You are on page 1of 23

BAB 4 PRINSIP PEMENUHAN KEBUTUHAN CAIRAN DAN ELEKTROLIT

A. KEBUTUHAN CAIRAN TUBUH Pengaturan kebutuhan cairn dan elektrolit alam tubuh diatur oleh ginjal, kulit, paruparu dan gastrointestinal. 1. Ginjal Ginjal merupakan organ yang memiliki peran cukup besar dalam pengaturan kebutuhan cairan dan elektrolit. Hal ini pada fungsi ginjal yakni sebagai pengatur air, pengatur konsentrasi garam dalam darah, pengatur keseimbangan asam basa darah, dan pengaturan eksresi bahan buangan atau kelebihan garam. Proses pengaturan kebutuhn keseimbangan air ini diawali oleh kemampuan bagian ginjal seperti glomerulus sebagai penyaring cairan. Rata-rata setiap satu liter darah mengandung 500 cc plasma yang mengalir melalui glomerulus, 10 persennya disaring keluarg. Cairan yang tersaring (filtrate glomerulus), kemudian mengalir melalui tubuli renalisyang sel-selnya menyerap semau bahan yang dibutuhkan. Jumlah urine yang diproduksi ginjal dapat dipengaruhi oleh ADH dan aldosteron dengan ratarata 1 ml/kg/bb/jam. 2. Kulit Kulit merupakan bagian penting dalam pengaturan cairan yang terkait dengan proses pengaturan panas. Proses ini diatur oleh pusat pengatur panas yang disarafi oleh vasomotorik dengan kemampuanmengendalikan arteriolakutan dengan cara

vasodilatasi dan vasokontriksi. Banyak darah yang mengalir melalui pembuluh darah dalam kulit mempengaruhi jumlah keringat yang dikleluarkan. Proses pelepasan panas kemudian dapat dilakukan dengan cara penguapan. Keringat merupakan sekresi aktif dari kelenjar keringat di bawah pengendalian saraf simpatis. Melalui kelenjar keringat ini suhu dapat diturunkan dengan melepaskan

air yang jumlahnya kurang lebih setengah liter sehari. Perangsangan kelenjar keringat dapat diperoleh dari aktivitas otot, suhu lingkungan dan melalui kondisi tubuh yang panas. Proses pelepasan panas lainnya dilakukan melalui cara pemancaran yaitu dengan melepaskan panas ke udara sekitarnya. Cara tersebut beupa cara konduksi dan konveksi, cara konduksi yaitu pengalihan panas ke benda yang disentuh, sedangkan cara konveksi yaitu emngalirkan udara yang panas ke permukaan yang lebih dingin. 3. Paru-paru Organ paru-paru berperan dalam pengeluaran cairan dengan menghasilkan insible water loss 400 ml/hari. Proses pengeluaran cairan terkait dengan respons akibat perubahan frekuensi dan kedalaman pernapasan (keammpuan bernapas), misalnya orang yang melakukan olah raga berat. 4. Gastrointestinal Gastrointestinal merupakan organ saluran pencernaan yang berperan dalam mengeluarkan cairan melalui proses penyerapan dan pengeluaran air. Dalam kondisi normal, cairan yang hilang dalam sistem ini sekitar 100-200 ml/ hari.

Selain itu, pengaturan keseimbangan cairan dapat melalui mekanisme rasa haus dikontrol oleh sistem endokrin (hormonal), yakni anti diuretik hormon (ADH), sistem aldosteron, prostaglandin, dan glukokortikoid. 1. ADH Hormon ini memiliki peran dalam meningkatkan reabsorpsi air sehingga dapat mengendalikan keseimbangan air dalam tubuh. Hormon ini dibentuk oleh hipotalamus yang ada di hipofisis posterior yang mensekresi ADH dengan meningkatkan osmolaritas dan menurunkan cairan ekstrasel. 2. Aldosteron Hormon ini disekresi oleh kelenjar adrenal di tubulus ginjal dan berfungsi pada absorbsi natrium. Proses oengeluaran aldosteron ini diatur oleh adanya perubahan konsentrasi kalium, natrium, dan sistem angiotensin renin.

3. Prostaglandin Prostagladin merupakan asam lemak yang terdapat pada jaringan yang berfungsi merespons radang, pengendalian tekanan darah, kontraksi uterus, dan pengaturan pergerakan gastrointestinal. Pada ginjal, asam lemak ini berperan dalam mengatur sirkulasi ginjal. 4. Glukokortikoid Hormon ini berfungsi mengatur peningkatan reabsorpsi natrium dan air yang menyebabkan volume darah meningkat sehingga terjadi retensi natrium.

Mekanisme rasa haus diatur dalam rangka memenuhi kebutuhan cairan dengan merangsang pelepasan renin. Pelepasan renin tersebut dapat menimbulkan produksi angiotensin II yang merangsang hipotalamus, sehingga menimbulkan rasa haus.

