You are on page 1of 18

BAB I PENDAHULUAN

A.

Latar Belakang Kurikulum merupakan rancangan pendidikan yang merangkum semua pengalaman belajar yang disediakan bagi siswa di sekolah. Dalam kurikulum terintegrasi filsafat nilai-nilai pengetahuan, dan perbuatan pendidikan. Kurikulum disusun oleh para ahli pendidikan /ahli kurikulum, ahli bidang ilmu, pendidik, pejabat pendidikan, pengusaha serta unsur-unsur masyarakat lainnya (Sukmadinata, 2004). Rancangan ini disusun dengan maksud memberi pedoman kepada para pelaksana pendidikan, dalam proses pembimbingan perkembangan peserta didik, mencapai tujuan yang dicita-citakan oleh peserta didik, keluarga, dan masyarakat. Kelas merupakan tempat untuk melaksanakan dan menguji kurikulum. Di sana semua konsep, prinsip, nilai, pengetahuan, metode, alat, dan kemampuan guru diuji dalam bentuk perbuatan yang akan mewujudkan bentuk kurikulum yang nyata dan hidup. Oleh karena itu, gurulah pemegang kunci pelaksanaan dan keberhasilan kurikulum. Dialah sebenarnya perencana, penilai, dan pengembang kurikulum sesungguhnya. Pengembangan kurikulum merupakan suatu proses yang

merencanakan, menghasilkan suatu alat yang lebih baik dengan didasarkan pada hasil penilaian terhadap kurikulum yang telah berlaku, sehingga dapat memberikan kondisi belajar mengajar yang lebih baik (Subandijah, 1993). Kurikulum dalam pendidikan formal di sekolah/madrasah memiliki peranan yang sangat strategis dan menentukan pencapaian tujuan pendidikan. Apabila dirinci secara lebih mendetail terdapat tiga peranan yang dinilai sangat penting,

yaitu peranan konservatif, peranan kreatif, dan peranan kritis/evaluative (Oemar Hamalik, 1990) Peranan konservatif menekankan bahwa kurikulum dapat dijadikan sebagai sarana untuk mentransmisikan nilai nilai warisan budaya masa lalu yang dianggap masih relevan dengan masa kini kepada generas muda, dalam hal ini para siswa. Peranan konservatif ini pada hakikatnya menempatkan kurikulum yang berorientasi ke masa lampau. Peranan ini sifatnya menjadi sangat mendasar, disesuaikan dengan kenyataan bahwa pendidikan pada hakikatnya merupakan proses social. Salah satu tugas pendidikan yaitu mempengaruhi dan membina perilaku siswa sesu dengan ai nilai-nilai sosial yang hidup di lingkungan masyarakatnya. Perkembangan ilmu pengetahuan dan aspek aspek lainnya senantiasa terjadi setiap saat. Peranan kreatif menekankan bahwa kurikulum harus mampu mengembangkan sesatu yang baru sesuai dengan perkembangan yang terjadi dan kebutuhan-kebutuhan masyarakat pada masa sekarang dan masa mendatang. Kurikulum harus mengandung hal-hal yang dapat membantu setiap siswa mengembangkan semua potensi yang ada pada dirinya untuk memperoleh pengetahuan-pengetahuan baru, kemampuan-kemampuan baru, serta cara berfikir baru yang dibutuhkan dalam kehidupannya. Peranan kritis dan evaluative di latarbelakangi oleh adanya kenyataan bahwa nilai-nilai dan budaya yang hidup dalam masyarakat senantiasa mengalami perubahan, sehingga pewarisan nilai-nilai dan budaya masa lalu kepada siswa perlu diseusaikan dengan kondisi yang terjadi pada masa sekarang. Selain itu, perkembangan yang terjadi pada masa sekarang dan masa mendatang belum tentu sesuai dengan apa yang dibutuhkan. Oleh karena itu, peranan kurikulum tidak hanya mewariskan nilai dan budaya, melainkan juga memiliki peranan untuk

menilai dan memilih nilai dan budaya serta pengetahuan baru yang akan diwariskan tersebut. Dalam hal ini, kurikulum harus turut aktif berpartisipasi dalam control atau filter social. Nilai-nilai social yang tidak sesuai lagi dengan keadaan dan tuntutan masa kin dihilangkan dan diadakan modifikasi atau penyempurnaanpenyempurnaan. Ketiga peranan kurikulum di atas tentu saja harus berjalan secara seimbang dan harmonis agar dapat memenuhi tuntutan keadaan. Jika tidak, akan terjadi ketimpangan-ketimpangan yang menyebabkan peranan kurikulum persekolahan menjadi tidak optimal. Menyelaraskan ketiga peranan kurikulum tersebut menjadi tanggung jawab semua pihak yang terkait dalam proses pendidikan, diantaranya : guru, kepala sekolah, pengawas, orang tua, siswa, dan masyarakat. Dengan demikian, pihak-pihak yang terkait tersebut idealnya dapat memahami betul apa yang menjadi tujuan dan isi dari kurikulum yang diterapkan sesu dengan bidang ai tugas masing-masing.

