You are on page 1of 17

MAKALAH KEPERAWATAN GAWAT DARURAT MANAJEMEN JALAN NAPAS DAN PELAYANAN GAWAT DARURAT BENCANA

DISUSUN OLEH: YUNIA FARIDA 2.08.99

D III KEPERAWATAN STIKES TELOGOREJO SEMARANG 2011

DAFTAR ISI

BAB I

PENDAHULUAN A. Manajemen jalan napas


Pengertian : tindakan yang dilakukan untuk membebaskan jalan napas dengan tetap memperhatikan kontrol servikal

Tujuan : membebaskan jalan napas untuk menjamin jalan masuknya udara ke paru secara normal sehingga menjamin kecukupan oksigenase tubuh

Pemeriksaan Jalan Napas :

L = Look/Lihat gerakan nafas atau pengembangan dada, adanya retraksi sela iga, warna mukosa/kulit dan kesadaran

L = Listen/Dengar aliran udara pernafasan

F = Feel

/Rasakan adanya aliran udara pernafasan dengan menggunakan pipi penolong

B. Pelayanan Gawat Darurat dan bencana


Indonesia merupakan salah satu negara yang mempunyai risiko terhadap terjadinya pelbagai bencana alam antara lain Gempa bumi dan letusan gunung berapi karena terletak dalam rangkaian Ring Of Fire serta ada empat pusat zona aktif gunung berapi yaitu Zona Sunda, Minahasa, Halmahera, Banda, Risiko terjadinya Tsunami, maupun bencana-bencana jenis lain termasuk Emerging Infectious Disease. Disamping itu, di bidang pelayanan kesehatan, kita juga harus mengakui bahwa sistem jejaring pelayanan di fasilitas kesehatan belum terintegrasi secara optimal yang berakibat masih banyaknya keluhan masyarakat terhadap pelayanan kesehatan khususnya di Instalasi Gawat Darurat.

Hal inilah yang disampaikan Direktur Jenderal Bina Upaya Kesehatan dr. Supriyantoro, Sp.P, MARS sebagai pembicara pada Pidato Dies Natalis ke-65 Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada, tanggal 04 Maret 2011.

Kesiapan IGD serta sistem pelayanan Gawat Darurat yang terpadu antara Fasilitas kesehatan satu dengan lainnya, akan memberikan nilai tambah dalam upaya peningkatan mutu pelayanan kesehatan, tidak hanya terhadap kasus Gawat Darurat sehari-hari, tetapi juga sekaligus kesiapan bila setiap saat terjadi bencana di wilayah Indonesia.

Didalam Peraturan Presiden Republik Indonesia nomor 5 tahun 2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2010 2014 tertera masalah pelayanan kesehatan lain yang perlu mendapat perhatian adalah antisipasi kebutuhan pelayanan kesehatan bagi penduduk di daerah rawan bencana dan didaerah rawan terjadinya rawan sosial. Letak geografis Indonesia yang terletak di antara dua lempeng bumi, rawan dengan terjadinya bencana alam.

BAB II

PEMBAHASAN

A.

MANAJEMEN JALAN NAPAS

Pengertian : tindakan yang dilakukan untuk membebaskan jalan napas dengan tetap memperhatikan kontrol servikal

Tujuan : membebaskan jalan napas untuk menjamin jalan masuknya udara ke paru secara normal sehingga menjamin kecukupan oksigenase tubuh

Pemeriksaan Jalan Napas :

L = Look/Lihat gerakan nafas atau pengembangan dada, adanya retraksi sela iga, warna mukosa/kulit dan kesadaran

L = Listen/Dengar aliran udara pernafasan

F = Feel/Rasakan adanya aliran udara pernafasan dengan menggunakan pipi penolong

Gambar 1. Cara pemeriksaan Look-Listen-Feel (LLF) dilakukan secara simultan. Cara ini dilakukan untuk memeriksa jalan nafas dan pernafasan.

Tindakan

Membuka jalan nafas dengan proteksi cervikal

Chin Lift maneuver (tindakan mengangkat dagu) Jaw thrust maneuver (tindakan mengangkat sudut rahang bawah) Head Tilt maneuver (tindakan menekan dahi)

Gambar dan penjelasan lihat dibawah.

Ingat! Pada pasien dengan dugaan cedera leher dan kepala, hanya dilakukan maneuver jaw thrust dengan hati-hati dan mencegah gerakan leher.

