You are on page 1of 16

1

BAB I PENDAHULUAN Ayam Pedaging (broiler) adalah ayam ras yang mampu tumbuh cepat sehingga dapat menghasilkan daging dalam waktu relatif singkat (5-7 minggu). Broiler mempunyai peranan yang penting sebagai sumber protein hewani asal ternak. Probiotik adalah mikroba hidup dalam media pembawa yang menguntungkan ternak karena dapat menciptakan keseimbangan mikroflora dalam saluran pencernaan sehingga menciptakan kondisi yang optimum untuk pencernaan pakan dan meningkatkan efisiensi konversi pakan sehingga memudahkan dalam proses penyerapan zat nutrisi ternak, meningkatkan kesehatan ternak, dan mempercepat pertumbuhan. Ternak dalam hidupnya membutuhkan pakan untuk memenuhi kebutuhan energi yang digunakan untuk perawatan tubuh dan menjalankan fungsi-fungsi tubuhnya. Kecernaan bahan pakan merupakan kemampuan saluran pencernaan untuk mencerna bahan pakan yang dikonsumsi oleh ternak. Tujuan dari praktikum nutrisi non ruminansia adalah untuk menghitung nilai daya cerna protein pakan pada ayam broiler periode starter. Manfaat praktikum ini diharapkan mahasiswa dapat mengetahui dan menghitung kecernaan protein kasar pada ayam broiler.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Broiler Ayam boiler adalah jenis ayam jantan ataupun betina muda berumur sekitar 6-8 minggu, yang dipelihara secara intensif guna memperoleh produksi daging optimal. Ayam boiler sengaja diciptakan sedemikian rupa, sehingga dalam waktu yang relatif singkat dapat segera dimanfaatkan hasilnya (Rasyaf, 1995). Ciri- ciri ayam broiler yang baik adalah berkaki pendek dan tegap, dada lebar, daging padat dan kemampuan menghasilkan telur rendah. (Anggorodi, 1995). Pemeliharaan ayam broiler secara baik perlu dilakukan progam pemeliharaan sesuai dengan fase hidupnya. Fase hidup ayam broiler dikelompokan menjadi dua fase yaitu fase starter, umur 0-2 minggu dan fase finisher, umur 5 minggu sampai dengan dipasarkan

(Suryadani dan Santoso, 2002). Ayam broiler umumnya dipelihara dalam waktu 5-6 minggu dengan bobot antara 1,4-1,6 kg perekor (Rasyaf, 1995). 2.2. Ransum Ayam Broiler Periode Starter Ransum adalah campuran dari beberapa bahan baku pakan yang memenuhi persyaratan dan disusun dengan cara tertentu untuk memenuhi kebutuhan zat-zat pakan pada unggas (Rasyaf,1995). Ransum ayam broiler harus mengandung sejumlah unsur nutrisi yang meliputi protein dengan asam amino penyusunnya, karbohidrat, lemak sebagai sumber energi, vitamin, mineral serta air (Wahyu, 1997). Kebutuhan ransum ayam broiler tergantung strain, umur, besar tubuh, aktivitas dan suhu lingkungan (Rasyaf, 1995). Ransum ayam broiler atau

pedaging harus mengandung energi metabolik sebesar 2800-330 kkal/kg dengan kadar protein 21,0-24,8% untuk periode starter dan imbangan energi dan protein untuk ayam broiler periode starter berkisar antara 133-137 (Wahyu, 1997). Menurut Anggorodi (1994), kadar protein berhubungan erat dengan kecepatan pertumbuhan, karena protein tersebut akan digunakan untuk membentuk jaringan baru dan mengganti jaringan rusak. Kualitas protein ransum dinyatakan tinggi atau rendah tergantung dari keseimbangan asam amino essensial yang dikandungnya. 2.3. Probiotik Probiotik adalah suatu bahan mengandung mikrobia yang dapat digunakan untuk mengatur keseimbangan mikrobia dalam saluran