Kebutuhan Cairan Tubuh bagi Manusia Kebutuhan cairan merupakan bagian dari kebutuhan dasar manusia secara fisiologis kebutuhan ini memiliki proporsi besar dalam bagian tubuh dengan hampir 90% dan total berat badan. Sementara itu, sisanya merupakan bagian padat dari. tubuh. Secara keseluruhan, persentase cairan tubuh berbeda berdasarkan usia. Persentase cairan tubuh bayi baru lahir sekitar 75% dari total berat badan, prig dewasa 57% dari total berat badan, wanita dewasa 55% dari total berat badan, dan dewasa tua 45% dari total berat badan. Selain itu, persentase jumlah cairan tubub yang bervarfasi juga bergantung pada lemak dalam tubuh dan jenis kelamin. Jika lemak dalam tubuh sedikit, maka cairantubuh pun lebih besar. Wanita dewasa mempunyai jumlah cairan tubuh lebih sedikit dibanding pada pria, karena jumlah lemak dalam tubuh wanita dewasa lebih banyak dibandingkan dengan lemak dalam tubuh pria dewasa.

Tabel 4.1 Kebutuhan air berdasarkan usia dan beret badan Usia 3 hari 1 tahun 2 tahun 4 tahun 10 tahun 14 tahun 18 tahun Dewasa Kebutuhan air Jumlah air dalam 24 jam 250-300 1150-1300 1350-1500 1600-1800 2000-2500 2200-2700 2200-2700 2400-2600 ml/kg berat badan 80-100 120-135 115-125 100-110 70-85 50-60 40-50 20-30

Cara Perpindahan Cairan 1. Difusi Difusi merupakan bercampurnya molekul-molekul dalam cairan, gas, atau zat padat secara bebas atau acak. Proses difusi dapat terjadi bila dua zat bercampur dalam sel membran. Dalam tubuh, proses difusi air, eiektrolit, dan zat-zat lain terjadi melalui membran kapiler yang permeabel. Kecepatan proses difusi bervariasi bergantung pada faktor ukuran molekul, konsentrasi cairan, dan temperatur cairan. Zat dengan molekul yang besar akan bergerak lambat dibanding molekul kecil. Molekul akan lebih mudah berpindah dari larutan berkonsentrasi tinggi ke larutan berkonsentrasi rendah. Larutan dengan konsentrasi yang tinggi akan mempercepat pergerakan molekul, sehingga proses difusi berjalan lebih cepat. 2. Osmosis Osmosis adalah proses perpindahan pelarut murni (seperti air) melalui membran semipermeabel, biasanya terjadi dari larutan dengan konsentrasi yang kurang pekat ke larutan dengan konsentrasi lebih pekat, sehingga larutan yang berkonsentrasi rendah volumenya akan berkurang, sedangkan larutan yang berkonsentrasi lebih tinggi akan bertambah volumenya. Solute adalah zat terlarut, sedangkan solvent adalah pelarutnya.

Garam adalah solute; sedangkan air merupakan soluent. Proses osmosis ini penting dalam pengaturan keseimbangan cairan ekstra dan intrasel. Osmolaritas adalah cara untuk mengukur kepekatan larutan dengan menggunakan satuan mol. Natrium dalam NaCl berperan penting dalam pengaturan keseimbangan cairan dalam tubuh. Apabila ada tiga jenis larutan garam dengan kepekatan yang berbeda dan di dalamnya dimasukkan sel darah merah, maka larutan yang mempunyai kepekatan sama dengan sel tersebut yang akan seimbang dan berdifusi terlebih dahulu. Larutan isotonik merupakan larutan yang mempunyai kepekatan sama dengan larutan yang dicampur. Larutan NaCl 0,9% merupakan larutan yang isotonik karena larutan tersebut mempunyai kepekatan yang sama dengan larutan dalam sistem vaskular. Larutan hipotonik mempunyai kepekatan lebih rendah dibanding dengan larutan intrasel. 3. Transpor aktif Proses perpindahan cairan tubuh dapat menggunakan mekanisme transpor aktif. Transport aktif merupakan gerak zat yang akan berdifusi dan berosmosis yang memerlukan aktivitas metabolik dan pengeluaran energi untuk menggerakkan berbagai materi guna menembus .memran sel (Potter, 1997). Proses ini dapat

menerima/memindahkan molekul dari konsentrasi rendah ke konsentrasi tinggi. Proses ini penting untuk mempertahankan natrium dalam cairan intra dan ekstrasel. Sebagai contoh natrium dan kalium, di mana natrium dipompa keluar sel dan kalium dipompa masuk di dalam sel.

