobatan simtomatik. 4) Kelainan kulit Tindakan yang diberikan harus tergantung dengan jenis keluhan kulit. 5) Kelainan neuromuskular Beberapa terapi pilihan yang dapat dilakukan yaitu terapi hemodialisis reguler yang adekuat, medikamentosa atau operasi subtotal paratiroidektomi. 6) Hipertensi
Laporan PBL modul Halaman 33

Pemberian obat-obatan anti hipertensi. 7) Kelainan sistem kardiovaskular Tindakan yang diberikan tergantung dari kelainan kardiovaskular yang diderita. c. Terapi pengganti ginjal Terapi pengganti ginjal dilakukan pada penyakit ginjal kronik stadium 5, yaitu pada LFG kurang dari 15 ml/menit. Terapi tersebut dapat berupa hemodialisis, dialisis peritoneal, dan transplantasi ginjal. 1) Hemodialisis Tindakan terapi dialisis tidak boleh terlambat untuk mencegah gejala toksik azotemia, dan malnutrisi. Tetapi terapi dialisis tidak boleh terlalu cepat pada pasien GGK yang belum tahap akhir akan memperburuk faal ginjal (LFG). Indikasi tindakan terapi dialisis, yaitu indikasi absolut dan indikasi elektif. Beberapa yang termasuk dalam indikasi absolut, yaitu perikarditis, ensefalopati/neuropati azotemik, bendungan paru dan kelebihan cairan yang tidak responsif dengan diuretik, hipertensi refrakter, muntah persisten, dan Blood Uremic Nitrogen (BUN) > 120 mg% dan kreatinin > 10 mg%. Indikasi elektif, yaitu LFG antara 5 dan 8 mL/menit/1,73m, mual, anoreksia, muntah, dan astenia berat. Hemodialisis di Indonesia dimulai pada tahun 1970 dan sampai sekarang telah dilaksanakan di banyak rumah sakit rujukan. Umumnya dipergunakan ginjal buatan yang kompartemen darahnya adalah kapiler-kapiler selaput semipermiabel (hollow fibre kidney). Kualitas hidup yang diperoleh cukup baik dan panjang umur yang tertinggi sampai sekarang 14 tahun. Kendala yang ada adalah biaya yang mahal. 2) Dialisis peritoneal (DP) Akhir-akhir ini sudah populer Continuous Ambulatory Peritoneal Dialysis (CAPD) di pusat ginjal di luar negeri dan di Indonesia. Indikasi medik CAPD, yaitu pasien anakanak dan orang tua (umur lebih dari 65 tahun), pasien-pasien yang telah menderita penyakit sistem kardiovaskular, pasien-pasien yang cenderung akan mengalami perdarahan bila dilakukan hemodialisis, kesulitan pembuatan AV shunting, pasien dengan stroke, pasien GGT (gagal ginjal terminal) dengan residual urin masih cukup, dan pasien
Laporan PBL modul Halaman 34

nefropati diabetik disertai co-morbidity dan co-mortality. Indikasi non-medik, yaitu keinginan pasien sendiri, tingkat intelektual tinggi untuk melakukan sendiri (mandiri), dan di daerah yang jauh dari pusat ginjal. 3) Transplantasi ginjal Transplantasi ginjal merupakan terapi pengganti ginjal (anatomi dan faal). Pertimbangan program transplantasi ginjal, yaitu: a) Cangkok ginjal (kidney transplant) dapat mengambil alih seluruh (100%) faal ginjal, sedangkan hemodialisis hanya mengambil alih 70-80% faal ginjal alamiah. b) Kualitas hidup normal kembali. c) Masa hidup (survival rate) lebih lama. d) Komplikasi (biasanya dapat diantisipasi) terutama berhubungan dengan obat imunosupresif untuk mencegah reaksi penolakan e) Biaya lebih murah dan dapat dibatasi Terapi non farmakologi Kontrol Hipertensi pengendalian gula darah, lemak darah, dan anemia penghentian merokok peningkatan aktivitas fisik pengendalian berat badan

komplikasi anemia osteodistrofi ginjal hiperfosfatemia udema Hiperkalemia

Pencegahan Upaya pencegahan terhadap penyakit ginjal kronik sebaiknya sudah mulai dilakukan pada stadium dini penyakit ginjal kronik. Berbagai upaya pencegahan yang telah terbukti bermanfaat
Laporan PBL modul Halaman 35