pencernaan (Suharto, 1995). Probiotik dalam ransum ternak dibagi menjadi 3 kelompok utama yaitu bakteri asam laktat, spora dan ragi (Wahju, 1997). Menurut Anggorodi (1995), probiotik adalah mikroorganisme tertentu yang ada pada tubuh hewan dan menjamin pembentukan organisme yang efektif dan bermanfaat didalam usus. Probiotik kaya akan mikroba selulolitik, lignolitik, proteolitik, amilolitik, probiotik efektif harus memenuhi beberapa kriteria dasar antara lain memberikan efek menguntungkan induk semangnya, tidak mengakibatkan penyakit serta tidak beracun, mengandung sel hidup >106, mampu bertahan melakukan aktivitas metabolisme dalam saluran pencernaan, tetap hidup selama penyimpanan dan tidak terjadi kekebalan terhadap keberadaaan probiotik baru (Wahyono, 2002).

Pemberian probiotik dapat menjaga keseimbangan komposisi mikroba saluran pencernaan serta menjaga kesehatan ternak (Wahju, 1997). Mekanisme kerja probiotik bekerja secara anaerob menghasilkan asam laktat mengakibatkan turunnya pH saluran pencernaan yang menghalangi perkembangan dan pertumbuhan bakteri-bakteri pathogen (Wahju, 1997). Mulyono (2009), penggunaan probiotik dan antibiotik dapat memperbaiki kecernaan protein ransum sehingga pertumbuhan bobot badan meningkat. 2.4. Metode Pengukuran Kecernaan Unggas Kecernaan suatu bahan pakan adalah bagian zat pakan dari pakan yang tidak disekresikan dalam feses (Tillman et al., 1998). Kecernaan biasanya dinyatakan dengan dasar bahan kering dan apabila dinyatakan dalam presentase disebut koefisien cerna, dalam percobaan untuk menentukan kecernaan bahan pakan adalah penampungan serta pengumpulan ekskreta (Lubis, 1992). Pengukuran daya cerna pada dasarnya merupakan usaha untuk menentukan jumlah zat pakan yang diserap dalam saluran pencernaan (Anggorodi, 1994). Pengukuran kecernaan secara konvensional terdiri dari dua periode, yaitu periode pendahuluan dan periode koleksi, periode pendahuluan bertujuan untuk membiasakan ternak terhadap ransum percobaan dan menghilangkan pengaruh sisa-sisa pakan waktu sebelumnya, sedangkan periode koleksi digunakan untuk pengumpulan ekskreta (Tillman et al., 1998). Penambahan indikator tertentu dalam pakan yang akan diujikan berguna untuk menolong dalam mengetahui ekskreta yang berasal dari pakan yang diujikan, biasanya bahan ini diberikan pada saat awal dan akhir penelitian (Wahju, 1997).

2.4.1. Kecernaan Protein Protein merupakan komponen bahan organik yang kompleks, mengandung karbon, hidrogen, oksigen, nitrogen dan sulfat (Tillman et al., 1998). Protein sangat penting untuk jaringan-jaringan lunak di dalam tubuh hewan seperti urat daging, tenunan pengikat, kolagen kulit, rambut, kuku dan di dalam tubuh ayam untuk bulu, kuku dan bagian tanduk dan paruh (Wahju, 1997). Protein merupakan salah satu zat pakan yang mutlak dibutuhkan ternak baik untuk hidup pokok, pertumbuhan dan produksi (Rasyaf, 1995). Kualitas protein dipengaruhi oleh keseimbangan asam-asam amino, dimana jumlah susunan asam aminonya tergantung dari kombinasi asam amino yang terdapat pada bahan penyusun ransum (Anggorodi, 1994). Rata-rata kecernaan protein dengan perlakuan probiotik adalah 89,79 - 91,05% (Mulyono et al., 2009).