Faktor yang Berpengaruh dalam Pengaturan Cairan Proses pengaturan cairan dipengaruhi oleh dua faktor yakni tekanan cairan dan membran semipermeabel. 1. Tekanan cairan Proses difusi dan osmosis melibatkan adanya tekanan cairan. Dalam proses osmosis, tekanan osmotik merupakan kemampuan partikel pelarut untuk menarik larutan melalui membran. Bila terdapat dua larutan dengan perbedaan konsentrasi maka larutan yang konsentrasi molekulnya lebih pekat dan tidak dapat bergabung disebut koloid. Sedangkan larutan dengan kepekatan yang sama dan dapat bergabung,

maka larutan itu disebut kristaloid. Sebagai contoh, koloid adalah apabila protein bercampur dengan plasma, sedangkan larutan kristaloid adalah larutan garam. Secara normal, perpindahan cairan menembus membran sel permeabel tidak terjadi. Prinsip tekanan osmotik ini sangat penting dalam proses pemberian cairan intravena. Biasanya larutan yang sering digunakan dalam pemberian infus intravena bersifat isotonik karena mempunyai konsentrasi yang sama dengan plasma darah. Hal ini penting untuk mencegah perpindahan cairan dan elektrolit ke dalam intrasel. Larutan intravena yang hipotonik, yaitu larutan yang mempunyai konsentrasi kurang pekat dibanding dengan konsentrasi plasma darah. Hal ini menyebabkan, tekanan osmotik plasma akan lebih besar dibandingkan dengan tekanan osmotik cairan interstisial karena konsentrasi protein dalam plasma lebih besar dibanding cairan interstisial dan molekul protein lebih besar, sehingga membentuk larutan koloid dan sulit menembus membran semipermiabel. Tekanan hidrostatik adalah kemampuan tiap molekul larutan yang bergerak dalam ruang tertutup. Hal ini penting untuk pengaturan keseimbangan cairan ekstra .dan intrasel. 2. Membran Semipermiabel merupakan penyaring agar cairan yang bermolekul besar tidak tergabung. Membran semipermiabel ini terdapat pada dinding kapiler pembuluh darah, yang terdapat di seluruh tubuh sehingga molekul atau zat lain tidak berpindah ke jaringan.

Jenis Cairan 1. Cairan zat gizi (nutrien) Pasien yang istirahat di tempat tidur memerlukan kalori 450 kalori setiap hari. Cairan nutrien dapat diberikan melalui intravena daiam bentuk karbohidrat, nitrogen, dan vitamin untuk metabolisme. Kalori yang terdapat dalam cairan nutrien dapat berkisar antara 200-1500 kalori per liter. Cairan nutrien terdiri atas: a. Karbohidrat dan air, contoh: dekstrosa (glukosa), levulosa (fruktusa), serta invert sugar ( 1/2 dekstrosa dan 1/2 levulosa).

b. Asam amino, contoh: amigen, aminosol, dan travamin. c. Lemak, contoh: lipomul dan liposyn. 2. Blood volume expanders Blood volume expanders merupakan jenis cairan yang berfungsi meningkatkan volume darah sesudah kehilangan darah atau plasma. Hal ini terjadi pada saat pasien mengalami perdarahan berat, maka pemberian plasma akan mempertahankanjumlah volume darah. Pada pasien dengan luka baker yang berat, sebagian besar cairan akan hilang dari pembuluh darah di daerah luka. Plasma sangat perlu diberikan untuk menggantikan cairan ini. Jenis blood volume expanders antara lain: human serum albumin dan dextran dengan konsentrasi yang berbeda. Kedua cairan ini mempunyai tekanan osmotik, sehingga secara langsung dapat meningkatkan jumlah volume darah.

Gangguan/Masalah dalam Pemenuhan Kebutuhan Cairan 1. Hipovolume atau dehidrasi Kekurangan cairan eksternal dapat terjadi karena penurunan asupan cairan dan kelebihan pengeluaran cairan. Tubuh akan merespons kekurangan cairan tubuh dengan mengosongkan cairan vaskular, Sebagai kompensasi akibat penurunan cairan interstisial, tubuh akan mengalirkan cairan keluar sel. Pengosongan cairan ini terjadi pada pasien diare dan muntah. Ada tiga macam kekurangan volume cairan eksternal atau dehidrasi, yaitu: a. Dehidrasi isotonik, terjadi jika kehilangan sejumlah cairan dan elektrolitnya yang seimbang. b. Dehidrasi hipertonik, terjadi jika kehilangan sejumlah air .yang lebih banyak daripada elektrolitnya. c. Dehidrasi hipotonik, terjadijika tubuh lebth banyak kehilangan elektrolitnya daripada air. Kehilangan cairan ekstrasel yang berlebihan.akan menyebabkan volume ekstrasel berkurang (hipovolume). Pada keadaan ini, tidak terjadi perpindahan cairan daerah intrasel ke permukaan, sebab osmolaritasnya sama. Jika terjadi kekurangan cairan ekstrasel dalam waktu yang lama, maka kadar urea, nitrogen, serta kreatinin

akan meningkat dan menyebabkan terjadinya perpindahan cairan intrasel ke pembuluh darah. Kekurangan carran dalam tubuh dapat terjadi secara lambat atau cepat dan tidak selalu cepat diketahui. Kelebihan asupan pelarut seperti protein dan klorida/natrium akan menyebabkan ekskresi atau pengeluaran urine secara berlebihan, serta berkeringat banyak dalam waktu yang lama dan terus-menerus. Kelainan lain yang menyebabkan kelebihan pengeluaran urine adalah adanya gangguan pada hipotalamus, kelenjar gondok dan ginjal, diare, muntah yang terusmenerus, terpasang drainage, dan lain-lain.