dalam mencegah penyakit ginjal dan kardiovaskular, yaitu pengobatan hipertensi (makin rendah tekanan darah makin kecil risiko penurunan fungsi ginjal), pengendalian gula darah, lemak darah, anemia, penghentian merokok, peningkatan aktivitas fisik dan pengendalian berat badan (National Kidney Foundation, 2009). Prognosis Pada usia lanjut prognosis kurang baik dibandingkan pada usia muda 12. Jelaskan Definisi, etiologi, epdemiologi, patomekanisme, manifestasi klinik, langkah diagnostic, penatalaksanaan, komplikasi, prognosis serta profilaksis dari glomerulonefritis akut (Diagnosa banding 3) GLOMERULONEFRITIS AKUT PASCA INFEKSI STERPTOCOCCUS Definisi Glomerulonefritis merupakan penyakit ginjal dengan suatu inflamasi dan proliferasi sel glomerulus. Peradangan tersebut terutama disebabkan mekanisme imunologis yang menimbulkan kelainan patologis glomerulus dengan mekanisme yang masih belum jelas. Pada anak kebanyakan kasus glomerulonefritis akut adalah pasca infeksi, paling sering infeksi streptokokus beta hemolitikus grup A. Dari perkembangan teknik biopsi ginjal per-kutan, pemeriksaan dengan mikroskop elektron dan imunofluoresen serta pemeriksaan serologis, glomerulonefritis akut pasca streptokokus telah diketahui sebagai salah satu contoh dari penyakit kompleks imun. Penyakit ini merupakan contoh klasik sindroma nefritik akut dengan awitan grosshematuria, edema, hipertensi dan insufisiensi ginjal akut. Walaupun penyakit ini dapat sembuh sendiri dengan kesembuhan yang sempurna, pada sebagian kecil kasus dapat terjadi gagal ginjal akut sehingga memerlukan pemantauan. Pembagian Klinik Glomerulonefritis Berdasarkan Perjalanan Penyakit 1. Kongenital atau herediter Sindrom Alport, Sindrom Nekrotik Congenital (tipe finlandia), Hematuria Familial, Sindrom Nail Patella. 2. Didapat a. Primer atau Idiopatik
Laporan PBL modul Halaman 36

Penyakit Kelainan Minimal Glomerulonefritis Proliferatif Mesangial Glomerulonefritis Fokal Segmental Glomerulonefritis Membranoproliferatif Tipe I, II, III Glomerulopati Membranosa, Nefropati IgA Glomerulonefritis Progresif cepat Glomerulonefritis Proliferatif Difus Glomerulonefritis Kronik yang lain (tak terklasifikasi) a. Sekunder Akibat Infeksi Glomerulonefritis pasca streptokok, hepatitis B, endokarditis bakteril subakut Nefritis pirau, glomerulonefritis pasca pneumokok, sifilis congenital, malaria Lepra, schistosomiasis, filariasis, AIDS, dll Purpura Henoch Schonlein, Lupus Eritematosus Sistemik, Sindrom Hemolitik Uremik Diabetes Mellitus Sindrom Goodpasture, amiloidosis, dll Penyakit kolagen vascular lainnya : poliarteritis nodosa, penyakit jaringan ikat campuran, granulomatosis Wegener, vaskulitis, arthritis rheumatoid Obat Penisilamin, obat anti-radang nonsteroid, kaptopril, garam emas, Street geroin, trimetadion, litium, merkuri, dll. Neoplasia Leukemia, limfoma, karsinoma Lain-lain Rejeksi transplantasi ginjal kronik, nefropati refluks, penyakit sel sabit, dll Kuman Penyebab GNAPS Bakteri Streptokokus hemolitikus grup A Streptokokus grup C (Streptococcus zooepidemicus) Pneumococcus (Pneumonia)
Laporan PBL modul Halaman 37