Untuk memeriksa jalan nafas terutama di daerah mulut, dapat dilakukan teknik
Cross Finger yaitu dengan menggunakan ibu jari dan jari telunjuk yang disilangkan dan menekan gigi atas dan bawah. Bila jalan nafas tersumbat karena adanya benda asing dalam rongga mulut dilakukan pembersihan manual dengan sapuan jari.

Kegagalan membuka nafas dengan cara ini perlu dipikirkan hal lain yaitu adanya
sumbatan jalan nafas di daerah faring atau adanya henti nafas (apnea)

Bila hal ini terjadi pada penderita tidak sadar, lakukan peniupan udara melalui mulut,
bila dada tidak mengembang, maka kemungkinan ada sumbatan pada jalan nafas dan dilakukan maneuver Heimlich.

Gambar 2. Pemeriksaan sumbatan jalan nafas di daerah mulut dengan menggunakan teknik cross finger

Tanda-tanda adanya sumbatan (ditandai adanya suara nafas tambahan) :

Mendengkur(snoring), berasal dari sumbatan pangkal lidah. Cara mengatasi : chin


lift, jaw thrust, pemasangan pipa orofaring/nasofaring, pemasangan pipa endotrakeal.

Berkumur (gargling), penyebab : ada cairan di daerah hipofaring. Cara mengatasi :


finger sweep, pengisapan/suction.

Stridor (crowing), sumbatan di plika vokalis. Cara mengatasi : cricotirotomi,


trakeostomi.

2. Membersihkan jalan nafas

Sapuan jari (finger sweep)

Dilakukan bila jalan nafas tersumbat karena adanya benda asing pada rongga mulut belakang atau hipofaring seperti gumpalan darah, muntahan, benda asing lainnya sehingga hembusan nafas hilang.

Cara melakukannya :

Miringkan kepala pasien (kecuali pada dugaan fraktur tulang leher) kemudian buka
mulut dengan jaw thrust dan tekan dagu ke bawah bila otot rahang lemas (maneuver emaresi)

Gunakan 2 jari (jari telunjuk dan jari tengah) yang bersih atau dibungkus dengan sarung tangan/kassa/kain untuk membersihkan rongga mulut dengan gerakan menyapu.

Gambar 3. Tehnik finger sweep

3. Mengatasi sumbatan nafas parsial

Dapat digunakan teknik manual thrust

Abdominal thrust

Chest thrust Back blow

Gambar dan penjelasan lihat di bawah!

Jika sumbatan tidak teratasi, maka penderita akan :

Gelisah oleh karena hipoksia Gerak otot nafas tambahan (retraksi sela iga, tracheal tug) Gerak dada dan perut paradoksal Sianosis Kelelahan dan meninggal

Prioritas utama dalam manajemen jalan nafas adalah JALAN NAFAS BEBAS!

Pasien sadar, ajak bicara. Bicara jelas dan lancar berarti jalan nafas bebas Beri oksigen bila ada 6 liter/menit Jaga tulang leher : baringkan penderita di tempat datar, wajah ke depan, posisi leher netral Nilai apakah ada suara nafas tambahan.

Gambar4. Pasien tidak sadar dengan posisi terlentang, perhatikan jalan nafasnya! Pangkal lidah tampak menutupi jalan nafas

Lakukan teknik chin lift atau jaw thrust untuk membuka jalan nafas. Ingat tempatkan korban pada tempat yang datar! Kepala dan leher korban jangan terganjal!

Chin Lift

Dilakukan dengan maksud mengangkat otot pangkal lidah ke depan

Caranya : gunakan jari tengah dan telunjuk untuk memegang tulang dagu pasien kemudian angkat.

Head Tilt

Dlilakukan bila jalan nafas tertutup oleh lidah pasien, Ingat! Tidak boleh dilakukan pada pasien dugaan fraktur servikal.

Caranya : letakkan satu telapak tangan di dahi pasien dan tekan ke bawah sehingga kepala menjadi tengadah dan penyangga leher tegang dan lidahpun terangkat ke depan.

Gambar 5. tangan kanan melakukan Chin lift ( dagu diangkat). dan tangan kiri melakukan head tilt. Pangkal lidah tidak lagi menutupi jalan nafas.

Jaw thrust

Caranya : dorong sudut rahang kiri dan kanan ke arah depan sehingga barisan gigi bawah berada di depan barisan gigi atas

Gambar 6 dan 7. manuver Jaw thrust dikerjakan oleh orang yang terlatih

Mengatasi sumbatan parsial/sebagian. Digunakan untuk membebaskan sumbatan dari benda padat.