B.

Tujuan Penulisan Pengembangan kurikulum merupakan bagian yang esensial dalam proses pendidikan. Sasaran yang ingin dicapai bukan semata-mata memproduksi bahan pelajaran melainkan lebih dititik beratkan untuk meningkatkan kualitas pendidikan. Pengembangan kurikulum merupakan proses yang menyangkut banyak faktor yang perlu dipertimbangkan, antara lain pertimbangan akan pernyataan tentang kurikulum, siapa yang terlibat dalam pengembangan kurikulum, bagaimana prosesnya, apa tujuannya kepada siapa kurikulum ditujukan.

C.

Masalah Dalam makalah ini kami hanya memfokuskan pada siapa yang terlibat dalam pengembangan kurikulum. Kegiatan pengembangan kurikulum mencangkup penyusunan kurikulum itu sendiri, pelaksanaan di sekolah-sekolah yang disertai dengan penilaian yang intensif, penyempurnaan-penyempurnaan yang dilakukan terhadap komponen-komponen tertentu dari kurikulum tersebut atas dasar hasil penilaian. Faktor-faktor diantaranya adalah : Diawali oleh adanya rasa ketidakpuasan masyarakat terhadap hasil kurikulum yang sedang atau telah berjalan Terjadinya perubahan dalam organisasi kurikulum sekolah. yang menyebabkan terjadinya perubahan kurikulum

B A B II PEMBAHASAN

A.

Preview dan Perubahan Kurikulum Dalam usaha perbaikan kurikulum di sekolah dapat berhasil dengan baik, hendaknya diperhatikan langkah-langkah yang berikut: Adakan penilaian umum tentang sekolah, dalam hal apa sekolah itu lebih baik atau lebih rendah mutunya daripada sekolah lain Selidiki berbagai kebutuhan, antara lain kebutuhan siswa, kebutuhan guru, dan kebutuhan akan perubahan dan perbaikan Mengidentifikasi masalah serta merumuskannya, yang timbul berdasarkan studi tentang berbagai kebutuhan yang tersebut di atas lalu memilih salah satu yang dianggap paling mendesak. Mengajukan sarana perbaikan, sebaiknya dalam bentuk tertulis, yang dapat didiskusikan bersama, apakah sesuai dengan tuntutan kurikulum yang berlaku, menilai maknanya bagi perbaikan sekolah dan menjelaskan makna serta implikasinya. Menyiapkan mengevaluasi, desain perencanaannya bahan yang pelajaran, mencangkup metode tujuan, cara

menentukan

penyampaiannya,

percobaan, penilaian, balikan, perbaikan, pelaksanaan, dan seterusnya. Memilih anggota panitia, sedapat mungkin sesuai dengan kompetensi masingmasing Mengawasi pekerjaan panitia, biasanya oleh kepala sekolah

Melaksanakan hasil panitia oleh guru dalam kelas. Oleh sebab pekerjaan ini tidak mudah, kepala sekolah hendaknya senantasa menyatakan penghargaannya atas pekerjaan semua yang terlibat dalam usaha perbaikan ini. Menerapkan cara-cara evaluasi, apakah yang direncanakan itu dapat

direalisasikan. Apa yang indah di atas kertas, belum tentu dapat diwujudkan Memantapkan perbaikan, bila ternyata usaha itu berhasil baik dan dijadikan pedoman selanjutnya. (Nasution, 2003) Perubahan kurikulum melibatkan banyak pihak. Oleh karena itu, di dalam mengubah kurikulum perlu dipertimbangkan faktor-faktor manusia (human factors), yaitu: guru, peserta didik, orang tua peserta didik, staf administrasi sekolah, pemakai lulusan, serta pihak lain yang mungkin terlibat dalam sistem pendidikan, baik secara langsung maupun tidak langsung antara lain : politikus, pengusaha, orang tua peserta didik, serta unsur-unsur masyarakat lainnya yang merasa berkepentingan dengan pendidikan (Sudrajat, 2008). Dari pihak-pihak tersebut yang secara terus menerus turut terlibat dalam pengembangan kurikulum adalah: administrator pendidikan, guru, para ahli,dan orang tua (Sukmadinata, 2004). Berdasarkan uraian tersebut, maka timbul suatu permasalahan: siapa saja pihak-pihak yang mempengaruhi pengembangan kurikulum? Oleh karena itu, makalah ini bertujuan untuk mengetahui pihak-pihak yang mempengaruhi pengembangan kurikulum.