Berhubungan dengan Penyakit Multisistem

Streptococcus viridians (endokarditis bacterial sub akut) Staphylococcus aureus (endokarditis bacterial sub akut pneumonia) Staphylococcus albus (shunt ventrikuloatrial yang terinfeksi) Diphteroids (shunt ventrikuloatrial yang terinfeksi) Meningococcus (sepsis) Klebsiella pneumonia (pneumonia) Organisme gram negatif (sepsis) Gonococcus (endokarditis) Salmonella thypi (demam tifoid) Mycoplasma pneumonia (pneumonia) Leptospira Treponema pallidum (sifilis kongenital) Mycobacterium leprae Di negara berkembang, glomerulonefritis akut pasca infeksi streptokokus (GNAPS) masih sering dijumpai dan merupakan penyebab lesi ginjal non supuratif terbanyak pada anak. Sampai saat ini belum diketahui faktor-faktor yang menyebabkan penyakit ini menjadi berat, karena tidak ada perbedaan klinis dan laboratoris antara pasien yang jatuh ke dalam gagal ginjal akut (GGA) dan yang sembuh sempurna. Manifestasi klinis yang bervariasi menyebabkan insiden penyakit ini secara statistik tidak dapat ditentukan. Diperkirakan insiden berkisar 0- 28% pasca infeksi streptokokus. Pada anak GNAPS paling sering disebabkan oleh Streptococcus beta hemolyticus group A tipe nefritogenik. Tipe antigen protein M berkaitan erat dengan tipe nefritogenik. Serotipe streptokokus beta hemolitik yang paling sering dihubungkan dengan glomerulonefritis akut (GNA) yang didahului faringitis adalah tipe 12, tetapi kadang- kadang juga tipe 1,4 ,6 dan 25. Tipe 49 paling sering dijumpai pada glomerulonefritis yang didahului infeksi kulit / pioderma, walaupun galur 53,55,56,57 dan 58 dapat berimplikasi. Protein streptokokus galur nefritogenik yang merupakan antigen antara lain endostreptosin, antigen presorbing (PA-Ag), nephritic strain-associated protein (NSAP) yang dikenal sebagai streptokinase dan nephritic plasmin binding protein (NPBP). Glomerulonefritis akut pasca infeksi streptokokus dapat terjadi secara epidemik atau sporadic paling sering pada anak usia sekolah yang lebih muda, antara 5-8 tahun.5 Perbandingan anak
Laporan PBL modul Halaman 38

laki-laki dan anak perempuan 2 : 1. Di Indonesia, penelitian multisenter selama 12 bulan pada tahun 1988 melaporkan 170 orang pasien yang dirawat di rumah sakit pendidikan, terbanyak di Surabaya (26,5%) diikuti oleh Jakarta (24,7%), Bandung (17,6%), dan Palembang (8,2%). Perbandingan pasien laki-laki dan perempuan 1,3:1 dan terbanyak menyerang anak usia 6-8 tahun (40,6%). Patogenesis dan Gambaran Histologis Patogenesis GNAPS belum diketahui dengan pasti. Faktor genetik diduga berperan dalam terjadinya penyakit dengan ditemukannya HLA-D dan HLADR. Periode laten antara infeksi streptokokus dengan kelainan glomerulus menunjukkan proses imunologis memegang peran penting dalam mekanisme penyakit. Diduga respon yang berlebihan dari sistim imun pejamu pada stimulus antigen dengan produksi antibodi yang berlebihan menyebabkan terbentuknya kompleks Ag-Ab yang nantinya melintas pada membran basal glomerulus. Disini terjadi aktivasi sistim komplemen yang melepas substansi yang akan menarik neutrofil. Enzim lisosom yang dilepas netrofil merupakan faktor responsif untuk merusak glomerulus. Hipotesis lain adalah neuraminidase yang dihasilkan oleh streptokokus akan mengubah IgG endogen menjadi autoantigen. Terbentuknya autoantibodi terhadap IgG yang telah berubah tersebut, mengakibatkan pembentukan komplek imun yang bersirkulasi, kemudian mengendap dalam ginjal. Pada kasus ringan, pemeriksaan dengan mikroskop cahaya menunjukkan kelainan minimal. Biasanya terjadi proliferasi ringan sampai sedang dari sel mesangial dan matriks. Pada kasus berat terjadi proliferasi sel mesangial, matriks dan sel endotel yang difus disertai infiltrasi sel polimorfonuklear dan monosit, serta penyumbatan lumen kapiler. Istilah glomerulonefritis proliferatif eksudatif endokapiler difus digunakan untuk menggambarkan kelainan morfologi penyakit ini. Bentuk bulan sabit dan inflamasi interstisial dapat dijumpai mulai dari yang halus sampai kasar yang tipikal di dalam mesangium dan di sepanjang dinding kapiler. Endapan imunoglobulin dalam kapiler glomerulus didominasi oleh Ig G dan sebagian kecil Ig M atau Ig A yang dapatdilihat dengan mikroskop imunofluoresen. Mikroskop elektron menunjukkan deposit padat elektron atau humps terletak di daerah subepitelial yang khas dan akan beragregasi menjadi Ag-Ab kompleks. Anamnesis Identitas pasien Keluhan utama
Laporan PBL modul Halaman 39

