You are on page 1of 6

ALIH TANGAN KASUS A.

DESKRIPSI Pada suatu ketika terjadi peristiwa seseorang siswa yang mengalami masalah tertentu disarankan oleh guru (melalui orang tuanya) untuk dibawa kepsikiater. Orang tua memenuhi saran tersebut. Setelah melaksanakan pelayanan profesionalnya terhadap siswa yang dimaksud ia tidak menemukan hal-hal tertentu pada diri siswa yang perlu ditangani secara psikiatri. Psikiater itu selanjutnya mengalihtangankan siswa tersebut kekantor UPBK (Unit pelayanan bimbingan dan konseling) yang ada di kampus perguruan tinggi setempat. Di UPBK siswa tersebut ditangani oleh konselor dengan cara konseling. Siswa itu ternyata memang mengalami masalah belajar disebabkan lingkungan di rumah dan di sekolah yang kurang kondusif. Terhadap siswa dilaksanakan layanan konseling perorangan (KP). Kepada orang tuanya juga diberikan sejumlah informasi untuk membangun wawasan orang tua serta saran-saran untuk terbinanya suasana hubungan sosio-emosional antar keluarga yang lebih akomodatif dan kontruktif. Akhirnya siswa dapat bersekolah kembali. Contoh diatas memperlihatkan praktik alih tangan kasus (ATK). ATK pertama dikategorikan tidak tepat. Tanpa pemahaman yang cukup memadai tentang (1) kondisi diri siswa pada umumnya, (2) permasalahan sebenarnya yang dialami siswa, dan (3) arah pengalih tanganan yang tepat, guru yang sebenarnya peduli atas kondisi siswa itu mengarahkannya untuk dibawa kepsikiater. Alih tangan kasus kedua terbilang tepat. Psikiater mengalihtangankan siswa kepada konselor (di UPBK) sesuai dengan pekerjaan profesional konseling, yaitu menangani individu normal sedang mengalami masalah belajar. Kegiatan ATK diselenggarakan oleh konselor tidak lain bermaksud agar klien memperoleh pelayanan yang optimal (atas masalah yang dialami) oleh ahli pelayanan profesi yang benarbenar handal. Melalui ATK yang tepat klien akan segera memperoleh pelayanan yang tepat; sebaliknya, apabila ATK tidak tepat akan terjadi hal-hal yang tidak mengenakkan. Kegiatan alih tangan kasus meliputi dua jalur, yaitu: Jalur kepada konselori Jalur dari konselori Jalur kepada konselor dalam arti konselor menerima kiriman klien dari pihak-pihak lain, seperti orang tua, kepala sekolah, guru, pihak atau ahli lain. Sedangkan jalur dari konselor, dalam arti konselor mengirimkan klien yang belum tuntas ditangani kepada ahli-ahli lain, seperti kepada konselor yang lebih senior, konselor yang membidangi spesialisasi tertentu dan ahli-ahli lain. B. TUJUAN 1. Tujuan umum Tujuan umum ATK adalah diperolehnya pelayanan yang optimal, setuntas mungkin, atas masalah yang dialami klien. 2, Tujuan khusus Tujuan khusus berkaitan dengan fungsi-fungsi konseling yaitu: Fungsi pengentasan : Tenaga ahli yang menjadi arah ATK diminta memberikan pelayanan yang secara spesifik lebih menuntaskan pengentasan masalah klien.