Macam dehidrasi (kurang volume cairan) berdasarkan derajatnya: a. Dehidrasi berat 1. Pengeluaran/kehilangan cairan 4-6 L. 2. Serum natrium 159-166 mEq/L. 3. Hipotensi. 4. Turgor kulit buruk. 5. Oliguria. 6. Nadi dan pernapasan meningkat. 7. Kehilangan cairan mencapai > 10% BB. b. Dehidrasi sedang 1. Kehilangan cairan 2-4 1 atau antara 5-10% BB. 2. Serum natrium 152-158 mEq/L. 3. Mata cekung. c. Dehidrasi ringan, dengan terjadinya kehilangan cairan mencapai 5% BB atau 1,5-2 2. Hipervolume atau overhidrasi Terdapat dua manifestasi yang ditimbulkan akibat kelebihan cairan yaitu hipervolume (peningkatan volume darah) dan edema (kelebihan cairan pada interstisial). Normalnya cairan interstisial tidak terikat dengan air, . tetapi elastis dan hanya terdapat di antara jaringan. Keadaan hipervolume dapat menyebabkan pitting edema, merupakan edema yang berada pada darah perifer atau akan mencekung setelah ditekan pada daerah yang bengkak. Hal ini disebabkan karena perpindahan

cairan ke jaringan melalui titik tekanan. Cairan dalam jaringan yang edema tidak digerakkan ke permukaan lain dengan penekanan jari. Nonpitting edema tidak menunjukkan tanda kelebihan cairan ekstrasel, tetapi Bering karena infeksi dan trauma yang menyebabkan pengumpulan membekunya cairan pada permukaan jaringan. Kelebihan cairan vaskular dapat meningkatkan hidrostatik cairan dan akan menekan`cairan ke permukaan interstisial, sehingga menyebabkan edema anasarka (edema yang terdapat di seluruh tubuh). Peningkatan tekanan hidrostatik yang besar dapat menekan sejumlah cairan hingga ke membran kapiler paru-paru, sehingga menyebabkan edema paru-paru dan dapat mengakibatkan kematian. Manifestasi edema paru-paru adalah penumpukan sputum, dispnea, batuk, dan suara ronkhi. Keadaan edema ini disebabkan oleh gagal jantung yang mengakibatkan peningkatan penekanan pada kapiler darah paru-paru dan perpindahan cairan ke jaringan paru-paru.

B. KEBUTUHAN ELEKTROLIT Elektrolit terdapat . pada seluruh cairan tubuh. Cairan tubuh mengandung oksigen, nutrien, dan sisa metabolisme (seperti karbondioksida), yang semuanya disebut dengan ion. Beberapa jenis garam dalam air akan dipecah dalam bentuk ion elektrolit. Contohnya NaCl akan dipecah menjadi ion Na' dan C1. Pecahan elektrolit terse but merupakan ion yang dapat menghantarkan arus listrik. Ion yang bermuatan negatif disebut anion sedangkan ion yang bermuatan positif disebut kation. Contoh kation antara lain natrium, kalium, kalsium, dan magnesium. Contoh anion antara lain klorida, bikarbonat, dan fosfat.

Komposisi Elektrolit Kompisisi elektrolit dalam plasma sebagai berikut: Natrium Kalium Klorida : 135-145 m Eq/L : 3,5-5,3 m Eq/L : 100--106 m Eq/L

Bikarbonat arteri : 22-26 m Eq j L Bikarbonat versa : 24-30 m Eq/ L

Kalsium Magnesium Fosfat

: 4-5 m Eq/L : 1,5-2,5 m Eq/L : 2,5-4,5 mg/ 100 ml

Pengukuran elektrolit dalam satuan mili ekuivalen per liter cairan tubuh atau milligram per 100 ml (mg/ 100 ml). Ekuivalen tersebut merupakan kombinasi kekuatan zat kimia atau kekuatan kation dan anion dalam molekul.

Pengaturan Elektrolit 1. Pengaturan keseimbangan natrium Natrium merupakan kation dalam tubuh yang berfungsi dalam pengaturan osmoiaritas dan volume cairan tubuh. Natrium ini paling banyak pada cairan ekstrasel. Pengaturan konsentrasi cairan ekstrasel diatur oleh ADH dan aldosteron. ADH mengatur sejumlah air yang diserap kembali ke dalam ginjal dari tubulus renalis. Sedangkan aldosteron dihasilkan oleh korteks suprarenal yang berfungsi untuk mempertahankan