Keluhan tambahan Riwayat penyakit Riwayat pengobatan Gambaran Klinis dan kelainan fisik Lebih dari 50 % kasus GNAPS adalah asimtomatik. Kasus klasik atau tipikal diawali dengan infeksi saluran napas atas dengan nyeri tenggorok dua minggu mendahului timbulnya sembab. Periode laten rata-rata 10 atau 21 hari setelah infeksi tenggorok atau kulit. Hematuria dapat timbul berupa gross hematuria maupun mikroskopik. Gross hematuria terjadi pada 30-50 % pasien yang dirawat. Variasi lain yang tidak spesifik bisa dijumpai seperti demam, malaise, nyeri, nafsu makan menurun, nyeri kepala, atau lesu.1,4 Pada pemeriksaan fisis dijumpai hipertensi pada hampir semua pasien GNAPS, biasanya ringan atau sedang.7,15 Hipertensi pada GNAPS dapat mendadak tinggi selama 3-5 hari. Setelah itu tekanan darah menurun perlahan-lahan dalam waktu 1-2 minggu. Edema bisa berupa wajah sembab, edem pretibial atau berupa gambaran sindrom nefrotik. Asites dijumpai pada sekitar 35% pasien dengan edem. Bendungan sirkulasi secara klinis bisa nyata dengan takipne dan dispne. Gejala gejala tersebut dapat disertai oliguria sampai anuria karena penurunan laju filtrasi glomerulus (LFG).

Laboratorium Pemeriksaan urin sangat penting untuk menegakkan diagnosis nefritis akut. Volume urin sering berkurang dengan warna gelap atau kecoklatan seperti air cucian daging. Hematuria makroskopis maupun mikroskopis dijumpai pada hampir semua pasien. Eritrosit khas terdapat pada 60-85% kasus, menunjukkan adanya perdarahan glomerulus. Proteinuria biasanya sebandingdengan derajat hematuria dan ekskresi protein umumnya tidak melebihi 2gr/m2 luas permukaan tubuh perhari. Sekitar 2-5% anak disertai proteinuria masif seperti gambaran nefrotik. Umumnya LFG berkurang, disertai penurunan kapasitas ekskresi air dan garam, menyebabkan ekspansi volume cairan ekstraselular. Menurunnya LFG akibat tertutupnya