B.

Pihak-pihak yang terlibat dalam Pengembangan Kurikulum


1.

Peranan Para Administrator Pendidikan Peranan para administrator di tingkat pusat dalam pengembangan kurikulum adalah menyusun dasar-dasar hukum, menyusun kerangka dasar serta

program inti kurikulum (Sukmadinata, 2004). Kerangka dasar dan program inti tersebut akan menentukan minimum course yang dituntut. Atas dasar kerangka dasar dan program inti tersebut para administrator daerah dan administrator lokal mengembangkan kurikulum sekolah bagi daerahnya yang sesuai dengan kebutuhan daerah. Administrator pendidikan terdiri dari: Administrator Pusat : direktur dan kepala pusat Administrator Daerah: Kepala Kantor Wilayah Administrator Lokal: Kepala Kantor Kabupaten, Kecamatan dan Kepala Sekolah.

2. Peranan Para Ahli Pengembangan kurikulum membutuhkan bantuan pemikiran para ahli, baik ahli pendidikan, ahli kurikulum, maupun ahli bidang studi/ disiplin ilmu. Dengan mengacu baik pada kebijaksanaan-kebijaksanaan pembangunan secara yang umum ditetapkan maupun

pemerintah,

kebijaksanaan

pembangunan pendidikan, perkembangan tuntutan masyarakat dan masukan dari pelaksanaan pendidikan dan kurikulum yang sedang berjalan, para ahli pendidikan memberikan alternative konsep pendidikan dan model kurikulum yang dipandang paling sesuai dengan keadaan dan kebutuhan masyarakat.

3. Peranan Guru Guru adalah sebagai perencanan, pelaksana dan pengembang kurikulum bagi kelasnya. Sekalipun ia tidak mencetuskan sendiri konsep-konsep tentang kurikulum, guru merupakan penerjemah kurikulum. Dia yang mengolah,

meramu kembali kurikulum dari pusat untuk disajikan dikelasnya. Oleh karena itu guru bisa dikatakan sebagai barisan pengembangan kurikulum yang terdepan. Adapun peran guru dalam mengembangkan kurikulum antara lain: Guru sebagai perencana pengajaran. Artinya, guru harus membuat perencanaan pengajaran dan persiapan sebelum melakukan kegiatan belajar mengajar. Guru sebagai pengelola pengajaran harus dapat menciptakan situasi belajar yang memungkinkan tujuan belajar yang telah ditentukan. Guru sebagai evaluator. Artinya, guru melakukan pengukuran untuk mengetahui apakah anak didik telah mencapai hasil belajar seperti yang diharapkan. Guru merupakan titik sentral suatu kurikulum berkat usaha guru, maka timbul kegairahan belajar siswa. Sehingga memacu belajar lebih keras untuk mencapai tujuan belajar mengajar yang bersumber dari tujuan kurikulum, untuk itu guru perlu memiliki ketrampilan belajar mengajar. Penguasaan ketrampilan tersebut bergantung pada bahan yang dimilikinya dan latihan keguruan yang telah dialaminya. Keberhasilan belajar mengajar antar lain ditentukan oleh kemampuan kepribadiannya. Guru harus bersikap terbuka dan menyentuh kepribadian siswa. Guru perlu mengembangkan gagasan secaa kreatif, memiliki hasrat dan keinginan serta wawasan intelektual yang luas. Guru harus yakin terhadap potensi belajar yang dimiliki oleh siswa. Hal-hal yang perlu dikuasai guru; guru perlu memahami dan menguasai banyak hal agar pelaksanaan pengajaran berhasil, guru juga harus mau dan mampu menilai diri sendiri secara terus menerus dalam kaitannya dengan

tingkat keberhasilan dan pelaksanaan pengajarannya. Guru harus menguasai bahan pengajaran sesuai jenjang kelas yang diajarnya, menguasai strategi pembelajaran yang berguna untuk menyampaikan pengetahuan kepada siswa dan guru juga harus menjadi suri tauladan bagi siswanya dan memberikan hal hal yang bermakna bagi perkembangannya kelak. Kemampuan yang harus dimiliki seorang guru, yaitu : 1. Kemampuan Profesional, yang mencakup : Penguasaan materi pelajaran Penguasaan landasan dan wawasan kependidikan Penguasaan proses kependidikan, keguruan dan pembelajaran. 2. 3. Kemampuan Sosial Kemampuan Personal Penampilan sikap Pemahaman, penghayatan dan penampilan nilai yang seyogyanya dimiliki guru. Penampilan upaya menjadikan dirinya sebagai contoh bagi siswanya.