BAB III MATERI DAN METODE Praktikum Nutrisi Unggas dan Non Ruminansia dengan materi Pengukuran Kecernaan Protein Kasar pada Ayam Broiler dilaksanakan pada

tanggal 12-18 Mei 2011 di Kandang Nutrisi dan Non Ruminansia Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro, Semarang. 3.1. Materi Materi yang digunakan dalam praktikum ransum unggas non ruminansia adalah ayam broiler periode starter sebanyak 20 ekor, pakan BR1, Bakteri Asam Laktat, indikator Ferroksida, vitachick, air, sekam dan HCL 0,1 N. Peralatan yang digunakan adalah kandang litter, kandang bateray berfungsi untuk memelihara ayam selama total koleksi berlangsung, penampung ekskreta untuk menampung ekskreta yang keluar, gunting dan pisau untuk memotong, gelas ukur untuk mengukur volume air dan BAL yang digunakan, timbangan analitis untuk menimbang serta lampu bolam sebagai penerangan dan pemanas didalam kandang. 3.2. Metode

3.2.1. Pemeliharaan Fase pemeliharaan yakni memelihara DOC ayam broiler selama sepuluh hari didalam kandang litter bertingkat dengan diberi lampu bohlam sebagai penghangat dan memberi pakan secara ad-libitium, setelah sepuluh hari memindahkan ayam kedalam kandang liter dengan membuat petak kandang dan setiap petak berisi lima ekor ayam. 3.2.2. Metode Total Koleksi Mempersiapkan kandang yang digunakan yakni dengan menggunakan kandang bateray. Membersihkan semua alat baik tempat minum maupun tempat

pakan yang digunakan dalam total koleksi serta memberi label perlakuan setiap kandang bateray. Membuat nampan sebagai penampung ekskreta selama total koleksi. Menimbang ternak sebelum melakukan total koleksi, kemudian meletakkan ayam tersebut pada kandang bateray dan diberi pakan dan minum sesuai perlakuan. Perlakuan 1 (T0) 30 gr BR1 + 30 ml air, perlakuan 2 (T1) 30 gr BR1 + 29 ml air + 1 ml BAL, perlakuan 3 (T2) 30 gr BR1 + 28 ml air + 2 ml BAL, perlakuan 4 (T3) 30 gr BR1 + 27 ml air + 3 ml BAL. Total koleksi dilakukan selama tiga hari, hari pertama dan ketiga pakan yang diberikan diberi tambahan indikator Ferroksida (FeO) sebanyak 0,09 gr setiap pemberian pakan untuk menegetahui laju digesta. Mengamati laju digesta yakni dengan melihat ekskreta yang pertama kali keluar yang berwarna merah sesuai warna indikator dan mencatat waktunya. Sedangkan pada hari kedua pakan yang diberikan tanpa penambahan indikator. Menimbang ekskreta basah dan menjemur dibawah matahari ekskreta ayam selama total koleksi berlangsung hingga kering. Setelah kering ekskreta dihancurkan dan dilakukan analisis proksimat mengenai kecernaan protein kasar pada ayam tersebut. 3.2.3. Pengukuran Kecernaan Pengukuran kecernaan dilakukan dengan menimbang sisa pakan yang telah diberikan pada setiap perlakuan dan menjemurnya hingga kering, dengan penimbangan sisa pakan maka kecernaan pakan ayam dapat terhitung. Rumus Kecernaan Protein Kasar (KcPK): KcPK = (% PK Ransum x Konsumsi Ransum) - (% PK Ekskreta x Ekskreta) x100% (% PK Ransum x Konsumsi Ransum) Atau

KcPK = Konsumsi PK Ekskreta PK x 100% Konsumsi PK Keterangan : Konsumsi PK = %PK Ransum x Jumlah Konsumsi Ransum Ekskreta PK = %PK Ekskreta x Jumlah Ekskreta (BK )

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kecernaan Protein Kasar Nilai kecernaan rata-rata kecernaan protein kasar pada ayam broiler masing-masing perlakuan dapat dilihat pada Tabel 1. Perlakuan T2 44.91 44.69 76.11