Fungsi pemahaman : Untuk memahami masalah yang sedang dihadapi klien.guna pengentasan. Fungsi pencegahan : Merupakan dampak positif yang diharapkan dari ATK untuk menghindari masalah yang lebih pelik lagi. Fungsi pengembangan dan pemeliharaan : Dengan terentaskannya masalah berbagai potensi dapat terpelihara dan terkembang. Fungsi advokasi : yang berhubungan dengan masalah klien berkenaan dengan terhambatnya atau teraniayanya hak-hak klien. C. KOMPONEN Penyelenggaraan ATK melibatkan tiga komponen pokok, yaitu : 1. Klien dengan masalahnya Tidak semua masalah dapat dialih tangankan untuk itu perlu dikenali masalah-masalah apa saja yang menjadi kewenangan konselor. Seperti masalah-masalah berkenaan dengan : Penyakit, baik penyakit fisik ataupun mental (kejiwaan)i Kriminilitas, dengan segala bentuknya.i Psikotropika, yang didalamnya dapat terkait masalah kriminilitas dan penyakit.i Guna-guna, dalam segala bentuknya yaitu kondisi yang berada diluar akal sehat.i Keabnormalan akut, kondisi fisik dan mental yang bersifat luar biasa dalam arah dibawah normal.i Apabila konselor mengetahui bahwa klien secara substansial berkenaan dengan salah satu atau lebih dari tersebut diatas, konselor harus mengalihtangankannya keahli lain yang berwenang. Namun bila berkenaan dengan kekhawatiran takut terkena penyakit atau guna-guna, hal ini menjadi kewenangan konselor untuk menanganinya. Bila berkenaan dengan masalah kriminal, siapapun yang mengetahuinya harus segera melapor kepihak yang berwenang. Dalam hal ini konselor hanya menangani klien yang masalah kriminalnya telah diproses oleh pihak yang berwajib dan yang lainnya. 2. Konselor Dalam menangani klien,hal-hal yang perlu dikenali secara langsung oleh konselor, yaitu : Keadaan keabnormalan diri klien Substansi masalah klien Hanya klien-klien yang normal saja yang ditangani konselor, diluar itu dialih tangankan kepada ahlinya. Untuk dapat mengalihtangankan klien dengan baik, konselor dituntut untuk memiliki pengetahuan yang memadai tentang para ahli yang dapat menjadi arah ATK beserta nama dan alamatnya hendak dimiliki konselor. 3. Ahli lain Lima ahli lain perlu dipahami oleh konselor sebagai arah ATK, yaitu dokter, psikiater, psikolog, guru, dan ahli lain dalam bidang tertentu. a. Dokter, adalah ahli yang menangani berbagai penyakit jasmaniah b. Psikiater, adalah ahli yang menangani penyakit psikis c. Psikologi, adalah ahli yang mendeskripsikan kondisi psikis d. Guru, termasuk dosen, adalah ahli dalam mata pelajaran atau bidang keilmuan tertentu. e. Ahli bidang tertentu, adalah mereka yang menguasai bidang-bidang tertentu, seperti adat, agama, budaya tertentu, dan hukuman, serta ahli lain pengembangan pribadi yang memerlukan kebutuhan khusus kepada ahli-ahli tersebut itulah klien dialihtangankan sesuai dengan

permasalahannya. Pihak yang berwenang seperti polisi, tidak termasuk kedalam pihak yang menjadi arah ATK, sebab masalah Kriminal yang harus dilaporkan kepada polisi bukanlah ATK, melainkan merupakan kewajiban semua warga. D. ASAS Asas kesukarelaan, keterbukaan dan kerahasiaan diutarakan. ATK diselenggarakan atas persetujuan klien (klien perlu memahami alasan dan pentingnya ATK, serta kemana ATK itu ditujukan). Kepada ahli yang baru, klien diminta untuk terbuka berkenaan dengan masalahnya dan apa-apa yang telah dibahas dalam pelayanan terdahulu (konselor dapat menyertakan catatan tentang klien dalam ATK; semua catatan itu diketahui dan disetujui oleh klien dan klien memiliki hak untuk menyampaikan catatan itu atau tidak kepada ahli yang dituju dalam ATK. Untuk masalah kriminal, konselor tidak mengalih tangankan klien, melainkan menganjurkan agar klien secara sukarela melaporkan kepolisi. E. PENDEKATAN DAN TEKNIK 1. Pertimbangan Pertama-tama harus dipertimbangkan benar tidak perlunya ATK. Melaui diskusi yang cukup mendalam dengan klien (Dengan pertimbangan pada kenormalan diri klien, subtansi masalah, dan ahli yang menjadi arah ATK). Klienlah yang mengambil keputusan tentang akan dilaksanakannya ATK. Selanjutnya konselor memfasilitasi penyelenggaraan ATK. 2. Kontak Konselor melakukan kontak awal dengan ahli yang menjadi arah ATK, dengan cara-cara yang cepat dan tepat. Apabila kontak awal berhasil positif, konselor langsung meminta klien bertemu langsung dengan ahli yang dimaksud (surat pengantar dengan beberapa catatan yang perlu) dapat disertakan dan dibawa klien. Selanjutnya konselor dapat berhubungan dengan ahli tempat ATK dalam memperlancar pelayanan pada umumnya dan jika memungkinkan dapat melakukan kerjasama demi kesuksesan pelayanan terhadap klien. 3. Waktu dan tempat ATK dapat diselenggarakan setelah dua hal terpenuhi yaitu: Klien memutuskan untuk ATK (bersedia).i Ahli yang menjadi arah ATK merespon positif diselenggarakannya ATK.i ATK dapat dilakukan diawal, ditengah penyelenggaraan pelayanan konselor atau merupakan tindak lanjut dari pelayanan terdahulu. Penyelenggaraan ATK bertempat dimana konselor dan ahli lain yang menjadi arah ATK bekerja atau tempatnya ditentukan kemudian. 4. Evaluasi Konselor mengevaluasi apakah ATK itu berjalan lancar dan cukup produktif (Konselor dapat melakukan laijapen dan laijapang) untuk mengetahui keberhasilan pelayanan secara menyeluruh. F. KETERKAITAN Pemahaman tentang normalitas klien, subtansi masalah dan ahli lain yang menjadi arah ATK dapat terkait dengan semua layanan dan kegiatan pendukung konseling lainnya. Alih tangan kasus diselenggarakan atas dasar keadaan kurang terpenuhinyakebutuhan peserta layanan (klien) oleh konselor, terutama kebutuhan yang pemenuhannya diluar kewenangan konselor. Untuk itu konselor wajib berusaha memenuhi kebutuhan yang masih tersisa itu, dengan cara