Pengembangan kurikulum dari segi pengelolaannya dibedakan menjadi : 1. Peranan guru dalam pengembangan kurikulum yang bersifat sentralisasi Disini guru tidak mempunyai peranan dalam perancangan, dan evaluasi yang bersifat makro, mereka berperan dalam kurikulum mikro. Kurikulum makro disusun oleh tim khusus, guru menyusun kurikulum dalam jangka waktu 1 tahun, atau 1 semester. Menjadi tugas guru untuk menyusun dan merumuskan tujuan yang tepat memilih dan menyusun bahan pelajaran sesuai kebutuhan, minat dan tahap perkembangan anak, memilih metode

dan media mengajar yang bervariasi, kurikulum yang tersusun sistematis dan rinci akan memudahkan guru dalam implementasinya. 2. Peranan guru dalam pengembangan kurikulum desentralisasi Kurikulum desentralisasi disusun oleh sekolah ataupun kelompok sekolah tertentu dalam suatu wilayah. Pengembangan kurikulum ini didasarkan atas karakteristik, kebutuhan, perkembangan daerah serta kemampuan sekolah tersebut. Jadi kurikulum terutama isinya sangat beragam, tiap sekolah punya kurikulum sendiri. Peranan guru lebih besar daripada dikelola secara sentralisasi, guru-guru turut berpartisipasi, bukan hanya dalam penjabaran dalam program tahunan/semester/satuan pengajaran, tetapi didalam menyusun kurikulum yang menyeluruh untuk sekolahnya. Di dini guru juga bukan hanya berperan sebagai pengguna, tetapi perencana, pemikir, penyusun, pengembang dan juga pelaksana dan evaluator kurikulum. (Nurhayati, S.Pd.I, 2008)

4. Peranaan Orang tua Murid Peranan mereka dapat berkenaan dengan dua hal, pertama dalam penyusunan kurikulum. Dalam penyusunan kurikulum mungkin tidak semua orang tua dapat ikut serta hanya terbatas kepada beberapa orang saja yang cukup waktu dan mempunyai latar belakang yang memadai. Kedua, dalam pelaksanaan kurikulum diperlukan kerja sama yang sangat erat antara guru dengan para orang tua murid. Sebagian kegiatan belajar yang dituntut kurikulum dilaksanakan di rumah. Dan orang tua mengikuti atau mengamati kegiatan belajar anaknya di rumah.

5. Peran Komite Sekolah Komite Sekolah merupakan nama baru pengganti Badan Pembantu Penyelenggara Pendidikan (BP3). Secara substansial kedua istilah tersebut tidak begitu mengalami perbedaan. Yang membedakan hanya terletak pada pengoptimalan peran serta masyarakat dalam mendukung dan mewujudkan mutu pendidikan. Komite Sekolah adalah badan mandiri yang mewadahi peran serta masyarakat dalam rangka meningkatkan mutu, pemerataan, dan efisiensi pengelolaan pendidikan di satuan pendidikan, baik pada pendidikan pra sekolah, jalur pendidikan sekolah maupun jalur pendidikan di luar sekolah. Tujuan pembentukan Komite Sekolah adalah: Mewadahi dan menyalurkan aspirasi serta prakarsa masyarakat dalam melahirkan kebijakan operasional dan program pendidikan di satuan pendidikan. Meningkatkan tanggung jawab dan peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan di satuan pendidikan. Menciptakan suasana dan kondisi transparan, akuntabel, dan demokratis dalam penyelenggaraan dan pelayanan pendidikan yang bermutu di satuan pendidikan (Kepmendiknas nomor: 044/U/2002 dalam Trimo, 2008). Adapun fungsi Komite Sekolah, sebagai berikut: Mendorong tumbuhnya perhatian dan komitmen masyarakat terhadap penyelenggaraan pendidikan yang bermutu. Melakukan kerjasama dengan masyarakat (perorangan/organisasi/ dunia usaha/dunia industri) dan pemerintah berkenaan dengan penyelenggaraan pendidikan yang bermutu.