Gambar 8. Tampak ada orang yang tersedak atau tersumbat jalan nafasnyaAbdominal Thrust (Manuver Heimlich)

Dapat dilakukan dalam posisi berdiri dan terlentang.

Caranya berikan hentakan mendadak pada ulu hati (daerah subdiafragma abdomen).

Abdominal Thrust (Manuver Heimlich) pada posisi berdiri atau duduk

Caranya : penolong harus berdiri di belakang korban, lingkari pinggang korban dengan kedua lengan penolong, kemudian kepalkan satu tangan dan letakkan sisi jempol tangan kepalan pada perut korban, sedikit di atas pusar dan di bawah ujung tulang sternum. Pegang erat kepalan tangan dengan tangan lainnya. Tekan kepalan tangan ke perut dengan hentakan yang cepat ke atas. Setiap hentakan harus terpisah dan

gerakan yang jelas.

Abdominal Thrust (Manuver Heimlich) pada posisi tergeletak (tidak sadar)

Caranya : korban harus diletakkan pada posisi terlentang dengan muka ke atas. Penolong berlutut di sisi paha korban. Letakkan salah satu tangan pada perut korban di garis tengah sedikit di atas pusar dan jauh di bawah ujung tulang sternum, tangan kedua diletakkan di atas tangan pertama. Penolong menekan ke arah perut dengan hentakan yang cepat ke arah atas.

Berdasarkan ILCOR yang terbaru, cara abdominal thrust pada posisi terbaring tidak dianjurkan, yang dianjurkan adalah langsung melakukan Resusitasi Jantung Paru (RJP).

Abdominal Thrust (Manuver Heimlich) pada yang dilakukan sendiri

Pertolongan terhadap diri sendiri jika mengalami obstruksi jalan napas.

Caranya : kepalkan sebuah tangan, letakkan sisi ibu jari pada perut di atas pusar dan di bawah ujung tulang sternum, genggam kepala itu dengan kuat, beri tekanan ke atas kea rah diafragma dengan gerakan yang cepat, jika tidk berhasil dapat dilakukan tindakan dengan menekan perut pada tepi meja atau belakang kursi

Gambar 9. Abdominal Thrust dalam posisi berdiri

Back Blow (untuk bayi)

Bila penderita sadar dapat batuk keras, observasi ketat. Bila nafas tidak efektif atau

berhenti, lakukan back blow 5 kali (hentakan keras pada punggung korban di titik silang garis antar belikat dengan tulang punggung/vertebrae)

Gambar 10. Back blow pada bayi

Chest Thrust (untuk bayi, anak yang gemuk dan wanita hamil)

Bila penderita sadar, lakukan chest thrust 5 kali (tekan tulang dada dengan jari telunjuk atau jari tengah kira-kira satu jari di bawah garis imajinasi antara kedua putting susu pasien). Bila penderita sadar, tidurkan terlentang, lakukan chest thrust, tarik lidah apakah ada benda asing, beri nafas buatan

Tulisan yang Berhubungan


gawat darurat Obat Gawat Darurat (Drugs Management) Evaluasi Neurologik (Disabity) Aplikasi Resusitasi Jantung Paru (RJP) Resusitasi Jantung Paru (RJP) Terapi Cairan Pengelolaan Sirkulasi (Circulation Management) Terapi Oksigen Keadaan Gawat Darurat yang Mengganggu Pernapasan Pengelolaan Fungsi Pernapasan (Breathing Management) Pengelolaan Jalan Napas (Airway Management) dengan Alat Survei Sekunder (Secondary Survey) Survei Primer (Primary Survey) Triage Penilaian Awal (Initial Assesment) Istilah-istilah Gawat Darurat

B.

Pelayanan Gawat Darurat Bencana

YOGYAKARTA Indonesia merupakan salah satu negara yang mempunyai risiko terhadap terjadinya pelbagai bencana alam antara lain Gempa bumi dan letusan gunung berapi karena terletak dalam rangkaian Ring Of Fire serta ada empat pusat zona aktif gunung berapi yaitu Zona Sunda, Minahasa, Halmahera, Banda, Risiko terjadinya Tsunami, maupun bencana-bencana jenis lain termasuk Emerging Infectious Disease. Disamping itu, di bidang pelayanan kesehatan, kita juga harus mengakui bahwa sistem jejaring pelayanan di fasilitas kesehatan belum terintegrasi secara optimal yang berakibat masih banyaknya keluhan masyarakat terhadap pelayanan kesehatan khususnya di Instalasi Gawat Darurat.