Ulangan 1 2 3

T0 50.25 66.68 45.33

T1 55.46 64.54 68.86

T3 55.61 64.11 46.01

Rata-rata 51.56 60.01 59.08

4 38.17 51.57 42.06 64.48 49.07 5 67.82 63.76 45.38 55.12 58.02 Rata-rata 53.65 60.84 50.63 57.06 55.55 Sumber : Data Primer Praktikum Ransum Unggas dan Non Ruminansia, 2011 Hasil praktikum menunjukkan bahwa kecernaan protein kasar pada masing-masing perlakuan T0 sebesar 53,65%, T1 sebesar 60,84%, T2 sebesar 50,63%, T3 sebesar 57,06%. Kecernaan protein tertinggi pada T1 yaitu sebesar 60,84%. Hasil yang didapat menunjukkan bahwa kecernaan protein masih dibawah standar, kecernaan yang rendah dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti suhu lingkungan, bentuk fisik pakan, metabolisme tubuh serta jumlah mikroba yang berfungsi untuk meningkatkan kecernaan protein dalam tubuh. Hal tersebut tidak sesuai dengan pendapat Mulyono et al., (2009), rata-rata kecernaan protein dengan perlakuan probiotik adalah 89,79-91,05%. Menurut Rasyaf (1995), kecernaan dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti suhu lingkungan, spesies ternak, bentuk fisik ransum, jumlah ransum yang dikonsumsi dan komposisi bahan pakan. Penambahan bakteri asam laktat sebagai probiotik dalam ransum tidak memberikan pengaruh nyata terhadap peningkatan kecernaan protein ransum, hal ini tidak sesuai dengan Wahju (1997), bahwa mekanisme kerja probiotik bekerja secara anaerob menghasilkan asam laktat mengakibatkan turunnya pH saluran pencernaan yang menghalangi perkembangan dan pertumbuhan bakteri-bakteri pathogen. Mulyono (2009), penggunaan probiotik dan antibiotik dapat memperbaiki kecernaan protein ransum sehingga pertumbuhan bobot badan meningkat.

10

Hal ini dikarenakan faktor suhu dalam kandang menyebabkan cekaman panas pada ayam, cekaman panas menyebabkan menurunnya efisiensi pakan pada saluran pencernaan ayam, sehingga ayam yang mengalami cekaman panas tentunya akan melakukan panting untuk mengeluarkan hawa panas yang ada dalam tubuhnya, hal tersebut tentunya juga mempengaruhi kecernaan pakan dalam laju digesta karena ayam yang mengalami cekaman panas akan lebih banyak mengkonsumsi air untuk menggantikan kandungan air dalam tubuhnya yang hilang selama evaporasi. Hal ini sesuai dengan pendapat Ophir et al., (2002), bahwa cekaman panas dapat meningkatkan evaporasi melalui pernapasan dan permukaan kulit (evaporasi kutaneus) pada jenis unggas hingga mencapai 40 sampai 75% dari total kehilangan air dari dalam. Stres panas pada ayam akan menurunkan tampilan produksi karena berkaitan langsung dengan perubahanperubahan fisiologik dan biokimiawi dalam tubuh ayam. Temperatur yang tinggi dan musim panas yang panjang pada negara tropis seperti Indonesia dapat menimbulkan stres dan membangkitkan adaptasi perilaku (behavior), fisiologik dan biokimiawi pada tubuh ayam, yang semuanya memerlukan energi yang pada akhirnya menurunkan penampilan (performance) ayam. Anggorodi (1994), pengukuran daya cerna pada dasarnya merupakan usaha untuk menentukan jumlah zat pakan yang diserap dalam saluran pencernaan.