Menampung dan menganalisis aspirasi, ide, tuntutan, dan berbagai kebutuhan pendidikan yang diajukan oleh masyarakat. Memberikan masukan, pertimbangan, dan rekomendasi kepada satuan pendidikan mengenai: 1) 2) 3) 4) 5) 6) kebijakan dan program pendidikan rencana anggaran pendidikan dan belanja sekolah (RAPBS) kriteria kinerja satuan pendidikan kriteria tenaga kependidikan kriteria fasilitas pendidikan, dan hal-hal lain yang terkait dengan pendidikan

Mendorong orang tua dan masyarakat berpartisipasi dalam pendidikan guna mendukung peningkatan mutu dan pemerataan pendidikan Menggalang dana masyarakat dalam rangka pembiayaan

penyelenggaraan pendidikan di satuan pendidikan. Melakukan evaluasi dan pengawasan terhadap kebijakan, program, penyelenggaraan, dan keluaran pendidikan di satuan pendidikan. Secara kontekstual, peran Komite Sekolah sebagai: Pemberi pertimbangan (advisory agency) dalam penentuan dan pelaksanan kebijakan pendidikan di satuan pendidikan. Pendukung (supporting agency), baik yang berwujud finansial, pemikiran, maupun tenaga dalam penyelenggaraan pendidikan di satuan pendidikan. Pengontrol (controlling agency) dalam rangka transparansi dan akuntabilitas penyelenggaraan dan keluaran pendidikan di satuan pendidikan.

Mediator antara pemerintah (eksekutif) dengan masyarakat di satuan pendidikan. Mengacu pada peranan Komite Sekolah terhadap peningkatan mutu pendidikan, sudah barang tentu memerlukan dana. Dana dapat diperoleh melalui iuran anggota sesuai kemampuan, sumbangan sukarela yang tidak mengikat, usaha lain yang tidak bertentangan dengan maksud dan tujuan pembentukan Komite Sekolah. Sekolah bukanlah suatu lembaga yang terpisah dari masyarakat. Sekolah merupakan lembaga yang bekerja dalam konteks sosial. Sekolah mengambil siswanya dari masyarakat setempat, sehingga

keberadaannya tergantung dari dukungan sosial dan finansial masyarakat. Oleh karena itu, hubungan sekolah dan masyarakat merupakan salah satu komponen penting dalam keseluruhan kerangka penyelenggaraan pendidikan. Adanya hubungan yang harmonis antar sekolah dan masyarakat yang diwadahi dalam organisasi Komite Sekolah, sudah barang tentu mampu mengoptimalkan peran serta orang tua dan masyarakat dalam memajukan program pendidikan, dalam bentuk: Orang tua dan masyarakat membantu menyediakan fasilitas pendidikan, memberikan bantuan dana serta pemikiran atau saran yang diperlukan sekolah. Orang tua memberikan informasi kepada sekolah tentang potensi yang dimiliki anaknya, dan Orang tua menciptakan rumah tangga yang edukatif bagi anak Berkenaan dengan peningkatan hubungan sekolah dengan masyarakat, subtansi pembinaannya harus diarahkan kepada meningkatkan kemampuan seluruh personil sekolah dalam:

Memupuk pengertian dan pengetahuan orang tua tentang pertumbuhan pribadi anak. Memupuk pengertian orang tua tentang cara mendidik anak yang baik, dengan harapan mereka mampu memberikan bimbingan yang tepat bagi anak-anaknya dalam mengikuti pelajaran. Memupuk pengertian orang tua dan masyarakat tentang program pendidikan yang sedang dikembangkan di sekolah. Memupuk pengertian orang tua dan masyarakat tentang hambatanhambatan yang dihadapi sekolah. Memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk berperan serta memajukan sekolah. Mengikutsertakan orang tua dan tokoh masyarakat dalam merencanakan dan mengawasi program sekolah 6. Peran Pengusaha Berkaitan dengan peranan masyarakat dalam pendidikan dalam UU No.20/2005 Sisdiknas pasal 54 tentang Peran Serta Masyarakat Dalam Pendidikan menyebutkan : (1) Peran serta masyarakat dalam pendidikan meliputi peran serta perseorangan, kelompok, keluarga, organisasi profesi, pengusaha, dan organisasi kemasyarakatan dalam penyelenggaraan dan pengendalian mutu pelayanan pendidikan. (2) Masyarakat dapat berperan serta sebagai sumber, pelaksana, dan pengguna hasil pendidikan. (3) Ketentuan mengenai peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah. Sebagai contoh, sebagaimana diungkapkan oleh Kadisdik Jabar, Dadang Dally bahwa dunia usaha dan dunia industri merupakan bagian dari