Hal inilah yang disampaikan Direktur Jenderal Bina Upaya Kesehatan dr. Supriyantoro, Sp.P, MARS sebagai pembicara pada Pidato Dies Natalis ke-65 Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada, tanggal 04 Maret 2011.

Kesiapan IGD serta sistem pelayanan Gawat Darurat yang terpadu antara Fasilitas kesehatan satu dengan lainnya, akan memberikan nilai tambah dalam upaya peningkatan mutu pelayanan kesehatan, tidak hanya terhadap kasus Gawat Darurat sehari-hari, tetapi juga sekaligus kesiapan bila setiap saat terjadi bencana di wilayah Indonesia.

Didalam Peraturan Presiden Republik Indonesia nomor 5 tahun 2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2010 2014 tertera masalah pelayanan kesehatan lain yang perlu mendapat perhatian adalah antisipasi kebutuhan pelayanan kesehatan bagi penduduk di daerah rawan bencana dan didaerah rawan terjadinya rawan sosial. Letak geografis Indonesia yang terletak di antara dua lempeng bumi, rawan dengan terjadinya bencana alam. Tantangan ke depan adalah meningkatkan akses dan kualitas pelayanan kesehatan masyarakat melalui sarana dan fasilitas pelayanan kesehatan yang memadai untuk merespons dinamika karakteristik penduduk dan kondisi geografis.

Sejak tahun 2000 Kementerian Kesehatan RI telah mengembangkan konsep Sistem Penanggulangan Gawat Darurat Terpadu (SPGDT) memadukan penanganan gawat darurat mulai dari tingkat pra rumah sakit sampai tingkat rumah sakit dan rujukan antara rumah sakit dengan pendekatan lintas program dan multisektoral. Penanggulangan gawat darurat menekankan respon cepat dan tepat dengan prinsip Time Saving is Life and Limb Saving. Public Safety Care (PSC) sebagai ujung tombak safe community adalah sarana publik/masyarakat yang merupakan perpaduan dari unsur pelayanan ambulans gawat darurat, unsure pengamanan (kepolisian) dan unsur penyelamatan. PSC merupakan penanganan pertama kegawatdaruratan yang membantu memperbaiki pelayanan pra RS untuk menjamin respons cepat dan tepat untuk menyelamatkan nyawa dan mencegah kecacatan, sebelum dirujuk ke Rumah Sakit yang dituju.

Pelayanan di tingkat Rumah Sakit Pelayanan gawat darurat meliputi suatu system terpadu yang dipersiapkan mulai dari IGD, HCU, ICU dan kamar jenazah serta rujukan antar RS mengingat kemampuan tiap-tiap Rumah Sakit untuk penanganan efektif (pasca gawat darurat) disesuaikan dengan Kelas Rumah Sakit.

Untuk meningkatkan kemampuan para pimpinan RS dalam manajemen penanggulangan gawat darurat dan bencana, Kementerian Kesehatan bersama ikatan profesi dan Persatuan Rumahsakit Seluruh Indonesia (PERSI) telah mengembangkan pelatihan HOPE (Hospital Preparedness for Emergency and Disaster) yang sampai saat ini telah diikuti oleh 802 manajemen rumah sakit. Dengan pelatihan tersebut maka diharapkan semua pimpinan RS dapat membuat dokumen perencanaan dalam penanggulangan bencana yang biasa disebut Hospital Disaster Plan (Hosdip) baik bencana di dalam rumah sakit (internal disaster) maupun bencana di luar rumah sakit (external disaster).

Kebijakan dan penanganan krisis pada kondisi Gawat Darurat dan Bencana, meliputi :

1. Reevaluasi dalam standarisasi model dan prosedur pelayanan Gawat Darurat & Bencana dipelbagai strata fasilitas kesehatan secara berjenjang serta reaktivasi jejaring antar fasilitas kesehatan satu dengan yang lain.

2. Perkuat kemampuan dan aksesibilitas pelayanan Gawat Darurat diseluruh fasilitas kesehatan dengan prioritas awal di daerah rawan bencana dan daerah penyangganya.

3. Peningkatan pengetahuan dan ketrampilan SDM di bidang Gawat Darurat dan manajemen Bencana secara berjenjang.

4. Penanganan krisis menitik beratkan pada upaya sebelum terjadinya bencana.

5. Optimalisasi pengorganisasian penanganan krisis (gawat darurat dan bencana) baik di tingkat pusat, propinsi, maupun kabupaten/kota dengan semangat desentralisasi/otonomi daerah serta memperkuat koordinasi dan kemitraan.