keseimbangan konsentrasi natrium dalam plasma dan prosesnya dibantu oleh ADH. Aldosteron juga mengatur keseimbangan jumlah natrium yang diserap kembali oleh darah, Natrium tidak hanya bergerak ke dalam atau keluar tubuh, tetapi juga mengatur keseimbangan cairan tubuh. Ekskresi natrium dapat dilakukan melalui ginjal dan sebagian kecil melalui tinja, keringat, dan air mata. 2. Pengaturan keseimbangan kalium Kalium merupakan kation utama yang terdapat dalam cairan intrasel dan berfungsi mengatur keseimbangan elektrolit. Keseimbangan kalium diatur oleh ginjal dengan mekanisme perubahan ion natrium dalam tubulus ginjal dan sekresi aidosteron. Aldosteron juga berfungsi mengatur keseimbangan kadar kalium dalam plasma (cairan ekstrasel). Sistem pengaturannya melalui tiga langkah, yaitu: a. Peningkatan konsentrasi kalium dalam cairan ekstrasel yang menyebabkan peningkatan produksi aldosteron. b. Peningkatan jumlah aldosteron akan memengaruhi jumlah kalium yang dikeluarkan melalui ginjal.

c.

Peningkatan pengeluaran kalium; konsentrasi kalium dalam cairan ekstra sel menurun.

Kalium berpengaruh terhadap fungsi sistem pernapasan. Partikel penting dalam kalium ini berfungsi untuk menghantarkan impuls listrik ke jantung, otot lain, jaringan paruparu, dan jaringan usus pencernaan. Ekskresi kalium dilakukan melalui urine, dan sebagian lagi melalui tinja dan keringat. 3. Pengaturan keseimbangan kalsium Kalsium dalam tubuh berfungsi dalam pembentukan tulang, penghantar impuls kontraksi otot, koagulasi darah (pembekuan darah), dan membantu beberapa enzim pankreas. Konsentrasi kalsium dalam tubuh diatur langsung oleh hormon paratiroid melalui proses reabsorpsi tulang. Jika kadar kalsium darah menurun, kelenjar paratiroid akan merangsang pembentukan hormon paratiroid yang langsung meningkatkan jumlah kalsium dalam darah. Kalsium diekskresi melalui urine dan keringat. 4. Pengaturan keseimbangan magnesium Magnesium merupakan kation dalam tubuh yang terpenting kedua dalam cairan intrasel. Keseimbangannya diatur oleh kelenjar paratiroid. Magnesium diabsorpsi dari saluran pencernaan. Magnesium dalam tubuh dipengaruhi oleh konsentrasi kalsium. Hipomagnesemia terjadi bila konsentrasi serum turun kurang dari 1,5 mEq/L. Sedangkan hipermagnesemia terjadi bila kadar magnesiumnya lebih dari 2,5 mEq/L. 5. Pengaturan keseimbangan klorida Klorida merupakan anion utama dalam cairan ekstrasel, tetapi klorida dapat ditemukan pada cairan ekstrasel dan intrasel. Fungsi klorida biasanya bersatu dengan natrium yaitu mempertaharxkan keseimbangan tekanan osmotik dalam darah. Hipokloremia merupakan suatu keadaan kekurangan kadar klorida dalam darah. Sedangkan hiperkloremia merupakan kelebihan kadar klorida dalam darah. Kadar klorida yang normal dalam darah orang dewasa adalah 95-108 mEq/L.

6. Pengaturan keseimbangan bikarbonat Bikarbonat merupakan elektrolit utama dalam larutan buffer (penyangga) dalam tubuh. 7. Pengaturan keseimbangan fosfat (PO4) Fosfat bersama-sama dengan kalsium berfungsi dalam pembentukan gigi dan tulang. Fosfat diserap dan saluran pencernaan dan dikeluarkan melalui urine.

Jenis Cairan Elektrolit Cairan elektrolit adalah cairan saline atau cairan yang memiliki sifat bertegangan tetap. Cairan saline terdiri atas cairan isotonik, hipotonik, dan hipertonik. Konsentrasi isotonik disebut juga normal saline yang banyak dipergunakan. Contohnya: 1. Cairan Ringer's, terdiri atas: Na', K*, Cl,- dan Caa*. 2. Cairan Ringer's Laktat, terdiri atas: Na*, K', Mg", Cl,- Ca dan HCO3-. 3. Cairan Buffer's, terdiri atas: Nat, K`, Mgz+, Cl', dan HCO3.

Gangguan/Masalah Kebutuhan Elektrolit 1. Hiponatremia Hiponatremia merupakan suatu keadaan kekurangan kadar natrium dalam plasma darah yang ditandai dengan adanya kadar natrium plasma yang kurang dari 135 mEq/L, mual, muntah, dan diare. Hal tersebut menimbulkan rasa haus yang berlebihan, denyut nadi cepat, hipotensi, konvulsi, dan membran mukosa kering. Sesuai dengan penjelasan sebelumnya, maka hiponatremia ini dapat disebabkan oleh kekurangan cairan yang berlebihan seperti kondisi diare yang berkepanjangan. 2. Hipernatremia Hipernatremia merupakan suatu keadaan di mana kadar natrium dalam plasma tinggi yang ditandai dengan adanya mukosa kering, oliguria/ anuria, turgor kulit buruk dan permukaan kulit membengkak, kulit kemerahan, lidah kering dan kemerahan, konvulsi, suhu badan naik, serta kadar natrium dalam plasma lebih dari 145 m Eq/L. Kondisi demikian dapat disebabkan oleh dehidrasi, diare, dan asupan air yang berlebihan sedangkan asupan garamnya sedikit.