11

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil praktikum diketahui bahwa kecernaan protein kasar (KcPK) pada perlakuan dengan penambahan probiotik masih dibawah standar. Penambahan probiotik tikdak berpengaruh nyata terhadap kecernaan protein pada ayam broiler. Faktor-faktor yang mempengaruhi kecernaan protein adalah suhu lingkungan yang menyebabkan ayam mengalami cekaman panas sehingga laju digesta dalam tubuh ayam terganggu. 5.2. Saran Pelaksanaan praktikum lebih dijelaskan mengenai penggunaan probiotik dan manfaatnya bagi ternak. Penanggulangan terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi kecernaan protein.

12

DAFTAR PUSTAKA Anggorodi,R. 1994. Ilmu Makanan Ternak Umum. Cetakan ke-5. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Anggorodi, R. 1995. Nutrisi Aneka ternak unggas. Cetakan ke-1. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Lubis, D. A. 1992. Ilmu Makanan Ternak. PT Pembangunan, Jakarta. Mulyono, R. Murwani dan F. Wahyono. 2009. Kajian penggunaan probiotik Saccharomyces cereviceae sebagai alternatif aditif antibiotik terhadap kegunaan protein dan energi pada ayam broiler. Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro, Semarang. 16: 243-245. Ophir, E. Y., J. Arieli., M. Mader., M. Horowitz. 2002. Cutancous Blood flow in the pigeon Columba livia: its possible relevance to cutanenous water evaporation. J. Exp. Biol. 205: 2627-2636. Rasyaf, M. 1995. Beternak Ayam Pedaging. Penebar swadaya, Jakarta Suharto. 1995. Pemanfaatan Probiotik dalam Pakan untuk Meningkatkan Efisiensi Produksi Ternak dipedesaan. Prosiding Pertemuan Ilmiah, komunikasi dan penyaluran hasil penelitian. Buku 1. Sub balai penelitian ternak klepu. Badan penelitian Pengembangan Pertanian, Semarang. 18: 312-314. Suryadani, T. Dan H. Santoso. 2002. Pembibitan ayam ras. Penebar swadaya, Jakarta.

13

Tillman, A. D., H. Hartadi, S. Reksohadiprodja, S. Prawirokusumo dan S. Lebdosukojo. 1998. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Cetakan Keenam. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Wahyu, J.1997. Ilmu nutrisi Unggas. Cetakan ke-4, Gadjah Mada University Press, Jogjakarta. Wahyono, F. 2002. Pengaruh Probiotik terhadap Konsumsi Pakan, PBB dan Kolesterol Darah Ayam Broiler yang diberi Pakan Tinggi Lemak Jenuh atau tidak jenuh. J.Trop, anim.Dev.27 (1):36-44.

LAMPIRAN Tabel 1.Data Konsumsi Ransum Saat Pengukuran Kecernaan Perlakuan Pemberian Sisa Konsumsi BK Konsumsi PK Konsumsi (g) (g) (g) (%) BK (g) (%) PK (g) ToU1 100 4 96 87 83,5 21 17,54 ToU2 100 2 98 87 85,26 21 17,90 ToU3 100 2 98 87 85,26 21 17,90 ToU4 100 100 87 87 21 18,27 ToU5 100 1 99 87 86,13 21 18,09 T1U1 100 100 87 87 21 18,27 T1U2 100 100 87 87 21 18,27 T1U3 100 100 87 87 21 18,27 T1U4 100 100 87 87 21 18,27 T1U5 100 100 87 87 21 18,27 T2U1 100 100 87 87 21 18,27 T2U2 100 100 87 87 21 18,27 T2U3 100 9 91 87 79,17 21 16,63 T2U4 100 100 87 87 21 18,27 T2U5 100 3 97 87 84,39 21 17,72 T3U1 100 100 87 87 21 18,27 T3U2 100 100 87 87 21 18,27 T3U3 100 100 87 87 21 18,27 T3U4 100 100 87 87 21 18,27 T3U5 100 0,5 99,5 87 85,56 21 18,18 Sumber : Data Primer Praktikum Ransum Unggas dan Non Ruminansia, 2011 RUMUS: Konsumsi ransum : jumlah pakan sisa pakan