Laporan PBL modul

Halaman 40

permukaan glomerulus dengan deposit kompleks imun. Sebagian besar anakyang dirawat dengan GNA menunjukkan peningkatan urea nitrogen darah dan konsentrasi serum kreatinin. Anemia sebanding dengan derajat ekspansi volume cairan esktraselular dan membaik bila edem menghilang. Beberapa peneliti melaporkan adanya pemendekan masa hidup eritrosit. Kadar albumin dan protein serum sedikit menurun karena proses dilusi dan berbanding terbalik dengan jumlah deposit imun kompleks pada mesangial glomerulus. Bukti yang mendahului adanya infeksi streptokokus pada anak dengan GNA harus diperhatikan termasuk riwayatnya. Pemeriksaan bakteriologis apus tenggorok atau kulit penting untuk isolasi dan identifikasi streptokokus. Bila biakan tidak mendukung, dilakukan uji serologi respon imun terhadap antigen streptokokus. Peningkatan titer antibodi terhadap streptolisin-O (ASTO) terjadi 10- 14 hari setelah infeksi streptokokus. Kenaikan titer ASTO terdapat pada 75-80% pasien yang tidak mendapat antibiotik. Titer ASTO pasca infeksi streptokokus pada kulit jarang meningkat dan hanya terjadi pada 50% kasus. Titer antibodi lain seperti antihialuronidase (Ahase) dan anti deoksiribonuklease B (DNase B) umumnya meningkat. Pengukuran titer antibodi yang terbaik pada keadaan ini adalah terhadap antigen DNase B yang meningkat pada 90-95% kasus. Pemeriksaan gabungan titer ASTO, Ahase dan ADNase B dapat mendeteksi infeksi streptokokus sebelumnya pada hampir 100% kasus. Penurunan komplemen C3 dijumpai pada 80-90% kasus dalam 2 minggu pertama, sedang kadar properdin menurun pada 50% kasus. Penurunan C3 sangat nyata, dengan kadar sekitar 2040 mg/dl (normal 80-170 mg/dl). Kadar IgG seringmeningkat lebih dari 1600 mg/100 ml pada hampir 93% pasien. Pada awal penyakit kebanyakan pasien mempunyai krioglobulin dalam sirkulasi yang mengandung IgG atau IgG bersama-sama IgM atau C3. Hampir sepertiga pasien menunjukkan pembendungan paru. Di Ujung Pandang pada tahun 1980-1990 pada 176 kasus mendapatkan gambaran radiologis berupa kardiomegali 84,1%, bendungan sirkulasi paru 68,2 % dan edem paru 48,9% . Gambaran tersebut lebih sering terjadi pada pasien dengan manifestasi klinis disertai edem yang berat. Foto abdomen menunjukkan kekaburan yang diduga sebagai asites. Diagnosis Kecurigaan akan adanya GNAPS dicurigai bila dijumpai gejala klinis berupa hematuria nyata yang timbul mendadak, sembab dan gagal ginjal akut setelah infeksi streptokokus.Tanda
Laporan PBL modul Halaman 41

glomerulonefritis yang khas pada urinalisis, bukti adanya infeksi streptokokus secaralaboratoris dan rendahnya kadar komplemen C3 mendukung bukti untuk menegakkan diagnosis. Tetapi beberapa keadaan dapat menyerupai GNAPS seperti: Glomerulonefritis kronik dengan eksaserbasi akut Purpura Henoch-Schoenlein yang mengenai ginjal Hematuria idiopatik Nefritis herediter (sindrom Alport ) Lupus eritematosus sistemik

Tata laksana 1. Pengobatan Suportis Pengobatan GNAPS umumnya bersifat suportis. Tirah baring umumnya diperlukan jika pasien tampak sakit, misalnya kesadaran menurun, hipertensi, edema. Diet nefritis diberikan terutama pada keadaan dengan retensi cairan dan penurunan fungsi ginjal. Dietetik Pada fase akut diberikan makanan rendah protein (1g/kgBB/hari) dan rendah garam (1g/hari). Makanan lunak diberikan pada penderita dengan suhu tinggi dan Pada penderita tanpa komplikasi makanan biasa bila suhu telah normal kembali. Bila ada anuria atau muntah, maka diberikan IVFD dengan larutan glukosa 10%. pemberian cairan disesuaikan denan kebutuhan, sedangkan bila ada komplikasi seperti gagal jantung, edema, hipertensi, dan oligouria, maka jumlah cairan yang diberikan harus dibatasi. Medikamentosa Golongan Penisilin dapat diberikan untuk eradikasi kuman, dengan Amoksisilin 50mg/kgBB dibagi 3 dosis selama 10 hari. Jika alergi terhadap golongan penisilin, diganti dengan Eritromisin 30mg/kgBB/hari dibagi 3 dosis. Lain-lain (rujukan subspesialis, rujukan spesialisasi lainnya, dll) Jika terdapat komplikasi seperti gagal ginjal, hipertensi ensefalopati, gagal jantung, edema paru, maka tatalaksananya disesuaikan dengan komplikasi yang terjadi.