3. Hipokalemia Hipokalemia suatu keadaan kekurangan kadar kalium dalam darah. Hipokalemia ini dapat terjadi dengan : sangat cepat. Sering terjadi pada pasien yang mengalami diare berkepanjangan. Kondisi hipokalemia ditandai dengan lemahnya denyut nadi, turunnya tekanan darah, tidak nafsu makan dan muntah-muntah, perutnya kembung, lemah dan lunaknya otot, denyut jantungnya tidak beraturan (aritmia), penurunan bising usus, Berta kadar kalium plasmanya menurun hingga kurang dari 3,5 mEq/L. 4. Hiperkalemia Hiperkalemia merupakan suatu keadaan di mana kadar kalium dalam darah tinggi. Keadaan ini Bering terjadi pada pasien luka bakar, penyakit ginjal, asidosis metabolik, pemberian kalium yang berlebihan melalui intravena. Hiperkalemia ditandai dengan adanya mual, hiperaktivitas sistem pencernaan, anemia, kelemahan, jumlah urine sedikit sekali, diare, adanya kecemasan dan iritabilitas (peka rangsang), serta kadar kalium dalam plasma mencapai lebih dari 5 mEq/L. 5. Hipokalsemia Hipokalsemia merupakan kekurangan kadar kalsium dalam plasma darah.

Hipokalsemia ditandai dengan adanya kram otot dan kram perut, kejang, bingung, kadar kalsium dalam plasma kurang dari 4,3 mEq/L, serta kesemutan pada jari dan sekitar mulut. Keadaan ini dapat disebabkan oleh pengaruh pengangkatan kelenjar gondok atau kehilangan sejumlah kalsium karena sekresi intestinal. 6. Hiperkalsemia Hiperkalsemia merupakan suatu keadaan kelebihan kadar kalsium dalam darah. Hal ini terjadi pada pasien yang mengalami pengangkatan kelenjar gondok dan makan vitamin D secara berlebihan. Hiperkalsemia , dengan adanya nyeri pada tulang, relaksasi otot, batu ginjal, mual-mual, koma, dan kadar kalsium dalam plasma lebih dari 4,3 mEq/L. 7. Hipomagnesia Hipomagnesia merupakan kekurangan kadar magnesium dalam darah. Hipomagnesia ditandai dengan adanya iritabilitas, tremor, kram pada kaki dan tangan, takikardi, hipertensi, disorientasi dan konvulsi, serta kadar magnesium dalam darah kurang dari 1,3 mEq/L.

8. Hipermagnesia Hipermagnesia merupakan kondisi kelebihan kadar magnesium dalam darah. Hal ini ditandai dengan adanya koma, gangguan pernapasan, dan kadar magnesium lebih dari 2,5 mEq/L.

C. KESEIMBANGAN ASAM BASA Aktivitas sel tubuh memerlukan keseimbangan asam basa keseimbangan asam basa tersebut dapat diukur dengan pH (derajat keasaman), Dalam keadaan normal, nilai pH cairan tubuh 7,35 7,45. Keseimbangan asam basa dapat dipertahankan melalui proses metabolisme dengan sistem buffer pada seluruh cairan tubuh dan melalui pernapasan dengan sistem regulasi (pengaturan di ginjal). Tiga macam sistem larutan buffer cairan tubuh yaitu larutan bikarbonat, larutan buffer fosfat, dan larutan buffer protein. Sistem buffer 'itu sendiri terdiri atas natrium bikarbonat (NaHCO3), kalium bikarbonat (KHCO3), dan asam karbonat (H2CO3). Pengaturan keseimbangan asam basa dilakukan oleh paru-paru hingga nilai pH menjadi standar (normal) melalui pengangkutan kelebihan CO3 dan kelebihan H2CO3 dan darah yang dapat meningkatkan pH. Ventilasi dianggap , memadai apabila suplai 02 seimbang dengan kebutuhan 03. Demikian juga pembuangan CO2 melalui paru-paru yang harus seimbang dengan pembentukan CO2 agar ventilasi memadai. Ventilasi yang memadai dapat mempertahankan kadar PCO2 sebesar 40 mmHg. Jika pembentukan CO2 metabolik meningkat, konsentraeinya dalam cairan ekstrasel juga meningkat; Sebaliknya, penurunan metabolisme memperkecil konsentrasi CO2. Jika kecepatan ventilasi paru-paru meningkat, kecepatan pengeluaran CO2 juga meningkat, dan ini menurunkan jumlah CO3 yang berkumpul dalam, cairan ekstrasel. Peningkatan dan penurunan ventilasi alveolus akan memengaruhi pH cairan ekstra sei. Peningkatan PaCO2 menurunkan pH, sebaliknya penurunan PaCO2 meningkatkan pH darah. Perubahan ventilasi alveolus juga akan mengubah konsentrasi ion H`. Sebaliknya, konsentrasi ion H` dapat memengaruhi kecepatan ventilasi alveolus (umpan balik). Kadar pH yang rendah, konsentrasi ion H yang tinggi disebut asidosis. Sebaliknya pH yang tinggi, lconsentrasi ion H' rendah disebut alkalosis.