mengalihtangakan klien kepada ahli yang lebih berkewenangan agar pengentasan masalah klien lebih tuntas lagi. Berkenaan dengan layanan ORIN, alih tangan kasus mungkin diperlukan bagi peserta yang ingin memperoleh pendalaman lebih lanjut tentang elemen-elemen tertentu yang mereka jumpai melaui layanan terdahulu. Kebutuhan pendalaman yang dimaksudkan itu materi dan/ atau caranya diluar kewenangan konselor. Untuk membantu peserta atau klien itu lebih lanjut, dilaksanakanlah alih tangan kasus. Konselor bertanggung jawab atas terselenggaranya alih tangan kasus itu jika klien, berdasarkan hasil analisis masalah kebutuhan-kebutuhannya memang menghendakinya. Berkenaan dengan layanan INFO, mungkin ada peserta layanan yang ingin mendalami informasi tertentu dan/ atau mengaitkan secara khusus informasi tersebut dengan permasalahan yang ia alami. Untuk itu diperlukan upaya tindak lanjut. Keinginan peserta itu dapat diupayakan pemenuhannya oleh konselor, dan apabila keinginan yang dimaksud itu berada diluar kewenangan konselor, maka upaya alih tangan kasus perlu dilakukan. Konselor mengatur pelaksanaan alih tangan kasus itu bersama peserta yang menghendaki upaya tersebut. Alih tangan kasus dimungkinkan atas dasar hasil penilaian dampak layanan. Apabila ada dampak yang tidak menjadi kewenangan konselor menanganinya, maka permasalahan baru atau lanjutan tersebut dapat dialihkan kepada ahli yang berkewenangan. Semacam alih tangan dapat dilakukan dalam rangka kajian awal terhadap potensi dan kondisi diri serta kondisi lingkungan. Ahli tertentu dapat membantu konselor menyediakan data yang lebih lengkap dan akurat serta dukungan dan fasilitas berkenaan dengan pengkajian dan penanganan permasalahan subjek. Dari hasil penilaian laiseg atau laijapen dapat diidentifikasi peserta mana yang memerlukan tindak lanjut alih tangan kasus yang mengarah pada pendalaman penguasaan konten dengan permasalahan yang dialami oleh peserta yang bersangkutan. Kaitan alih tangan kasus dengan layanan konsultasi apabila pihak ketiga yang dibawa konsulti adalah masalah yang tidak menjadi kewenangan konsultan untuk terlibat dalam penanganannya. Dalam hal ini konsultan harus benar-benar berhati-hati, terlebih-lebih apabila konsulti akan membawa masalah yang bersifat kriminal atau pidana. Sebelum konsulti lebih jauh mengemukakan masalahnya itu, konsultan harus menghentikan kontak yang mengarah kepembicaraan masalah yang seharusnya berurusan dengan polisi. Pada sisi lain konsulti dapat mengalih-tangankan pihak ketiga kepada konsultan. Dalam hal ini layanan konseling perorangan dapat dilakukan oleh konselor terhadap pihak ketiga yang sekarang menjadi kliennya itu. Lebih jauh konselor dapat bekerja sama dengan konsulti dalam menangani masalah yang dialihtangankan itu. Masalah yang belum tuntas terentaskan dalam layanan koseling perorangan dan konseling kelompok dapat dialihtangankan (melalui prosedur) termasuk dalam aplikasi instrumentasi. Dalam layanan mediasi, alih tangan kasus dapat dilakukan secara serentak seluruh atau sebagian dari peserta layanan. Hal ini tergantung pada ciri dan kondisi individu dan masalah yang hendak dialihtangankan. Apabila alih tangan hendak dilakukan, konselor memberikan penjelasan alasan pengalihtanganan dan kepada siapa alih tangan dituju. Sesuai dengan keperluannya, konselor dapat menyiapkan baha-bahan yang akan dibawa klien kepada ahli yang dituju; minimal surat pengantar. Hasil alih tangan dibicarakan dalam layanan mediasi lanjutan untuk lebih mantapnya hasil-hasil layanan mediasi secara menyeluruh. Konselor harus mencermati keterkaitan ATK dengan jenis-jenis layanan dan kegiatan pendukung agar dapat diselenggarakan tepat waktu, sasaran dan cara dalam kaitannya dengan layanan atau kegiatan lain dalam pelayanan konseling.