6. Pemantapan jaringan lintas program dan lintas sektoral dalam penanganan krisis.

7. Membangun jejaring sistem informasi yang terintegrasi dan online agar diperoleh data yang valid dan real time serta mampu memberikan pelbagai informasi tentang situasi terkini pada saat terjadi bencana.

8. Setiap korban akibat krisis diupayakan semaksimal mungkin untuk mendapatkan pelayanan kesehatan cepat, tepat dan ditangani secara profesional.

9. Memberdayakan kemampuan masyarakat (Community Empowerement) khususnya para stakeholder yang peduli dengan masalah krisis di bidang kesehatan dengan melakukan sosialisasi terhadap pengorganisasian, prosedur, sistem pelaporan serta dilibatkan secara aktif dalam proses perencanaan, monitoring dan evaluasi.

10. Pemantapan regionalisasi penanganan krisis untuk mempercepat reaksi tanggap darurat.

Guna mencapai SPDGT dan Penanggulangan Krisis akibat bencana, dilakukan upaya-upaya sebagai berikut :

1. Reevaluasi terhadap kemampuan dan sumber daya yang ada, serta sejauhmana sistem tersebut masih berjalan saat ini yang

harus ditindaklanjuti dengan perencanaan dan prioritas dalam penganggarannya.

2. Revisi dan penyempurnaan terhadap peraturan pelaksanaan/pedoman, standar, SPO, pengorganisasian dan modul pelatihan untuk disesuaikan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan kondisi lingkungan saat ini yang terkait dengan keterpaduan dalam penanganan gawat darurat dan manajemen bencana.

3. Meningkatkan upaya pencegahan, mitigasi dan kesiapsiagaan penanganan krisis dan masalah kesehatan lain.

4. Mendorong terbentuknya unit kerja untuk penanganan masalah krisis kesehatan lain di daerah.

5. Mengembangkan sistem manajemen penanganan masalah krisis dan masalah kesehatan lain hingga ke tingkat Desa. Setiap Provinsi dan Kabupaten/Kota berkewajiban membentuk satuan tugas kesehatan yang memiliki kemampuan dalam penanganan krisis dan masalah kesehatan di wilayahnya secara terpadu berkoordinasi.

6. Menyiapkan sarana dan prasarana yang memadai untuk mendukung pelayanan kesehatan bagi korban akibat krisis dan masalah kesehatan lain dengan memobilisasi semua potensi.

7. meningkatkan pemberdataan dan kemandirian masyarakat dalam mengenal, mencegah dan mengatasi krisis dan masalah kesehatan lain di wilayahnya.

8. Mengembangkan sistem regionalisasi penanganan krisis dan masalah kesehatan lain melalui pembentukan pusat-pusat penanganan regional.

9. Monitoring evaluasi secara berkesinambungan dan ditindak lanjuti dengan pelatihan dan simulasi untuk selalu meningkatkan profesional dan kesiap siagaan. Itu sebabnya diperlukan upaya untuk selalu meningkatkan kualitas dan kuantitas petugas melalui pendidikan dan latihan.

10. Pengembangan sistem e-health, secara bertahap disesuai dengan prioritas kebutuhan khususnya sistem informasi dan komunikasi.

11Memperkuat jejaring informasi dan komunikasi melalui peningkatan intensitas pertemuan koordinasi dan
kemitraan lintas program/lintas sektor, organisasi non Pemerintah, masyarakat dan mitra kerja Internasional secara berkala. Dengan berjalannya SPGDT tersebut, diharapkan terwujudlah Safe Community yaitu suatu kondisi/keadaan yang diharapkan dapat menjamin rasa aman dan sehat masyarakat dengan melibatkan peran aktif seluruh masyarakat khususnya dalam penanggulangan gawat darurat sehari-hari maupun saat bencana. Humas

BAB III PENUTUP


A.Kesimpulan Pemeriksaan jalan napas: look(melihat),listen(mendengarkan), Feel(merasakan) Pelayanan Gawat Darurat Bencana yang perlu diperhatikan dalam pelayanan kesehatan adalah pada letak geografis pada Indonesia karena negara Indonesia dikelilingi pegunungan yang menyebabkan banyak terjadi bencana,misalnya gunung meletus.

DAFTAR PUSTAKA WWW.GOOGLE.COM

You might also like