Jenis Asam Basa


Cairan basa (alkali) digunakan untuk mengoreksi asidosis. Keadaan asidosis dapat disebabkan karena henti jantung dan koma diabetikum. Contoh cairan alkali antara lain natrium (sodium laktat) dan natrium bikarbonat. Laktat merupakan garam dan asam lemah yang dapat mengambil ion H` dari cairan, sehingga mengurangi keasaman (asidosis). Ion W diperoleh dari asam karbonat (H2CO3), yang mana terurai menjadi HCO3 (bikarbonat) dan H. Selain system pernapasan, ginjal juga berperan untuk mempertahankan keseimbangan asam basa yang sangat kompleks. Ginjal mengeluarkan ion hidrogen dan membentuk ion bikarbonat sehingga pH darah normal. Jika pH plasma turun dan menjadi lebih asam, ion hidrogen dikeluarkan dan bikarbonat dibentuk kembali.

Gangguan/Masalah Keseimbangan Asam Basa 1. Asidosis respiratorik Asidosis respiratorik merupakan suatu keadaan yang disebabkan oleh karena kegagalan sistem pernapasan dalam membuang karbondioksida dari cairan tubuh. Hal tersebut mengakibatkan terjadinya kerusakan pads pernapasan, peningkatan PCO2 arteri di atas 45 mmHg, dan penurunan pada pH yakni kurang dan 7,35. Keadaan ini dapat disebabkan oleh adanya penyakit obstruksi, trauma kepala, perdarahan, dan lainlain. 2. Asidosis metabolik Asidosis metabolik merupakan suatu keadaan kehilangan basa atau terjadi penumpukan asam. Keadaan ini ditandai dengan adanya penurunan pH kurang dari 7,35 dan HCO3 kurang dari 22 mEq/L. 3. Alkalosis respiratorik Alkalosis respiratorik suatu keadaan kehilangan CO, dari paru-paru yang dapat menimbulkan terjadinya paCO2 arteri kurang dari 35 mmHg, pH lebih dan i 7,45. Keadaan ini dapat disebabkan oleh karena adanya hiperventilasi, kecemasan, emboli paru-paru, dan lain-lain.

4. Alkalosis metabolik Alkalosis metabolik suatu keadaan kehilangan ion hidrogen atau penambahan basa pada cairan tubuh dengan adanya peningkatan bikarbonat plasma lebih dari 26 mEq/L dan pH arteri lebih dari 7,45, atau secara umum keadaan asam basa dapat dilihat sebagaimana tabel berikut.

Faktor yang Memengaruhi Kebutubari Cairan dan Elektrolit Kebutuhan cairan elektrolit dalam tubuh dipengaruhi oleh faktor-faktor: 1. Usia. Perbedaan usia menentukan luas permukaan tubuh dan aktivitas organ, sehingga dapat memengaruhi jumlah kebutuhan cairan dan elektrolit. 2. Temperatur yang tinggi menyebabkan proses pengeluaran cairan melalui keringat cukup banyak, sehingga tubuh akan banyak kehilangan cairan. 3. Diet. Apabila tubuh kekurangan zat gizi, maka tubuh akan memecah cadangan makanan yang tersimpan dalam tubuh sehingga terjadi pergerakan cairan dari interstisial ke interseluler, yang dapat berpengaruh pada jumlah pemenuhan kebutuhan cairan. 4. Stres dapat memengaruhi pemenuhan kebutuhan cairan dan elektrolit, melalui proses peningkatan produksi ADH karena pada proses ini dapat meningkatkan metabolisme. sehingga mengakibatkan terjadinya glikolisis otot yang dapat menimbulkan retensi natrium dan air. 5. Sakit. Pada keadaan sakit terdapat banyak eel yang rusak, sehingga untuk memperbaikinya sel rnembutuhkan proses pemenuhan kebutuhan cairan yang cukup. Keadaan sakit menimbulkan ketidakseimbangan sistem dalam tubuh seperti ketidakseimbangan hormonal yang dapat mengganggu keseimbangan kebutuhan cairan.

Tindakan

untuk

Mengatasi

Masalah/Gangguan_dalam

Pemenuhan

Kebutuhan Cairan dan Elektrolit


1. Pemberian cairan melalui infus Pemberian cairan melalui infus. merupakan tindakan memasukkan cairan melalui intravena yang dilakukan pada pasien dengan bantuan perangkat infus. Tindakan ini dilakukan untuk memenuhi kebutuhan cairan dan elektrolit serta sebagai tindakan pengobatan dan pemberian makanan (Gambar 4.1, Gambar 4.2, dan Gambar 4.3).