masyarakat yang memiliki peranan penting dalam penyelenggaraan sistem pendidikan nasional. Perihal kegiatan kerjasama dengan dunia usaha sinergitas telah mulai dilakukan. Prosesnya telah memasuki tahap

inventarisasi. Implementasinya, dunia usaha didorong untuk membangun sekolah, bukan menggalang dana dari dunia usaha.

C.

Kesulitan-Kesulitan dalam Perubahan Kurikulum Sejarah menunjukkan bahwa sekolah itu sangat sukar menerima pembaruan. Ide yang baru tentang pendidikan memerlukan waktu sekitar 75 tahun sebelum dipraktikan secara umum di sekolah-sekolah ( Nasution, 2003). Manusia itu pada umumnya bersifat konservatif dan guru termasuk golongan itu juga. Guru-guru lebih senang mengikuti jejak-jejak yang lama secara rutin. Adakalanya cara yang demikianlah yang paling mudah dilakukan. Mengadakan pembaharuan memerlukan pemikiran dan tenaga yang lebih banyak. Tak semua orang suka bekerja lebih banyak daripada yang diperlukan. Akan tetapi ada pula kalanya, bahwa guru-guru tidak mendapat kesempatan atau wewenang untuk mengadakan perubahan karena peraturan-peraturan

administratif. Guru itu hanya diharapkan mengikuti instruksi atasan. Pembaharuan kurikulum kadang-kadang terikat pada tokoh yang mencetuskannya. Dengan meninggalnya tokoh itu lenyap pula pembaruan yang telah dimulainya itu. Dalam pembaruan kurikulum ternyata bahwa mencetuskan ide-ide baru lebih mudah daripada menerapkannya dalam praktik. Dan sekalipun telah dilaksanakan sebagai percobaan, masih banyak mengalami rintangan dalam

penyebarluasannya, oleh sebab harus melibatkan banyak orang dan mungkin memerlukan perubahan struktur organisasi dan administrasi sistem pendidikan. Pembaharuan kurikulum sering pula memerlukan biaya yang lebih banyak untuk fasilitas dan alat-alat pendidikan baru, yang tidak selalu dapat dipenuhi. Tak jarang pula pembaharuan ditentang oleh mereka yang ingin berpegang pada yang sudah lazim dilakukan atau yang kurang percaya akan yang baru sebelum terbukti kelebihannya Bersifat kritis terhadap pembaharuan kurikulum adalah sifat yang sehat, karena pembaharuan itu jangan hanya sekedar mode yang timbul pada suatu saat untuk lenyap lagi dalam waktu yang tidak lama.

B A B III PE NUTUP

Perubahan kurikulum melibatkan banyak pihak. Oleh karena itu, di dalam mengubah kurikulum perlu dipertimbangkan faktor-faktor manusia (human factors), yaitu: guru, peserta didik, orang tua peserta didik, pemakai lulusan, politikus, pengusaha, administrator pendidikan, serta pihak lain yang mungkin terlibat dalam sistem pendidikan, baik secara langsung maupun tidak langsung.

REFERENSI

Adiwikarta,S, 1994. Kurikulum yang Berorientasi pada Kekinian, Kurikulum untuk Abad 21, Jakarta : Grasindo. Abdullah, Idi. 2007. Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek. Jakarta: Ar-Ruzz Media. Bahri, PTS Syamsul. 2007. Landasan Pendidikan. (http://www.wordpress. com/syamsulbolg.html, diakses tanggal 22 Maret 2007). Online. 2007. Pentingnya Landasan Filsafat Ilmu Pendidikan. (http://www.pts.co.id/filsafat.asp, diakses tanggal 22 Maret 2007).

Tirtarahardja, Umar dan Sulo, S.L.La. 2005. Pengantar Pendidikan. Jakarta : Rineka Cipta. Kusnandar. 2007. Guru Profisional. Jakarta : PT Raja Grafindo. Nasution, S. 2008. Asas-Asas Kurikulum. Jakarta: Bumi Aksara. Sukmadinata, Nana S. 2002. Pengembangan Kurikulum: Teori dan Praktek. Bandung: Remaja Rosdakarya.

You might also like