Laporan PBL modul

Halaman 42

Rujuk ke dokter nefrologi anak bila terdapat komplikasi gagal ginjal, ensefalopati, hipertensi, gagal jantung. 1. Pemantauan Terapi Meskipun umumnya pengobatan bersifat suportif, tetapi pemantauan pengobatan dilakukan terhadap komplikasi yang terjadi karena komplikasi tersebut dapat mengakibatkan kematian. Pada kasus yang berat, pemantauan tanda vital secara berkala diperlukan untuk memantau kemajuan pengobatan. Tumbuh Kembang Penyakit ini tidak mempunyai pengaruh terhadap tumbuh kembang anak, kecuali jika terdapat komplikasi yang menimbulkan sekuele. Komplikasi GNAPS Oligouria sampai anuria yang dapat berlangsung 2-3 hari. Terjadi sebagai akibat

berkurangnya filtrasi glomerolus. Gambaran seperti insufisiensi ginjal akut dengan uremia, hiperfosfatemia, hiperkalemia, dan hidremia. Walaupun oligouria atau anuria yang lama jarang terdapat pada anak, jika hal ini terjadi diperlukan peritoneum dialisis (bila perlu). Ensefalopati hipertensi merupakan gejala serebrum karena hipertensi. Terdapat gejala berupa gangguan penglihatan, pusing, muntah, dan kejang-kejang. Hal ini disebabkan karena spasme pembuluh darah lokal dengan anoksia dan edema otak. Gangguan sirkulasi berupa dispnea, ortopnea, terdapatnya ronkhi basah, kardimegali, dan meningkatnya tekanan darah yang bukan saja disebabkan spasme pembuluh darah, tetapi juga disebabkan oleh bertambahnya volume plasma. Jantung dapat membesar dan terjadi gagal jantung akibat hipertensi yang menetap dan kelainan di miokardium. Anemia yang timbul karena adanya hipervolemia di samping eritropoetik yang menurun. Mengobati Komplikasi Pada pasien dengan komplikasi seperti gagal ginjal, edema, hipertensi, dan oligouria, maka jumlah cairan yang diberikan harus seimbang. Bila timbul gagal jantung diberikan digitalis, sedativum, dan oksigen.

Laporan PBL modul

Halaman 43

Bila anuria berlangsung lama (5-7) hari, maka ureum harus dikeluarkan dari dalam darah. Dapat dengan cara peritoneum dialisis, hemodialisis, transfusi darah, dsb. Diuretikum dulu tidak diberikan pada glomerulomefritis akut, tetapi akhir-akhir ini pemberian lasix secara IV (1mg/kgBB/x) dalam 5-10 menit tidak berakibat buruk pada hemodinamika ginjal dan filtrasi glomerolus. Bila ditemukan gejala anemia maka dapat diatasi dengan pemberian preparat besi atau transfusi darah. Tanda-Tanda GNAPS Pasien dengan penyakit ginjal (GN) yang urinnya masih terdapat hematuria dan proteinuria, dan dikatakan glomerulonefritis kronik. Hal tersebut terjadi karena eksaserbasi berulang dari glomerulonefritis akut yang berlangsung bulanan atau menahun. Karena tiap eksaserbasi akan menimbulkan kerusakan pada ginjal dan menyebabkan gagal ginjal. Glomerulonefritis kronik ditandai oleh kerusakan glomerulus secara progresif tapi lambat atau disebabkan Glomerulonefritis yang sudah lama. Pada umumnya, GNK tidak memiliki hubungan dengan GNAPS ataupun GNAPC, tetapi kelihatannya merupakan penyakit de novo. Penyakit ini cenderung timbul tanpa diketahui asal-usulnya dan baru ditemukan ketika stadiumnya sudah lanjut. Dan pada umumnya tidak menimbulkan gejala atau keluhan sama sekali, sehingga kadang ditemukan karena tiba-tiba anak mengalami gagal ginjal dengan perubahan menjadi sering mengeluh sakit kepala, gelisah, lemah, lesu, mual, koma, dan kejang. Menurut pembagian stadium penyakit maka akan progresif dan kematian akibat uremia. Pada stadium akhir akan terdapat sedikit oedema, suhu yang sedikit febris. Bila penderita memasuki fase nefrotik daripada glomerulonefritik kronis, edema bertambah jelas, perbandingan albumin dengan globulin terbalik dan kolesterol darah meninggi. Fungsi ginjal menurun, ureum meningkat dan anemia bertambah berat diikuti oleh tekanan darah mendadak meninggi. Kadang-kadang untuk mendapat serangan ensefalopati, hipertensi, dan gagal jantung yang berakhir dengan kematian. Pemeriksaan Laboratorium Pada Urin: Albumin (+)
Laporan PBL modul Halaman 44