Persiapan Alat dan Bahan: 1. Standar infus. 2. Perangkat infus. 3. Cairan sesuai dengan kebutuhan pasien. 4. Jarum infus/abocath atau sejenisnya sesuai dengan ukuran. 5. Pengalas. 6. Tourniquet/pembendung. 7. Kapas alkohol 70%. 8. Plester. 9. Gunting. 10. Kasa steril. 11. BetadineTM 12. Sarung tangan.

Prosedur Kerja : 1. Cuci tangan. 2. Jelaskan pada pasien mengenal prosedur yang akan dilakukan. 3. Hubungkan cairan dan perangkat infus dengan menusukkan ke dalam botol infus (cairan). 4. Isi cairan ke dalam perangkat infus dengan menekan bagian ruang tetesan hingga ruangan tetesan terisi sebagian, kemudian buka penutup hingga selang terisi dan keluar udaranya.

5. Letakkan pengalas. 6. Lakukan pembendungan dengan tourniquet. 7. Gunakan sarung tarigan, 8. Desinfeksi daerah yang akan ditusuk. 9. Lakukan penusukan -dengan arah jaruxn ke atas. 10. Cek apakah sudah mengenai versa dengan ciri darah keluar melalui jarum infus/abocath. 11. Tarik jarum infus dan hubungkan dengan selang infus. 12. Buka tetesan. 13. Lakukan desinfeksi dengan BetadineTM dan tutup dengan kasa steril. 14. Ben tanggal dan jam pelaksanaan infus pads plester. 15. Catat respons yang terjadi 16. Cuci tangan.

Gambar 4.1 Cara desinfeksi sebelum memasang infus Sumber. Belland dan Wells 1986

Gambar 4.2 Posisi pemasangan infus Sumber. Belland dan Wells 1986

Gambar 4.3 Cara fiksasi pemasangan infus Sumber. Belland dan Wells 1986

Cara Menghitung Tetesan Infus: a. Dewasa: (makro dengan 20 tetes/ml)

atau

Keterangan: Faktor tetesan infus bermacam-macam, hal ini dapat dilihat pada label infus (10 tetes/menit, 15 tetes/menit dan 20 tetes/merit).

Contoh: Seorang pasien dewasa diperlukan rehidrasi dengan 1000 ml (2 botol) dalam 1 jam mica tetesan per menit adalah:

atau

b. Anak:

Contoh: Seorang pasien neonatus diperlukan rehidrasi dengan 250 1 dalam 2 jam, maka tetesan per menit adalah:

2. Tranfusi darah Transfusi darah merupakan tindakan memasukkan darah melalui uena dengan menggunakan seperangkat alat tranfusi pada pasien yang membutuhkan darah (Gambar 4.4). Tujuannya untuk memenuhi kebutuhan darah dan memperbaiki perfusi jaringan. Persiapan Alat dan Bahan: 1. Standar infus. 2. Perangkat tranfusi. 3. NaC1 0,9%. 4. Darah sesuai dengan kebutuhan pasien. 5. Jarum infus/abocath atau sejenisnya sesuai dengan ukuran. 6. Pengalas. 7. Tourniquet/pembendung. 8. Kapas alkohol 70%. 9. Plester. 10. Gunting. 11. Kasa steril. 12. BetadineTM. 13. Sarung tangan.

Prosedur Kerja: 1. Cuci tangan. 2. Jelaskan pada pasien mengenai prosedur yang akan dilakukan. 3. Hubungkan cairan NaCl 0,9% dan seperangkat tranfusi dengan menusukkannya. 4. Isi cairan NaCl 0,9% ke dalam perangkat tranfusi dengan menekan bagian ruang tetesan hingga ruangan tetesan terisi sebagian. Kemudian buka penutup, hingga selang terisi dan udaranya keluar. 5. Letakkan pengalas. 6. Lakukan pembendungan dengan tourniquet. 7. Gunakan sarung tangan. 8. Desinfeksi daerah yang akan ditusuk. 9. Lakukan penusukan dengan arah jarum ke atas. 10. Cek apakah sudah mengenai vena dengan ciri darah keluar melaluijarum infus/abocath. 11. Taaik jarum infus dan hubungkan dengan selang tranfusi. 12. Buka tetesan. 13. Lakukan desinfeksi dengan BetadineTM dan tutup dengan kasa steril. 14. Ben tanggal dan jam pelaksanaan infus pada plester. 15. Setelah NaCI 0,9% masuk sekitar 15 menit, ganti dengan darah yang sudah disiapkan. 16. Darah sebelum dimasukkan, terlebih dahulu cek warns darah, identitas pasien, jenis golongan darah, dan tanggal kedaluwarsa. 17. Lakukan observasi tanda-tanda vital selama pemakaian tranfusi. 18. Catat respons terjadi 19. Cuci tangan.

Sumber. Hidayat dan Uliyah 2005

Gambar 4.4 Pemberian tranfusi darah Sumber. Belland dan Wells 1986

You might also like