14

Konsumsi BK (g) : konsumsi ransum x BK Ransum(%) Konsumsi PK (g) : konsumsi BK (g) x PK Ransum(%)

Tabel 2. Data Ekskreta Perlakuan Berat Basah (g)

Berat Kering BK Total BK PK Udara (%) Ekskreta (%) (g) (g) ToU1 159.67 23 12.46 19.89 8.48 ToU2 121 29.33 20.90 25.29 8.68 ToU3 183.33 28 13.19 24.19 8.38 ToU4 189.33 25 11.48 21.74 9.09 ToU5 117.33 26.33 19.29 22.63 8.55 T1U1 157 32.33 16.44 25.82 9.40 T1U2 116.33 18 12.69 14.76 9.23 T1U3 133 22.67 12.76 16.97 7.92 T1U4 176.67 33.33 15.95 28.19 8.39 T1U5 147.33 27 16.00 23.58 7.24 T2U1 188.67 21.67 9.38 17.71 8.48 T2U2 160.67 21 11.42 18.35 9.52 T2U3 83 22 19.79 16.43 10.02 T2U4 179 30.67 14.80 26.49 9.50 T2U5 158 19 10.62 16.77 9.07 T3U1 157 23.67 13.15 20.65 8.01 T3U2 135.67 28.33 17.47 23.70 8.39 T3U3 193 28.67 12.92 24.94 7.93 T3U4 132.67 31.33 21.11 28.00 8.24 T3U5 145.67 30 18.25 26.58 9.15 Sumber: Data Primer Praktikum Ransum Unggas dan Non Ruminansia, 2011 ToU1 Diketahui Berat Basah Berat kering udara = 159.67 g = 23 g

PK (g) 1.69 2.19 2.03 1.97 1.94 2.43 1.36 1.34 2.36 1.71 1.50 1.75 1.65 2.52 1.52 1.65 1.99 1.98 2.31 2.43

15

PK Ransum PK Ekskreta Jumlah konsumsi

= 21% = 8,48% = 96 g

BK total = (BK Sampel/100) x BKU x 100% Berat Basah = 23 x 20.39 159.67 = 12,46 % Tabel 3. Data Kecernaan Protein Kasar (KcPK) % PK Konsumsi % PK Ekskreta Perlakuan KcPK Ransum Ransum Ekskreta (BK) 96 ToU1 21 8.48 19.89 90,38 98 ToU2 21 8.68 25.29 87,75 98 ToU3 21 8.38 24.19 88,67 100 ToU4 21 9.09 21.74 89,19 99 ToU5 21 8.55 22.63 89,30 100 T1U1 21 9.40 25.82 86,72 100 T1U2 21 9.23 14.76 92,54 100 T1U3 21 7.92 16.97 92,65 100 T1U4 21 8.39 28.19 87,05 100 T1U5 21 7.24 23.58 90,66 100 T2U1 21 8.48 17.72 91,79 100 T2U2 21 9.52 18.35 90,44 91 T2U3 21 10.02 16.43 90,10 100 T2U4 21 9.50 26.49 86,23 97 T2U5 21 9.07 16.77 91,42 100 T3U1 21 8.01 20.65 90,94 100 T3U2 21 8.39 23.70 89,11 100 T3U3 21 7.93 24.94 89,17 100 T3U4 21 8.24 28.00 87,37 99.5 T3U5 21 9.15 26.58 86,62 Sumber: Data Primer Praktikum Ransum Unggas dan Non Ruminansia, 2011. ToU1 BK Ekskreta = Berat basah x BK total

16

= 159,67 x 12,46 % = 19,90 g KcPK = (% PK Ransum x Konsumsi Ransum) - (% PK Ekskreta x Ekskreta) x100% (% PK Ransum x Konsumsi Ransum) = (21% x 83,52) - (8.48% x 19,90) X 100% (21% x 83,52) = 90,38 %

You might also like