Silinder Eritrosit Leukosit +/BJ Urin 1,008 1,012 Pada Darah: LED meningkat tetap Ureum dalam darah meninggi Fosfor serum meningat Kalsium menurun Pada stadium akhir Serum Natrium dan Klorida menurun, sedangkan Kalium meningkat. Anemia tetap ada. Uji fungsi ginjal menunjukkan kelainan ginjal yang progresif. Prognosis Berbagai faktor memegang peran dalam menetapkan prognosis GNAPS antara lain umur saat serangan, derajat berat penyakit, galur streptokukus tertentu, pola serangan sporadik atau epidemik, tingkat penurunan fungsi ginjal dan gambaran histologis glomerulus. Anak kecil mempunyai prognosis lebih baik dibanding anak yang lebih besar atau orang dewasa oleh karena GNAPS pada dewasa sering disertai lesi nekrotik glomerulus. Perbaikan klinis yang sempurna dan urin yang normal menunjukkan prognosis yang baik. Insiden gangguan fungsi ginjal berkisar 1-30%. Kemungkinan GNAPS menjadi kronik 5-10 %; sekitar 0,5-2% kasus menunjukkan penurunan fungsi ginjal cepat dan progresif dan dalam beberapa minggu atau bulan jatuh ke fase gagal ginjal terminal.18 Angka kematian pada GNAPS bervariasi antara 0-7 %.2,21 Melihat GNAPS masih sering dijumpai pada anak, maka penyakit ini harus dicegah karena berpotensi menyebabkan kerusakan ginjal. Pencegahan dapat berupa perbaikan ekonomi dan lingkungan tempat tinggal, mengontrol dan mengobati infeksi kulit. Pencegahan GNAPS berkontribusi menurunkan insiden penyakit ginjal dan gagal ginjal di kemudian hari.

2.6. Analisa masalah/Hipotesa

Laporan PBL modul

Halaman 45

Gagal ginjal akut Pria, 68 th Oliguria Muntah Lemas Malaise Anamnesa tambahan 1.Operasi 2.Kardiovaskular 3.Riwayat infeksi 4.Riwayat bengkak

Gagal ginjal kronik

Glomerulonefritis akut anak usia 6-8 tahun (40,6%)

berhubungan dengan 1.Imunisasi lengkap/tidak? retensi akumulasi azotemia, GGK, penyakit atau toksin perjalanan termasuk 2.Pernah demam/tidak?

etiologi 3. Pernah mengidap ISPA?

5.Riwayat 6.kencing semua faktor yang batu 7.Anemia Pemeriksaan 1.Pernapasan fisik kussmaul 3.Tanda-tanda dehidrasi 4.Edema 5.Takikardi dapat memperburuk faal ginjal (LFG). 1. Anemia 2. Edema 3. Oliguria 4.Tanda-tanda dehidrasi (bila terjadi pengeluaran cairan&elektrolit yang berlebihan) Pemeriksaan 1.Kadar ureum penunjang 2.Kreatinin Volume urin 4.GFR
Laporan PBL modul

1. Edema 2. Hematuria 3. Febris 4. Edema

1)Pemeriksaan faal ginjal (LFG) 2)Etiologi gagal

Proteinuria ringan (pemeriksaan urine rebus) Hematuria makroskopis/mikroskopis Torak granular, eritrosit torak

ginjal kronik (GGK)

Halaman 46

5.USG 6.CT Scan abdomen 7.Biopsi ginjal

Darah BUN naik pada fase akut, lalu normal kembali ASTO Todd >100 Kesatuan

Komplemen C3 < 50 mg/dl pada 4 minggu pertama Hipergamaglobulinemia, terutama IgG Anti DNA-ase beta dan properdin meningkat

Bab III Penutup

Kesimpulan

Laporan PBL modul

Halaman 47

Laporan PBL modul

Halaman 48

You might also like