G. OPERASIONALISASI KEGIATAN 1) Perencanaan a. Menetapkan kasus (klien) yang memerlukan ATK. b. Meyakinkan klien tentang pentingnya ATK. c. Menghubungi ahli lain yang menjadi arah ATK. d. Menyiapkan materi yang akan disertakan dalam ATK. e. Menyiapkan materi yang akan disertakan dalam ATK f. Menyiapkan kelengkapan administrasi. 2) Pelaksanaan a. Mengkomunikasikan rencana ATK kepada pihak terkait b. Mengalihtangankan klien kepada ahli lain yang menjadi arah ATK 3) Evaluasi a. Membahas hasil ATK melalui Klien yang bersangkutani Laporan ahli yang menjadi arah ATKi Analisis hasil ATKi b. Mengkaji hasil ATK terhadap pengentasan masalah klien 4) Analisis hasil evaluasi Melakukan analisis terhadap efektifitas ATK terhadap pengentasan masalah klien secara menyeluruh.

5) Tindak lanjut Menelenggarakan layanan lanjutan (jika diperlukan) oleh pemberi layanan terdahulu dan/ atau alih ATK lanjutan. 6) Laporan a. Menyusun laporan kegiatan ATK b. Menyampaikan laporan terhadap pihak-pihak terkait. c. Mendokumentasikan laporan.

REFERENSI 1. Prayitno.1999. Dasar-dasar bimbingan dan konseling. Jakarta: Penerbit Rineka Cipta, 2. Prayitno.1996. Pengantar pelaksanaan program Bimbingan dan konseling. Jakarta: Penerbit Rineka Cipta. 3. Prayitno.2004. Seri kegiatan pendukung Alih tangan kasus, layanan orientasi,layanan Informasi, layanan konsultasi, layanan penguasaan konten, layanan penempatan dan penyaluran, layanan mediasi, layanan konseling perorangan, layanan konseling kelompok,

kegiatan pendukung aplikasi instrumentasi, himpunan data, konferensi kasus : Jurusan Bimbingan dan konseling. Fakultas Ilmu pendidikan, Universitas Negeri Padang.

PTK BK BAB I PENDAHULUANA Latar Belakang Semua orang pasti sependapat bahwa pendidikan adalah investasi hidup yang paling berharga. Melalui pendidikanlah upaya mencetak Sumber Daya Manusia yang berkualitas, beriman, bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berbudi pekerti luhur dan berkemampuan tinggi akan dapat dicapai. Sebagaimana diamanatkan dalam UUSPN No. 20 Tahun 2003 bahwa pendidikan adalahusaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran danatau latihan bagi peranannya di masa yang akan datang. Salah satu yang tersurat secara implisit dalam penyelenggaraan pendidikan menurutUUSPN yaitu melalui kegiatan bimbingan yang lazim dikenal dengan istilah Bimbingandan konseling. Keberadaan Bimbingan dan Konseling di sekolah memberikan dampak positif yang amat besar terhadap perkembangan pendidikan dan pribadi siswa, hal inimengingat banyaknya permasalahan belajar yang dialami siswa. (Ahmadi, Abu &Supriono, Widodo. 2004 : 16) mengemukakan permasalahan belajar yang dihadapi siswaantara lain:
1. Siswa mngalami kesulitan dalam mempersiapkan kondisi fisik dan psikisnya 2. Siswa tidak dapat mempersiapkan bahan dan peralatan sekolahnya 3. Sarana dan prasarana di perpustakaan kurang menunjang. 4. Pralatan di laboratorium kurang lengkap, sehingga tidak dapat memberikan pelayananyang sesuai dengan pelajaran. 5. Siswa tidak mempunyai keberanian untuk menyampaikan pertanyaan atau pernyataan

dalam proses pembelajaran. 6. Siswa sering melanggar kedisiplinan kehadiran di sekolah, misalnya sering datangterlambat, sering tidak masuk sekolah, berbicara kotor,over acting ketika belajar. 7. Malas mencatat mata pelajaran 8. Tidak menindak lanjuti proses belajar mengajar.

You might also like